Pengaruh Konsentrasi dan Kehalusan Tepung Biji Jagung Sangrai Terhadap Mutu Fisikokimia dan Sensori Es Lilin

5

TINJAUAN PUSTAKA

Es Lilin
Es lilin termasuk produk minuman yang dibekukan hingga fasenya padat
atau sering disebut dengan water ice, dimana produk ini mengandung sebagian
besar air, gula dan tambahan senyawa aditif makanan seperti flavor, zat pewarna,
pemanis sintetis, dan juga termasuk zat pengawet. Es lilin sebagian besar sangat
disukai oleh anak-anak, hal ini dikarenakan es lilin memiliki warna yang menarik,
bentuk yang unik serta rasanya yang manis dan pada saat dikomsumsi dapat
memberikan efek segar pada tubuh serta harganya yang relatif murah
(Hartono, dkk., 2013).
Kandungan produk bekuan turunan es krim memiliki komposisi yang
berbeda-beda untuk setiap produknya. Namun semuanya harus memiliki
komposisi standar yang telah diatur pada aturan The Code of Federal Regulation
yang menyatakan bahwa komposisinya terdiri dari gula sebagai pemanis, air, serta
penambahan zat aditif yang diperbolehkan pada makanan seperti flavor, pewarna
sintetis dan penstabil. Selain mengandung komposisi standarnya, perlu diketahui
juga bahwa produk es atau termasuk pada produk bekuan turunan es tidak
mengandung susu dan krim, sehingga produk es lilin yang dihasilkan tidak

mengandung lemak (Kilara dan Chandan, 2007).

Jagung
Jagung memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
perekonomian nasional hal ini dipengaruhi dengan berkembangnya industri
pangan yang menggunakan jagung sebagai bahan bakunya. Untuk memenuhi
5
Universitas Sumatera Utara

6

kebutuhan akan biji jagung, Indonesia telah melakukan upaya untuk
meningkatkan produksi dalam negeri dengan peningkatan teknologi budi daya dan
varietas unggul. Sampai saat ini produksi jagung dalam negeri belum dapat
memenuhi jumlah permintaan sehingga Indonesia harus mengimpor jagung,
tercatat pada tahun 2013, impor jagung sudah mencapai 2,95 juta ton (BPS,
2014). Pengolahan biji jagung pada saat ini tidak hanya berbasis pada pengadaan
pangan dan pakan saja, namun sudah mencakup lebih luas dimana digunakan
sebagai bahan baku industri minuman, farmasi, dan kimia. Jagung memiliki
prospek yang bagus sebagai bahan pangan dan bahan baku industri karena

memiliki komposisi kimia dan kandungan nutrisinya yang cukup lengkap.
Pemanfaatan biji jagung ini sebagai bahan baku untuk industri maka akan
memberikan efek positif secara ekonomi bagi usaha tani jagung (Suarni, 2005).
Jagung merupakan salah satu sumber bahan pangan pokok karena
memiliki nilai gizi yang hampir mirip dengan beras, sehingga jagung merupakan
pilihan kedua sebagai bahan makanan pokok, bahkan di beberapa daerah di
Indonesia seperti di daerah Madura dan Jawa timur, jagung dikomsumsi sebagai
makanan pokoknya. Kemiripan jagung dengan beras dapat dilihat dari kandungan
gizinya yaitu memiliki karbohidrat, protein, vitamin serta mineral-mineral di
dalamnya. Pengolahan jagung secara umum masih tergolong sangat sederhana
yaitu hanya melakukan perebusan dan pembuatan tepung (Tarwotjo, 1998).
Warna kuning pada jagung merupakan salah satu keunggulan bila
dibandingkan dengan jenis serealia lainnya. Adanya warna kuning pada jagung
dikarenakan adanya kandungan karotenoid yaitu berkisar diantara 6,4-11,3 μg/g,
yang terdiri dari beta-karoten 22% dan xantofil 51%. Bagian utama dari pigmen

