Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dalam Meminimumkan Biaya Persediaan dengan Metode EOQ (Studi Kasus: PT. Sinar Sosro Medan)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1

Pengertian Peramalan

Menurut Sofyan Assauri (1984) dalam melakukan kegiatan usaha, setiap perusahaan
harus memperkirakan semua yang akan terjadi dalam bidang ekonomi atau dalam dunia
usaha pada masa yang akan datang. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang, kita kenal dengan apa yang disebut peramalan. Secara
lengkap dikatakan bahwa peramalan adalah usaha untuk melihat situasi dan kondisi
pada masa yang akan datang dengan memperkirakan hasil masa lampau dan pengaruh
situasi secara kondisi terhadap perkembangan yang akan datang.

2.2

Jenis-Jenis Peramalan

Menurut Sofyan Assauri (1984), pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari

beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat berdasarkan sifat
ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

a. Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada
masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang
menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan
berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, judgement atau pendapat, dan
pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya.

b. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif
pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode
yang dipergunakan dalam peramalan tersebut, sebab dengan metode yang

Universitas Sumatera Utara

7

berbeda akan didapat hasil peramalan yang berbeda pula. Peramalan kuantitatif
hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut:
1. Tersedianya informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa mendatang.

Langkah penting dalam memilih metode deret berkala yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode paling tepat dengan pola tersebut
dapat diuji.

2.3

Metode Peramalan Kuantitatif

Metode adalah cara berpikir yang sistematis dan pragmatis atas pemecahan sebuah
masalah. Dengan dasar ini, maka metode peramalan kuantitatif merupakan cara
memperkirakan secara kuantitatif mengenai apa yang akan terjadi di masa depan
berdasarkan data yang relevan pada masa lalu melalui tahapan-tahapan pengerjaan yang
teratur, sistematis, dan terarah.

Metode Peramalan yang bersifat kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu, metode
deret waktu (time series) dan metode sebab akibat (korelasi). Metode deret waktu

dipakai untuk menganalisa hubungan antara variabel waktu dengan variabel lainnya.
Metode korelasi dipakai untuk menganalisa hubungan antar variabel yang bukan waktu.

2.4

Metode Time Series

Metode time series adalah metode yang dipergunakan untuk menganalisis serangkaian
data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola atau
kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasarnya dapat diidentifikasi
semata-mata atas dasar data historis dari serial itu.

Universitas Sumatera Utara

8

Dengan analisis deret waktu dapat ditunjukkan bagaimana permintaan terhadap
suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Sifat dari perubahan permintaan dari
tahun ke tahun dirumuskan untuk meramalkan penjualan pada masa yang akan datang.


Menurut Makridakis, dkk (1999), langkah penting dalam memilih suatu metode
deret waktu yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya. Pola data
dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:

a. Pola horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai ratarata yang konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat dan
menurun selama waktu tertentu.
y

Waktu
Gambar 2.1 Pola Horizontal

b. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
y

Waktu
Gambar 2.2 Pola Musiman

c. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis atau ekonomi.


Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.3 Pola Siklis

d. Pola Trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data.

Gambar 2.4 Pola Trend

Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara
variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, atau analisa deret waktu, terdiri
dari:
a. Metode pemulusan (smoothing) yang diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu
metode rata-rata (moving average) dan metode pemulusan eksponensial (single
Exponential smooting)
b. Metode dekomposisi juga diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu dekomposisi
aditif dan multiplikatif.

c. Metode Box Jenkis
d. Metode Proyeksi Trend dengan regresi

Universitas Sumatera Utara

10

2.5

Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi biasanya mencoba memisahkan tiga komponen terpisah dari pola
dasar yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan bisnis. Komponen tersebut
adalah faktor kecenderungan (trend), siklus, dan musiman. Faktor kecenderungan
menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat, menurun,
atau tidak berubah. Faktor siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri
tertentu dan sering terdapat pada deret data seperti Produk Nasional Bruto (PNB),
indeks produksi industri, permintaan untuk perumahan, penjualan barang industri
seperti mobil, harga saham, tingkat obligasi, penawaran uang, dan tingkat bunga.


Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan
yang disebabkan oleh hal-hal seperti temperatur, curah hujan, bulan pada suatu tahun,
saat liburan, dan kebijaksanaan perusahaan. Perbedaan antara musiman dan siklus
adalah bahwa musiman itu berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti
tahun, bulan, atau minggu, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih
lama dan lamanya berbeda dari siklus yang satu ke siklus yang lain.
Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data itu tersusun sebagai berikut:

Data

= pola + kesalahan (error)
= f (trend, siklus, musim) + kesalahan

Jadi di samping komponen pola, terdapat pula unsur kesalahan atau kerandoman.
Kesalahan ini dianggap merupakan perbedaan antara pengaruh gabungan dari tiga pola
deret tersebut dengan data yang sebenarnya. Penulisan matematis umum dari
pendekatan dekomposisi adalah:
X t  f (It  Tt  Ct  Et )

dengan:

Xt = nilai deret waktu pada periode t
It

= komponen musiman pada periode t

Tt = komponen trend pada periode t
Ct = komponen siklus pada periode t
Et = komponen kesalahan (error) pada periode

Universitas Sumatera Utara

11

Dalam metode dekomposisi terdapat model dekomposisi aditif dan
multiplikatif. Model dekomposisi aditif dan multiplikatif dapat digunakan untuk
meramalkan faktor trend, musiman, dan siklus. Menurut Makridakis, Wheelwright dan
McGee (1992), metode dekomposisi rata-rata sederhana berasumsi pada model aditif:

X t   It  Tt  Ct   Et
Sedangkan metode dekomposisi rasio rata-rata bergerak (dekomposisi klasik)

berasumsi pada model multiplikatif dalam bentuk:
X t  It  Tt  Ct  Et

(2,1)

Metode rasio rata-rata bergerak mula-mula memisahkan unsur trend-siklus dari
data dengan menghitung rata-rata bergerak yang jumlah unsurnya sama dengan panjang
musiman. Rata-rata bergerak dengan panjang seperti ini tidak mengandung unsur
musiman dan tanpa atau sedikit sekali unsur acak.
Rata-rata bergerak yang dihasilkan, Mt, adalah
M t  Tt  Ct

(2,2)

Persamaan (2,2) hanya mengandung faktor trend dan siklus, karena faktor musiman dan
keacakan telah dieliminasi dengan pemerataan.
Persamaan (2,1) dapat dibagi dengan (2,2) untuk memperoleh persamaan
X t I t  Tt  Ct  Et

 I t  Et

Mt
Tt  Ct

(2,3)

Persamaan (2,3) merupakan rasio dari data yang sebenarnya dengan rata-rata
bergerak dan mengisolasi dua komponen deret berkala lainnya. Nilai ratio tersebut
berkisar di antara 100, menunjukkan pengaruh musiman pada nilai rata-rata data yang
telah dihilangkan faktor musimannya (deseasionalized). Langkah selanjutnya dalam
metode ini adalah menghilangkan keacakan dari nilai-nilai yang diperoleh persamaan
(2,3) dengan menggunakan suatu bentuk rata-rata pada bulan yang sama atau disebut
dengan metode rata-rata medial pada saat ini. Rata-rata medial adalah nilai rata-rata
untuk setiap bulan setelah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil. Indeks musiman dapat
diperoleh dengan mengalikan setiap rata-rata medial dengan faktor penyesuaian dari
rata-rata. Maka dari perhitungan ini akan didapat indeks musiman atau seasonal indeks.

Universitas Sumatera Utara

12


Indeks musiman ini memperlihatkan pola musiman dari data yang terjadi dalam setiap
periodenya. Sehingga kita dapat menganalisa adanya pola yang berbeda di setiap
bulannya berdasarkan indeks musiman ini.

Sedangkan untuk melakukan proyeksi di masa depan maka dapat menggunakan
regresi linear dengan data yang telah di deseasionalized atau seasonally adjusted series.
Data ini didapat dari rasio atau pembagian antara data asli/aktual dengan seasonal
factornya. Data inilah yang akan dilakukan regresi linear yang akan menghasilkan
persamaan:

Y  a  bt
t merupakan periode yang akan dilakukan proyeksi dengan terlebih dahulu dengan
melakukan coding secara berurutan sesuai dengan proyeksi. Hasil Y proyeksi yang
diperoleh dikalikan dengan indeksi musimannya untuk memperoleh hasil prediksi yang
lebih akurat. Dari metode ini dapat dihitung proyeksi bulanan yang dapat dijadikan
pedoman untuk menganalisa hasil yang akan diperoleh di bulan tertentu di masa
mendatang.

