Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32 tahun 2004 (sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999)
tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan “Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Pada hakikatnya otonomi daerah memberikan ruang gerak
secukupnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih
berdaya mampu bersaing dalam kerjasama, dan profesional terutama dalam
menjalankan pemerintah daerah dan mengelola sumber daya serta potensi yang
dimiliki daerah tersebut. Oleh karena itu, pemberian otonomi daerah diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di
Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber
pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan
bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan
prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan begitu, daerah bisa mandiri (otonom)
sesuai dengan tujuan otonomi tersebut, terutama kemandirian keuangan daerah.
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik
daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (UU No
32 Tahun 2004 Pasal 156).
Dengan bergulirnya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya , khususnya PP Nomor 105 tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka
terhitung tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen
keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang
luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur
tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang
luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut, tidaklah berarti
bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumber-sumber keuangan yang
dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hak dan kewenangan
yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakekatnya merupakan amanah yang
harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada
masyarakat di daerah maupun kepada Pemerintah Pusat yang telah membagikan
dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia. Dengan bergulirnya
16
Universitas Sumatera Utara
otonomi daerah, laporan pertanggungjawaban keuangan harus dibuat oleh Kepala
Daerah sesuai dengan standar akuntansi yang berterima umum di sektor
pemerintahan. Saat ini Standar Akuntansi Pemerintahan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai
sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan
otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan
pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya seperti melaksanakan
fungsi pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan fungsi
pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat (protective
function). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek
negatif antara lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya
akan mengundang campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim
menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat
pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi).
Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak
(tax objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak
ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases) responsif terhadap kekuatankekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti inflasi, pertambahan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, sumber-sumber pendapatan
17
Universitas Sumatera Utara
potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemandirian
keuangannya.
2.1.3. Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan merupakan indikator utama dalam mengukur
kemampuan daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintahan daerah yang
dijalankan. Untuk mengukur seberapa besar tingkat kemandirian fiskal suatu
daerah diukur dengan ukuran Derajat Kemandirian Fiskal Daerah atau Derajat
Otonomi Fiskal Daerah yaitu rasio antara realisasi Pendapatan Asli Daerah
dengan realisasi Total Penerimaan Daerah (TPD) (Zaenuddin, 2012). Menurut
Bahl dalam (Fatmala, 2015) kemandirian keuangan daerah harus diikuti dengan
adanya kemampuan pajak (taxing power) dari pemerintah daerah. Dengan adanya
kemampuan pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki sumber dana
pembangunan yang besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah tersebut
dapat berdampak positif dimana pajak tersebut akan digunakan untuk membangun
berbagai infrastruktur dan membiayai berbagai pengeluaran publik. Halim
(2001:167) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah dapat dicapai jika
pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Selain itu ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin dengan cara meningkatkan Pendapatan
18
Universitas Sumatera Utara
Asli Daerah sehingga menjadi bagian sumber keuangan terbesar daerah. Dengan
demikian peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Tingkat kemandirian
keuangan daerah antara pemerintah pusat dan daerah pada umumnya ditunjukkan
oleh variabel-variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan
Daerah (TPD), Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah (BHPBP)
terhadap TPD, dan Rasio Sumbangan Bantuan Daerah (SBD) terhadap TPD.
Untuk melihat kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah
khususnya di bidang keuangan, diukur dari seberapa jauh kemampuan
pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh PAD dan Bagi Hasil Daerah.
Oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber
yang harus dipacu pertumbuhannya karena PAD merupakan indikator penting
untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah di bidang keuangan.
Kemandirian keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak daerah, retribusi
dan lain-lain. Karena itu otonomi daerah dan pembangunan daerah bisa
diwujudkan hanya apabila disertai kemandirian yang efektif. Ini berarti bahwa
pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah
pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti
pajak, retribusi dan sebagainya. Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD
maka semakin berhasil usaha pemerintah daerah. Dengan kata lain semakin besar
kontribusi pendapatan asli daerah terhadap struktur APBD, maka akan semakin
19
Universitas Sumatera Utara
kecil pula ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat dan semakin
tinggi pula kemandirian keuangan daerah tersebut.
Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang
bersumber dari APBD menurut Halim (2002 : 128) adalah dengan Rasio
Kemandirian (otonomi fiskal). Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Kemandirian Keuangan Daerah =
2.1.4
��������� ���������� ���� ����� ℎ (��� )
���� ����� ����� ���������� ���� ℎ (��� )
x 100%
Dana Perimbangan
Dana perimbangan disebut transfer pemerintah pusat. Menurut UU No. 33
Tahun 2004 Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk
membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah
serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Dana
perimbangan ini juga merupakan pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan
20
Universitas Sumatera Utara
pembangunan di daerah. sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin rendah. Dengan semakin
rendahnya tingkat ketergantungan tersebut maka daerah tersebut dikategorikan
mandiri. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana perimbangan ini terdiri atas 3 yaitu
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi
Hasil (DBH).
1.
Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Alokasi Umum
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan
daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi”. Hal ini berarti bahwa DAU
merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah. DAU
untuk daerah dengan kapasitas fiskal rendah akan mendapat jumlah DAU
yang lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan kapasitas fiskal yang
tinggi. Menurut Saragih (2003 : 104) “Bagi daerah yang relatif minim Sumber
Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna
mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber
pembiayaan pembangunan”. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. Untuk provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari DAU
yang sudah ditetapkan. Apabila DAU yang diterima oleh suatu daerah lebih
21
Universitas Sumatera Utara
besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka hal
tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih belum
dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah
tersebut masih bergantung pada DAU dari pemerintah pusat.
2.