Universitas Sumatera Utara

7


xantofil adalah lutein dan zeaxanthin (Koswara, 2000). Kandungan beta-karoten
pada biji jagung memberikan nilai tambah karena memiliki aktivitas provitamin
A, dimana kegunaannya sebagai filter terhadap sinar UV yang dapat memberikan
kesehatan pada bagian mata manusia sehingga terhindar dari kebutaan yang
disebabkan oleh katarak. Pada pigmen xanthofil juga memiliki peranan yang
penting dalam perkembangan sel dan melindungi sel normal dari gangguan sel
mutan sebagai pemicu penyakit kanker, selain itu xanthofil dapat menjaga sistem
pertahanan tubuh dari serangan infeksi dengan cara meningkatkan komunikasi
antar sel, mencegah penyakit jantung dan dapat menangkal radikal bebas
(Abdelmadjid, 2008).
Keunggulan lain dari jagung adalah nilai indeks glikemik yang tergolong
sedang yaitu sebesar 59. Kandungan betakarotennya dapat digunakan sebagai
pewarna alami, serta dapat digunakan sebagai bahan baku makanan untuk
penderita alergen gluten dan penderita autis. Makanan yang memiliki indeks
glikemik yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan kandungan gula darah yang
tinggi secara tiba-tiba, sehingga kadar gula darah menjadi tidak stabil, selain itu
tubuh juga akan merasa kenyang secara tiba-tiba, namun akan mengalami rasa
lapar yang sangat cepat juga. Kondisi ini akan memberikan efek buruk pada tubuh
karena akan merusak pola makan.
Jagung memiliki kandungan serat pangan yang dibutuhkan tubuh. Serat

pangan pada jagung dapat menurunkan kolesterol pada plasma darah dengan cara
meningkatkan ekskresi asam empedu ke dalam feses, sehingga akan
mengakibatkan konversi kolesterol didalam darah melalui asam empedu dalam
hati meningkat. Serat pangan juga akan saling berikatan dengan kolesterol dan

Universitas Sumatera Utara

8

akan dikeluarkan bersama feses sehingga akan mengurangi absorpsi kolesterol
pada saluran pencernaan (Suarni dan Yasin, 2011). Kandungan gizi dalam jagung
biasa dan jagung manis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi per 100 g jagung biasa dan jagung manis
Komponen
Jagung biasa
Jagung manis
Energi (kal)
129,0
96,0
Protein (g)

4,1
3,5
Lemak (g)
1,3
1,0
Karbohidrat (g)
30,3
22,8
Kalsium (mg)
5,0
3,0
Fosfor (mg)
108,0
111,0
Besi (mg)
1,1
0,7
Vitamin A (SI)
117,0
400,0

Vitamin B (mg)
0,18
0,15
Vitamin C (mg)
9,0
12,0
Air (g)
63,5
72,7
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2000).

Penyangraian dan Penepungan Biji Jagung
Penyangraian merupakan salah satu proses pembentukan rasa dan aroma
pada kopi, coklat, kacang-kacangan dan serealia lainnya. Pada saat proses
penyangraian terjadi perpindahan panas dari permukaan wadah pemanas ke dalam
bahan dan akan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Pada proses
penyangraian akan terjadi perubahan kadar air, kadar air pada bahan akan turun
secara cepat pada saat awal penyangraian, dan pada akhir penyangraian akan
relatif lambat karena kandungan air dalam bahan semakin kecil dan posisi
molekul air terletak semakin jauh dari permukaan biji.

Penurunan kadar air pada bahan akan mengakibatkan pengurangan berat
bahan. Perubahan indeks warna juga akan terjadi akibat dari reaksi pencoklatan
atau reaksi Maillard. Pada proses penyangraian terjadi degradasi beberapa
senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa volatil.

Universitas Sumatera Utara

9

Karbohidrat yang mengalami degradasi akan membentuk sukrosa dan gula-gula
sederhana yang menghasilkan rasa manis. Pembentukan senyawa volatil terjadi
pada saat akhir proses penyangraian yaitu pada saat suhu penyangraian berkisar
180oC – 200oC (Mulato dan Widyotomo, 2003).
Penepungan merupakan salah satu proses pengolahan bahan baku yang
dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga berbentuk bubuk. Menurut
Suardi, dkk., (2002), penepungan dapat dilakukan dengan dua jenis metode yaitu
metode basah dan metode kering. Perbedaan kedua metode, pada metode basah
terlebih dahulu dilakukan perendaman bahan sebelum ditepungkan sedangkan
pada metode kering tidak dilakukan perendaman bahan. Pada masyarakat umum
metode basah lebih sering digunakan sedangkan untuk metode kering lebih sering

