Korelasi antara Jumlah Asupan Kalori dan Protein dengan Imbang Nitrogen pada Anak Sakit Kritis di Unit Rawatan Intensif Anak

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein dan asam amino
Protein membentuk komponen struktural utama dari semua sel dalam tubuh dan
berfungsi sebagai enzim dalam membran, alat transportasi dan hormon.Asam
amino berfungsi sebagai prekursor untuk asam nukleat, hormon peptida, vitamin,
substrat yang digunakan untuk glukoneogenesis di hati dan sebagai substrat
energi untuk enterosit dan sel-sel imun tubuh. Sebagian besar protein dalam
tubuh terdapat dalam otot rangka.8
Jaringan viseral mengandung jumlah yang relatif kecil yaitu sekitar 10%
dari total protein. Protein dari diet merupakan sumber energi dan memberikan
asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis protein serta nitrogen yang
mengandung molekul yang diperlukan untuk pemeliharaan dan pertumbuhan
jaringan, sebagai respon kekebalan tubuh dan untuk pemulihan dari cedera dan
penyakit.6 Asam amino dapat diklasifikasikan sebagai non-essensial, esensial dan
esensial kondisional berdasarkan kebutuhannya untuk disertakan dalam diet
seperti yang tercantum pada Tabel 1. Asam amino non-esensial adalah asam
amino yang dapat disintesis dalam tubuh, sedangkan asam amino esensial tidak
dapat disintesis oleh tubuh. Asam amino esensial kondisional dapat disintesis
endogen tetapi menjadi kekurangan ketika dalam keadaan patologis yang


Universitas Sumatera Utara

menganggu metabolisme protein dan asam amino dan sintesisnya tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme.8
Tabel 2.1. Klasifikasi asam amino8
Esensial

Non-esensial

Esensial kondisonal

Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Methionin
Fenilalanin
Threonin
Triptophan

Valin

Alanin
Asam aspartat
Asparagin
Asam glutamate
Serin

Arginin (neonatus, penyakit kritis)
Glutamin (penyakit kritis)
Sistein (prematuritas)
Glisin (neonatus)
Prolin (penyakit kritis)
Tirosin

Kualitas gizi protein tergantung pada komposisi asam aminonya, idealnya
sebanyak mungkin mendekati komposisi asam amino dari protein manusia.
Kurangnya ketersediaan bahkan satu saja asam amino esensial dapat membatasi
laju sintesis protein tubuh. Protein dalam tubuh manusia tidak memiliki bentuk
penyimpanan seperti glikogen dan lemak tetapi semuanya memiliki fungsi biologis.

Pemecahan protein bersih karena kelaparan atau penyakit akan mengakibatkan
penurunan fungsi tubuh.8,9
Konsumsi makanan yang mengandung protein menyebabkan protein
didenaturasi oleh asam lambung, sehingga protein akan dipecah oleh pepsin
menjadi peptida kecil. Protein dalam usus kecil terdenaturasi dan peptida yang
dihidrolisis oleh berbagai enzim pankreas, termasuk tripsin, kimotripsins, elastase,
dan karboksi peptidase. Campuran asam amino bebas dan peptida kecil dibawa
ke dalam sel mukosa selanjutnya mengalami proses hidrolisis intraseluler. Asam

Universitas Sumatera Utara

amino bebas disekresikan ke dalam sistem darah portal, atau dimetabolisme lagi
di dalam usus seperti yang dijelaskan pada gambar 1. Asam amino selanjutnya
diserap masuk ke dalam hati, sebagian kecil akan diambil dan digunakan oleh
tubuh. Proses ini dinamakan metabolisme splanknik. Asam amino yang diambil
dari lumen usus tidak semua mencapai sirkulasi sistemik. Seluruh sisa dari asam
amino yang melewati sirkulasi sistemik akan digunakan oleh tubuh.10

Gambar 2.1. Pencernaan dan penyerapan protein9


Kapasitas untuk mengintegrasikan protein dari diet ke dalam protein tubuh
adalah sekitar 90%. Kehilangan protein di dalam usus mencapai 25% dari
kerugian nitrogen, seperti pergantian sel usus dan sekresi musin dan enzim.
Protein dapat hilang melalui kulit, urin, dan rambut seperti yang dijelaskan pada
Gambar 2.10

