Peran Badan Permusyawaratan Nagari dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari baringin Tahun 2015-2020

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Perkembangan politik di Indonesia senantiasa mengalami kemajuan dari

orde lama sampai sekarang. Kebijakan politik maupun pemerintahan orde lama
lebih menekankan pada keleluasaan sentralisasi, dimana semua urusan diserahkan
sepenuhnya ke pusat. Hal ini tentunya belum sepenuhnya terdapat adanya
otonomi daerah. Baik di tingkat desa sampai tingkat provinsi. Masing-masing
daerah sepenuhnya disetir oleh pemerintah. Di tingkat desa misalnya, kebijakan
kebijakan pemerintah melalui perangkat desa merupakan kebijakan atasannya dari
Camat, Bupati, Gubernur, sampai ke pusat, sehingga perangkat desa belum
memaksimalkan keadaan desa yang dipimpinnya.
Munculnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 merupakan sebagian kecil
dari proses demokrasi di Indonesia. Langkah otonomi ini bukanlah sebuah final,
melainkan langkah awal dari transisi Indonesia menuju demokrasi dari
pemerintahan otoriter yang merupakan peristiwa politik paling dramatis pada
akhir abad ke-20. Walaupun sejarah yang menyakitkan, peristiwa politik tersebut
membawa Indonesia kearah kebebasan yang dibungkam pada masa orde baru.

Kebijakan pemerintah terkhususnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah memberikan angin segar bagi pemerintah daerah.
Bagaimana tidak, dengan adanya kebijakan ini pemerintah daerah akan bisa
mengelola daerah mereka sendiri dengan kebijakan yang akan mereka lakukan.

12

Universitas Sumatera Utara

Kenyataan masa lalu memberitahu kepada kita semua satu hal namun berimplikasi
pada sebuah multiplier effect yakni adanya kooptasi penguasa yang begitu
membelenggu baik dari tingkat desa, desa sampai kepada individu-individu rakyat
dalam masyarakat. Karena itu, Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain menyatakan bahwa :

“pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk
dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.”1

Dari Undang-Undang tersebut dapat kita ketahui bahwa pemerintah daerah
berhak untuk mengurus urusan pemerintahan daerahnya agar terciptanya

kesejahteraan di daerahnya melalui pemberdayaan, pelayanan serta kebijakan
yang tentunya bermanfaat bagi masyarakat. Otonomi daerah memiliki tujuan
untuk membangun kemandirian suatu daerah dan mebangun jiwa demokrasi di
tingkat lokal. Demokrasi tersebut dapat diukur dari sejauh mana keberhasilan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah.
Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang memberikan kebebasan bagi daerah untuk
menjalankan pemerintahannya sendiri, pemerintah daerah juga mempunyai
kewenangan untuk membentuk organisasi atau lembaga kemasyarakatan terendah
yang ada di pemerintah lokal yaitu desa. Menurut Undang-Undang No.6 Tahun
2014 tentang Desa, Desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus
1

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoosia Tahun 1945

13

Universitas Sumatera Utara

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan keberagaman suku dan budaya,
salah satunya yaitu suku bangsa Minangkabau. Minangkabau merupakan suku
bangsa yang berada di bagian tengah Pulau Sumatera. Menurut tambo yang
merupakan sejarah tradisional masyarakat Minangkabau mejelaskan bahwa
Minangkabau memiliki dua wilayah utama, yaitu wilayah luhak dan wilayah
darek2. Wilayah luhak ataupun yang biasa juga disebut darek merupakan daerah
yang merupakan daerah asal muasal masyarakat Minangkabau, wilayah luhak di
Minangkabau terdiri dari tiga luhak yaitu Luhak Tanah Data, Luhak Agam, Luhak
Limo Puluah Koto. Sedangkan wilayah rantau merupakan daerah yang berada di
sekitar pinggiran wilayah luhak, wilayah rantau ini merupakan tempat tujuan
merantau bagi masyarakat Minang pada saat itu.
Nagari merupakan satu kesatuan masyarakat hukum adat yang hidup dalam
wilayah kesatuan masyarakat Minangkabau yang mempunyai batasan-batasan
alam yang jelas, dibawah pimpinan penghulu, mempunyai aturan-aturan tersendiri
serta menjalankan pengurusan berdasarkan musyawarah mufakat.3 Pada awalnya
nagari mempunyai lembaga yang mengatur segala segi kehidupan yang ada dalam
masyarakat minang, baik itu dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan


2

LKAAM, Adat Basandi Syara, Syarak Basandi Kitabullah, Padang : Surya Citra Offset, 2002, Hal. 22