diterapkan dalam skala industri untuk pembuatan tepung dalam skala besar
(Suprapto, 1998). Efisiensi penggunaan energi pada metode kering lebih rendah
dibandingkan dengan metode basah, namun pada metode basah dapat mengurangi
kerusakan bahan olah akibat oksidasi dan tekstur tepung yang dihasilkan lebih
halus. Kelemahan dari metode basah adalah dapat menghasilkan limbah, dan
memerlukan pengeringan yang cepat untuk menghindari kerusakan yang
disebabkan oleh mikroorganisme pada tepung akibat dari kadar air tepung yang
masih tinggi akibat dari perendaman bahan (Haros, dkk., 2003).
Pada saat proses penepungan perlu diterapkan sanitasi yang baik
dan tahapan proses yang tepat agar mutu tepung yang dihasilkan sesuai dengan
SNI yang telah ditetapkan. Tahapan yang harus diperhatikan dimulai dari sortasi
pada biji jagung untuk memisahkan biji jagung dari benda asing dan
menggolongkan biji jagung berdasarkan tingkat kebagusan dan keseragaman.

Universitas Sumatera Utara

10

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh Standar Nasional
Indonesia berdasarkan (SNI) 01-3727 (1993) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan tepung jagung sesuai (SNI) 01-3727 (1993)
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan
Normal
Bau
Normal
Rasa
Normal
Warna
Tidak boleh
Benda asing
Tidak boleh
Serangga
Tidak boleh
Pati lain selain jagung
Kehalusan
%
Minimum 70
Lolos 80 mesh

%
Maksimum 99
Lolos 60 mesh
% (b/b)
Maksimum 10
Air
% (b/b)
Maksimum 1,50
Abu
% (b/b)
Maksimum 0,10
Silikat
% (b/b)
Maksimum 1,50
Serat kasar
mL
N
NaOH/100
g
Maksimum 4

Derajat asam
mg/kg
Maksimum 1
Timbal
mg/kg
Maksimum 10
Tembaga
mg/kg
Maksimum 40
Seng
mg/kg
Maksimum 0,05
Raksa
mg/kg
Maksimum 0,50
Cemaran arsen
koloni/g
Maksimum 5 x 106
Angka lempeng total
APM/g
Maksimum 10
E.coli
Maksimum 104
Koloni/g
Kapang
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1993)

Pengayakan
Pengayakan merupakan suatu proses bagi suatu bahan padat untuk memisahkan
ukuran berdasarkan ukuran partikel, dimana ukuran partikel akan ditentukan oleh ukuran
mesh (banyaknya lubang kawat ayakan dalam 1 inchi2) yang digunakan, bahan yang
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dari diameter lubang ayakan maka akan lolos
dari ayakan sementara bahan dengan ukuran diameter partikel yang lebih besar akan
tertahan pada permukaan ayakan. Semakin tinggi ukuran mesh yang digunakan maka
hasil ayakan akan lebih halus dikarenakan ukuran diameter tepung yang dihasilkan akan
lebih kecil dan seragam. Proses pengayakan sangat berguna dalam proses

Universitas Sumatera Utara

11

penanganan bahan pangan. Dimana dengan dilakukan pengayakan, maka bahan
pangan yang di ayak akan dipisahkan dari bahan-bahan yang merugikan (seperti
batu, dan kerikil). Adanya proses pengayakan maka kita akan mendapatkan
tepung dari suatu bahan pangan (Wirakartakusumah, dkk., 1992).

Bahan-Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es Lilin
Gula
Gula merupakan salah satu kelompok dari karbohidrat, yang memiliki sifat
mudah larut dalam air, berasa manis, dan juga sangat mudah dicerna oleh tubuh
sehingga akan dapat menghasilkan energi pada tubuh dengan cepat. Peranan
penambahan gula ke dalam bahan pangan, selain memberi rasa manis diharapkan
dapat mempertahankan daya simpan pangan tersebut (Susanti dan Putri, 2014).
Pada umumnya gula selalu ditambahkan pada produk olahan seperti
manisan dan sirup, jenis gula yang digunakan cukup beragam seperti gula pasir,
gula aren atau gula merah. Penambahan gula akan memberikan rasa manis dan
pemberi warna alami pada produk olahan. Disamping itu, pemberian gula ini juga
akan membuat daya tahan produk olahan lebih tahan lama karena dapat mengikat
air dan menurunkan keseimbangan relatif pada bahan (Prayitno, 2002).
Adapun komposisi kimia gula pasir per 100 gram bahan dapat dilihat pada
Tabel 3. Komposisi kimia gula pasir (per 100 g bahan)
Komponen
Kalori (kal)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Air (g)

