Terjemahan Metafora Pada Novel The Fault In Our Stars Dalam Bahasa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan
kembali isi suatu teks ke bahasa lain. Mengalihkan dan memindahkan makna serta memilih
padanan kata bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seorang penerjemah. Seorang penerjemah
harus mampu menggunakan strategi penerjemahan dalam mengalihkan dan memindahkan
makna serta memilih padanan kata dari Bahasa Sumber (BSu) ke dalam Bahasa Sasaran
(BSa). Sebelum menerjemahkan teks, penerjemah hendaklah mengetahui hasil terjemahan itu
untuk siapa (audience design) dan untuk tujuan apa (need analysis), sehingga penerjemah
dapat menentukan strategi penerjemahan yang paling tepat untuk dilakukan.
Dalam praktik penerjemahan, bahasa figuratif atau kiasan merupakan suatu tantangan
yang cenderung sulit bagi penerjemah dalam menerjemahkannya ke bahasa lain khususnya
menerjemahkan metafora. Metafora adalah suatu bentuk perluasan makna yang digunakan
saat berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Zen (2014), di dalam
berbahasa, metafora digunakan untuk membuat makna yang dihasilkan dari ujaran seseorang
dapat tersampaikan dengan singkat, padat serta berisi dan yang paling penting adalah dapat
dimengerti oleh mitra tutur sehingga tercipta kesan dan kepiawaian berbahasa seseorang.
Menurut Knowles dan Moon (2006:5), metafora adalah bahasa non-literal atau figuratif yang
mengungkapkan perbandingan antara dua hal secara implisit. Oleh karena itu, penerjemah

harus mengetahui dengan baik makna sebenarnya dari metafora BSu tersebut sebelum
menerjemahkannya ke dalam BSa.
Newmark (1998:104) menyatakan masalah penerjemahan yang paling sulit secara
khusus adalah penerjemahan metafora: …the most important particular problem is the

Universitas Sumatera Utara

translation of metaphor. Kesulitan menerjemahkan metafora pada hakikatnya berkaitan
dengan struktur metafora yang bervariatif dan unsur pembangunnya yang kompleks.
Newmark (1998:105) mendefinisikan metafora sebagai the figurative word used, which may
be one-word, or ‗extended‘ over any stretch of language from collocation to the whole text.
Berdasarkan pendapat Newmark, bahasa kiasan yang digunakan pada metafora dapat berupa
kata atau kata yang diperluas kepada bentuk bahasa dari kolokasi hingga ke seluruh teks.
Dilihat dari unsurnya, metafora dibentuk oleh komponen topik (topic), citra (image), dan titik
kesamaan (point of similarity). Namun ketiga komponen ini tidak selalu disebutkan secara
eksplisit. Kadang-kadang satu atau dua dari ketiga komponen itu bersifat implisit. Akibatnya,
metafora seperti ini hanya dapat dipahami setelah konteks internal ungkapan maupun konteks
situasional (eksternal) ungkapan tersebut terlebih dahulu dipahami. Kadang-kadang
komponen citra sebuah metafora tidak lazim dalam BSa, sehingga penerjemah harus
menemukan citra pengganti yang sepadan dan lazim dalam Bsa tersebut.

Selain itu, sebagai sebuah ungkapan bahasa, metafora sarat dengan nilai-nilai budaya
sehingga penerjemahannya hanya dapat dilakukan setelah nilai-nilai budaya yang terkait
dengan ungkapan tersebut dipahami. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penerjemahan
metafora telah memunculkan dua pandangan yang kontradiktif mengenai masalah apakah
metafora dapat diterjemahkan atau tidak. Dagut (1987: 25) memaparkan bahwa, di satu
pihak, tidak sedikit ahli penerjemahan, seperti Nida (1964), Vinay and Darbelnet (1958),
yang menganggap metafora tidak dapat diterjemahkan. Di pihak lain, beberapa tokoh, seperti
Kloepfer (1965 dalam Dagut, 1976) dan Reiss (1971 dalam Dagut, 1976), menganggap
bahwa metafora, sebagai suatu ungkapan lingusitis, metafora dapat diterjemahkan. Praktik
penerjemahan cenderung mendukung translatibilitas metafora. Hal ini dibuktikan oleh begitu
banyaknya puisi—yang mengandung berbagai ungkapan metaforis—karya penyair kenamaan
seperti Robert Frost, William Shakespeare, Langston Hughes, Pablo Neruda, Emily