2.6

Ketepatan Metode Peramalan

Keakuratan keseluruhan dari setiap model peramalan baik itu rata-rata bergerak,
eksponensial smoothing atau lainnya dapat dijelaskan dengan membandingkan nilai
yang diproyeksikan dengan nilai aktual atau nilai yang diamati. Untuk tingkat akurasi
peramalan dapat diukur dari nilai berikut:

1. Mean Squared Error (MSE). Merupakan rata-rata jumlah kuadrat kesalahan
peramalan.

 Y  Y 
n

MSE 

t 1

' 2

t

t

n

2. Mean Absolute Persentage Error (MAPE) = adalah menghitung rata-rata
persentase kesalahan pertama dari beberapa periode. Dengan rumus :

Universitas Sumatera Utara

13

n

MAPE 



Y  Y 
'

t

t

Yt
n

t 1

100

3. Mean Absolute Deviation (MAD) = adalah mengukur dengan mengambil jumlah
nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data.

n

MAD 

 Y Y
t

t 1

'

t

n

dengan:
= Data aktual pada periode ke –i

Yt
Yt

n

'

= Nilai ramalan pada periode ke- i
= Banyaknya periode waktu

Keakuratan sebuah model peramalan dalam melakukan prediksi ditentukan oleh
nilai terkecil dari masing-masing metode akurasi data, semakin kecil nilai tersebut
semakin akurat sebuah model melakukan prediksi.

2.7

Uji Kolmogorov – Smirnov

Metode ini merupakan sebuah alternatif penting untuk menguji kesesuaian distribusi.
Uji ini ditemukan oleh dua matematikawan Rusia, yaitu Kolmogorov dan Smirnov pada
akhir dekade 1930. Dengan uji Kolmogorov-Smirnov dapat diperiksa apakah distribusi
nilai-nilai sampel yang teramati sesuai dengan distribusi teoritis tertentu.
Uji Kolmogorov-Smirnov dapat diterapkan pada dua keadaan, yaitu:
1. Menguji apakah suatu sampel mengikuti bentuk distribusi populasi teoritis.
2. Menguji apakah kedua buah sampel berasal dari dua populasi yang identik.

Prinsip uji Kolmogorov-Smirnov ialah menghitung selisih absolut antara fungsi
distrubusi frekuensi komulatif observasi [Fa(x)] dan fungsi distribusi frekuensi

Universitas Sumatera Utara

14

kumulatif teoritis [Fe(x)]. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov merupakan selisih absolut
terbesar antara Fa(x) dan Fe(x), yang disebut deviasi maksimum D. Persamaannya ialah
sebagai berikut:
D = Maksimum Fa  x   Fe  x 
Keterangan:
Fa(x) = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif observasi
Fe(x) = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif teoritis

Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel Kolmogorov-Smirnov
dengan ukuran sampel n dan tingkat signifikan α. Aturan keputusannya ialah sebagai
berikut:
1. Ho diterima apabila D ≤ Dα
2. Ho ditolak apabila D > Dα
Langkah-langkah pengujian dalam uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:
1. Susun frekuensi-frekuensi dari tiap nilai yang teramati, berurutan dari nilai
terkecil sampai terbesar.
2. Susun frekuensi kumulatif relatif dari nilai-nilai teramati tersebut.
3. Konversikan frekuensi kumulatif tersebut ke dalam probabilitas, yaitu ke dalam
fungsi distribusi frekuensi kumulatif [Fa(x)].
4. Hitung nilai Z untuk masing-masing nilai teramati diatas dengan rumus :

Z

Xi  X
S

5. Dengan mengacu pada tabel distribusi normal, carilah nilai Fe(x), yaitu
probabilitas (luas area) kumulatif untuk setiap nilai teramati (rumus di atas)
berlaku jika berdistribusi normal, sedangkan jika bukan berdistribusi normal
maka rumusnya akan berbeda).
6. Susun Fa(x) berdampingan dengan Fe(x). Hitung selisih absolut antara Fa(x) dan
Fe(x) pada masing-masing nilai teramati.
7. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fa(x) dan Fe(x)
yang juga disebut Deviasi Maksimum (D).