Jumlah
364,0
94
5,0
1,0
0
5,4

Universitas Sumatera Utara

12

Gelatin
Gelatin merupakan salah satu turunan dari protein yang sebagian besar
terdapat pada serat kolagen di bagian kulit hewan, tulang, dan tulang rawan. Hal
ini dikarenakan gelatin memiliki susunan asam-asam amino yang sangat mirip
dengan serat kolagen, dimana asam amino penyusunnya terdiri dari glisin sebagai
asam amino utama yang banyaknya 2/3 dari jumlah asam amino penyusunnya dan
1/3 lagi diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Struktur kimia
gelatin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia gelatin (Belitz, dkk., 2007)
Menurut Soad, dkk., (2014) gelatin memiliki sifat yang mudah larut
dalam air hangat, tidak berbau, dan tidak berwarna. Kadar gula, jenis dan jumlah
penstabil serta metode pembekuan yang dipakai akan sangat mempengaruhi
tekstur dari produk-produk makanan beku. Fungsi penambahan penstabil pada
bahan bertujuan untuk meningkatkan kekentalan produk sebelum dilakukan
pembekuan, memperpanjang masa simpan karena dapat menghambat adanya
kristalisasi es selama pembekuan dan juga dapat menyerap air pada produk
sehingga produk tidak mudah meleleh (Padaga dan Sawatri, 2006). Menurut
Rahman (2007) jumlah konsentrasi gelatin yang digunakan pada produk es krim

Universitas Sumatera Utara

13

yang efektif adalah sebesar 0,5%. Gelatin juga mampu melindungi produk dari
kerusakan fisik pada buah-buahan dan produk hewani dengan melapisi bagian
permukaan produk tersebut.
Gelatin yang bersifat hidrokoloid sehingga dapat mengikat dan menyerap
air bahan, hal ini akan membuat produk dapat mempertahankan kelembutan,
mencegah terjadinya kristalisasi es dan meningkatkan kepadatan produk beku
yang dihasilkan (Blackburn, 2012). Menurut Norland (1997), suhu optimal untuk
melarutkan gelatin berkisar 71oC dan jika suhu menurun sampai pada suhu 48,9oC
maka gelatin akan membentuk gel.

Vanili
Vanili (Vanilla planifolia And/rews) merupakan salah satu hasil komoditas
pertanian Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, karena vanili
memiliki kandungan flavor yang cukup tinggi (Parve, 2005). Pada buah vanili
segar terdapat beberapa komponen flavor yaitu vanillin, p-hidroksi benzaldehid,
asam vanillat, asam p-hidroksi benzoat yang berada dalam bentuk glikosidiknya.
Senyawa glikosida yang terdapat dalam vanili akan berubah menjadi senyawa
yang bersifat volatil jika ikatan glikosida mengalami hidrolisis oleh enzim beta
glukosidase (Kanisawa, dkk., 1994).

Pembuatan Es Lilin
Proses pembuatan es lilin dari tepung biji jagung sangrai meliputi
pencampuran bahan baku dan bahan tambahan, pemanasan, dan pembekuan:

Universitas Sumatera Utara

14

Proses pencampuran bertujuan untuk menghomogenkan semua jenis bahan
baku yang digunakan, hal ini

dapat dilakukan dengan cara manual maupun

dengan menggunakan alat seperti mixer. Proses pencampuran ini merupakan salah
satu faktor yang menentukan hasil akhir dari produk. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pencampuran diantaranya adalah jenis bahan yang akan
dicampur dan tingkat homogenitas yang diinginkan pada campuran, hal ini akan
berpengaruh

pada

metode

pencampuran

dan

kecepatan

pencampuran

(Brennan, 2008).
Pada umumnya pengolahan bahan pangan sangat membutuhkan
pemanasan karena proses ini akan membuat produk akhirnya lebih awet
dikarenakan

