Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Anggito, 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang

Tindih.BapekkiDepkeu.

Adi, PriyoHari, 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (StudiPadaKabupatendan Kota Se Jawa-Bali).SimposiumNasionalAkuntansi IX. Padang.

Astuti, Esther S dan Joko Tri Haryanto, 2005.Analisis Dana Alokasi Umum dalam

Era Otonomi Daerah Studi Kasus 30 propinsi. Majalah Manajemen

Usahawan Indonesia NO. 12/TH.XXXIV.

Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

Darwoto dan YuliaYustikasari, 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Belanja Modal .Simposium Nasional Akuntansi X,

UnhasMakasar 26 – 28 Juli 2007.

Elmi Bachrul, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom Di Indonesia, Jakarta. UI-Press.

Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, edisikedua, USU Press, Medan.

Ersyad, Muhammad. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat). Skripsi. FE UNP : Padang.

Gozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah Edisi Revisi. Salemba Empat : Jakarta.

_______. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah Edisi ke tiga. Salemba Empat : Jakarta.

Halim, Abdul Jamal Abdul Nasir. 2007. “Kajian tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Jurnal Manajemen Usahawan, Nomor 06 Th XXXV Juni 2006, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta, hal. 42.


(2)

Harian Umum Independen Singgalang. “Belanja Pegawai lebih besar dari Belanja

Publik”. 30 Oktober 2014. http://belanjapegawailebihbesardarib

elanjapublik/HarianSinggalang.html.

Kuncoro, Mudrajad, 2003. “MetodeRisetuntukBisnisdanEkonomis”, Erlangga, Jakarta

Marizka, Reza, 2013. Pengaruh PAD, DBH, DAU, dan DAK terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat. Skripsi FE UNP : Padang.

Muliana. 2009. Pengaruh Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota Di Sumatera Utara, Skripsi USU : Medan. Mulyanto

Ndadari, Laras Wulan dan Priyo Hari Adi, 2008. Perilaku Asimetris Pemerintah

Daerah terhadap Transfer Pemerintah Pusat. The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, 6 September 2008.

Noviyanto, Haris. 2005. Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1994/1995- 2003. Skripsi. FE Universitas Islam Indonesia.

Nurmince, Sartika, 2014. “ Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau” (Skripsi). Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri no.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, cetakan kesembilan, Alfa Beta, Bandung.

Sumiyarti dan Akhmad Fauzan Imamy, 2005.Analisis Pengaruh Perimbangan

Pusat-Daerah terhadap Perekonomian Kota Depok.Media Ekonomi,

Vol.11, No. 2.

Tria, Erstelita, 2015. Pengaruh Belanja Modal, Dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat. Skripsi FE UNP : Padang.


(3)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta.

Widjaja, HAW, 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kausal. Menurut Sugiyono (2006:30) “desain kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisa hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi). Penelitian ini menguji pengaruh Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data time series dan cross

section yang bersifat kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik

atau angka (Kuncoro,2003:124), dan merupakan data sekunder, yaitu data penelitian yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro,2003:127). Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD pemko/pemkab yang ada di sumatera utara pada tahun 2010, 2011, 2012,dan 2013 yang berasal dari situs


(5)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 : 55) . Populasi dalam penelitian ini adalah 33 kabupaten/kota (25 kabupaten dan 8 kota) di Provinsi Sumatera Utara

3.3.2 Sampel

Menurut Erlina (2008:75) Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Menurut Sugiyono (2004 :78) Metode pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Ada dua metode penentuan sampel yaitu:

1. Probability Sampling, metode dimana semua populasi yang ada

memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk menjadi sampel. Metode ini terdiri atas :

a) Simple random sampling

b) Complex random sampling

2. Non Probability Sampling, metode pengambilan sampel dimana tidak

semua populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Metode ini terdiri atas:


(6)

a) Convinience Sampling, yaitu pengambilan sampel secara nyaman

dimana peneliti mengambil sampel sekehendak hatinya.

b) Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan criteria

yang telah ditentukan oleh peneliti.

c) Judgement Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan suatu

pertimbangan tertentu.

Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

purposive sampling. Adapun kriteria yang ditentukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang menerbitkan laporan realisasi APBD berturut-turut antara tahun 2010-2013 pada situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

2. Kabupaten/kota di Sumatera Utara yang menerbitkan laporan Dana

Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai selama periode 2010-2013 pada situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuang


(7)

Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Penelitian

Kriteria

Kabupaten/Kota Sampel

1 2

1 Kab. Asahan Sampel 1

2 Kab. Dairi Sampel 2

3 Kab. Deli Serdang Sampel 3

4 Kab. Tanah Karo

5 Kab. Labuhan Batu

6 Kab. Langkat Sampel 4

7 Kab. Mandailing Natal Sampel 5

8 Kab. Nias

9 Kab. Simalungun Sampel 6

10 Kab. Tapanuli Selatan Sampel 7

11 Kab. Tapanuli Tengah

12 Kab. Tapanuli Utara

13 Kab. Toba Samosir

14 Kota Binjai

15 Kota Medan

16 Kota Pematang Siantar Sampel 8

17 Kota Sibolga Sampel 9

18 Kota Tanjung Balai Sampel 10

19 Kota Tebing Tinggi

20 Kota Padang Sidempuan Sampel 11

21 Kab. Pakpak Bharat

22 Kab. Nias Selatan

23 Kab. Humbang Hasundutan

24 Kab. Serdang Bedagai

25 Kab. Samosir Sampel 12

26 Kab. Batu Bara

27 Kab. Padang Lawas

28 Kab. Padang Lawas Utara

29 Kab. Labuhanbatu Selatan

30 Kab. Labuhanbatu Utara

31 Kab. Nias Utara

32 Kab. Nias Barat

33 Kota Gunung Sitoli


(8)

Berdasarkan hasil seleksi di atas sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan maka diperolehlah sampel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian No Kabupaten/Kota

1 Kabupaten Asahan 2 Kabupaten Dairi

3 Kabupaten Deli Serdang 4 Kabupaten Langkat 5 Kabupaten Mandailing

Natal

6 Kabupaten Simalungun 7 Kabupaten Tapanuli

Selatan

8 Kota Pematang Siantar 9 Kota Sibolga

10 Kota Tanjung Balai 11 Kota Padang Sidempuan 12 Kabupaten Samosir

3.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data dalam penelitian ini diperoleh peneliti dar yang digunakan adalah laporan keuangan pemko/pemkab yang ada di sumatera utara pada tahun 2010 sampai 2013. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik dokumentasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari


(9)

studi kepustakaan melalui buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5 Batasan Operasional

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini memberikan batasan operasional untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan. Batasan operasional yang dimaksud yang sesuai dengan perumusan masalah diuraikan dalam pernyataan berikut.

- Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dana perimbangan, dana belanja modal, dan belanja pegawai sebagai variabel yang digunakan untuk mencari seberapa besar tingkat kemandirian keuangan daerah dalam wilayah provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 - 2013 dalam penelitian ini.

3.6 Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran Variabel

Menurut Erlina (2008:57) Definisi operasional adalah menjelaskan karakteristik dalam elemen elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan dalam penelitian.

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti. Variabel independen dalam penelitian ini adalah dana perimbangan, belanja modal, dan belanja pegawai, sementara variabel dependen dari penelitian ini adalah tingkat kemandirian keuangan daerah.


(10)

3.6 .1 Variabel Dependen

Variabel Dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah kemandirian keuangan daerah pada

kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara.

3.6.1.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Y)

Menurut Halim (2008:232), Kemandirian Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Adapun tujuan kemandirian daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan atau tidak. Kemandirian daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Menurut Halim (2008:232) pengukuran rasio kemandirian:

Rasio Kemandirian = Realisasi PAD ____ Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman

X100%

3.6.2 Variabel Independen

Variabel independen atau bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel bebas/dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah :


(11)

3.6.2.1Dana Perimbangan (X1)

Dana perimbanganadalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 ).

Dana Perimbangan = DAU + DAK + DBH

Pembagian dana perimbangan meliputi : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH)

3.6.2.1.1 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

3.6.2.1.2 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus.

3.6.2.1.3 Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan


(12)

berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

3.6.2.2 Belanja Modal (X2)

Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal.

Persentase BM = Belanja Modal Belanja Daerah

X100%

3.6.2.3 Belanja Pegawai (X3)

Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pegawai pemerintah, pagawai negeri sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pementukan modal. Menurut DJPK pengukuran belanja pegawai adalah :

Persentase BP = Belanja Pegawai Belanja Daerah


(13)

Tabel 3.5 Pengukuran Variabel

Variabel Defenisi

Operasional

Pengukuran Skala

Independen Variabel

1) Dana

Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan. Dana perimbangan = Dana Bagi Hasil + Dana Alokasi Khusus + Dana Alokasi Umum Rasio 2) Belanja Modal Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain untuk

pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal.

Belanja Modal = Belanja Modal / Belanja Daerah X 100% Rasio 3) Belanja Pegawai Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pegawai pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS), dan

Belanja Pegawai = Belanja Pegawai / Belanja Daerah X 100%


(14)

pegawai yang dipekerjakan yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pementukan modal. Variabel Dependen Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah = Realisasi PAD / Bantuan

Pemerintah Pusat X 100%

Rasio

Sumber : Diolah Oleh Peneliti

3.7 Metode Analisi Data

Karena terdapat perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas maka variabel X1 (dana perimbangan), X2 (belanja modal) dan X3 (belanja pegawai) harus dibuat model logaritma natural. Menurut Ghozali (2006), alasan digunakannya logaritma natural adalah sebagai berikut:

1. Menghindari adanya heterokedasitas.

2. Mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas. 3. Mendekatkan skala data.

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis regresi linier berganda, model analisis ini digunakan untuk melihat hubungan


(15)

antara kedua variabel tersebut. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan formulasi sebagai berikut :

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e

Keterangan :

Y = Kemandirian Keuangan Daerah

a = Konstanta

b1,b2,b3 = Koefisien Regresi

x1 = Dana Perimbangan

x2 = Belanja Modal

x3 = Belanja Pegawai

e = Error

3.8 Pengujian Asumsi Klasik

Metode data yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi berganda dengan bantuan software spps 20 for windows.Untuk menghasilkan suatu model yang baik, analisis regresi memerlukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.Pengujian asumsi klasik tersebut meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.


(16)

1) Uji Normalitas

Tujuan Uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal yaitu distribusi dengan data dalam bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah mempunyai pola seperti distribusi normal

Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov-Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal dapat dilihat dari

a) Nilai sig. atau signifikan atau profabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal

b) Nilai sig. atau signifikan atau profitabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal

Selain melihat signifikasi dari uji kolmogorov smirnov, untuk melihat apakah suatu data mempunyai distribusi normal dapat dilihat dari nilai Zskewnes.

2) Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2006), uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi di antara variabel-variabel independen dalam model regresi tersebut. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.Apabila terdapat korelasi antara variabel independen, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama


(17)

variabel independen adalah nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari tolerance value atau VIF (Variance Inflation Factor).Sebagai dasar acuannya diuraikan dalam pernyataan berikut.

1. Jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

2. Jika nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

3) Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas menunjukkan bahwa varians variabel tidak sama untuk semua pengamatan/observasi. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas Model regresi yang baik adalah terjadi homokedastisitas dalam model, atau dengan perkataan lain tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dilakukan dengan melihat Scatterplot.

Dasar analisis yang digunakan dalam uji heterokedatisitas dijelaskan sebagai berikut.

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik - titik yang membentuk suatu pola tertentu teratur (bergelombang, melebar, kemudian


(18)

menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik - titik menyebar diatas dan dibawah angka 0sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan, semakin sulit untuk mengintepretasikan hasil grafik plot.Uji statistik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebihdapat menjamin keakuratan hasil, yaitu dengan uji park (Ghozali, 2006). Dasar pengambilan keputusan uji heterokedatisitas melalui uji parkdijelaskan sebagai berikut:

a) Apabila koefisien parameter beta(sig < 0,05) dari persamaan regresi signifikan statistik, yang berarti data empiris yang diestimasi terdapat heterokedastisitas.

b) Apabila koefisien parameter beta (sig > 0,05)dari persamaan

regrsi tidak signifikan statistik, maka berarti data empiris yang diestimasi tidak terdapat heteroskedastisitas.

4) Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2005:95) “Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada


(19)

periode t-1 (sebelumnya)”. Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin Watson.

3.9Pengujian Hipotesis

1) Uji Signifikan Simultan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara simultan atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Bentuk pengujiannya adalah:

Ho :β1 =β2=β3=0,artinya variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, secara bersama - sama tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

kemandirian keuangan daerah.

Ha :β1≠β2≠β3≠0, artinya variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, secara bersama - sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingakat kemandirian keuangan daerah.

