Transposisi dan Kualitas Terjemahan Buku Bilingual Science Biology For Junior High School Grade IX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Penerjemahan buku-buku teks dari bahasa Inggris ke dalam bahasa

Indonesia kini semakin berkembang dari tahun ke tahun untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan pendidikan. Bahkan pada saat ini sudah banyak pula sekolah yang
menggunakan buku bilingual sebagai buku panduan belajar mereka. Buku
bilingual disajikan ke dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia yang dikomposisikan ke dalam satu buku teks bacaan dengan
menghadirkan terjemahan yang akurat, berterima dan terbaca, sehingga informasi
dari bahasa sumber (BSu) secara sepenuhnya dapat tersampaikan dengan baik ke
dalam bahasa sasaran (BSa).
Berkaitan dengan hal di atas, penerjemahan memiliki peranan penting
dalam pengadaan buku mata pelajaran biologi bilingual di sekolah karena
mengandung istilah-istilah biologi. Pelajaran biologi ini merupakan pelajaran
wajib yang harus dipelajari di setiap level pendidikan mulai dari SD, SMP sampai
SMA karena merupakan salah satu mata pelajaran yang diuji dalam ujian nasional

(UAN) dan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
seperti dalam bidang pertanian, perternakan, farmasi dan medis. Contohnya
dalam bidang pertanian, ilmu biologi dapat dipakai untuk menghasilkan tanaman
tahan hama, obat-obatan pertanian, bibit unggul dan manfaat lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam menerjemahkan istilah-istilah biologi tersebut, seorang penerjemah
haruslah memiliki kompetensi kebahasaan, kompetensi tekstual, kompetensi
bidang ilmu, kompetensi budaya, kompetensi penelitian, dan kompetensi transfer
untuk mentransfer makna dari BSu ke dalam BSa agar istilah-istilah dalam bidang
biologi dapat diterjemahkan dengan baik oleh si penerjemah. Dengan kata lain,
seorang penerjemah harus mampu menyampaikan kembali dengan tepat pesan
yang terkandung dalam BSu ke dalam BSa dengan memperhatikan tataran
struktur maupun keterpautan antar kalimat untuk menerjemahkan satuan-satuan
lingual seperti kata, frasa, klausa dan kalimat. Selain itu, penerjemah juga harus
memperhatikan hubungan antar unsur klausa dalam teks yang kohesif yang
penting peranannya untuk menciptakan pertautan logis bentuk dan makna dalam
bahasa.
Dalam suatu proses penerjemahan, masalah yang sering ditemukan adalah

bahwa tidak ada dua kata memiliki arti yang mutlak sama (absolute synonym).
Oleh karena itu, seorang penerjemah harus melakukan pergeseran (shift) untuk
mencapai kesepadanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Machali (2000:11) yang
menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi kesepadanan adalah
melakukan pergeseran, baik transposisi maupun pergeseran makna. Menurut
Larson (1984: 3) maknalah yang harus dipertahankan sedangkan bentuk boleh
diubah (translation is basically a change of form). Hal senada juga dikemukakan
oleh Newmark (1988:85) dengan mendefinisikan pergeseran sebagai suatu
prosedur yang melibatkan suatu perubahan pada tata bahasa dari BSu ke BSa (A
translation procedure involving a change in the grammar form source language

Universitas Sumatera Utara

to target language). Ini berarti bahwa pergeseran memegang peranan penting
dalam mengalihkan makna dari BSu ke dalam BSa untuk mencapai kesepadanan.
Jenis pergeseran yang sering dilakukan oleh seorang penerjemah adalah
transposisi. Catford (1965:73) berpendapat bahwat transposisi adalah suatu
prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu
ke BSa. Transposisi dalam penerjemahan harus dilakukan oleh seorang
penerjemah untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas karena berkaitan

dengan keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Keakuratan mengacu kepada
kesepadanan antara teks BSu dan BSa. Konsep kesepadanan mengarah pada
kesamaan isi atau pesan antar keduannya. Keberterimaan mengacu kepada apakah
suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan
budaya yang berlaku dalam BSa atau belum, baik pada tataran mikro maupun
pada tataran makro. Konsep keberterimaan ini penting dalam sebuah proses
penerjemahan karena hasil terjemahan ditentukan bukan hanya dari tingkat
keakuratannya tetapi juga dari tingkat keberterimaannya. Keterbacaan mengacu
kepada apakah sebuah hasil terjemahan dapat dipahami atau tidak oleh pembaca.
Penerapan bentuk transposisi dalam penerjemahan seharusnya bermuara
hanya kepada suatu tujuan yakni kesepadanan antara BSu dengan BSa. Ini berarti
bahwa transposisi hanya merupakan alat bagi seorang penerjemah untuk
menghasilkan terjemahan yang baik sehingga hasil terjemahan yang buruk yang
mengalami distorsi makna atau bahkan hilangnya makna BSu pada teks
terjemahan dapat dihindari. Namun, penggunaan transposisi juga harus
dipertimbangkan secara matang karena dengan penggunaan transposisi yang tidak

