TUNJANGAN PROFESI KINERJA GURU. pdf

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENELITIAN MENGENAI PEMBERIAN TUNJANGAN PROFESI TERHADAP KINERJA GURU SD, SMP, SMU DAN SMK DI

KOTA MEDAN

Oleh Tim Peneliti Balitbang Kota Medan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOTA MEDAN

ABSTRAKSI

Program sertifikasi guru diharapkan pemerintah dapat mengatasi permasalahan kualitas pendidikan. Melalui program sertifikasi diharapkan kinerja guru akan meningkat. Tunjangan profesi pendidik (TPP) merupakan bentuk tunjangan yang diberikan kepada guru agar dapat meningkatkan kinerja profesinya. Setelah program sertifikasi guru dilakukan sejak tahun 2006 maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui pakah program tersebut dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pemberian tunjangan sertifikasi terhadap kinerja gurudan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan kinerjanya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SD, SMP dan SMA/SMK di Kota Medan yang sudah lulus program sertifikasi. Sampel penelitian sebanyak 283 orang guru yang diambil secara proporsional random sampling. Data dalam penelitian berupa kinerja guru. Data tersebut dikumpulkan melalui angket dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif dan uji t.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :

1. Analisis Data Untuk guru SD diperoleh hasil yang signifikan dengan nilai t hitung sebesar 7,314 pada signifikansi sebesar 0,000. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk guru SD berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru SD

2. Analisis Data kelompok guru SMP menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,267 pada signifikansi sebesar 0,001. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk SMP berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru SMP

3. Untuk kelompok SMA/SMK diperoleh hasil signifikan dengan tingkat t hitung 6,692 dan tingkat signifikansi 0,000. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk guru SMA/SMK berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru- guru SMA/SMK.

4. Secara keseluruhan diperoleh bahwa baik dari segi kualifikasi,pengembangan profesi dan pendukung profesi untuk SD, SMP dan SMA/SMK hasilnya adalah signifikan dengan tingkat t hitung 2,648 dan signifikansi sebesar 0,009. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi berpengaruh secara signifikan untuk peningkatan kinerja guru-guru di Kota Medan.

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Guru di kota Medan yang telah Disertifikasi.....………..

4 Tabel 2 Hasil Analisis Data Unsur A…………………………………….

29

30

Tabel 3 Hasil Analisis Data Unsur B……………………………………..

31

Tabel 4 Hasil Analisis Data Unsur C……………………………………..

Tabel 5 Hasil Analisis Korelasi Kinerja Guru Sebelum dan Sesudah Sertifikasi 32

Tabel 6 Hasil Analisis Data Sampel Total………………………………..

32 Tabel 7 Hasil Analisis Korelasi untuk kesepuluh Indikator Kinerja Guru…

33

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang, karena melalui proses pendidikan tersebut, manusia akan memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Melalui pendidikan, manusia akan mengalami beberapa perubahan setidaknya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, lebih mapan dalam kehidupan dan perubahan menuju peradaban yang lebih maju sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan lingkungan.

Pendidikan dipandang juga sebagai bentuk investasi bagi suatu bangsa. Melalui pendidikan kualitas sumber daya manusia terbangun setingkat dengan mutu pendidikan tersebut. Pembangunan dalam bidang pendidikan tidak boleh berhenti selama tujuan pendidikan belum tercapai seutuhnya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No

20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warganya. Hal ini tentunya memerlukan upaya terus menerus dan serius dari pemerintah.

Namun cita-cita mewujudkan pendidikan bermutu tersebut tidaklah mudah, pendidikan dihadapkan pada berbagai permasalahan. Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia seperti dinyatakan oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) PBB. Menurutnya, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Selain itu, hasil penelitian United Nations Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia (IPM), menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti. Bila dibandingkan dengan negara- negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam penentuan komposit Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia yang rendah.

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Mengingat bahwa salah satu aspek dari proses pendidikan adalah kegiatan pembelajaran yang tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi guru, sehingga dalam upaya membelajarkan siswa guru dituntut memiliki multi peran agar mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru dalam mengajar. Data Balitbang Depdiknas Tahun 2008, menunjukkan bahwa guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%, sedangkan guru SMP Negeri 54,12%, guru SMP Swasta 60,99%, guru SMA Negeri 65,29%, guru SMA Swasta 64,73%, dan untuk guru SMK Negeri 55,91 %, guru SMK Swasta 58,26 %. Data ini menunjukkan bahwa secara kualifikasi akademik yang mencakup tingkat pendidikan guru dan latar belakang pendidikan, ternyata masih terdapat permasalahan dan tentunya belum menguatkan pemberlakuan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen

Agar dapat mengajar secara lebih efektif, guru harus senantiasa meningkatkan kemampuan profesional serta mutu mengajarnya, dan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, guru harus mampu mendesain proses pembelajaran dengan baik, karenanya harus didesain perencanaan pembelajaran yang sistematis dan aplikatif. Seperti yang disampaikan oleh Majid (2007) bahwa “perencanaan pembelajaran yang sistematis dan aplikatif baru dapat diwujudkan manakala guru mempunyai sejumlah kompetensi”. Sedangkan sesuai PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, bahwa “Pendidik merupakan agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadiaan, profesional, dan sosial”. Pemenuhan persyaratan penguasaan keempat kompetensi tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sebagai bukti bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi, guru harus memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Uji kompetensi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua cara yaitu : 1) penilaian portofolio dan 2) melalui jalur pendidikan.

Arti pentingnya kinerja guru sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan. Karenanya, upaya peningkatan kinerja guru merupakan salah satu solusi guna mengatasi permasalahan rendahnya kualitas pendidikan. Sesuai dengan pendapat Liwes (1999: 54) yang menyatakan bahwa “Guru yang profesional merupakan salah satu jaminan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar yang lebih Arti pentingnya kinerja guru sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan. Karenanya, upaya peningkatan kinerja guru merupakan salah satu solusi guna mengatasi permasalahan rendahnya kualitas pendidikan. Sesuai dengan pendapat Liwes (1999: 54) yang menyatakan bahwa “Guru yang profesional merupakan salah satu jaminan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar yang lebih

Walaupun guru telah tersertifikasi, yang dapat diasumsikan mereka telah memiliki kecakapan kognitif, afektif, dan unjuk kerja yang memadai, namun sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan pendidikan kekinian, maka guru dituntut untuk terus menerus berupaya meningkatkan kompetensinya secara dinamis. Mantja (2002) menyatakan bahwa peningkatan kompetensi guru tidak hanya ditujukan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, namun yang lebih penting adalah kemampuan diri untuk terus menerus melakukan peningkatan kelayakan kompetensi. Sementara pendapat lain disampaikan oleh Sergiovanni (dalam Mantja, 2002) yang menegaskan bahwa teachers are expected to put their knowledge to work to demonstrate they can do the job. Finally, professional are expected to engage in a life long commitment to self improvement. Self improvement is the will-grow competency area . Pernyataan Sergiovanni tersebut memberikan petunjuk bahwa asumsi profesionalisme guru pasca sertifikasi seyogianya menjadi dasar bagi guru untuk terus menerus menata komitmen melakukan perbaikan diri dalam rangka meningkatkan kompetensi. Peningkatan kompetensi atas dorongan komitmen diri diharapkan akan mampu meningkatkan keefektifan kinerjanya. Komitmen untuk meningkatkan keefektifan kinerja sangat berkaitan dengan pencapaian tujuan program, yaitu program pembelajaran yang diharapkan mampu menghasilkan output dan outcome yang mencapai standar. Jika guru memiliki komitmen untuk mengembangkan kompetensi diri secara terus menerus, maka proses-proses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian program pembelajaran diyakini akan dapat dilakukan sesuai dengan tuntutan kekinian.

Penjelasan di atas mengindikasikan, bahwa komitmen diri dan strategi-strategi manajemen sangat dibutuhkan dalam rangka memfasilitasi guru meningkatkan profesionalismenya. Sinergi antara komitmen guru dan strategi manajemen akan melahirkan proses kolaborasi yang efektif untuk meningkatkan kompetensi.

Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas guru. Pemerintah telah melakukan uji kompetensi untuk menentukan guru yang professional. Uji kompetensi ini dikenal dengan sertifkasi guru. Pemerintah berharap melalui sertifikasi guru akan dapat meningkatkan kinerja mereka sehingga juga akan berdampak terhadap peningkatkan prestasi siswa.

Data yang dikumpulkan dari Panitia Sertifikasi Guru Sub Rayon UNIMED, diketahui bahwa jumlah guru yang sudah mengikuti uji kompetensi sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 seperti dipaparkan pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1 Jumlah Guru di Kota Medan yang Telah Disertifikasi Tahun 2006 s/d 2009

NO TINGKAT TAHUN

2 SLTP N

874 194 Sumber: Hasil Analisis Unit PLPG Unimed 2009. www.unimed.ac.id

3 SLTA N

Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik tersebut telah memperoleh tunjangan profesi. Dan tunjangan profesi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja mereka. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya kualitas pendidikan pasca dilakukannya program sertifikasi guru .

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak pemberian tunjangan profesi terhadap kinerja guru di Kota Medan ?.

