Deteksi Protein C-myc Pada Jaringan Kelenjar Susu Mencit (Mus musculus L.) Dengan Metode Imunohistokimia

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protoonkogen dan Onkogen
Di dalam sel terdapat banyak gen yang mempunyai fungsi khusus. Gen yang
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel diperkirakan ada banyak gen, yang
merupakan golongan protoonkogen dan supressor gen atau anti onkogen yang
kerjanya berlawanan. Protoonkogen mengkode pembentukan protein untuk
merangsang pertumbuhan sedang antionkogen mengkode protein untuk
menghambat pertumbuhan. Protoonkogen yang telah mengalami perubahan
sehingga dapat menimbulkan kanker disebut onkogen. Kerusakan itu dapat terjadi
pada saat fertilisasi, tetapi umumnya setelah embriogenesis, setelah sel itu
mengadakan diferensiasi atau setelah dewasa. Onkogen biasanya diberi nama
dengan 3 huruf, seperti gen myc, gen erb, dan sebagainya (Sukardja, 2000).
Siklus sel diatur oleh berbagai macam gen dan protein yang saling
berhubungan pada saat sel dalam keadaan normal. Gen dapat mengalami kelainan
yang disebabkan oleh berbagai faktor. Kelainan pada gen dan eksprsi protein gen
dapat dibagi menjadi tiga, pertama dikenal sebagai protoonkogen, gen yang
termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah gen her2-neu, ras, myc, dan

cdk1. Protoonkogen merupakan suatu gen yang berfungsi untuk meningkatkan
proliferasi sel dalam keadaan normal. Kedua adalah gen penekan tumor yang
mengalami inaktivasi, gen-gen yang termasuk dalam kelompok ini adalah brca1,
brca2, dan p53 (Kumar, et al., 2010).
Onkogen merupakan gen yang meningkatkan pertumbuhan sel secara
otonom pada sel-sel kanker. Kanker merupakan penyakit dimana sekelompok sel
tumbuh tidak terkendali karena adanya mutasi dan sebagian jenis kanker dapat
menyebar (metastatis) ke berbagai bagian tubuh melalui cairan limfa.
Protoonkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan
dan diferensiasi sel. protoonkogen dapat diubah menjadi onkogen melalui tiga
mekanisme yaitu: mutasi titik, penyusunan kembali kromosom, amplikasi gen.
Produk onkogen myc, jun, fos, myb merupakan protein nukleus (Mitchell, 2006).

5

Beberapa bukti menunjukkan bahwa c-myc dapat menyebabkan
transformasi melalui fungsinya sebagai aktivator transkripsi

urutan tertentu.


Pertama, protein c-myc, bersama dengan Max protein, khususnya dapat mengenali
urutan DNA inti dengan motif CACGTG. Domain yang diperlukan untuk
mengikat DNA c-myc, sangat penting untuk transformasi onkogeniknya. Kedua,
c-myc memiliki domain transaktivasi N–terminal, penghapusan atau mutasi dalam
domain ini mengakibatkan hilangnya transformasi c-myc. Model ini menyiratkan
bahwa c-myc dapat menyebabkan transformasi dengan mengaktifkan satu set gen
pilihan yang memainkan peran utama dalam transformasi maligna. (Li et al.,
2003).

2.2 Protein C-Myc
Protein c-myc merupakan salah satu Protoonkogen yang menyandikan faktor
transkripsi yang memainkan peran penting dalam regulasi siklus sel, diferendiasi,
dan apoptosis.

Mutasi pada penyandian daerah penyandian c-myc sering

ditemukan pada limfoma manusia. Namun belum dapat dijelaskan bagaimana
mutasi mempengaruhi akttivitas c-myc (Bahram et al., 2000).
Gen c-myc telah ditemukan 20 tahun yang lalu. Protoonkogen c-myc
ditemukan aktif pada berbagai hewan dan tumor manusia. C-myc termasuk dalam

famili gen myc yang meliputi B-myc, L-myc, N-myc, dan S-myc. Namun, hanya cmyc, L-myc, dan N-myc yang memiliki potensi dalam pembentukan sel kanker.
inaktivasi c-myc pada fibroblast tikus menyebabkan pemanjangan waktu
pembelahan sel, menunjukkan peran penting dari c-myc dalam mengatur
proliferasi sel. Gen c-myc terdapat pada berbagai kanker manusia, termasuk
kanker paru-paru, kanker payudara (Dang, 1999).

