Penerapan storytelling dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada mata pelajaran IPS di kelas II Madrasah Ibtidaiyah Nurul Yaqin Surabaya.
i
PENERAPAN STORYTELLING DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA PERISTIWA MENYENANGKAN
PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS II MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL YAQIN SURABAYA
SKRIPSI
Oleh : NUR JARIYAH NIM. D07213027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA APRIL 2017
(2)
ii
PENERAPAN STORYTELLING DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA PERISTIWA MENYENANGKANPADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS II MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL
YAQIN SURABAYA
SKRIPSI Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Tarbiyah dan Keguruan
Oleh: NUR JARIYAH NIM. D07213027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA APRIL 2017
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
x
PENERAPAN STORYTELLING DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA PERISTIWA MENYENANGKAN PADA
MATA PELAJARAN IPS DI KELAS II MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL YAQIN SURABAYA
Oleh: Nur Jariyah D07213027 ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa kelas II di MI Nurul Yaqin pada mata pelajaran IPS, yang dirasa belum mampu menerapkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan secara lisan. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran IPS sedang berlangsung, keterampilan bercerita siswa kelas II dirasa masih sangat kurang. Dari 31 siswa hanya ada 5 siswa yang memiliki keterampilan bercerita yang baik serta mendapat hasil di atas KKM, 10 siswa memiliki keterampilan bercerita rata-rata, sedangkan 16 siswa lainnya tidak berani sama sekali bercerita sehingga nilainya di bawah KKM.
Untuk meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan mata pelajaran IPS pada siswa kelas II MI Nurul Yaqin, maka peneliti menerapkan metode
pembelajaran storytelling. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada mata pelajaran IPS di kelas II
MI Nurul Yaqin dengan menerapkan metode storytelling. Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini dilakukan secara kolaborasi. Pada penelitian ini, subyeknya adalah siswa kelas II MI Nurul Yaqin Kota Surabaya. Data pada penelitian tindakan kelas ini diperoleh melalui wawancara, observasi, nontes, tes, dan dokumentasi. Penilaiannya
menggunakan performance, aspeknya yakni mencakup kelogisan cerita, kelancaran
bercerita, kesesuaian cerita dengan dokumen penting, dan ketepatan kalimat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode storytelling dalam
rangka meningkatkan keterampilan bercerita tentang peristiwa menyenangkan, baru dapat mencapai hasil optimal pada siklus II. Kategori penerapannya terbilang cukup
mudah. Sedangkanpeningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada
mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode storytelling, termasuk dalam
kategori tinggi. Pada pra siklus prosentase peningkatakan keterampilan bercerita hanya berkisar 48,4%, pada siklus I prosentasenya mencapai 74,2%, sedangkan pada siklus II prosentasinya mencapai 96,8%. Dibanding dengan pra siklus, kenaikannya sebesar 48,4%, sedangkan dibanding dengan siklus I, kenaikannya sebesar 22,6%. Kata Kunci: Storytelling, Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan, IPS
(8)
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... vii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... viii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... ix
ABSTRAK ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR RUMUS ... xix
DAFTAR BAGAN ... xx
DAFTAR DIAGRAM ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
(9)
xv
D. Hipotesis Tindakan ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Meningkatkan Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Mata Pelajaran IPS ... 13
1. Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan ... 13
a. Pengertian Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan ... 13
b. Tujuan Bercerita ... 16
c. Manfaat Bercerita ... 17
d. Faktor – faktor yang Memengaruhi Keterampilan Bercerita . 18 e. Penilaian Keterampilan Bercerita ... 20
2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 20
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 20
b. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 22
c. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 24
B. Metode Pembelajaran Storytelling ... 25
1. Pengertian Metode Pembelajaran Storytelling ... 25
2. Manfaat Metode Pembelajaran Storytelling ... 27
(10)
xvi
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Storytelling ... 29
C. Keterkaitan Antara Metode Storytelling dan Peningkatan Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Mata Pelajaran IPS ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 31
B. Setting dan Subyek Penelitian ... 36
C. Variabel yang di Teliti ... 37
D. Rencana Tindakan ... 38
E. Sumber Data dan Cara Pengumpulan ... 46
F. Analisis Data ... 50
G. Indikator Kinerja ... 54
H. Tim Peneliti dan Tugasnya ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Subyek Penelitian ... 56
B. Kondisi Sebelum Penelitian ... 57
C. Kegiatan dan Hasil Belajar ... 60
(11)
xvii BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99
RIWAYAT KEASLIAN TULISAN ... 102
RIWAYAT HIDUP ... 103
(12)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 3.1 Kategori Tingkat Keberhasilan Observasi Guru dan Siswa .. 51
Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Keberhasilan Nilai Rata-Rata Performance 52
Tabel 3.3 Kriteria Ketuntasan Belajar Siswa ... 54
Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 104
Tabel 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 107
Tabel 4.3 Nilai Performance “Bercerita Melalui Foto” ... 109
Tabel 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 111
Tabel 4.5 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 114
Tabel 4.6 Nilai Performance “Bercerita Melalui Benda Berharga” ... 116
(13)
xix
DAFTAR RUMUS
Rumus Kategori Halaman
Rumus 3.1 Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 50
Rumus 3.2 Rumus Penilaian Performance ... 51
Rumus 3.3 Nilai Rata – Rata ... 52
(14)
xx
DAFTAR BAGAN
Bagan Judul Bagan Halaman Bagan 3.1 Prosedur PTK Model Kurt Lewis ... 34
(15)
xxi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Judul Diagram Halaman Diagram 4.1 Prosentase Ketuntasan ... 95
(16)
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 4.1 Kegiatan membaca siklus II ... 118 Gambar 4.2 Storytelling siklus II ... 119
(17)
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Lampiran Halaman
Lampiran 1 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I... 104
Lampiran 2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 107
Lampiran 3 Nilai Performance “Bercerita Melalui Foto” ... 109
Lampiran 4 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 111
Lampiran 5 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 114
Lampiran 6 Nilai Performance “Bercerita Melalui Benda Berharga” .... 116
Lampiran 7 Kegiatan membaca siklus II ... 118
Lampiran 8 Storytelling siklus II... 119
Lampiran 9 Surat Tugas ... 120
Lampiran 10 Kartu Konsultasi Skripsi... 121
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian... 122
Lampiran 12 Surat Keterangan Penelitian dari MI Nurul Yaqin ... 123
Lampiran 13 Profil MI Nurul Yaqin Surabaya ... 124
Lampiran 14 Lembar Wawancara ... 128
Lampiran 15 RPP Siklus I ... 132
Lampiran 16 Instrumen Validasi Dokumen RPP dan Soal Siklus I ... 143
Lampiran 17 Lembar Observasi Guru Siklus I ... 147
Lampiran 18 Lembar Observasi Siswa Siklus I ... 150
(18)
xxiv
Lampiran 20 RPP Siklus II ... 155
Lampiran 21 Validasi RPP dan Soal Siklus I ... 165
Lampiran 22 Lembar Observasi Guru Siklus I ... 169
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik di mana para anggotanya benar-benar
berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab.1
Pembelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu mengembangkan sikap dan keterampilan sosial yang berguna bagi kemajuan dirinya baik sebagai individu
maupun anggota masyarakat.2
Perkembangan hidup manusia sejatinya dimulai sejak lahir hingga dewasa. Perkembangan hidup manusia tak lepas dari peran masyarakat, karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan “tak asing” untuk setiap orang. Pengalaman manusia tak hanya terbatas dalam keluarga, tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung dan sebagainya. Dari pengelaman dan pengenalan
hubungan sosial tersebut, seseorang akan berkembang pengetahuannya.3
Manusia adalah makhluk sosial, tindakan pertama dan paling penting adalah tindakan sosial, suatu tindakan tepat saling menukar pengalaman, saling
1 Djahiri, Pengajaran Studi Sosial/IPS: Dasar-dasar Pengertian Metodologi Model Mengajar IPS,
(Bandung: LPPP-IPS IKIP Bandung, 1984), hlm. 137.
2 Iif Khoiru Ahmadi, Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu, (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka,
2011), hlm. 9
3 Sofan Amri, Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu, (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka, 2011), hlm.
(20)
mengemukakan dan menerima pikiran, serta bertukar informasi kepada orang lain. Semua tindakan sosial tersebut tidak hanya dapat dilakukan dengan cara berdiskusi yang pada umumnya bersifat formal, namun juga dapat dilakukan dengan cara yang lebih ringan yakni saling tertukar cerita.
