Analisis Kadar Fenol Pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Botol Plastik Serta Perilaku Pedagang Dalam Menjual Air Minum Dalam Kemasan Di Kecamatan Medan Baru Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Minum
Air minum adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Air minum
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum yang baik
adalah

air

yang

memenuhi

persyaratan

seperti

bebas


dari

cemaran

mikroorganisme maupun bahan kimia yang berbahaya dan tidak berasa, berwarna,
dan berbau (Soemirat, 2009).
Penyediaan air bersih selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus
memenuhi standar yang berlaku. Karena air baku belum tentu memenuhi standar,
maka dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum. Pengolahan
air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks tergantung kualitas air
bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan
sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan kuman, maka desinfeksi saja sudah
cukup, tetapi apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus
lengkap (Soemirat, 2009).
2.2 Syarat Air Minum
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa,
dan tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen
dan segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung
zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis,
dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat,2009).


8

Universitas Sumatera Utara

Pentingnya pengelolaan air minum sedimikian rupa sehingga air tersebut
memenuhi/ paling tidak mendekati syarat yang dikehendaki. Air yang diperlukan
harus memenuhi syarat kesehatan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
2.2.1 Syarat Kualitas
Untuk kepentingan masyarakat sehari-hari, persedian air harus memenuhi
standar air minum dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Menurut
Kepmenkes RI no.907/MENKES/VII/2002, standar-standar air minum yang harus
dipenuhi agar suatu persedian air dapat dinyatakan layak sebagai air minum :
1. Memenuhi Persyaratan Bakteriologis
Air minum yang akan dipergunakan harus terhindar dari kemungkinan
terkontaminasi dari kuman-kuman, parasite maupun patogen.
2. Memenuhi Persyaratan Kimia
Air yang akan dipergunakan adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan
oleh zat-zat kimia atau mineral


yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan

kimia kimia itu terdiri dari :
a.

Bahan-bahan inorganik seperti air raksa, cadmium, tembaga, timah, besi,
seng, dan lan-lain.

b. Bahan-bahan organik seperti benzene, toluene, acrylamide, vinil chlorida,
dichloromethane, tetrachloroethane,

2-chlorophenol, 2,4-dichlorophenol,

2,4,6-trochlorophenol, styrene dan lain-lain.
c. Pestisida seperti DDT, permetthrin, lindane, propanil, simazine, fenoprop dan
lain-lain

Universitas Sumatera Utara

3. Memenuhi Persyaratan Radioaktif

Air minum yang baik seharusnya tidak memiliki radioaktif dalam air yang
dapat menggangu kesehatan seperti Gross alpha activity dan Gross beta activity.
4. Memenuhi Persyaratan Fisik
Air yang dipergunakan untuk minum sebaiknya tidak berbau, berasa,
jernih, suhu ± 3oC dari suhu udara dan tidak keruh.
2.2.2 Syarat Kuantitas
Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas,
karena semakin maju tingkat hidup seseorang maka akan semakin tinggi pula
tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno,2004). Tabel berikut ini
sebagai perbandingan penggunaan air bersih di Indonesia dan Amerika serikat
berdasarkan keperluan rumah tangga (Soemirat,2009) .
Tabel 2.1 Konsumsi Air Bersih di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Keperluan
rumah tangga
Konsumsi
Keperluan
1/or/h
Mandi, Cuci, Kakus
12,0
Minum
2,0

Cuci Pakaian

10,7

Kebersihan Rumah

31,4

Taman

11,8

Cuci Kendaraan

21,1

Wudhu
Jumlah

16,2

138,5

Sumber : Penelitian yang dilakukan oleh Kamil, dkk., 1989 (Soemirat,2009)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Perkiraan Kebutuhan Air Bagi Keluarga Dengan Empat Anggota di
U.S.A
Pemanfaa tan
Kebutuhan
L/h
Minum dan Masak

7,6

Mesin cuci piring
Toilet
Mandi
Cuci Pakaian


14
91
76
32

Siram Tanaman
Pembuangan
Sampah

9,5
95
2,7

Jumlah

327,8

Sumber : Penelitian yang dilakukan oleh James Lamb 1985(Soemirat,2009).

2.3 Jenis Air Minum

Menurut Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang syarat
syarat dan pengawasn kualitas air minum, disebutkan bahwa jenis air minum
meliputi :
a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah
tangga.
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air .
c. Air kemasan.
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman
yang disajikan kepada masyarakat.
Dalam

ketentuan

umum

Peraturan

Menteri

Kesehatan


RI

no.

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum, disebutkan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan

Universitas Sumatera Utara

atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam
Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa
harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu (BSN, 2006).
2.4 Air Minum Dalam Kemasan Plastik
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia no.
96/M-IDN/PER/12/2011, AMDK memiliki definisi yang jelas, yaitu air yang
telah diproses, tanpa bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan, dikemas,
serta aman untuk diminum.


Air minum dalam kemasan yang aman, harus

memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3SS3-1996. Untuk hal tersebut
diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan
baku, proses produksinya, serta produk jadi, dalam hal ini yaitu produk AMDK.
Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam
Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa
harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air dalam kemasan mencakup
air mineral dan air demineral. Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang
mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral,
sedangkan air demineral merupakan air minum dalam kemasan yang diperoleh
melalui proses pemurnian seperti destilasi, reverse osmosis, dan proses setara
(BSN, 2006).
Air minum dalam kemasan secara umum dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu kemasan galon (19 liter) dan small/single pack.