2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi guru dalam meningkatkan kinerja ?.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dampak pemberian tunjangan sertifikasi terhadap kinerja guru di Kota Medan

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan kinerjanya.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi guru terutama berhubungan dengan peran dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar dan pendidik

2. Masukan bagi sekolah-sekolah yang bersangkutan dalam upaya meningkatkan kualitas kinerja guru dalam membentuk dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas

3. Masukan bagi instansi terkait sehubungan dengan masih adanya beberapa hambatan yang dihadapi guru dalam meningkatkan kualitas kinerjanya.

1.5. Kerangka Berfikir

Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi kualitas/mutu pendidikan, salah satu diantaranya adalah variabel pendidik (guru). Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya mutu guru ini berkaitan erat dengan rendahnya kesejahteraan guru. Seiring dengan kondisi ini pemerintah berupaya mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar profesioanal guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profeisonal guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman

mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan.

Guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik berhak pula mendapat tunjangan profesi. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya. Oleh karena itu setelah guru memperoleh tunjangan profesi kualitas/kinerja guru yang bersangkutan meningkat secara siginifikan yang selanjutnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Menurut Kunandar (2007: 79) sertifikasi guru adalah ”Proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi”. Dari pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Sementara itu, dalam UU No.14 tahun 2005 disebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikasi pendidik untuk guru dan dosen. Selanjutnya Pasal 1 ayat (12) menyatakan bahwa sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Ada dua alasan yang mendasar mengapa sertifikasi perlu dilakukan pada profesi guru. Pertama, meningkatkan kualitas guru dan kompetensi guru. Kedua, meningkatkan kesejahteraan dan jaminan finansial secara layak sebagai profesi. Adapun targetnya adalah terciptanya kualitas pendidikan.

Peningkatan kualifikasi dimaksudkan agar guru yang bersangkutan layak untuk menjadi guru yang profesional. Guru profesional merupakan syarat untuk menciptakan praktik pendidikan yang berkualitas. Guru yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti program sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik.

Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Kunandar (2007: 79) mengemukakan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk:

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan;

3. Meningkatkan martabat guru;

4. Meningkatkan profesionalitas guru. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru gencar dilakukan, sertifikasi guru adalah salah satunya. Program sertifikasi ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan profesionalisme guru. Adanya program sertifikasi guru menumbuhkan motivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya. Hal itu dapat dilihat dari maraknya 4. Meningkatkan profesionalitas guru. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru gencar dilakukan, sertifikasi guru adalah salah satunya. Program sertifikasi ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan profesionalisme guru. Adanya program sertifikasi guru menumbuhkan motivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya. Hal itu dapat dilihat dari maraknya

Sebelum program sertifikasi didengungkan pemerintah, sangat jarang guru yang mengikuti kegiatan tersebut di atas. Tetapi sekarang banyak guru yang semangat meneruskan jenjang pendidikan dengan mengikuti program penyetaraan. Dengan antusiasme melakukan kegiatan tersebut, seorang guru diharapkan akan menjadi guru yang lebih profesional. Karena dengan mengikuti program penyetaraan dan kegiatan ilmiah, guru dapat meningkatkan intelektualitas dalam mengajar anak didiknya.

Namun, uji sertifikasi hanyalah sekedar penyaringan. Setelah disaring, guru mempunyai tugas berat untuk mengemban amanat mengajar secara lebih demokratis, manusiawi, dan transformatif. Komitmen dan semangat guru dalam memfasilitatori peserta didik menjadi tantangan tersendiri bagi guru.

Setelah lulus sertifikasi, guru juga akan mendapat tunjangan profesi. Dengan mendapatkan tunjangan profesi, diharapkan kesejahteraan guru dapat naik dengan sendirinya. Namun kenyataannya, ada saja guru yang tidak menjunjung profesionalitas dalam mengajar. Hal ini tentu menjadi faktor penyebab tidak meningkatnya prestasi belajar siswa.

Permendiknas No. 10 Tahun 2009 tentang sertifikasi guru menyatakan bahwa sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi tersebut lebih dikenal dengan program sertifikasi guru. Uji kompetensi ini dilakukan untuk memperoleh sertifikat pendidik dan dilakukan dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen-komponen portofolio tersebut mencakup :

1. Kualifikasi akademik

2. Pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan peningkatan kompetensi

3. Pengalaman mengajar

4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

5. Penilaian dari atasan dan pengawas

6. Prestasi akademik

7. Karya pengembangan profesi

8. Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah

9. Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial

10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan Berikut ini akan dipaparkan setiap komponen dari sepuluh komponen tersebut di atas.

1. Kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan pada saat yang bersangkutan mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun non-gelar (D-IV), baik di dalam maupun di luar negeri. Khusus untuk perserta sertifikasi yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-IV sesuai Ketentuan Peralihan Pasal 66 PP 74 Tahun 2008, komponen kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan terakhir berupa ijazah atau sertifikat diploma.

2. Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti selama menjadi guru, kepala sekolah, dan setelah diangkat dalam jabatan pengawas dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan kompetensi selama melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Workshop/lokakarya yang sekurang-kurangnya dilaksanakan 8 jam dan menghasilkan karya dapat dikategorikan ke dalam komponen ini. Bukti fisik komponen pendidikan dan pelatihan ini berupa sertifikat atau piagam yang dikeluarkan oleh lembaga penyelenggara. Bukti fisik untuk workshop/lokakarya berupa sertifikat/piagam disertai hasil karya. Workshop/lokakarya tanpa melampirkan hasil karya (produk), meskipun pada sertifikat/piagam telah mencantumkan daftar materi dan alokasi waktu, tidak dapat dikategorikan ke dalam komponen pendidikan dan pelatihan (dimasukkan ke dalam keikutsertaan dalam forum ilmiah). Komponen pendidikan dan pelatihan hanya dinilai untuk kategori relevan (R) dan kurang relevan (KR), sedangkan yang tidak relevan (TR) tidak dinilai. Relevan apabila materi diklat secara langsung meningkatkan kompetensi supervisi akademik, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, kompetensi pedagogik dan kompetensi professional guru; kurang relevan apabila materi diklat mendukung kinerja professional guru dan/atau guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Tidak relevan apabila 2. Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti selama menjadi guru, kepala sekolah, dan setelah diangkat dalam jabatan pengawas dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan kompetensi selama melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Workshop/lokakarya yang sekurang-kurangnya dilaksanakan 8 jam dan menghasilkan karya dapat dikategorikan ke dalam komponen ini. Bukti fisik komponen pendidikan dan pelatihan ini berupa sertifikat atau piagam yang dikeluarkan oleh lembaga penyelenggara. Bukti fisik untuk workshop/lokakarya berupa sertifikat/piagam disertai hasil karya. Workshop/lokakarya tanpa melampirkan hasil karya (produk), meskipun pada sertifikat/piagam telah mencantumkan daftar materi dan alokasi waktu, tidak dapat dikategorikan ke dalam komponen pendidikan dan pelatihan (dimasukkan ke dalam keikutsertaan dalam forum ilmiah). Komponen pendidikan dan pelatihan hanya dinilai untuk kategori relevan (R) dan kurang relevan (KR), sedangkan yang tidak relevan (TR) tidak dinilai. Relevan apabila materi diklat secara langsung meningkatkan kompetensi supervisi akademik, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, kompetensi pedagogik dan kompetensi professional guru; kurang relevan apabila materi diklat mendukung kinerja professional guru dan/atau guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Tidak relevan apabila

3. Pengalaman mengajar adalah masa kerja sebagai guru, kepala sekolah, dan/atau dalam jabatan pengawas satuan pendidikan pada jenjang dan jenis pendidikan formal. Bukti fisik dari komponen pengalaman mengajar ini berupa surat keputusan, surat tugas, atau surat keterangan dari lembaga berwenang (pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan). Apabila bukti fisik berupa surat keterangan dari satuan pendidikan tempat dahulu bertugas maka harus dikuatkan dengan bukti pendukung, antara lain (membimbing siswa, membina ekstra kurikuler, dll.) pada saat guru yang bersangkutan bertugas di sekolah tersebut.

4. Perencanaan dan pelaksanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran bagi peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam jabatan pengawas berupa rencana program kepengawasan dan perencanaan pembelajaran. Rencana program kepengawasan terdiri atas (1) rencana kepengawasan akademik (RKA), dan (2) rencana kepengawasan manajerial (RKM). Kedua dokumen tersebut, yaitu RKA dan RKM sekurang-kurangnya memuat: aspek kepengawasan, tujuan kepengawasan, indikator keberhasilan, teknik kepengawasan, skenario kegiatan kepengawasan, penilaian dan instrument, dan rencana tindak lanjut. Bukti fisik rencana program kepengawasan berupa: tiga rencana kepengawasan akademik pada aspek yang berbeda, dan dua rencana kepengawasan manajerial pada aspek yang berbeda. Bukti fisik perencanaan pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP/RP/SP) hasil karya guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang bersangkutan sebanyak tiga satuan untuk kompetensi dasar/mata pelajaran yang berbeda. Bukti fisik ini dinilai oleh assessor dengan menggunakan format yang tercantum dalam bagian II. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun sesuai dengan format yang berlaku dan sekurang-kurangnya memuat perumusan kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil belajar.