Universitas Sumatera Utara

Dickinson dan Li Po berhasil diterjemahkan dengan baik ke dalam berbagai bahasa. Jadi,
meskipun sebagian metafora harus diterjemahkan secara ekstra hati-hati, sebagai salah satu
bentuk ekspresi linguistis, metafora tetap dapat diterjemahkan.
Jika penerjemah tidak dapat memahami makna metafora dalam teks sumber dan gagal
menganalisisnya dengan benar, maka akan terjadi kesalahpahaman. Tidak semua metafora

dapat diartikan dengan mudah. Jika metafora diterjemahkan secara harfiah, kata per kata
sering terjadi salah pengertian. Sebagai contoh He is a book worm. Jika kalimat tersebut
diterjemahkan secara harfiah menjadi Ia adalah cacing buku maka makna metafora yang
disampaikan tidak akurat. Oleh karena itu, penerjemah harus dapat menggunakan
penggambaran metaforik yang sepadan dalam bahasa Indonesia. Seperti He is a book worm
diterjemahkan menjadi ‗Ia adalah kutu buku‘ atau ‗orang yang suka sekali membaca‘. Dalam
masalah di atas, strategi penerjemahan yang dapat digunakan adalah menerjemahkan
metafora ke dalam metafora yang berbeda dengan bahasa sasaran atau dengan
menerjemahkan metafora menjadi ungkapan non metaforis (TSa berubah menjadi ungkapan
dengan makna harfiah). Strategi penerjemahan itu digunakan karena adanya pengaruh
perbedaan budaya antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
Metafora digunakan dalam segala bentuk komunikasi, seperti dalam percakapan
sehari-hari, artikel di surat kabar, iklan, puisi, novel dan lain sebagainya. Dalam sebuah
novel, penulis banyak menggunakan metafora agar cerita yang dihasilkan lebih imajinatif dan
menarik. Sebagai contoh dalam novel The Fault in Our Stars yang ditulis oleh Jhon Green
dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia oleh Inggrid Dwijani Nimpoen ditemukan banyak
penggunaan metafora. Contoh metafora yang terdapat dalam novel The Fault in Our Stars
adalah sebagai berikut:
Gus has taken to calling Caroline HULK SMASH, which resonates with the
doctors. (hlm. 101)


Universitas Sumatera Utara

Kalimat diatas diterjemahkan menjadi ―Gus mulai menjuluki Caroline MESIN
PENGHANCUR, dan ini diikuti oleh para dokter (hlm. 138).‖ Berdasarkan konteks cerita,
seorang tokoh bernama Caroline penderita kanker otak diberikan julukan sebagai HULK
SMASH karena penyakitnya telah mengubah dirinya menjadi seorang pemarah sehingga dia
dianggap dapat menghancurkan atau melukai orang-orang yang berada didekatnya. Strategi
yang digunakan untuk menerjemahkan HULK SMASH yaitu metafora BSu diterjemahkan
dalam bentuk metafora yang lain. Penerjemah menerjemahkan metafora HULK SMASH
dengan menggunakan citra yang lain menjadi MESIN PENGHANCUR karena apabila
metafora HULK SMASH diterjemahkan secara harfiah maka maknanya tidak akan dipahami
oleh penutur asli bahasa Indonesia. Terjemahan metafora ini dinilai akurat karena makna
metafora tersampaikan dengan baik dengan menngunakan istilah yang lebih mudah dipahami
dalam BSa. Contoh lainnya seperti:
I was veritably swimming in paralyzing and totally clinical depression, (hlm. 4)
Metafora di atas diterjemahkan menjadi metafora yang berbeda dengan BSu yaitu
―Aku jelas berkubang dalam depresi yang melumpuhkan dan benar-benar klinis (hlm. 10)‖.
Terjemahan metafora ini kurang akurat karena penerjemah seharusnya mempertahankan
bentuk metafora BSu sepanjang metafora tersebut dapat dipahami oleh penutur bahasa BSa.

Pengubahan citra verba swimming menjadi berkubang membawa dampak terhadap makna
metafora yang ingin disampaikan. Masalah makna dan bentuk metafora inilah yang menjadi
tantangan bagi penerjemah ketika ia harus menerjemahkan metafora agar maknanya
tersampaikan dengan baik dalam bahasa sasaran dan sedapat mungkin mempertahankan
bahasa kiasan yang terdapat pada metafora tersebut.
Menurut Pardede (2013), kesulitan dalam menerjemahkan metafora disebabkan oleh
tiga faktor utama. Pertama, metafora memiliki struktur yang variatif dan unsur pembangun
yang kompleks. Akibatnya, di samping prosedur dan konsep kesepadanan yang lazim

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam menerjemahkan ungkapan-ungkapan linguistik lainnya, penerjemahan
metafora memerlukan strategi khusus (Van den Broeck, 1981). Kedua, metafora sarat dengan
nilai-nilai budaya. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar memahami nilai-nilai
budaya yang terkait dengan metafora BSu secara mendalam dan melakukan pemetaan
konseptual agar dapat menentukan padanan yang berterima dalam BSa (Al-Hasnawi, 2007).
Ketiga, karena berbagai kerumitan yang ditemukan dalam penerjemahan metafora, hanya
sedikit jumlah pakar penerjemahan yang mau menggumuli persoalan tersebut (ProZ.com,
2008). Akibatnya, teori dan kajian tentang penerjemahan metafora yang tersedia relatif
terbatas. Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam permasalahan penerjemahan metafora di

