Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Terhadap Obat Generik dan Obat Merek Dagang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi,
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan

patologi

dalam

rangka

penetapan

diagnosis,

pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Adapun bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat

yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan
baku farmasi (Menkes RI, 2013).
Obat adalah komoditas khusus bukan komoditas umum. Segala sesuatu
yang berkaitan dengan obat dilakukan regulasi secara ketat karena menyangkut
keamanan, keselamatan jiwa manusia. Mulai dari bahan baku, bahan penolong,
kemasan, produksi, pengujian mutu, distribusi dan peredaran, promosi/iklan,
penjualan, penggunaannya, dilakukan pengaturan secara rinci dan ketat (highly
regulated). Ada lima aspek penting setidaknya yang harus dipenuhi oleh produk
obat yaitu: keamanan (safety), khasiat (efficacy), kualitas (quality), penggunaan
yang rasional (rational of use) dan informasi produk yang benar (the right
information) (Sampurno, 2011).
Obat tidak hanya berfungsi

untuk mendiagnosa, mencegah maupun

menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik pada manusia maupun hewan, tetapi
juga dapat mengakibatkan keracunan. Beberapa pakar menyebutkan obat adalah
racun. Obat dapat menyembuhkan jika digunakan secara tepat, baik secara waktu
maupun maupun dosis (Zeenot, 2013).


5
Universitas Sumatera Utara

Obat dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun, jika tidak
digunakan secara tepat maka dapat memberikan efek yang buruk. Maka dari itu,
penggunaan obat harus sesuai dengan aturan yang diberikan oleh para ahli yaitu
dokter dan apoteker (Zeenot, 2013).
2.2 Peran Obat
Obat memiliki peranan penting dalam pelayanan kesehatan, karena
pencegahan dan penanganan berbagai jenis penyakit tidak terlepas dari tindakan
terapi menggunakan obat maupun farmakoterapinya. Adapun peran obat
meliputi:
a. penetapan diagnosis
b. pencegahan terhadap segala bentuk/jenis penyakit
c. menyembuhkan segala bentuk/jenis penyakit
d. memulihkan kesehatan
e. mengubah fungsi normal tubuh dengan maksud tujuan tertentu
f. mengurangi rasa sakit
g. meningkatkan


pola

hidup

sehat

dalam

ruang

lingkup

sosial

kemasyarakatan atau peningkatan kesehatan
(Zeenot, 2013)

6
Universitas Sumatera Utara


2.3 Klasifikasi Obat
Klasifikasi obat menurut Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000 yaitu:
2.3.1 Obat Bebas
Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, dan toko
obat bahkan warung tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi
hitam. Contohnya Vitamin B Komplek, Vitamin C dan lainnya.

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas
2.3.2 Obat Bebas Terbatas
Obat Bebas Terbatas (dulu

disebut daftar W = Waarschuwing

=

peringatan), yakni obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran biru bergaris tepi hitam.
Pada kemasan obat biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar
warna gelap atau kotak putih dengan beberapa tulisan. Contoh obat bebas terbatas
Antimo, Gargarisma dan lainnya.


Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas

7
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
2.3.3 Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu
obat dalam golongan ini dapat diberikan harus dengan resep dari dokter. Tanda
khusus obat keras yaitu lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf
K yang menyentuh garis tepi. Contohnya Ampicillin, Chloramphenicol dan
lainnya.

Gambar 2.4 Logo Obat Keras
2.3.4 Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak
atau merangsang susunan syaraf pusat yang mengakibatkan timbulnya perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contohnya Diazepam dan Phenobarbital.
2.3.5 Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat mengakibatkan terjadinya

8
Universitas Sumatera Utara

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga
menghilangkan secara total rasa nyeri. Selain itu, narkotika juga bisa
mengakibatkan timbulnya ketergantungan pemakai terhadap keberadaan obat
tersebut. Contohnya Kodein, Morfin dan lainnya.

Gambar 2.5 Logo Obat Narkotika
2.3.6 Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diperoleh di apotek
tanpa harus menggunakan resep dokter dan diberikan oleh Apoteker. Hal ini
sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan sebagai upaya
membantu masyarakat dalam konteks pengobatan sendiri (swamedikasi),
utamanya upaya akses terhadap obat. Contohnya Kloramphenicol, prednisolon
dan lainnya (Zeenot, 2013).
2.4 Tata Nama Obat

2.4.1 Nama Kimia
Nama kimia obat yaitu nama asli senyawa kimia obat. Nama kimia dan
nama generik obat memiliki nama yang tetap, tetapi nama dagang yang sangat
beragam karena masing-masing produsen harus menggunakan nama yang
berbeda. Sebagai contoh nama kimia obat yaitu N-asetil-p-aminofenol
(Parasetamol), 3-okso-L-gulofuranolakton (Vitamin C) dan lainnya

(Widodo,

2004).