3

Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari

14

Universitas Sumatera Utara

lain-lain. Lembaga ini disebut dengan Tungku Tigo Sajarangan yang terdiri dari
Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Ketiga unsur kepemimpinan
Tungkuu Tigi Sajarangan ini memiliki peran yang berbeda antara satu dan yang
lainnya.
Secara historis pemerintahan nagari merupakan sebuah pemerintahan
tradisional yang diperintah oleh penghulu-penghulu suku yang memiliki
kewenangan yang sama derajatnya yang tergabung dalam sebuah kerapatan adat. 4
Sistem pemerintahan nagari ini sudah dijalankan sejak dahulu oleh masyarakat

Minangkabau. Pada tahun 1979 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
Tentang Pemerintahan Desa, pemerintah menyeragamkan sistem pemerintahan
terendah di Indonesia menjadi desa. Maka semenjak tanggal 01 Agustus 1983
nagari yang pada awalnya merupakan sistem pemerintahan terendah di Sumatera
Barat berubag menjadi desa yang merupakan sistem pemerintahan budaya Jawa.
Pemerintahan desa yang berasal dari budaya Jawa dipimpin oleh seorang
Kepala Desa. Pada pemerintahan desa, desa atau kelurahan adalah bagian dari
wilayah kecamatan. Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan
pemerintahan desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada pejabat yang
berwenang

mengangkat

melalui

Camat,

dan

memberikan


keterangan

pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa (LMD). 5
Lembaga Musyawarah Desa merupakan lembaga permusyawaratan/ pemufakat

4

Ibid, Peraturan Daerah Sumatera Barat

5

Jurnal Analisa Politik, Volume 2 Nomor 7, Padang : Laboratorium Ilmu Politik Unand. 2004. hal.54

15

Universitas Sumatera Utara

desa


yang keanggonnya terdiri dari kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga

kemasyarakatan dan pemuka masyarakat di desa yang bersangkutan.6 LMD
memiliki fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Keanggotan LMD berbeda dengan keanggotaan BPAN (sebelum menjadi
Badan Permusyawaratan Nagari dahulu bernama Badan Perwakilan Anak Nagari /
BPAN). Keanggotaan BPAN dipilih dari unsur Ninik Mamak, Alim Ulama,
Cadiak Pandai, Bundo

Kanduang (wakil

dari

tokoh-tokoh perempuan

Minangkabau), utusan Jorong serta utusan pemuda. Keanggotaan BPAN
diresmikan secara administratif dengan keputusan Bupati. BPAN juga merupakan
wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagai mitra
pemerintahan nagari. Peraturan Daerah sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 Tentang

Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari dapat disimpulkan bahwa BPAN mempunyai
kedudukan yang penting dan berbeda dengan LMD. Pertanggungjawaban Wali Nagari
dapat diminta melalui BPAN dan BPAN dapat melakukan fungsi pengawasan dalam
pelaksanaan pemerintahan nagari. Ini berbeda dengan LMD, yaitu tidak mempunyai
peran yang vital dalam hal keputusan desa dan Kepala Desa hanya menyampaikan
keterangan pertanggungjawaban kepada LMD.
Permerintahan desa yang berjalan sejak tahun 1983 memberikan dampak terhadap
tatanan kehidupan masyarakat minang. Adapun perubahan yang ditimbulkan bagi
masyarakat minang yaitu :7
6

Pasal 17 Angka 1 UU Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa

7

Op.cit, LKAAM

16

Universitas Sumatera Utara


1. Jati diri masyarakat Minagkabau mengalami erosi. Pemahaman dan
penghayatan falsafah adat Minagkabau Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang
jadi Guru mengalami degradasi
2. Anak nagari tidak lagi mempunyai kewenangan politis. Hubungan erat
yang pernah terjalin antara pemerintah dengan anak nagari dan
masyarakat adat menjadi semakin berkurang, bahkan hilang,
3. Hilangnya batas-batas nagari sehingga wilayah nagari terpecah.
Pembentukan dan pemekaran desa menyebabkan hilangnya salah satu
syarat adanya wilayah suatu nagari, yaitu mempunyai wilayah dengan
batas-batas yang jelas,
4. Masyarakat kehilangan tokoh Angku Palo atau Wali Nagari. Fungsinya
tidak dapat digantikan oleh Kepala Desa atau Lurah. Wali Nagari adalah
tokoh kharismatik yang sangat dihormati dan menjadi panutan bagi anak
nagari. Wali Nagari tidak hanya menguasai dan memahami seluk beluk
pemerintahan nagari tetapi juga menguasai dan memahami adat istiadat
serta taat beragama. Sedangkan kebanyakan dari Kepala Desa atau
Lurah merupakan orang-orang muda yang kurang memahami adat
istiadat setempat. Bahkan ada diantara mereka bukan berasal dari desa