Pelaksanaan pembelajaran bagi peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam jabatan pengawas berupa kinerja pengawas dalam melaksanakan tugas kepengawasan yang meliputi pemantauan, penilaian, dan pembinaan dalam bidang akademik dan manajerial pada sekolah binaannya. Bukti fisik komponen ini berupa laporan pelaksanaan program kepengawasan akademik dan manajerial satu tahun

terakhir, yang sekurang-kurangnya memuat: aspek, tujuan, pendekatan/metode, hasil dan pembahasan, simpulan, dan rekomendasi lanjut. Sistematika laporan pelaksanaan program kepengawasan meliputi: (1) pendahuluan, yang terdiri atas (a) latar belakang, (b) aspek, (c) tujuan; (2) pendekatan dan metode, yang terdiri atas (a) teknik pengawasan dan (b) skenario; (3) hasil pengawasan, yang terdiri atas (a) hasil pengawasan, dan (b) pembahasan hasil; dan (4) simpulan dan rekomendasi, yang terdiri (a) simpulan, dan (b) rekomendasi tindak lanjut. Bukti fisik ini dinilai oleh assessor dengan menggunakan format penilaian yang tercantum dalam bagian II.

5. Penilaian dari atasan dan pengawas adalah penilaian kompetensi kepribadian dan sosial peserta sertifikasi guru. Peserta sertifikasi guru yang diangkat dalam jabatan pengawas penilainya adalah kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota. Aspek yang dinilai meliputi (1) ketaatan menjalankan ajaran agama, (2) tanggung jawab, (3) kejujuran, (4) kedisiplinan, (5) keteladanan, (6) etos kerja, (7) inovasi dan kreativitas, (8) kemampuan menerima kritik dan saran, (9) kemampuan berkomunikasi, dan (10) kemampuan bekerjasama. Penilaian dilakukan dengan menggunakan Format Penilaian Atasan yang tercantum pada Bagian II.

6. Prestasi akademik adalah prestasi yang dicapai guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan agen pembelajaran, kepala sekolah, dan/atau setelah diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang mendapat pengakuan dari lembaga/ panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi sebagai berikut.

a. Lomba karya akademik, yaitu juara lomba akademik atau karya bidang keahlian/bidang tugas, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional a. Lomba karya akademik, yaitu juara lomba akademik atau karya bidang keahlian/bidang tugas, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional

c. Sertifikat keahlian/keterampilan tertentu pada guru SMK dan guru olahraga, dan capaian skor TOEFL yang masih berlaku.

d. Pembimbingan teman sejawat, yaitu melaksanakan tugas sebagai instruktur, guru inti, tutor, pembimbingan guru junior, dan pamong PPL calon guru yang dilakukan oleh peserta sertifikasi selama yang bersangkutan bertugas sebagai guru.

e. Pembimbingan siswa sampai mencapai juara (juara I,II, atau III) atau tidak mencapai juara sesuai dengan bidang studi/keahliannya.

Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan disertai bukti relevan yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.

7. Karya pengembangan profesi adalah hasil karya dan/ atau aktivitas dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan agen pembelajaran, kepala sekolah, dan/atau setelah diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi. Komponen ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional;

b. Artikel yang dimuat dalam media jurnal/ majalah yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional;

c. Reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal;

d. Penulis soal EBTANAS/UN/UASDA selama bertugas sebagai guru;

e. Modul diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester yang dihasilkan selama bertugas sebagai guru;

f. Media/alat pembelajaran dalam bidangnya yang dihasilkan selama bertugas sebagai guru;

g. Laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok); dan

h. Karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis, sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang tugasnya.

Bukti fisik karya pengembangan profesi berupa sertifikat/piagam/surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang disertai dengan bukti fisik yang dapat berupa buku, artikel, deskripsi dan/atau foto hasil karya, laporan penelitian, dan bukti fisik lain yang relevan yang telah disahkan oleh atasan langsung. Untuk bukti fisik laporan penelitian selain disahkan oleh atasan langsung juga harus diketahui oleh kepala UPTD untuk guru SD dan oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota untuk guru SMP/SMA/SMK.

8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah adalah partisipasi peserta sertifikasi dalam forum ilmiah (seminar, semiloka, symposium, sarasehan, diskusi panel, dan jenis forum ilmiah lainnya) pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai nara sumber/pemakalah, pembahas, moderator, maupun sebagai peserta. Komponen dibedakan kedalam kategori relevan (R) dan tidak relevan (TR). Relevan apabila tema/materi forum ilmiah mendukung kinerja professional, baik sebagai guru, kepala sekolah, maupun pengawas satuan pendidikan. Tidak relevan apabila tema/materi forum ilmiah tidak mendukung kinerja professional, baik sebagai guru, kepala sekolah, maupun pengawas satuan pendidikan; contoh guru bidang studi Bahasa Indonesia mengikuti seminar ketahanan pangan di Indonesia. Bukti fisik keikutsertaan dalam forum ilmiah berupa makalah dan sertifikat/ piagam bagi nara sumber/pemakalah, dan sertifikat/ piagam bagi moderator/peserta.