Kemasan galon


Universitas Sumatera Utara

biasanya dilakukan pengisisan ulang baik oleh produsen bermerek maupun depot
air minum isi ulang (tanpa merek), dan lebih banyak dikonsumsi oleh konsumen
yang berada di perkantoran, hotel, dan rumah tangga. Sedangkan konsumen utama
AMDK kemasan Small/single pack atau kemasan yang dapat dibawa secara
praktis seperti kemasan 1500ml /600ml (botol), 240 ml/220 ml (gelas) dikonsumsi
orang-orang yang sedang melakukan perjalanan (Arif, 2009) .
2.4.1 Jenis-jenis AMDK
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia no. 96/MIDN/PER/12/2011, jenis-jenis AMDK yang beredar di Indonesia, diantaranya
adalah :
1. Air Mineral
Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang mengandung mineral
dalam jumlah tertentu tanpa penambahan mineral.
2. Air Demineral
Air demineral adalah air minum dalam kemasan yang diperoleh melalui
proses pemurnian secara distilasi, deionisasi, reverse osmosis.
3. Air Mineral Alami
Air mineral alami adalah air minum yang diperoleh langsung dari sumber
air alami atau dibor dari sumur dalam, dengan proses terkendali yang menghindari
pencemaran atau pengaruh luar atas sifat kimia, fisika, dan mikrobiologi air
mineral

alami

Universitas Sumatera Utara

4. Air Minum Embun
Air minum embun adalah air yang diperoleh dari proses pengembunan uap air
dari uadara lembab menjadi tetesan air embun yang diola lebih lanjut menjadi air
minum embun yang dikemas.
2.4.2 Proses Produksi Berbagai Jenis AMDK
1 . Air Mineral

Tahap air tanah atau air permukaan pertama-tama ditampung dalam bak
ataupun tangki.Bila lokasi sumber air cukup jauh, air dapat dialirkan
menggunakan pipa atau diangkut menggunakan tangki. Pada proses transportasi,
air dapat ditambahkan desinfektan.
Tahap selanjutnya adalah penyaringan atau filtrasi.Penyaringan dilakukan
dalam beberapa tahap yakni penyaringan secara mikrofiktrasi penyaringan dengan
karbon aktif,

dan

penyaringan

makrofiltrasi

digunakan

untuk

secara

makro- filtrasi. Penyaringan secara

menyaring

partikel-partikel

kasar

menggunakan pasir.Penyaringan menggunakan karbon aktif digunakan
menyerap bau,

rasa, warna,

sisa

khlor,

dan

bahan

dengan
untuk

organik.Penyaringan

secara mikrofiltrasi digunakan untuk menyaring partikel halus dengan ukuran
maksimal 10 mikron.
Desinfeksi berfungsi untuk membunuh mikroba pathogen.

Desinfeksi

dapat dilakukan dengan menggunakan ozon, penyinaran lampu UV dengan
panjang gelombang 254 nm dan intensitas minimum 10000 mw detik per cm2
dan desinfeksi menggunakan ion silver .Pengisian dan penutupan pada kemasan
yang telah dicuci dilakukan secara higenis dalam ruang pengisian yang bersih

Universitas Sumatera Utara

dan saniter. Suhu ruang maksimal 25 derajat celcius. Selanjutnya air yang telah
dikemas dipak dan didistribusikan (Florence B,2015).
Pengambilan dan penampungan air baku (air
tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon
aktif,mikrofilter)

Desinfeksi (ozon, uv, atau ion silver)

Pengisian dan penutupan (dapat diisi
ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau
nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan

Gambar 2.1

Proses Produksi Air Mineral (Sumber: Florence B,2015 Berdasarkan
Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

2. Air Demineral

Tahapan produksi air demineralisasi secara

umum

sama

seperti

air

mineral, hanya terdapat perbedaan karena pada air demineral membutuhkan tahap
de-mineralisasi. Demineralisasi dapat dilakukan dengan cara pengunaan membran
Reverse Osmosis (RO), distilasi, dan deionisasi. Pada demineralisasi RO,
digunakan

membran

dengan

diameter hollow fibre yang kecil sehingga

dihasilkan produk akhir dengan kandungan zat terlarut maksimum 10 mg /L.
Demineralisasi distilasi menggunakan perangkat penyulingan dan pada deionisasi
menggunakan perangkat de-ionisasi dengan produk akhir memiliki kandungan zat
terlarut

maksimal

10

mg/L

(Florence

B,2015).

Universitas Sumatera Utara

Pengambilan dan penampungan air baku (air
tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon
aktif,mikrofilter)

Demineralisasi (RO, destilasi, deionnisasi)

Pengisian dan
penutupan
diisi
Desinfeksi
(ozon,
uv, atau(dapat
ion silver)
ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau
nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan

Gambar 2.2 Proses Produksi Air Demineral (Sumber: Florence B,2015 Berdasarkan
Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

3.Air Mineral Alami
Proses produksi air mineral alami sama saja dengan air mineral, hanya saja
tidak terdapat tahap desinfeksi (Florence B,2015).
Pengambilan dan penampungan air baku (air
tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon
aktif,mikrofilter)

Pengisian dan penutupan (dapat diisi
ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau
nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan
Gambar 2.3 Proses Produksi Air Mineral Alami (Sumber: Florence B,2011
Berdasarkan Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

