PENJELASAN Qanun NAD NOMOR 14 TAHUN 2002
PENJELASAN
ATAS
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR : 14 TAHUN 2002
TENTANG
KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
I.
UMUM
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai ol eh Allah Yang Maha Kuasa limpahan kekayaan
sumberdaya hut an, yang didukung oleh unt aian keanekaragaman j enis f lora dan f auna. Hut an
merupakan rahmat Allah yang memiliki f ungsi yang sangat pent ing bagi kelangsungan
kehidupan dan penghidupan, baik melalui manf aat langsung maupun manf aat t idak langsung
yang dihasilkan.
Terbit nya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999, yang melet akkan Ot onomi dengan t it ik berat di
t ingkat II, memberikan wewenang yang lebi h luas bagi daerah unt uk mengat ur rumah
t angganya sendiri, sehingga berbagai gej olak dalam masyarakat dan “ keinginan” diharapkan
dapat t erendam.
Khusus bagi Provinsi Daerah Ist imewa Aceh, UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 ini, dipandang
belum menampung sepenuhnya hak asal usul dan keist imewaan provinsi dimaksud. Oleh
karena it u, berdasarkan amanat dari TAP MPR Nomor : IV/ MPR/ 1999 dan Nomor :
IV/ MPR/ 2000, kepada Propinsi Daerah Ist imewa Aceh diberikan ot onomi khusus dan
dit indaklanj ut i dengan t erbit nya Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2001 t anggal 9 Agust us
2001 t ent ang Ot onomi Khusus bagi Provinsi Daerah Ist imewa Aceh sebagai “ Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)” . Terbit nya UU No. 18 Tahun 2001 ini menj adi moment um
awal bagi provinsi ini unt uk mengat ur Daerah-nya dan mengelola sumberdaya alam sert a
pemanf aat annya secara lebih baik dan “ mandiri” bagi kemakmuran rakyat di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Hal yang mendasar dari Undang-undang ini adal ah pemberian kesempat an yang lebih luas bagi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam mengat ur dan mengurus rumah t angga sendiri,
t ermasuk sumber-sumber ekonomi, menggali dan memberdayakan sumber daya alam, ant ara
lain sumberdaya hut an. Undang-undang ini menempat kan t it ik berat Ot onomi Khusus pada
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini sej alan dengan amanat Undang-undang No. 22
Tahun 1999, yang menet apkan bahwa bidang kehut anan bersif at lint as Kabupat en/ kot a, yang
karenanya t it ik berat kewenangan berada pada Pemerint ah Provinsi. Walaupun kewenangan
pengelolaan sumberdaya hut an berada pada t i ngkat Provinsi, namun dalam pelaksanaannya
t et ap mengakomodir kepent ingan daerah Kabupat en/ Kot a, dan dalam hal-hal t ert ent u dapat
memberikan penugasan kepada Kabupat en/ kot a.
Mengingat urusan konservasi masih merupakan kewenangan pemerint ah , maka kewenangan
pemerint ah provinsi dalam pengelolaan hut an dimaksud , t idak t ermasuk kawasan hut an
konservasi kecuali Taman Hut an Raya, yang pengelolaannya t elah t erlebih dahulu diserahkan
kepada Daerah.
Kondisi geograf is Nanggroe Aceh Darussalam, pada bagian t engah wilayahnya membent ang
j alur Pegunungan Bukit Barisan yang umumnya menj adi kawasan lindung, secara alami dialiri
oleh sungai-sungai yang hampir merat a t erdapat pada semua Kabupat en/ Kot a di seluruh
Nanggroe Aceh Darussalam, dan pada umumnya melint asi Kabupat en/ Kot a lainnya.