9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial adalah keikutsertaan peserta sertifikasi menjadi pengurus organisasi kependidikan atau organisasi sosial pada tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional atau internasional, dan /atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang kependidikan antara lain: Pengurus Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMaPI), Asosiasi Pendidikan Khusus Indonesia (APKHIN), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi

Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), dan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI). Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua LMD/BPD, dan Pembina kegiatan keagamaan (takmir masjid, pembina gereja, dll). Mendapat tugas tambahan antara lain: koordinator pengawas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, pembantu kepala sekolah, kepala urusan, ketua jurusan, ketua program keahlian, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala studio, kepala klinik rehabilitasi, wali kelas (guru kelas SD/TK), dan kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, drumband, madding, karya ilmiah remaja-KIR, dll), tidak termasuk kepanitiaan. Bukti fisik komponen ini adalah foto kopi surat keputusan atau surat keterangan.

10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan adalah penghargaan yang diperoleh guru atas dedikasinya dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan/atau bertugas di Daerah Khusus dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), dan kualitatif (komitmen, etos kerja), baik pada tingkat satuan pendidikan, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Contoh penghargaan yang dapat dinilai antara lain tingkat nasional: Satyalencana Karya Satya 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun; tingkat provinsi /kabupaten /kota/ kecamatan/ kelurahan/ satuan pendidikan : penghargaan guru favorit/guru inovatif, dan penghargaan lain sesuai dengan kekhasan daerah/penyelenggara. Contoh penghargaan yang tidak dinilai antara lain penghargaan panitia pemilu (KPPS), penghargaan dari partai, penghargaan KB lestari. Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang

Komponen-komponen tersebut di atas sesungguhnya akan menggambarkan kompetensi guru, yang secara garis besar mencakup empat jenis kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menentukan, bahwa peningkatan kesejahteraan guru besarnya dapat mencapai lebih dari dua kali lipat penghasilan guru saat ini. Pasal 15 ayat (1) dalam UU tersebut juga menentukan bahwa, guru akan mendapatkan kesejahteraan profesi yang berasal dari berapa sumber finansial antara lain: gaji pokok, tunjangan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menentukan, bahwa peningkatan kesejahteraan guru besarnya dapat mencapai lebih dari dua kali lipat penghasilan guru saat ini. Pasal 15 ayat (1) dalam UU tersebut juga menentukan bahwa, guru akan mendapatkan kesejahteraan profesi yang berasal dari berapa sumber finansial antara lain: gaji pokok, tunjangan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi,

Muslich (2007: 47) mengemukakan bahwa “Landasan pelaksanaan sertifikasi antara lain: Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2007” .

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika guru mengikuti sertifikasi, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan tunjangan profesi semata, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.

Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU guru ada beberapa hal yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru antara lain: (1) sertifikasi guru, (2) pembaharuan sertifikat, (3) beberapa fasilitas untuk memajukan diri (4) sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.

Sertifikasi guru jangan dipandang sebagai satu-satunya jalan atau sebagai satu- satunya alat ukur mutu guru. Sebab sertifikasi guru belum tentu menjamin peningkatan kualitas guru. Maka, birokrasi dalam hal ini pemerintah jangan hanya memikirkan agar guru dapat disertifikasi dan dipaksa menjadi baik secara ”instan” dengan mengabaikan kondisi guru. Sebab, jika kesiapan para guru dan lingkungan kerja guru tidak mendukung penggunaan maksimal kompetensinya, kesejahteraan guru kurang layak, maka sulit diharapkan perubahan dapat terjadi. Secara makro hal ini disebabkan karena secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM yang strategis untuk melakukan perubahan. Disamping kualitas guru yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah.

Dari hasil riset lapangan, banyak guru mengatakan bahwa sertifikasi profesi guru sangat baik dan dapat mengangkat derajat dan wibawa para guru di Indonesia.

Tetapi, dalam penerapannya ada hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1) kebanyakan guru di Indonesia setelah menjadi pengajar tidak memperdalam pengetahuannya. Artinya, banyak guru kita masih rendah dalam kompetensi pengajaran, (2) harus dipertimbangkan model yang bagaimana yang tepat untuk guru-guru di Indonesia, dan kesiapan para guru untuk disertifikasi, (3) perlu dilakukan pelatihan-pelatihan sebelum sertifikasi dilaksanakan dan perlu dipikirkan tindak lanjut bagi guru yang tidak lolos sertifikasi, (4) apabila kebijakan sertifikasi tersebut dilakukan secara ”mentah” dan ”instan”, tanpa sosialisasi dan pelatihan-pelatihan akan merugikan para guru yang sudah cukup lama mengabdi.