Tujuan bercerita itu sendiri adalah untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dengan bercerita seseorang akan dapat menyampaikan berbagai pengalaman yang pernah dirasakan, dilihat, dialami, serta informasi dan pengetahuan yang ia miliki. Bercerita juga dapat berfungsi sebagai cara seseorang untuk mengungkapkan berbagai perasaan yang ia rasakan, kemauan serta keinginan untuk berbagi tentang pengalaman yang diperolehnya. Dengan saling mengungkapkan perasaan, pengalaman, informasi, maka komunikasi di
kehidupan sosial pun akan berjalan dengan baik dan lancar.4
Pada jenjang sekolah dasar khusunya pada siswa kelas II SD/MI, sudah harus dibiasakan untuk mengasah keterampilan bercerita anak. Bagi siswa kelas rendah, keterampilan bercerita haruslah mulai dikembangkan sejak dini. Pada dasarnya bercerita juga termasuk keterampilan yang bersifat produktif, karena
siswa akan dilatih untuk berpikir, menghasilkan ide, dan buah pikiran.5
Proses pembelajaran pendidikan IPS di jenjang persekolahan, baik pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah, perlu adanya pembaruan terkait
4 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: CV. Angkasa,
2013), hlm. 35
5 Yeti Mulyana, Keterampilan Berbahasa Indonesia SD ,(Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.
(21)
improvisasi dalam pembelajaran yakni pembelajaran yang bersifat kontekstual. Model pembelajaran kontekstual ditandai dengan adanya orientasi pada kebutuhan dan minat anak, memperhatikan masalah-masalah sosial, lebih
mengedepankan keterampilan berpikir daripada hafalan, keterampilan
menyelidiki, meneliti, dan menyelesaikan masalah.6
Pada kenyataan di lapangan bahwa masih banyak yang beranggapan bahwa pendidikan IPS kurang memiliki kegunaan yang besar bagi siswa dibanding pendidikan IPA dan matematika yang mengkaji bidang pengembangan dalam sains dan teknologi. Kondisi lainnya, yang tidak kalah pentingnya, pembelajaran IPS dianggap hanya sekedar untuk kepentingan sesaat, tanpa ada manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat dan belum nilai sosial budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat yang menjadi sumber belajar
bagi peserta didik.7
Padahal pada kenyataan yang ada, pembelajaran IPS sendiri dirasa sangat penting karena berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Fungsi IPS sebagai pendidikan, khususnya pada jenjang sekolah dasar kelas II yaitu membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna untuk masa depannya, keterampilan sosial dan intelektual
6 Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedia group,
2014), hlm. 3
(22)
dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM yang
bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional.8
Di MI Nurul Yaqin pada mata pelajaran IPS, siswa kelas II dirasa belum mampu untuk menerapkan keterampilan bercerita. Banyak siswa yang masih kesulitan jika diminta untuk bercerita secara lisan di depan kelas. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran IPS di kelas II MI Nurul Yaqin sedang berlangsung, keterampilan bercerita siswa kelas II dirasa masih sangat kurang,
siswa cenderung tidak memiliki keberanian untuk bersuara di depan kelas.9
Di kelas II tersebut terdapat 31 siswa, dari 31 siswa hanya ada 5 siswa atau 16% siswa yang memiliki keterampilan bercerita yang baik serta berani bercerita di depan kelas. Dengan demikian hanya sedikit siswa yang mendapat hasil sangat memuaskan dengan nilai di atas KKM. Selain itu, 10 siswa atau 32% siswa memiliki keterampilan bercerita rata-rata sehingga nilainya hanya sedikit di atas KKM yakni 3 atau 5 point di atas KKM, sedangkan 16 siswa atau 52% siswa lainnya tidak berani sama sekali bercerita di depan kelas sehingga nilainya
sangat kurang (jauh di bawah KKM).10
Penilaian ini dilakukan oleh wali kelas II terkait keterampilan bercerita. Patokan yang digunakan dalam penilaian tersebut adalah terkait kelancaran berbicara, ketepatan materi, dan intonasi suara. Penilaian yang dilakukan pada
8 Iif, Op.Cit., hlm. 9
9 Epsilini, Wali Murid Kelas II, wawancara pribadi, Surabaya, 8 September 2016. 10 Observasi di kelas II MI Nurul Yaqin Surabaya
(23)
keterampilan bercerita yakni jika siswa tidak berani bercerita, maka otimatis nilai performance mereka akan kurang dari KKM. Standart nilai KKM untuk kelas II MI Nurul Yaqin sendiri yakni 75.
MI Nurul Yaqin sendiri terletak di Kedung cowek, kecamatan Bulak, kota Surabaya. Sekolah yang didirikan oleh H. M. Mochtar pada tahun 1952 ini merupakan sekolah yang cukup terpandang. Selain ruang kelas yang luas dan CCTV pada setiap kelasnya, MI Nurul Yaqin ini juga memiliki fasilitas-fasilitas pendukung yang cukup memadai. Guru-gurunya pun merupakan lulusan dari beberapa PTN yang tersebat di Jawa Timur. Setiap gurunya pun juga diharuskan untuk menguasai pengetahuan agama Islam dan lancar dalam membaca Al-qur’an.
Sejak beberapa tahun silam, ibu Epsilina telah menjabat sebagai wali kelas II MI Nurul Yaqin. Bu Epsilina merupakan lulusan PTN di Surabaya, yakni di IKIP pada tahun 1998. Kelas II ini memiliki fasilitas yang lengkap, yakni terdiri dari bangku, papan tulis, lemari tempat meletakkan media dan hasil karya, kipas angin, dan lain sebagainya. Saat proses pembelajaran sedang berlangsung, kondisi kelas II MI Nurul Yaqin memang kurang kondusif, karena siswanya ramai. Hal lain yang terjadi di kelas II MI Nurul Yaqin ini adalah banyak siswa yang kurang tanggap apabila diminta untuk bercerita, mengkomunikasikan hasil belajar, ide, gagasan maupun pertanyaan.
(24)
Oleh sebab itu, para pengajar hendaknya lebih berupaya lagi untuk mewujudkan proses pembelajaran IPS yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru yang masih cenderung mendominasi pembelajaran, merupakan salah satu penyebab rendahnya pemahaman dan kurangnya
keterampilan yang dicapai oleh siswa.11 Para siswa tidak mungkin belajar sendiri
tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban tugasnya dengan baik, karena siswa hanya mungkin belajar dengan baik jika guru telah mempersiapkan
lingkungan positif bagi mereka untuk belajar.12
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan bercerita adalah sebagai berikut, yakni 1) Penguasaan topik, 2) Penggunaan kalimat yang tepat, 3) Intonasi suara, 4) Pemilihan kata, 5) Gerak dan mimik yang tepat, 6) Penalaran, serta 7) Durasi.
Dari hasil wawancara yang telah terlaksana, wali kelas II MI Nurul Yaqin menjelaskan bahwa untuk anak usia sekolah dasar, khususnya siswa kelas II, bercerita tentang suatu peristiwa bukanlah hal mudah. Banyak alasan yang membuat mereka merasa cemas jika akan bercerita di depan kelas, entah itu bercerita tentang peristiwa menyenangkan atau menyedihkan.
Penyebab timbulnya kecemasan untuk bercerita, yaitu: 1) Tidak mengetahui tentang apa yang akan diceritakan, 2) Tidak tahu bagaimana memulai cerita, 3)Tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar,
11 Ahmad Susanto., Op.Cit, hlm. 86-87
(25)
4) Takut mendengar komentar audience, 5) Takut ditertawakan, 6) Takut
membuat kesalahan, dan 7) Tidak siap untuk bercerita.13
Ibu Epsilina juga menjelaskan bahwa potensi anak dalam bercerita dapat didukung oleh beberapa hal, yakni : (1) kematangan alat berbicara, (2) kesiapan bercerita, (3) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak, (4) kesempatan berlatih, (5) motivasi belajar dan berlatih, serta (6) bimbingan.
Dari beberapa faktor di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam segi peningkatan keterampilan bercerita siswa lainnya adalah terkait rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dalam peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan, tentu saja dapat dilakukan dengan pemilihan model, strategi
maupun metode yang tepat.14
Untuk menjawab permasalahan di atas, diperlukan metode yang tepat untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, peneliti akan meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan mata pelajaran IPS pada siswa kelas II MI Nurul Yaqin dengan menggunakan metode
pembelajaran storytelling.