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Metabolisme protein dan asam amino8

2.2 Metabolisme Protein dan Asam Amino Pada Keadaan Stres
Sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi stres metabolik, seperti penggunaan
asam amino untuk glukoneogenesis dan reaksi protein fase akut, peningkatan
pertukaran protein, serta regulasi penyesuaian oleh hormon katabolik. Prioritas
respon metabolik adalah menyediakan energi bagi otak dan jaringan yang terluka
untuk mempercepat penyembuhan dalam situasi stres.8,11 Manusia memiliki
cadangan glukosa yang terbatas dan tidak dapat mensintesis glukosa dari lemak,
sehingga dengan tidak adanya asupan glukosa maka glukosa disintesis dari asam
amino glukoneogenik, laktat, dan piruvat. Pada individu sehat yang mengalami
kelaparan, pemberian infus glukosa dapat menghambat glukoneogenesis tetapi

dalam keadaan stres, glukoneogenesis tidak terhambat dengan infus glukosa,
menunjukkan bahwa nitrogen dapat hilang melalui ureagenesis. Cadangan asam
amino esensial bebas sangat kecil, dengan sebagian besar asam amino

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan dari proteolisis yang terjadi terutama dalam otot. Pada pasien sakit
kritis, berbanding lurus dengan tingkat keparahan penyakit, peningkatan sitokin
inflamasi, glukokortikoid, dan stres oksidatif memperkuat efek hormon katabolik,
dan berkontribusi terhadap resistensi insulin dan pengecilan otot. Resistensi
insulin sering terjadi pada pasien sakit kritis, sehingga memberikan kontribusi
untuk terjadinya katabolisme protein otot dan glukoneogenesis hati.11
Pada pasien sakit kritis juga terjadi peningkatan oksidasi asam amino
esensial yang dihasilkan dari pemecahan protein, khususnya asam amino rantai
cabang, sementara fraksi lain dilepaskan ke dalam darah dan dengan cepat
dibersihkan oleh organ-organ seperti hati.8,11 Secara umum, arus perpindahan
asam amino dari otot ke hati dikendalikan oleh hormon. Kortisol mempercepat
proses proteolisis otot dan pelepasan asam amino, sedangkan glukagon
mempercepat penyerapan asam amino oleh hati dan digunakan dalam
glukoneogenesis. Dalam hati terjadi peningkatan besar dalam penyerapan asam

amino untuk glukoneogenesis dan sintesis protein, termasuk sintesis protein fase
akut. Beberapa asam amino juga diambil secara selektif oleh jaringan lain untuk
tujuan tertentu, misalnya glutamin diambil oleh ginjal untuk mempertahankan
ammoniagenesis dan mengatasi asidosis, oleh fibroblas dan enterosit untuk
penyembuhan, dan oleh sel-sel kekebalan untuk replikasi dan tindakan.11
Selama proses ini dapat beradaptasi, kadar asam amino plasma tetap
stabil dan seimbang. Namun, ketika respon stres menjadi terlalu intens dan
berlanjut terlalu lama, keseimbangan asam amino dalam plasma terganggu,

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan kadar asam amino menjadi tidak normal. Secara khusus,
konsentrasi glutamin plasma tidak dihubungkan dengan hasil yang baik pada
pasien sakit kritis.11
Pada kondisi stres terjadi berbagai perubahan dalam metabolisme protein
yang tercermin oleh peningkatan pertukaran protein seluruh tubuh, peningkatan
oksidasi asam amino dan kehilangan nitrogen. Karena semua protein dalam tubuh
memiliki fungsi tertentu, maka tidak dapat dianggap sebagai bentuk penyimpanan
asam amino, yang menyebabkan pentingnya sumber eksogen protein atau asam
amino dari dukungan nutrisi.11,12

