TAPLAI GUNA MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF NILAI-NILAI GLOBAL

(1)

WAWASAN KEBANGSAAN

VERSUS

DAMPAK NEGATIF NILAI-NILAI GLOBAL

Kisnu Haryo Kartiko, SH, MA

Tenaga Profesional Bidang Politik Lemhannas RI

LATAR BELAKANG

Wawasan Kebangsaan merupakan cara pandang suatu bangsa (bangsa Indonesia) dalam rangka mengelola tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang berpedoman pada kesadaran akan karakter dan jati-dirinya sebagai bangsa dan dilandasi oleh kesadaran akan sistem nasional yang telah disepakati dan yang diyakini kebenarannya, guna mewujudkan kepentingan nasional dan mencapai cita-cita nasional yaitu masyarakat Indonesia yang adil, aman, makmur dan sejahtera, yang nilai-nilainya bersumberkan pada empat konsensus dasar bangsa yaitu : Pancasila, Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sesanti Bhinneka Tunggak Ika.

Wawasan kebangsaan harus menjadi suatu kesadaran bagi seluruh komponen bangsa, dari rakyat kebanyakan (jelata) sampai para pejabat/pimpinan negara dan masyarakat. Diharapkan melalui kesadaran wawasan kebangsaan ini pengelolaan tata kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang besar, solid, bersatu dan semua kepentingan rakyat, bangsa dan negara terakomodasikan. Sehingga bangsa Indonesia ke depan mampu bersaing dengan bangsa lain dan mampu mengeliminasi berbagai pengaruh negatif nilai-nilai kehidupan global, baik saat ini maupun yang akan datang.

Melalui penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang dimulai sejak dini yaitu melalui pendidikan anak-anak sekolah sampai orang meninggal dunia (sebagai long life education), diharapkan akan tumbuh rasa, jiwa dan semangat kebangsaan sebagai wujud pemikiran, sikap, dan tindakan yang dilandasi oleh nasionalisme yang kuat. Ketika semua pemikiran, sikap dan tindakan yang dilakukan oleh seluruh rakyat/masyarakat dan seluruh pejabat/pimpinan negara dilandasi oleh rasa, jiwa dan semangat untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya, maka akan terbangun “national in-cooperated” dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, pengelolaan pemerintahan negara dan pelaksanaan pembangunan di seluruh aspek kehidupan (IPOLEKSOSBUD-HANKAM). Sehingga bangsa dan negara ini akan tetap selalu tegak berdiri, bersatu dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

BELAJAR DARI SEJARAH

Perjalanan masa lalu bangsa Indonesia secara internal telah memberikan berbagai sinyal-sinyal peringatan dini (early warning) melalui berbagai peristiwa. Pada masa awal perjuangan untuk membentuk suatu bangsa, yang dimulai oleh generasi muda kaum terpelajar dengan membentuk berbagai himpunan


(2)

pelajar/mahasiswa yang puncaknya dibentuk organisasi politik, yang salah satunya adalah Boedi Oetomo. Kiprah generasi muda ini semakin memuncak dan dilanjutkan dengan Konggres Pemuda tahun 1928 yang diselenggarakan oleh berbagai Organisasi Kepemudaan dari berbagai wilayah nusantara yang menghasilkan “Sumpah Pemuda”. Kegigihan dan perjuangan pemuda dan bangsa Indonesia untuk membentuk bangsa dan negara yang merdeka dan bersatu direalisasikan melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, selanjutnya seluruh komponen bangsa dari rakyat jelata, pemuda, pelajar dan para pemimpin bangsa bersatu-padu untuk berjuang mempertahankan negara dan bangsa yang baru diproklamasikan agar tidak terjajah kembali. Pada masa-masa ini adalah masa-masa keemasan tumbuh suburnya wawasan kebangsaan dalam sanubari, pemikiran dan sikap-tindak seluruh komponen bangsa.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, wawasan kebangsaan ini mulai tergerus oleh berbagai faktor kepentingan yang berasal dari dalam yang dilakukan oleh kelompok idiologi/politik, kelompok kedaerahan dan kesukuan, serta kepentingan individu. Kelompok-kelompok ini ingin memperjuangkan berbagai kepentingan seperti: demi memperkuat pengaruh idiologi dan politik, memperjuangkan untuk memperoleh kekuasaan, mencari penguasaan/hegemoni ekonomi, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, bahkan ada yang berkeinginan untuk mengambil-alihan kekuasaan negara dan pembentukan negara-negara baru melalui pemberontakan dan Cup de’Etat. Peristiwa pemberontakan PKI (Madiun dan G-30-S), pemberontakan PRRI/Permesta, pemberontakan Karto Suwiryo dengan NII/DI-TII, Sparatisme di Maluku, Aceh, dan Papua, mandegnya Sidang Konstituante, berbagai perubahan sistem politik dan pemerintahan serta sistem ketata-negaraan yang diatur dalam berbagai UUD, maraknya korupsi yang dilakukan oleh individu dan institusi politik, diskriminasi dalam penegakan hukum (law enforcemen), penyimpangan sistem penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah-daerah otonom, serta maraknya pelanggaran HAM oleh institusi negara, ketidak-percayaan rakyat terhadap pemerintah. Semua peristiwa dan pemikiran ini merupakan gambaran keadaan yang merepresentasikan surutnya “implementasi wawasan kebangsaan” dalam kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan pemerintahan negara di Indonesia.

Proses reformasi yang sedang berlangsung saat ini, pada dasarnya merupakan suatu proses reinventing and rebuilding serta konsolidasi bangsa Indonesia menuju masyarakat demokratis yang modern dan sekaligus merupakan kesadaran korektif untuk menata kembali kehidupannya agar menjadi lebih baik demi pencapaian tujuan dan cita-cita nasionalnya. Namun, pada tataran empirik terindikasi bahwa reformasi ternyata belum berjalan seperti yang diharapkan semula, yaitu sebagai sebuah proses perubahan yang sistematis dan terukur. Hal ini terlihat pada penerapan hak kebebasan individu dan kelompok yang bahkan melahirkan konflik vertikal dan horisontal. Di sisi lain, tuntutan pemekaran wilayah yang dianggap sebagai wujud ekspresi kebebasan lokal, dalam praktiknya telah berkembang semakin luas dan semakin sulit dikendalikan.


(3)

Muncullah ego-sektoral, ego kedaerahan, ego kesukuan, ego kelompok agama, yang semuanya seringkali mengabaikan terhadap keharmonisan dan kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

MENGKRITISI PERKEMBANGAN DINAMIKA GLOBAL

Surutnya implementasi wawasan kebangsaan kita, juga dipicu oleh meluasnya pengaruh asing (lingkungan internasional) melalui berbagai penetrasi: politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, geo-politik, demokratisasi, HAM serta berkembangnya nilai-nilai global/kosmopolitanisme yang membentuk sikap antara lain individualistis, hedonistis, konsumeristis, opportunistik, liberalistik, dan anomalistik. Sangat disadari, bahwa pengaruh kehidupan pada tataran atau lingkungan internasional tersebut, seringkali tidak sesuai dengan tata nilai bangsa Indonesia dan bahkan telah mulai memudarkan secara pelan namun pasti terhadap rasa kebangsaan di hampir semua lapisan generasi bangsa Indonesia. . Pengaruh ini sulit untuk dapat dibendung sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi, karena begitu mudahnya mengunggah berbagai informasi dan membawa pengetahuan dan tata-nilai baru yang berasal dari luar negeri.