Dasar pengambilan keputusan dengan menggunakan tingkat signifikan α (5%).

a) Jika nilai (sig.F>0,05) maka Ho diterima (Ha ditolak), artinya tidak ada pengaruh signifikan secarasimultandari variabel independen terhadap variabel dependen.


(20)

b) Jika nilai (sig.F < 0,05) maka Ha diterima (Ho ditolak), artinya ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan nilai Ftabel. Dimana kriterianya yaitu:

Ho diterima dan Ha ditolak jika Fhitung<Ftabeluntuk α = 5% Ho ditolak dan Ha diterima jika Fhitung > Ftabeluntuk α = 5%

2) Uji Signifikan Parsial

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Bentuk pengujiannnya adalah :

Ho : bi=0 , artinya Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai secara Parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Ha : bi ≠0 , artinya Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat

pengujian pada α 5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df = (n-k). Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima jika thitung < ttabel Ha diterima jika thitung > ttabel


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara

Sumatera Utara berada dibagian barat Indonesia, terletak pada garis 1o – 4o Lintang Utara dan 98o – 100o Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Berdasarkan posisi geografis, provinsi Sumatera Utara bebatasan sebagai berikut:

- Utara : berbatasan dengan Provinsi Aceh

- Timur : berbatasan dengan Negara Malaysia (Selat Malaka) - Selatan : berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat - Barat : berbatasan dengan Samudra Hindia

Berdasarkan kondisi geografis, wilayah Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu: pertama, Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga dan Nias). Kedua, Daratan Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo dan Dairi). Ketiga, Pantai Timur (Medan,Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu)

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan data BPS hasil proyeksi sensus penduduk 2010, tercatat jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2013 sebanyak 13,32 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,22 persen. Etnis terbesar yang ada di Sumatera Utara adalah Suku batak (Karo,


(22)

Pakpak, Tapanuli/Toba, dan Mandailing) sebesar 44,75 persen, kemudian suku yang berasal dari jawa (Betawi, Banten, Sunda, Jawa dan Madura) sebesar 33,40 persen, Nias sebesar 6,36% persen, Melayu sebesar 5,85 persen, Cina sebesar 2,71 persen, Minang sebesar 2,66 persen dan Aceh sebesar 0,97 persen dan lainnya 3,29 persen. Dilihat dari kerukunan umat beragama, hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa penduduk Sumatera Utara paling banyak memeluk agama Islam sebesar 66,09 persen, kemudian agama Kristen (Katolik dan Protestan) sebesar 31,40 persen, Budha sebesar 2,31 persen, Hindu sebesar 0,11 persen, dan Khonghucu, dll sebesar 0,09 persen.

Penyelenggaraan otonomi daerah disambut masyarakat dengan usulan pembentukan wilayah administrasi baru. Selama periode 2006 - 2013, wilayah administrasi setingkat kabupaten telah bertambah 6 wilayah administrasi dari 19 kabupaten menjadi 25 kabupaten. Setingkat kotabertambah 1 wilayah administrasi dari 7 kota menjadi 8 kota. Setingkat kecamatan bertambah dari 378 Wilayah administrasi menjadi 422 wilayah administrasi, dan setingkat desa/kelurahan bertambah dari 5.713 wilayah administrasi menjadi 5.876wilayah administrasi.

Wilayah Provinsi Sumatera Utara secara administratif terbagi dalam 25 kabupaten dan 8 kota yaitu :


(23)

Tabel 4.1.

Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2)

1

Kab. Nias

980,32 2

Kab. Mandailing Natal

6.620,70 3

Kab. Tapanuli Selatan

4.345,86 4

Kab. Tapanuli Tengah

2.158,00 5

Kab. Tapanuli Utara

3.764,65 6

Kab. Toba Samosir

2.352,38 7

Kab. Labuhan Batu

2,156.02 8 Kab. Asahan 3,702.21 9 Kab. Simalungun 4,369.00 10 Kab. Dairi 1,927.80 11

Kab. Tanah Karo

2,127.00 12

Kab. Deli Serdang

2,241.68 13

Kab. Langkat

6,262.00 14

Kab. Nias Selatan

1,825.20 15 Kab. Humbang

Hasundutan 2,335.3

16

Kab. Pakpak Bharat

1,218.30 17

Kab. Samosir

2,069.05 18

Kab. Serdang Bedagai

1,900.22 19

Kab. Batu Bara

922.20 20

Kab. Padang Lawas Utara


(24)

21

Kab. Padang Lawas

3,892.74 22

Kab. Labuhanbatu Selatan

3,596.00 23

Kab. Labuhanbatu Utara

3,570.98 24

Kab. Nias Utara

1,202.78 25

Kab. Nias Barat

473.73 26

Kota Sibolga

41.31 27

Kota Tanjung Balai

107.83 28

Kota Pematang Siantar

55.66 29

Kota Tebing Tinggi

31.00 30 Kota Medan 265.00 31 Kota Binjai 59.19 32

Kota Padang Sidempuan

114.66 33

Kota Gunung Sitoli

280.78 Sumber : Indonesia data.co.id

Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling

method yaitu berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan metode tersebut

diperoleh sampel penelitian yaitu sebanyak 12 Kabupaten/Kota yang terdapat di provinsi Sumatera Utara, periode penelitian tahun 2010 - 2013 yaitu sebanyak 4 tahun sehingga data pooling sebanyak 48.


(25)

Data Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tabel 4.2 Rasio TKKD Tahun 2010-2013

(dalam persen)

No Kabupaten/Kota TKKD

2010 2011 2012 2013

1 Kabupaten Asahan 3,87 4 3,79 4,73

2 Kabupaten Dairi 4,15 3,37 3,61 4,41

3 Kabupaten Deli Serdang 10,39 15,4 19,38 18,69

4 Kabupaten Langkat 3,3 3,27 10,77 4,61

5 Kabupaten Mandailing

Natal 2,02 4,19 2,76 5,78

6 Kabupaten Simalungun 4,97 4 5,26 7,4

7 Kabupaten Tapanuli

Selatan 6,26 9,76 8,43 9,34

8 Kota Pematang Siantar 6,16 8,87 8,75 9,38

9 Kota Sibolga 5,46 5,96 7,48 6,96

10 Kota Tanjung Balai 8,37 8,4 7,75 7,04

11 Kota Padang Sidempuan 4,15 4,83 4,96 6,22

12 Kabupaten Samosir 3,79 4,16 4,52 5,98


(26)