setempat,

17

Universitas Sumatera Utara

5. Sistem Sentralistik yang diterapkan selama pemerintahan orde baru
sangat mengurangi nilai-nilai luhur yang diwarisi sejak lama seperti
gotong-royong dan sistem demokrasi,
6. Aspirasi anak nagari dalam pembangunan kehilangan wadah aslinya yaitu
nagari,
7. Generasi muda Minang sudah banyak yang tidak mengetahui dan
memahami tentang nagari, terutama mereka yang tinggal di kota,
8. Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin terpinggirkan dan
kehilangan fungsinya.
Pada tahun 1999 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yakni
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah. Melalui undangundang tersebut sistem pemerintahan nagari kembali berlaku di Minangkabau,
undang-undang ini juga diatur dengan Peraturan Daerah (PERDA) Propinsi
Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan
Nagari.

Dalam menjalankan sistem pemerintahan nagari, nagari dipimpin oleh Wali
Nagari yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat di nagari tersebut. Dalam
melaksanakan pemerintahan nagari Wali Nagari dibantu oleh staff dan kaur serta
lembaga- lembaga yang telah dipilih sesuai dengan musyawarah dan mufakat dari
masyarakat nagari. Adapun lembaga yan telah disepakati yaitu8 :

8

Audrey Kahin, Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Yayasan
Obor Indonesia. 2005, Hlm 35

18

Universitas Sumatera Utara

1. Pemerintahan Nagari yang dipimpin oleh seorang wali nagari dan dibantu
dengan beberapa staf atau kaur, juga beberapa jorong yang dipimpin oleh
kepala jorong.

2. Badan Musyawarah Nagari ( BAMUS)
Badan perwakilan anak nagari merupakan suatu lembaga perwakilan dari
beberapa unsur yang terdapat tatanan sosial dinagari yaitu : Ninik mamak,
Alim ulama, Cadiak pandai, Rang mudo. Lembaga-lembaga ini telah
mewakili tiap unsur yang ada berada dalam suatu nagari dan nantinya
lembaga ini akan meneruskan keinginan dari masyarakat sesuai dengan
golongan mereka masing – masing.
3. Bundo Kanduang
Bundo kanduang adalah suatu organisasi kaum wanita yang berda dalam
nagari tersebut, bundo kandung dalam sistim adat minangkabau adalah
kaum ibu yang sangat dihargai dan dihormati jati dirinya. Keberadaan
bundo kandung di lembaga pemerintahan nagari sangat mendukung sekali
agar nantiknya roda pemerintahan yang dijalankan oleh wali nagari bisa
mewakili segala kepentingan – kepentingan masyarakat nagari.
4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari ( LPMN )
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari berperan dalam pemberdayaan
masyarakat nagari dan memperhatikan eksistensi dalam beberapa kegiatan
melalui koordinasi dengan wali nagari.

19

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam No. 12 Tahun 2007
tentang Pemerintahan Nagari, Badan Musyawarah Nagari (BAMUS Nagari)
merupakan unsur pelaksana sistem pemerintahan nagari. BAMUS Nagari
berfungsi menetapkan peraturan nagari bersama waki nagari, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BAMUS Nagari terdiri dari unsur
niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang serta generasi muda
yang ada di nagari. Jumlah keanggotaan BAMUS Nagari ini berjumlah ganjil,
paling sedikit lima orang dan paing banyak sebelas orang sesuai dengan luas
wilayah nagari, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan nagari.
Pemerintah Nagari dan Badan Musyawarah Nagari adalah dua lembaga
pemerintahan yang tidak bisa dilepaskan dalam

suatu wilayah terkecil. Dua

lembaga ini saling berkaitan antara satu dan yang lain dalam menjalankan roda
pemerintahan. Pemerintahan Nagari sebagai pelaksana dan Badan Musyawarah
Nagari sebagai pengawas pemerintahan Nagari. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Nagari menjelaskan bahwa Nagari merupakan kesatuan masyarakat
hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu dan berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam hal adat istiadat yang
sudah berlaku secara turun temurun dan diakui sepanjang adat
Kedudukan Badan Musyawarah Nagari (BAMUS Nagari) di Nagari
Baringin adalah sebagai pendamping Wali Nagari dalam menyerap aspirasi
rakyat, tetapi dalam pelaksanaan penerapan tugas dan wewenangnya. Pada