Selain itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat, di satu sisi membawa kemajuan dan hubungan yang begitu intens antar warga bangsa di berbagai belahan dunia sehingga mendorong semua komponen bangsa (pemerintah dan masyarakat) untuk semakin terbuka, transparan, dan semakin dewasa dalam menghadapi berbagai pengaruh sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan. Namun disisi lain kemajuan teknologi dan informasi juga berdampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara karena ditengarai banyaknya kelompok dan individu dalam masyarakat bangsa yang dipengaruhi oleh nilai-nilai radikal, menurunnya kepercayaan terhadap peran pemerintah, berubahnya nilai-nilai sosial.

Persaingan yang sangat keras dalam memperebutkan pengaruh politik melalui kekuatan militer dan penyebaran paham politik, serta penguasaan ekonomi yang dilakukan melalui perebutan dan penguasaan sumber-sumber daya alam dan potensi pasar ekonomi dunia dengan mempergunakan kemajuan teknologi, membangun ketergantungan sistem keuangan, dan sistem perdagangan pasar terbuka, harus menjadi perhatian dan dijadikan sebuah tantangan riil (the real of challance) yang harus dihadapi secara bersama-sama bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam membangun bangsa dan mempersiapkan generasi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju dalam perebutan sumber daya alam dan potensi pasar ekonomi di tingkat global, kiranya perlu dibangun kekuatan nasional (national in-coorporated power) yang dijiwai dan disemangati oleh suatu kesadaran kebangsaan sebagai landasan moral pengabdian bagi generasi bangsa Indonesia.

Bila keadaan bangsa ini dibiarkan terus larut ke dalam situasi sebagaimana gambaran di atas, serta tanpa upaya nyata untuk segera mengatasinya, dapat dipastikan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah Negara


(4)

Kesatuan Republik Indonesia akan menjadi semakin rapuh. Bila kesadaran kebangsaan tidak pernah terpatrikan di dalam sanubari setiap warga negara, maka cita-cita luhur untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta berkehidupan kebangsaan yang bebas itu hanya akan menjadi kenangan sejarah. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, yang sejak awal tumbuhnya kesadaran berbangsa telah diperjuangkan dengan pengorbanan jiwa dan materi yang tak ternilai itu, akan sirna dari muka bumi, tercabik-cabik oleh semangat dis-integrasi yang tak terkendali.

Sejak usainya perang dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur (dengan warna persaingan antara liberal-kapitalisme dengan sosial-komunisme), maka percaturan global saat ini mengalami perubahan yang sangat dinamis. Persaingan kekuatan antar negara tidak hanya didasarkan pada identitas ideologi semata, melainkan telah berkembang menjadi persaingan antar kekuatan ataupun kepentingan lainnya, antara lain : ekonomi, militer, budaya, politik, hak asasi manusia, demokratisasi, lingkungan hidup, pemenuhan kebutuhan energi, pangan dan air.

Negara-negara eks-Blok Barat telah mengubah cara pandang geo-politiknya, dimana mereka melakukan perubahan pendekatan dalam rangka memperluas dan menjaga pengaruh hegemoninya antara lain : meredefinisi faham liberal ke model neo-liberal; memakai lembaga-lembaga internasional sebagai sarana untuk mengatur ekonomi dunia ataupun untuk “melakukan intervensi di suatu wilayah” (seperti : IMF, World Bank, WTO, Organisasi Regional, Dewan Keamanan PBB), menggunakan berbagai issue utuk melakukan perubahan di berbagai negara (seperti issue: Demokratisasi, HAM, mempunyai senjata pemusnah massal); menekan berbagai negara untuk menguasai sumber daya alam dan sumber daya ekonomi menggunakan issue lingkungan hidup, perburuhan yang tidak adil, pelanggaran Hak Asasi, dan penghapusan subsidi untuk komoditi ekonomi, serta penerapan sanksi dan non-tariff barrier untuk melindungi kepentingan internalnya. Bahkan saat ini negara-negara ini telah mendorong terwujudnya sistem perdagangan dan investasi “pasar bebas” di dunia, dalam rangka memperluas hegemoni ekonominya. Disamping itu berbagai negara ini juga telah melakukan redifinisi terhadap faktor penyebab perang yang akan datang yang menyatakan bahwa “perang yang akan datang bukan disebabkan oleh persaingan ideologi melainkan disebabkan oleh faktor perbenturan budaya” (Samuel Huntington, 1998). Hal ini mulai nyata dengan terjadinya perbenturan budaya dan kepentingan mereka dengan kelompok islam garis keras di wilayah Timur Tengah (ISIS, Al-Qaeda dll). Pengaruh dan penetrasi dari kelompok negara-negara neo-liberal ini mulai terasa bagi Indonesia, yang terlihat melalui berbagai perubahan di bidang ekonomi dan perdagangan dimana kita menuju pasar bebas, penghapusan subsidi di berberapa bidang, sistem moneter dan perbankan yang terintegrasi secara global, peranan negara lebih berfungsi sebagai regulator dan sebagainya. Seiring dengan itu, kaum Globalis dan Kosmopolitanis sebagai kelompok kepentingan dari negara-negar maju, melalui berbagai


(5)

produk-produk industri trans-nasonalnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi terus mengembangkan konsep tentang komunitas dunia yang melewati batas-batas kedaulatan negara dan bangsa. Kelompok ini juga mendorong berkembangnya cara pandang yang individualistis, hedonis, materialistis, konsumeritis, dan negara dianggap tidak penting lagi. Sadar atau tidak sadar hampir sebagian besar manusia di muka bumi ini telah menjadi bagian dari komunitas kosmopolitan ini melalui jaringan informasi internet. Disatu sisi akan menumbuhkan sikap ego yang tinggi dan kurang rasa sosial.

Disisi yang lain negara-negara eks-Komunis juga telah melakukan berbagai perubahan untuk menata diri guna bersaing di tingkat global, seperti yang terjadi di Rusia dan Republik China. Di kedua negara ini tidak lagi memakai sistem komunisme secara ketat, melainkan telah berubah menjadi untuk sistem politik masih menerapkan kontrol pemerintah yang kuat (peranan Partai Komunis masih tetap kuat) sedangkan untuk sistem ekonomi berubah menjadi ekonomi terbuka dengan tetap ada pengawasan oleh pemerintah. Eks-negara komunis ini sekarang ini telah menjadi negara dengan kekuatan ekonomi dan kekuatan militer yang besar, dan mereka saat ini mulai menancapkan pengaruhnya di berbagai negara, termasuk di Indonesia melalui kerjasama ekonomi dan investasi. Ideologi new-left yang berkembang di negara-negara eks-komnis ini mulai terasa pengaruhnya, saat reformasi yang memberikan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul, meskipun masih terselubung ternyata kelompok “new-left” telah tumbuh dan berkembang di Indonesia (catatan : dimotori oleh Kelompok 17 atau Kelompok Kaliurang).

Secara historis bangsa Indonesia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan negara-negara di Timur Tengah yang mempunyai ideologi Islamisme, karena hampir 85% penduduk Indonesia beragama Islam. Namun kini di Timur Tengah telah berkembang kelompok Islam Garis Keras, seperti kelompok Wahabi (Ikhwanul Muslimin), kelompok Al-Qaeda, dan kelompok ISIS, yang mempunyai pandangan ingin mendirikan Khilafah Islamiyah yang bersifat mendunia. Pengaruh kelompok Islam garis keras juga telah berkembang di Indonesia melalui berbagai organisasi (seperti : Jamaah Islamiyah, Hisbuth Thahir Indonesia, kelompok NII, kelompok ISIS dll), dan kelompok ini ingin merubah ideologi negara menjadi ideologi berdasar Syariat Islamiyah. Kelompok ini telah bergerak dan menyebarkan paham daulah islamiyahnya di tingkat grass-root melalui pengajian-pengajian, dan mengorganisir diri sangat solid dan kuat dengan membentuk organisasi-organisai kemasyarakatan dan lajskar-lasjkar. Disamping itu kelompok kedaerahan, kesukuan dan keagamaan yang sempit juga masih berkembang di berbagai kelompok masyarakat.