Metode pembelajaran storytelling itu sendiri merupakan sebuah upaya
yang dilakukan supaya siswa mampu menyampaikan isi perasaan, buah pikiran
atau sebuah cerita secara lisan. Tujuan dari metode pembelajaran storytelling
13Epsilini, Wali Murid Kelas II, wawancara pribadi, Surabaya, 8 September 2016 14 Hamzah, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 34
(26)
pada kelas II MI/SD itu sendiri adalah menumbuhkan minat baca, mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak, mengembangkan daya sosialisasi
anak, dan mengembangkan keterampilan bercerita.15
Pandangan dari penerapan metode pembelajaran storytelling pada
pembelajaran IPS yakni : (1) Pengajar menyiapkan bahan pembelajaran berupa “teks bacaan bergambar” untuk pembelajaran yang akan berlangsung. (2)
Pengajar membagikan bahan pembelajaran berupa “teks bacaan bergambar”
kepada siswa. (3) Siswa membaca “teks bacaan bergambar” tersebut dengan seksama. (4) Pengajar mendemonstrasikan cara bercerita dengan baik di depan kelas. (5) Siswa memberikan tanggapan terhadap demonstrasi yang pengajar lakukan. (6) Siswa maju secara bergantian untuk bercerita tentang peristiwa
menyenangkan mereka, dengan bahasa masing-masing. Berdasarkan
permasalahan di atas, menjadi pendorong utama bagi peneliti untuk melakukan
penelitian tentang “Penerapan Storytelling dalam Rangka Meningkatkan
Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas II Madrasah Ibtidaiyah Nurul Yaqin Surabaya”
15 Kusmiadi, Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode Dongeng Bagi Pendidik PAUD, (Jurnal
(27)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan metode storytelling dalam rangka meningkatkan
keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada mata pelajaran IPS di kelas II MI Nurul Yaqin Desa Kedung Cowek Kecamatan Bulak Kota Surabaya ?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada
mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode storytelling di kelas II MI
Nurul Yaqin Desa Kedung Cowek Kecamatan Bulak Kota Surabaya?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penerapan metode storytelling dalam rangka meningkatkan
keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada mata pelajaran IPS di kelas II MI Nurul Yaqin Desa Kedung Cowek Kecamatan Bulak Kota Surabaya.
2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan bercerita peristiwa
(28)
storytelling di kelas II MI Nurul Yaqin Desa Kedung Cowek Kecamatan Bulak Kota Surabaya.
D. Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan permasalahan serta problematika di dalam pendidikan maka sesuatu hal yang dianggap benar dijadikan sebagai pijakan berpikir dan bertindak dalam penelitian adalah :
1.Metode pembelajaran storytelling merupakan metode yang tepat untuk
mengasah keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa.
2.Dengan menggunakan metode pembelajaran storytelling maka setiap siswa
dapat memperoleh informasi yang sama.
3.Dengan menggunakan metode pembelajaran storytelling maka guru akan
mudah menguasai kelas.
4.Dengan menggunakan metode pembelajaran storytelling, maka siswa dapat
menambah wawasan pada saat proses pembelajaran yang bersumber dari guru dan teman sekelasnya.
(29)
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada berbagai pihak, diantaranya yaitu :
1. Bagi Peneliti
a) Dapat memberi pengalaman pada peneliti mengenai cara yang mudah
untuk mengembangkan keterampilan bercerita peristiwa
menyenangkan pada siswa.
b) Dapat memberi pengalaman pada peneliti dalam menghadapi
permasalahan pendidikan yang ada di lapangan, guna untuk menjadikannya suatu acuan dalam pembelajaran di masa yang akan datang.
2. Bagi Sekolah
a) Sebagai informasi mengenai metode dalam proses pembelajaran
supaya lebih bervariasi dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
b) Sebagai upaya meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa MI
Nurul Yaqin Surabaya.
3. Bagi Guru :
a) Sebagai solusi untuk mengajarkan mata pelajaran IPS dengan
(30)
b) Dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan keterampilan membaca dan bercerita siswa, serta memperluas penguasaan siswa pada pelajaran IPS.
4. Bagi Siswa :
a) Dapat meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan
pada siswa dengan penggunaan metode pembelajaran storytelling.
b) Dapat membuat siswa lebih aktif lagi dalam membaca dan dalam
mengelola kosa kata saat mereka bercerita.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik maka dibatasi pada hal-hal tersebut di bawah ini :
1. Topik permasalahan yang akan dilakukan tindakan untuk diselesaikan
adalah tentang “Peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan mata pelajaran IPS”.
2. Implementasi penelitian ini menggunakan metode pembelajaran
storytelling.
3. Subyek penelitian adalah pada siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah Nurul
(31)
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Meningkatkan Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Mata Pelajaran IPS
1. Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan
a. Pengertian Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Pada hakikatnya, keterampilan merupakan ilmu yang secara lahiriah ada di dalam diri manusia dan perlu dipelajari secara mendalam dengan mengembangkan keterampilan yang dimiliki. Keterampilan sangat banyak dan beragam, semua itu bisa dipelajari bukan hanya untuk pengetahuan keterampilan saja, akan tetapi juga sebagai pembuka inspirasi bagi orang yang mau memikirkannya.
Sedangkan bercerita merupakan suatu kebiasaan yang sejak dahulu tidak pernah ditinggalkan. Beberapa anak yang telah membaca cerita akan siap jika diminta untuk menceritakan kembali cerita tersebut, terlebih jika cerita itu mengesankan untuk mereka. Oleh sebab itu, guru harus mampu memanfaatkan minat siswa dalam hal bercerita tersebut. Minat anak untuk menceritakan kembali cerita yang telah selesai mereka baca, harus dikembangkan sejak usai dini supaya
minat tersebut tidak redup seiring berjalannya waktu.1
(32)
Sebagian guru beranggapan bahwa aktivitas menceritakan kembali sebuah cerita ini hanyalah sekedar hafalan. Bila diarahkan dengan baik, sebenarnya menceritakan kembali sebuah cerita, merupakan kegiatan yang dapat memberikan siswa banyak pengalaman yang berharga. Supaya kegiatan bercerita tidak monoton, guru hendaknya mengarahkan siswa agar tidak hanya mengemukakan fakta-fakta pokok yang ada dalam cerita, namun juga membuat cerita
itu menjadi hidup.2
Bercerita merupakan suatu kegiatan yang produktif, karena dalam kegiatan bercerita, seseorang akan melibatkan pikiran, keberanian, kesiapan mental, pelafalan yang jelas sehingga cerita tersebut dapat dipahami dengan baik oleh orang lain. Tujuan bercerita itu sendiri adalah untuk memberikan informasi kepada orang lain.
Dengan bercerita seseorang akan dapat menyampaikan berbagai pengalaman yang pernah dirasakan, dilihat, dialami, serta informasi dan pengetahuan yang ia miliki. Bercerita juga dapat berfungsi sebagai cara seseorang untuk mengungkapkan berbagai perasaan yang ia rasakan, kemauan serta keinginan untuk berbagi tentang pengalaman yang diperolehnya. Dengan saling mengungkapkan perasaan, pengalaman, informasi, maka komunikasi di kehidupan
sosialpun akan berjalan dengan baik dan lancar.3
2 Kanisius, Metode Pengajaran Sastra, hlm. 113
3 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: CV.
(33)
Jadi dapat dinyatakan bahwa bercerita merupakan salah satu keterampilan dalam berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki
tujuan untuk saling memberikan informasi dengan cara
menyampaikan berbagai macam pengalaman, ungkapan, perasaan, dan segala sesuatu yang pernah dialami, dilihat, dirasakan, maupun dibaca. Ada beberapa kegiatan bercerita yang berpengaruh untuk peningkatan dan pengembangan keterampilan bercerita pada siswa, yakni salah satunya adalah bercerita menggunakan benda berharga maupun gambar atau foto. Bercerita menggunakan foto sendiri dapat menguatkan bukti tentang pengalaman atau peristiwa yang
menyenangkan ataupun menyedihkan. Bercerita peristiwa
menyenangkan akan lebih menarik dan mudah dipahami apabila disertai dengan dokumen penunjang seperti foto, karena foto dapat lebih menjelaskan apa yang kita akan atau sedang ceritakan, foto
memiliki cerita pada saat kita melihatnya.4
Sebuah foto memiliki kemampuan untuk menunjukkan emosi, narasi, pesan, dan semua itu adalah point penting dari aktivitas bercerita. Foto juga merupakan salah satu dokumen penting. Foto menunjukkan kejadian yang telah berlalu. Kejadian yang telah berlalu menjadi kenangan. Setiap waktu, semua orang dapat menceritakan kenangan itu kepada teman-temannya.
(34)
Selain menggunakan foto, bercerita dengan menggunakan benda berharga juga dapat menguatkan bukti tentang pengalaman atau peristiwa yang menyenangkan ataupun menyedihkan. Sebuah benda yang dirasa berharga, tentunya memiliki sebuah cerita di dalamnya, sebuah alasan mengapa benda tersebut bisa menjadi benda berharga bagi pemiliknya. Banyak media yang bisa digunakan untuk menunjang seseorang dalam bercerita, khusunya dalam hal bercerita peristiwa menyenangkan.
Keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup, serta kemampuan untuk berpikir yang memadai. Dalam bercerita, pelafalan, intonasi serta kejelasan dalam penyampaian kalimat per kalimat sangat dibutuhkan. Sebab isi cerita yang mudah dipahami akan menunjang dalam penyampaian maksud antara pembicara dan pendengar, sehingga pesan dalam cerita tersampaikan dengan baik.
b. Tujuan Bercerita
Bercerita memiliki tujuan untuk saling bertukar informasi serta berkomunikasi dengan orang lain disekitar kita. Dalam bercerita, seseorang harus memahami maksud dari cerita yang ingin disampaikan atau dikomunikasikan tersebut.
(35)
Sementara itu, terdapat tiga tujuan umum dari kegiatan bercerita,
yakni :5
1) Melaporkan dan memberikan informasi
2) Menjamu atau menghibur, di dalamnya terdapat dapat
meninggalkan kesenangan pribadi.
3) Membujuk, mendesak dan meyakinkan. Bertujuan jika kita ingin
melakukan tindakan atau aksi.
Oleh sebab itu dapat dinyatakan bahwa tujuan dari bercerita itu sendiri adalah kegiatan untuk saling bertukar informasi, perasaan, pengalaman kepada orang lain dengan cara melaporkan dan memberikan informasi, menjamu atau menghibur, dan membujuk.
c. Manfaat Bercerita
Banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari kegiatan bercerita, khususnya bercerita peristiwa menyenangkan. Ditinjau dari beberapa aspek menyatakan bahwa manfaat bercerita adalah sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
2) Menyalurkan imajinasi dan fantasi anak
3) Memacu kemampuan verbal anak
4) Merangsang minat membaca dan berkomunikasi anak
5) Memperluas informasi dan pengetahuan anak
5Henry Guntur Tarigan, Op.Cit., hlm. 30
(36)
Manfaat lain dari bercerita adalah dapat membuat anak memiliki wawasan yang luas dan kritis dalam berpikir, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Oleh sebab itu dapat dinyatakan bahwa manfaat bercerita adalah menyalurkan imajinasi dan fantasi anak sehingga
dapat memperluas wawasan serta pengetahuan dan cara berfikir anak.6
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Bercerita
1. Faktor Keberhasilan Keterampilan Bercerita
Bercerita merupakan salah satu contoh kegiatan untuk menyampaikan pesan, informasi ataupun pengetahuan kepada orang lain secara lisan. Dalam menyampaikan pesan atau informasi seseorang harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menunjang keefektifan bercerita, khususnya bercerita peristiwa menyenangkan.
Faktor yang harus diperhatikan dalam menunjang keefektifan bercerita tersebut adalah sebagai berikut :
a) Faktor kebahasaan, yang di dalamnya meliputi :
(a) ketepatan dalam melafalkan kalimat, (b) ketepatan penggunaan kalimat, (c) intonasi suara dan durasi,
6 Tadkiroatun Musfiroh, Bercerita Untuk Anak Usia Dini, (Departemen Pendidikan Nasional,
(37)
(d) pemilihan kata yang tepat, (e) ketepatan materi atau topik.
b) Faktor nonkebahasaan, meliputi:
(1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2) pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, (3) menghargai pendapat orang lain,
(4) gerak-gerik dan ekspresi yang tepat, (5) kenyaringan suara,
(6) penalaran,
(7) penguasaan topik.
2. Faktor Penghambat Keterampilan Bercerita
Sedangkan, faktor yang menghambat dalam keefektifan keterampilan bercerita, khususnya keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan yaitu:
a) faktor fisik, merupakan faktor yang ada dalam diri sendiri
maupun faktor yang berasal dari luar,
b) faktor media, terdiri dari faktor linguistik dan faktor
nonlinguistik (misalnya irama, ucapan dan isyarat gerak tubuh),
c) faktor psikologis, merupakan kondisi kejiwaan diri seseorang
(38)
e. Penilaian Keterampilan Bercerita
Setiap kegiatan pembelajaran perlu diadakan penilaian, termasuk juga pada pembelajaran IPS khususnya keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan. Pengamatan keterampilan bercerita dapat digunakan sebagai cara untuk mengetahui sejauh mana siswa terampil dalam bercerita. Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik dalam melakukan evaluasi yang di dalamnya terdapat serangkaian
pengamatan yang harus dilakukan oleh pengamat atau guru.7
Observasi keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi terstruktur dengan penerapan kerangka kerja yang telah disusun berdasarkan aspek-aspek dalam bercerita. Adapun aspek-aspek bercerita yang meliputi (1) kesesuaian isi cerita dengan topik, (2) penunjukkan detil cerita, (3) cerita yang logis, (4) ketepatan makna seluruh cerita, (5) ketepatan kata, (6) ketepatan kalimat, dan (7) kelancaran.
2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah ilmu yang mengkaji berbagai bidang ilmu sosial, serta kegiatan dasar manusia yang bertujuan untuk memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya tingkah sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah.
7 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, (Ypgyakarta:
(39)
Hakikat IPS menurut Zuraik adalah suatu harapan untuk mampu membina masyarakat dengan baik, dimana para anggota masyarakatnya benar-benar berkembang sebagai makhluk sosial yang rasional dan
bertanggung jawab.8
Pelajaran IPS di SD mengajarkan konsep-konsep ilmu sosial untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik. IPS seperti halnya studi IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, IPS sebagai bidang studi memiliki tugas yang cukup luas. Tugas tersebut meliputi gejala maupun masalah yang terjadi di masyarakat. Dari gejala dan masalah tadi ditelaah, dianalisis faktor-faktornya sehingga dapat dirumuskan
jalan pemecahannya.9
Pembelajaran IPS berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana individu dan kelompok hidup bersama-sama dengan rukun dan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pembelajaran IPS siswa di dorong untuk mengamati interaksi antar manusia dengan lingkungannya. Dengan pembelajaran IPS siswa juga di ajarkan untuk memahami dan membantu meningkatkan kualitas kehidupan di
lingkungannya, serta menelaah gejala-gejala sosial, dan global.10
8 Wahidah Puspa Dina, Penerapan strategi pembelajaran time token untuk meningkatkan hasil
belajar siswa mata pelajaran IPS kelas VMI Miftahul Huda Lamongan, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014), hlm. 22
9 Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedi
group, 2014), hlm. 9
(40)
b. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Karakteristis Ilmu Pengetahuan Sosial terbagi menjadi 3 aspek, yakni karakteristik dilihat dari aspek tujuan, karakteristik dilihat dari aspek ruang lingkup materi, dan karakteristik dilihat dari aspek pendekatan pembelajaran.
1) Karakteristik Dilihat dari Aspek Tujuan
Terdapat tiga kajian utama berkenaan dengan dimensi tujuan
pembelajaran IPS di SD, yaitu :11
a) Pengembangan Kemampuan Berpikir Siswa
Pengembangan kemampuan intelektual adalah
pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir tentang ilmu-ilmu sosial dan masalah kemasyarakatan. Pengembangan kemampuan berpikir dalam bidang studi suatu pendidikan IPS yang paling penting adalah menumbuhkan berpikir kreatif dan inovatif.
b) Pengembangan Nilai dan Etika
Pengembangan nilai dan etika memiliki arti bahwa keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang baik dalam kehidupan kelompok masyarakat.
11Ibid., 13
(41)
c) Pengembangan Tanggung Jawab dan Partisipasi Sosial
Pengembangan tanggung jawab dan partisipasi sosial memiliki arti yang mengembangkan tujuan IPS dalam membentuk warga negara yang baik, ialah warga negara yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat.
2) Karakteristik Dilihat dari Aspek Ruang Lingkup Materi
Jika dilihat dari aspek ruang lingkup materinya, maka bidang studi IPS memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Menggunakan pendekatan lingkungan yang luas.
b) Menggunakan pendekatan terpadu antar mata pelajaran yang
sejenis.
c) Berisi materi konsep, nilai sosial, kemandirian, dan kerja sama.
d) Mampu memotivasi peserta didik untuk aktif.
e) Mampu meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir
dan memperluas cakrawala budaya.