20

Universitas Sumatera Utara

dasarnya Wali Nagari beserta Badan Musyawarah Nagari (BAMUS Nagari)
sebagai pejabat pemerintahan di nagari harus dapat menjalankan tugasnya dengan
baik untuk membina dan memakmurkan masyarakat yang berada dibawah
kepemimpinannya.9 Dalam mencapai daya guna dan hasil guna pelaksanaan
tugas,

maka

wali

nagari

beserta

perangkat

menyelenggarakan

urusan

pemerintahan umum di nagarinya dan yang perlu diperhatikan adalah manusia
yang akan menentukan berhasilnya pembangunan untuk menciptakan masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Agar terciptanya nagari yang
sejahtera sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, maka sangat diperlukan
kerjasama yang sangat baik antara BAMUS Nagari dan Wali Nagari dalam
menyusun dan melaksanakan pembangunan bagi Nagari Baringin agar sesuai
dengan visi dan misi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah nagari.
Di Nagari Baringin, BAMUS memiliki fungsi yakni mengumpulkan aspirasi
yang ada dalam nagari tersebut baik itu dari segi sosial, ekonomi, agama maupun
budaya. Selain itu dalam Perda Kabupaten Agam No. 12 Tahun 2007 dalam
menjalankan fungsinya BAMUS juga memiliki hak dan wewenang seperti
merancang peraturan nagari bersama wali nagari, pengawasan terhadap kinerja
wali nagari dan pelaksanaan peraturan nagari. Dalam merancang peraturan nagari
salah satunya yaitu penyusunan Rencana Pebanguan Jangka Menengah Nagari.
Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari BAMUS
Nagari memiliki peran yaitu sebagai penerima aspirasi yang ada di tengah-tengah
9

http://www.cimbuak.net/content/view/346/7/ diakses pada tanggal 08 Mei 2017 pukul 17.09

21

Universitas Sumatera Utara

masyarakat, yang mana aspirasi yang terkumpul akan dipilih oleh secara
musyawarah oleh BAMUS Nagari dan beberapa tokoh yang ada dalam Nagari
tersebut.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari merupakan salah satu
bentuk dari Peraturan Nagari yang disusun oleh Badan Permusyawaratan Nagari
dan Wali Nagari. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari ini merupakan
dokumen rencana pembangunan nagari selama periode pemerintahan wali nagari
yaitu selama enam tahun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 12 Tahun 2007
tentang Pemerintahan Nagari, Nagari dituntut untuk melakukan perubahan dalam
segala hal dengan memafaatkan potensi yang ada di nagari. Untuk mencapai hal
tersebut nagari perlu menghimpun berbagai kemampuan dan kepentingan dengan
melibatkan seluruh stakeholder sebagai langkah awal mewujudkan visi dan misi
kedepan yang dituangkan dalam suatu bentuk perencanaan pembangunan nagari.
Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan kegiatan masa
depan yang tepat melalui urtan ilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Sedangkan pembangunan merupakan upaya yang dilakukan oleh semua
komponen masyarakat dalam rangka mencapai tujuan bernagari, dimana dalam
pelaksanaan pembangunan tersebut membutuhkan pengaturan pengalokasian
sumber daya, dana dan waktu secara tepat dan sistematis agar dapat berjalan
dengan semestinya dan dapat dipertanggungjawabkan serta menjawab seluruh
permasalahan dan juga harapan dari seluruh komponen masyarakat. Shubungan

22

Universitas Sumatera Utara

dengan hal tersebut dan sesuai amanat pasal 109 Undang-undang Nomor 6 tahun
2014, nagari wajib menyusun perencanaan nagari yang dituangkan dalam bentuk
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari (RPJM Nagari) yang
merupakan acuan perencanaan pembangunan untuk jangka enam tahun dan
selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan (RKP) Nagari setiap
tahunnya. Agar terkumpulnya seluruh aspirasi masyarakat dan permasalahan
pembangunan yang ada di nagari maka perlu ada suatu badan atau lembaga yang
memiliki fungsi untuk menampung aspirasi masyarakat tersebut. Maka daripada
itulah BAMUS Nagari memiliki fungsi menampung aspirasi yang ada di dalam
masyarakat karna mereka lebih mengetahui permasalahan serta kebutuhan di
nagari. Sebagai sebuah lembagayang masih baru dalam nagari, Bamus masih
harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah nagari karena dalam
pelaksanaannya Bamus belum sepenuhnya diketahui masyarakat apakah Bamus
sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya bagi masyarakat dalam
menampung aspirasi masyaraat.
Dari pemeparan latar belakang yang sudah disampaikan maka peneliti
tertarik untuk membahas tentang “Peran

BAMUS Nagari Baringin dalam

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nagari Tahun 20152020.“

23

Universitas Sumatera Utara

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat

permasalahan yang menjadi kajian peneliti yaitu “Bagaimana keterlibatan Badan
Musyawarah Nagari dalam proses penyusunan Rencana pembangunan Jangka
Menengah Nagari tahun 2015-2020 ?”