2.2.1. Metabolisme Protein Otot
Protein otot berada dalam keadaan pertukaran yang konstan dan keseimbangan
antara tingkat pemecahan protein dan sintesis menentukan apakah ada kelebihan
protein (anabolisme) atau kekurangan protein (katabolisme).8,12Pada keadaan luka
bakar, trauma berat dengan sepsis, atau trauma kepala mengakibatkan hilangnya
massa otot dikarenakan meningkatnya laju pemecahan protein. Meningkatnya
pelepasan asam amino dari pemecahan protein memberikan stimulus untuk
mempercepat sintesis protein otot. Sintesis protein tidak dapat mengimbangi laju
pemecahan protein otot yang meningkat meskipun laju sintesis protein bervariasi
pada setiap individu.11
Hilangnya massa otot dalam keadaan stres karena proses katabolik ini
dapat dihindari hanya jika penyerapan asam amino dari darah meningkat baik
melalui infus intravena atau pencernaan protein, peptida atau asam amino yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan secara enteral. Sumber-sumber asam amino ini dapat memicu sintesis
protein untuk mengimbangi pemecahan protein dan oksidasi asam amino yang
meningkat.11
2.2.2. Metabolisme Protein Splanknik

Organ splanknik terutama hati dan usus memainkan peran penting dalam
metabolisme protein dan asam amino meskipun hanya berisi 10% dari total
protein tubuh. Setelah protein dari diet dicerna, organ splanknik memecah asam
amino esensial dan non esensial untuk kebutuhannya sendiri sehingga
mengurangi persediaan asam amino untuk sirkulasi sistemik.Sebagian besar
asam amino ini digunakan untuk sintesis mukosa dan protein sekretori, sintesis
asam amino lain seperti sitrulin, arginin dan prolin tetapi asam amino juga
digunakan sebagai substrat energi dengan oksidasi yang ireversibel bersamaan
dengan karbondioksida (CO 2 ), urea dan amonia.8
Pada keadaan penyakit kritis penyerapan hati terhadap asam amino,
sintesis protein dan glukoneogenesis di hati akan meningkat. Sintesis protein hati
meningkat karena adanya peningkatan sintesis protein fase akut yang disebabkan
oleh sitokin proinflamasi.Protein fase akut adalah protein dengan berbagai fungsi
imunologi, transportasi dan hemostatik.Peningkatan sintesis protein ini tidak
sesuai dengan perubahan konsentrasi plasma.Misalnya, sintesis albumin
meningkat sedangkan konsentrasi plasma menurun pada sepsis. Peningkatan
sintesis hepatik fase akut sebagai penyebab utama meningkatnya seluruh sintesis
protein tubuh selama sakit kritis.8

Universitas Sumatera Utara


2.3 Metode Evaluasi Metabolisme Protein dan Asam Amino
2.3.1. Metode Antropometri
Pengukuran berat badan, lingkar lengan atas dan ketebalan lipatan kulit secara
teoritis dapat digunakan untuk mendeteksi penurunan berat badan dan hilangnya
massa otot tetapi memiliki keterbatasan dikarenakan retensi cairan dan edema
yang umumnya pada anak-anak yang sakit kritis. Pengukuran akurat dari berat
badan sering tidak mungkin dilakukan selama anak tidak dalam keadaan stabil.
Metode ini mungkin tidak efektif dalam menilai perubahan metabolisme protein.4,8
2.3.2. Parameter Biokimia
Konsentrasi beberapa protein plasma pada keadaan malnutrisi akan menurun,
terutama protein yang disintesis di hati seperti albumin, transferin, prealbumin, dan
retinol-binding protein. Dengan langkah-langkah dukungan nutrisi, konsentrasi
plasma protein ini kembali ke tingkat normal mencerminkan peningkatan sintesis
protein oleh hati dari asupan nutrisi. Oleh karena itu kadar protein plasma ini
sering digunakan untuk memantau tingkat keparahan kekurangan gizi dan efikasi
intervensi gizi. Namun waktu paruh plasma dari protein ini terlalu panjang,
mencapai 20 hari pada albumin untuk digunakan dalam mengevaluasi efek jangka
pendek intervensi gizi pada anak-anak yang sakit kritis.8,13 Konsentrasi plasma
protein ini selama sakit kritis juga sangat dipengaruhi oleh proses penyakit,

misalnya hipoalbuminemia adalah fenomena yang sangat umum selama sakit
kritis, karena redistribusi ke ruang interstitial, sehingga tidak dapat digunakan
sebagai ukuran penyakit terkait gizi buruk. Kadar transferrin plasma dan