Konsekuensi aliran sungai yang mencakup lint as Kabupat en/ Kot a adalah memunculkan adanya
saling ket erikat an/ ket ergant ungan yang erat ant ara daerah hulu dan hilir, sehingga dalam
pemanf aat an sumber daya hut an unt uk mendukung pelaksanaan ot onomi daerah pada semua
Kabupat en/ Kot a, diperlukan adanya kesat uan kebij akan, pelaksanaan dan pengendalian,
sehingga dapat meminimalkan dampak buruk bagi Kabupat en/ Kot a lainnya. Dampak
dimaksud t idak hanya t erbat as pada aspek hidroorologis saj a t et api j uga aspek sosial
ekonomi, migrasi sat wa dan peredaran hasil hut an. Oleh karena it u, dalam rangka
mewuj udkan kelest arian f ungsi hut an secara berkelanj ut an sesuai pert imbangan ekologi,
ekonomi dan sosial, maka penyelenggaraan pengelolaan hut an di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, dilaksanakan berdasarkan kelompok-kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS).
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan manf aat yang berkelanj ut an secara lest ari
dimaksudkan agar set iap pelaksanaan penyelenggaraan kehut anan memperhat ikan
keseimbangan dan kelest arian unsur lingkungan, sosial dan budaya, sert a ekonomi.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan kerakyat an dan keadilan dimaksudkan, agar
set iap penyelengara kehut anan harus memberikan peluang dan kesempat an yang
sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat
meningkat kan kemakmuran rakyat . Oleh karena it u, dalam pemberian wewenang
pengelolaan at au izin pemanf aat an hut an harus dicegah t erj adinya prakt ek monopoli,
monopsoni, oligopoli dan oligopsani.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan kemit raan, dimaksudkan agar dalam
menyelenggarakan kegiat an kehut anan menerapkan pola kemit raan sehingga t erj adi
sinergisit as pengelolaan hut an ant ara masyarakat set empat dengan BUMN at au BUMD
dan BUMS Indonesia dalam rangka pemberdayaan usaha kecil, menengah dan
koperasi.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan ket erbukaan dan akunt abilit as publik,
dimaksudkan agar set iap kegiat an penyelenggaraan kehut anan diket ahui oleh publik
dan dapat dipert anggung j awabkan kepada publik sesuai perat uran perundangundangan yang berlaku.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan ket erpaduan, dimaksudkan agar set iap
penyelenggaraan kehut anan dilakukan secara t erpadu dengan memperhat ikan
kepent ingan nasional, kepent ingan daerah provinsi dan kabupat en/ kot a sert a
masyarakat set empat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kekayaan alam yang t erkandung di dalamnya" adalah semua
benda hasil hut an sebagaimana Pasal 1 angka 18.
Ayat (2)
Penyelenggaran kehut anan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam t erbagi habis di
dalam kelompok-kelompok Daerah Aliran Sungai, sehingga dalam pengelolaannya
t idak dibat asi oleh wilayah administ rasi pemerint ahan. Pengelompokan dalam DAS ini
didasarkan at as pert imbangan bahwa set iap kegiat an kehut anan dalam suat u daerah
akan memberikan dampak pada daerah lainnya.
Pasal 4
Cukup j elas
Pasal 5
Ayat (1)
Hut an negara dapat berupa hut an adat , yait u hut an negara yang diserahkan
pengelolaanya kepada masyarakat hukum adat , yang sebelumnya disebut hut an ulayat
at au sebut an lainnya.
Hut an yang dikelola masyarakat hukum adat dimasukan ke dalam pengert ian hut an
negara sebagai kosekuensi adanya hak menguasai oleh negara, dengan t idak
meniadakan hak masyarakat hukum adat sepanj ang kenyat aannya masih ada dan
diakui keberadaannya.
Hut an negara yang pemanf aat an ut amanya dit uj ukan unt uk memberdayakan
masyarakat di sekit ar kawasan hut an disebut hut an kemasyarakat an, yang dapat
dilaksanakan oleh kelembagaan mukim set empat .