1.3. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dan

urutan yang sistematis dalam

penyusunan skripsi ini, penulis akan memberikan pembatasan masalah dalam
skripsi ini agar tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai maka pmenulis
memberikan pembatasan masalah yaitu Penelitian ini hanya fokus pada
keterlibatan Badan Musyawarah Nagari dalam proses penyusunan RPJM Nagari
Baringin Tahun 2015-2020.

1.4.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana

keterlibatan Badan Musyawarah Nagari dalam Penyusunan RPJM Nagari
Baringin Tahun 2015-2020.

1.5. Manfaat Penelitian
penelitian ii diharapkan dapat memberi manfaat antara lain

24

Universitas Sumatera Utara

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah
pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara tentang peran Badan Musyawarah
Nagari di Nagari Baringin, serta dapat menjadi bahan masukan maupun
rujukan bagi penelitian lainnya,
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dan masukan bagi Nagari Baringin sebagai bahan pertimbangan
dan evaluasi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nagari
3. Secara pribadi, penelitian ini memberi wawasan yang sangat berarti bagi
peneliti dalam memahami peran Badan Musyawarah Nagari dalam
perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari.
1.6.

Kerangka Teori
1.6.1. Teori Peran
Peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang

dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. Selanjutnya
dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama,
harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh
pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-

25

Universitas Sumatera Utara

kewajibannya.10 Soekanto menyatakan bahwa Peran adalah aspek dinamis dari
kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.11 Menurut Soerjono
Soekanto, unsur-unsur peranan atau role adalah:
1). Aspek dinamis dari kedudukan
2). Perangkat hak-hak dan kewajiban
3). Perilaku sosial dari pemegang kedudukan
4). Bagian dari aktivitas yang dimainkan seseorang.
Persepsi peran diperoleh dari semua rangsangan yang ada disekitar kita
(teman,buku, televisi, Koran, radio, dan lain sebagainya) yang merupakan
pandangan seorang individu mengenai bagaimana ia seharusnya bertindak dalam
suatu situasi tertentu, dan harapan peran adalah bagaimana orang lain meyakini
bagaimana seseorang tersebut seharusnya bertindak dalam suatu situasi tertentu.
Jika situasi yang muncul berupa perbedaan dimana seorang individu dihadapkan
pada pengharapan peran yang berlainan maka disebut sebagai konflik peran.
Sebenarnya terdapat sesuatu kesepakatan tak tertulis yang menentukan apa yang
diharapkan dan menekankan pentingnya mengkomunikasikan dengan tepat dan
akurat mengenai pengharapan peran, yaitu berupa kontrak psikologis, yang

10

http://www.materibelajar.id/2016/01/definisi-peran-dan-pengelompokan-peran.html diakses pada hari
senin 15 Mei 2017 pukul 22:59 WIB
11

Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers. Hal 268

26

Universitas Sumatera Utara

mendefinisikan pengharapan perilakuyang mengiringi semua peran. Jika
pengharapan peran yang tersirat dalam kontrak psikologis tidak terpenuhi, maka
terjadi reaksi (reperkusi) negative pada kinerja dan kepuasan orang-orangyang
terkait dalam peran tersebut dalam hal ini masyarakat sebagai pemilih. Menurut
Biddle dan Thomas yang dimaksud dengan peran adalah serangkaian rumusan
yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan
tertentu. Pada teori Biddle dan Thomas ini terbagi peristilahan dalam teori peran
kedalam empat golongan yaitu12:
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
4. Kaitan antara orang dan perilaku
Menurut Levinson peranan mencakup tiga hal yaitu13:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentangapa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

12

Sarlito Wirawan Sarjono, 2006, Teori-Teori Psikologi Sosial. Edisi Revisi, Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada. Hal. 244
13

Ibid, Hal.244

27

Universitas Sumatera Utara

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Pada akhir tahun 1960-an, Henry Mintzberg, seorang lulusan MIT,
melakukan penelitian seksama terhadap lima orang eksekutif untuk menentukan
tugas mereka. Berdasarkan observasinya, Mintzberg menyimpulkan bahwa
manajer melakukan sepuluh peran atau rangkaian perilaku yang berbeda dan
saling berkaitan erat. Seperti yang diperlihatkan dalam table di bawah ini,
kesepuluh peran ini bisa dikelompokan sebagai antarpersonal, interpersonal, dan
pengambilan keputusan.
a. Peran Antarpersonal
Semua manajer diharuskan melakukan tugas-tugas terkait seremonial dan
bbersifat simbolis. Sebagai contoh, ketika rector perguruan tinggi
memberikan ijazah sarjana pada acara wisuda atau seorang pengawas pabrik
menjadi pemandu tur pabrik untuk sekelompok murid sekolah menengah, ia
berperan sebagai tokoh utama (figurehead). Semua manajer memiliki peran
kepemimpinan. Peran ini mencakup perekrutan, pelatiahan, pemberian
motivasi, dan pendisiplinan karyawan. Peran ketiga dalam pengelompokan
antarpersonal adalah peran penghubung. Mintzberg mendeskripsikan
aktivitas ini sebagai hubungan dengan individu luar yang memberikan
informasi kepada manajer tersebut. Individu luar tersebut mungkin adalah
individu atau kelompok di dalam atau di luar organisasi. Manajer penjualan
yang mendapatkan informasi dari manajer pengedalian kualitas di

