Program Studi Teknik Lingkungan (1)

Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro

Seri 1

kontrol

20 %

40 %

60 %

80 %

100 %

Seri 2

kontrol


20 %

40 %

60 %

80 %

100 %

Seri 3

kontrol

20 %

40 %

60 %


80 %

100 %

Serial pengujian diperlukan guna identifikasi variabilitas hasil tiap seri, minimum
3 seri.
Hasil yang memuaskan diperoleh bila variabilitasnya kecil.
Semakin banyak serial, maka semakin baik hasil pengujiannya.
Pada tiap seri, disamping reaktor uji kontrol, diatur reaktor uji konsentrasi
toksikan mulai dari konsentrasi terendah hingga tertinggi.
Untuk kemudahan, variabilitas konsentrasi toksikan ditentukan dalam skala yang
sama. Contoh:
Pengujian konsentrasi 100 mg/L
diatur mulai dari 0 mg/L (reaktor uji kontrol)
20 mg/L (reaktor uji konsentrasi 1)
40 mg/L (reaktor uji konsentrasi 2)
60 mg/L (reaktor uji konsentrasi 3)
80 mg/L (reaktor uji konsentrasi 4)
100 mg/L (reaktor uji konsentrasi 5)


Menurut Hueck, 1979 menyusun kriteria untuk
seleksi dari jenis uji dimaksud, yaitu:
1.) Representatif
2.) Sensitif
3.) Dapat dikelola dalam laboratorium
4.) Biaya uji

Tingkat Organisasi Biota

Media Lingkungan Udara

Media Lingkungan Air

Media Lingkungan Tanah

Komunitas

Mikrokosmos tanaman


Mikrokosmos plankton
tumbuhan dan hewan dan
ikan

Mikrokosmos tanah

Uji kolam

Uji pot tanaman tercampur
Degradasi sampah (litter7
bag)

Populasi

Uji bakteri, Alga

Uji reproduksi mikroba,
crustaceae, ikan

Uji bakteri, alga, protozoa


Organisme

Uji pot tanaman

Uji ikan

Uji pot tanaman

Uji hirupan mamalia,
burung

Uji alga

Uji cacing

Uji pertumbuhan, respirasi,
fotosintesis
Organ


Uji respirasi daun

Uji fungsi hati ikan

Uji iritasi mata mamalia

Uji aktivitas otak &
kerusakan otak ikan

Jaringan

Uji kultur jaringan

Uji kultur jaringan

Sel

Uji hambatan & sintesis
enzim


Uji hambatan enzim

Respirasi tanah

Uji respirasi & fotosintesis
sel

Uji respirasi sel

Uji aktivitas heterotropik

Uji aktivitas heterotropik

Semua uji ekotoksisitas menjamin bahwa efek negatif yang ditimbulkan nyata7
nyata hanya berkaitan dengan toksikan uji.
Jenis:
1.) Uji Kontrol Negatif (untreated)
terdiri dari kelompok biota yang berasal
dari sumber sama dengan biota uji dengan pencemar sama (tanpa
toksikan/pelarut) dengan kondisi dan prosedur sama. Jenis uji kontrol ini dipakai

untuk menentukan efek internal seperti kesehatan biota, kualitas bahan pengencer.
Ini juga sebagai hasil dasar (baseline results).
2.) Kontrol pelarut dipakai ketika toksikan uji tidak mudah larut air. Pada
prinsipnya kontrol pelarut ini sama dengan kontrol negatif, kecuali volume
maksimal pelarut yang dipakai untuk menyiapkan toksikan uji.
Tipikal pelarut acetone, dimethyl formamide (DMF), dimethyl sulfoxide
(DMSO) dan triethylene glycol (TEG).
3.) Kontrol positif (reference) material yang telah diketahui dari hasil uji yang
telah ada untuk menghasilkan efek tertentu bagi biota.
Kontrol positif ideal toksik pada kondisi konsentrasi rendah, cepat memberi
efek, stabil, non7selektif dan dapat dideteksi secara analitis.