9
Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Nama bukan Dagang (unbranded name)
Obat bukan dengan nama dagang yaitu obat generik. Obat generik adalah
obat yang menggunakan nama International Non-proprietary Name (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya (Menkes RI, 2010). Penggunaan obat generik di
Amerika Serikat sekitar 50% dari seluruh resep yang ada, sementara di Indonesia

hanya mempunyai pasar sekitar 7% (Sampurno, 2011).
Di Indonesia, kewajiban menggunakan obat generik berlaku di unit-unit
pelayanan kesehatan pemerintah. Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat
mencapai tujuan yang dinginkan, maka kebijakan tersebt mencakup komponenkomponen berikut:
1.

Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan
disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.

2.

Pengendalian mutu obat generik secara ketat.

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit- unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
4.

Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.


5.

Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit
unit pelayanan kesehatan.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan
masyarakat luas secara berkesinambungan.
7.

Pemantauan

dan

evaluasi

distribusi

obat

generik


secara

berkala

(Ditjen POM RI, 2008).

10
Universitas Sumatera Utara

Mutu obat generik tidak perlu diragukan dikarenakan setiap obat generik
mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria
khasiat, keamanan dan mutu obat. Namun sekarang ini penggunaan obat generik
mulai menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi mengenai
obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan maupun ke
masyarakat luas (Ditjen POM RI, 2008).
Pemerintah dalam rangka menjamin keterjangkauan harga obat sebagai
upaya memenuhi akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat, perlu
pengaturan pemberian informasi Harga Eceran Tertinggi Obat (HET). HET adalah
harga jual tertinggi obat di apotek, toko obat dan instalasi farmasi rumah sakit/

klinik. Industri Farmasi wajib memberikan informasi HET dengan mencamtukan
pada label obat berupa nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah baik pada Obat
Generik dan selain Obat Generik serta mencantumkan formula HET untuk Obat
Generik yang terdapat dalam Katalog Elektronik (Menkes RI, 2016)
Obat generik pada tahun 1991 diluncurkan oleh pemerintah dengan nama
Obat Generik Berlogo yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan ekonomi menengah kebawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN). Pemerintah mengendalikan harga obat generik agar
obat dapat diakses masyarakat. Harga obat generik dapat dikendalikan
dikarenakan obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam
kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan
biaya iklan dalam pemasaran. Sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan
penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
(Anonim, 2014).

11
Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Nama dagang (branded name)
Menurut

Menkes

RI,

2010

mengatakan

bahwa

obat

generik

bermerek/bernama dagang adalah obat dengan nama dagang yang mengggunakan
nama milik produsen obat yang bersangkutan. Obat merek dagang adalah obat
yang telah habis masa hak patennya (off patent) yang diproduksi dan dipasarkan
dengan nama dagang (brand name). Sebagian negara yang sedang berkembang
memproduksi obat branded generic atau disebut juga obat “me too”. Mereka
tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya Research& Development
(R&D) sangat mahal dan membutuhkan kapabilitas penelitian dengan dukungan
teknologi modern yang mahal (Sampurno, 2011).
Obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten (Menkes, 2010).
Hak paten diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya
berdasarkan riset Industri farmasi. Pemilik obat paten mempunyai hak ekslusif
untuk memproduksi dan memasarkan obat patennya. Pihak lain diperbolehkan
memproduksi jika mendapat persetujuan/izin dari pemilik paten tersebut. Paten
dalam hal ini bisa berupa bahan aktif, proses teknologi dan khasiatnya. Setelah
masa paten habis maka obat tersebut dapat diproduksi oleh industri lainnya
(Sampurno, 2011).
Berdasarkan UU No 14 tahun 2001 tentang Paten, masa hak paten berlaku
20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan hanya 10 tahun (pasal 9). Contoh obat paten adalah
Norvsak

(Norvasc), kandungan aslinya amlodipine besylate untuk obat

antihipertensi. Pemilik hak patennya adalah Pfizer. Ketika masih memiliki hak
paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang dapat memproduksi dan memasarkan
ampolidipine. Namun setelah tahun 2007, amlodipine dapat diproduksi oleh

12
Universitas Sumatera Utara

industri farmasi lainnya dengan berbagai nama baik generik maupun nama
dagang. Amlodipine dengan nama Amlodipine (Generik) diproduksi oleh Soho,
Amcor (nama dagang) diproduksi oleh Merck Indonesia, Calsivas (nama dagang)
diproduksi oleh Fahrenheit dan lainnya (Anonim, 2011).
2.5 Rasionalitas Pemilihan Obat
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan sendiri atau dalam
memilih dan menggunakan obat yaitu:
a.