28

Universitas Sumatera Utara

perusahaannya sendiri mempunyai kerja sama hubungan internal. Ketika
manajer penjualan tersebut berhubungan dengan eksekutif penjualan lain
melalui sebuah asosiasi perdagangan pemasaran, ia mempunyai suatu kerja
sama hubungan eksternal.
b. Peran informasional
Semua manajer, sampai pada tingkat tertentu, mengumpulkan informasi dari
organisasi-organisasi dan institusi luar. Biasanya, mereka mendapatkan
informasi dengan membaca majalah dan berkomunikasi dengan individu
lain untuk mempelajari perubahan selera masyarakat, apa yang mungkin
direncanakan oleh para pesaing, dan semacamnya. Mintzberg menyebut hal
ini sebagai peran pemantau. Para manajer juga bertindak sebagai penyalur
untuk meneruskan informasi ini kepada anggota organisasional. Hal ini
disebut sebagai peran penyebar. Selain itu, manajer bertindak selaku juru
bicara ketika mereka mewakili organisasi di hadapan pihak luar.
c. Peran Pengambilan Keputusan
Akhirnya, Mintzberg mengidentifikasikan empat peran terkait pengambilan
keputusan. Dalam peran kewirausahaan, para manajer memulai dan
mengawasi proyek-proyek baru yang akan meningkatkan kerja organisasi
mereka. Sebagai penyelesai masalah, manajer melakukan tindakan korektif
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang tidak terduga. Sebagai
pengalokasi sumber daya, manajer bertanggung jawab menyediakan sumber
daya manusia, fisik, dan moneter. Terakhir, manajer memainkan peran

29

Universitas Sumatera Utara

negosiator, dimana mereka mendiskusikan berbagai persoalan dan tawarmenawar dengan unit-unit lain demi keuntungan unit mereka sendiri.

1.6.2. Teori kebijakan
Kebijakan publik merupakan suatu ilmu multidisiplin karena melibatkan
banyak disiplin imu seperti ilmu poltik, sosial, ekonomi dan psikologi. Studi
kebijakan berkembang pada awal 1970-an terutama melalui tulisan Harold D.
Laswell. Depenisi dari kebijakan publik yang paling awal dikemkakan oleh Lasell
dan Abraham Kaplan yang mendefenisikan kebijakan publik / publicpolicy
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan
praktik-praktik tertentu (aprojected of goal, values and practices). Menurut
Thomas R.Dye kebijaka publik adalah segala yang dikerjakan pemerintah,
mengapa mereka melakukan dan perbedaan yang dihasilkan (what government
did, why they do it and what differences it makes). Dalam pemahaman bahwa
„keputusan” termasuk juga ketika pemerintah memutuskan untuk “tidak
memutuskan” atau memutuskan untuk “tidak mengurus” suatu isu, maka
pemahaman ini juga merujuk pada defenisi Thomas R. Dye yang menyatakan
bahwa kebijakan publik merupakan “segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak
dikerjakan oleh pemerintah.”14 Senada dengan defenisi Dy, George C. Edwards
III dan Ira Sharkansky juga menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan :

14

H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.185

30

Universitas Sumatera Utara

”Apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah
yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau dalam
policy ststement

yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang

diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintahan yang segera
ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah.”15

Kedua defenisi baik dari Dye dan Edwards III dan Sharkansky sama-sama
menyetuui bahwa kebijakan publik juga termasuk dalam hal “keputusan untuk
tidak melakukan tindakan apapun”. Memberi contoh bahwa keputusan pemerintah
untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang tersebut juga termasuk kebijakan
publik.16 Bardasarkan defenisi-defenisi kebijakan publik yang telah dijabarkan di
atas, maka kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai berikut :
a. Kebijakan publik berisi tujua, niali-nilai dan praktik / pelaksanaannya
b. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintahan, bukan
organisasi swasta
c. Kebijakan publik tersebut menyangku pilihan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah
Menurut Subarson, kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peaturan Pemerintah
Kota/Kabupaten dan Keputuan Walikota/Bupati. Berdasarkan peraturan menteri