Data Dana Perimbangan

Tabel 4.3 Dana Perimbangan

Tahun 2010-2013 (dalam jutaan rupiah)

No Kabupaten/Kota

Dana Perimbangan

2010 Ln2010 2011 Ln2011 2012 Ln2012 2013 Ln2013 1 Kabupaten

Asahan 589032 13,2862 629142 13,3521 751913 13,5304 878628 13,6861 2 Kabupaten

Dairi 409965 12,9238 443722 13,003 521886 13,1652 600146 13,3049 3 Kabupaten Deli

Serdang

1025331 13,8405 1064006 13,8776 1237551 14,0286 1401726 14,1532 4 Kabupaten

Langkat 859012 13,6635 928573 13,7414 1060399 13,8742 1233279 14,0252 5 Kabupaten

Mandailing Natal

496602 13,1155 539496 13,1984 624737 13,3451 702429 13,4623 6 Kabupaten

Simalungun 769606 13,5536 828603 13,6275 1021460 13,8367 1119108 13,928 7 Kabupaten

Tapanuli Selatan

412918 12,931 450931 13,0191 547420 13,213 611458 13,3236 8 Kota Pematang

Siantar 365943 12,8102 403598 12,9082 494526 13,1114 559741 13,2352 9 Kota Sibolga

266812 12,4943 290946 12,5809 333435 12,7172 388296 12,8695 10 Kota Tanjung

Balai

280048 12,5427 312341 12,6519 350520 12,7672 418300 12,944 11 Kota Padang

Sidempuan 317220 12,6674 357577 12,7871 421732 12,9521 489006 13,1001 12 Kabupaten

Samosir 299888 12,6112 334265 12,7197 380799 12,85 445738 13,0075 Sumber data : Data yang diolah peneliti


(27)

Data Belanja Modal

Tabel 4.4 Belanja Modal Tahun 2010-2013 (dalam jutaan rupiah)

No Kabupaten/Kota Belanja Modal

2010 Ln2010 2011 Ln2011 2012 Ln2012 2013 Ln2013 1 Kabupaten

Asahan 98005 11,4928 179238 12,0965 259227 12,4655 3E+05 12,5126 2 Kabupaten

Dairi 81171 11,3043 74602 11,2199 97984 11,4926 1E+05 11,8412 3 Kabupaten Deli

Serdang

203001 12,221 314746 12,6595 334254 12,7197 4E+05 12,7723 4 Kabupaten

Langkat 117393 11,6733 119040 11,6872 255053 12,4492 3E+05 12,6382 5 Kabupaten

Mandailing

Natal 106123 11,5724 88218 11,3876 133047 11,7985 1E+05 11,8609 6 Kabupaten

Simalungun 148924 11,9112 132102 11,7913 314892 12,66 2E+05 12,3646 7 Kabupaten

Tapanuli

Selatan 108629 11,5957 137836 11,8338 194194 12,1766 3E+05 12,4967 8 Kota Pematang

Siantar

69571 11,1501 73017 11,1984 90832 11,4168 1E+05 11,8057 9 Kota Sibolga 44808 10,7101 89964 11,4072 90900 11,4175 87060 11,3744 10 Kota Tanjung

Balai

69329 11,1466 92006 11,4296 114085 11,6447 1E+05 11,5973 11 Kota Padang

Sidempuan 27867 10,2352 75776 11,2355 98759 11,5004 1E+05 11,6718 12 Kabupaten

Samosir 82548 11,3211 119696 11,6927 85424 11,3554 2E+05 11,9981 Sumber data : Data yang diolah peneliti


(28)

Data Belanja Pegawai

Tabel 4.5 Belanja Pegawai Tahun 2010-2013 (dalam jutaan rupiah)

No Kabupaten/Kota Belanja Pegawai

2010 Ln2010 2011 Ln2011 2012 Ln2012 2013 Ln2013 1 Kabupaten

Asahan 460238 13,0395 516444 13,15472 577393 13,26628 642673 13,37339 2 Kabupaten

Dairi 307300 12,63558 345750 12,75347 383510 12,85712 408981 12,92142 3 Kabupaten Deli

Serdang 842636 13,64429 940441 13,7541 1112155 13,92181 1024035 13,83926 4 Kabupaten

Langkat 637916 13,36596 714998 13,48004 823579 13,62141 957088 13,77165 5 Kabupaten

Mandailing Natal

354954 12,77974 424238 12,95805 492667 13,10759 528611 13,17801 6 Kabupaten

Simalungun 711421 13,47502 773095 13,55816 860492 13,66526 985497 13,8009 7 Kabupaten

Tapanuli Selatan

287907 12,57039 314508 12,65876 367457 12,81436 419135 12,94595 8 Kota Pematang

Siantar

342126 12,74293 391237 12,87707 446386 13,00894 495059 13,11243 9 Kota Sibolga

167886 12,03104 186770 12,13763 229327 12,3429 252290 12,43833 10 Kota Tanjung

Balai 184582 12,12585 205810 12,23471 229600 12,34409 247544 12,41934 11 Kota Padang

Sidempuan 258543 12,46282 316015 12,66354 338775 12,73309 376222 12,83793 12 Kabupaten

Samosir 198226 12,19716 215778 12,28201 235652 12,37011 255612 12,45142 Sumber data : Data yang diolah peneliti

4.2 Analisis Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif digunakan untuk mengeksplorasi data yang telah dikumpulkan, membuat kesimpulan dan mendeskripsikan data tersebut. Deskripsi variabel ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, serta standar deviasi data yang digunakan dalam penelitian. Tujuan


(29)

adanya statistik deskriptif adalah untuk memudahkan membaca data serta memahami maksudnya. Deskripsi variabel dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DANA PERIMBANGAN 48 12,49430 14,15321 13,2153655 ,45613160

BELANJA MODAL 48 10,23520 12,77233 11,7500753 ,54771290

BELANJA PEGAWAI 48 12,03104 13,92181 12,9317829 ,52930144

TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN

48 ,020201 ,193816 ,06611771 ,036753834

Valid N (listwise) 48

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Berdasarkan pengujian deskriptif tersebut, maka pada variabel Dana Perimbangan diperoleh nilai minimum sebesar 12,49430, nilai maksimum sebesar 14,15321, nilai rata-rata sebesar 13,2153655, dan nilai standar deviasi sebesar 0,45613160. Pada variabel Belanja Modal diperoleh nilai minimum sebesar 10,23520, nilai maksimum sebesar 12,77233, nilai rata-rata sebesar 11,7500753, dan nilai standar deviasi sebesar 0,54771290. Pada variabel Belanja Pegawai diperoleh nilai minimum sebesar 12,03104, nilai maksimum sebesar 13,92181, nilai rata-rata sebesar 12,9317829, dan nilai standar deviasi sebesar 0,52930144. Pada variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerahi diperoleh nilai minimum sebesar 0,020201, nilai maksimum sebesar 0,193816, nilai rata-rata sebesar 0,06611771, dan nilai standar deviasi sebesar 0,036753834.