Hut an hak yang berada pada t anah yang dibebani hak milik lazim disebut hut an
rakyat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Ayat (7)
Cukup j elas
Ayat (8)
Cukup j elas
Pasal 6
Cukup j elas
Pasal 7
Cukup j elas
Pasal 8
Cukup j elas
Pasal 9
Cukup j elas
Pasal 10
Cukup j elas
Pasal 11
Cukup j elas
Pasal 12
Cukup j elas
Pasal 13
Cukup j elas
Pasal 14
Cukup j elas
Pasal 15
Cukup j elas
Pasal 16
Ayat (1)
Pemungut an hasil hut an kayu dapat dilakukan pada hut an produksi (maksimal 100
Ha) , hut an produksi konversi (maksimal 500 Ha) dan t anah milik (t arget maksimal
500 M3).
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 17
Kelembagaan masyarakat sekit ar hut an adalah mukim at au kelompok-kelompok masyarakat
lainnya yang mempunyai komit men dalam pengelolaan hut an secara lest ari.
Pasal 18
Cukup j elas
Pasal 19
Cukup j elas
Pasal 20
Cukup j elas
Pasal 21
Cukup j elas
Pasal 22
Cukup j elas
Pasal 23
Cukup j elas
Pasal 24
Cukup j elas
Pasal 25
Cukup j elas
Pasal 26
Cukup j elas
Pasal 27
Cukup j elas
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Cukup j elas
Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Cukup j elas
Pasal 33
Cukup j elas
Pasal 34
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36
Cukup j elas
Pasal 37
Cukup j elas
Pasal 38
Cukup j elas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Hut an yang dikelola oleh lembaga mukim dengan pola hut an kemasyarakat an yang
dalam kegiat annya melibat kan seluruh masyarakat desa di sekit ar hut an yang hasilnya
digunakan unt uk pembangunan wilayah mukim t ersebut .
Pemerint ah Provinsi memf asilit asi bant uan t eknis, bant uan kredit modal kerj a dan
bant uan lainnya yang bersif at mendorong kegiat an pengelolaan kawasan hut an
t ersebut .
Pasal 40
Cukup j elas
Pasal 41
Cukup j elas
Pasal 42
Cukup j elas
Pasal 43
Cukup j elas
Pasal 44
Cukup j elas
Pasal 45
Cukup j elas
Pasal 46
Cukup j elas
Pasal 47
Cukup j elas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8
ATAS
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR : 14 TAHUN 2002
TENTANG
KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
I.
UMUM
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai ol eh Allah Yang Maha Kuasa limpahan kekayaan
sumberdaya hut an, yang didukung oleh unt aian keanekaragaman j enis f lora dan f auna. Hut an
merupakan rahmat Allah yang memiliki f ungsi yang sangat pent ing bagi kelangsungan
kehidupan dan penghidupan, baik melalui manf aat langsung maupun manf aat t idak langsung
yang dihasilkan.
Terbit nya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999, yang melet akkan Ot onomi dengan t it ik berat di
t ingkat II, memberikan wewenang yang lebi h luas bagi daerah unt uk mengat ur rumah
t angganya sendiri, sehingga berbagai gej olak dalam masyarakat dan “ keinginan” diharapkan
dapat t erendam.
Khusus bagi Provinsi Daerah Ist imewa Aceh, UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 ini, dipandang
belum menampung sepenuhnya hak asal usul dan keist imewaan provinsi dimaksud. Oleh
karena it u, berdasarkan amanat dari TAP MPR Nomor : IV/ MPR/ 1999 dan Nomor :
IV/ MPR/ 2000, kepada Propinsi Daerah Ist imewa Aceh diberikan ot onomi khusus dan
dit indaklanj ut i dengan t erbit nya Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2001 t anggal 9 Agust us
2001 t ent ang Ot onomi Khusus bagi Provinsi Daerah Ist imewa Aceh sebagai “ Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)” . Terbit nya UU No. 18 Tahun 2001 ini menj adi moment um
awal bagi provinsi ini unt uk mengat ur Daerah-nya dan mengelola sumberdaya alam sert a
pemanf aat annya secara lebih baik dan “ mandiri” bagi kemakmuran rakyat di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Hal yang mendasar dari Undang-undang ini adal ah pemberian kesempat an yang lebih luas bagi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam mengat ur dan mengurus rumah t angga sendiri,
t ermasuk sumber-sumber ekonomi, menggali dan memberdayakan sumber daya alam, ant ara
lain sumberdaya hut an. Undang-undang ini menempat kan t it ik berat Ot onomi Khusus pada
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini sej alan dengan amanat Undang-undang No. 22
Tahun 1999, yang menet apkan bahwa bidang kehut anan bersif at lint as Kabupat en/ kot a, yang
karenanya t it ik berat kewenangan berada pada Pemerint ah Provinsi. Walaupun kewenangan
pengelolaan sumberdaya hut an berada pada t i ngkat Provinsi, namun dalam pelaksanaannya
t et ap mengakomodir kepent ingan daerah Kabupat en/ Kot a, dan dalam hal-hal t ert ent u dapat
memberikan penugasan kepada Kabupat en/ kot a.