PENTINGNYA PEMANTAPAN WAWASAN KEBANGSAAN

Memperhatikan perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem dan tata kehidupan global tersebut di atas, didapati fakta bahwa hal


(6)

tersebut telah berimplikasi pada peran Pancasila sebagai ideologi negara, sumber dari segala sumber hukum, dan pandangan hidup bangsa yaitu mengalami degradasi. Hal ini terlihat dari , sebagai contoh antara lain : 1). Masuknya nilai-nilai yang didasarkan dan menjunjung tinggi prinsip individual ke dalam konstitusi negara, semisal : pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak dan dan diadopsinya secara penuh konsep hak asasi manusia; 2). Berbagai peraturan perundang-undangan banyak yang menyimpangi dan tidak sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi (UUD NRI Tahun 1945), tercermin dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi; 3). Semakin termarjinalkannya idiologi negara dan pandangan hidup bangsa Pancasila dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan berdasarkan hasil survey dari BPS dan Bappenas hampir 86% responden mahasiswa di 14 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia tidak lagi memandang Pancasila sebagai idiologi negara yang memberikan cakupan nilai bagi penyelenggaraan pemerintahan negara dan tata hubungan sosial. Bahkan hasil survey yang dilakukan oleh Lemhannas di 33 Propinsi menunjukkan bahwa wawasan kebangsaan didalam kehidupan masyarakat, pemuda dan kelompok terdidik mengalami penurunan yang sangat signifikan

Berbagai faktor yang mempercepat memudarnya kesadaran kebangsaan bagi sebagian komponen bangsa, antara lain :

1. Kemajuan teknologi infornsi dan telekomunikasi mempercepat penyebaran paham, ilmu pengetahuan, sistem, nilai dan budaya yang berasal dari bangsa lain.

2. Kuatnya pengaruh dan lobby penganut faham globalisme dan kosmopolitanisme yang direpresentasikan oleh pakar/ahli dan pemimpin-peminpin kelompok usaha multi-national cooperation (MNC) terhadap negara-negara maju sampai negara berkembang di dunia.

3. Semakin terbukanya ilmu pengetahuan melalui pendidikan secara langsung maupun melalui internet akan mempercepat perluasan paham idiologi dan ilmu pengetahuan ke berbagai bangsa di dunia.

4. Semakin terintegrasinya dan saling ketergantungan dalam sistem keuangan internasional, sistem perdagangan, sistem sosial, dan sistem komunikasi global.

5. Adanya kecenderungan terjadinya internasionalisasi hubungan antar kelompok radikal berdasarkan idiologis dan budaya di berbagai negara. 6. Sistem informasi dan telekomunikasi yang terbuka (internet, pemilikan satelit

dan usaha oleh asing.

7. Generasi muda tidak lagi tertarik dengan masalah idiologi dan sistem kenegaraan.

8. Sistem kenegaraan yang banyak disimpangi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan daerah.

9. Sistem politik, ekonomi, sosial budaya cenderung liberal dan komersial. 10. Penegakan hukum yang lemah.

11. Ketidak-adilan akses dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan keamanan.


(7)

Berdasarkan latar belakang dan gambaran keadaan terhadap kondisi pemahaman wawasan kebangsaan tersebut di atas, maka penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh komponen bangsa menjadi suatu langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Peran ini ke depan seharusnya dapat lebih dikembangkan melalui dibentuknya/ditunjuknya suatu lembaga negara yang ditugasi untuk menyelenggarakan dan sekaligus untuk melakukan pembinaan terhadap penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan oleh instansi-intansi pemerintah (pusat dan daerah), partai-partai politik, organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga pendidikan, asosiasi-asosiasi, dan kelompok sosial lainnya.

PELUANG DAN KENDALA DALAM MEREALISASI

PEMANTAPAN WAWASAN KEBANGSAAN

Peluang Internal (Strenghness)

a. Bangsa Indonesia mempunyai pengalaman dengan adanya lembaga negara yang pernah diberi tugas untuk melakukan sosialisasi Pancasila (dulu BP7). b. Nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam empat konsensus dasar bangsa

merupakan nilai-nilai yang berasal dari kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia.

c. Idiologi Pancasila merupakan idiologi yang bersifat terbuka yang ditandai dengan implementasi operasional dalam sistem kenegaraan disesuaikan dengan kepentingan sistem politik di setiap periodenya.

d. Dalam situasi negara menghadapi kondisi yang paling sulit bangsa Indonesia selalu kembali berpegang teguh kepada Pancasila dan sistem kenegaraan yang bersumber dari UUD 1945.

e. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk menjaga persatuan-kesatuan bangsa, menjaga keutuhan wilayah negara yang tergabung dalam NKRI, memegang teguh sesanti “Bhinneka Tunggal Ika” dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

f. Bangsa Indonesia masih mempunyai rasa solidaritas, kegotong-royongan, kebersamaan dan toleransi antar suku, agama dan golongan.

g. Sebagian besar peraturan hukum yang berlaku masih mendasarkan dan bersumber dari sumber hukum (meskipun sebagian ada yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila dan tidak sejalan dengan konstitusi).

h. Keragaman budaya, adat istiadat, norma hukum dan norma adat, tradisi dan tata susila yang telah hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang pluralistik dan multi-kulturalistik, telah memberikan pengalaman yang berharga dalam menjaga persatuan kehidupan bangsa.

i. Sejarah Bangsa Indonesia menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang mampu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan sosial dan nilai (transformistis), bangsa yang asimilitis, dan bangsa yang sinkritis (mudah menyatu).


(8)

j. Adanya komitmen dan kemauan politik (commitment and political will) dari sebagian besar pimpinan nasional, pimpinan daerah, tokoh politik, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menanamkan, mengembangkan dan memantapakan wawasan kebangsaan kepada seluruh komponen bangsa secara terprogram dan berkelanjutan.

k. Adanya Ikrar Sumpah Pemuda, Ketetapan MPR RI Nomor XVIII/MPR/1998 yang menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD NRI tahun 1945, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, yang menjadi komitmen bangsa Indonesia untuk tetap menjaga keutuhan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. l. Nilai-nilai dan budaya sebagai kearifan lokal merupakan salah satu modal

kuat untuk membendung pengaruh negatif nilai-nilai dan budaya asing atau global.

Peluang Eksternal (Opportunity)

a. Pengalaman bangsa dan negara lain yang terpecah-pecah (peristiwa Balkanisasi dan Arab Springs) dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

b. Terbentuknya regionalisme ASEAN memberikan peluang untuk memperkuat nilai-nilai ketimuran yang sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia sehingga dapat menjadi perisai pengaruh negatif nilai-nilai global, seperti nilai individualistik.

c. Terbentuknya blok-blok antar negara dalam rangka pengembangan ekonomi, kekuatan untuk pertahanan, dan penyatuan sosial merupakan fakta pentingnya suatu persatuan.

d. Pengalaman negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Perancis dalam rangka menanamkan idiologi negara bagi setiap warganegaranya melalui pendidikan dapat menjadi acuan.