Jenis ini dipakai untuk:
1.) Menentukan kesehatan dan sensitifitas biota
2.) Pembandingan toksisitas relatif toksikan dengan
menggunakan kontrol sebagai standar internal
3.) Melakukan kalibrasi banyak laboratorium/pengukuran
4.) Evaluasi dapat tidaknya data uji akan terulang waktu
(reproducibility)
Komponen yang dipertimbangkan sebagai toksikan positif

(reference toxicants) adalah Na7pentachlorophenate dan
sebagai alternatifnya adalah phenol.

Karena uji kontrol adalah bagian tidak terpisah dari uji toksikan,
maka uji kontrol perlu dievaluasi validitasnya. Buikema et. al.,
1982 mempertimbangkan berdasarkan pengalaman bahwa uji
kontrol adalah valid jika jumlah biota yang terkena efek kontrol
tidak melebihi 10 % jumlah biota yang ada.
Sebagai contoh, misalnya biota yang ditempatkan dalam tiap
kontainer uji sebanyak 20. Jika biota dalam kontainer kontrol
mengalami efek sejumlah maksimal 2, maka pengujian adalah
VALID.
Dalam hal jumlah biota dalam uji kontrol terkena efek melebihi 10
% jumlah biota, maka pengujian harus diulangi kembali. Tidak
ada batasan perulangan pengujian dalam keadaan tersebut.

Bahan pengencer yang dipakai sebagai kontrol
maupun pengencer toksikan uji perlu dipilih sesuai
dengan tujuan uji.
Secara umum penetapan bahan pengencer dievaluasi

berdasarkan kriteria berikut:
* Kimiawi sedikit/tak terdeteksi adanya pencemar
utama atau pestisida
* Biologis biota dapat hidup melalui aklimatisasi
dan selama waktu uji, tanpa adanya gangguan seperti
perubahan warna atau kebiasaan menyimpang.

Jika tujuan uji adalah estimasi efek variabilitas toksikan
sepanjang tahun, maka pilihan bahan pengencer yang
dipakai adalah:
* air kran bebas khlor.
* air yang diketahui pasti kualitasnya.
Jika tujuan uji adalah estimasi efek toksikan yang
dibuang ke badan lingkungan, maka pilihan bahan
pengencer yang dipakai adalah:
* air badan lingkungan dimana toksikan akan dibuang
* air kran bebas khlor/air yang diketahui pasti
kualitasnya, jika air badan lingkungan bersifat toksik.

! " #$


%&

'(

)

! . /

0

#+ #

*+

/

, 1! 2

$#$

,"

-

Jika perlu didahului dengan uji temuan awal (range finding
test). Range finding test untuk menetapkan rentang
konsntrasi toksikan uji yang di dalamnya terdapat rentang
konsentrasi penyebab efek negatif bagi uji definitif. Rentang
konsentrasi toksikan Range Finding Test, misalnya 1, 25,
50, 75, 100 satuan konsentrasi.
Jika rentang konsentrasi penyebab efek sekitar 25 – 50
satuan konsentrasi, maka pada rentang itu dipersempit lagi
menjadi 25, 30, 35, 40, 45, 50 satuan konsentrasi sebagai uji
definitif. LC 50 awal
Apabila rentang konsntrasi penyebab efek telah dapat
diduga atau untuk penilaian efek suatu rentang konsentrasi
tertentu, maka uji akut langsung bersifat definitif.

Apabila hasil uji akut tidak menghasilkan efek akut
bukan berarti toksikan tidak bersifat toksis bagi biota uji.
Oleh karenanya, pengujian diteruskan menjadi uji kronik.
Dalam uji kronik (teknik pengujian sama dengan uji akut),
biota uji dipapari toksikan selama kurun waktu siklus
hidupnya. Ini berarti bahwa efek toksikan dapat diketahui
pada setiap tahap kehidupan biota uji, misalnya untuk
tanaman padi meliputi tahap7tahap: perkecambahan biji,
pertumbuhan batang daun dan pertumbuhan buah.
Kriteria efek dapat diterapkan sesuai dengan tahap7tahap
tersebut , sebagai contoh: jumlah biji berkecambah,
kecepatan pertumbuhan batang, bentuk atau warna daun,
produktivitas buah, dll.