3) Karakteristik Dilihat dari Aspek Pendekatan Pembelajaran
Karakteristik bidang studi IPS dapat dilihat dari sudut pendekatan atau metodologi pembelajaran yang sering digunakan. Bidang studi IPS mulai kurikulum tahun 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integratif. Aspek yang ditonjolkan dalam pendekatan ini adalah aspek perilaku dan sikap sosial. Sedangkan pada tahun 1994, karakteristik
(42)
bidang studi IPS ini berbeda sekali dengan sebelumnya, yakni lebih
cenderung kepada pendekatan multidisipliner.12
Dewasa ini pendekatan pembelajaran IPS dapat dikembangkan sesuai dengan kubutuhan serta alokasi waktu serta penetapan dan pengembangan pencapaian kompetensi dasar. Dalam praktiknya sehari-hari, pendekatan IPS bersifat generalisasi, yakni dapat dilihat dari perilaku-perilaku yang diterapkan oleh peserta didik maupun para pendidik dalam menunjukkan perilaku yang diterapkan dari hasil belajar pembelajaran IPS.
c.Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki tujuan yang sangat agung dan mulia, yakni untuk memahami dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan sosial, kewarganegaraan, fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi serta mampu merefleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Pembelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu mengembangkan sikap dan keterampilan sosial yang berguna bagi kemajuan dirinya baik sebagai individu maupun anggota
masyarakat. 13
12 Ibid., 23
13 Ahmad Sosanto, Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedi
(43)
Oleh sebab itu pemerintah telah memberikan arahan yang jelas
pada tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu :14
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan komunikasi dan bekerja sama.
B. Metode Pembelajaran Storytelling
1. Pengertian Metode Pembelajaran Storytelling
Metode itu sendiri adalah sebuah cara, yang mana dalam fungsinya
merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.15 Metode juga dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang sudah disusun tercapai secara optimal. Makin tepat metodenya, maka makin
efektif pula pencapaian tujuan tersebut.16
Sedangkan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar.
14 Ahmad Susanto, Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013),
hlm. 149.
15 Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.149 16 Molyono, Strategi Pembelajaran, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hlm. 81
(44)
Pembelajaran adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru tetapi melibatkan berbagai kegiatan dan
tindakan yang harus dilakukan untuk mendapat hasil belajar yang baik.17
Oleh sebab itu dapat dinyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara atau langkah operasional yang digunakan untuk mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.18 Fungsi metode dalam pembelajaran dirasa sangat penting
adanya, karena keberhasilan penerapan strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru memilih dan menerapkan metode
pembelajaran.19
Storytelling terdiri atas dua kata yakni story berarti cerita dan telling
yang berarti penceritaan. Apabila digabung storytelling berarti
penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Storytelling merupakan usaha
yang dilakukan oleh pendongeng atau pencerita untuk menyampaikan
perasaan, ide pikiran atau sebuah cerita serta lisan.20
Metode pembelajaran storytelling adalah metode yang digunakan
dalam pembelajaran untuk melatih kemampuan anak dalam aspek
bercerita. Metode storytelling cocok digunakan untuk semua pelajaran
yang memiliki indikator dengan kata kunci bercerita, serta melakukan komunikasi di depan kelas.
17 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 3
18 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), hlm.158 19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Media Prenada, 2006), hlm. 70
20 Farah Shofa Tsalis, Efektivitas metode Storytelling dalam meningkatkan pemahaman siswa pada
(45)
Storytelling memiliki banyak manfaat bagi guru yakni storytelling dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas imajinasi anak, orangtua atau menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan seperti ketika anak-anak sedang bermain, anak menjelang tidur atau guru yang sedang membahas tema
digunakan metode storytelling.
Storytelling sebagai seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di
hadapan banyak orang secara langsung, dimana cerita tersebut dapat
dinarasikan dengan cara diceritakan dengan gambar, foto, ataupun media
lainnya. Metode storytelling atau bercerita merupakan metode yang tepat
dalam memenuhi kebutuhan tersebut karena dalam cerita terdapat
nilai-nilai yang dapat dikembangkan.21
2. Manfaat Metode Pembelajaran Storytelling
Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya. Tak
hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. Menurut Hibana manfaat dari kegiatan mendongeng ini antara lain
adalah:22
a. Menumbuhkan minat baca.
b. Membangun kedekatan dan keharmonisan.
21 D. Nurcahyani, Pengarah Kegiatan Storytelling Terhadap Pertumbuhan
Minat Baca Siswa di TK Bangun 1 Getas Kec. Pabelan Kab. Semarang: Skripsi Universitas Diponegoro, 2010
22 Kusmiadi, Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode Dongeng Bagi Pendidik PAUD.
(46)
c. Media pembelajaran.
d. Mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak.
e. Mengembangkan kemampuan berbicara anak.
f. Mengembangkan daya sosialisasi anak.
g. Sarana komunikasi anak dengan orangtuanya.
h. Media terapi anak-anak bermasalah.
i. Mengembangkan spiritualitas anak.
j. Menumbuhkan motivasi atau semangat hidup.
k. Menanamkan nilai-nilai dan budi pekerti.
l. Membangun kontak batin antara pendidik dengan murid.
m.Membangun watak-karakter.
n. Mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan),
sosial, dan aspek konatif (penghayatan).
3. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Storytelling
Metode pembelajaran storytelling menekankan pada aktivitas siswa
(student centered). Sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, motivator,
dan mediator dalampelaksanaan proses pembelajaran. Siswa akan bekerja
secara berpasangan bersama kelompoknya, dan dalam pembagian tugasnya masing-masing siswa memiliki tanggung jawab sendiri untuk
menyelesaikan bagiannya masing-masing.23
23Anita Lie, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 5-6
(47)
Dalam melakukan metode storytelling ini ada beberapa yang
langkah yang harus dilakukan oleh pendidik yaitu :24
a. Pengajar menyiapkan media pembelajaran berupa “teks bacaan bergambar” untuk pembelajaran yang akan berlangsung. Media pembelajaran ini di berikan sebagai panduan siswa dalam melakukan kegiatan bercerita pada saat pembelajaran.
b. Pengajar membagikan media pembelajaran berupa “teks bacaan bergambar” kepada siswa
c. Siswa membaca “teks bacaan bergambar” tersebut dengan seksama
d. Pengajar mendemonstrasikan cara bercerita dengan baik di depan
kelas.
e. Siswa memberikan tanggapan terhadap demonstrasi yang pengajar
lakukan.
f. Siswa maju secara bergantian untuk bercerita tentang peristiwa
menyenangkan mereka, dengan bahasa masing-masing.
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Storytelling
Kelebihan dari metode pembelajaran storytelling ini adalah :25
Pembelajaran terpusat pada siswa (student centered).
Membantu mengembangkan imajinasi dan kreatifitas
Melatih daya tangkap, daya pikir dan konsentrasi
24 Siti Hamidah, Penerapan Metode Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan
Berbicara Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar, (Universitas Pendidikan Indonesia: 2013)
25 Mualifah, Storytelling Sebagai Metode Parenting Untuk Pengembangan Kecerdasan Anak Usia
(48)
Meningkatkan minat baca anak
Menambah sejumlah pengetahuan sosial, moral dan lain-lain
Melatih keberanian anak dalam berkomunikasi di depan umum
Mengembangkan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik
Setiap kelebihan pasti ada kekurangan dari metode ini adalah :
Membutuhkan banyak waktu.
Susah diaplikasikan kepada siswa yang minder dan tidak memiliki
keberanian melakukan komunikasi di hadapan teman serta gurunya.
Terkadang cerita tidak sesuai topik yang telah ditentukan.
C. Keterkaitan antara Metode Storytelling dan Peningkatan Keterampilan Bercerita Peristiwa Menyenangkan Mata Pelajaran Ips
Pemilihan materi yang sesuai untuk metode storytelling adalah materi
yang mengandung indikator terkait bercerita. Hal ini dikarenakan metode storytelling lebih menekankan pada keberanian untuk bercerita di depan
kelas, di hadapan guru dan teman-temannya. Metode storytelling melatih
anak untuk bisa menceritakan kembali setelah ia usai membaca sebuah cerita. Pada mata pelajaran IPS materi dokumen dan benda berharga sebagai sumber cerita, terdapat indikator untuk pencapaian tersebut, yakni menceritakan peristiwa menyenangkan bersama keluarga. Sehingga antara
mata pelajaran IPS materi bercerita melalui foto dan metode storytelling
(49)
31 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti berusaha mendiskripsikan bentuk pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa pada mata pelajaran IPS, dengan menerapkan metode
pembelajaran storytelling. Dengan demikian data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian bersifat deskriptif yaitu terkait dari urutan-urutan kegiatan pembelajaran siswa.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan jenis penelitian penelitian tindakan kelas. Riset dari pendekatan kualitatif, yaitu proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan fenomena yang terjadi pada kehidupan manusia. Proses dalam melakukan penelitian tindakan kelas merupakan penekanan dalam riset kualitatif. Oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada prosesnya dibanding hasil akhir. Sebab proses membutuhkan waktu dan kondisi yang berubah-ubah, teknik definisi riset ini akan berdampak pada desain riset dan cara-cara dalam pelaksanaannya yang
berubah-ubah juga.1
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Menurut Hopkins, PTK disebut juga dengan classroom
(50)
action research (CAR). Penelitian CAR atau PTK sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yanng dilaksanakan di kelas. Ada tiga pengertian yang dapat dijelaskan dari istilah tersebut, yaitu :2
Penelitian merupakan suatu kegiatan mengamati serta menganalisis
sebuah objek dengan menerapkan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi, dengan tujuan dan tentunya bermanfaat dalam meningkatkan mutu bagi suatu hal yang diminati.
Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa-siswi.
Kelas dalam hal ini tidak hanya terikat pada ruang kelas saja, tetapi
dalam pengertian pembelajaran yang lebih spesifik, yakni sekelompok siswa-siswi yang dalam waktu yang sama dari guru yang sama pula. Dengan menggabungkan tiga kata tdi atas, yakni penelitian, tindakan, dan kelas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan menerapkan tindakan-tindakan tertentu, yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan secara bersama di kelas secara profesional.3
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu kegiatan untuk mengamati serta menganalisis kegiatan belajar sekelompok siswa-siswi dengan memberikan
2Ibid., hlm. 9 3 Ibid., hlm. 10
(51)
sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan.4 Tindakan tersebut berupa
dari guru yang dilakukan oleh siswa-siswi.5
Dengan PTK, guru akan memperoleh manfaat yang cukup besar. Guru dapat memahami lebih jauh dan jelas terkait bidang kajian dan masalah-masalah yang ada dan bagaiman cara mengatasinya. Dengan begitu, persoalan yang ada dalam proses pembelajaran akan segera dapat diatasi, dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.6
PTK selain bertujuan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran, juga bermaksud untuk meningkatkan aktivitas guru. Pewaris langsung dari PTK ini adalah para siswa-siswi. Hal ini berarti indikator-indikator keberhasilan yang relevan adalah perilaku siswa, baik dalam arti respon pembelajaran terhadap perlakuan pembelajaran maupun kinerja pembelajaran siswa. Oleh sebab itu, PTK harus dapat memberi tekanan terhadap kedua tujuan tersebut.7
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (Field Research), yakni penelitian yang dilakukan dalam situasi alamiah akan
tetapi didahului oleh semacam intervensi (campur tangan) dari pihak peneliti.
Intervensi ini dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki oleh peneliti segera tampak dan diamati. Dengan demikian terjadi semacam kendali atau
kontrol parsial terhadap situasi di lapangan.8
4 E. Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 11 5Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 3
6 Rido kurnianto dkk, Penelitian Tindakan kelas paket 4, (surabaya: Aprinta, 2009), hlm 8. 7 Suranto, Manajemen Penelitian Tindakan Kelas, (Surabaya: Insan Cendekia, 2002), hlm. 25 8 Daryanto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Prestasi Pustakarya, 2012), hlm. 16
(52)
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan model penelitian tindakan kelas yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Model PTK Kurt Lewin ini 1 siklusnya
terdiri dasi 4 langkah pokok yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) aksi atau
tindakan (acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi (reflekting).9
Model ini menggambarkan sebuah spiral dari suatu siklus kegiatan,10 yang
mana dalam sebuah penyelesaian masalah bisa diperlukan lebih dari satu
siklus, dan siklus-siklus tersebut saling berkaitan dan berkelanjutan.11
Bagan 3.1
Prosedur PTK model Kurt Lewin
Dst
9 Rido kurnianto dkk, Penelitian Tindakan kelas paket 5, (surabaya: Aprinta, 2009), hlm 12. 10 Rochiati Wiriatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2012), hlm 62.
11Masykuri Bakri, Penelitian Tindakan Kelas, (Surabaya: Lapis-PGMI, 2009), hlm. 5-12
Identifikasi Masalah
Perencanaan (Planning)
Tindakan (acting) Refleksi
(reflecting) Siklus 1
Observasi (observing)
Siklus 2 Perencanaan
(53)
1. Menyusun perencanaan (planning). Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan adalah [1] membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ; [2] mempersiapkan fasilitas dari sarana pendukung yang di perlukan di kelas ; [3] mempersiapkan instrument untuk merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan.
2. Melaksanakan tindakan (acting). Pada tahap ini peneliti harus
melaksanakan tindakan yang telah di rumuskan pada RPP dalam situasi yang actual, yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
3. Melaksanakan pengamatan (observing). Pada tahap ini, yang harus
dilakukan oleh peneliti adalah [1] mengamati perilaku siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; [2] memantau kegiatan diskusi / kerja sama antar siswa-siswi dalam kelompok; [3] mengamati
pemahaman tiap-tiap anak terhadap penguasaan materi
pembelajaran,yang telah di rancang sesuai dengan tujuan PTK.
4. Melakukan refleksi (reflecting). Pada tahap ini, yang harus dilakukan
oleh peneliti adalah [1] mencatat hasil observasi; [2] mengevaluasi hasil observasi; [3] menganalisis hasil pembelajaran; [4] mencatat kelemahan-kelemahan untuk dijadikan bahan penyusunan rancangan siklus berikutnya, sampai tujuan PTK dapat dicapai.
(54)
B. Setting dan Subyek Penelitian 1. Setting Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di MI Nurul Yaqin Surabaya. Peneliti memilih sekolah ini dengan pertimbangan sebagai berikut:
Untuk mata pelajaran IPS, di kelas II MI Nurul Yaqin belum
pernah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan suatu model, strategi maupun metode tertentu, sehingga suasana pembelajaran di kelas terkesan monoton.
Keterampilan bercerita peristiwa menyenangkansiswa secara
lisan pada mata pelajaran IPS, dirasa cenderung rendah.
Pihak sekolah utamanya guru dan wali kelas II sangat
mendukung dilaksanakannya penelitian tindakan kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa
menyenangkanmata pelajaran IPS.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016. Waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah Karena PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas.
(55)
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah Nurul Yaqin yang berlokasi di jalan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya. Jumlah siswa kelas II di MI Nurul Yaqin ada 31 siswa. Alasan peneliti memilih kelas II MI Nurul Yaqin sebagai subyek penelitian didasarkan pada hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran IPS.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS didapatkan :
1) Keterampilan bercerita siswanya masih sangat kurang.
2) Siswa merasa kurang bersemangat saat proses pembelajaran,
dikarenakan guru hanya menggunakan metode ceramah dan tanpa inovasi atau inisiatif dalam pembelajaran.
3) Siswa kurang aktif dalam mengikuti jalannya pembelajaran IPS.
C. Variabel yang di Teliti
Variabel yang menjadi sasaran dalam PTK ini adalah meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan dengan menerapkan
model storytelling pada mata pelajaran IPS kelas II. Disamping variabel
tersebut masih ada beberapa variabel yang lain yaitu :
1) Variabel input : Siswa kelas II MI Nurul Yaqin Surabaya
(56)
3) Variabel output : Peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan mata pelajaran IPS.
D. Rencana Tindakan
Dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas II pada mata pelajaran IPS, penelitian ini menerapkan model siklus milik model PTK Kurt Lewin. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, model PTK Kurt Levin ini 1
siklusnya terdiri dasi 4 langkah pokok yaitu: (1) perencanaan (planning),
(2) aksi atau tindakan (acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi
(reflekting).
Peneliti menerapkan model siklus milik Kurt Lewin dengan didasarkan pada beberapa alasan yakni, apabila pada awal pelaksanaannya banyak terdapat kekurangan dan hasilnya kurang maksimal, maka peneliti bisa mengulang kembali dan memperbaiki pada siklus selanjutnya sampai apa yang menjadi target peneliti telah tercapai.
1. Pada Siklus 1
a. Menyusun Perencanaan (planning)
Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan adalah :
1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran
IPS KD “memanfaatkan dokumen dan benda penting keluarga sebagai sumber cerita”, dengan menerapkan metode storytelling.
(57)
2) Membuat lembar soal, serta lembar observasi kegiatan guru dan siswa.
3) Menyiapkan media dan sumber pembelajaran berupa video,
teks bergambar dan foto pribadi.
