Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan
oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah
pusat ataupun dari pinjaman.
Rasio Kemandirian =

PAD
____ X100%
Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman

Kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi tingkat kemandirian mengandung
arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal
(terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian pula
sebaliknya.

Rasio


kemandirian

juga menggambarkan

tingkat

partisipasi

masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian,
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah
yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak
dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
semakin tinggi.
Jika PAD suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan bantuan
pemerintah pusat/provinsi dan pinjaman maka daerah tersebut sudah mandiri dari
segi finansialnya sehingga pemerintah daerah bisa mengurangi pengalokasian

7
Universitas Sumatera Utara


dana perimbangan kepada daerah tersebut. Sebaliknya jika PAD suatu daerah
lebih kecil dibandingkan dengan pinjamam daerah serta bantuan pemerintah
pusat/provinsi seperti DBH, DAU dan DAK maka daerah tersebut dikatakan
belum mandiri dari segi finansialnya karena daerah tersebut masih bergantung
pada pemerintah pusat.
2.2 Belanja Modal
Belanja daerah dikelompokkan menjadi belanja langsung dan tidak
langsung. Biaya langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa
serta belanja modal. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53 Belanja
Modal

digunakan

untuk

pengeluaran

yang

dilakukan


dalam

rangka

pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan,
seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa karakteristik yang
terkandung dalam pengertian belanja modal yaitu :
1) Pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun
2) Dapat menambah kekayaan (aset) daerah
3) Implikasi dari pengeluaran ini akan menambah anggaran belanja rutin
berupa biaya operasi dan pemeliharaan
4) Pengeluaran pemerintah yang bersifat investasi
5) Dalam tahun anggaran tertentu

8
Universitas Sumatera Utara


Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan
manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi
kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian,
2006). Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan
alokasi belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu
langkah bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik.
Belanja Modal digunakan untuk memperoleh keuntungan pada masa yang
akan datang sesuai dengan masa manfaat ekonomis aktiva yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan
diperoleh harus dapat diperbandingkan.
2.3 Belanja Pegawai
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang penyusunan
Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/lembaga, Belanja Pegawai adalah
belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pegawai
pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan yang
belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan,
kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Termasuk dalam
kelompok belanja pegawai ini adalah pengeluaran-pengeluaran untuk gaji dan

tunjangan-tunjangan, uang makan, lembur, honorarium dan vakasi. Gaji dan
tunjangan adalah pengeluaran untuk kompensasi yang harus dibayarkan kepada
pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai tunjangan yang diterima

9
Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan (tunjangan istri/suami,
tunjangan anak, tunjangan jabatan/yang dipersembahkan dengan tunjangan
jabatan, tunjangan kompensasi kerja, tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan
beras, tunjangan pajak penghasilan, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, dan
tunjangan umum) baik dalam bentuk uang maupun barang.
2.4 DANA PERIMBANGAN
2.4.1 PENGERTIAN DANA PERIMBANGAN
Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal
dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).
Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan
transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue
nasional", baik vertikal maupun horisontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan
menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan
negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di
daerah yang bersangkutan. Namun selama ini sumber dana pembangunan
daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan
dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan
dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal
(fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama

10
Universitas Sumatera Utara

ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah
kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen
kecuali Propinsi DKI Jakarta. Pemerintah daerah kepada bantuan dari
pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI
Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut
hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber

penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting
dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas
utama dalam penerimaan daerah.
2.4.2

PEMBAGIAN DANA PERIMBANGAN

2.4.2.1 DANA ALOKASI UMUM (DAU)
Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005
tentang dana perimbangan antara pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan
Dana Alokasi Umum (DAU) yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai
pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang
berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan
kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai
dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara
pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekurang-kurangnya 26
% dari pendapatan dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.
Sedangkan proporsi DAU untuk daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai


11
Universitas Sumatera Utara

dengan kebutuhan dan kewenangan antara propinsi dan Kabupaten/kota formula
DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiskal gap) yaitu selisih antara
kebutuhan. Penyaluran DAU,DAK dan DBH disalurkan dengan cara pemindah
bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini berkaitan
dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi
adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah (Darwanto dan
Yustikasari, 2007) lebih lanjut menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) hal
tersebut menunjukkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN
dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat
dipergunakan untuk pelaksanaan desentralisasi.
Peraturan terkait mengenai dana alokasi umum antara lain :
1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005
2.UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
DAU =


Realisasi DAU
Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.4.2.2 DANA ALOKASI KHUSUS
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) ádalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang
dilaksanakan di tingkat daerah. Kegiatan khusus ini sulit untuk diperkirakan

12
Universitas Sumatera Utara

dengan rumus alokasi khusus.DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih
untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah
pusat sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah pusat untuk tujuan nasional
Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi :

1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak
rnempunyai akses yang memadai ke daerah lain.
2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung
transmigrasi.
3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir
kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang rnemadai.
4) Kebutuhan prasarana dansarana fisik di daerah guna mengatasi dampak
Kerusakan lingkungan.
5) Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih DAK disalurkan
dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke
rekening Kas Umum Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam
APBD. DAK tidak dapat digunakan untukmendanai adiministrasi
kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.

Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini bisa
disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai
peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana
publik ( Ndadari dan Adi, 2008). Menurut Abdullah dan Halim (2006) aset tetap
yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam


13
Universitas Sumatera Utara

memberikan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah. Menurut Abimayu
(2005) yang dikutip oleh Arianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasana
yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Jika sarana prasana yang memadai di daerah itu maka masyarakat akan dapat
melaksanakan aktifitas pekerjaan sehinga akan berdampak positif terhadap roda
perekonomian sehingga akan berpengaruh pada produktifitas yang semakin
meningkat.
Peraturan terkait mengenai dana alokasi khusus antara lain:
1.UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
2.UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
3.PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan
DAK =

Realisasi DAK
Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.4.2.3 DANA BAGI HASIL
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikankepada daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33
Tahun 2004,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah terdiri dari dua (2) jenis, yaitu DBH pajak danDBH Sumber Daya Alam
(SDA).Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu
yang didasarkan atas daerah penghasil.

14
Universitas Sumatera Utara

Penerimaan DBH pajak bersumber dari:
1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
3) Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri (PPh WPOPDN) dan PajakPenghasilan Pasal 21 (PPh 21).
Sedangkan

penerimaan

DBH

SDA

bersumber

dari:

Kehutanan,

Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan
Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi.
Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri
dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu
sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Demikian
halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA. Mekanisme bagi
hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal pusatdaerah. Namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam
ketimpangan horisontal yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil.
Horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di
Indonesia sangat beraneka ragam.
Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah
seperti di Riau, Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi
dan gas alam (migas), pertambangan, dan kehutanan. Ada juga daerah yang
sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur
perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat di
optimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya. (Astuti dan Joko, 2005)Hal

15
Universitas Sumatera Utara

tersebut sejalan dengan Cristyanto (2005) yang menyatakan bahwa potensi
penerimaan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan dimana potensi yang cukup
signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja. Berdasarkan Undang-Undang
PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah
memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal
income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi.
Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai
kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi
memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume
perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan
sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang
lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula.DBH
merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakansalah
satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan
memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
DBH =

Realisasi DBH
Realisasi Total Pendapatan Daerah

X100%

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Marizka (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus
Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten Dan Kota Di

16
Universitas Sumatera Utara

Sumatera Barat (Tahun 2006-2011). Marizka (2013) menyebutkan bahwa PAD
berpengaruh signifikan positif, DBH berpengaruh signifikan, DAU tidak
berpengaruh signifikan, dan DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah.
Nurmince (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Rasio
Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau Tahun 2008-2011. Menyebutkan
bahwa hasil uji secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa variabel dana alokasi
umum, variabel dana alokasi khusus memiliki pengaruh

negatif

terhadap

kemandirian keuangan daerah, sedangkan variabel pendapatan asli daerah dan
dana bagi hasil berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah. Hasil uji secara simultan (uji F) menunjukkan bahwa variabel
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi
hasil bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Tria (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Belanja Modal
Dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Barat. Menyebutkan bahwa Belanja Modal
dan Belanja Pegawai berpengaruh dan signifikan negatif terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Barat
pada tahun 2009-2013.