(30)

4.2.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dideteksi melalui analisis grafik Histogram yang menggunakan SPSS, analisis grafik Normal P-Plots dan analisis statistik (Non-ParametrikKolmogorov Smirnov).

a. Analisis Grafik Histogram

Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas (Grafik Histogram)

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Hasil uji normalitas diatas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram diatas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng kiri maupun menceng kanan atau dapat disimpulkan bahwa data normal.

b. Analisis Grafik Normal P-Plots

Analisis grafik dilakukan dengan melihat grafik normal P-Plots berikut ini :


(31)

Gambar 4.2

Hasil Uji Normalitas (Normalitas P-P Plot)

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Gambar 4.2 merupakan grafikNormal P-Plot yang menunjukkan titik-titik menyebar berhempit disekitar disekitar garis diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal

c. Analisis Statistik (Kolmogorov – Smirnov.)

Hasil uji normalitas dengan metode statistik menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov dapat dilihat dibawah ini :


(32)

Tabel 4.7

Uji Statistik Kolomogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 48

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation ,03207470

Most Extreme Differences Absolute ,105

Positive ,105

Negative -,061

Test Statistic ,105

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa data sudah terdistribusi secara normal. Hal ini di lihat dari nilai Test Statistic sebesar 0,105 dengan nilai Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,200 atau probabilitas diatas nilai signifikan 0,05 dengan kata lain variabel residual berdistribusi normal. Setelah dilakukan pengujian melalui analisa grafik dan statistik maka diperoleh hasil normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi dan dapat dilanjutkan dengan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data.

4.2.2.2. Uji Multikolineritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Suatu model dikatakan terbebas dari korelasi apabila tolerence > 0,1danVIF < 10. Dari pengujian model regresi diperoleh hasil untuk masing- masing variabel yang ditampilkan pada tabel 4.8 berikut.


(33)

Tabel 4.8

Hasil Uji Multikolineritas Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

DANA

PERIMBANGAN ,028 35,681

BELANJA

MODAL ,245 4,077

BELANJA

PEGAWAI ,039 25,620

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai tolerance dan VIF dari variabel dana perimbangan adalah sebesar 0,28 dan 35,681. Variabel belanja modal adalah sebesar 0,245 dan 4,077. Variabel belanja pegawai adalah sebesar 0,039 dan 25,620. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam model ini tidak terdapat masalah multikolinearitas antara variabel bebas karena nilai tolerance berada di bawah 1 dan nilai VIF jauh di bawah angka 10.

4.2.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini akan dideteksi melalui dua cara, yaitu analisis grafik (Scatterplot) dan analisis statistik (uji Park)

a. Analisis Grafik (Scatterplot)

Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:


(34)

Gambar 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot)

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Pada gambar 4.3 diatas terlihat penyebaran residual cenderung tidak teratur, terdapat beberapa plot yang berpencar dan tidak membentuk pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.


(35)

Tabel 4.9

Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji Park) Coefficientsa

Model t Sig.

1 (Constant)

-,853 ,398

DANA

PERIMBANGAN -1,118 ,269

BELANJA

MODAL 2,534 ,015

BELANJA

PEGAWAI 1,040 ,304

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Berdasarkan hasil uji Park setelah transformasi natural diatas, dapat dilihat pada tabel Coefisiens nilai Sig. Semua variabel independen lebih besar dari 0,05 (tidak ada yang signifikan), maka disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heterokedastisitas, sehingga dapat dilanjutkan uji asumsi klasik selanjutnya pada data.

4.2.2.4. Uji Autokorelasi

Hasil pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dengan uji Durbin-Watson (D-W) dapat diliat pada tabel 4.10 berikut

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,488a ,238 ,186 ,033150124 1,879

a. Predictors: (Constant), BELANJA PEGAWAI, BELANJA MODAL, DANA PERIMBANGAN

b. Dependent Variable: TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN


(36)

Dari tabel 4.10 Didapatkan nilai Durbin-Watson (DW hitung) sebesar 1,879. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan DW hitung berada diantara -2 dan 2, yakni -2 < 1,879 < 2 maka ini berarti tidak terjadi autokorelasi. Sehingga kesimpulannya adalah Uji Autokorelasi terpenuhi.

4.2.3 Regresi Linier Berganda

Dalam hal ini model regresi diperlukan untuk melakukan pengujian hipotesis berdasarkan taksiran parameter maupun untuk proses peramalan. Dengan menggunakan alat bantu komputer melalui program spss, maka nilai regresi linear berganda dapat dilihat dalam Tabel 4.11 Sebagai berikut :

Tabel 4.11

Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant)

-,151 ,177 -,853 ,398

DANA

PERIMBANGAN -,071 ,063 -,879 -1,118 ,269

BELANJA

MODAL ,045 ,018 ,673 2,534 ,015

BELANJA

PEGAWAI ,048 ,046 ,693 1,040 ,304

a. Dependent Variable: TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.11 Hasil uji regresi linier berganda diatas, maka dapat dilakukan spesifikasi model menjadi persamaan regresi linier berganda. Model


(37)

tersebut menggunakan beta standardized coefficients dikarenakan satuan variabel-variabel berbeda. Model regresi berganda sebagai berikut:

Ln TKKD= -0,151-0,071LnX1+0,045LnX2+0,048LnX3+e

Berdasarkan Tabel 4.11 Hasil uji regresi linier berganda di atas, maka dapat ditarik kesimpulan. Semakin tinggi koefisien Dana Perimbangan, maka akan menurunkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Semakin tinggi koefisien Belanja Modal, maka akan meningkatkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. . Semakin tinggi koefisien Belanja Pegawai, maka akan meningkatkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Uji-t

Uji-t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai terhadap

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t adalah sebagai berikut`:


(38)

Tabel 4.12 Hasil Uji-t Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -,151 ,177 -,853 ,398

DANA

PERIMBANGAN

-,071 ,063 -,879 -1,118 ,269

BELANJA

MODAL

,045 ,018 ,673 2,534 ,015

BELANJA

PEGAWAI

,048 ,046 ,693 1,040 ,304

a. Dependent Variable: TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Kriteria pengambilan keputusan menggunakan taraf nyata 5% untuk uji

dua arah (α/2 = 0,05/2 = 0,025) dengan derajat bebas (df)= n-k= 48-4= 44 adalah 2,015.