Pandangan lain diperoleh dari para guru, yaitu penghargaan terhadap guru belum sebanding dengan beberapa profesi lain (seperti profesi dokter, dan lain-lain). Hal ini menjadi permasalahan mendasar bagi profesi guru itu sendiri, yaitu: Pertama, persoalan yang mendasar adalah kebanyakan guru yang belum memenuhi kualifikasi minimal untuk mengajar, baik dari segi ilmu maupun keterampilan. Kedua, penghasilan guru yang kurang memadai apabila dibandingkan dengan penghasilan profesi lain dan hal ini berimbas pada profesi guru itu sendiri kurang diminati. Profesi guru tidak lebih dari sebuah pekerjaan ”terpaksa” dilakukan ketika tidak mampu menemukan pekerjaan lain yang ”lebih baik”. Sebagai contoh saja, seorang guru akan segera berpindah pada pekerjaan lain, ketika mendapatkan kesempatan bekerja di tempat lain yang menjanjikan dan memberikan fasilitas serta penghasilan yang lebih memadai. Menurut mereka, hanya - ”segelintir” – guru yang menyenangi dan menekuni profesinya karena memiliki sumber pengahsilan lain.

Ketiga, banyak guru yang tidak memiliki standar kualifikasi yang dituntut oleh masyarakat. Menurut mereka, bahwa seorang guru – berbeda dengan profesi dokter, akuntan, dan pengacara – sangat banyak bekerja dengan mengandalkan keterampilan berelasi. Guru banyak dituntut untuk bekerja dalam suatu tim kerja, berinteraksi secara intensif setiap hari dengan siswa dan berkomunikasi dengan orang tua siswa. Keempat, guru kurang dihargai, karena pekerjaan yang diembannya dianggap kurang membutuhkan keterampilan yang sangat khusus dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi profesional.

Para guru mengatakan apabila program sertifikasi ini dapat secara langsung menjawab persoalan-persoalan di atas, akan membuat profesi guru menjadi baik, Para guru mengatakan apabila program sertifikasi ini dapat secara langsung menjawab persoalan-persoalan di atas, akan membuat profesi guru menjadi baik,

Mengenai sasaran sertifikasi guru, dilaksanakan untuk semua guru, baik guru lama maupun calon guru. Bagi guru yang lama perlu diberikan pelatihan-pelatihan profesi keguruan baru dilakukan ujian sertifikasi. Bagi calon guru yang berkualifikasi Sarjana kependidikan perlu mengikuti program sertifikasi guru dengan menempuh beberapa mata kuliah dalam kurikulum S1 kependidikan atau yang SKS-nya belum setara dengan kurikulum program sertifikasi. Sedangkan bagi calon guru yang berkualifikasi sarjana atau Diploma non-kependidikan wajib menempuh program sertifikat guru dengan mengambil seluruh kurikulum program sertifikat guru.

Agar sertifikasi itu sungguh bermutu, ujian profesi keguruan harus objektif, bebas dari ”kkn”, dan ”suap”. Katakan saja, bila guru dan calon guru dalam ujian sertifikasi memang terbukti tidak kompeten dan tidak lulus, tidak mendapatkan sertifikat (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10). Kemudian guru tersebut, ”diparkirkan” atau diistirahatkan sementara untuk mengikuti pelatihan kompetensi keguruan dan kemudian diuji kembali. Dengan demikian, keobjektifan dalam penilaian sangat penting, sehingga tidak terjadi orang mendapatkan sertifikat dengan cara membeli, koneksi atau ”koncoisme”. ”Bila hal ini terjadi, maka mutu guru tetap tidak terjamin dan pendidikan tetap terpuruk” (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10).

Selain itu, agar sertifikasi itu sungguh menunjukkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar dengan segala kompetensi yang dimiliki. ”Badan sertifikasi” guru sungguh harus objektif untuk menguji dan menilai sertifikasi guru. Tapi pertanyaan mendasar yang dikemukakan Paul Suparno di atas, apakah badan tersebut benar-benar ”objektif” untuk menguji kompetensi dan sertifikasi. Pertanyaan, lembaga mana yang dapat ditunjuk secara ”objektif” untuk diberikan kualifikasi melakukan sertifikasi dan uji kompetensi guru? Maka, untuk menguji kompetensi dan sertifikasi, diperlukan suatu ”lembaga” atau ”badan independen” yang akan menilai Selain itu, agar sertifikasi itu sungguh menunjukkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar dengan segala kompetensi yang dimiliki. ”Badan sertifikasi” guru sungguh harus objektif untuk menguji dan menilai sertifikasi guru. Tapi pertanyaan mendasar yang dikemukakan Paul Suparno di atas, apakah badan tersebut benar-benar ”objektif” untuk menguji kompetensi dan sertifikasi. Pertanyaan, lembaga mana yang dapat ditunjuk secara ”objektif” untuk diberikan kualifikasi melakukan sertifikasi dan uji kompetensi guru? Maka, untuk menguji kompetensi dan sertifikasi, diperlukan suatu ”lembaga” atau ”badan independen” yang akan menilai

Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persolan, kepribadian, dan sosial. Pertama, kompetensi profesional, aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan- kebijakan pendidikan. Kedua, kompetensi persolan, aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat. Ketiga, kompetensi kepribadian, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kondisi guru sebagai individu yang berkepribadian yang utuh, mantap, dewasa, berwibawa, berbudi luhur, anggun, bermoral, serta penuh keteladanan. Keempat, kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat.