Universitas Sumatera Utara

prealbumin dipengaruhi oleh tingkat keparahan inflamasi dan karena itu juga tidak
berguna untuk evaluasi intervensi gizi pada anak-anak yang sakit kritis.4,8
Kadar plasma dari Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) menunjukkan
hubungan yang kuat dengan status gizi dan juga telah digunakan untuk memantau
respon terhadap dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi.Namun dalam suatu
studi pada anak-anak yang sakit kritis kecukupan makan tidak mempengaruhi
normalisasi IGF-1. Nilai kadar plasma dari IGF-1 untuk memantau intervensi gizi
pada anak-anak yang sakit kritis perlu penelitian lebih lanjut. Karena metabolisme
protein dan asam amino pada anak sehat dan sakit kritis selama ini sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi anabolik plasma seperti insulin dan Human Growth
Hormone (HGH) dan hormon katabolik seperti glukagon, katekolamin dan kortisol.
Penilaian kadar hormon ini dapat memberikan informasi tentang mekanisme
perubahan metabolisme. Hal ini juga berlaku untuk kadar mediator inflamasi yang
telah terbukti memainkan peran dalam protein dan metabolisme asam amino

(TNF-α, IL-1, IL-6).8,13
2.3.3. Kesimbangan Nitrogen
Keseimbangan nitrogen merupakan metode yang tampaknya sederhana, yaitu
dengan mengukur asupan dan ekskresi nitrogen dan selisihnya merupakan jumlah
yang ditahan atau hilang oleh tubuh. Pengukuran kehilangan nitrogen dilakukan
dengan mengumpulkan sampel urin selama 24 jam. Namun hal ini kurang
representatif karena hasil terbaik agar dapat menghitung kebutuhan protein mutlak
hanya dapat diperoleh ketika semua asupan dan ekskresi (urin, feses, keringat,

Universitas Sumatera Utara

darah, air mata, air liur dll) diukur dan dinilai kandungan nitrogennya. Asupan
nitrogen dapat diukur secara akurat pada pasien yang diberikan total enteral dan
parenteral nutrisi, sedangkan penilaian asupan protein pada diet oral sangat sulit
dilakukan pada praktek klinis. Selain itu pemberian intravena produk darah
mengandung

protein

untuk

pasien

sakit

kritis

mengacaukan

penilaian

keseimbangan nitrogen. Namun demikian, pengukuran kehilangan nitrogen urin
dan perhitungan keseimbangan nitrogen tetap penanda yang paling umum
digunakan untuk menilai pertambahan atau kerugian protein pada pasien rawatan
intensif.4,8,11
2.3.4. Metode Pelacak Isotop Stabil
Cara terbaik untuk menilai perubahan protein dan metabolisme asam amino
adalah melalui penggunaan metode pelacak isotop stabil.Metode ini dapat
mengevaluasi tingkat pertukaran protein, sintesis, pemecahan dan keseimbangan
protein dan mengevaluasi perubahan pergerakan protein pasca intervensi nutrisi.
Isotop stabil merupakan elemen alami nonradioaktif dengan massa yang lebih
besar karena adanya sejumlah besar neutron dalam inti (misalnya 13C, 15N, 2H dan
18

O). Isotop stabil tidak memiliki efek samping dalam jumlah kecil dan karena itu

dapat digunakan secara aman untuk studi metabolisme bayi, anak-anak dan
orang dewasa baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Metode pelacak isotop
stabil manggunakan prinsip pengenceran isotop: asam amino berlabel isotop
diberikan secara intravena atau oral dan diukur konsentrasi plasmanya dalam
bentuk prekursor atau dalam bentuk produk akhir metabolisme protein misalnya