Dana Alokasi Khusus
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Alokasi Khusus
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
dengan prioritas nasional”. DAK dialokasikan berdasarkan kemampuan
keuangan daerah yag dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah
dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Menurut Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Daerah arah kegiatan DAK adalah DAK bidang
pendidikan, bidang kesehatan, bidang infrastruktur jalan, bidang infrastruktur
irigasi, bidang infrastruktur air minum, bidang infrastruktur sanitasi, bidang
prasarana pemerintahan desa dan bidang sarana dan prasarana kawasan
perbatasan. Apabila DAK yang diterima oleh suatu daerah lebih besar
dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka daerah
tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai
kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari
pemerintah pusat.
22
Universitas Sumatera Utara
3.
Dana Bagi Hasil
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Bagi Hasil adalah
dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah
berdasarkan angka presentasi tertentu”. DBH bersumber dari pajak dan
Sumber Daya Alam. Dana yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan
PPh 21, PPh 25 dan PPh 29. Sementara yang bersumber dari alam yaitu
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Dana bagi hasil
merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting
dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan
atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial
dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan
dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari
pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang
tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat
meningkat.
23
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Wealth (Kemakmuran)
Kemakmuran dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB merupakan salah satu indikator makro yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan proses pembangunan. Produk Domestik Bruto (PDB) atau
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto seluruh
barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara
yang timbul akibat aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah faktor-faktor produksi dimiliki residen atau non residen
(BPS Sumut, 2015). Semakin tinggi nilai aktivitas produksi dan jasa yang
dihasilkan semakin tinggi pula pendapatan yang dihasilkan, tingginya pendapatan
akan meningkatkan kemampuan membayar berbagai pungutan yang ditetapkan
pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Tingginya pendapatan yang diperoleh dari aktivitas
produksi dan jasa di daerah yang kemudian pendapatan tersebut dapat membiayai
pengeluaran daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak bergantung kepada
transfer dari pemerintah pusat. Sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan
mandiri.
2.1.6 Belanja Modal
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 2
Paragraf 7 “belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum
24
Universitas Sumatera Utara
Negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran dalam periode tahun anggaran
dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali”. Istilah belanja terdapat dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Salah satu jenis belanja menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 adalah belanja modal. Belanja modal adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal
yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh biaya yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja
modal meliputi belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja
modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, belanja
modal aset tetap lainnya.
Menurut Halim (2002:72) belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah
yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal memiliki peranan yang
strategis karena karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan
dan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha
swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat. Tersedianya struktur yang baik
diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor,
produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada akhirnya akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik
25
Universitas Sumatera Utara
diharapkan akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat
mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer dari pemerintah
pusat. Rendahnya ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat
menunjukkan daerah tersebut adalah daerah yang mandiri. Hal ini memungkin
daerah untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah bersumber
dari Pendapatan Asli daerah.
2.1.7
Leverage
Analisis keuangan adalah usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan swasta (lembaga
yang besifat komersil) analisis rasio keuangan pada umumnya terdiri dari likuiditas,
leverage, aktivitas dan profitabilitas. Menurut Halim (2002:127) penggunaan
analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak
dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel
analisa rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian
dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.
Menurut Hadi (2010) salah satu rasio atau perbandingan pos-pos laporan
keuangan pemerintah daerah yang dapat digunakan adalah leverage. Leverage
menggambarkan besarnya utang pemerintah dari pihak eksternal dibandingkan
26
Universitas Sumatera Utara
dengan modal sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa jika jumlah utang
pemerintah lebih besar daripada modal sendiri maka dapat dikatakan bahwa
keuangan daerah lebih banyak bersumber dari pihak eksternal seperti pemerintah
pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank maupun masyarakat melalui
penawaran obligasi daerah. Leverage dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio
(DER) melalui rumus sebagai berikut.
���������
DER = �������
����
� 100%
Semakin besar rasio Leverage menunjukkan bahwa daerah membutuhkan
dana yang bersumber dari pihak eksternal untuk membiayai operasionalnya.
Sebaliknya semakin kecil rasio Leverage maka semakin besar kemampuan entitas
dalam membiayai operasionalnya melalui dana internalnya. Dengan kata lain
semakin besar leverage yang dimiliki suatu entitas maka semakin rendah tingkat
kemandirian keuangan daerah tersebut dan sebaliknya.
2.1.8
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar daerah
di Indonesia memiliki tingkat kemampuan yang rendah dalam meningkatkan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan ketergantungan pada bantuan dari
pemerintah pusat masih tinggi.
Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Likuiditas dan
Leverage Terhadap Kemandirian Daerah (Studi Terhadap Laporan Keuangan
27
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2007 di Wilayah Provinsi Aceh) menemukan
bahwa Likuiditas, Leverage baik secara parsial maupun simultan berpengaruh
secara signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah wilayah
Provinsi Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh Likuiditas dengan
rasio lancar dan Leverage secara bersama-sama terhadap kemandirian daerah
adalah sebesar 52 persen sedangkan secara parsial likuditas berpengaruh terhadap
kemandirian daerah pada pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Aceh sebesar
74,3 persen dan leverage secara parsial berberpengaruh terhadap kemandirian
daerah pada pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Aceh sebesar 2.2 persen.
Selain itu, dalam penelitiannya Ikasari (2015) yang berjudul Pengaruh Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal Terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah di D.I Yogyakarta menunjukkan bahwa DAU dan
Belanja Modal berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah
sedangkan DAK memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah.