2.3 Usia Evolusi Organ
Setiap organ memiliki waktu evolusi yang berbeda-beda. diduga organ
dengan umur evolusi yang muda lebih rentan terserang penyakit kanker. Anatomi
Internal manusia telah dihasilkan dari elaborasi yang stabil. Evolusi dari waktu ke
waktu berdasarkan pada tubuh vertebrata. Elaborasi ini melibatkan adaptasi dari
bagian tubuh yang telah ada sebelumnya dan penciptaan organ baru yang tidak

6

ditemukan dari nenek moyang vertebrata. Organ yang berbeda memiliki keunikan
evolusi yang berbeda juga (Davies, 2004).

2.4 Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan percobaan yang

sering digunakan untuk percobaan di laboratorium. Hewan ini berkembang biak
dengan cepat dan jumlahnya cukup banyak, hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa mencit banyak digunakan sebagai hewan percobaan. Mencit termasuk
dalam kelompok hewan pengerat (Rodentia) yang cepat berbiak, mudah
dipelihara, variasi genetiknya cukup besar, anatomi serta fisiologisnya
terkarakteristik dengan baik. Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikustikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal
sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigit barang-barang kecil
Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia.

(Widiyati, 2009).
Klasifikasi mencit (Mus musculus) adalah sebagai berikut
Kingdom

: Animalia

Philum

: Chordata

Classic


: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Familia

: Muridae

Genus

: Mus

Spesies

:Mus musculus

2.4.1. Anatomi Kelenjar Susu (Glandula Mammae)

Kelenjar susu (payudara) dimiliki oleh kedua jenis kelamin. Kelenjar ini menjadi
fungsional saat pubertas untuk merespons estrogen pada perempuan dan laki-laki
tidak berkembang. Saat kehamilan, kelenjar mammae mencapai perkembangan
puncaknya dan berfungsi untuk produksi susu (laktasi) setelah kelahiran bayi.
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adiposa yang
tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak di atas otot pektoralis
mayor dan melekat pada otot tersebut melalui lapisan jaringan ikat. Variasi ukuran

7

payudara bergantung pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat, bukan
pada jumlah jaringan glandular aktual. Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai
20 lobus mayor. Tubulus-tubulus dikelilingi jaringan adiposa dan dipisahkan oleh
ligamen suspensorium cooper (berkas jaringan fibrosa) (Gambar 2.1). Lobus
mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 tubulus. Setiap lobus kemudian
bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di alveoli sekretori. Putting
memiliki kulit berpigmen dan berkerut yang membentang keluar sekitar 1 cm
sampai 2 cm untuk membentuk aerola. Aerola mengandung kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat yang besar (Sloane, 2003).
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar payudara merupakan suatu seri

peristiwa yang melibatkan interaksi berbagai macam tipe sel yang berbeda yang
dimulai sejak kelahiran dan terus berlangsung di bawah pengaruh siklus
menstruasi dan proses gestasi. Rangkaian peristiwa tersebut diatur oleh interaksi
yang kompleks antara berbagai hormon steroid dan faktor pertumbuhan, baik dari
sel yang berdekatan dengannya maupun dari komponen dalam lingkungan sel
tersebut. Stimulasi tersebut akan mempengaruhi perubahan morfologi dan
metabolismenya.

Kerentanan

kelenjar

payudara

terhadap

tumorigenesis

dipengaruhi oleh perkembangan normal dari kelenjar itu sendiri yang
dikarakterisasi dengan berbagai perubahan dalam proliferasi dan diferensiasi sel

payudara (Guyton and hall, 1997).

Gambar 2.1. Gambaran histologi kelenjar mamma manusia dalam keadaan inaktif,
perbesaran 90x (Martoprawiro dkk, 1986).