Universitas Sumatera Utara

urea atau amonia diikuti menggunakan spektrometri. Metode pelacak yang paling
sering digunakan memanfaatkan [15N]glisin, L- [1-13C] leusin atau L- [2H 5 ]
fenilalanin.4,8
2.4 Imbang Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu komponen utama tubuh yang dibutuhkan untuk
sintesis protein jaringan dan produksi dari beberapa senyawa nitrogen yang
terlibat dalam fungsi lain di tubuh ((hormon, mediator imun, neurotransmitter,
antioxidan, dll). Sebab itu, kandungan nitrogen tubuh sebaiknya normal secara
kuantitatif maupun kualitatif untuk mempertahankan fungsi tubuh yang normal.8,14
Imbang nitrogen merupakan selisih antara asupan nitrogen yang terkandung
dalam diet dan eksresinya. Karena nitrogen kandingan dominannya adalah
protein, istilah ini digunakan untuk kesimbangan protein dan asam amino.11,14
Ekskresi dan/atau kehilangan nitrogen dapat terjadi melalui beberapa rute. Eksresi
terbanyak adalah melalui urin sebagai urea yaitu 70 sampai 90 % dari ekskresi
nitrogen urin. Dan sebagai non urea diantaranya amonia, asam urat, kreatinin,
nitrat, asam amino dan lain-lain sebanyak 2 gram/hari. Ekskresi melalui feses dan
rute lain juga biasanya cukup konstan dan lebih rendah sebagai nilai absolut.
Selain dari asupan diet, laju ekskresi nitrogen ini juga dipengaruhi oleh fungsi
ginjal, status hidrasi dan keadaan anabolik/katabolik dari pasien.14
Idealnya, pengukuran imbang nitrogen ini dikalkukan selama beberapa hari
dengan pemberian protein diet yang konstan. Asupan nitrogen dapat diestimasi

Universitas Sumatera Utara

denganmembagi

asupan

protein

dalam

gram

dengan

6,25.

Eksresi

nitrogenmelalui feses dan kulit dapat diperkirakan 2 gram/hari.6,15
Selisih nitrogen = (Asupan protein / 6,25) – (N Urea Urin – 2)

2.5 Kebutuhan Protein Pada Anak Sakit Kritis
Penyediaan karbohidrat dari diet saja tidak efektif dalam mengurangi produksi
glukosa endogen melalui glukoneogenesis dalam keadaan stres metabolik. Oleh
karena itu, tanpa eliminasi pemicu katabolisme ini, dapat terjadi kerusakan
progresif massa otot dari organ penting seperti diafragma dan otot interkostal yang
dapat menyebabkan gangguan pernapasan, dan juga otot jantung. Jumlah protein
yang dibutuhkan pada anak sakit kritis lebih tinggi dibandingkan dengan anak
sehat. Bayi menunjukkan degradasi protein 25% lebih tinggi setelah operasi,
100% pada keadaan yang memerlukan alat bantu nafas, dan peningkatan 100%
dalam ekskresi nitrogen urin pada sepsis bakterial.16 Studi di Indonesia
melaporkan terjadi underfeeding protein pada 86,7% pada pasien di unit rawatan
intensif anak di RSCM dimana pemberian protein kurang dari 90% kebutuhan. 17
Jumlah protein yang direkomendasikan untuk neonatus sakit kritis dan
anak-anak didasarkan pada data yang terbatas.Beberapa keadaan stres berat,
seperti luka bakar yang signifikan, mungkin memerlukan suplemen protein
tambahan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Pemberian protein yang
berlebihan harus dihindari karena toksisitas telah dilaporkan, khususnya pada
anak dengan fungsi ginjal dan hati yang menurun. Studi menggunakan protein