4) Menyusun instrumen penilaian performance, yakni mencakup
intonasi suara, kelancaran bercerita, kesesuaian cerita dengan dokumen penting, dan keberanian.
b. Melaksanakan Tindakan (acting)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan yang telah di rumuskan pada RPP terkait mata pelajaran IPS dalam situasi yang actual, yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah dari kegiatan-kegiatan tersebut yakni sebagai berikut :
Kegiatan Awal (10 menit)
1) Membuka proses belajar mengajar dengan mengucap
salam dan menanyakan kabar siswa
2) Siswa menjawab saat guru bertanya kabar mereka
3) Membaca do’a sebelum belajar bersama-sama
4) Mengonfirmasi kehadiran siswa
5) Memberi motivasi yang bertujuan untuk mengembalikan
semangat dalam mengikuti proses pembelajaran
6) Menghubungkan pengalaman siswa dengan materi yang
(58)
7) Menyampaikan materi yang akan dibahas serta tujuan mempelajarinya
Kegiatan Inti (50 menit) Eksplorasi
1) Guru menggali informasi dari siswa dengan cara
bertanya terkait peristiwa menyenangkan yang pernah mereka alami
2) Guru mengaitkan informasi dari siswa dengan media
pembelajaran yang telah disiapkan
3) Guru membagikan media pembelajaran berupa “Teks bergambar” kepada siswa
4) Siswa menggali informasi melalui kegiatan membaca
“Teks bergambar”
5) Guru menayangkan video terkait bercerita melalui foto
6) Siswa memberikan tanggapan terhadap demonstrasi
yang pengajar lakukan
7) Siswa berkelompok secara berpasangan dengan teman
sebangku
8) Setiap siswa menyiapkan foto pribadi yang telah
dibawa dari rumah sebagai media untuk bercerita di depan kelas
(59)
Elaborasi
1) Guru membuat kartu undian sesuai dengan jumlah
kelompok
2) Perwakilan kelompok mengambil undian secara
bergantian, siswa akan maju bergantian sesuai nomer urut yang di dapatkan
3) Siswa secara berpasangan maju untuk menceritakan
peristiwa menyenangkan sesuai dengan foto yang mereka bawa
4) Siswa lain menanggapi cerita yang telah disampaikan
Konfirmasi
5) Guru memberikan apresiasi terhadap performance
siswa
6) Guru memberikan umpan balik yang positif
7) Guru memberikan pemantapan materi melalui berbagai
sumber
8) Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang materi
yang telah dipelajari untuk mengetahui ketercapaian materi
Kegiatan Penutup (10 menit)
1) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran yang
telah usai
(60)
3) Siswa mendapat tugas rumah terkait materi yang baru saja dipelajari
4) Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk
pertemuan selanjutnya.
5) Guru meminta siswa untuk membaca hamdalah sebagai
penutup kegiatan pembelajaran .
6) Guru mengucap salam
c. Melaksanakan Pengamatan (observing)
Pada tahap ini, peneliti mengamati perilaku siswa siswi dalam mengikuti proses pembelajaran, khusunya pada saat metode
pembelajaran storytelling mulai diterapkan pada mata pelajaran
IPS. Peneliti juga mengamati keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan dari tiap-tiap anak. Pengamatan terhadap tingkat keterampilan berceritanya dapat dilihat pada saat peneliti meminta siswa untuk bercerita di depan kelas. Pengamatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan dapat dilihat dari nilai performance yang masing-masing telah diperoleh siswa dari hasil bercerita di depan kelas. Hasil tersebut akan digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. Hal yang dilakukan pengamat adalah:
a) Mengamati dan mencatat sikap dan keaktifan siswa dan
guru selama proses perbaikan pembelajaran dalam lembar observasi.
(61)
b) Menyeleksi data yang diperlukan dalam penelitian, yaitu:
1) Lembar pengamatan kegiatan siswa (observasi)
2) Lembar instrumen pertanyaan wawancara dengan guru
d. Melakukan Refleksi (reflecting)
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah menganalisis hasil observasi yang telah dilaksanakan pada siklus I, yakni mengevaluasi hasil pengamatan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung, serta menganalisis hasil observasi yang telah dicatat pada lembar pengamatan. Selain itu yang perlu dilakukan peneliti adalah menganalisis keterampilan bercerita peristiwa
menyenangkandari siswa kelas II MI Nurul Yaqin mata pelajaran
IPS melalui unjuk kerja yang telah dilakukan. Peneliti juga dapat mencatat kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada proses pembelajaran siklus I, untuk dijadikan bahan penyusunan perancangan siklus berikutnya sampai tujuan PTK tercapai.
Setelah pelaksanaan siklus I dengan empat tahapan yang telah terlaksana sesuai model PTK Kurt Lewis tersebut di atas, maka dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan dan hambatan yang terjadi pada siklus pertama. Setelah itu peneliti mengidentifikasi permasalahan baru untuk menentukan rancangan pada siklus berikutnya. Kegiatan pada siklus kedua dapat berupa kegiatan yang sama dengan sebelumnya bila ditujukan untuk mengulangi keberhasilan, untuk meyakinkan, atau untuk
(62)
menguatkan hasil. Tetapi pada umumnya kegiatan yang dilakukan dalam siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan dari tindakan sebelumnya yang ditunjukkan untuk mengatasi berbagai hambatan/kesulitan yang ditemukan dalam siklus sebelumnya. 2. Pada Siklus II
a. Menyusun Perencanaan (planning)
1) Melakukan refleksi dan analisis bersama antara guru dan
peneliti terhadap peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan mata pelajaran IPS.
2) Mengidentifikasi masalah
3) Menganalisa dan mencari alternatif pemecahan masalah yang
muncul pada siklus I yang belum teratasi.
4) Menetapkan alternatif pemecahan masalah.
b. Melaksanakan Tindakan (acting)
Pada tahap ini, peneliti melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan yang direncanakan dalam RPP. Pada pelaksanaannya, peneliti berkolaborasi dengan guru mata pelajaran IPS kelas II MI
Nurul Yaqin Surabaya. Peneliti menerapkan metode storytelling
dengan media benda berharga milik masing-masing siswa berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama.
c. Melaksanakan Pengamatan (observing)
Peneliti memperoleh data hasil keterampilan bercerita peristiwa
(63)
mengadakan evaluasi menggunakan performance yang dibuat pada tahap perencanaan dan dilaksanakan pada tahap pelaksanaan. Tes evaluasi ini digunakan untuk memperoleh data keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa setelah proses pembelajaran
Data aktivitas guru selama proses pembelajaran ini, diperoleh
dari hasil pengamatan yang dilakukan guru kolaborator dengan menggunakan lembar observasi guru.
Data aktivitas siswa-siswi selama proses pembelajaran,
diperoleh dari hasil pengamatan guru kolaborasi dengan menggunakan lembar observasi peserta didik.
d. Melakukan Refleksi (reflecting)
Langkah ini merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali, terkait tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek
penelitian.12 Pada tahap ini juga, peneliti melakukan refleksi
terhadap pelaksanaan pada siklus kedua serta menganalisis untuk
membuat kesimpulan atas pelaksanaan storytelling dalam
meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa pada mata pelajaran IPS.
(64)
E. Sumber data dan Cara Pengumpulan 1. Sumber data
Sumber data dalam PTK ini adalah :
a. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang ketentuan belajar dan respon siswa dalam pembelajaran.
b. Guru
Untuk mengetahui kemampuan pada tiap siswanya, dan peningkatan yang terlihat pada saat proses pembelajaran dengan
menerapkan storytelling sebagai metodenya pada pembelajaran
IPS.
c. Data Kualitatif
Data yang berbentuk uraian atau penjelasan yang tidak berbentuk angka. Adapun yang termasuk data kualitatif pada penelitian ini adalah:
1) Materi yang disampaikan pada Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
2) Metode pembelajaran yang digunakan dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).
3) Aktivitas guru selama proses pembelajaran.
(65)
d. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angka. Data ini yang menjadi data primer dalam penelitian ini. Data tersebut meliputi:
a. Data jumlah peserta didik kelas II MI Nurul Yaqin Surabaya
b. Data presentase ketuntasan minimal.
c. Data nilai peserta didik.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diupayakan agar bisa memperoleh data yang yang benar-benar valid. Ada dua teknik yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitian ini, yaitu , observasi, tes, nontes, wawancara dan dokumentasi.
1) Observasi
Observasi adalah salah satu proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses, metode serta suasana kelas pada saat proses pembelajaran. Data hasil observasi digunakan peneliti sebagai penunjang untuk mengukur hasil belajar yang telah dilakukan. Dari hasil observasi yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan, peneliti mendapatkan suatu refleksi untuk melakukan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.
(66)
Cara pengumpulan data dengan menggunakan observasi untuk mengumpulkan data sebagai berikut:
a. Aktivitas peserta didik siklus I dan siklus II
b. Aktivitas guru siklus I dan siklus II
Pengamatan ini dilakukan di kelas pada saat proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Hasil pengamatan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dari pembelajaran yang telah dilakukan. Selain itu dapat dijadikan sebagai acuan dalam perbaikan kegiatan selanjutnya.
2) Tes
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan tes akhir yang
digunakan untuk formalitas dalam menerapkan metode
pembelajaran storytelling pada mata pelajaran IPS. Tes yang
diberikan kepada siswa MI Nurul Yaqin Surabaya kelas II ini adalah tes tulis uraian.
3) Non Tes
Untuk menilai aspek psikomotorik, jenis penilaian non-tes
dirasa tepat apabila dipergunakan sebagai alat evaluasi.13 Dalam
penelitian ini, peneliti memberikan Non Tes dalam bentuk performance yang digunakan untuk mengetahui peningkatan
keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa dalam
13Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
(67)
menerapkan metode pembelajaran storytelling pada mata pelajaran IPS.