Mengingat urusan konservasi masih merupakan kewenangan pemerint ah , maka kewenangan
pemerint ah provinsi dalam pengelolaan hut an dimaksud , t idak t ermasuk kawasan hut an
konservasi kecuali Taman Hut an Raya, yang pengelolaannya t elah t erlebih dahulu diserahkan
kepada Daerah.
Kondisi geograf is Nanggroe Aceh Darussalam, pada bagian t engah wilayahnya membent ang
j alur Pegunungan Bukit Barisan yang umumnya menj adi kawasan lindung, secara alami dialiri
oleh sungai-sungai yang hampir merat a t erdapat pada semua Kabupat en/ Kot a di seluruh
Nanggroe Aceh Darussalam, dan pada umumnya melint asi Kabupat en/ Kot a lainnya.
Konsekuensi aliran sungai yang mencakup lint as Kabupat en/ Kot a adalah memunculkan adanya
saling ket erikat an/ ket ergant ungan yang erat ant ara daerah hulu dan hilir, sehingga dalam
pemanf aat an sumber daya hut an unt uk mendukung pelaksanaan ot onomi daerah pada semua
Kabupat en/ Kot a, diperlukan adanya kesat uan kebij akan, pelaksanaan dan pengendalian,
sehingga dapat meminimalkan dampak buruk bagi Kabupat en/ Kot a lainnya. Dampak
dimaksud t idak hanya t erbat as pada aspek hidroorologis saj a t et api j uga aspek sosial
ekonomi, migrasi sat wa dan peredaran hasil hut an. Oleh karena it u, dalam rangka
mewuj udkan kelest arian f ungsi hut an secara berkelanj ut an sesuai pert imbangan ekologi,
ekonomi dan sosial, maka penyelenggaraan pengelolaan hut an di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, dilaksanakan berdasarkan kelompok-kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS).
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan manf aat yang berkelanj ut an secara lest ari
dimaksudkan agar set iap pelaksanaan penyelenggaraan kehut anan memperhat ikan
keseimbangan dan kelest arian unsur lingkungan, sosial dan budaya, sert a ekonomi.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan kerakyat an dan keadilan dimaksudkan, agar
set iap penyelengara kehut anan harus memberikan peluang dan kesempat an yang
sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat
meningkat kan kemakmuran rakyat . Oleh karena it u, dalam pemberian wewenang
pengelolaan at au izin pemanf aat an hut an harus dicegah t erj adinya prakt ek monopoli,
monopsoni, oligopoli dan oligopsani.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan kemit raan, dimaksudkan agar dalam
menyelenggarakan kegiat an kehut anan menerapkan pola kemit raan sehingga t erj adi
sinergisit as pengelolaan hut an ant ara masyarakat set empat dengan BUMN at au BUMD
dan BUMS Indonesia dalam rangka pemberdayaan usaha kecil, menengah dan
koperasi.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan ket erbukaan dan akunt abilit as publik,
dimaksudkan agar set iap kegiat an penyelenggaraan kehut anan diket ahui oleh publik
dan dapat dipert anggung j awabkan kepada publik sesuai perat uran perundangundangan yang berlaku.