Imawan dan Wahyudi (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010-2012
membuktikan bahwa secara parsial variabel Belanja Modal dengan arah negatif
berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Ukuran, wealth berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah, sedangkan Leverage
tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Namun secara simultan
28
Universitas Sumatera Utara
ukuran, wealth, leverage dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap
kemandirian keuangan daerah. Marizka (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat Tahun 2006-2011 menunjukkan bahwa
PAD berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah, DBH dan DAU
tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dan DAK berpengaruh
signifikan negatif terhadap kemandirian keuangan daerah. Nur’ainy, Desfitrina dan
Utomo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
pada Kota di Jawa Barat menemukan bahwa secara parsial maupun simultan
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap
kemandirian keuangan daerah. Berikut disajikan ikhtisar beberapa penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Ikhtisar Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama
dan
tahun
1 Hadi
(2010)
N
o
Variabel
Penelitian
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah.
Rasio
Kemandirian
=
��������� ���
(��� +(����� −����� ��� −����� ����� ����� ))
Rasio Lancar =
Variabel
Independen:
Hasil
Penelitian
Indikator
������ ������ −����������
����� ������ ������
Likuiditas,
leverage
baik secara
parsial
maupun
simultan
berpengaruh
secara
signifikan
29
Universitas Sumatera Utara
2 Ikasari
(2015)
Rasio
Likuiditas,
Leverage
Leverage =
Variabel
dependen
1.
Variabel
Independen :
DAU, DAK,
Belanja Modal
3 Imawan
dan
wahyud
in
(2014)
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah
Rasio
Kemandirian
=
(����� ���������� ����� ℎ )
���
2.
DAU =
3.
DAK =
4.
Belanja Modal = Belanja Modal =
Belanja Tanah + Belanja Peralatan
dan Mesin + Belanja gedung dan
bangunan + Belanja Jalan, Irigasi
dan Jaringan + Belanja Aset Tetap
lainnya
1.
Rasio
2.
3.
4.
Variabel
Independen:
Ukuran,
Wealth,
Belanja
Modal,
Leverage
positif
terhadap
tingkat
Kemandirian
Keuangan
Daerah
wilayah
Provinsi
Aceh
��������� ���
Kemandirian
Keuangan
Daerah
����� ������
������� ����
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
Kemandirian
��������� ���
(����� ���������� ����� ℎ )
Daerah
=
Ukuran = Total Aset
Wealth = Nilai PDRB menurut
harga konstan
Belanja Modal = Belanja Tanah +
Belanja Peralatan dan Mesin +
Belanja gedung dan bangunan +
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
+ Belanja Aset Tetap lainnya
5. Leverage =
������
�������
DAU
dan
Belanja
Modal
berpengaruh
positif
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah
sedangkan
DAK
memiliki
pengaruh
negatif.
Ukuran,
wealth
berpengaruh
positif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah,
sedangkan
leverage dan
belanja
modal tidak
berpengaruh
terhadap
kemandirian
30
Universitas Sumatera Utara
keuangan
daerah.
Namun
secara
simultan
ukuran,
wealth,
leverage dan
belanja
modal
berpengaruh
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah.
4 Marizka
(2013)
Variabel
dependen:
1.
=
PAD
berpengaruh
positif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah,
DBH
dan
DAU tidak
berpengaruh
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah dan
DAK
berpengaruh
signifikan
negatif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah.
=
Pertumbuha
n Ekonomi
dan
PAD
baik secara
parsial
maupun
������� ��������� ℎ
Variabel
Independen
PAD, DBH,
DAU, DAK
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah
Kemandirian
���
Kemandirian
Keuangan
Daerah
5 Nur’ain
y,
Desfitri
na dan
Utomo
Rasio
1.
2.
PAD =
3.
DBH =
4.
DAU =
5.
DAK =
���
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
Keuangan
���
���
2.
���
����� ���������� ����� ℎ
�100%
Daerah
Pertumbuhan
���� 1−���� 0
���� 0
(Y)
Ekonomi
�100%
=
31
Universitas Sumatera Utara
(2013)
Variabel
Independen
:Pertumbuhan
ekonomi,
PAD
3.
Pendapatan Asli Daerah = Realisasi
PAD dalam rupiah
simultan
berpengaruh
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah pada
Kota di Jawa
Barat.
2.2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.2.1.
Kerangka Konseptual
Adanya mekanisme Transfer ke Daerah didasarkan kepada pertimbangan
mengurangi ketimpangan yang mungkin terjadi baik antar daerah (horizontal
imbalances) maupun antara pemerintah pusat dan daerah (vertical
imbalances).
Esensi dari kebijakan otonomi daerah menuntut bagaimana
pemerintah daerah mampu menyelenggarakan program-program regional
untuk meningkatkan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan.
Kemampuan dari pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber
keuangannya sendiri demi meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah
akan mengarah pada aspek kemandirian keuangan daerah yang dapat diukur
dengan cara membandingkan Pendapatan Asli Daerah terhadap total
pendapatan daerah. DAU yang diberikan pemerintah pusat bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah. Hal ini disebabkan karena setiap daerah memiliki kemampuan
32
Universitas Sumatera Utara
keuangan yang berbeda-beda. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar
DAU dari pemerintah pusat maka semakin tinggi juga tingkat kemandirian
keuangan daerah tersebut. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerahdaerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional. DAK diberikan
dengan tujuan untuk membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah
tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah, maka semakin tinggi DAK maka akan
semakin tinggi kemandirian daerah tersebut. Dana bagi hasil merupakan
komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam
menyelenggarakan otonomi daerah . Pemerintah daerah yang menginginkan
dana bagi hasil yang tinggi maka harus mengoptimalkan potensi pajak dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah
meningkat. Wealth diukur dengan menggunakan Produk Domestik Regional
Bruto untuk menunjukkan jumlah nilai produk barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi. Semakin tinggi PDRB yang dihasilkan
masing-masing sektor semakin besar pula kontribusinya untuk meningkatkan
perekonomian daerah. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk
33
Universitas Sumatera Utara
perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan
daerah untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat seperti
pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana yang ada di daerah
yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Leverage adalah
perbandingan antara utang dan modal. Semakin besar Leverage yang dimiliki
menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak mampu membiayai operasionalnya
sendiri sehingga membutuhkan dana dari pihak eksternal.