4) Wawancara
Wawancara adalah salah satu pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Wawancara memiliki sifat yang luwes sehingga pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subjek penelitian. Dari proses wawancara peneliti mendapatkan hasil tentang karakteristik siswa, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran yang akan di teliti serta kendala apa saja yang dapat menghambat proses pembelajaran. Wawancara dipergunakan untuk pengumpulan data tentang informasi perkembangan siswa
dalam proses belajar mengajar pada kesehariannya.14
5) Dokmentasi
Dokumentasi adalah laporan tertulis tentang suatu peristiwa yang terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut. Dokumen terdiri atas buku-buku, surat, dokumen resmi dan foto. Pada penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai penunjang data.
14Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Prenada
(68)
F. Analisis Data
Analisis data merupakan cara yang digunakan dalam pengelolaan data yang memiliki korelasi dengan rumusan masalah yang telah diajukan sehingga dapat digunakan untuk menarik kesimpulan.
Analisis data juga dapat dikatakan sebagai upaya atau tindakan yang dilakukan oleh peneliti untuk merangkum serta menyimpulkan secara tepat dan akurat, dari data yang telah dikumpulkan. Peneliti menyajikan hasil analisis dalam bentuk angka kemudian dijelaskan dan dijabarkan dalam suatu bentuk deskriptif atau uraian.
Pada tahap akhir siklus, penghitungan analisis dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana sebagai berikut:
1) Observasi aktivitas guru dan siswa
Pada penelitian tindakan kelas kali ini, analisis observasi guru dan
siswa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:15
Rumus 3.1
Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Kategori tingkat keberhasilan observasi guru dan siswa dalam
proses pembelajaran adalah sebagai berikut:16
15Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 40 16Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 82
PA (Nilai Akhir) = Skor Perolehan x 100% Skor Maksimal
(69)
Tabel 3.1
Kategori Tingkat Keberhasilan Observasi Guru dan Siswa Taraf Penguasaan Kualifikasi Nilai Huruf
90-100 Sangat Baik A
80-89 Baik B
65-79 Cukup C
55-64 Kurang D
< 55 Tidak lulus/Gagal TL
2) Penilaian Performance
Penilaian performance atau unjuk kerja ini didapat dari hasil
penilaian nontes selama pembelajaran berlangsung. Pada penilaian unjuk kerja ini, siswa diharapkan mampu dan terampil untuk bercerita peristiwa menyenangkan di depan kelas, tentunya dengan penggunaan media untuk menunjang cerita tersebut. Instrumen penilaian unjuk kerja ini berfokus pada kelantangan suara, kelancaran bercerita, kesesuaian cerita dengan dokumen penting maupun benda berharga yang dibawa, serta keberanian.
Analisis penilaian performance ini dihitung dengan menerapkan
rumus:17
Rumus 3.2
Rumus Penilaian Performance
Setelah memperoleh nilai masing-masing siswa, maka selanjutnya melangkah pada tahap menghitung nilai rata-rata
17Wayan Nurkancana, Evaluasi Hasil Belajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hlm. 99
Nilai = ∑Skor Perolehan x 100
(1)
96 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II, serta analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan metode storytelling dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita tentang peristiwa menyenangkan, dapat dikatakan berhasil namun baru dapat mencapai hasil optimal pada siklus II, dan kategori penerapannya terbilang cukup mudah. Hal ini dapat dibuktikan dengan skor aktivitas guru dan siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Prosentase aktivitas guru yakni 89% (Baik) pada siklus I menjadi 92% (Sangat Baik) di siklus II. Prosentase aktivitas siswa yakni 78% (Cukup Baik) pada siklus I menjadi 90,6% (Sangat Baik) di siklus II. Pada siklus 1 prosentase ketuntasan masih di bawah standar. Hal ini disebabkan karena saat kegiatan mengamati video, siswa hanya melihat tokoh yang ada di dalam video, dan tidak fokus pada isi video tersebut. Sehingga pada siklus II guru melakukan demonstrasi secara langsung, supaya siswa lebih fokus dan menguasai cara bercerita dengan tepat.
(2)
2. Peningkatan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode storytelling, termasuk dalam kategori tinggi, tetapi tetap membutuhkan 2 siklus. Penelitian ini mengalami perbaikan dan peningkatan dari siklus ke siklus pada segi peningkatan keterampilan bercerita siswa dan rata-rata kelas. Pada siklus I prosentase peningkatan keterampilan bercerita siswa sebanyak 74,2% (Cukup Baik) dengan nilai rata-rata kelas 78,35 (Cukup Baik) , sedangkan pada siklus II prosentase meningkat menjadi 96,8% (Sangat Baik) dengan nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 90,45 (Sangat Baik). Sehingga jika dibanding dengan siklus I ke siklus II kenaikannya sebesar 22,6%.
B. Saran
Berdasarkan pembuktian bahwa metode storytelling dapat meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan siswa, maka akan disampaikan beberapa saran agar kedepannya proses pembelajaran akan lebih berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Saran tersebut antara lain: 1. Para guru dapat mengembangkan atau memberikan variasi pada penerapan
metode storytelling dalam mata pelajaran IPS untuk meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan.
2. Dikarenakan penggunaan metode storytelling terbukti berhasil dalam meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan, maka
(3)
98
alangkah baiknya jika metode ini dapat diterapkan pada pendidikan tingkat SD/MI.
3. Dengan adanya metode storytelling untuk meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan, siswa akan lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPS.
4. Dengan adanya metode storytelling untuk meningkatkan keterampilan bercerita peristiwa menyenangkan, siswa akan lebih percaya diri untuk tampil di depan banyak orang, dan tentunya lebih berani dalam mengungkapkan apa yang ada di kepalanya.
5. Dengan adanya metode storytelling ini juga dapat meningkatkan kemampuan IPS lainnya, yakni keterampilan berbicara di depan umum (public speaking) siswa.
Demikian kesimpulan dan saran penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan tingkat sekolah dasar, khususnya untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial.
(4)
99
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Iif Khoiru. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: PT. Prestasi Pustaka.
Alwy, Susiati. 2011. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kediri: IAIT Press Amri, Sofan. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: PT.
Prestasi Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badra, Surya. 2014. Ilmu Pengetahuan Sosial. Surakarta: CV Dwi Mitra Mandiri. Bakri, Masykuri. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Lapis-PGMI. Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Daryanto. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya. Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dina, Wahidah Puspa. 2014. Penerapan Strategi Pembelajaran Time Token untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPS Kelas V MI Miftahul
Huda Lamongan. Surabaya: UINSA.
Epsilini. 2016. Wali Murid Kelas 2. Surabaya: MI Nurul Yaqin. Hadi, Sutrisno. 2002. Metode Research. Yogyakarta: ANDI.
Hamalik, Oemar. 2001. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Mandar Maju.
Hamidah, Siti. 2013. Penerapan Metode Storytelling untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Kadir, Abd. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: LAPIS-PGMI.
(5)
100
Kanisius. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: KANISIUS.
Kurnianto dkk, Rido. 2009. Penelitian Tindakan kelas paket 4. surabaya: Aprinta. Kurnianto dkk, Rido. 2009. Penelitian Tindakan kelas paket 5. Surabaya: Aprinta. Kusmiadi. 2008. Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode Dongeng Bagi
Pendidik PAUD. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF.
Lie, Anita. 2008. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Molyono. 2012. Strategi Pembelajaran. Malang: UIN-Maliki Press.
Mualifah. 2013. Storytelling Sebagai Metode Parenting Untuk Pengembangan
Kecerdasan Anak Usia Dini. Malang: UIN Malik Ibrahim.
Mulyana, Yeti. 2009. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mulyasa, E. 2013. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya. Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Departemen
Pendidikan Nasional.
Nurcahyani, D. 2010. Pengarah Kegiatan Storytelling Terhadap Pertumbuhan Minat Baca Siswa di TK Bangun 1 Getas Kec. Pabelan Kab. Semarang: Skripsi Universitas Diponegoro.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
Nurkancana, Wayan. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto, Ngalim. 2006. Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan & Konseling. Bandung, CV Pustaka Setia. Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada.
(6)
Subroto, Suryo. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sudjana. 1998. Evaluasi hasil Belajar. Bandung: Pustaka Mertiana. Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Sinar Grafika.
Suranto. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.
Susanto, Ahmad. 2014. Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia group.
Suyanto, Bagong. 2007. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: CV. Angkasa.
Tsalits, Farah Shofa. 2013. EfektifitasMetode Storytelling Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Surabaya: UINSA.
Wiriatmadja, Rochiati. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosda Karya.