Biokonsentrasi sebagai contoh toksikan terlarut air
akan terabsorpsi langsung oleh biota air.
Biomagnifikasi sebagai contoh toksikan terlarut air
masuk ke dalam makanan, selanjutnya makanan
terkontaminasi itu dimakan biota air.
toksikan terlarut air terabsorpsi langsung oleh alga,
kemudian alga dimakan ikan, selanjutnya ikan
dimakan burung.
Proses dapat diukur secara terpisah
(biokonsentrasi/biomagnifikasi) maupun
kombinasinya (biokonsentrasi dan biomagnifikasi).

Tendensi toksikan untuk menghasilkan biokonsentrasi dihubungkan
dengan persistensinya dan sifat lipofiliknya (lebih suka lipid/lemak
daripada air). Sifat lipofilik toksikan diukur melalui koefisien partisi n7
oktanol air (Pow).
Hasil yang didapat dalam uji ini adalah faktor biokonsentrasi toksikan
(bioconcentration factor – BCF), yaitu rasio konsentrasi toksikan dalam
jaringan biota per konsentrasi toksikan dalam mediumnya, dalam hal ini:
BCF = [toksikan dalam jaringan biota] / [toksikan dalam medium]
BCF = [toksikan hari ke:0 – toksikan hari ke:4/ke:1] / [toksikan dalam medium]

Hari ke70

Hari ke74/ke71

BCF, dapat dipakai sebagai pembanding berbagai toksikan, juga
berguna dalam pengukuran waktu paruh biologis bagi toksikan,
yaitu waktu yang diperlukan agar konsentrasi toksikan dalam
jaringan biota berkurang separuhnya. Untuk maksud kalkulasi
waktu paruh biologis, maka biota yang telah terpapar toksikan
ditransfer ke dalam medium tanpa toksikan.
Sedangkan biomagnifikasi diukur dengan pembandingan
konsentrasi toksikan diantara rantai makanan berkaitan. Untuk
contoh diatas, maka pengukuran biomagnifikasi melibatkan
konsentrasi toksikan dalam jaringan alga, ikan dan burung.
Perlu digarisbawahi bahwa toksikan yang mempunyai tendensi
bioakumulatif tampaknya sulit diprediksi efeknya secara jangka
panjang dalam konsentrasi kecil. Karenanya perlu pengujian
intensif dalam kerangka menghasilkan konsentrasi toksikan yang
aman bagi kehidupan.

Pengujian baik temuan awal maupun definitif selalu menggunakan
kontrol (tanpa toksikan) dan kondisi pengujian sama.
Sistem pemaparan statis (static) biota ditempatkan dalam kondisi
lingkungan/larutan diam dengan berbagai variasi konsentrasi toksikan
dari 0 (kontrol = tanpa toksikan) sampai rentang tertentu. Sepanjang
durasi pemaparan, larutan/lingkungan uji tidak diganti baru.
Sistem Pemaparan Resirkulasi (resirculation) sebagaimana uji statis,
kecuali larutan/lingkungan uji dibuat mekanisme perputaran keluar
masuk kontainer. Uji ini memerlukan kehati7hatian tinggi pada
mekanisme perputaran itu yang harus dijaga tidak mengurangi
konsentrasi toksikan.
Sistem Pemaparan Perbaikan (renewal) sebagaimana uji statis, tetapi
larutan uji diperbaiki (diganti baru) secara periodik selama waktu uji.
Sistem Pemaparan Aliran (flow:through) larutan uji bergerak masuk
dan keluar kontainer uji dimana terdapat biota uji. Pengaliran larutan
tersebut dapat berkala atau kontinu selama waktu uji.