Universitas Sumatera Utara

4. Air Mineral Embun
Tahap

pertama

dalam

proses

produksi air minum embun adalah

pengambilan udara.Udara yang lembab dihisap dengan menggunakan mesin
proses pengembunan yang terkendali. Selanjutnya udara disaring sehingga
diperoleh udara bersih. Udara bersih kemudian diembunkan atau dikondensasi
dengan menggunakan perangkat yang sama sehingga diperoleh air embun. Air
embun lalu ditampung dalam tangki penampung dan disaring menggunakan
karbon aktif dan mikrofilter. Tahap desinfeksi, pengisian dan penutupan pada
kemasan yang telah dicuci dan pengepakan dilakukan seperti proses produksi pada
jenis AMDK yang lainnya (Florence B,2015
Pengambilan udara (udara lembab)

Penyaringan /filtrasi udara

Penampungan air embun

Penyaringan/filtrasi air embun
(mikrofilter

Desinfeksi (ozon, uv, atau ion silver)

Pengisian dan Penutupan (dapat
ditambahkan gas oksigen)

Pengepakan

Gambar 2.4

Proses Produksi Air Mineral Embun (Sumber: Florence B,2015
Berdasarkan Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

Universitas Sumatera Utara

2.5 Plastik Sebagai Bahan Pengemas AMDK
Kemasan AMDK telah diatur dalam Peraturan Mentri Perindustrian RI
No. 96/M-IND/DEP/12/2011 dalam pasl 12 ayat 1 bahwasanya bahan pengemas
AMDK terbuat dari kaca ataupun bahan plastik.Bahan plastik yang dimaksud
adalah :
1. Polietilen (PE)
Terdapat dua jenis polietilen yaitu Polietilen Densitas Rendah (PEDR)
dihasilkan dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi. Bahan ini bersifat kuat,
agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaannya terasa agak berlemak.

Di

bawah temperatur 60° C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia.
Di atas temperature tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut karbon dan
hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik
bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tak tahan
untuk proses steriilisasi dengan uap panas dan bila ada senyawa kimia yang
bersifat polar akan mengalami stress cracking (retak oleh tekanan). Jenis
polietilen yang lain adalah Polietilen Densitas Tinggi (PEDT) yang dihasilkan
dengan polimerisasi pada tekanan dan temperatur rendah (50-75)° C memakai
katalisator Zeglier, mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus
cahaya dan kurang terasa berlemak.
2. Polipropilen (PP)
Polipropilen termasuk kelompok olefin, bersifat lebih keras dan titik lunaknya
lebih tinggi daripada PEDT, lebih kenyal tetapi mempunyai daya tahan terhadap
kejutan lebih rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi
lingkungan, tahan terhadap sebagian besar senyawa kimia kecuali pelarut

Universitas Sumatera Utara

aromatik

dan

hidrokarbon

klorida

dalam

keadaan

panas,

serta

sifat

permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT.
3. Polyethylene terephthalate (PET)
Bersifat jernih dan transparan, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, melunak
pada suhu 80oC. Biasanya digunakan untuk botol minuman, minyak goreng,
kecap, sambal, obat. Tidak untuk air hangat apalagi panas. Untuk jenis ini,
disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan
dengan suhu >60oC.
4. Polivinil Klorida (PVC)
Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC
mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus
air dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers (biasanya ester
aromatik) dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang
putusnya rendah, tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan.
5. Polikarbonat (PC)
Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300° C,
kuat, ulet, keras dan tembus cahaya, serta mudah larut dalam pelarut hidrokarbon
klorida.
Beberapa aditif yang terdapat pada plastik dan styrofoam diperlukan untuk
memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja
ditambahkan itu dikelompokkan sebagai komponen nonplastik, berfungsi sebagai
pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun
viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat dan lain-lain
(Nurminah,2002).

Universitas Sumatera Utara

Kemungkinan toksisitas plastik sebagai pengemas makanan juga berasal
dari komponen aditif yang mempunyai berat molekul rendah.

Senyawa ini

terlepas dari plastik pada waktu proses pengemasan. Senyawa ini akan terlepas
pada temperatur tinggi atau jika kontak dengan bahan makanan panas (Sulchan
dan Endang,2007).
Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan bahan
baku polivinil khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang
bebas dari panas matahari, untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik.
Di dalam perdagangan sering kita melihat para penjual meletakkan AMDK di
bawah terik matahari. Hal ini perlu dihindarkan karena semakin tinggi suhu
semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam bahan yang
dikemas (Sulchan dan Endang,2007).
2.6 Migrasi Senyawa Plastik dalam AMDK
2.6.1 Fenol
Phenol merupakan salah satu persenyawaan aromatik yang paling penting.
Phenol (C6H5OH) adalah monohydrosida derivate benzene. Fenol digunakan
secata luas sebagai germicida, dan desinfektan

dinilai dengan fenol koefisien,

yaitu kekuatan membunuh kuman relatif berkenaan dengan fenol (Sutrisno,2004).

Gambar 2.5 Senyawa Fenol (C6H5OH)
Fenol disebut juga asam karbol, cresol, kreolin, lycresol. Bahan-bahan
tersebut banyak dipergunakan untuk keperluan rumah tangga sebagia pencegah

Universitas Sumatera Utara

hama (desinfektan) seperti untuk membersihkan lantai, kamar mandi atau WC dan
untuk menghilangkan bau busuk. Penggunaan bidang kesehatan dipergunakan
sebagai antiseptic atau pembasmi kuman, seperti untuk mencuci lengan dengan
larutan 1%-2% (Adiwisastra,1992).
Fenol dalam

kemasan air minum itu berfungsi sebagai desinfektan dan

menghilangkan bau (Adiwisastra, 1992).