Universitas Sumatera Utara

15

2.8

Pengertian Pengendalian Persediaan

Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang di simpan untuk digunakan atau
dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan
bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan
bahan baku dan bahan setengah jadi di simpan sebelum digunakan atau di masukkan ke
dalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan di
simpan sebelum dijual atau dipasarkan.

Untuk lebih memahami dan mengerti arti pengendalian persediaan, maka akan
dijelaskan definisi persediaan.
Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa definisi berikut;

Freddy Rangkuti (1996; 1) mengatakan bahwa persediaan sebagai suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha tertentu, persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/ proses
produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu
proses produksi.
Sofjan Assauri (1993), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha yang normal”.

2.9

Jenis-Jenis Persediaan

Jenis-jenis persediaan menurut Handoko (1984):

1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang
berujud seperti baja, kayu, dan komponen komponen lainnya yang digunakan
dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam
atau dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk
digunakan dalam proses selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi
suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi merupakan bagian atau
komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi
atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih
lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim
kepada langganan.

2.10 Biaya-Biaya Persediaan
Biaya persediaan menurut Baroto (2002) adalah semua pengeluaran dan kerugian yang
timbul sebagai akibat adanya persediaan.
Biaya tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Harga pembelian, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, besarnya
sama dengan harga persediaan itu sendiri atau harga belinya. Pada beberapa
model pengendalian sistem persediaan, biaya tidak dimasukkan sebagai dasar
untuk membuat keputusan.

2. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan ke pemasok, yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah pesanan.

Universitas Sumatera Utara

17

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan
barang dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya
ekspedisi, upah, biaya telekomunikasi, biaya dokumentasi/transaksi, biaya
pengepakan, biaya pemeriksaan, dan biaya lainnya yang tidak tergantung jumlah
pesanan.

3. Biaya penyiapan (setup cost) adalah semua pengeluaran yang timbul dalam
mempersiapkan produksi. Biaya ini terjadi bila item persediaan diproduksi
sendiri dan tidak membeli dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya persiapan
peralatan produksi, biaya mempersiapkan mesin (set up), biaya mempersiapkan
tenaga kerja langsung, biaya perencanaan dan penjadwalan produksi, dan biaya
biaya lain yang besarnya tidak tergantung pada jumlah item yang diproduksi.

4. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan atau
penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, atau pun produk
jadi. Biaya ini besarnya tergantung dari lamanya penyimpanan dan jumlah yang
disimpan. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode.
Biaya penyimpanan ini meliputi :
a) Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas atau pendingin).
b) Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas
dana yang di investasikan dalam persediaan).
c) Biaya keusangan
d) Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan.
e) Biaya asuransi dan pajak
f) Biaya penanganan persediaan dan biaya-biaya lainnya yang bersifat variabel
tergantung pada jumlah item.

5. Biaya kekurangan persediaan. Bila perusahaan kehabisan barang saat ada
permintaan, maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian berupa
biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan
pelanggan yang kecewa dan beralih ke pesaing. Biaya ini sulit diukur karena
berhubungan dengan good wills perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

18

2.11 Tujuan Pengelolaan Persediaan
Adapun yang menjadi tujuan dari pengelolaan persediaan adalah:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat
(memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses
produksi, hal ini dikarenakan alasan :
a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga
sulit untuk diperoleh.
b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba
perusahaan.
4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat
mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan dan emplacement tidak besar- besaran, karena
akan mengakibatkan biaya menjadi besar.

2.12 Faktor- Faktor yang Menentukan Persediaan
Yang menjadi masalah bagi perusahaan adalah bagaimana menentukan persediaan yang
optimal, oleh karena itu perlu diketahui faktor- faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya persediaan. Sebenarnya perlu dibedakan antara persediaan bahan baku dan
barang jadi, namun yang dimaksud dengan persediaan dalam kaitannya dengan kegiatan
produksi adalah persediaan bahan baku/penolong.

Besar kecilnya persediaan bahan baku dan bahan penolong dipengaruhi oleh
faktor:
1. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk menjaga
kelangsungan (kontinuitas) proses produksi. Semakin banyak jumlah bahan
baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat persediaan bahan baku.