Nilai t tabel dengan taraf nyata α/2 = 0,025 dan df= 44 adalah 2,015

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan berikut:

1. Dana Perimbangan (X1) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Y) menunjukkan signifikansi (0,269) > α (0,05) dan thitung adalah -1,118 dimana thitung (-1,118) > ttabel(2,015) maka Ha ditolak dan HO diterima. Artinya karena tingkat signifikansi > 0,05 dan t hitung bertanda negatif, maka secara parsial Dana Perimbangan tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.


(39)

2. Belanja Modal (X2) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Y)

menunjukkan signifikansi (0,015) < α (0,05) dan thitung adalah 2,534 dimana thitung (2,534) > ttabel(2,015) maka Ha diterima dan HO ditolak. Artinya karena tingkat signifikansi < 0,05 dan t hitung bertanda positif, maka secara parsial Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

3. Belanja Pegawai (X3) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

(Y) menunjukkan signifikansi (0,304) > α (0,05) dan thitung adalah 1,040 dimana thitung (1,040) < ttabel(2,015) maka Ha ditolak dan HO diterima. Artinya karena tingkat signifikansi > 0,05 dan t hitung bertanda positif, maka secara parsial Belanja Pegawai tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

4.3.2 Uji F

Kemudian untuk menguji apakah Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai secara bersama-sama terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah digunakan Uji F. Hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 4.13

Tabel 4.13 Hasil Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,015 3 ,005 4,591 ,007b

Residual ,048 44 ,001


(40)

a. Dependent Variable: TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN

b. Predictors: (Constant), BELANJA PEGAWAI, BELANJA MODAL, DANA PERIMBANGAN

Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)

Pada tabel 4.13 menunjukkan hasi Fhitung sebesar 4,591, sedangkan Ftabel

pada tingkat kepercayaan α = 0,05 dengan df1= 3 dan df2= 44 adalah sebesar

2,816466 yang dapat dibuktikan Ftabel pada lampiran. Sehingga Fhitung (4,591)> Ftabel (2,816466), maka H0 ditolak dan Ha diterima dan tingkat signifikan 0,007 < 0,05 artinya Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai berpengaruh positif secara simultan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Tingkat Kemandirian Keu angan Daerah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Perimbangan tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Semakin Tinggi Dana Perimbangan yang diberikan pemerintah kepada daerah maka semakin rendah Tingkat Kemandirian suatu Daerah tersebut, Dana Perimbangan merupakan dana bantuan dari pemerintah pusat/ provinsi.

Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil. Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah


(41)

sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum ini sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanaikegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah. Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikankepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marizka (2013) yang mengatakan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sumatera Barat.

4.4.2 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Dengan kemandirian daerah, daerah diberi wewenang untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerahnya masing-masing sehingga mampu untuk membiayai sendiri belanja daerahnya yang terdiri dari belanja operasi dan belanja modal. Jika belanja


(42)

modal naik maka tingkat kemandirian keuangan daerah juga akan naik karena belanja modal lebih besar dibiayai oleh pendapatan asli daerah tersebut dikatakan mandiri.

Keberadaan anggaran belanja modal yang bersumber dari bantuan pusat dan pendapatan asli daerah, yang apabila dibandingkan dengan investasi swasta mempunyai nilai yang relatif kecil, namun belanja modal tersebut mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tria (2015) yang mengatakan belanja modal berpengaruh negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sumatera Barat.

4.4.3 Pengaruh Belanja Pegawai Terhadap Tingakat Kemandirian Keuangan Daerah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Belanja Pegawai tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Kemandirian daerah dapat tercapai apabila sistem dalam tatanan pemerintahan berjalan dengan baik, salah satu diantaranya adalah kinerja para perangkat daerah. Belanja pegawai berperan sebagai alat kompensasi yang diberikan kepada perangkat daerah sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, dan juga sebagai pendorong untuk meningkatkan produktifitas kerja para perangkat daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah.


(43)

Arah koefisien yang negatif ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi belanja pegawai akan menyebabkan kemandirian pembangunan daerah akan semakin rendah. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pegawai pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja pegawai disatu sisi memberikan pengaruh postif terhadap kemandirian daerah, dimana besarnya belanja pegawai bisa mendorong produktifitas kinerja para perangkat daerah tersebut. Namun di sisi lain, belanja pegawai juga dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap kemandirian daerah, hal ini dikarenakan besarnya belanja pegawai akan mempengaruhi besarnya tingkat pengeluaran daerah yang kemudian dapat membebani stabilitas keuangan daerah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tria (2015) yang mengatakan belanja pegawai berpengaruh negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sumatera Barat.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara simultan Pendapatan Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. Secara Parsial Dana Perimbangan berpengaruh tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara., sedangkan Belanja Modal memiliki pengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keunagn Daerah, dan Belanja Pegawai tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan atau kelemahan yang memerlukan

pengembangan dan perbaikan oleh peneliti selanjutnya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel independen yaitu Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai sehingga hasil


(45)

penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah.

2. Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada kabupaten/kota tertentu, yaitu 12 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/kota yang menjadi sampel penelitian, sehingga belum dapat digeneralisasi unutk seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

3. Rentang waktu yang dipakai hanya dilakukan selama 4 tahun yaitu dari tahun 2010-2013 sehingga belum dapat digeneralisasi.

5.3 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Sumatera Utara harus lebih menggali lagi potensi-potensi yang ada di Sumatera Utara agar Pendapatan Asli Daerah dapat membiayai daerahnya sendiri dan tidak bergantung kepada Dana Perimbangan yang diterima dari Pemerintah Pusat/ Provinsi.

2. Jumlah periode pengamatan dan sampel penelitian dapat diperbanyak agar lebih mampu dilakukan generalisasi atas data penelitian tersebut

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti Provinsi lain agar dapat memperbandingkan dengan Kabupaten/ Kota yang berbeda.


(46)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.