8

2.4.2 Anatomi Ovarium
Mencit

(Mus

musculus)

adalah

hewan

yang


mempunyai

kemampuan

menghasilkan anak lebih dari satu dalam setiap kelahiran, oleh sebab itu mencit
(Mus musculus) termasuk hewan politocous. Hewan –hewan politocous memiliki
bentuk ovarium seperti buah murbei (Partodihardjo, 1992).
Ovarium terletak pada dinding samping rongga pelvis posterior dalam
sebuah ceruk dangkal, yaitu fosa ovarian, dan ditahan dalam posisi tersebut oleh
mesentrium pelvis (lipatan peritoneum viseral dan peritoneum parietal). Ovarium
merupakan satu-satunya organ dalam rongga pelvis yang retroperitoneal (terletak
dibelakang peritoneum). Ovarium dilapisi epitelium germinal (permukaan).
Jaringan ikat ovarium disebut stroma dan tersusun dari korteks pada bagian luar
dan medula pada bagian dalam. Medula ovarium adalah area terdalam. Medula
mengandung pembuluh darah dan limfatik, serabut saraf, sel-sel otot polos, dan
sel-sel jaringan ikat. Korteks adalah lapisan stroma luar yang rapat. Korteks
mengandung folikel ovarian, yaitu unit fungsional pada ovarium (Sloane, 2003).
Proses folikulogenesis terjadi di dalam kotreks ovarium (Gambar 2.2).
Folikulogenesis dapat juga disebut sebagai suatu proses untuk mencapai suatu
tingkatan kelangsungan kehidupan tingkat lanjut yang ditandai dengan proliferasi

sel-sel Proses ini terdiri dari empat tingkatan perkembangan utama yaitu
pengambilan folikel dominan, perkembangan folikel preantral, penyeleksian dan
pertumbuhan folikel Graaf, dan atresia folikel (Anwar, 2005).

Gambar 2.2. Proses folikulogenesis dan ovulasi di ovarium (Anwar, 2005).

9

2.5 Penyakit Kanker
Kanker adalah salah satu jenis penyakit dimana sekelompok sel tumbuh tidak
terkendali membelah melebihi normal, menyusup ke dalam jaringan sekitarnya
dan merusak jaringan tersebut, dan kadang-kadang menyebar (metastatis) ke
berbagai bagian tubuh melalui cairan limfe dan darah. Berdasarkan hal tersebut
maka kanker dibedakan menjadi dua kelompok yaitu benigna (tidak menyebar dan
metastatis (menyebar). Hampir semua kanker menimbulkan pembengkakan
(tumor). Kecuali leukimia yang tidak ada pembengkakan ilmu yang mempelajari
mengenai kanker dinamakan oncology (Darmono, 2012).
Penyakit kanker disebabkan oleh faktor-faktor ekstrinsik yaitu semua
karsinogen yang berada di lingkungan (Karsinogen kimia, radiasi, dan virus) dan
faktor-faktor yang mengubah kondisi kesehatan seseorang (misalnya ketidakseimbangan hormonal dan kekurangan zat tertentu dalam makanan). Faktor

genetic dan faktor psikogenik juga mempunyai peranan yang penting dalam
menentukan kemungkinan seseorang untuk menderita kanker. Beberapa kanker
mempunyai satu faktor yang dominan sebagai penyebabnya. Pertumbuhan kanker
dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi
(Kartawiguna, 2001).

2.5.1. Mekanisme Molekuler Pembentuk Sel Kanker
Sel kanker terbentuk dari sel normal yang mengalami transformasi menjadi ganas,
karena adanya mutasi spontan atau induksi karsinogen. Sel normal yang
mengalami transformasi menjadi ganas oleh karsinogen memerlukan inisiasi dan
promosi. Inisiasi dan promosi itu dapat dilakukan oleh karsinogen yang berbeda.
Dari adanya kontak dengan karsinogen sampai timbulnya sel kanker memerlukan
waktu induksi yang cukup lama. Waktu induksi diperkirakan terjadi antara 15-30
tahun. Fase perumbuhan kanker dapat dibedakan menjadi 4 periode, yaitu: fase
induksi, fase in situ, fase invasif, dan fase diseminasi dengan waktu yang berbedabeda (Sukardja, 2000).
Siklus pembelahan sel pada dasarnya dibagi dalam dua fase, yaitu 1) fase
mitosis (M) dan 2) fase interval (antara akhir mitosis dan awal mitosis yang
disebut sebagai interfase). Penggandaan DNA terjadi pada interfase yang disebut