Penyelenggaraan kehut anan berasaskan ket erpaduan, dimaksudkan agar set iap
penyelenggaraan kehut anan dilakukan secara t erpadu dengan memperhat ikan
kepent ingan nasional, kepent ingan daerah provinsi dan kabupat en/ kot a sert a
masyarakat set empat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kekayaan alam yang t erkandung di dalamnya" adalah semua
benda hasil hut an sebagaimana Pasal 1 angka 18.
Ayat (2)
Penyelenggaran kehut anan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam t erbagi habis di
dalam kelompok-kelompok Daerah Aliran Sungai, sehingga dalam pengelolaannya
t idak dibat asi oleh wilayah administ rasi pemerint ahan. Pengelompokan dalam DAS ini
didasarkan at as pert imbangan bahwa set iap kegiat an kehut anan dalam suat u daerah
akan memberikan dampak pada daerah lainnya.
Pasal 4
Cukup j elas
Pasal 5
Ayat (1)
Hut an negara dapat berupa hut an adat , yait u hut an negara yang diserahkan
pengelolaanya kepada masyarakat hukum adat , yang sebelumnya disebut hut an ulayat
at au sebut an lainnya.
Hut an yang dikelola masyarakat hukum adat dimasukan ke dalam pengert ian hut an
negara sebagai kosekuensi adanya hak menguasai oleh negara, dengan t idak
meniadakan hak masyarakat hukum adat sepanj ang kenyat aannya masih ada dan
diakui keberadaannya.
Hut an negara yang pemanf aat an ut amanya dit uj ukan unt uk memberdayakan
masyarakat di sekit ar kawasan hut an disebut hut an kemasyarakat an, yang dapat
dilaksanakan oleh kelembagaan mukim set empat .
Hut an hak yang berada pada t anah yang dibebani hak milik lazim disebut hut an
rakyat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Ayat (7)
Cukup j elas
Ayat (8)
Cukup j elas
Pasal 6
Cukup j elas
Pasal 7
Cukup j elas
Pasal 8
Cukup j elas
Pasal 9
Cukup j elas
Pasal 10
Cukup j elas
Pasal 11
Cukup j elas
Pasal 12
Cukup j elas
Pasal 13
Cukup j elas
Pasal 14
Cukup j elas
Pasal 15
Cukup j elas
Pasal 16
Ayat (1)
Pemungut an hasil hut an kayu dapat dilakukan pada hut an produksi (maksimal 100
Ha) , hut an produksi konversi (maksimal 500 Ha) dan t anah milik (t arget maksimal
500 M3).
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 17
Kelembagaan masyarakat sekit ar hut an adalah mukim at au kelompok-kelompok masyarakat
lainnya yang mempunyai komit men dalam pengelolaan hut an secara lest ari.
Pasal 18
Cukup j elas
Pasal 19
Cukup j elas
Pasal 20
Cukup j elas
Pasal 21
Cukup j elas
Pasal 22
Cukup j elas
Pasal 23
Cukup j elas
Pasal 24
Cukup j elas
Pasal 25
Cukup j elas
Pasal 26
Cukup j elas
Pasal 27
Cukup j elas
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Cukup j elas
Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Cukup j elas
Pasal 33
Cukup j elas
Pasal 34
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36
Cukup j elas
Pasal 37
Cukup j elas
Pasal 38
Cukup j elas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Hut an yang dikelola oleh lembaga mukim dengan pola hut an kemasyarakat an yang
dalam kegiat annya melibat kan seluruh masyarakat desa di sekit ar hut an yang hasilnya
digunakan unt uk pembangunan wilayah mukim t ersebut .
Pemerint ah Provinsi memf asilit asi bant uan t eknis, bant uan kredit modal kerj a dan
bant uan lainnya yang bersif at mendorong kegiat an pengelolaan kawasan hut an
t ersebut .
Pasal 40
Cukup j elas
Pasal 41
Cukup j elas
Pasal 42
Cukup j elas
Pasal 43
Cukup j elas
Pasal 44
Cukup j elas
Pasal 45
Cukup j elas
Pasal 46
Cukup j elas
Pasal 47
Cukup j elas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8