KUANTITAS SUDAH BAIK, KUALITAS BELUM.doc 41KB Jun 13 2011 06:28:23 AM
KUANTITAS SUDAH BAIK, KUALITAS BELUM
Sebagaimana tahun-tahun yang lalu, menyambut dan memasuki bulan suci Ramadhan, berbagai media
baik cetak maupun elektronik, sudah mempersiapkan berbagai acara. Acara-acara yang dipersiapkan
telah dikemas sedemikian rupa, membuat suasana ramadhan terlihat semarak dan meriah. Praktis media
elektronik terutama televisi hampir semuanya memprogramkan acara ramadhan ini sebagai acara
unggulan, siarannya nyaris berlangsung 24 jam.
Tetapi, jika kita perhatian secara seksama sebenarnya menu acara yang disajikan sebenarnya
tidak banyak berubah, dari itu ke itu saja. Hanya kemasan dan tampilan yang dibuat berbeda. Misal
saja, acara tanya jawab agama atau ceramah ramadhan ---baik menjelang berbuka maupun sahur--sebenarnya temanya itu-itu saja. Demikian pula acara yang berbentuk hiburan, seperti kuis ramadhan
misalnya. Paling-paling yang berbeda adalah para pembawa acaranya. Bahkan ada beberapa acara yang
materi dan pembawa acaranya dari tahun ke tahun tetap saja. Sebagaimana yang dikatakan Drs. H.
Muzhofar Akhwan, MA, dekan Fakultas Agama Islam UII Yogyakarta bahwa, kita harus melakukan
identifikasi acara-acara yang ditayangkan di televisi. Beliau mencontohkan seperti acara ceramah, atau
dialog yang interaktif. Ceramah-ceramah tersebut harus mempunyai tema, supaya paket acaranya utuh.
Harus dilakukan pembinaan terhadap acaranya dan dialog yang ditampilkan harus memiliki acara yang
fokus. “Menurut saya, semua acara yang ada harus ditujukan untuk membina manusia seutuhnya.”
Ujarnya.
Beliau menambahkan, seperti tema acara yang berupa pembinaan akhlak. Ini diperlukan untuk
menandingi kebobrokan moral yang saat ini sedang berlangsung. “Saya menuntut agar televisi yang
menayangkan acara tanya jawab, sebaiknya pertanyaannya jangan direkayasa. Semua harus berjalan
spontan dan jangan ada rekayasa.” Katanya, tanpa memberikan contoh seperti apa yang direkayasa.
Beliau menambhakan untuk membuat acara yang baik harus melihat kondisi masyarakat. Acara-acara
seperti itu harus bisa memberikan jawaban atas pertanyaan besar yang sekarang ini sedang berkembang
di masyarakat, yakni pembangunan akhlak.
Agak berbeda dengan pandangan Muzhofar Akhwan, Drs. Abdul Majid, M.Ag Dekan
Fakultas Agama Islam UMY, mengatakan bahwa acara-acara yang disajikan televisi di bulan
Ramadhan sudah sesuai dengan tuntutan syari’ah. Namun demikian, menurut beliau, yang perlu
diperhatikan adalah selingan iklan yang ditampilkan. Apalagi jika yang ditampilkan iklan yang
menampilkan wanita. Penampilan iklan itu tidak disertai dengan penampilan wanita yang berjilbab.
“Menurut saya secara umum sudah baik. Meski begitu masih perlu perbakan di sana-sini.” Ujarnya.
Pandangan lain juga disampaikan Dra. Cholifah Syukri, Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP
Aisyiyah. Dalam pandangan beliau, walaupun sudah ada kemajuan, tapi yang perlu dikritisi dan
diperhatikan adalah para pembawa acaranya (presenter). “Presenternya tolong dipilih orang-orang yang
mempunyai komitmen tinggi terhadap pengamalan agama. Tidak hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ujarnya. Karena menurut mantan Ketua PP Nasyiatul ‘Aisyiyah ini, para pembawa acara itu, diluar
bulan Ramadhan tampak lain sekali dengan penampilannya disaat memandu acara. “Kesannya tidak
murni dari dalam dirinya. Oleh karena itu para pembawa acara, terutama artis-artisnya itu supaya
dipilih orang-orang yang memang mempunyai komitmen tinggi terhadap agama Islam. Baik dari segi
penampilannya, ibadahnya dan akhlaknya. Saya lihat dari tahun ke tahun acara Ramadhan meningkat.
Baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Harapan saya untuk acara Ramadhan yang akan datang
supaya lebih ditingkatkan.” Ujarnya.