Universitas Sumatera Utara

19

Volume produksi yang direncanakan, hal ini ditentukan oleh penjualan
terdahulu dan ramalan penjualan. Semakin tinggi volume produksi yang di
rencanakan berarti membutuhkan bahan baku yang lebih banyak yang berakibat
pada tingginya tingkat persediaan bahan baku.

2. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan baku
yang tinggi dan sebaliknya.

3. Sifat bahan baku/penolong, apakah cepat rusak (durable good) atau tahan lama
(undurable good). Barang yang tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama,
oleh karena itu bila bahan baku yang diperlukan tergolong barang yang tidak
tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam jumlah banyak.

4. Sedangkan untuk bahan baku yang memiliki sifat tahan lama, maka tidak ada
salahnya perusahaan menyimpannya dalam jumlah besar. Agar kontinuitas
produksi tetap terjaga, maka untuk berjaga jaga perusahaan sebaiknya memiliki
apa yang dinamakan dengan persediaan cadangan (safety stock). Persediaan
cadangan atau disebut pula persediaan pengaman adalah persediaan minimal
bahan baku /penolong yang harus dipertahankan untuk menjaga kontinuitas
produksi.

2.13 Model – Model Persediaan
Model persediaan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (Taha, 1982)
a. Model Deterministik
Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan
pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Deterministik Statis
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode
diketahui secara pasti dan bersifat konstan.
2. Deterministik Dinamik

Universitas Sumatera Utara

20

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode
diketahui secara pasti, tetapi bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.

b. Model Probabilistik
Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan
pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya, sehingga perlu
didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Probabilistik Stationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density
function dari permintaan tidak dipengaruhi oleh waktu setiap periode.

2. Probabilistik Nonstationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density
function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya

2.14 Metode Ekonomic Order Quantity (EOQ)
Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model-model economic
order quantitiy (EOQ). Metode ini dapat digunakan untuk barang-barang yang dibeli
maupun yang diproduksi sendiri. Dalam teori, konsep EOQ adalah sederhana.
Model Persediaan ini memakai asumsi – asumsi sebagai berikut:
a. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan
b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu)
c. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau
tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak
terhingga)
d. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan
e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan
f. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage)
g. Tidak ada (quantitiy discount)

Universitas Sumatera Utara

21

Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah (Q) setiap kali pemesanan (EOQ)
sehingga meminimasi biaya total persediaan
Parameter-parameter yang dipakai dalam model ini adalah
D

= Jumlah kebutuhan barang selama satu periode

Cc = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun
Cs = Biaya pemesanan (ordering cost)
Q

= Pemesanan optimal

t

= Waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya

TC = Total biaya persediaan
Q

= Jumlah pemesanan optimal

Secara grafis, model dasar persediaan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Nasution,
2008; 135)

Gambar 2.5 Model Persediaan EOQ Sederhana

Gambar 2.5 di atas dapat membantu kita memahami pembentukan model matematisnya.
Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point merupakan saat siklus
persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang lama berakhir karena pesanan
diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung selama siklus waktu t, artinya setiap t
hari (atau mingguan, bulanan dan sebagainya) dilakukan pemesanan kembali. Lamanya
t sama dengan proporsi kebutuhan satu periode (D) yang dapat dipenuhi oleh Q,

Universitas Sumatera Utara

22



sehingga dapat ditulis t = . Gradien negatif Dt (-Dt) dapat dipakai untuk menunjukkan


jumlah persediaan dari waktu ke waktu. Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat
segera tersedia (instaneously), maka setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam
bentuk segitiga dengan alas t dan Q.

Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya ordering
cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, di mana
frekuensi pemesanan tergantung pada:
a. Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (D)
b. Jumlah setiap kali pemesanan (Q)


Dari keterangan di atas, kita bisa tuliskan bahwa frekuensi pemesanan = . Ordering
cost setiap periode diperoleh dengan mengalikan
sehingga:
Biaya Pemesanan per-periode =









dengan biaya setiap kali pesan (Cs),

Cs

Komponen biaya kedua, yaitu biaya penyimpanan (holding cost) dipengaruhi
oleh jumlah barang yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah
barang yang disimpan akan berkurang karena dipakai/terjual, sehingga lama
penyimpanan antara satu unit barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu, yang perlu
diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q unit
ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradien –D) selama t waktu, maka
persediaan rata-rata untuk setiap siklus adalah:

�+

Biaya penyimpanan per-periode adalah mengalikan
unit (Cc), sehingga:
Biaya penyimpanan per periode =



=




dengan biaya penyimpanan per

Cc

Biaya penyimpanan dapat pula dicari dengan bantuan gambar 2.5 sebagai berikut:
Luas segitiga = alas x tinggi
= txQ
= tQ

Universitas Sumatera Utara

23

Bila t =





; maka:

Luas segitiga =









= (�)

=

�2



Bila biaya penyimpanan per unit barang adalah Cc, maka
Biaya penyimpanan (per siklus)
Apabila




=

�2

Cc



adalah jumlah siklus persediaan dalam 1 periode (tahun) maka:

Biaya penyimpanan per periode

=

�2

=





Cc x
Cc




Dengan menggabungkan kedua komponen biaya persediaan di atas, maka:
Biaya Total Persediaan (TC) 

Q
D
Cc  Cs
2
Q

(2.4)

Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga meminimumkan
biaya total persediaan dengan komponen biaya ordering cost dan holding cost.
Persamaan TC di atas merupakan sebuah ekspresi secara matematis. Besarnya TC
tergantung pada besarnya “order quantity” atau Q, yang dipilih. Gambar 2.6
menunjukkan bagaimana TC dinyatakan secara grafis dengan sumbu tegak mewakili
biaya total persediaan dan Q pada sumbu datar.

Universitas Sumatera Utara

24

Gambar 2.6 Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa biaya penyimpanan berbanding lurus dengan
tingkat persediaan artinya semakin besar jumlah barang yang dipesan (Q)
mengakibatkan makin besarnya biaya penyimpanan yang dikeluarkan karena
bertambahnya persediaan rata-rata, sedangkan biaya pemesanan berbanding terbalik
dengan tingkat persediaan artinya makin kecil Q berarti makin sering pemesanan
dilakukan, dan makin besar pula biaya pemesanan yang dikeluarkan. TC adalah hasil
dari penjumlahan kedua komponen biaya pemesanan dan penyimpanan sehingga total
biaya minimum terjadi pada saat kurva total biaya (TC) mencapai titik terendah.
Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ) secara matematis dihitung dengan
mendeferensialkan persamaan TC terhadap Q, dan persamaan diferensial itu diberi
harga nol.
TC 

Q
D
CC  CS
2
Q

;

d (TC )
 0,
d (Q)

d (TC ) Cc D


Cs  0
2 Q2
d (Q)
D
Cc
Cs 
2
2
Q
2 DCs
Q2 
Cc
Q

2 DCs
Cc

Universitas Sumatera Utara

25

2.15 Persediaan Pengaman
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku (stock out).
Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena pemakaian bahan baku
yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan kedatangan bahan baku yang
di pesan (Assauri, 1993). Oleh karena itu persediaan pengaman berfungsi sebagai
cadangan untuk menjaga kelancaran produksi.

Menurut Assauri (1993) faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan
pengaman adalah pemakaian bahan baku rata-rata dan waktu tunggu (lead time).
Pemakaian bahan baku rata-rata dan standar deviasi dari pemakaian bahan baku ratarata perlu diketahui untuk menentukan persediaan pengaman. Hal ini untuk mengetahui
penyimpangan penggunaan bahan baku dari rata-rata karena adanya pemakaian yang
turun naik.

Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya
pemesanan bahan baku sampai dengan kedatangan bahan baku tersebut dan diterima di
gudang penerima. Lamanya waktu tersebut tidaklah sama antara satu pesanan dengan
pesanan yang lain, tetapi bervariasi. Untuk mengurangi risiko kesalahan dari perkiraan
waktu tunggu suatu pesanan digunakan rata-rata lead time dan standar deviasi lead
Time.

Dalam menentukan besarnya persediaan pengaman dapat menggunakan
beberapa pendekatan (Assauri, 1993), yaitu probabilitas of stock approach dan level
Service approach. Pemilihan pendekatan haruslah berdasarkan pertimbangan sehingga
dapat menghasilkan kebijakan yang tepat.