Untuk
menyederhanakan
pemikiran
tersebut
dibuat
kerangka
konseptual pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
34
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah pernyataan sementara yang diperkirakan akan
didukung oleh data empiris dalam penelitian. Hipotesis diperoleh dari
teori yang menjadi dasar pembentukan konseptual penelitian (Indrawati,
2015:94). Berdasarkan Gambar 2.1 penelitian ini mengajukan tujuh
hipotesis alternatif berikut:
1. Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah. Hal ini disebabkan karena setiap
daerah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda-beda. Sehingga
dapat dikatakan bahwa semakin besar DAU dari pemerintah pusat
maka semakin tinggi juga
tingkat kemandirian keuangan daerah
tersebut. Hasil penelitian Marizka (2013) menunjukkan bahwa DAU
tidak memilikipengaruh yang siginifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah di Sumatera Barat. Apabila DAU yang diterima oleh
suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan
daerah tersebut maka hal tersebut berarti tingkat kemandirian
keuangan daerah tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab
dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih
bergantung pada DAU dari pemerintah pusat dan DAU lebih
35
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk kegiatan yang bersifat konsumtif dan spekulatif
tidak untuk sektor-sektor produktif. Dengan demikian dapat diajukan
hipotesis penelitian pertama berikut ini.
H1 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
2. Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah-daerah tertentu dalam
rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
termasuk dalam program prioritas nasional. DAK diberikan dengan
tujuan untuk membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah
tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah,
maka semakin tinggi DAK maka akan semakin tinggi kemandirian
daerah tersebut karena dengan bertambahnya kucuran DAK ke daerah
setiap tahun semestinya disertai rancangan lebih terarah dan
pemanfaatannya benar-benar untuk kepentingan rakyat yaitu untuk
pelaksanaan pembangunan. Namun apabila DAK yang diterima oleh
36
Universitas Sumatera Utara
suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan
daerah tersebut maka tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut
masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai
kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari
pemerintah pusat. Hasil penelitian Ikasari (2013) menunjukkan bahwa
DAK memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah di Provinsi D.I.
Yogyakarta. Dari penjelasan
tersebut diajukan hipotesis kedua berikut ini.
H2 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
3. Dana bagi hasil memiliki pengaruh terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang
memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah .
Pemerintah daerah yang menginginkan dana bagi hasil yang tinggi
maka harus mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam
yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga kontribusi yang
diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah meningkat.
Penerimaan DBH yang relatif besar akan mengurangi ketergantungan
daerah pada pemerintah pusat sehingga daerah tersebut bisa dikatakan
37
Universitas Sumatera Utara
mandiri. Marizka (2013) pada penelitiannya menunjukkan bahwa
DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah. Berdasarkan uraian diatas maka diajukan hipotesis ketiga
berikut.
H3 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara periode 2010-2014.
4. Wealth berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Wealth dapat diukur dengan menggunakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi
yang menggambarkan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah atau
region pada suatu jangka waktu tertentu. Semakin tinggi PDRB yang
dihasilkan masing-masing sektor maka semakin besar pula kontribusi
sektor tersebut terhadap perekonomian daerah. Meningkatnya Produk
Domestik Regional Bruto akan menambah penerimaan pemerintah
yakni Pendapatan Asli daerah yang bersumber dari pajak daerah.
Tingginya PAD menunjukkan bahwa daerah tersebut dapat dikatakan
mandiri. Berdasarkan penjelasan tersebut maka diajukan hipotesis
keempat berikut ini.
38
Universitas Sumatera Utara
H4 : Wealth berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara periode 2010-2014.
5. Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset
tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah.
Pemerintah dengan aset yang besar diasumsikan memiliki potensi
untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat seperti
pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana yang ada di
daerah yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika
sarana dan prasarana memadai maka akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas ekonomi yang semakin meningkat, dan dengan adanya
dukungan infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
menempatkan dana investasinya di daerah tersebut. Hal tersebut
mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang merupakan faktor utama dari kemandirian
keuangan daerah.
Berdasarkan uraian tersebut maka diajukan
hipotesis kelima berikut ini.
H5 : Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara periode 2010-2014.
39
Universitas Sumatera Utara
6. Leverage berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Leverage adalah perbandingan antara utang dan modal. Semakin besar
Leverage yang dimiliki menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak
mampu membiayai operasionalnya sendiri sehingga membutuhkan
dana dari pihak eksternal. Menurut Hadi (2010) jika suatu daerah
mampu menutup hutang dengan ekuitas dana yang dimiliki maka
semakin kecil unsur hutang sehingga semakin menaikkan kemandirian
daerah tersebut dengan tidak terbeban dengan sumber dana eksternal
berupa pinjaman atau hutang. Dari uraian tersebut diajukan hipotesis
keenam penelitian berikut ini.
H6 : Leverage berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
periode 2010-2014.
7. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi
Hasil, Produk Domestik Regional Bruto, Belanja Modal, Leverage
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian
Keuangan
Daerah
menunjukkan
kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh
40
Universitas Sumatera Utara
besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari sumber lain,
misalnya
bantuan
pemerintah
pusat
ataupun
dari
pinjaman.
Berdasarkan uraian tersebut diajukan hipotesis ketujuh berikut ini.