Dengan demikian, Dra. Cholifah Syukri berharap, agar jangan ditampilkan film-film anakanak pada waktu siang hari, yang tidak menampakkan atau memberikan ruh keislaman. Karena
menurut beliau, Ramadhan itu kan harus menampakkan ruh Islam. “Yang perlu diperhatikan justru
acara film untuk anak-anak yang tidak bernuansa Islam. Kalau yang bernuansa Islam itu justru yang
baik dan tepat. Itu yang saya harapkan.” Ujarnya.
Tentu saja disamping ada kelebihan tentu saja ada kekurangannya. Demikian pula dalam hal
kualitas dan kuantitasnya. Ada yang naik dan juga ada yang kurang. Dalam pandangan Drs.
Muhammad Syamsudin Hardjakusuma ---lebih dikenal dengan nama Syam Bimbo--- Kukurangannya
masih banyak. Tapi Syam bisa memaklumi karena pihak televisi kan perhitungannya, perhitungan
bisnis. Jadi bagaimana mereka bisa menyedot penonton sebanyak-banyaknya. Karena menurutnya,
acara itu kalau 100 persen serius, pasti enggak ada yang nonton. “Jadi orang bisnis itu kan bagaimana
supaya dagangannya laku.” Ujarnya.
MUI Award
Kegiatan atau syi’ar Ramadhan, secara kuantitaif memang bisa dikatakan meningkat dari
tahun ke tahun. Demikian pula perhatian masyarakat terhadap acara-acara yang disajikan dalam bulan
Ramadhan cukup baik. Perhatian ini bisa kita lihat dari kegiatan yang dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia pada Ramadhan yang lalu. MUI memberikan award (penghargaan) kepada stasiun televisi,
pembawa acara dan sejenisnya atas keberhasilan mereka dalam mengemas dan menyuguhkan acaraacara tersebut selama bulan Ramadhan. Namun dalam pandangan seniman kaliber internasional,
Chaerul Umam, acara yang bernuansa Islam di bulan Ramadhan dari tahun ke tahun, masih stabil, tidak
naik. Menurut beliau, kita masih belum mampu mengisinya dengan kualitas yang lebih bagus. “Masih
seadanyan.” Ujarnya tegas.
Sehingga menurut Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah ini, penghargaan
yang diberikan MUI kepada para pelaku acara selama Ramadhan itu, penilaiannya belum terlalu akurat.
Karena masih baru. Jadi, tambah beliau, masih susah juga menentukan mana yang bagus. Karena para
jurinya kan susah mengikuti acaranya setiap hari. “Menurut saya terlalu variatif. Di satu sisi ada yang
acara sesudah subuh. Di sisi lain sebelum subuh. Jadi tidak stabil, dengan kata lain, pas acara sebelum
subuh ada yang bagus. Tetapi acara yang sama diwaktu berikutnya tidak bagus, demikian sebaliknya.
Nah, yang belum dinilai justeru acara sinetron-sinetron Islam. Padahal banyak. Yang dinilai baru Talks
Show, Para Presenternya, acara dokumenter tentang kehidupan para dhu’afa. Bagi para juri, yang
menarik ya acara seperti itu.” ujar Mamang ---demikian panggilan akrabnya--Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pada bulan Ramadhan yang lalu, Majelis
Ulama Indonesia telah memberikan penghargaan (MUI Award) terhadap beberapa stasiun televisi, yang
terpilih dalam menyiarkan acara-acara selama bulan Ramadhan. Demikian pula penghargaan yang
sama diberikan pula kepada presenter (pembawa acara terbaik), dan beberapa bidang lainnya. Untuk
Ramadhan tahun ini pun, kabarnya MUI kembali akan memberikan penghargaan yang sama. Kriteria
penilaian yang dimunculkan oleh MUI untuk mendapatkan nilai terpuji adalah; Kandungan nilai
agama, kemasan menarik, dan artistik.
Sebagaimana dinyatakan diatas, tentunya menarik juga apa yang disampaikan Chaerul Umam
dalam menanggapi adanya MUI Award ini. Terutama dari segi penilaian atau penjurian yang belum
maksimal. Untuk Ramadhan tahun ini, mungkin perlu dicarikan cara lain dalam menentukan para
pemenang dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Seperti yang dilakukan beberapa
penyelenggara Award yang melibatkan pemirsa televisi. Sehingga penilaian akan lebih fair dan
objektif. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan penilaian selama bulan Ramadhan terhadap
acara-acara yang telah ditentukan oleh MUI. Sehingga nantinya MUI tinggal menyeleksi mana yang
pantas dan tidak pantas untuk mendapatkan penghargaan berdasarkan penilaian yang dikirimkan oleh
para pemirsa. Mungkin dengan cara itu, akan mendapatkan penilaian yang lebih objektif dan lebih
terbuka. Tidak ada salahnya untuk dicoba. Sehingga Anugerah syiar Ramadhan ---yang lebih dikenal
dengan MUI Award--- akan lebih semarak.(im, iw, ton, nafi)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 21 2002
Sebagaimana tahun-tahun yang lalu, menyambut dan memasuki bulan suci Ramadhan, berbagai media
baik cetak maupun elektronik, sudah mempersiapkan berbagai acara. Acara-acara yang dipersiapkan
telah dikemas sedemikian rupa, membuat suasana ramadhan terlihat semarak dan meriah. Praktis media
elektronik terutama televisi hampir semuanya memprogramkan acara ramadhan ini sebagai acara
unggulan, siarannya nyaris berlangsung 24 jam.