Kendala Internal (Weakness)

a. Belum adanya substansi penjabaran nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari empat konsensus dasar bangsa sebagai konsepsi (doktrin) kenegaraan yang melingkupi ajaran tentang sistem kenegaraan, sistem politik, sistem ekonomi nasional, sistem pengelolaan sosisal budaya dan sistem pertahanan keamanan nasional.

b. Dalam rangka menyatu-padukan kegiatan pemantapan nilai-nilai kebangsaan secara nasional diperlukan suatu “Grand Desain Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan” agar dapat menjadi pedoman dan panduan bagi instansi pemerintah dan kelompok masyarakat yang akan melaksnakan kegiatan penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

c. Belum adanya landasan hukum dan lembaga negara yang secara khusus ditugasi untuk menanamkan, mengembangkan dan memantap-kan nilai-nilai wawasan kebangsaan.

d. Wawasan kebangsaan saat ini tidak menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dari tingkat pendidikan dini sampai dengan perguruan tinggi.


(9)

e. Belum adanya kurikulum, materi bahan ajar dan metode pendidikan dan pengajaran untuk pendidikan pembentukan karakter bangsa yang tepat dan efektif dalam rangka nation character building dan national system building.

f. Sebagian masyarakat Indonesia masih mempunyai rasa phobia dan resisten terhadap sosialisasi Pancasila, juga masih ada yang berke-inginan untuk mengganti Pancasila dengan idiologi lainnya sebagai dasar negara.

g. Penyelenggaraan pemantapan wawasan kebangsaan saat ini dilakukan oleh berbagai institusi negara dan inisiasi/partisipasi masyarakat secara parsial dengan kurikulum, materi substansi dan metode pendidikan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan berbagai kesimpang-siuran pemahaman dan efektivitasnya diragukan.

h. Tidak tersedianya tenaga pemateri (nara sumber) dan pengajar (guru dan dosen) yang secara kualitas dan kuantitas mampu memberikan penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai awasan kebangsaan yang dapat menjangkau semua komponen bangsa secara berkesinambungan.

i. Belum adanya grand-design wawasan kebangsaan yang dapat menjadi pedoman dan acuan penyelenggaraan penanaman, pengembangan dan pemantapan nilai-nilai awawasan kebangsaan.

j. Adanya kecenderungan generasi muda merasa lebih bangga menjadi “warga dunia/kosmopolitan” dibandingkan menjadi warga suatu bangsa.

Kendala Eksternal (Threathness)

a. Adanya kepentingan negara-negara besar yang ingin menguasai bangsa dan negara Indonesia sebagai bagian dari kebijakan geo-politik mereka, menguasai pangsa pasar ekonominya, menguasai sumber kekayaan alamnya, mempengaruhi budaya dan cara berpikir manusianya, dan menjadikan wilayah dan bangsa ini sebagai bagian integral kepentingan mereka.

b. Penetrasi kekuatan negara lain melalui ekonomi, politik, pemerintahan, kebudayaan dan internalisasi nilai-nilai globalisme dan kosmopoli-tanisme semakin gencar dan kuat.

c. Sulitnya membendung pengaruh terhadap nilai-nilai asing dengan semakin terbukanya koridor melalui media informasi dan telekomunikasi yang borderless.

d. Semakin intensnya ketergantungan antar negara sehingga mau tidak mau berbagai pengaruh dan perubahan tak terhindarkan.

e. Pelaksanaan tata kehidupan yang demokratis (liberal) dan pelaksanaan HAM yang bersumber dari ajaran penghormatan hak-hak individu menjadi acuan dan dijadikan alat ukur kemajuan suatu negara.

PERLUKAH GRAND DESAIN PEMANTAPAN WAWASAN

KEBANGSAAN ?

Perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang cukup meprihatinkan sehingga mendorong pemikiran tentang pentingnya disusun suatu Grand Desain Pemantapan Wawasan Kebangsaan antara lain :


(10)

1. Saat ini bangsa Indonesia mulai kehilangan identitas dan jati-dirinya sebagai bangsa yang plural dan multikultur yang ditandai dengan maraknya konflik antar suku, antar agama, antar golongan, antar daerah, juga ditandai oleh semakin berorientasinya tata-cara kehidupan dan hubungan sosial masyarakat Indonesia yang disandarkan pada nilai-nilai yang bukan asli dari kehidupan bangsa Indonesia (misal semakin individualistis sikap masyarakat, hilangnya kegotong-royongan dan kebersamaan)

2. Semakin termarjinalkannya idiologi negara dan pandangan hidup bangsa Pancasila dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Saat ini dalam masyarakat sedang berkembang sangat pesat idiologi/falsafah hidup lain yang tidak sesuai (bahkan bertentangan) dengan Pancasila.

4. Penanaman, pengembangan dan pemantapan wawasan kebangsaan melalui pendidikan formal tidak lagi dilakukan secara terstruktur dan sistematis, karena saat ini dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi mengenai kurikulum pendidikan yang bermuatan materi pelajaran “civic education” mulai terabaikan.

5. Saat ini tidak ada lagi lembaga negara yang secara khusus diberikan kewenangan untuk penanaman, pengembangan dan pemantapan wawasan kebangsaan bagi seluruh komponen bangsa, bahkan terdapat lebih dari 17 institusi negara (kementerian, lembaga negara dan instansi lainnya) yang melaksanakan kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan, dimana materi bahan ajar, kurikulum, metode pengajaran dan model pedidikannya sangat berbeda dan sangat beragam antara satu dengan lainnya sehingga seringkali menimbulkan salah pengertian, terjadi perbedaan tafsir, menimbulkan kebingungan masyarakat, dan pemborosan anggaran negara.

Oleh karena itu dalam rangka menyatukan pandangan dan langkah operasional bagi lembaga-lembaga pemerintah dalam melaksanakan pemantapan wawasan kebangsaan, perlu dan mendesak untuk disusun suatu “Grand Desain Nasional Pemantapan Wawasan Kebangsaan” yang akan dijadikan pedoman dan panduan bagi seluruh lembaga pemerintah dan seluruh warga bangsa.

UNTUK SIAPA PEMANTAPAN WAWASAN KEBANGSAAN ?

Pemantapan Wawasan Kebangsaan ditujukan bagi semua komponen bangsa dalam rangka :

a. membangun kembali kesadaran akan karakter dan jati-diri bangsa (nation charakter and identity building).

b. membangun kembali kesadaran terhadap sistem nasional untuk mengelola bangsa dan negara (national system building).


(11)

Pemantapan wawasan kebangsaan harus dilakukan mulai sejak pendidikan dini sampai pendidikan tinggi dan dilaksanakan sebagai pendidikan sepanjang hidup (long life education). Oleh karena itu wawasan kebangsaan harus menjadi materi pelajaran yang termuat dalam kurikulum pelajaran untuk Pendidikan Tingkat Dasar (SD), Pendidikan Tingkat Lanjutan (SLTP dan SLTA), serta Perguruan Tinggi.

B. Pemantapan Wawasan Kebangsaan Melalui Pendidikan dan Pelatihan bagi Komponen Bangsa yang strategis

1. Bagi Kalangan Aparatur Negara

Mengingat bahwa saat ini berdasarkan hasil penelitian pemahaman wawasan kebangsaan di lingkungan aparatur negara ( baik pejabat negara maupun aparatur pemerintah) juga telah mengalami degradasi/penurunan dilihat dari kesadaran akan jati-dirinya ( misal : banyak yang tidak amanah, banyak yang korupsi) ataupun dilihat dari kesadaran terhadap sistem nasional ketika melaksanakan tugas-tugasnya (misal : banyak penyimpangan terhadap sistem dalam mengelola pemerintahan), maka pemantapan wawasan kebangsaan bagi kalangan aparatur negara menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.