atas, penelitian yang ekstensif perlu dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang penerjemahan metafora.
Peneliti tertarik untuk meneliti strategi yang digunakan dalam terjemahan metafora
pada novel The Fault in Our Stars dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, penelitian ini
juga fokus melihat kualitas terjemahan pada novel The Fault in Our Stars dari sisi keakuratan
terjemahannya karena menurut asumsi peneliti suatu novel terjemahan yang sudah diterbitkan
tidak menjadi jaminan bahwa makna metafora sudah disampaikan secara akurat dalam BSa.
Apabila metafora pada novel BSu tersebut tidak diterjemahkan secara akurat ke BSa maka
dikhawatirkan makna metafora tersebut tidak tersampaikan.
Novel The Fault in Our Stars dipilih sebagai sumber data penelitian ini karena setelah
membaca novel tersebut peneliti menemukan banyak ungkapan metaforis yang layak untuk
dikaji dari segi penerjemahan. Selain itu, terdapat beberapa alasan tertentu dalam penentuan
novel The Fault in Our Stars sebagai sumber data antara lain: (1) Novel The Fault in Our
Stars merupakan novel yang menarik karena menceritakan kehidupan keluarga, persahabatan,
serta kisah cinta yang mengharukan, dan mampu memberikan motivasi khususnya bagi
penderita kanker. (2) Ketersediaan novel asli dan terjemahannya di pasar. (3) Kepopuleran

Universitas Sumatera Utara

novel tersebut karena tercatat menjadi novel yang Best seller (4) Jumlah serta ragam

penghargaan dan apresiasi positif yang diberikan pada novel tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Strategi penerjemahan apa sajakah yang digunakan dalam terjemahan metafora pada
novel The Fault in Our Stars?
2. Bagaimanakah tingkat keakuratan terjemahan metafora pada terjemahan novel
tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. mengidentifikasi strategi apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan metafora
pada The Fault in Our Stars dalam bahasa Indonesia.
2. mengevaluasi tingkat keakuratan terjemahan metafora pada novel tersebut.

1.4

Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu


kajian terjemahan yang tertuang dalam karya sastra sehingga bermanfaat bagi usaha
pengembangan teori-teori mengenai disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan teori linguistik
dan terjemahan dalam penggunaan dan penerjemahan metafora bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia.
2. Manfaat praktis

Universitas Sumatera Utara

a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai acuan dalam menerjemahkan
metafora dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia menjadi lebih baik
b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah hasil
penelitian dan pengetahuan tentang terjemahan metafora yang terdapat pada novel
The Fault in Our Stars ke dalam bahasa Indonesia.

1.5 Definisi Istilah
Istilah merupakan satu makna yang dapat diartikan dengan banyak pengertian, untuk
menghindari terjadikan kesalahan dalam mengartikan istilah yang ada, maka definisi dari
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan sebagai berikut.
1. Terjemahan adalah produk atau hasil yang disajikan oleh seorang penerjemah

melalui proses penerjemahan (Machali, 2009).
2. Penerjemahan adalah proses pengalihan makna TSu ke dalam TSa.
3. Bahasa Sumber (BSu) adalah bahasa teks asal yang diterjemahan. Dalam penelitian
ini bahasa sumber adalah bahasa Inggris
4. Bahasa Sasaran (BSa) adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan. Bahasa
Sasaran adalah bahasa Indonesia.
5. Teks Sumber (TSu) adalah teks asal yang diterjemahkan
6. Teks Sasaran (TSa) adalah teks yang menjadi tujuan penerjemahan.
7. Bahasa figuratif atau kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan
sehari-hari, penyimpangan dari bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan
penyimpangan susunan (rangkaian) kata-kata supaya memperoleh efek tertentu atau
makna khusus (Abrams,1981:63).
8. Metafora (Metaphor) ialah bahasa non-literal atau figuratif yang mengungkapkan
perbandingan antara dua hal secara implisit (Knowles and Moon, 2006:5)

Universitas Sumatera Utara

9. Metafora mati (Dead Metaphor) merupakan bagian dari konstruksi idiomatis dalam
leksikon sebuah bahasa. Ketika sebuah metafora mati digunakan, pendengar atau
pembaca tidak memikirkan makna literal kata-kata pembentuknya, tetapi langsung

memikirkan makna idiomatik ungkapan tersebut secara langsung.
10. Metafora hidup (Live metaphor) metafora yang dibentuk oleh penulis atau
pembicara pada saat dia ingin menjelaskan sesuatu yang kurang dikenal dengan
membandingkannya kepada sesuatu yang sudah dipahami.
11. Topik (topic) adalah benda atau hal yang dibicarakan.
12. Citra (image) adalah bagian metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk
mendeskripsikan topik dalam rangka perbandingan.
13. Titik kesamaan (the point of similiarity) adalah bagian yang memperlihatkan
persamaan antara topik dan citra.
14. Keakuratan (accuracy) adalah kesesuaian makna bahasa sumber dalam bahasa
sasaran.
15. Strategi penerjemahan merujuk kepada cara penerjemah dalam mengatasi
persoalan penerjemahan yang terkait dengan ketidaksepadanan (non-equivalence)
baik yang disebabkan oleh perbedaan sistem kebahasaan maupun oleh perbedaan
budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Universitas Sumatera Utara