Proses sertifikasi para guru sebaiknya ditangani oleh lembaga atau badan independen yang kompetensi dan objektif. Katakan saja, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan, memiliki kewenangan dan pengalaman pengadaan tenaga kependidikan, serta memiliki sumber daya manusia yang kompeten di bidang kependidikan dan non kependidikan. Lembaga tersebut harus didukung dengan berbagai sarana kependidikan, seperti Sekolah Laboratorium, Pusat Sumber Belajar, Praktek Pengalaman Lapangan, dan Pusat Penelitian Kependidikan. Uji kompetensi dan sertifikasi harus dilakukan secara ”by proses” dan bukan ”instan”.

Katakan saja, dari pengamatan di lapangan tentang uji dan evaluasi pendidikan dan pembelajaran, biasanya kita terpaku pada hasil pembelajaran dan mengabaikan proses pelaksanaan secara ”holistik”.

Contoh terdekat, adalah Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi siswa-siswa yang menuai protes dan bahkan merenggut beberapa nyawa siswa karena kecewa. Maka, apabila uji kompetensi dan sertifikasi guru juga pelaksanaan seperti itu dan aspek- aspek kompetensi hanya diujikan dengan sistem tes saja, ”apalagi yang kurang atau tidak objektif”, maka hal itu tentu belum menjamin kepastian tingkat kompetensi dan sertifikasi sebagai profesi guru. Agar sertifikasi itu dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar, maka uji kompetensi dan sertifikasi harus dilakukan secara ”by proses”. Artinya, bagi para guru yang berasal dari ”fakultas keguruan” sebelum diuji perlu disegarkan kembali pada aspek ”materi keilmuan”, ”keterampilan dan strategi mengajar”. Sedangkan bagi guru-guru yang berasal dari nonkependiddikan, sebelum uji kompetensi dan sertifikasi, perlu dilakukan pelatihan atau mengambil pendidikan profesi keguruan dengan bobot sejumlah 36 – 40 sks. Aspek materi keguruan, yang dipelajari : Ilmu Pendidikan atau Landasan Pendidikan, Metode dan Strategi Pembelajaran, Psikologi Perkembangan, Perencanaan Pembelajaran, Evaluasi Pembelajaran, Psikologi Belajar, Media Pembelajaran, Bimbingan dan Konseling, Komunikasi Pendidikan, Profesi Keguruan, Telaah Pengembangan Kurikulum, Penelitian dan Evalusi Sistem Pendidikan, serta Praktek Pengenalan Lapangan (PPL). Setelah itu baru dilakukan uji profesi atau kompetensi dan sertifikasi. Apabila proses ini dilakukan secara terencana, sistimatik, dan objektif, serta terhindar atau bebas dari KKN, ”suap” atau dengan cara ”membeli sertifikat”, maka mutu keilmuan guru dikemudian hari akan meningkat dan kualitas serta kompetensi guru dapat dipertanggungjawabkan.

Catatan akhir sebagai sebuah renungan, sertifikasi dan kompetensi itu penting, tetapi pendidikan lebih dari itu. Pendidikan pascamodern tidak lagi mono-sentralistik. Pusat-pusat pengembangan dapat saja berada di mana-mana (J.Bismoko, KR, 3/12/2005). Katakan saja, sumber ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap terpusat pada institusi pendidikan formal yang konvensional, mungkin saja akan tergeser. Sebab, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar di mana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan kerena diperoleh melalui Catatan akhir sebagai sebuah renungan, sertifikasi dan kompetensi itu penting, tetapi pendidikan lebih dari itu. Pendidikan pascamodern tidak lagi mono-sentralistik. Pusat-pusat pengembangan dapat saja berada di mana-mana (J.Bismoko, KR, 3/12/2005). Katakan saja, sumber ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap terpusat pada institusi pendidikan formal yang konvensional, mungkin saja akan tergeser. Sebab, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar di mana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan kerena diperoleh melalui

2.2 Kinerja Guru Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dan keahliannya. Kinerja guru adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja guru.(Anoraga:1998). Kerja merupakan kebutuhan seseorang, kebutuhan tersebut bermacam-macam, berkembang dan berubah, dan bahkan sering tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapainya dan orang tersebut berharap dengan melaksanakan pekerjaannya akan membawa ke keadaan yang lebih baik dan memuaskan.