2. Bagi Calon Anggota DPR-RI dan DPD-RI

Pembekalan wawasan kebangsaan bagi Calon Anggota DPR-RI dan Calon Anggota DPD-RI merupakan langkah yang sangat strategis, mengingat mereka adalah calon-calon pimpinan nasional di bidang legislasi yang akan membuat berbagai kebijakan politik (berupa perundang-undangan). Dengan adanya pembekalan wawasan kebangsaan diharapkan keputusan politik yang dibuat akan memenuhi aspirasi dan kepentingan rakyat, sebagai wakil rakyat mereka akan menjadi wakil rakyat dan politisi yang santun, beretika, bermartabat dan bermoral yang menjunjung fatsun, norma dan etika politik

3. Bagi Kalangan Pengusaha Nasional.

Pengusaha nasional merupakan pilar penyangga pembangunan bidang ekonomi dan pelaku usaha ekonomi yang sangat penting dalam rangka mencapai kemakmuran bangsa. Saat ini para pelaku ekonomi lebih banyak berorientasi pada kepentingan memperoleh keuntungan usaha semata sehingga kadang-kadang mengabaikan kepentingan masyarakat luas maupun kepentingan bangsa dan negara. Apalagi saat menghadapi perkembangan ekonomi global berdasar prinsip pasar terbuka dan persaingan yang semakin ketat, seharusnya kekuatan pengusaha nasional saling berhimpun untuk membentuk kekuatan ekonomi nasional (national in-corparated) agar mampu bersaing dengan kekuatan ekonomi negara lain yang melakukan kegiatan usaha sebagai trans-national corporation


(12)

atau multi-national corporation dan memenangkan persaingan di lingkungan global. Untuk mendorong agar para pelaku usaha ini mau membangun kekuatan ekonomi nasional dan cinta negeri sendiri, maka diperlukan suatu dialog nasional yang mampu membangun rasa kebangsaan (nasionalisme).

4. Bagi Kalangan Partai Politik

Partai politik adalah pilar demokrasi dan sebagai alat untuk menggapai kekuasaan secara demokratis, sebagai lembaga pendidikan politik bagi warganegara sehingga dapat menumbuhkan kesadaran tentang hak dan kewajibannya, sebagai alat kontrol atau pengawasan terhadap kekuasaan dan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, sebagai sarana rekruitmen dan pelatihan kader politik dan kader pimpinan nasional di semua lini kehidupan, sebagai sarana komunikasi politik dan sosialisasi kebijakan publik, serta sebagai pengemban etika politik dan budaya politik yang santun dan elegan. Mengingat betapa strategisnya partai politik dalam penyelenggaraan politik kenegaraan maka kepada jajaran pengurus partai politik di tingkat pusat dan daerah perlu diberikan pembekalan mengenai wawasan kebangsaan.

5. Bagi Anggota DPRD dan kalangan Aparatur Pemerintah Daerah

Anggota DPRD sebagai legislator di daerah dan aparatur pemerintah daerah yang tersebar di 34 Propinsi dan 518 Kabupaten/Kota adalah aparatur negara yang mempunyai kedudukan strategis sebagai penyelenggara pemerintahan negara di daerah yang harus melayani kepentingan rakyat. Mereka menjadi sangat penting untuk memperoleh pembekalan wawasan kebangsaan.

6. Bagi Kalangan Pegawai BUMN

Salah satu pilar usaha nasional dilakukan oleh BUMN, namun belum semua BUMN dilaksanakan ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, hal ini terlihat dari lebih dari 50% yang dimiliki oleh pemerintah belum dikelola secara profesional dan selalu mengalami kerugian yang besar. Oleh karena itu kalangan pengelola BUMN (dari Direksi sampai pegawai) perlu diberikan pembekalan tentang wawasan kebangsaan.

7. Bagi Asosiasi-asosiasi Profesi

Perkembangan ke depan, untuk mampu bersaing dan membangun profesionalisme keahlian bagi pegawai dan tenaga kerja cenderung akan dibentuk kelompok atau asosiasi-asosiasi profesi sebagai wadah perjuangan, wadah penetapan tingkat kualitas keahliannya atau standar mutunya, wadah untuk penetapan ijin praktek profesi. Agar mereka tetap


(13)

mempunyai orientasi untuk cinta terhadap kebangsaannya, melalui asosiasi ini para anggotanya perlu dibekali dengan wawasan kebangsaan.

8. Bagi Kalangan Diplomat

Para diplomat merupakan ujung tombak dan wakil negara dalam rangka menjalin hubungan dengan bangsa dan negara lain dan juga memberikan berbagai informasi tentang perkembangan situasi nasional kepada mahasiswa dan pelajar yang mengikuti pendidikan serta warganegara Indonesia lainnya yg berada di negara sang diplomat diugaskan. Oleh karena itu para diplomat ini menjadi subyek yang sangat strategis bagi penyebaran wawasan kebangsaan bagi warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri.

9. Bagi Pemuda dan mahasiswa

Pemuda adalah komponen bangsa yang menjadi tulang punggung bagi suatu negara, karena pemuda adalah calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang. Pemuda harus dibina, diarahkan dan dibekali dengan wawasan kebangsaan agar dapar menjadi generasi yang mempunyai jati diri, punya jiwa kebangsaan yang kuat dan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sistem nasional untuk pengelolaan bangsa dan negara. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh BPS dan Bappennas di 14 perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, diketemukan bahwa 86% responden yang seluruhnya mahasiswa menyatakan bahwa mereka tidak percaya lagi dengan Pancasila sebagai idiologi bangsa dan resisten untuk menempatkan Pancasila sebagai idiologi nasional. Mengingat sampai saat ini pelajaran kewiraan dan pelajaran Pancasila tidak lagi menjadimuatan kurikulum wajib, maka penolakan mahasiswa atas idiologi Pancasila semakin masif. Oleh karena itu sudah saatnya kepada para mahasiswa sebagai calon pimpinan bangsa dimasa mendatang dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta untuk diberikan pembekalan tentantang wawasan kebangsaan.

10. Bagi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat

Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat bagi bangsa Indonesia yang masih menganut paternalisme (alam arti positip) merupakan tokoh panutan dan teladan serta sangat berpengaruh dalam membentuk karakter pribadi maupun karakter sosial bagi lingkungannya. Oleh karena itu para Tokoh agama dan Tokoh Masyarakat ini merupakan kelompok komponen bangsa yang sangat strategis dalam penanaman dan pemantapan nilai-nilai wawasan kebangsaan.

PENYELENGGARAAN DAN BENTUK KEGIATAN

PEMAN-TAPAN WAWASAN KEBANGSAAN


(14)

A. Pemantapan Wawasan Kebangsaan sebagai langkah pembentukan karakter dan jati-diri bangsa

Pemantapan wawasan kebangsaan adalah sebagai program untuk menanamkan, mengembangkan dan memantapkan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh komponen bangsa agar nilai-nilai dimaksud terpatri menjadi karakter dan mewarnai jati-diri bagi setiap insan Indonesia (dari rakyat jelata sampai pimpinan nasional baik di pemerintahan negara maupun di organisasi dan masyarakat di semua tingkatan). Oleh karena itu pemantapan wawasan kebangsaan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang bersifat non-indoktriner, melalui pendekatan yang mampu mentransfer nilai-nilai kebangsaan dari tahap kognitif, tahap affektif, tahap psikomotorik dan mencapai tahap behavioer.