Senyawa fenol berdasarkan beberapa

penelitian ternyata mempunyai sifat sangat toksik, sehingga banyak negara
menetapkan kadar maksimum yang diperkenankan dalam air minum dalam
jumlah yang relatif sangat kecil (Wirjosentono, 1994).
Dalam Kepmenkes RI no. 907/MENKES/VII/2002 tentang syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air minum, kadar maksimum fenol yang diperbolehkan
ada dalam air minum sangat kecil yaitu 600-1000µg/l untuk 2-chlorophenol,
0,3µg/l untuk dichlorophenol dan 2-300µg/l untuk 2,4,6 trochlorophenol.
A. Efek Fenol Terhadap Kesehatan
Fenol dapat menyebabkan iritasi dan luka bakar dari paparan. Uap fenol
yang mengiritasi saluran pernapasan dan menelan fenol dapat menyebabkan
kerusakan korosif terhadap seluruh saluran gastrointestinal (GI).
untuk fenol menyebabkan

Paparan kulit

peradangan, eritema, perubahan warna kulit, luka

bakar dan nekrosis. Paparan pada mata dapat menyebabkan iritasi dan kekeruhan
kornea. Fenol mudah diserap melalu inhalasi, sistem pencernaan dan paparan
dermal, yang menghasilkan toksisitas sistemik. Penyerapan, fenol cepat
didistribusikan ke seluruh tubuh. Rute utama dari ekskresi fenol adalah dalam
bentuk

urin

(PHE,2016).

Universitas Sumatera Utara

Data yang tersedia sangat terbatas untuk sifat karsinogenik fenol terhadap
manusia. The International Agency for Research on Cancer atau Badan
Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) menyimpulkan bahwa fenol tidak
diklasifikasikan sebagai karsinogen pada manusia. Pada studi efek karsinogenik
hewan jangka panjang tidak dilaporkan kejadian karsinogenik pada hewan
pengerat yang diberikan fenol melalui oral (PHE,2016).
Tabel 2.3 Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan tunggal dan
paparan berulang Menurut WHO.
Paparan Tunggal

Paparan Berulang

1. Kulit : Pucat dan terbakar
2.

Mata

1. Kulit : radang kulit ; kemungkin
memasuki tubuh dan menyebabkan

: Iritasi yang disebabkan oleh

efek sistemik (lihat proses pencernaan)

uap ataupun cairan korosif
3.

Pernafasan : Peradangan dan edema

2.

Sistem Pencernaan dan Pernafasan:

dalam sistem pernapasan; depresi sistem

kerusakan hati dan ginjal; gangguan

saraf pusat

sistem

saraf

pusat

4. Sistem Pencernaan : Iritasi, korosi atau
dari mulut, tenggorokan, dan saluran
cerna

sistem;

depresi

sistem saraf

dengan masalah pernapasan; oedema
paru ; gagal ginjal
.Sumber : Phenol Health and Safety Guide (WHO,1994
Tabel 2.4 Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan jangka lama
dan paparan jangka cepat menurut Public Health England.
Paparan Jangka Lama
1. Paparan pada saluran pernapasan
kemungkinan dapat menyebabkan berat
badan berkurang,kelemahan otot,kerusakan
hati.
2. Paparan saluran cerna kemungkinan dapat
menyebabkan luka pada mulut, iritasi saluran
cerna, kardiovaskular, dan efek pernapasan
dan tubuh mengalami penurunan berat badan.

Paparan Jangka Cepat
1. Menyebabkan keracunan pada bagian
kontak dan sistemik, oleh semua rute dari
paparan.
2. Paparan saluran cerna akut, iritasi saluran
cerna dan sakit, pucat dan kulit berkeringat,
dibatasi, sianosis, eksitasi ketidaksadaran,
efek
kardiovaskular
dan
pernapasan,
kegagalan pernafasan, dan kematian dapat
terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.4

Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan
jangka lama dan paparan jangka cepat menurut Public Health
England.
Paparan Jangka Lama
Paparan Jangka Cepat
3. Paparan kronis pada dapat mengakibatkan 3. Akut inhalasi karena fenol mengarah ke
bercak hitam pada kulit , iritasi kulit, kulit mengi, iritasi saluran pernapasan , anoreksia,
melepuh, peradangan dan nekrosis.
berat badan menurun, sakit kepala, vertigo,
air liur dan urin gelap
4. Badan Internasional untuk Penelitian 4. Paparan akut pada kulit mengarah ke
Kanker (IARC) menyimpulkan bahwa fenol peradangan, kepucatan, perubahan warna
tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen kulit, eritema, korosi, nekrosis, dan luka
pada manusia.
bakar yang mungkin menyakitkan kulit

Sumber : Phenol ,Toxicological Overview (PHE,2016).

United States Environtmental Protection Agency (US EPA) menetapkan,
paparan fenol dalam air minum pada konsentrasi 6 miligram per liter (mg / L)
hingga 10 hari diharapkan untuk tidak menimbulkan efek yang merugikan pada
anak. EPA telah menetapkan bahwa paparan seumur hidup untuk 2 mg / L fenol
dalam air minum tidak diperkirakan menyebabkan efek samping (ATSDR,2008).
Konsentrasi fenol dalam AMDK seperti yang ditetapkan oleh FDA (Food
and Drug Administration) bahwa konsentrasi fenol dalam air minum dalam
kemasan tidak boleh melebihi 0,001 mg / L (ATSDR,2008).
B. Toksisitas Fenol
Fenol (asam karbol) dalam berbagai cara masuk kedalam tubuh
mempunyai pengaruh yang buruk, karena fenol merupakan racun protoplasmic
(sel-sel darah) atau korosif terhadap kulit yang mengakibatkan nekrotis (kulit
menjadi mati) (Adiwisastra,1992).
Keracunan sistemik dari fenol, mula-mula merangsang dan menimbulkan
depresi (penekanan) terhadap sistem saraf pusat, hilangnya tonus, penyempitan
pembuluh syaraf dan terhentinya pernafasan. Fenol mempengaruhi juga terhadap
sistem sirkulasi jantung. Dosis yang mematikan ( dosis lethal) bagi orang dewasa