H7 : Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,
Wealth, Belanja Modal, Leverage berpengaruh secara simultan
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
41
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32 tahun 2004 (sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999)
tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan “Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Pada hakikatnya otonomi daerah memberikan ruang gerak
secukupnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih
berdaya mampu bersaing dalam kerjasama, dan profesional terutama dalam
menjalankan pemerintah daerah dan mengelola sumber daya serta potensi yang
dimiliki daerah tersebut. Oleh karena itu, pemberian otonomi daerah diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di
Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber
pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan
bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan
prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan begitu, daerah bisa mandiri (otonom)
sesuai dengan tujuan otonomi tersebut, terutama kemandirian keuangan daerah.
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik
daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (UU No
32 Tahun 2004 Pasal 156).
Dengan bergulirnya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya , khususnya PP Nomor 105 tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka
terhitung tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen
keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang
luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur
tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang
luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut, tidaklah berarti
bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumber-sumber keuangan yang
dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hak dan kewenangan
yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakekatnya merupakan amanah yang
harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada
masyarakat di daerah maupun kepada Pemerintah Pusat yang telah membagikan
dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia. Dengan bergulirnya
16
Universitas Sumatera Utara
otonomi daerah, laporan pertanggungjawaban keuangan harus dibuat oleh Kepala
Daerah sesuai dengan standar akuntansi yang berterima umum di sektor
pemerintahan. Saat ini Standar Akuntansi Pemerintahan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai
sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan
otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan
pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya seperti melaksanakan
fungsi pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan fungsi
pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat (protective
function). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek
negatif antara lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya
akan mengundang campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim
menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat
pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi).
Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak
(tax objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak
ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases) responsif terhadap kekuatankekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti inflasi, pertambahan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, sumber-sumber pendapatan
17
Universitas Sumatera Utara
potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemandirian
keuangannya.
2.1.3. Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan merupakan indikator utama dalam mengukur
kemampuan daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintahan daerah yang
dijalankan. Untuk mengukur seberapa besar tingkat kemandirian fiskal suatu
daerah diukur dengan ukuran Derajat Kemandirian Fiskal Daerah atau Derajat
Otonomi Fiskal Daerah yaitu rasio antara realisasi Pendapatan Asli Daerah
dengan realisasi Total Penerimaan Daerah (TPD) (Zaenuddin, 2012). Menurut
Bahl dalam (Fatmala, 2015) kemandirian keuangan daerah harus diikuti dengan
adanya kemampuan pajak (taxing power) dari pemerintah daerah. Dengan adanya
kemampuan pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki sumber dana
pembangunan yang besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah tersebut
dapat berdampak positif dimana pajak tersebut akan digunakan untuk membangun
berbagai infrastruktur dan membiayai berbagai pengeluaran publik. Halim
(2001:167) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah dapat dicapai jika
pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Selain itu ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin dengan cara meningkatkan Pendapatan
18
Universitas Sumatera Utara
Asli Daerah sehingga menjadi bagian sumber keuangan terbesar daerah. Dengan
demikian peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Tingkat kemandirian
keuangan daerah antara pemerintah pusat dan daerah pada umumnya ditunjukkan
oleh variabel-variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan
Daerah (TPD), Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah (BHPBP)
terhadap TPD, dan Rasio Sumbangan Bantuan Daerah (SBD) terhadap TPD.
Untuk melihat kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah
khususnya di bidang keuangan, diukur dari seberapa jauh kemampuan
pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh PAD dan Bagi Hasil Daerah.
Oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber
yang harus dipacu pertumbuhannya karena PAD merupakan indikator penting
untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah di bidang keuangan.
Kemandirian keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak daerah, retribusi
dan lain-lain. Karena itu otonomi daerah dan pembangunan daerah bisa
diwujudkan hanya apabila disertai kemandirian yang efektif. Ini berarti bahwa
pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah
pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti
pajak, retribusi dan sebagainya. Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD
maka semakin berhasil usaha pemerintah daerah. Dengan kata lain semakin besar
kontribusi pendapatan asli daerah terhadap struktur APBD, maka akan semakin
19
Universitas Sumatera Utara
kecil pula ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat dan semakin
tinggi pula kemandirian keuangan daerah tersebut.
Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang
bersumber dari APBD menurut Halim (2002 : 128) adalah dengan Rasio
Kemandirian (otonomi fiskal). Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Kemandirian Keuangan Daerah =
2.1.4
��������� ���������� ���� ����� ℎ (��� )
���� ����� ����� ���������� ���� ℎ (��� )
x 100%
Dana Perimbangan
Dana perimbangan disebut transfer pemerintah pusat. Menurut UU No. 33
Tahun 2004 Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk
membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah
serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Dana
perimbangan ini juga merupakan pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan
20
Universitas Sumatera Utara
pembangunan di daerah. sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin rendah. Dengan semakin
rendahnya tingkat ketergantungan tersebut maka daerah tersebut dikategorikan
mandiri. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana perimbangan ini terdiri atas 3 yaitu
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi
Hasil (DBH).
1.
Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Alokasi Umum
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan
daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi”. Hal ini berarti bahwa DAU
merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah. DAU
untuk daerah dengan kapasitas fiskal rendah akan mendapat jumlah DAU
yang lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan kapasitas fiskal yang
tinggi. Menurut Saragih (2003 : 104) “Bagi daerah yang relatif minim Sumber
Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna
mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber
pembiayaan pembangunan”. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. Untuk provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari DAU
yang sudah ditetapkan. Apabila DAU yang diterima oleh suatu daerah lebih
21
Universitas Sumatera Utara
besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka hal
tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih belum
dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah
tersebut masih bergantung pada DAU dari pemerintah pusat.
2.