Oleh karena itu metode pengajaran dalam rangka pelatihan pemantapan nilai-nilai kebangsaan menggunakan pendekatan :

a. Metode Andragogi (pendidikan untuk orang dewasa) b. Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)

c. Pendidikan Quantum sebagai pendidikan yang bertujuan untuk membangun cognitive, affective, psicho-motoric, dan behaviouer) d. Pemanfaatan fasilitator dan alat bantu pendidikan dalam rangka

perubahan mental dan pembentukan karakter.

e. Dilakukan dalam Diklat Struktural dan/atau Kepemimpinan, Kursus, Pelatihan, Dialog dan kegiatan lainnya.

Proses Quantum Education :

COGNITIVE

AFFECTIVE PSICHO-MOTORIC


(15)

B. Training of Trainer (TOT) Wawasan Kebangsaan untuk mempersiapkan Nara-sumber

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan program pemantapan wawasan kebangsaan melalui strategi “snow bowling program”, maka penyiapan nara sumber atau pemateri yang bertugas untuk memberikan pengajaran kepada peserta pemantapan wawasan kebangsaan adalah sangat penting. Karena untuk itu diperlukan para nara-sumber yang menguasai materi substansi, mempunyai kepribadian dan karakter yang baik dan patut diteladani, serta mempunyai pengalaman empirik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para nara sumber ini harus mampu melakukan transfer pengetahuan (transfer knowledge, cognitif building), mampu membangun pemahaman dan kesadaran (affection building), mampu membangun psiko-motorik (psicho-motoric building), dan mampu membentuk karakter dan kebiasaan yang dilandasi nilai-nilai yang diinternalisasikan (behaviouer building) kepada para peserta didik. Oleh karena itu dalam rangka memperlancar dan memperluas jangkauan pelaksanaan pemantapan wawasan kebangsaan harus dipersiapkan tenaga-tenaga nara-sumber melalui suatu pelatihan bagi calon nara-sumber (training of trainer/TOT).

Peserta TOT harus dilakukan seleksi yang ketat terhadap latar belakang pendidikannya, karakter dan kepribadiannya serta kemampuannya untuk menjadi seorang trainer. Setelah melalui pendidikan dan latihan, di akhir masa pendidikan kepada peserta dilakukan ujian kemampuan untuk menjadi seorang nara-sumber dihadapan Tim Penguji (meliputi pakar-pakar di bidang : Pendidikan, Materi Wawasan Kebangsaan, Personality dan Performance Education dan sesuai kebutuhan) .yang akan menguji dari aspek penguasaan materi, kemampuan mengajarnya, pemakaian metode pengajarannya, performance, penguasaan dalam hal pemecahan masalah dan pengalaman.

Bagi peserta TOT yang memenuhi syarat dan dinyatakan lulus diberikan Sertifikat Sebagai Trainer, dan para Alumni TOT yang bersertifikat trainer agar dikelola dan sebagai nara-sumber potensial yang akan mengajar dalam kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan.

Menggingat bahwa pemantapan wawasan kebangsaan ini akan ditujukan atau dengan sasaran untuk para peserta didik yang berasal dari lemabaga pendidikan formal (SD – Universitas), aparatur negara, pegawai pemerintah, asosiasi-asosiasi profesi, para pengusaha, anggota legislatif (pusat dan daerah), komponen masyarakat (dari unsur agama, adat, dan kelompok tertentu), dan pemuda, maka peserta TOT diutamakan :

1. Guru dan Dosen (menurut hasil survey BPS dan Bappenas ditemukan 87% responden lebih percaya nara-sumber yang memberikan materi adalah guru dan dosen dimana mereka dianggap mempunyai kompetensi dan masih pantas diteladani)


(16)

2. Pegawai pemerintah/kalangan birokrasi (yang harus diseleksi mengenai kompetensi dan karakternya)

3. Tokoh agama, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat

4. Pemuda (yang diseleksi kompentensi dan karakternya)

C. Pemantapan Wawasan Kebangsaan

Program Kegiatan Pemantapan Wawasan Kebangsaan :

a. Kegiatan Pemantapan Wawasan Kebangsaan diutamakan untuk guru, dosen, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, mahasiswa, birokrat, diplomat dan pejabat negara, baik tingkat pusat maupun daerah (propinsi dan kabupaten/kota).

b. Kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan dilakukan melalui pembekalan dalam kelas (ceramah, diskusi, penyusunan makalah, pembuatan komitmen) dan pelatihan di luar kelas (kegiatan outbond dan permainan/games)

c. Pelaksanaan kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan dapat dilakukan di instansi pusat dan di daerah-daerah.

d. Pelaksanaan kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan di daerah-daerah semaksimal mungkin melibatkan nara-sumber di daerah-daerah yang bersangkutan yang telah mengikuti TOT Wawasan Kebangsaan.

D. Pengukuran Efektivitas Program Pemantapan Wawasan Kebangsaan melalui Evaluasi Dampak

1. Kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan harus terukur efektivitas dari out-put dan out-come, sehingga dikemudian hari setiap peserta pendidikan pemantapan nilai-nilai kebangsaan akan disurvey mengenai dampak yang diberikan kepada masyarakat lingkungannya dan dampak terhadap lingkungan kerjanya, baik secacara horisontal maupun vertikal. 2. Evaluasi dampak ini dilakukan secara berkala terhadap setiap eks-peserta

pemantapan nilai-nilai kebangsaan. 3. Evaluasi dampak ini dimaksudkan untuk :

a. Mengetahui apakah pendidikan dan pelatihan pemantapan wawasan kebangsaan mempunyai effek snow-bowling dalam rangka memperluas penanaman dan pemantapan wawasan kebangsaan kepada masyarakat luas.

b. Pelatihan pemantapan wawasan kebangsaan yang telah diberikan mampu merubah karakter seseorang, karakter bangsa dan menjadikannya sebagai seorang agen of change.

c. Memberikan umpan-balik apakah kurikulum, metode pengajaran, dan bahan ajar yang dilakukan benar-benar telah sesuai dengan sasaran yang dinginkan yaitu “mampu membangun karakter/jati diri dan membangun kesadaran terhadap sistem nasional kepada peserta didik”.

E. Penyusunan Kurikulum dan materi bahan ajar pemantapan wawasan kebangsaan.


(17)

1. Muatan Pelajaran yang termuat dalam kurikulum meliputi :

a. Materi Dasar yang meliputi pelajaran Wawasan Nusantara, Kewaspadaan Nasional, Ketahanan Nasional, dan Kepemimpinan Nasional

b. Materi Utama yang meliputi pelajaran Nilai-nilai Wawasan Kebangsaan yang bersumber dari Pancasila, Kontitusi Negara UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

c. Materi penunjang untuk pendalaman sesuai dengan kebutuhan dari setiap jenis pelatihan.

2. Dalam rangka pelaksanaan semua kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan maka perlu dipersiapkan materi pelajaran (buku bahan ajar).