Universitas Sumatera Utara

tinggi 4 hingga 6 gram /kilogram berat badan / hari dikaitkan dengan efek samping
seperti azotemia, asidosis metabolik, dan kelainan perkembangan neurologis.
Perkiraan kebutuhan protein untuk anak sakit kritis dari berbagai kelompok umur
adalah sebagai berikut: 0 sampai 2 tahun dengan 2 hingga 3 gram /kilogram berat
badan/hari; usia 2-13 tahun membutuhkan 1.5 hingga 2 gram /kilogram berat
badan/hari; dan usia 13 sampai 18 tahun membutuhkan 1.5 gram /kilogram berat
badan/ hari.18 Jumlah masukan protein yang dibutuhkan untuk menjaga
keseimbangan nitrogen pada pasien kritis bervariasi tergantung pada keadaan
stres, tingkat respon inflamasi, dan status fungsi organ.19
Studi di Yunani yang memberikan diet enteral dengan protein tinggi (2.1-3.5
gram /kilogram berat badan/ hari) pada 71 sampel dengan rerata usia 71 bulan,
dilaporkan menghasilkan keseimbangan nitrogen positif pada hari ke 5 pada 44
pasien dan lebih banyak pada anak dengan luka bakar dibandingkan dengan
sepsis.6 Keseimbangan nitrogen positif berhubungan dengan luaran perawatan
intensif yang lebih baik. Setiap kenaikan keseimbangan nitrogen1gram/hari
probabilitas kelangsungan hidup akan meningkat sampai 21%.20
Dosis optimal untuk protein dan asam amino pada anak dengan gagal
ginjal dan hati baik akut maupun kronik belum diketahui. Rekomendasi terbaru
menyarankan pasien dengan gagal hati dan sirosis tidak memerlukan restriksi
protein dan dapat diberikan dosis asam amino atau protein 1.2 hingga1.5
gram/kilogram berat badan/hari karena tingginya laju pemecahan protein.21 Dosis
protein yang disarankan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang diterapi

Universitas Sumatera Utara

hemodialisis atau peritoneal dialisis antara 1.2 sampai 1.5 gram /kilogram berat
badan/ hari, pasien dengan gagal ginjal akut dengan katabolisme ringan yaitu 0.6
sampai 1.0 gram /kilogram berat badan/ hari. Pasien yang mendapat terapi dialisis
dengan katabolisme sedang membutuhkan 1.0 sampai 1.5 gram /kilogram berat
badan/ hari, dan maksimal 1.7 gram /kilogram berat badan/ hari pada pasien
dengan terapi pengganti ginjal berkelanjutan dengan katabolisme berat.22
Pemberian asam amino spesifik juga perlu dipikirkan pada anak sakit kritis,
karena terdapat perbedaan komposisi protein otot dan protein fase akut, maka
memungkinkan jika pemberian asam amino yang komposisinya mirip dengan
protein fase akut akan mengurangi kebutuhan asam amino endogen.23 Sebuah
studi di Amerika melaporkan bahwa asam amino yang diperlukan untuk
memelihara sistem imun pada kondisi optimal adalah glutamin, arginin, aspartat
untuk proliferasi dan fungsi limfosit, dan sistein, glutamin dan glisin untuk sintesis
glutatione.24
Glutamin merupakan asam amino yang banyak terdapat dalam plasma,
tetapi kadarnya menurun selama penyakit kritis.Pemberian glutamin pada
keadaan kritis dapat menberikan manfaat terhadap saluran pencernaan, fungsi
metabolik, daya tahan antioksidan, dan sistem imun.25 Pemberian glutamine
memberikan hasil yang baik pada pasien dewasa.26 Pada anak, hasil studi
bervariasi. Suplementasi glutamin tidak memberikan hasil yang baik pada bayi
berat lahir sangat rendah, dan pada anak yang menjalani operasi saluran cerna.2729