Dana Alokasi Khusus
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Alokasi Khusus
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
dengan prioritas nasional”. DAK dialokasikan berdasarkan kemampuan
keuangan daerah yag dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah
dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Menurut Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Daerah arah kegiatan DAK adalah DAK bidang
pendidikan, bidang kesehatan, bidang infrastruktur jalan, bidang infrastruktur
irigasi, bidang infrastruktur air minum, bidang infrastruktur sanitasi, bidang
prasarana pemerintahan desa dan bidang sarana dan prasarana kawasan
perbatasan. Apabila DAK yang diterima oleh suatu daerah lebih besar
dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka daerah
tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai
kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari
pemerintah pusat.
22
Universitas Sumatera Utara
3.
Dana Bagi Hasil
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Bagi Hasil adalah
dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah
berdasarkan angka presentasi tertentu”. DBH bersumber dari pajak dan
Sumber Daya Alam. Dana yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan
PPh 21, PPh 25 dan PPh 29. Sementara yang bersumber dari alam yaitu
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Dana bagi hasil
merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting
dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan
atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial
dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan
dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari
pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang
tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat
meningkat.
23
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Wealth (Kemakmuran)
Kemakmuran dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB merupakan salah satu indikator makro yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan proses pembangunan. Produk Domestik Bruto (PDB) atau
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto seluruh
barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara
yang timbul akibat aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah faktor-faktor produksi dimiliki residen atau non residen
(BPS Sumut, 2015). Semakin tinggi nilai aktivitas produksi dan jasa yang
dihasilkan semakin tinggi pula pendapatan yang dihasilkan, tingginya pendapatan
akan meningkatkan kemampuan membayar berbagai pungutan yang ditetapkan
pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Tingginya pendapatan yang diperoleh dari aktivitas
produksi dan jasa di daerah yang kemudian pendapatan tersebut dapat membiayai
pengeluaran daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak bergantung kepada
transfer dari pemerintah pusat. Sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan
mandiri.
2.1.6 Belanja Modal
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 2
Paragraf 7 “belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum
24
Universitas Sumatera Utara
Negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran dalam periode tahun anggaran
dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali”. Istilah belanja terdapat dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Salah satu jenis belanja menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 adalah belanja modal. Belanja modal adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal
yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh biaya yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja
modal meliputi belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja
modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, belanja
modal aset tetap lainnya.
Menurut Halim (2002:72) belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah
yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal memiliki peranan yang
strategis karena karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan
dan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha
swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat. Tersedianya struktur yang baik
diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor,
produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada akhirnya akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik
25
Universitas Sumatera Utara
diharapkan akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat
mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer dari pemerintah
pusat. Rendahnya ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat
menunjukkan daerah tersebut adalah daerah yang mandiri. Hal ini memungkin
daerah untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah bersumber
dari Pendapatan Asli daerah.
2.1.7
Leverage
Analisis keuangan adalah usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan swasta (lembaga
yang besifat komersil) analisis rasio keuangan pada umumnya terdiri dari likuiditas,
leverage, aktivitas dan profitabilitas. Menurut Halim (2002:127) penggunaan
analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak
dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel
analisa rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian
dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.
Menurut Hadi (2010) salah satu rasio atau perbandingan pos-pos laporan
keuangan pemerintah daerah yang dapat digunakan adalah leverage. Leverage
menggambarkan besarnya utang pemerintah dari pihak eksternal dibandingkan
26
Universitas Sumatera Utara
dengan modal sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa jika jumlah utang
pemerintah lebih besar daripada modal sendiri maka dapat dikatakan bahwa
keuangan daerah lebih banyak bersumber dari pihak eksternal seperti pemerintah
pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank maupun masyarakat melalui
penawaran obligasi daerah. Leverage dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio
(DER) melalui rumus sebagai berikut.
���������
DER = �������
����
� 100%
Semakin besar rasio Leverage menunjukkan bahwa daerah membutuhkan
dana yang bersumber dari pihak eksternal untuk membiayai operasionalnya.
Sebaliknya semakin kecil rasio Leverage maka semakin besar kemampuan entitas
dalam membiayai operasionalnya melalui dana internalnya. Dengan kata lain
semakin besar leverage yang dimiliki suatu entitas maka semakin rendah tingkat
kemandirian keuangan daerah tersebut dan sebaliknya.
2.1.8
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar daerah
di Indonesia memiliki tingkat kemampuan yang rendah dalam meningkatkan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan ketergantungan pada bantuan dari
pemerintah pusat masih tinggi.
Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Likuiditas dan
Leverage Terhadap Kemandirian Daerah (Studi Terhadap Laporan Keuangan
27
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2007 di Wilayah Provinsi Aceh) menemukan
bahwa Likuiditas, Leverage baik secara parsial maupun simultan berpengaruh
secara signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah wilayah
Provinsi Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh Likuiditas dengan
rasio lancar dan Leverage secara bersama-sama terhadap kemandirian daerah
adalah sebesar 52 persen sedangkan secara parsial likuditas berpengaruh terhadap
kemandirian daerah pada pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Aceh sebesar
74,3 persen dan leverage secara parsial berberpengaruh terhadap kemandirian
daerah pada pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Aceh sebesar 2.2 persen.
Selain itu, dalam penelitiannya Ikasari (2015) yang berjudul Pengaruh Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal Terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah di D.I Yogyakarta menunjukkan bahwa DAU dan
Belanja Modal berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah
sedangkan DAK memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah.