Tetapi, jika kita perhatian secara seksama sebenarnya menu acara yang disajikan sebenarnya
tidak banyak berubah, dari itu ke itu saja. Hanya kemasan dan tampilan yang dibuat berbeda. Misal
saja, acara tanya jawab agama atau ceramah ramadhan ---baik menjelang berbuka maupun sahur--sebenarnya temanya itu-itu saja. Demikian pula acara yang berbentuk hiburan, seperti kuis ramadhan
misalnya. Paling-paling yang berbeda adalah para pembawa acaranya. Bahkan ada beberapa acara yang
materi dan pembawa acaranya dari tahun ke tahun tetap saja. Sebagaimana yang dikatakan Drs. H.
Muzhofar Akhwan, MA, dekan Fakultas Agama Islam UII Yogyakarta bahwa, kita harus melakukan
identifikasi acara-acara yang ditayangkan di televisi. Beliau mencontohkan seperti acara ceramah, atau
dialog yang interaktif. Ceramah-ceramah tersebut harus mempunyai tema, supaya paket acaranya utuh.
Harus dilakukan pembinaan terhadap acaranya dan dialog yang ditampilkan harus memiliki acara yang
fokus. “Menurut saya, semua acara yang ada harus ditujukan untuk membina manusia seutuhnya.”
Ujarnya.
Beliau menambahkan, seperti tema acara yang berupa pembinaan akhlak. Ini diperlukan untuk
menandingi kebobrokan moral yang saat ini sedang berlangsung. “Saya menuntut agar televisi yang
menayangkan acara tanya jawab, sebaiknya pertanyaannya jangan direkayasa. Semua harus berjalan
spontan dan jangan ada rekayasa.” Katanya, tanpa memberikan contoh seperti apa yang direkayasa.
Beliau menambhakan untuk membuat acara yang baik harus melihat kondisi masyarakat. Acara-acara
seperti itu harus bisa memberikan jawaban atas pertanyaan besar yang sekarang ini sedang berkembang
di masyarakat, yakni pembangunan akhlak.
Agak berbeda dengan pandangan Muzhofar Akhwan, Drs. Abdul Majid, M.Ag Dekan
Fakultas Agama Islam UMY, mengatakan bahwa acara-acara yang disajikan televisi di bulan
Ramadhan sudah sesuai dengan tuntutan syari’ah. Namun demikian, menurut beliau, yang perlu
diperhatikan adalah selingan iklan yang ditampilkan. Apalagi jika yang ditampilkan iklan yang
menampilkan wanita. Penampilan iklan itu tidak disertai dengan penampilan wanita yang berjilbab.
“Menurut saya secara umum sudah baik. Meski begitu masih perlu perbakan di sana-sini.” Ujarnya.
Pandangan lain juga disampaikan Dra. Cholifah Syukri, Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP
Aisyiyah. Dalam pandangan beliau, walaupun sudah ada kemajuan, tapi yang perlu dikritisi dan
diperhatikan adalah para pembawa acaranya (presenter). “Presenternya tolong dipilih orang-orang yang
mempunyai komitmen tinggi terhadap pengamalan agama. Tidak hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ujarnya. Karena menurut mantan Ketua PP Nasyiatul ‘Aisyiyah ini, para pembawa acara itu, diluar
bulan Ramadhan tampak lain sekali dengan penampilannya disaat memandu acara. “Kesannya tidak
murni dari dalam dirinya. Oleh karena itu para pembawa acara, terutama artis-artisnya itu supaya
dipilih orang-orang yang memang mempunyai komitmen tinggi terhadap agama Islam. Baik dari segi
penampilannya, ibadahnya dan akhlaknya. Saya lihat dari tahun ke tahun acara Ramadhan meningkat.
Baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Harapan saya untuk acara Ramadhan yang akan datang
supaya lebih ditingkatkan.” Ujarnya.
Dengan demikian, Dra. Cholifah Syukri berharap, agar jangan ditampilkan film-film anakanak pada waktu siang hari, yang tidak menampakkan atau memberikan ruh keislaman. Karena
menurut beliau, Ramadhan itu kan harus menampakkan ruh Islam. “Yang perlu diperhatikan justru
acara film untuk anak-anak yang tidak bernuansa Islam. Kalau yang bernuansa Islam itu justru yang
baik dan tepat. Itu yang saya harapkan.” Ujarnya.