Memilih obat yang sesuai dengan jenis penyakit
Dalam memilih obat, kita harus mengetahui penyakit yang akan diobati,

baik jenisnya, gejalanya dan penyebabnya. Misalnya contoh kasus seseorang
yang mengalami batuk, kita harus mengetahui jenis batuknya berdahak atau batuk
kering, gejalanya, serta penyebabnya, sehingga dapat diberikan obat sesuai
dengan jenis batuk yang diderita pasien tersebut, jika pasien menderita batuk
berdahak diakibatkan oleh alergi, maka pasien akan diberikan obat batuk yang
mengandung anti alergi.
b.

Mengacu pada kondisi tubuh
Obat memberikan efek terapi yang berbeda pada setiap individu. Hal ini

dipengaruhi oleh kondisi tubuh seseorang baik massa tubuh, pola hidup dan
lainnya.
c.

Obat dengan efek samping ringan
Semua obat memiliki efek samping, misalnya berupa mual, muntah, diare,

mata kabur, mengantuk, badan lemah dan lainnya. Namun, tidak semua pasien
akan merasakan efek samping yang sama. Oleh karena itu, kita harusnya memilih
obat dengan efek samping yang ringan.

13
Universitas Sumatera Utara

d.

Memilih obat dengan bentuk sediaan yang sesuai dan nyaman
Obat tersedia dalam beberapa bentuk sediaan, misalnya tablet, sirup, salep

dan lainnya. Pada anak-anak yang sulit minum obat dengan bentuk sediaan tablet
atau kapsul, maka dapat diberikan obat dengan bentuk sediaan sirup sehingga
mudah untuk diminum bahkan dengan berbagai variasi rasa.
e.

Memilih obat dengan harga yang murah
Obat dengan harga yang tinggi tidak selalu menunjukkan kualitas yang

lebih baik. Obat dengan isi bahan aktif yang sama akan memiliki efek yang sama
dari segi khasiatnya, namun dari segi harga antar merek obat memiliki perbedaan
harga 3 kali lipat bahkan lebih. Produsen akan berlomba-lomba membuat iklan
ddan promosi, biaya iklan dan promosi akan dibebankan kepada harga produk
obat tersebut (Widodo, 2004).
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen dalam membeli suatu barang atau jasa termasuk obat
dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1.

Faktor Sosial
Pada setiap lapisan golongan masyarakat, terdapat banyak individu yang

saling berinteraksi, interaksi ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pembelian suatu barang/jasa. Kelompok sosial konsumen dalam lingkup tertentu
seperti profesi dan paguyuban sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian.
Faktor keluarga juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian terutama untuk
produk-produk yang diperlukan secara bersama oleh keluarga.

14
Universitas Sumatera Utara

2.

Faktor Budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh luas dan dalam pada perilaku

konsumen. Masa pertumbuhan, pendidikan masa kecil, keinginan dan perilaku
keluarga dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang. Setiap kebudayaan
terdiri dari sub kultur atau kelompok orang dengan sistem nilai yang sama dalam
satu kesamaan pengalaman kehidupan. Kelompok masyarakat ini bisa berupa
kesamaan dan kebangsaan, keagamaan dan profesi. Faktor latar belakang sub
kultur bisa berpengaruh pada perilaku pembelian dari konsumen.
3.

Faktor Personal
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik personal

termasuk umur, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup dan personalitas
konsumen. Sebagai contoh dalam populasi sekarang ini kelompok usia lanjut
cenderung makin besar prosentasenya. Implikasinya prevalensi penyakit
degeneratif akan meningkat, sehingga obat-obatan untuk penyakit degeneratif
semakin banyak dibutuhkan.
4.

Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu

motivasi, pembelajaran, sikap dan kepercayaan. Faktor ini yang mendorong
seseorang untuk membeli suatu produk tertentu (Sampurno, 2011).

15
Universitas Sumatera Utara