Universitas Sumatera Utara

8-15 gr. Penyerapan oleh usus, baru terjadi setelah bahan larutan fenol berada
dalam lambung beberapa jam kemudian (Adiwisastra,1992).
Kolap dan kematian disebabkan kegagalan bernafas, biasanya terjadi 15
menit sampai beberapa hari, tapi saat-saat yang bahaya biasanya terjadi dalam
jangka 24 jam.

Pengobatan pada keracunan oleh fenol hanya dapat dilakukan

secara simptomatis dan supportive (didasarkan gejala-gejalanya) yang tampak
(Adiwisastra,1992).
C. Gejala-gejala Keracunan
Fenol yang masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman dan
kontak kulit, bisa menimbulkan gejala keracunan yaitu :
1. Luka bakar korosif yang putih pada selaput lender ( mucus membrane)
dalam mulut, kerongkongan (oseofagus), lambung, sakit daerah
lambung dan muntah seperti yang didapati pada keracunan bahan
kimia korosif lainnya, diare (mencret) disertai darah.
2. Kulit pucat, berkeringat, badan lemah, sakit kepala, pusing-pusing dan
tinnitus ( suara berdengung dalam kuping)
3. Syok, denyut nadi tidak teratur, hipotensi (tekanan darah menurun
atau rendah), pernafasan dangkal, kulit kebiru-biruan (cyanotis), dan
suhu badan menurun.
4. Penderita gelisah dan tidak sadarkan diri, pada anak-anak biasanya
timbul kejang.
5. Kencing sedikit dan berwarna gelap atau seperti seperi asap atau
kabut, merupakan tanda-tanda terganggunya ginjal.
6. Kematian yang disebabkan kegagalan bernafas.

Universitas Sumatera Utara

7. Bila mengenai kulit, kulit akan terkelupas dan akan teras sakit sekali,
kulit menjadi kering dan berwarna putih dan bila kulit yang putih
terlepas, meninggalkan bekas yang berwarna coklat.
2.6.2 Senyawa Monomer Dalam Botol PET
Beberapa senyawa kimia dari botol plastik jenis PET yang telah diperiksa
oleh beberapa peneliti yang dapat bermigrasi :
1. Monomer dan Oligomer
Beberapa peneliti telah melaporkan reaktan sisa dan kerusakan berat
molekul rendah dalam produk botol PET sebagai migran potensial. Mengenai
kehadiran monomer dan reaktan sisa dalam polimer, menurut Begley et al. dalam
Bach (2012) diukur asam tereftalat (6,9 mg / L),

asam monohidroksi etilena

tereftalat (34,4 mg / L), BHET (49,1 mg / L) dan trimer siklik (9592 mg / L)
dalam botol minuman PET komersial. Pada percobaan Morelli-Cardoso et al
dalam Bach (2012) etilena glikol, percobaan migrasi di 16 botol PET

datang

langsung dari industri kemasan Brasil. Botol yang diisi dengan suling air, 3%
asam asetat cair dan 15% etanol berair. Untuk semua kasus, etilena glikol migrasi
terdeteksi setelah 10 hari pada suhu 40 ° C.
2. Tanda-tanda Keberadaan Logam
Spesies anorganik dapat hadir sebagai residu dari katalis atau aditif yang
digunakan untuk memproduksi botol PET. Menurut Uni Eropa bahwa Sb2O3
adalah katalis yang paling penting yang digunakan dalam sintesis PET. Menurut
Westerhoff et al. dalam Bach (2012) telah menganalisis 23 logam dalam botol
PET. Konsentrasi tertinggi ditemukan untuk Co, Cr, Fe, dan Mn, dengan 27 mg /
kg, 0,11 mg / kg, 1,3 mg / kg, dan 0,34 mg / kg, masing-masing. Tingkat yang

Universitas Sumatera Utara

relatif rendah konsentrasi ini diamati pada bahan polimer dibandingkan dengan
Sb.
Menurut Shotyk dan Krachler dalam Bach (2012) penulis menemukan
konsentrasi Sb dari 2 mg / L atau lebih dalam dua merek air PET-botol. Mereka
juga mempelajari pengaruh waktu penyimpanan, setelah jangka waktu 6 bulan
pada suhu kamar, konsentrasi Sb ditemukan memiliki meningkat 90% rata-rata di
48 merek air minum dalam kemasan dari negara-negara Eropa.
3. Senyawa Karbonil
Menurut Lorusso et al dan Romao et al dalam Bach (2012) beberapa
senyawa karbonil telah dilaporkan ada dalam air minum dalam kemasan dan di
kemasan PET.

Senyawa organik yang mudah menguap yang dihasilkan dalam

PET oleh degradasi termal. Asetaldehida yang dihasilkan selama reaksi
polimerisasi dan proses mencair selama pembuatan botol PET.