Studi terhadap anak luka bakar yang diberikan suplementasi glutamin enteral,

Universitas Sumatera Utara

dan kontrol isonitrogen, tidak memperbaiki pertambahan protein dalam 48 jam.30
Dosis optimal glutamin intravena dan enteral adalah 0.3 sampai 0.5 gram/kilogram
berat badan/hari.25
Arginin adalah asam amino lain yang sangat diperlukan selama keadaan
stres serta memainkan peran penting dalam regulasi aliran darah, fungsi
kekebalan tubuh, sintesis protein dan perbaikan jaringan.31 Kadar arginin plasma
pada pasien anak yang sakit kritis berbanding terbalik dengan respon inflamasi
yang diukur dengan C-Reaktif Protein.32 Anak sakit kritis dengan luka bakar berat
dan sepsis menunjukkan degradasi dan oksidasi arginin tanpa peningkatan
sistesis arginin.33,34 Suatu studi uji coba terkontrol secara acak di Chili meneliti
efek pemberian arginin enteral pada 28 anak dengan luka bakar. Arginin
meningkatkan limfoproliferatif tetapi tidak mengubah konsentrasi arginin plasma,
sitokin inflamasi, transpor protein, atau glukosa. Penelitian yang lebih besar
diperlukan untuk menentukan apakah suplementasi arginin mempengaruhi hasil
klinis pada anak sakit kritis. 35
Pemberian asam amino rantai cabang yaitu leusin, isoleusin dan valin
dikatakan memberikan manfaat pada pasien sakit kritis berkaitan dengan
kemampuannya dalam stimulasi pembentukan protein, tetapi suatu

tinjauan

sistematis menunjukkan bahwa hanya leusin yang bermanfaat secara klinis.36

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka konseptual

Sakit kritis

Respon Stress

Aktivitas
Jenis kelamin

Metode
Pemberian
Nutrisi

Oral

Usia

Enteral

Status Gizi

Parenteral

Metabolisme
Protein

Asupan protein
dan kalori

Nitrogen Urea
Urin

Imbang Nitrogen

Keterangan
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.3 Kerangka konseptual

Universitas Sumatera Utara

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat cross sectional untuk mencari korelasi jumlah asupan kalori
dan protein dengan imbang nitrogen pada anak sakit kritis.

3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Unit Perawatan Intensif Anak RSUP H. Adam Malik
Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai April sampai Mei
2016.

3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target pada penelitian ini adalah anak yang mengalami sakit kritis.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak yang dirawat di Unit Perawatan
Intensif Anak RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan April sampai Mei 2016.
Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara consecutive sampling.

3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus korelasi untuk satu
populasi,yaitu: 37

Universitas Sumatera Utara

2

Zα+ Z ß
0,5 ln 1+ r
1- r

n=

+3

n

= besar sampel



= Nilai deviat baku normal pada α 5 % = 1.96



= Nilai deviat baku normal pada ß 20% = 1.282

r

= 0,38.6

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat sampel sebanyak 32 orang,
diambil secara konsekutif.
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.6.1. Kriteria Inklusi
a. Anak berusia 1 bulan sampai 18 tahun
b. Menerima asupan nutrisi parenteral dan/atau enteral dalam bentuk susu
formula
3.6.2. Kriteria Eksklusi
a. Mengalami gangguan fungsi hati
b. Mengalami gangguan fungsi ginjal
c. Menolak berpartisipasi dalam penelitian
d. Mendapatkan asupan enteral selain susu formula

Universitas Sumatera Utara

3.7. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed consent)
Semua sampel penelitian diminta persetujuan dari orang tua atau perwakilan
orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu dan naskah penjelasan
kepada orang tua terlampir dalam usulan penelitian ini.

3.8. Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam malik Medan.

3.9. Cara Kerja
1. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dimintai persetujuan dari
orang tua untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan dan
menandatangani lembar PSP.
2. Data sekunder diambil dari rekam medis pasien meliputi nama, usia dan jenis
kelamin dan status nutrisi.
3. Pengambilan data asupan kalori dan protein, melalui oral, enteral dan
parenteral diperoleh dari rekam medis pasien.
4. Data laboratorium yaitu pemeriksaan nitrogen urea urin (NUU), prosedurnya
dapat dilihat pada Lampiran 6. Urin pasien ditampung selama 24 jam
menggunakan selang kateter dan kantong urin yang telah terpasang.
Pemeriksaan laorarorium dilakukan di Laboratorium Prodia,
5. Dilakukan penghitungan imbang nitrogen sesuai rumus.