3. Khusus dalam rangka pelaksanaan proses kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan formal (dariSD sampai dengan perguruan tinggi) dan persiapan kursus bagi Calon Guru dan Dosen Pemangku Pelajaran Wawasan Kebangsaan perlu dipersiapkan materi bahan ajar berupa : a. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SD

b. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SLTP c. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SLTA

d. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat Perguruan Tinggi

PENUTUP

Sejarah perjalanan bangsa dalam kurun waktu lebih dari 72 tahun penyelenggaraan pemerintahan negara, banyak diwarnai oleh berbagai kemelut politik, dan diantara peristiwa tersebut berubah menjadi gangguan keamanan yang bermuara pada in-stabilitas nasional. Perbedaan paham dan benturan kepentingan politik pada tataran elit sebagai akibat perbedaan visi dalam pengelolaan sistem kenegaraan, dengan mudah merambah ke dalam tata kehidupan masyarakat bawah

(grass-root), sehingga mengkoyak-koyak perstuan-kesatuan dan wawasan kebangsaan kita. Akibatnya, masyarakat menjadi tersegmentasi berdasarkan kelompok idiologi, kedaerahan, kelompok kepentingan, dan keagamaan.. Di sisi lain, benturan kepentingan politik yang terjadi menjadi faktor yang sangat menghambat kemajuan bangsa, karena terabaikannya proses pembangunan nasional sebagai upaya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur. Belajar dari sejarah inilah, , seharusnya segenap bangsa Indonesia menyadari bahwa hanya dengan mengutamakan kehendak bersama dan demi satu tujuan bersama pula, bangsa ini telah berhasil mewujudkan cita-citanya, yaitu merdeka dan lepas dari belenggu kekuasaan penjajahan. Sejarah juga telah membuktikan, bahwa ketika bangsa ini melupakan tujuan bersamanya


(18)

serta dengan sadar telah mengingkari konsensus kebangsaannya, maka yang terjadi adalah timbulnya berbagai bentuk konflik sosial, perlawanan dan pemberontakan bersenjata, dan munculnya ide-ide dan gerakan separatis. Ini adalah perkembangan internal yang telah mencabik-cabik rasa kebangsaan, dan sekarang ini kita harus mempersiapkan diri untuk senantiasa mengembangkan kesadaran wawasan kebangsaan kita dalam rangka menghadapi pengaruh negatif nilai-nilai kehidupan global yang berkembang dengan pesat.

Jakarta, 10 Agustus 2017.

Tenaga Profesional Bidang Politik Kisnu Haryo Kartiko, SH, MA


(1)

mempunyai orientasi untuk cinta terhadap kebangsaannya, melalui asosiasi ini para anggotanya perlu dibekali dengan wawasan kebangsaan.

8. Bagi Kalangan Diplomat

Para diplomat merupakan ujung tombak dan wakil negara dalam rangka menjalin hubungan dengan bangsa dan negara lain dan juga memberikan berbagai informasi tentang perkembangan situasi nasional kepada mahasiswa dan pelajar yang mengikuti pendidikan serta warganegara Indonesia lainnya yg berada di negara sang diplomat diugaskan. Oleh karena itu para diplomat ini menjadi subyek yang sangat strategis bagi penyebaran wawasan kebangsaan bagi warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri.

9. Bagi Pemuda dan mahasiswa

Pemuda adalah komponen bangsa yang menjadi tulang punggung bagi suatu negara, karena pemuda adalah calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang. Pemuda harus dibina, diarahkan dan dibekali dengan wawasan kebangsaan agar dapar menjadi generasi yang mempunyai jati diri, punya jiwa kebangsaan yang kuat dan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sistem nasional untuk pengelolaan bangsa dan negara. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh BPS dan Bappennas di 14 perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, diketemukan bahwa 86% responden yang seluruhnya mahasiswa menyatakan bahwa mereka tidak percaya lagi dengan Pancasila sebagai idiologi bangsa dan resisten untuk menempatkan Pancasila sebagai idiologi nasional. Mengingat sampai saat ini pelajaran kewiraan dan pelajaran Pancasila tidak lagi menjadimuatan kurikulum wajib, maka penolakan mahasiswa atas idiologi Pancasila semakin masif. Oleh karena itu sudah saatnya kepada para mahasiswa sebagai calon pimpinan bangsa dimasa mendatang dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta untuk diberikan pembekalan tentantang wawasan kebangsaan.

10. Bagi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat

Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat bagi bangsa Indonesia yang masih menganut paternalisme (alam arti positip) merupakan tokoh panutan dan teladan serta sangat berpengaruh dalam membentuk karakter pribadi maupun karakter sosial bagi lingkungannya. Oleh karena itu para Tokoh agama dan Tokoh Masyarakat ini merupakan kelompok komponen bangsa yang sangat strategis dalam penanaman dan pemantapan nilai-nilai wawasan kebangsaan.

PENYELENGGARAAN DAN BENTUK KEGIATAN

PEMAN-TAPAN WAWASAN KEBANGSAAN


(2)

A. Pemantapan Wawasan Kebangsaan sebagai langkah pembentukan karakter dan jati-diri bangsa

Pemantapan wawasan kebangsaan adalah sebagai program untuk menanamkan, mengembangkan dan memantapkan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh komponen bangsa agar nilai-nilai dimaksud terpatri menjadi karakter dan mewarnai jati-diri bagi setiap insan Indonesia (dari rakyat jelata sampai pimpinan nasional baik di pemerintahan negara maupun di organisasi dan masyarakat di semua tingkatan). Oleh karena itu pemantapan wawasan kebangsaan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang bersifat non-indoktriner, melalui pendekatan yang mampu mentransfer nilai-nilai kebangsaan dari tahap kognitif, tahap affektif, tahap psikomotorik dan mencapai tahap behavioer.

Oleh karena itu metode pengajaran dalam rangka pelatihan pemantapan nilai-nilai kebangsaan menggunakan pendekatan :

a. Metode Andragogi (pendidikan untuk orang dewasa) b. Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)

c. Pendidikan Quantum sebagai pendidikan yang bertujuan untuk membangun cognitive, affective, psicho-motoric, dan behaviouer) d. Pemanfaatan fasilitator dan alat bantu pendidikan dalam rangka

perubahan mental dan pembentukan karakter.

e. Dilakukan dalam Diklat Struktural dan/atau Kepemimpinan, Kursus, Pelatihan, Dialog dan kegiatan lainnya.

Proses Quantum Education :

COGNITIVE

AFFECTIVE

PSICHO-MOTORIC BEHAVIOUER


(3)

B. Training of Trainer (TOT) Wawasan Kebangsaan untuk mempersiapkan Nara-sumber

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan program pemantapan wawasan kebangsaan melalui strategi “snow bowling program”, maka penyiapan nara sumber atau pemateri yang bertugas untuk memberikan pengajaran kepada peserta pemantapan wawasan kebangsaan adalah sangat penting. Karena untuk itu diperlukan para nara-sumber yang menguasai materi substansi, mempunyai kepribadian dan karakter yang baik dan patut diteladani, serta mempunyai pengalaman empirik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para nara sumber ini harus mampu melakukan transfer pengetahuan (transfer knowledge, cognitif building), mampu membangun pemahaman dan kesadaran (affection building), mampu membangun psiko-motorik (psicho-motoric building), dan mampu membentuk karakter dan kebiasaan yang dilandasi nilai-nilai yang diinternalisasikan (behaviouer building) kepada para peserta didik. Oleh karena itu dalam rangka memperlancar dan memperluas jangkauan pelaksanaan pemantapan wawasan kebangsaan harus dipersiapkan tenaga-tenaga nara-sumber melalui suatu pelatihan bagi calon nara-sumber (training of trainer/TOT).