17
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
1

2

Penelitian
Terhadulu
Reza
Marizka
(2013)

Judul
Penelitian
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum Dan
Dana Alokasi Khusus
Terhadap
Tingkat
Kemandirian
Keuangan
Daerah Pada Kabupaten
Dan Kota Di Sumatera
Barat (Tahun 2006-2011)

Sartika
Nurmince
Siagian
(2014)

Pengaruh Rasio Efektifitas
Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, Dan
Dana Bagi Hasil Terhadap
Kemandirian
Keuangan
Daerah Pada Pemerintahan
Kabupaten/Kota
Di
Provinsi Riau Tahun 20082011

Hasil
Peneliti
- Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh
signifikan
positif terhadap tingkat
kemandirian
keuangan
daerah.
- Dana Bagi Hasil tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah.
- Dana Alokasi Umum tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan
daerah.
- Dana Alokasi Khusus
berpengaruh
signifikan
negatif terhadap tingkat
kemandirian
keuangan
daerah.
- Hasil uji secara parsial (uji
t) menunjukkan bahwa
variabel
dana
alokasi
umum,
variabel
dana
alokasi khusus memiliki
pengaruh
negatif
terhadap
kemandirian
keuangan
daerah,
sedangkan
variabel
pendapatan asli daerah dan
dana
bagi
hasil
berpengaruh positif tetapi
tidak signifikan terhadap
kemandirian
keuangan
daerah.
- Hasil uji secara simultan
(uji F) menunjukkan bahwa
variabel pendapatan asli
daerah,
dana
alokasi
umum,
dana
alokasi
khusus, dan dana bagi hasil
bersama-sama (simultan)

18
Universitas Sumatera Utara

memiliki pengaruh yang
positif
dan
signifikan
terhadap
kemandirian
keuangan daerah pada
kabupaten/kota di Provinsi
Riau. Adjusted R square
dalam penelitian ini yaitu
sebesar 0,492 yang berarti
49,2%
variasi
dari
keuangan daerah dijelaskan
oleh keempat variabel
bebas yaitu pendapatan asli
daerah,
dana
alokasi
umum, dana alokasi khusus
serta dana bagi hasil
sedangkan sisanya 50,8%
dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti oleh
penelitian
ini,
seperti
pinjaman daerah, lain-lain
pendapatan
yang
dipisahkan dan investasi.
3
Esterlita Tria Pengaruh Belanja Modal - Belanja
Modal
Ramadhani
Dan
Belanja Pegawai
berpengaruh dan signifikan
Darwis
Terhadap
Tingkat
negatif terhadap tingkat
(2015)
Kemandirian
Keuangan
kemandirian
keuangan
Daerah Pada Kabupaten/
daerah pada kabupaten dan
Kota Provinsi Sumatera
kota Provinsi Sumatera
Barat.
Barat pada tahun 20092013
- Belanja
Pegawai
berpengaruh dan signifikan
negatif terhadap tingkat
kemandirian
keuangan
daerah pada kabupaten dan
kota Provinsi Sumatera
Barat pada tahun 20092013
Sumber : Diolah oleh peneliti
2.6 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah, kajian pustaka dan penelitian
terhadulu maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut
19
Universitas Sumatera Utara

Dana Perimbangan
(X1)

H1

Tingkat
Kemandirian
Keuangan Daerah

Belanja Modal
(Y)
(X2)

Belanja Pegawai
(X3)
H2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.7 HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1:

Dana perimbangan, Belanja Modal, Belanja Pegawai secara parsial
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

2:

Dana Perimbangan, Belanja Modal, Belanja Pegawai secara simultan
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

20
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 3 109

Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

1 12 77

Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

0 1 10

Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

0 0 6

Pengaruh Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara (2010-2013)

1 12 3

Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

Pengaruh Dana Perimbangan, Wealth, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 27

PENGARUH BELANJA MODAL DAN BELANJA PEGAWAI TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 17