15

Sri Suwitri, Konsep Dasar kebijakan Publik, Semarang: Universitas Diponegoro, Hal.9

16

Ibid, Sri Suwitri, Hal. 11

31

Universitas Sumatera Utara

ini, pernyataan pejabat publik juga merupakan bagian dari kebijakan publik. Hal
ini dapat dipahami karena pejabat publik adalah salah satu aktor kebijakan yang
turut berperan dalam implementasi kebijakan itu sendiri.17
Kebijakan juga dapat dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang
sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya.
Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga eemen kebijakan yang membentuk sistem
kebijakan. Dye menggambatkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai
kebijakan publik/public policy , pelaku kebijakan/policy stakeholder dan
lingkungan kebijakan/policy environment.18
Ketiaga elemen ini saling memiliki andil dan saling mempengaruhi. Sebagai
contoh, pelaku kebijakan dapat memiliki andil dalam kebijakan, namun mereka
juga

dapat

dipengaruhi

oleh

keputusan

pemerintah.

Lingkungan

juga

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik itu
sendiri. Dalam bukunya Dunn menyatakan “Oleh karena itu,sisite kebijakan berisi proses
yang dialektis yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan
tidak terpisahkan dalam prakteknya.”19
Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat
dipandang sebagai suatu proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan

17

A.G. Subarsono, Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, Hal.3

18

William N dunn, Pengantar Analisa Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gadjah Mada Universisty
Press, Hal. 110
19

Ibid, Willian N Dunn, hal. 1111

32

Universitas Sumatera Utara

bahwa teori proses kebijakan paling klasik itemukan oleh David Easton. David Easton
menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi :
“Pada dasarnya sitem biologi merupakan proses interaksi antara makhluk hidup
dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup
yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan
kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan
bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari (politik) seperti dipelajari dalam
ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput dan output.”20

Model proses kebijakan dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik dalam
sistem proses politik mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (
support). Model Easton ini tergolong dalam model yang sederhana, sehingga model
Easton ini dikembangkan oleh para akedemisi lain seperti Anderson, Dye, Dunn, serta
Patton dan Savicky. Selanjutnya baik Dunn maupun Patton dan Savicky mengemukakan
model-model proses kebijakan yang lebih bersifat siklis daripada tahap-tahap. Hampir
sama dengan Nderson, dkk maupun Dye, Dunn membuat analisis pada tiap tahap
pembuatan kebijakan dari model Anderson, dkk maupun Dye. Dunn menjelaskan bahwa
tiap tahap kebijakan Dunn mendefenisikan analisis kebijakan yang semestinya dilakukan.
Pada tahap penyusunan agenda-agenda setting, analisis yang dilakukan adalah perumusan
masalah/identification of policy problem. Dalam hal ini Dunn mebuat sintesis dari model
Anderson,dkk dan Dye, yaitu menggabungkan tahapan antara identification of problem
dan agenda setting dari Dye dengan tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap

20

Riant Nugroho, Public Policy, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Hal. 383

33

Universitas Sumatera Utara

formulasi kebijakan/policy formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya
dilakukan di peramalan /forecasting, Dunn menjelaskan :
“Peramalan dpat menguji masa depan yang pleausibel, potensial dan secara
normatif bernilai , mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang
diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam
pencapaian tujuan dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari
berbagai pilihan.”

Dunn memberi contoh forecasting pada kebijakan asuransi kesehatan di AS dengan
proyeksi statisyik yang menyebutkan bahwa pemerintah AS akan kehabisan dana asuransi
kesehatan masyarakat pada tahun 2005 jika tidak ada pendapatan tambahan. Pada tahap
adopsi kebijakan/policy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan oleh
Anderson, dkk seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi
kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatifalternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan. 21 Mengenai implementasi kebijakan,
Nugroho menyatakan :
“Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20%
sisanya adalah bagaimana kita mengedalikan implementasi. Implementasi
kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini masalah-masalah yang 23
kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman
utama adalah konsistensi implementasi.”22

21

Op.cit, William N. Dunn, hal.27

22

Op.cit, Riant Nugroho, Hal. 50

34

Universitas Sumatera Utara

Melihat

bahwa

implementasi

merupakan

tugas

yang

memakan

sumber

daya/resources paling besar, maka tugas implementasi kebijakan juga sepatutnya
mendapatkan perhaian lebih. Terkadang dalam praktik proses kebijakan publik terdapat
pandangan bahwa implementasi akan bisa berjalan secara otomatis setelah formulasi
kebijakan berhasil dilakukan. Nugroho menyatakan imolentation myopia yang sering
terjadi di Indonesia alah satunya adalah “selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah
dibuat, implementasi akan berjalan dengan semestinya”. Terkadang sumber daya
sebagian besar dihabiskan untuk membuat perencanaan, padahal justru tahap
implementasi kebijakan yang seharusnya memakan sumber daya paling besar, buakn
sebaliknya.
1.6.3. Penelitian Terdahulu