Pemotongan

obligasi rantai polimer mengarah ke pembentukan karboksil dan vinyl rantai ester
berakhir. Asetaldehida dibentuk oleh kombinasi dua kelompok akhir sebagai subproduk reaksi. Studi difusi senyawa karbonil dari dinding botol PET untuk air
bertujuan untuk menentukan faktor yang signifikan (waktu kontak, suhu
penyimpanan, paparan cahaya, psiko sifat kimiawi air minum, dll) yang dapat
mendukung migrasi mereka dari polimer ke dalam air kemasan.
Penelitian yang dilakukan Pepin et al.dalam Bach (2012) deteksi senyawa
ini dalam air mineral berkarbonasi dan dalam konsentrasi awal dinding botol PET
setelah paparan maksimum 3 bulan pada 25, 37 dan 45 ° C. Penggunaan tiga nilai
kontainer PET, dengan konsentrasi asetaldehida dari 3,0 mg / L, 6,8 mg / L dan

Universitas Sumatera Utara

8,8 mg / L, membuktikan bahwa migrasi itu terkait dengan jumlah asetaldehida di
dinding botol dan tergantung pada suhu dan waktu penyimpanan.
Sumber utama formalin dan asetaldehida dalam air minum dalam kemasan
PET adalah pengemasan. Konsentrasi formalin dan asetaldehida di dinding botol
PET tergantung pada formulasi baku material dan pada teknologi manufaktur
yang digunakan (produksi butiran, dan preforms botol ), difusi formalin dan
asetaldehida dipengaruhi oleh suhu, waktu penyimpanan dan air karbonasi terkait
dengan pH rendah di botol air minum (Bach, 2012).
4.Plasticzers
Menurut Oehlmann et al. dalam Bach (2012) penambahan plasticizer
untuk resin plastik tersebar luas, untuk meningkatkan kelembutan dan
fleksibilitas, terutama di Polyvinyl Chloride (PVC) hingga 20-30%. Di-2Ethylhexyl Phthalate (DEHP) adalah plasticizer paling luas diproduksi dan
digunakan . plasticizer (seperti ftalat) tidak diyakini digunakan untuk pembuatan
botol PET. Menurut beberapa referensi yang dikutip dalam Bach (2012)
phthalates dalam kontak bahan makanan tunduk pada peraturan yang ketat.
Namun bahan tersebut telah ditemukan dalam bahan PET dan air dalam botol
PET.
Berikut adalah berbagai penelitian yang dikutip oleh Bach (2012) terkait
Phthalates dan DEHA sebagai plasticzers :
A. Phthalates
Membandingkan hasil analisis air minum kemasan sebelum dan sesudah
penyimpanan, Casajuana dan Lacorte dalam Bach (2012) menyimpulkan bahwa
kondisi penyimpanan yang buruk (10 minggu di luar ruangan pada suhu hingga 30

Universitas Sumatera Utara

° C) meningkatkan konsentrasi DBP, BBP dan DEHP dalam air minum kemasan.
Setelah pemaparan, konsentrasi rata-rata DBP, BBP dan DEHP yang 0,046 mg /
L, 0,010 mg / L dan 0,134 mg / L, masing-masing. Resin Cap-penyegelan untuk
makanan kemasan juga telah menunjukkan untuk peran mereka dalam
kontaminasi DEHP Hirayama et al. dalam Bach (2012).
Montuori et al. dalam Bach (2012) adalah satu-satunya penulis yang
menyelidiki adanya asam phtalic (PHA) dalam air dalam botol PET selain DMP,
DEP, DiBP, DBP dan DEHP. hasilnya menunjukkan bahwa PHA adalah phthalate
paling banyak ditemukan dalam air kemasan dengan maksimal tingkat 3,50 ug / L.
Mereka juga menemukan bahwa konsentrasi phthalates dalam sampel botol PET
20 kali lebih tinggi dibandingkan mereka dari botol kaca langsung dianalisis
setelah pembelian.
B. Di-2-etilheksil adipat (DEHA)
Pengaruh paparan sinar matahari dan suhu yang berkaitan dengan tingkat
DEHA di PET-botol air diselidiki oleh Schmid et al. (2008) dalam perawatan
SODIS air. Itu perbedaan konsentrasi DEHA dalam air kemasan yang diamati
dalam kaitannya dengan peningkatan suhu dan sampel dari berbagai negara
(Honduras, Nepal dan Swiss) yang dibandingkan.Tingkat DEHA tertinggi 0,044
mg / L pada 60 ° C dengan paparan sinar matahari ditemukan dalam botol PET
dari Honduras.
Menurut Bach (2012) bahwa phthalate yang ester dan DEHA ditemukan
memiliki berbagai konsentrasi dalam air minum kemasan tergantung pada studi
yang bersangkutan, hasil yang kontras dalam literatur juga mungkin karena
banyak faktor lain, seperti sejumlah kecil sampel yang diteliti, kualitas kelas botol

Universitas Sumatera Utara

PET dan perbedaan dalam kondisi penyimpanan (waktu kontak, suhu dan cahaya).
Penjelasan lain yang mungkin adalah besar variasi dalam penggunaan plasticizer
dalam industri kemasan dari waktu ke waktu
5. Antioksidan
Oksidasi dan foto-oksidasi bahan polimer dapat dihambat atau dikurangi
dengan menggunakan semacam stabilizer. Sejumlah kecil zat ini dapat
ditambahkan ke polimer sebelum diproses.