10

sebagai fase S (sintesis), sedangkan penggandaan sel terjadi pada fase M
(mitosis). Gap/jeda antara akhir fase S dengan awal fase M disebut fase G-2.
Sehingga siklus sel dikenal ada empat fase, yaitu fase M, G-1, S dan G-2
(Sudiana, 2008).
Pada umumnya, kanker timbul karena paparan terhadap suatu karsinogen
secara berkali-kali dan aditif pada dosis tertentu, tetapi pada keadaan tertentu
dapat juga timbul dari dosis tunggal karsinogen, dari penyelidikan epidemiologis
dan laboratoris didapatkan bahwa diet (misalnya banyak lemak, kurang serat
dalam makanan) mempunyai peranan sebesar 35-50% untuk timbulnya kanker
pada saluran pencernaan, payu dara, endometrium dan ovarium. Lemak adalah
promotor untuk kanker payudara, kolon, endometrium, serviks, ovarium,prostat
dan kandung empedu. Pada kanker payudara, endometrium dan ovarium karena
lemak menaikkan kadar estrogen. Hasil penyelidikan epidemiologis dan
percobaan binatang tidak konsisten mengenai diet yang lebih banyak lemak tidak
jenuh gandanya dari lemak jenuh gandanya dapat menaikkan risiko terkena
kanker (Kartawiguna, 2001).
Apoptosis merupakan proses bertingkat yang diregulasi dengan ketat,
ditandai dengan penyusutan sel, kondensasi kromatin, serta fragmentasi sel dan
inti. Apoptosis juga sering disebut dengan programmed cell death, yang
berlangsung terus selama proses kehidupan dengan maksud untuk menjaga
homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan kematian sel.
Peranan protein c-myc didalam proses apoptosis dapat dilihat pada Gambar 2.3:

Gambar 2.3. C-myc bekerja sama dengan p53 dalam menghambat ekspresi dari
gen- gen pertumbuhan (Hoffman dan Liebermann, 2008).

11

Apoptosis dimediasi oleh dua jalur apoptosis utama yaitu jalur ekstrinsik
dan instrinsik. Jalur aktivasi yang diinduksi, masing-masing jalur tersebut
menimbulkan aktivasi protease selektif yang disebut kaspase. Kaspase dikenal
sebagai eksekutor apoptosis, merupakan sistein protease selektif yang mengontrol
semua tahap apoptosis. Jalur ekstrinsik dikenal sebagai death receptor pathway
dan jalur intrinsik sebagai mitochondrial pathway. Baik jalur ekstrinsik dan
intrinsik diaktifkan oleh tumor suppressor protein p53 (Miettinen, 2009).
Untuk menjamin bahwa DNA berduplikasi dengan akurat dan pemisahan
dari kromosom terjadi dengan benar, maka siklus sel melakukan mekanisme
checkpoint. Checkpoint bertugas mendeteksi kerusakan atau penyimpangan yang
terjadi pada DNA. Apabila terdapat kerusakan DNA, checkpoint akan memacu
cell cycle arrest sementara untuk melakukan perbaikan DNA atau cell cycle arrest
permanen sehingga sel memasuki fase senescent. Bila mekanisme cell cycle arrest
tidak cukup menjamin DNA yang rusak diperbaiki, maka sel akan dieliminasi
dengan cara apoptosis (Siu et al., 1999).

2.6 Metode Imunohistokimia
Imunohistokimia diartikan sebagai suatu metode penentuan keberadaan
antigen dalam jaringan atau sel menggunakan reaksi antigen-antibodi. Metode ini
diawali dengan prosedur histoteknik yaitu prosedur pembuatan preparat irisan
jaringan (histologi), kemudian diamati dibawah mikroskop. Irisan jaringan yang
didapat kemudian memasuki prosedur imunohistokimia. Prinsip dari teknik
imunohistokimia adalah adanya ikatan antigen-antibodi yang digunakan untuk
mendeteksi suatu molekul dalam jaringan. Interaksi antigen-antibodi adalah reaksi
yang tidak kasat mata. Oleh karena itu, diperlukan visualisasi pada ikatan tersebut
dengan cara melabel antibodi yang digunakan dengan enzim atau flourokrom.
Enzim yang digunakan selanjutnya direaksikan dengan penambahan substrat
kromogen yang reaksinya memunculkan warna pada jaringan, sehingga jaringan
dapat diamati dengan mikroskop (Fatchiyah dkk, 2011).