Dalam penulisan penelitian ini peneliti juga meakukan review dari
penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun
penelitian yang juga menjadi panduan bagi peneliti adalah skripsi yang dilakukan
oleh Widya Wulandhari yang merupakan mahasiswi dari Universitas Andalas.
Dimana penelitian ini mebahas tentang bagaimana Badan Permusyawaratan
Nagari dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengawas wali nagari dalam
melakukan menjalankan perannya sebagai wali nagari dan menjalankan
peratuaran nagari yang telah disepakati antara Wali Nagari dan Badan
Permusyawaratan Nagari.
Selain itu peneliti juga meriview skripsi dari Andhika Della P dari
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dimana dalam pemnelitin ini membahas
tentang peran Badan Permusyawaratn desa dalam Penyusunan Peraturan Desa.

35

Universitas Sumatera Utara

Skripsi ii berisi tentang bagaimana perbandingan kinerja Badan Permusyawarah
Desa

Plosorejo

dan

Desa

Miri.

Terdapat

Permusyawaratan Desa antara kedua desa ini,

perbedaan

kinerja

Badan

kinerja Badan Permusyawaratan

Desa Miri lebih aktif daripada Desa Plosorejo. Hal ini disebabkan karena berbagai
faktor yakni pendidikan, pekerjaan dan pengalaman. Serta dalam skripsi ini juga
membahas tentang pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan desa oleh Kepala
Desa.
Terakhir Peneliti juga mereview skripsi yang berjudul Sistem Pemerintahan

Nagari di Minangkabau dengan Studi Kasus di Nagari Guguak VIII Koto
Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat. skripsi ini berisi tentang sistem
pemerintahan di Nagari Cingkariang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Sistem Pemerintahan Nagari. Pembahasan
skripsi ini berisi tentang sistem pemerintahan nagarai yang diatur dalam peraturan
yang telah ditetapkan oleh Bupati Agam pada tahun 2001.
1.7. Metodologi Penelitian
1.7.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
metode

deskriptif.

Penelitian

deskriptif

dimaksudkan

untuk

melakukan

pemahaman yang cermat terhadap fenomena sosial berdasarkan gejala-gejalanya.
Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, maupun

36

Universitas Sumatera Utara

masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya.23. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data serta
fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan.
1.7.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
jenis penelirian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi
dari konsekuensi metodologi dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan
Taylor mengungkapkan bahwa metodololgi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan prilaku yang diamati.24
Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses
penjaringan informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek.
Dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis.
1.7.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu data primer dan data sekunder. Diman data primer adalah dat ayng diperoleh
dari hasil wawancara dengan narasumber yang telah ditentukan, adapun yang akan
menjadi narasumber adalah sebagai berikut :
23

Hadari Nawawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 1987.
hal. 63
24

Mohammad Natsir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, Hal.105

37

Universitas Sumatera Utara

a. Ketua Bamus Nagari Baringin yaitu Bapak Asli Dt. Sambilan Balik
b. Sekretaris Wali Nagari Baringin yaitu Bapak Fakhruddin
c. Wali Jorong Data Baringin yaitu Bapak A. Saidi Marajo
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti
buku, majalah, laporan, jurnal dan dokumen lainnya.
1.7.4. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh untuk mendukung proses analisa, maka tahapan
selanjutnya adalah melakukan analisa data. Dalam analisa data ini, data yang
sudah terkumpul akan diolah yang kemudian akan di analisis untuk dapat
disimpulkan sebagai hasil dari penelitian. Metode analisa data dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun
dan diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap masalah-masalah
yang aktual berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dari penelitian.25

1.7.5. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti yaitu di Nagari Baringin
Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.

1.8. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini lebih terperinci dan terarah, maka penelitian akan
dibagi dalam empat bab, yaitu :
25

Op.cit, Hadari Nawawi, hal. 65

38

Universitas Sumatera Utara

BAB I

: Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

: Deskripsi Singkat Objek Penelitian
Bab ini akan mendeskripsikan tentang lokasi penelitian berupa
profil dari Nagari Baringin, Wali Nagari serta Badan Musyawarah
Nagari Baringin.

BAB III

: Peran Badan Musyawarah Nagari dalam Perumusan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari Baringin
Pada Bab III ini akan menyajikan tentang analisis hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti.

BAB IV

: Penutup
Bab IV ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan pada
bab-bab sebelumnya.

39

Universitas Sumatera Utara