Antioksidan paling luas terhalang

oleh inhibitor fenol (Bach, 2012).
A. Akilfenol
McNeal et al. dalam Bach (2012) pembuatan kemasan makanan, tris
(nonilfenil)

fosfit

(TNPP)

digunakan

sebagai

antioksidan

aditif

untuk

menstabilkan beberapa polimer seperti karet, styrene, polimer vinil dan
polyolefines. Oksidasi aditif ini menghasilkan 4-nonylphenol (NP). Sumber lain
NP dan juga oktilfenol (OP) berasal dari degradasi nonylphenols polyethoxylated
(APEOs). APEOs adalah surfaktan yang banyak digunakan sebagai pembersih di
bidang manufaktur botol.
Amiridou dan Voutsa dalam Bach (2012) melakukan penelitian dengan
meletakkan botol di luar ruangan dan langsung terkena sinar matahari selama 15
dan 30 hari. jejak rendah NP (sekitar 10 µg / L) dan OP (sekitar 2 µ g / L) yang
diamati. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam NP dan OP jumlah sebelum
dan setelah terpapar yang ditemukan dalam air kemasan. Sebaliknya, jejak NP di
21 merek air minum kemasan di PVC, PE dan PET diamati oleh Li et al. dalam
Bach (2012). Konsentrasi berkisar antara 108 µg / L untuk 298 µg / L dalam air
PET-botol. Namun, nilai asupan harian NP dihitung untuk konsumsi 2 L per hari

Universitas Sumatera Utara

untuk orang dewasa dengan berat 60 kg (USEPA, 2006; USEPA, 2009)
melakukan tidak melebihi asupan ditoleransi harian (TDI) dari 5 µg / kg berat
badan yang diusulkan oleh Nielsen et Al. dalam Bach (2012) menyimpulkan
bahwa BHT terjadinya air mineral bisa disebabkan penggunaan cap PE pada botol
PET.
B. Butylated hydroxytoluena (BHT)
BHT adalah antioksidan fenolik yang digunakan dalam plastik kemasan,
karet, kosmetik dan juga sebagai aditif makanan. Hal ini banyak digunakan
sebagai thermostabilizer untuk polyethylene, polypropylene, poliester dan
polyvinyl chloride seperti yang dikutip oleh Bach (2012) dari berbagai referensi
(Sheftel,; Tombesi dan Freije,).
Mengenai terjadinya BHT dalam botol air PET, Tombesi dan Freije dalam
Bach (2012) menemukan jumlah terukur dari senyawa ini di 5 dari 15 sampel air
PET-botol dengan konsentrasi berkisar antara 21,5-38,0 g / L. Kemudian,
kelompok penelitian yang sama Tombesi et al. dalam Bach (2012) terdeteksi
BHT dalam tiga sampel air minum kemasan tetapi konsentrasi sepuluh kali lebih
rendah dari pada studi pertama. Para penulis mengklaim bahwa jumlah diukur
tidak melebihi tingkat yang direkomendasikan oleh standar Uni Eropa total fenol
dalam air minum.
6. Stabilisator UV
Sampai sekarang, tinuvin P (2- (2H-benzotriazol-2-yl) p-kresol) dan
tinuvin 234 (2- (2H- benzotriazol-2-yl) -4,6-bis (1-metil-1-phenylethyl) fenol)
adalah satu-satunya stabilisator UV ditemukan dengan analisis langsung dari botol
PET. Kedua senyawa stabilisator cahaya dan mereka umumnya digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

produksi polystyrene, poliamida, polymethacrylate, poliester, polyvinyl chloride
dan polypropylene Sheftel dalam Bach (2012). Batas-batas migrasi spesifik
(SML) dari Tinuvin 324 dan tinuvin P yang tetap di 1,5 mg / kg dan 30 mg / kg,
masing-masing (Uni Eropa, 2011).
7. Pelumas
Menurut Schaefer et al. Dalam Bach (2012) pelumas adalah jenis lain dari
aditif yang umumnya digunakan untuk produksi plastik

kemasan untuk

meminimalkan adhesi makanan, untuk mengurangi gesekan atau untuk
mendukung elastisitas bahan.
Asam lemak amida juga merupakan jenis pelumas yang digunakan untuk
memproduksi penutup polyolefin. Pelumas seperti erucamide dan juga oleamide
diizinkan di Eropa sebagai material pembuat bahan plastik dimaksudkan datang
dalam kontak dengan untuk makanan (Uni Eropa, 2011). Untuk informasi,
erucamide dan oleamide tidak digunakan dalam pembuatan botol PET. Namun,
erucamide dapat digunakan dalam pembuatan untuk penutup botol, ini bisa
menjelaskan mengapa senyawa ini ditemukan dalam air mineral dalam
konsentrasi mulai dari 2,0 µg / L untuk 182 µg / L seperti yang diamati oleh
Buiarelli et al. dalam Bach (2012).
8. Bisphenol A
Menurut pendapat McNeal et al dalam Bach (2012) Bisphenol A (BPA)
adalah bagian yang digunakan dalam pembuatan resin epoxy dan polikarbonat
plastik (PC) untuk kemasan makanan. Adapun studi tentang pengaruh sinar
matahari dalam migrasi BPA dalam air PET-botol,percobaan luar dilakukan
dengan waktu selama 15 dan 30 hari oleh Amiridou dan Voutsa dalam Bach

Universitas Sumatera Utara

(2012) didapat konsentrasi rendah (hingga 4 µg / L) dari BPA yang diamati dalam
air PET-botol sebelum dan setelah paparan sinar matahari.
Li et al. dalam Bach (2012) mendeteksi BPA di 17 merek air minum
kemasan dari Cina di bawah kondisi yang sama (dianalisis segera setelah
pembelian).Konsentrasi BPA yang ditemukan dalam air minum dalam kemasan
bervariasi ,konsentrasi berkisar 17,6-324 µg / L..
Tabel 2.5 Migrasi Sb2o3 dari botol air minum PET
Table 1 – Results of antimony (Sb) migration from PET into bottled water.
Exposure
temperature
(CO )