Universitas Sumatera Utara

3.10. Alur Penelitian
Pasien Unit Perawatan
Intensif Anak RSHAM

Pencatatan data sekunder
Penghitungan jumlah asupan protein selama 24 jam

Pengumpulan urin selama 24 jam

Pemeriksaan nitrogen urea urin

Penghitungan imbang nitrogen

Pencatatan dan analisa data

Gambar 3.1 Alur penelitian

3.11. Identifikasi Variabel
Variabel Bebas

Skala

Asupan protein

numerik

Asupan kalori

numerik

Variabel Tergantung

Skala

Imbang nitrogen

numerik

Universitas Sumatera Utara

3.12. Definisi Operasional
a. Anak sakit kritis : seluruh pasien unit perawatan intensif anak yang
membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat
menyebabkan kematian, dapat berupa bantuan mekanis (ventilasi mekanik,
hemodialisa, filtrasi atau alat bantu pompa jantung) dan atau bantuan
farmakologis (inotropik atau vasoaktif-inotropik).
b. Jumlah asupan protein : asupan protein yang diterima pasien baik melalui
oral, enteral maupun parenteral dalam 24 jam rawatan dalam gram.
c. Jumlah asupan kalori : persen jumlah kalori yang diberikan dibandingkan
kalori yang dibutuhkan pasien yang dihitung berdasarkan rumus Schofield.
Tabel 3.1. Perhitungan Kebutuhan BMR Berdasarkan Schofield
Jenis Kelamin
Laki-laki
0-3 tahun
3-10 tahun
10-18 tahun
Perempuan
0-3 tahun
3-10 tahun
10-18 tahun

Perkiraan REE per hari
(Kkal/hari)
(0,167 x BB) + (15,174 x TB) – 617,6
(19,59 x BB) + (1,303 x TB) + 414,9
(16,25 x BB) + (1,372 x TB) + 515,5
(16,252 x BB) + (10,232 x TB) – 413,5
(16,969 x BB) + 1,618 x TB) + 371,2
(8,365 x BB) + (4,65 x TB) + 200

c. Nitrogen urea urin (NUU) : ekskresi nitrogen urea sunyek pebelitian dalan
urin tamping 24 jam awal rawatan dalam gram.
d. Imbang nitrogen : selisih asupan dan ekskresi dalam 24 jam awal rawatan.
e. Gangguan fungsi ginjal : jika jumlah urin < 0,5 ml/kg berat badan/jam dalam
24 jam atau anuria dalam 12 jam.38

Universitas Sumatera Utara

f. Gangguan fungsi hati : iskemik hepatitis dengan indikator kadar serum
glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) > 1000 IU/L dan serum
glutamate piruvat trasnaminase (SGPT) > 1000 IU/L.39
g. Status gizi : status gizi diukur menurut BB/PB atau TB dengan grafik WHO
pada anak dengan umur ≤ 5 tahun dan menggunakan CDC 2000 pada anak
berumur > 5 sampai 18 tahun.
Tabel 3.2 Penentuan status gizi menurut kriteria WHO
Skor Z
Di atas 3
Di atas 2
2 sampai -2
Di bawah -2
Di bawah -3

BB terhadap PB/TB
Obese
Overweight
Normal
Malnutrisi sedang
Malnutrisi berat

Tabel 3.3 Penentuan status gizi menurut CDC 2000
BB/TB
> 120 %
110 – 120 %
90 – 110 %
70 – 90 %
< 70 %

BB terhadap PB/TB
Obese
Overweight
Normal
Malnutrisi sedang
Malnutrisi berat

3.13. Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menilai perbedaan rerata antar dua kelompok yang berdistribusi normal
digunakan T-independent test dan Anova, jika distribusi tidak normal, dianalisa
dengan Mann-Whitney dan Kruskall-Wallis. Untuk menilai korelasi asupan kalori
dan protein terhadap imbang nitrogen pada anak sakit kritis yang berskala
numerik dan numerik dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov lalu digunakan

Universitas Sumatera Utara

uji kolerasi Pearson dan Spearman menurut distribusi datanya. Data yang
terkumpul diolah dan dianalisis dengan interval kepercayaan 95% dan kemaknaan
P < 0.05.

Universitas Sumatera Utara