Imawan dan Wahyudi (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010-2012
membuktikan bahwa secara parsial variabel Belanja Modal dengan arah negatif
berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Ukuran, wealth berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah, sedangkan Leverage
tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Namun secara simultan
28
Universitas Sumatera Utara
ukuran, wealth, leverage dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap
kemandirian keuangan daerah. Marizka (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat Tahun 2006-2011 menunjukkan bahwa
PAD berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah, DBH dan DAU
tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dan DAK berpengaruh
signifikan negatif terhadap kemandirian keuangan daerah. Nur’ainy, Desfitrina dan
Utomo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
pada Kota di Jawa Barat menemukan bahwa secara parsial maupun simultan
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap
kemandirian keuangan daerah. Berikut disajikan ikhtisar beberapa penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Ikhtisar Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama
dan
tahun
1 Hadi
(2010)
N
o
Variabel
Penelitian
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah.
Rasio
Kemandirian
=
��������� ���
(��� +(����� −����� ��� −����� ����� ����� ))
Rasio Lancar =
Variabel
Independen:
Hasil
Penelitian
Indikator
������ ������ −����������
����� ������ ������
Likuiditas,
leverage
baik secara
parsial
maupun
simultan
berpengaruh
secara
signifikan
29
Universitas Sumatera Utara
2 Ikasari
(2015)
Rasio
Likuiditas,
Leverage
Leverage =
Variabel
dependen
1.
Variabel
Independen :
DAU, DAK,
Belanja Modal
3 Imawan
dan
wahyud
in
(2014)
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah
Rasio
Kemandirian
=
(����� ���������� ����� ℎ )
���
2.
DAU =
3.
DAK =
4.
Belanja Modal = Belanja Modal =
Belanja Tanah + Belanja Peralatan
dan Mesin + Belanja gedung dan
bangunan + Belanja Jalan, Irigasi
dan Jaringan + Belanja Aset Tetap
lainnya
1.
Rasio
2.
3.
4.
Variabel
Independen:
Ukuran,
Wealth,
Belanja
Modal,
Leverage
positif
terhadap
tingkat
Kemandirian
Keuangan
Daerah
wilayah
Provinsi
Aceh
��������� ���
Kemandirian
Keuangan
Daerah
����� ������
������� ����
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
Kemandirian
��������� ���
(����� ���������� ����� ℎ )
Daerah
=
Ukuran = Total Aset
Wealth = Nilai PDRB menurut
harga konstan
Belanja Modal = Belanja Tanah +
Belanja Peralatan dan Mesin +
Belanja gedung dan bangunan +
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
+ Belanja Aset Tetap lainnya
5. Leverage =
������
�������
DAU
dan
Belanja
Modal
berpengaruh
positif
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah
sedangkan
DAK
memiliki
pengaruh
negatif.
Ukuran,
wealth
berpengaruh
positif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah,
sedangkan
leverage dan
belanja
modal tidak
berpengaruh
terhadap
kemandirian
30
Universitas Sumatera Utara
keuangan
daerah.
Namun
secara
simultan
ukuran,
wealth,
leverage dan
belanja
modal
berpengaruh
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah.
4 Marizka
(2013)
Variabel
dependen:
1.
=
PAD
berpengaruh
positif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah,
DBH
dan
DAU tidak
berpengaruh
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah dan
DAK
berpengaruh
signifikan
negatif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah.
=
Pertumbuha
n Ekonomi
dan
PAD
baik secara
parsial
maupun
������� ��������� ℎ
Variabel
Independen
PAD, DBH,
DAU, DAK
Variabel
dependen:
Kemandirian
Keuangan
Daerah
Kemandirian
���
Kemandirian
Keuangan
Daerah
5 Nur’ain
y,
Desfitri
na dan
Utomo
Rasio
1.
2.
PAD =
3.
DBH =
4.
DAU =
5.
DAK =
���
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
���
����� ���������� ����� ℎ
Keuangan
���
���
2.
���
����� ���������� ����� ℎ
�100%
Daerah
Pertumbuhan
���� 1−���� 0
���� 0
(Y)
Ekonomi
�100%
=
31
Universitas Sumatera Utara
(2013)
Variabel
Independen
:Pertumbuhan
ekonomi,
PAD
3.
Pendapatan Asli Daerah = Realisasi
PAD dalam rupiah
simultan
berpengaruh
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah pada
Kota di Jawa
Barat.
2.2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.2.1.
Kerangka Konseptual
Adanya mekanisme Transfer ke Daerah didasarkan kepada pertimbangan
mengurangi ketimpangan yang mungkin terjadi baik antar daerah (horizontal
imbalances) maupun antara pemerintah pusat dan daerah (vertical
imbalances).
Esensi dari kebijakan otonomi daerah menuntut bagaimana
pemerintah daerah mampu menyelenggarakan program-program regional
untuk meningkatkan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan.
Kemampuan dari pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber
keuangannya sendiri demi meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah
akan mengarah pada aspek kemandirian keuangan daerah yang dapat diukur
dengan cara membandingkan Pendapatan Asli Daerah terhadap total
pendapatan daerah. DAU yang diberikan pemerintah pusat bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah. Hal ini disebabkan karena setiap daerah memiliki kemampuan
32
Universitas Sumatera Utara
keuangan yang berbeda-beda. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar
DAU dari pemerintah pusat maka semakin tinggi juga tingkat kemandirian
keuangan daerah tersebut. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerahdaerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional. DAK diberikan
dengan tujuan untuk membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah
tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah, maka semakin tinggi DAK maka akan
semakin tinggi kemandirian daerah tersebut. Dana bagi hasil merupakan
komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam
menyelenggarakan otonomi daerah . Pemerintah daerah yang menginginkan
dana bagi hasil yang tinggi maka harus mengoptimalkan potensi pajak dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga
kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah
meningkat. Wealth diukur dengan menggunakan Produk Domestik Regional
Bruto untuk menunjukkan jumlah nilai produk barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi. Semakin tinggi PDRB yang dihasilkan
masing-masing sektor semakin besar pula kontribusinya untuk meningkatkan
perekonomian daerah. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk
33
Universitas Sumatera Utara
perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan
daerah untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat seperti
pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana yang ada di daerah
yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Leverage adalah
perbandingan antara utang dan modal. Semakin besar Leverage yang dimiliki
menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak mampu membiayai operasionalnya
sendiri sehingga membutuhkan dana dari pihak eksternal.