Exposure

Simulant

Refrigerated

24h, darkness

Refrigerated

37 days

Ultrapure
water
Groundwater

Refrigerated
(2°C)

150 days

Refrigerated
(2°C)

150 days

Other
Concentration Concentration
Parameters mean (µg/l)
mean
-

-

-

-

Ultrapure
water, pH =
6.5
Ultrapure
water, pH =
6.5

Water
bottled in
hard PET
Water
bottled in
soft PET

Refrigerated 150 days
(2°C)

Ultrapure
water, pH =
3.5

Refrigerated 150 days
(2°C)

Ultrapure
water, pH =
3.5
Ultrapure
water at
100°C

Cheng et al.
(2010)
Shotyk et
al.(2006)

0.003

-

Reimann et al.
(2010)

0.025

-

Reimann et al.
(2010)

Water
bottled in
hard PET

0.0085

-

Reimann et al.
(2010)

Water
bottled in
soft PET
-

0.027

-

Reimann et al.
(2010)

r.t.

24 h, darkness

r.t.

24 h

Microwave
heated
ultrapure

-

r.t

6 months

Groundwater

-

0.566

r.t.

7 days, darkness

-

-

22°C

3 months

Ultrapure
water at pH =
Commercial
water

22°C

< 1 year

Still mineral
water

0.846 ±
1.652
0.05 ± 0.017

Reference

-

3.243 –1.652

Cheng et al.
(2010)

-

0.391 –
10.51

Cheng et al.
(2010)

-

Shotyk et al.
(2006)
Cheng et al.
(2010)
Westerhoff et
al.(2008)

-

< 0.02 –
3.794
0.226 ± 0.160
-

-

0.26 ± 0.160

-

Keresztes et al.
(2009)

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.5 Migrasi Sb2o3 dari botol air minum PET
Exposure
Exposure
temperature
O
(C )
22°C
< 1 year

-

7 days, sunlight

Sparkling
mineral water
Aqueous
simulant
Commercial
water
Ultrapure

7 days, in-car
storage

Ultrapure
water

40°C

10 days

80°C

7 days

-

Other
Concentration Concentration
mean
Parameters mean (µg/l)

Simulant

0.40 ± 0.22

-

-

-

< 0.03

-

-

14.4

-

-

< 0.02 –

-

-

< 0.02 – 3.08

Reference
Keresztes et al.
(2009)
Nishioka et al.
(2002)
Westerhoff et
al.(2008)
Cheng et al.
Cheng et al.
(2010)

Sumber : Bach, 2012
Tabel 2.6 Migrasi Carbonyl Compounds dari botol air minum PET
Table 2 – Results of carbonyl compounds migration from PET into bottled water.
Compound
Name
Formaldehyde

Acetaldehyde

Simulant

Exposure
Temperature

Exposure
Conditions

Other
Concentration Concentration
Reference
Parameters mean (µg/l)
mean

Mineral water –





< 0.5 - 59



Still water





2.2 – 64.6



Still water





Total
organic
< 2.0 – 2.9
in
(µg/l)PET

< 5.0 – 27.9



Still water

r.t.

6 days





7.1 ± 0.7

Still mineral
water
Still mineral
water
Carbonated
water
Carbonated
water at pH =
Carbonated
water
Carbonated
water
Carbonated
water







44





1

r.t.

63 days,
sunlight
126 days,
sunlight
170 days





60.0 ± 6.0

r.t.

6 days





10.5 ± 1.1





TOC

24.6 – 96.1







< 5.0 – 13.7







< 0.5 – 0.9
µg/g in PET




1.4 ± 0.1

Mineral water –





< 0.5 – 59



Mineral water –





< 0.5 – 260



Mineral water –





< 0.5 – 0.9



Mineral water –





< 0.5 – 0.3



Still water





TOC

0.9 – 133.8



Still water





< 2.0 – 2.9
µg/g in PET

< 5.0 – 107.8 –



Sugaya et
al. (2001)
Nawrocki et
al. (2002)
Mutsuga et
al. (2006)
Dabrowska
et al. (2003)
Wegelin et
al. (2001)
Wegelin et
al. (2001)
Dabrowska
et al. (2003)
Dabrowska
et al. (2003)
Nawrocki et
al. (2002)
Mutsuga et
al. (2006)
Mutsuga et
al. (2006)
Sugaya et
al. (2001)
Sugaya et
al. (2001)
Sugaya et
al. (2001)
Sugaya et
al. (2001)
Nawrocki et
al. (2002)
Mutsuga et
al. (2006)

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.6 Migrasi Carbonyl Compounds dari botol air minum PET
Compound
Name

Exposure
Temperature

Exposure
Conditions

Still water

r.t.

6 days

Still mineral
water
Still mineral
water
Still mineral
water
Carbonated
water
Carbonated
water
Carbonated
water at pH =
Carbonated
water
Carbonated
water
Carbonated
water
Carbonated
water



40°C

63 days,
sunlight
126 days,
sunlight
10 days









r.t.

6 days

r.t.

170 days

r.t.

5 weeks

r.t.

5 weeks

r.t.

5 weeks

Simulant



Other
Concentration Concentration
Reference
Parameters mean (µg/l)
mean
Dabrowska


4.8 ± 0.5
et al. (2003)


3
Wegelin et
al. (2001)


2
Wegelin et
al. (2001)