Universitas Sumatera Utara

tepat justru menghasilkan penyimpangan makna dan mengakibatkan pesan tidak

dapat tersampaikan. Jika hal ini terjadi, dikawatirkan pesan dari BSu tidak dapat
tersampaikan dengan baik dan dapat mempengaruhi pemahaman bagi pembaca.
Dari pengamatan penulis, terdapat kesalahan penerjemahan dalam
penerapan transposisi pada buku Bilingual Science Biology for Junior High
School Grade IX karangan Sumarwan, Sumartini, Kusmayadi dalam bahasa
Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Retno Widjajanti
yang diterbitkan oleh Erlangga pada tahun 2012 ini yang mengakibatkan
terjadinya distorsi makna pada teks BSa, seperti contoh berikut:
Contoh 1
BSu

: To get enough oxygen, we need more red blood cells to carry oxygen (hal
140)

BSa

: Untuk mendapatkan cukup oxsigen, diperlukan lebih banyak sel darah
merah untuk mengikat oksigen (hal 141)
Contoh 1 di atas memperlihatkan si penerjemah menggunakan transposisi


structure shift dengan kualitas terjemahan yang tidak akurat. Si penerjemah
menterjemahkan kata need menjadi „diperlukan‟ yang berstruktur kalimat aktif
menjadi pasif. Pada BSa tersebut di atas, kalimat tersebut pemahamannya menjadi
kabur. Kenapa menjadi kabur?. Jika kalimat di atas diterjemahkan menjadi
kalimat pasif, subjek dari BSu dihilangkan atau tidak diterjemahkan. Subjek
merupakan unsur penting dalam pembentukan kalimat. Jika pada sebuah kalimat
tidak adanya subjek, kalimat tersebut tidak lengkap dan hal ini akan membuat
pemahaman si pembaca menjadi kabur atau tidak jelas. Yuwono (2007:133)

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa kesatuan gagasan pada kalimat akan menjadi kabur akibat
adanya subjek ganda, tidak adanya subjek, adanya predikat ganda, tidak adanya
predikat, penempatan tanda baca secara keliru, penggunaan kata sambung yang
tidak tepat, dan tidak adanya objek. Sebaiknya penerjemah mengikuti struktur
yang ada pada BSu yang berpola berstruktur kalimat aktif yang kemudian pada
BSa juga diterjemahkan menjadi kalimat aktif juga. Jika diubah menjadi kalimat
pasif, subjek dari kalimat tersebut di atas dihilangkan yang menyebabkan
terjemahan pada BSa tersebut kalimatnya tidak efektif. Kalimat di atas seharusnya
diterjemahkan menjadi „untuk mendapatkan cukup oksigen, kita membutuhkan

lebih banyak sel darah merah untuk mengikat oksigen‟.
Contoh 2
BSu

: The sufferers will carry the diabetes for their entire (hal 16)

BSa

:Penyakit ini akan diderita sepanjang hidupnya (hal 17)
Pada contoh 2 di atas, terdapat transposisi intra system shift dari kata

jamak menjadi tunggal. Kata sufferers yang pada BSa diterjemahkan menjadi
„penyakit‟. Kata sufferers secara leksikal yang bermakna „para penderita‟, namun
penerjemah salah dan tidak hati-hati dalam mengartikannya menjadi „penyakit‟.
Kemudian kata „diderita‟ pada BSa sebaiknya digantikan dengan kata „mengidap‟
untuk membuat hasil terjemahannya lebih tepat. Kata diabetes dalam kalimat di
atas tidak diterjemahkan sehingga mengakibatkan terjadinya distorsi atau
penyimpangan makna pada BSa. Apabila hal ini tidak diperhatikan, dikawatirkan
pesan pada BSu tidakdapat tersampaikan dengan baik ke dalam BSa. Terjemahan


Universitas Sumatera Utara

kalimat di atas sebaiknya menjadi „para penderita akan mengidap penyakit
diabetes ini sepanjang hidupnya‟.
Dari alasan-alasan yang dikemukakan di atas, penelitian mengenai
Transposisi dan Kualitas Terjemahan buku Bilingual Science Biology for Junior
High School Grade IX

ini dianggap penting dilakukan mengingat kesalahan

dalam penggunaan transposisi akan menimbulkan distorsi pemahaman teks pada
BSa.