Rasio Kemandirian = PAD ____

Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman

X100%

Kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi tingkat kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

Jika PAD suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan bantuan pemerintah pusat/provinsi dan pinjaman maka daerah tersebut sudah mandiri dari segi finansialnya sehingga pemerintah daerah bisa mengurangi pengalokasian


(47)

dana perimbangan kepada daerah tersebut. Sebaliknya jika PAD suatu daerah lebih kecil dibandingkan dengan pinjamam daerah serta bantuan pemerintah pusat/provinsi seperti DBH, DAU dan DAK maka daerah tersebut dikatakan belum mandiri dari segi finansialnya karena daerah tersebut masih bergantung pada pemerintah pusat.

2.2 Belanja Modal

Belanja daerah dikelompokkan menjadi belanja langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53 Belanja Modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa karakteristik yang terkandung dalam pengertian belanja modal yaitu :

1) Pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun 2) Dapat menambah kekayaan (aset) daerah

3) Implikasi dari pengeluaran ini akan menambah anggaran belanja rutin berupa biaya operasi dan pemeliharaan

4) Pengeluaran pemerintah yang bersifat investasi 5) Dalam tahun anggaran tertentu


(48)

Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006). Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan alokasi belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik.

Belanja Modal digunakan untuk memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang sesuai dengan masa manfaat ekonomis aktiva yang bersangkutan. Oleh sebab itu, perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh harus dapat diperbandingkan.

2.3 Belanja Pegawai

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/lembaga, Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pegawai pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Termasuk dalam kelompok belanja pegawai ini adalah pengeluaran-pengeluaran untuk gaji dan tunjangan-tunjangan, uang makan, lembur, honorarium dan vakasi. Gaji dan tunjangan adalah pengeluaran untuk kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai tunjangan yang diterima


(49)

berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan/yang dipersembahkan dengan tunjangan jabatan, tunjangan kompensasi kerja, tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan beras, tunjangan pajak penghasilan, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, dan tunjangan umum) baik dalam bentuk uang maupun barang.

2.4 DANA PERIMBANGAN

2.4.1 PENGERTIAN DANA PERIMBANGAN

Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).

Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun horisontal.

2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama


(50)

ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.

2.4.2 PEMBAGIAN DANA PERIMBANGAN

2.4.2.1DANA ALOKASI UMUM (DAU)

Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan antara pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan proporsi DAU untuk daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai


(51)

dengan kebutuhan dan kewenangan antara propinsi dan Kabupaten/kota formula DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiskal gap) yaitu selisih antara kebutuhan. Penyaluran DAU,DAK dan DBH disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007) lebih lanjut menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) hal tersebut menunjukkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat dipergunakan untuk pelaksanaan desentralisasi.

Peraturan terkait mengenai dana alokasi umum antara lain : 1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005

2.UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

DAU = Realisasi DAU

Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.4.2.2DANA ALOKASI KHUSUS

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) ádalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah. Kegiatan khusus ini sulit untuk diperkirakan


(52)

dengan rumus alokasi khusus.DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah pusat untuk tujuan nasional Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi :

1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak rnempunyai akses yang memadai ke daerah lain.

2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.

3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang rnemadai. 4) Kebutuhan prasarana dansarana fisik di daerah guna mengatasi dampak

Kerusakan lingkungan.

5) Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untukmendanai adiministrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.

Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini bisa disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana publik ( Ndadari dan Adi, 2008). Menurut Abdullah dan Halim (2006) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam


(53)

memberikan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah. Menurut Abimayu (2005) yang dikutip oleh Arianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Jika sarana prasana yang memadai di daerah itu maka masyarakat akan dapat melaksanakan aktifitas pekerjaan sehinga akan berdampak positif terhadap roda perekonomian sehingga akan berpengaruh pada produktifitas yang semakin meningkat.

Peraturan terkait mengenai dana alokasi khusus antara lain: 1.UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

2.UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

3.PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan DAK = Realisasi DAK

Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.4.2.3DANA BAGI HASIL

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikankepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua (2) jenis, yaitu DBH pajak danDBH Sumber Daya Alam (SDA).Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil.


(54)

Penerimaan DBH pajak bersumber dari:

1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

3) Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh WPOPDN) dan PajakPenghasilan Pasal 21 (PPh 21). Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi.

Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Demikian halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA. Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal pusat-daerah. Namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil. Horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam.

Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah seperti di Riau, Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi dan gas alam (migas), pertambangan, dan kehutanan. Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat di optimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya. (Astuti dan Joko, 2005)Hal


(55)

tersebut sejalan dengan Cristyanto (2005) yang menyatakan bahwa potensi penerimaan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja. Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula.DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakansalah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

DBH = Realisasi DBH

Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Marizka (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten Dan Kota Di


(56)

Sumatera Barat (Tahun 2006-2011). Marizka (2013) menyebutkan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif, DBH berpengaruh signifikan, DAU tidak berpengaruh signifikan, dan DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Nurmince (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Tahun 2008-2011. Menyebutkan bahwa hasil uji secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum, variabel dana alokasi khusus memiliki pengaruh negatif terhadap kemandirian keuangan daerah, sedangkan variabel pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Hasil uji secara simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Tria (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Modal Dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Barat. Menyebutkan bahwa Belanja Modal dan Belanja Pegawai berpengaruh dan signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009-2013.


(57)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Penelitian Terhadulu

Judul Penelitian

Hasil Peneliti

1 Reza

Marizka (2013)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Barat (Tahun 2006-2011)

- Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

- Dana Bagi Hasil tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

- Dana Alokasi Umum tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

- Dana Alokasi Khusus

berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

2 Sartika

Nurmince Siagian (2014)

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan

Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Tahun

2008-2011

- Hasil uji secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum, variabel dana alokasi khusus memiliki

pengaruh negatif

terhadap kemandirian keuangan daerah, sedangkan variabel pendapatan asli daerah dan

dana bagi hasil berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

- Hasil uji secara simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil bersama-sama (simultan)


(58)

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Riau. Adjusted R square dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,492 yang berarti 49,2% variasi dari keuangan daerah dijelaskan oleh keempat variabel bebas yaitu pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus serta dana bagi hasil sedangkan sisanya 50,8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini, seperti pinjaman daerah, lain-lain

pendapatan yang dipisahkan dan investasi.

3 Esterlita Tria

Ramadhani Darwis (2015)

Pengaruh Belanja Modal Dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Barat.