Laboratorium Statis
Laboratorium Statis dengan Perbaikan Larutan
Uji
Laboratorium Berkala/Kontinu
Lapangan Makrokosmos

Mempertimbangkan untung rugi desain uji
ekotoksisitas di atas, maka dalam seleksi desain secara
prinsip disesuaikan dengan tujuan uji. Sebagai contoh:
membandingkan berbagai toksikan atau
proses maka dapat digunakan desain uji statis.
untuk mengetahui lebih banyak
toksisitas volatile atau limbah terbuang ke sungai,
maka dapat digunakan desain uji kontinyu.
mengetahui lingkup area efek, maka
desain uji lapangan sebaiknya dipakai.

Biota Uji:
1.) Artemia (biota air payau/laut)
2.) Daphnia sp. (biota air tawar)
3.) Ikan

Internet...

Dapat dipakai di berbagai laboratorium dan berbagai personel
Pembandingan data uji
Peningkatan akurasi data
Perulangan uji
Pemantauan
Namun demikian tidak semua uji ekotoksisitas memrlukan
prosedur baku, terutama berkaitan dengan:
Tujuan uji spesifik, di luar tujuan prosedur baku\
Uji mikro, meso, dan makrokosmos

Setelah pemaparan zat berhenti adalah penting diketahui respon biota;
kembali pada kondisi sebelum pemaparan zat atau tetap pada kondisi
setelah terpapar zat. Pengetahuan ini berguna dalam menilai bahaya zat
dan kapasitas biota.
Sebagai contoh, suatu pemaparan zat X dengan kondisi sama mencapai
target populasi biota A dan populasi biota B. Efek negatif zat X
menghasilkan respon sama bagi populasi biota A dan B.
Selanjutnya pemaparan zat X dihentikan dan menghasilkan:

Maka,

V1.M1 = V2.M2
V1. (100 %) = 1 L . 20 %
V1 = 20 / 100 = 0,2 L ≈ 200 mL ditambahkan 800 mL hingga 1 L. (pengertiannya
bisa dikatakan larutan 20 % tadi bisa menjadi larutan 100 %)
ATAU
V1.M1 = V2.M2 (pengenceran)
Jika kita punya larutan dasar kita anggap larutan dasar sebagai 100 %
konsentrasi. Dan j ika larutan dasar memiliki volume sebesar 100 mL solusi
dengan menggunakan formula pengenceran.
V1. (100 %) = 1 L . 1 %
V1 = 1 / 100 = 0,01 L ≈ 10 mL ditambahkan 990 mL hingga 1 L. (pengertiannya
bisa dikatakan larutan 1 % tadi bisa menjadi larutan 100 %)
V1.M1 = V2.M2 (pengenceran)
V1. (100 %) = 1 L . 20 %
V1 = 20 / 100 = 0,2 L ≈ 200 mL ditambahkan 800 mL hingga 1 L. (pengertiannya
bisa dikatakan larutan 20 % dengan volume 1 L)

Kontrol

Uji 1 7 5

Air kran tanpa khlor

Air kran tanpa khlor

5 Liter
∑ biota = 20 ekor

5 Liter
∑ biota = 20 ekor

V1.M1 = V2.M2
V1. (100 %) = 5 L . 1 %
V1 = 5 / 100 = 0,05 L ≈ 50 mL ditambahkan 4.950 mL hingga 5 L.
V1.M1 = V2.M2
V1. (100 %) = 5 L . 2 %
V1 = 10 / 100 = 0,1 L ≈ 100 mL ditambahkan 4.900 mL hingga 5 L.
Dan seterusnya...

Range Finding Test cari range tengah atau LC50 awal
Definitif Test
LC50 pertama
Acute Test LC50 pasti
Triplikat...Triplo...
No.

Konsentrasi (%)

∑ biota hidup

1

0

19

2

2

15 – 1 = 14

3

4

10 – 1 = 9

4

6

7–1=6

5

8

4–1=3

6

10

2–1=1