Peserta TOT harus dilakukan seleksi yang ketat terhadap latar belakang pendidikannya, karakter dan kepribadiannya serta kemampuannya untuk menjadi seorang trainer. Setelah melalui pendidikan dan latihan, di akhir masa pendidikan kepada peserta dilakukan ujian kemampuan untuk menjadi seorang nara-sumber dihadapan Tim Penguji (meliputi pakar-pakar di bidang : Pendidikan, Materi Wawasan Kebangsaan, Personality dan Performance Education dan sesuai kebutuhan) .yang akan menguji dari aspek penguasaan materi, kemampuan mengajarnya, pemakaian metode pengajarannya, performance, penguasaan dalam hal pemecahan masalah dan pengalaman.

Bagi peserta TOT yang memenuhi syarat dan dinyatakan lulus diberikan Sertifikat Sebagai Trainer, dan para Alumni TOT yang bersertifikat trainer agar dikelola dan sebagai nara-sumber potensial yang akan mengajar dalam kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan.

Menggingat bahwa pemantapan wawasan kebangsaan ini akan ditujukan atau dengan sasaran untuk para peserta didik yang berasal dari lemabaga pendidikan formal (SD – Universitas), aparatur negara, pegawai pemerintah, asosiasi-asosiasi profesi, para pengusaha, anggota legislatif (pusat dan daerah), komponen masyarakat (dari unsur agama, adat, dan kelompok tertentu), dan pemuda, maka peserta TOT diutamakan :

1. Guru dan Dosen (menurut hasil survey BPS dan Bappenas ditemukan 87% responden lebih percaya nara-sumber yang memberikan materi adalah guru dan dosen dimana mereka dianggap mempunyai kompetensi dan masih pantas diteladani)


(4)

2. Pegawai pemerintah/kalangan birokrasi (yang harus diseleksi mengenai kompetensi dan karakternya)

3. Tokoh agama, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat

4. Pemuda (yang diseleksi kompentensi dan karakternya) C. Pemantapan Wawasan Kebangsaan

Program Kegiatan Pemantapan Wawasan Kebangsaan :

a. Kegiatan Pemantapan Wawasan Kebangsaan diutamakan untuk guru, dosen, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, mahasiswa, birokrat, diplomat dan pejabat negara, baik tingkat pusat maupun daerah (propinsi dan kabupaten/kota).

b. Kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan dilakukan melalui pembekalan dalam kelas (ceramah, diskusi, penyusunan makalah, pembuatan komitmen) dan pelatihan di luar kelas (kegiatan outbond dan permainan/games)

c. Pelaksanaan kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan dapat dilakukan di instansi pusat dan di daerah-daerah.

d. Pelaksanaan kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan di daerah-daerah semaksimal mungkin melibatkan nara-sumber di daerah-daerah yang bersangkutan yang telah mengikuti TOT Wawasan Kebangsaan.

D. Pengukuran Efektivitas Program Pemantapan Wawasan Kebangsaan melalui Evaluasi Dampak

1. Kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan harus terukur efektivitas dari out-put dan out-come, sehingga dikemudian hari setiap peserta pendidikan pemantapan nilai-nilai kebangsaan akan disurvey mengenai dampak yang diberikan kepada masyarakat lingkungannya dan dampak terhadap lingkungan kerjanya, baik secacara horisontal maupun vertikal. 2. Evaluasi dampak ini dilakukan secara berkala terhadap setiap eks-peserta

pemantapan nilai-nilai kebangsaan. 3. Evaluasi dampak ini dimaksudkan untuk :

a. Mengetahui apakah pendidikan dan pelatihan pemantapan wawasan kebangsaan mempunyai effek snow-bowling dalam rangka memperluas penanaman dan pemantapan wawasan kebangsaan kepada masyarakat luas.

b. Pelatihan pemantapan wawasan kebangsaan yang telah diberikan mampu merubah karakter seseorang, karakter bangsa dan menjadikannya sebagai seorang agen of change.

c. Memberikan umpan-balik apakah kurikulum, metode pengajaran, dan bahan ajar yang dilakukan benar-benar telah sesuai dengan sasaran yang dinginkan yaitu “mampu membangun karakter/jati diri dan membangun kesadaran terhadap sistem nasional kepada peserta didik”.

E. Penyusunan Kurikulum dan materi bahan ajar pemantapan wawasan kebangsaan.


(5)

1. Muatan Pelajaran yang termuat dalam kurikulum meliputi :

a. Materi Dasar yang meliputi pelajaran Wawasan Nusantara, Kewaspadaan Nasional, Ketahanan Nasional, dan Kepemimpinan Nasional

b. Materi Utama yang meliputi pelajaran Nilai-nilai Wawasan Kebangsaan yang bersumber dari Pancasila, Kontitusi Negara UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

c. Materi penunjang untuk pendalaman sesuai dengan kebutuhan dari setiap jenis pelatihan.

2. Dalam rangka pelaksanaan semua kegiatan pemantapan wawasan kebangsaan maka perlu dipersiapkan materi pelajaran (buku bahan ajar).

3. Khusus dalam rangka pelaksanaan proses kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan formal (dariSD sampai dengan perguruan tinggi) dan persiapan kursus bagi Calon Guru dan Dosen Pemangku Pelajaran Wawasan Kebangsaan perlu dipersiapkan materi bahan ajar berupa : a. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SD

b. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SLTP c. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat SLTA

d. Buku Pelajaran Wawasan Kebangsaan Tingkat Perguruan Tinggi

PENUTUP

Sejarah perjalanan bangsa dalam kurun waktu lebih dari 72 tahun penyelenggaraan pemerintahan negara, banyak diwarnai oleh berbagai kemelut politik, dan diantara peristiwa tersebut berubah menjadi gangguan keamanan yang bermuara pada in-stabilitas nasional. Perbedaan paham dan benturan kepentingan politik pada tataran elit sebagai akibat perbedaan visi dalam pengelolaan sistem kenegaraan, dengan mudah merambah ke dalam tata kehidupan masyarakat bawah

(grass-root), sehingga mengkoyak-koyak perstuan-kesatuan dan wawasan kebangsaan kita. Akibatnya, masyarakat menjadi tersegmentasi berdasarkan kelompok idiologi, kedaerahan, kelompok kepentingan, dan keagamaan.. Di sisi lain, benturan kepentingan politik yang terjadi menjadi faktor yang sangat menghambat kemajuan bangsa, karena terabaikannya proses pembangunan nasional sebagai upaya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur. Belajar dari sejarah inilah, , seharusnya segenap bangsa Indonesia menyadari bahwa hanya dengan mengutamakan kehendak bersama dan demi satu tujuan bersama pula, bangsa ini telah berhasil mewujudkan cita-citanya, yaitu merdeka dan lepas dari belenggu kekuasaan penjajahan. Sejarah juga telah membuktikan, bahwa ketika bangsa ini melupakan tujuan bersamanya


(6)

serta dengan sadar telah mengingkari konsensus kebangsaannya, maka yang terjadi adalah timbulnya berbagai bentuk konflik sosial, perlawanan dan pemberontakan bersenjata, dan munculnya ide-ide dan gerakan separatis. Ini adalah perkembangan internal yang telah mencabik-cabik rasa kebangsaan, dan sekarang ini kita harus mempersiapkan diri untuk senantiasa mengembangkan kesadaran wawasan kebangsaan kita dalam rangka menghadapi pengaruh negatif nilai-nilai kehidupan global yang berkembang dengan pesat.

Jakarta, 10 Agustus 2017.

Tenaga Profesional Bidang Politik Kisnu Haryo Kartiko, SH, MA