1.2

Batasan Masalah
Penelitian ini hanya berfokus pada transposisi pada kata, frasa, klausa dan

kalimat pada buku Bilingual Science Biology for Junior High School Grade IX
karangan Sumarwan, Sumartini, Kusmayadi dalam bahasa Inggris yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Retno Widjajanti. Buku ini
diterbitkan oleh Erlangga pada tahun 2012. Penelitian ini membahas tentang
transposisi yang mencakup structure shift, class shift, unit shift dan intra-system
shift. Penelitian ini juga mengkaji hubungan transposisi terhadap kualitas
terjemahan yang meliputi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Fokus
penelitian ini pada Bab I, III, V dan Bab VII.

Universitas Sumatera Utara

1.3

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.

Jenis-jenis transposisi apa yang terjadi dalam terjemahan buku Bilingual
Science Biology for Junior High School Grade IX?

2. Bagaimanakah hubungan transposisi terhadap kualitas terjemahan buku

Bilingual Science Biology for Junior High School Grade IX?

1.4

Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan jenis-jenis transposisi yang terjadi dalam terjemahan buku
Bilingual Science Biology for Junior High School Grade IX.
2. Menganalisis hubungan transposisi terhadap kualitas terjemahan buku
Bilingual Science Biology for Junior High School Grade IX.

1.5

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis

bagi para pembaca.
1.


Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam ilmu

pengetahuan khususnya bidang penerjemahan terutama dalam transposisi dan
dapat menjadi referensi bagi mahasiswa kajian terjemahan.

Universitas Sumatera Utara

2.

Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para penerjemah dan

mahasiswa terjemahan dalam mempelajari transposisi dalam terjemahan sehingga
dapat memanfaatkannya sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah
terjemahan sehubungan dengan perbedaan struktur BSu dengan BSa dalam
penerjemahan.

1.6 Definisi Istilah

1. Transposisi
Menurut Catford (1965:73), transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan
yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa.
2. Terjemahan
Terjemahan adalah mencari padanan yang senatural dan sedekat mungkin dari
pesan BSu ke dalam BSa, pertama dari segi makna (semantik) dan kedua dari
segi gaya (stilistika). Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Bell (1993:5),
pengertian terjemahan menyatakan bahwa terjemahan adalah ekspresi BSu
dari apa yang diekspresikan dari BSa, dengan mempertahankan padanan
semantik dan stylistiknya.
3. Bilingual
Bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) adalah penutur bahasa
yang memakai dua bahasa dengan baik yang mengandung dua bahasa. Buku
bilingual adalah buku yang memaparkan ilmu pengetahuan dengan
menggunakan dua bahasa.

Universitas Sumatera Utara

4.

Kualitas Terjemahan
Schäffner (1997:1) berpendapat bahwa suatu teks terjemahan dapat dikatakan
berkualitas baik jika: 1) teks terjemahan tersebut akurat dari segi isinya
(dengan kata lain, pesan yang terkandung dalam teks terjemahan harus sama
dengan pesan yang terkandung dalam teks asli atau teks sumber), 2) teks
terjemahan diungkapkan dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa
sasaran dan tidak bertentangan dengan norma dan budaya yang berlaku dalam
bahasa sasaran, dan 3) teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh
pembaca sasaran.

5.

Keakuratan
Menurut Nababan (2010:44), keakuratan merupakan sebuah istilah yang
digunakan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks
BSu dan teks BSa sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan
mengarah pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya.

6.

Keberterimaan
Menurut Machali (2000:119), istilah keberterimaan merujuk pada apakah
suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan
budaya yang berlaku dalam BSa ataukah belum, baik pada tataran mikro
maupun pada tataran makro.

7.

Keterbacaan
Menurut Nababan (2010:61) berpendapat keterbacaan dapat mengacu apakah
teks BSa dapat dipahami oleh si pembaca.

Universitas Sumatera Utara