- Belanja Modal

berpengaruh dan signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009-2013

- Belanja Pegawai

berpengaruh dan signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009-2013

Sumber : Diolah oleh peneliti

2.6 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah, kajian pustaka dan penelitian terhadulu maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut


(59)

H2

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.7 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1: Dana perimbangan, Belanja Modal, Belanja Pegawai secara parsial

berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

2 : Dana Perimbangan, Belanja Modal, Belanja Pegawai secara simultan

berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Dana Perimbangan (X1)

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

(Y) Belanja Modal

(X2)

Belanja Pegawai (X3)


(60)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk tingkat kemandirian keuangan daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah dalam era otonomi semakin tertarik untuk dibahas, terlebih sejak di gulirkannya paket perundang-undangan tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang kemudian kedua undang- undang tersebut diganti dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana Pemerintah Daerah berhak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi daerah dan tugas pembantuan, di arahkan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta semua masyarakat, serta meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberlakuan kedua undang-undang


(61)

tersebut diikuti dengan berbagai tuntutan masyarakat untuk dilakukannya reformasi di segala bidang, termasuk reformasi di bidang pemerintahan yang bersih dari praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Menurut Halim (2008:232), Kemandirian Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman, selain PAD kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja modal dan belanja pegawai.

Menurut Mulyanto (2007), belanja modal merupakan belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Sedangkan Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud.

Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada


(62)

pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal (UU Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006).

Penelitian mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah telah banyak dilakukan, dimana menunjukkan hasil temuan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Nofiyanto (2005) menunjukkan bahwa struktur penerimaan keuangan di kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta masih didominasi oleh sumbangan dan bantuan dari pusat. Kontribusi PAD dan DBH seluruh kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap total penerimaan daerah masih rendah serta belum bisa mengoptimalkan pinjaman daerah (pinjaman jangka panjang) sehingga daerah tergantung pada pemerintah pusat dalam memperoleh dana pinjaman daerah.

Penelitian yang dilakukan Muliana (2009) menunjukkan bahwa PAD mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan DAU dan DAK mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ersyad (2011) menemukan bahwa pada umumnya semua kabupaten dan kota di Sumatera Barat tahun 2006-2008 masih jauh dikatakan mandiri dari segi finansialnya, rata- rata rasio kemandirian berkisar antara 3% sampai 10%. Hal ini berarti pemerintah kabupaten dan kota di


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yaitu Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat, kasih, anugrah-Nya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)”, guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Terutama penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Ferdinand dan Ibunda Suherty. Terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, didikan, dan semangat yang sangat berarti. Semoga penulis dapat menjadi anak yang dibanggakan. Kemudian kepada kakak-adik penulis, Ferty Yolanda dan Fritz Friandra juga penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak., CA. selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak. selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak. selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(2)

saran dan kritik yang sangat membangun sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.

5. Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak. selaku dosen penguji dan Bapak Drs. Rasdianto, M.Si., Ak. selaku dosen pembanding yang memberikan banyak masukkan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Para Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.

7. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis, Bernando, Reza, Edgar, Jansen, John, Ammar, Deddy, Amiyori, Andrew, Tara, Ipin, Toga, Puji, Dita, Rana, Ade dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis disebutkan satu-persatu dalam skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi.

Medan, Mei 2016 Penulis

Ferian Fernando Simatupang NIM. 120503314


(3)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Akademis ... 6

BAB II ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah ... 7

2.2 Belanja Modal ... 8

2.3 Belanja Pegawai ... 9

2.4 Dana Perimbangan ... 10

2.4.1 Pengertian Dana Perimbangan ... 10

2.4.2 Pembagian Dana Perimbangan ... 11

2.4.2.1 Dana Alokasi Umum ... 11

2.4.2.2 Dana Alokasi Khusus ... 12

2.4.2.3 Dana Bagi Hasil ... 14

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 16

2.6 Kerangka Pemikiran ... 19

2.7 Hipotesis ... 20

BAB III ... 21

METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Desain Penelitian ... 21

3.2 Jenis Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.5 Batasan Operasional ... 26

3.6 Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 26


(4)

3.6.2 Variabel Independen ... 27

3.6.2.1 Dana Perimbangan ... 28

3.6.2.1.1 Dana Alokasi Umum ... 28

3.6.2.1.2 Dana Alokasi Khusus ... 28

3.6.2.1.3 Dana Bagi Hasil ... 28

3.6.2.2 Belanja Modal ... 29

3.6.2.3 Belanja Pegawai ... 29

3.7 Metode Analisis Data ... 31

3.8 Pengujian Asumsi Klasik ... 32

3.9 Pengujian Hipotesis ... 36

BAB IV ... ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 38

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 45

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 45

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 47

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 47

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 49

4.2.2.3 Uji Heterokedastisitas ... 50

4.2.2.4 Uji Autokorelasi ... 52

4.2.3 Regresi Linier Berganda ... 53

4.3 Uji Hipotesis ... 54

4.3.1 Uji-t ... 54

4.3.2 Uji F ... 55

4.4 Pembahasan ... 57

4.4.1 Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 57

4.4.2 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 58

4.4.3 Pengaruh Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 59

BAB V... ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 61

5.3 Saran ... 62


(5)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Penelitian Terdahulu ... 18

TABEL 3.1 Proses Seleksi Sampel Penelitian ... 24

TABEL 3.2 Sampel Penelitian ... 25

TABEL 3.3 Pengukuran Variabel ... 30

TABEL 4.1 Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara ... 40

TABEL 4.2 Rasio TKKD ... 42

TABEL 4.3 Dana Perimbangan ... 43

TABEL 4.4 Belanja Modal ... 44

TABEL 4.5 Belanja Pegawai ... 45

TABEL 4.6 Statistik Deskriptif ... 46

TABEL 4.7 Uji Statistik Kolomogorov-Smirnov ... 49

TABEL 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas ... 50

TABEL 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji Park) ... 52

TABEL 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 52

TABEL 4.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 53

TABEL 4.12 Hasil Uji-t ... 55


(6)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Konseptual ... 20

4.1 Grafik Histogram ... 47

4.2 Normalitas P-P Plot... 48


Dokumen yang terkait

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

3 74 100

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Melalui Belanja Modal Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

1 30 114

Pengaruh Dana Perimbangan Dan Fiscal Stress Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

8 54 127

Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Langsung Daerah Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara

0 39 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatra Utara

8 65 63

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

3 50 114

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Transfer Terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 52 85

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 11