panas

dapat

menonaktifkan

dan

membunuh

sebagian

mikroorganisme yang terdapat pada bahan sehingga produk akan terhindar dari
kerusakan selama penyimpanan (Buckle, dkk., 2009). Pemanasan ini juga
bertujuan untuk pemasakan pada bahan baku sehingga produk akan lebih mudah
untuk dikomsumsi dan produk diterima secara sensori oleh konsumen. Namun
pemanasan yang tinggi akan mengakibatkan penurunan gizi pada bahan terutama
pada bahan yang sangat rentan terhadap panas. Selain terjadinya penurunan gizi,
pemanasan yang tinggi juga akan mengakibatkan penyimpangan warna dan rasa
pada produk akhirnya (Susanti dan Putri, 2014).
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu
simpan bahan pangan, menurut Karsinah, dkk., (2010) menyatakan bahwa produk
yang disimpan pada suhu -18oC akan membuat produk pangan tahan disimpan
selama setahun. Hal ini disebabkan berubahnya wujud air pada produk menjadi
kristal es pada suhu tersebut sehingga jumlah air bebas pada produk akan

Universitas Sumatera Utara

15

berkurang. Berkurangnya jumlah air bebas pada produk akan mengakibatkan
pertumbuhan mirkoba terganggu sehingga produk akan lebih awet disimpan.
Namun penyimpanan yang terlalu lama juga akan mengakibatkan produk akan
mengalami kerusakan fisik seperti terjadinya perubahan warna, tekstur, dan flavor
pada produk (Vaclavik dan Christian, 2008).

Penelitian Sebelumnya
Jagung mengandung karotenoid berkisar antara 6,4-11,3 μg/g, 22%
dintaranya beta-karoten dan 51% xantofil yang membentuk warna kuning pada
jagung (Koswara, 2000). Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak dilakukan
penambahan zat pewarna sintetis, diharapkan warna kuning pada jagung sudah
dapat memberikan kesan yang menarik pada produk es lilin ini.
Tepung jagung juga memiliki kandungan lemak yang lebih rendah
daripada tepung terigu sehingga daya simpan tepung jagung akan lebih awet
karena dapat menghindari reaksi oksidasi lemak dan tidak terjadi ketengikan.
Disisi lain tepung jagung banyak mengandung serat sehingga tepung jagung
memiliki tekstur yang kasar. Untuk memperoleh tepung yang halus maka
dibutuhkan pengayakan dengan mesh yang lebih besar namun rendemen yang
dihasilkan akan semakin berkurang (Rosmisari, 2006). Dalam penelitian ini
dilakukan pengayakan sampai ukuran 100 mesh, untuk mendapatkan tepung yang
halus dan diharapkan dapat meningkatkan kelarutan tepung pada saat pembuatan
produk.

Mutu Es Lilin

Universitas Sumatera Utara

16

Mutu produk es lilin baik dari segi fisik maupun kandungan gizinya akan
sangat memengaruhi tingkat peneriaman konsumen. Produk es lilin memiiki
karakterisik fisik yang hampir sama dengan es krim, dan juga sama-sama produk
turunan makanan beku, karena produk es lilin belum memiliki standar mutu
dalam Standart Nasional Indonesia (SNI), maka penelitian ini mengacu pada
standart mutu pada produk es krim. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk es
krim dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standart Nasional Indonesia untuk es krim
Kriteria Uji
Persyaratan
Keadaan:
– Penampakan
Normal
– Bau
Normal
– Rasa
Normal
Lemak (% b/b)
Minimal 5,0
Gula dihitung sebagai sakarosa (% b/b) Minimal 8,0
Protein (% b/b)
Minimal 2,7
Jumlah Padatan Non Lemak (% b/b)
Minimal 3,4
Bahan Tambahan Makanan:
– Pewarna tambahan
Sesuai SNI 01-0222-1995
– Pemanis buatan
Negatif
– Pemantap dan pengemulsi
Sesuai SNI 01-0222-1995
Cemaran Logam:
– Timbal (Pb) (mg/kg)
Maksimal 1,0
– Tembaga (Cu) (mg/kg)
Maksimal 20,0
Cemaran Arsen (As) (mg/kg)
Maksimal 0,5
Cemaran Mikroba:
- Angka Lempeng Total (koloni/gr)
Maksimal 30.000
- MPN Coliform (APM/g)