Untuk
menyederhanakan
pemikiran
tersebut
dibuat
kerangka
konseptual pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
34
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah pernyataan sementara yang diperkirakan akan
didukung oleh data empiris dalam penelitian. Hipotesis diperoleh dari
teori yang menjadi dasar pembentukan konseptual penelitian (Indrawati,
2015:94). Berdasarkan Gambar 2.1 penelitian ini mengajukan tujuh
hipotesis alternatif berikut:
1. Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah. Hal ini disebabkan karena setiap
daerah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda-beda. Sehingga
dapat dikatakan bahwa semakin besar DAU dari pemerintah pusat
maka semakin tinggi juga
tingkat kemandirian keuangan daerah
tersebut. Hasil penelitian Marizka (2013) menunjukkan bahwa DAU
tidak memilikipengaruh yang siginifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah di Sumatera Barat. Apabila DAU yang diterima oleh
suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan
daerah tersebut maka hal tersebut berarti tingkat kemandirian
keuangan daerah tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab
dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih
bergantung pada DAU dari pemerintah pusat dan DAU lebih
35
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk kegiatan yang bersifat konsumtif dan spekulatif
tidak untuk sektor-sektor produktif. Dengan demikian dapat diajukan
hipotesis penelitian pertama berikut ini.
H1 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
2. Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah-daerah tertentu dalam
rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
termasuk dalam program prioritas nasional. DAK diberikan dengan
tujuan untuk membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah
tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah,
maka semakin tinggi DAK maka akan semakin tinggi kemandirian
daerah tersebut karena dengan bertambahnya kucuran DAK ke daerah
setiap tahun semestinya disertai rancangan lebih terarah dan
pemanfaatannya benar-benar untuk kepentingan rakyat yaitu untuk
pelaksanaan pembangunan. Namun apabila DAK yang diterima oleh
36
Universitas Sumatera Utara
suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan
daerah tersebut maka tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut
masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai
kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari
pemerintah pusat. Hasil penelitian Ikasari (2013) menunjukkan bahwa
DAK memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah di Provinsi D.I.
Yogyakarta. Dari penjelasan
tersebut diajukan hipotesis kedua berikut ini.
H2 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
3. Dana bagi hasil memiliki pengaruh terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang
memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah .
Pemerintah daerah yang menginginkan dana bagi hasil yang tinggi
maka harus mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam
yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga kontribusi yang
diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah meningkat.
Penerimaan DBH yang relatif besar akan mengurangi ketergantungan
daerah pada pemerintah pusat sehingga daerah tersebut bisa dikatakan
37
Universitas Sumatera Utara
mandiri. Marizka (2013) pada penelitiannya menunjukkan bahwa
DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah. Berdasarkan uraian diatas maka diajukan hipotesis ketiga
berikut.
H3 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara periode 2010-2014.
4. Wealth berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Wealth dapat diukur dengan menggunakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi
yang menggambarkan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah atau
region pada suatu jangka waktu tertentu. Semakin tinggi PDRB yang
dihasilkan masing-masing sektor maka semakin besar pula kontribusi
sektor tersebut terhadap perekonomian daerah. Meningkatnya Produk
Domestik Regional Bruto akan menambah penerimaan pemerintah
yakni Pendapatan Asli daerah yang bersumber dari pajak daerah.
Tingginya PAD menunjukkan bahwa daerah tersebut dapat dikatakan
mandiri. Berdasarkan penjelasan tersebut maka diajukan hipotesis
keempat berikut ini.
38
Universitas Sumatera Utara
H4 : Wealth berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara periode 2010-2014.
5. Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset
tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah.
Pemerintah dengan aset yang besar diasumsikan memiliki potensi
untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat seperti
pembangunan infrastruktur dan sarana serta prasarana yang ada di
daerah yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika
sarana dan prasarana memadai maka akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas ekonomi yang semakin meningkat, dan dengan adanya
dukungan infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
menempatkan dana investasinya di daerah tersebut. Hal tersebut
mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang merupakan faktor utama dari kemandirian
keuangan daerah.
Berdasarkan uraian tersebut maka diajukan
hipotesis kelima berikut ini.
H5 : Belanja Modal berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara periode 2010-2014.
39
Universitas Sumatera Utara
6. Leverage berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Leverage adalah perbandingan antara utang dan modal. Semakin besar
Leverage yang dimiliki menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak
mampu membiayai operasionalnya sendiri sehingga membutuhkan
dana dari pihak eksternal. Menurut Hadi (2010) jika suatu daerah
mampu menutup hutang dengan ekuitas dana yang dimiliki maka
semakin kecil unsur hutang sehingga semakin menaikkan kemandirian
daerah tersebut dengan tidak terbeban dengan sumber dana eksternal
berupa pinjaman atau hutang. Dari uraian tersebut diajukan hipotesis
keenam penelitian berikut ini.
H6 : Leverage berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
periode 2010-2014.
7. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi
Hasil, Produk Domestik Regional Bruto, Belanja Modal, Leverage
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian
Keuangan
Daerah
menunjukkan
kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh
40
Universitas Sumatera Utara
besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari sumber lain,
misalnya
bantuan
pemerintah
pusat
ataupun
dari
pinjaman.
Berdasarkan uraian tersebut diajukan hipotesis ketujuh berikut ini.
H7 : Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,
Wealth, Belanja Modal, Leverage berpengaruh secara simultan
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014.
41
Universitas Sumatera Utara