Tentu saja disamping ada kelebihan tentu saja ada kekurangannya. Demikian pula dalam hal
kualitas dan kuantitasnya. Ada yang naik dan juga ada yang kurang. Dalam pandangan Drs.
Muhammad Syamsudin Hardjakusuma ---lebih dikenal dengan nama Syam Bimbo--- Kukurangannya
masih banyak. Tapi Syam bisa memaklumi karena pihak televisi kan perhitungannya, perhitungan
bisnis. Jadi bagaimana mereka bisa menyedot penonton sebanyak-banyaknya. Karena menurutnya,
acara itu kalau 100 persen serius, pasti enggak ada yang nonton. “Jadi orang bisnis itu kan bagaimana
supaya dagangannya laku.” Ujarnya.
MUI Award
Kegiatan atau syi’ar Ramadhan, secara kuantitaif memang bisa dikatakan meningkat dari
tahun ke tahun. Demikian pula perhatian masyarakat terhadap acara-acara yang disajikan dalam bulan
Ramadhan cukup baik. Perhatian ini bisa kita lihat dari kegiatan yang dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia pada Ramadhan yang lalu. MUI memberikan award (penghargaan) kepada stasiun televisi,
pembawa acara dan sejenisnya atas keberhasilan mereka dalam mengemas dan menyuguhkan acaraacara tersebut selama bulan Ramadhan. Namun dalam pandangan seniman kaliber internasional,
Chaerul Umam, acara yang bernuansa Islam di bulan Ramadhan dari tahun ke tahun, masih stabil, tidak
naik. Menurut beliau, kita masih belum mampu mengisinya dengan kualitas yang lebih bagus. “Masih
seadanyan.” Ujarnya tegas.
Sehingga menurut Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah ini, penghargaan
yang diberikan MUI kepada para pelaku acara selama Ramadhan itu, penilaiannya belum terlalu akurat.
Karena masih baru. Jadi, tambah beliau, masih susah juga menentukan mana yang bagus. Karena para
jurinya kan susah mengikuti acaranya setiap hari. “Menurut saya terlalu variatif. Di satu sisi ada yang
acara sesudah subuh. Di sisi lain sebelum subuh. Jadi tidak stabil, dengan kata lain, pas acara sebelum
subuh ada yang bagus. Tetapi acara yang sama diwaktu berikutnya tidak bagus, demikian sebaliknya.
Nah, yang belum dinilai justeru acara sinetron-sinetron Islam. Padahal banyak. Yang dinilai baru Talks
Show, Para Presenternya, acara dokumenter tentang kehidupan para dhu’afa. Bagi para juri, yang
menarik ya acara seperti itu.” ujar Mamang ---demikian panggilan akrabnya--Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pada bulan Ramadhan yang lalu, Majelis
Ulama Indonesia telah memberikan penghargaan (MUI Award) terhadap beberapa stasiun televisi, yang
terpilih dalam menyiarkan acara-acara selama bulan Ramadhan. Demikian pula penghargaan yang
sama diberikan pula kepada presenter (pembawa acara terbaik), dan beberapa bidang lainnya. Untuk
Ramadhan tahun ini pun, kabarnya MUI kembali akan memberikan penghargaan yang sama. Kriteria
penilaian yang dimunculkan oleh MUI untuk mendapatkan nilai terpuji adalah; Kandungan nilai
agama, kemasan menarik, dan artistik.
Sebagaimana dinyatakan diatas, tentunya menarik juga apa yang disampaikan Chaerul Umam
dalam menanggapi adanya MUI Award ini. Terutama dari segi penilaian atau penjurian yang belum
maksimal. Untuk Ramadhan tahun ini, mungkin perlu dicarikan cara lain dalam menentukan para
pemenang dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Seperti yang dilakukan beberapa
penyelenggara Award yang melibatkan pemirsa televisi. Sehingga penilaian akan lebih fair dan
objektif. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan penilaian selama bulan Ramadhan terhadap
acara-acara yang telah ditentukan oleh MUI. Sehingga nantinya MUI tinggal menyeleksi mana yang
pantas dan tidak pantas untuk mendapatkan penghargaan berdasarkan penilaian yang dikirimkan oleh
para pemirsa. Mungkin dengan cara itu, akan mendapatkan penilaian yang lebih objektif dan lebih
terbuka. Tidak ada salahnya untuk dicoba. Sehingga Anugerah syiar Ramadhan ---yang lebih dikenal
dengan MUI Award--- akan lebih semarak.(im, iw, ton, nafi)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 21 2002