Pada probabilitas of stock approach (kemungkinan kekurangan bahan baku)
dipakai asumsi bahwa lead time konstan. Dengan asumsi ini stock out hanya terjadi
dengan adanya penambahan dalam permintaan bahan baku. Terjadinya stock out karena
penambahan bahan baku dapat dilihat pada gambar 2.7

Universitas Sumatera Utara

26

Perusahaan melakukan pemesanan pada saat persediaan bahan baku hanya
mencukupi untuk pemakaian selama waktu tunggu. Setelah dilakukan pemesanan,
terjadi penambahan pemakaian bahan baku sehingga persediaan bahan baku habis
sebelum pesanan diterima. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak dapat berproduksi
karena kekurangan bahan baku. Sehingga untuk mengatasinya perusahaan memerlukan
persediaan pengaman yang besarnya disesuaikan dengan kemungkinan kekurangan
bahan.
Inventory Level
Inventori level dengan penggunaan
sebenarnya
Inventori level dengan penggunaan yang
konstan

Waktu
Gambar 2.7 Inventory Level dimana Terdapat Pengaruh Penambahan Pemakaian
Setelah Pemesanan Dilakukan
dengan:
O

= persediaan habis

F

= saat persediaan habis

A-B

= waktu tunggu

E

= tingkat persediaan saat pesanan diterima

C

= pesanan dilakukan

D

= tingkat persediaan saat melakukan pesanan

Sedangkan pada level of Service approach (tingkat pelayanan) dipakai asumsi
ketidakpastian waktu tunggu dan pemakaian bahan baku yang menyebabkan terjadinya
stock out. Tingkat pelayanan dapat diartikan dalam dua hal yang tergantung pada
keadaan penggunaannya, yaitu :

1.

Tingkat pelayanan frekuensi (frequency level of service). Dalam hal ini secara
rata-rata, pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan akan dapat

Universitas Sumatera Utara

27

memenuhi seluruh permintaan langganan dalam periode pemenuhan atau
penggantian x dari setiap 100

2.

Tingkat pelayanan kuantitas (quantitiy level of service) adalah perbandingan
secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan langganan yang
dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa adanya pembatalan dan
penangguhan.

Sebagaimana kita ketahui, apabila kita mengalokasikan safety stock dalam
jumlah relatif besar akan membutuhkan biaya yang cukup besar juga. Seorang manajer
harus mempertimbangkan secara hati-hati apakah biaya yang dikeluarkan untuk
penyimpanan sebanding dengan risiko kehilangan akibat kehabisan persediaan.

Siklus pemesanan dari tingkat pelayanan dapat dihitung sebagai probabilitas
suatu permintaan yang tidak melebihi suplai selama masa tenggang (misalnya jumlah
persediaan harus dapat mencukupi untuk memenuhi besarnya permintaan).
Karena itu, tingkat pelayanan disebut 95%, artinya bahwa probabilitas 95% dari
permintaan tersebut tidak akan melebihi dari permintaan selama periode masa
tenggang. Dengan kata lain permintaan akan terpenuhi dalam 95%. Risiko kehilangan
biaya berkaitan erat dengan tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan pelanggan sebesar 95
% menunjukkan bahwa risiko kehabisan persediaan sebesar 5 %.

Sebelum persediaan pengaman dapat ditentukan, terdapat dua faktor yang perlu
diperhatikan yaitu jarak waktu penyerahan dan waktu terlindung. Jarak waktu
penyerahan adalah jarak antara pemesanan sampai pesanan tersebut diterima. Waktu
terlindung adalah jangka waktu yang efektif di mana persediaan pengaman dapat
menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan.
Rumus perhitungan persediaan pengaman adalah sebagai berikut:

dengan k adalah policy faktor

SS = k. �u

yang diambil dari tabel Policy Factors (K) pada

Frequensi Level of Survive (lampiran 4)

Universitas Sumatera Utara

28

Dan �u adalah standar deviasi dari penggunaan bahan baku selama masa pengisian.
Sedangkan standar deviasi dari penggunaan bahan baku selama masa pengisian:



 u  LT  d 2   d 2  LT

2



dengan:
SS

= persediaan pengaman (Safety stock)

k

= policy factor yang nilanya tergantung pada besarnya tingkat pelayanan

d

= Tingkat permintaan konstan
̅

= Rata-rata tingkat permintaan

d

= Standar deviasi dari tingkat permintaan

LT

= Masa tenggang (lead time)

̅̅̅̅


= Rata-rata masa tenggang

LT

= Standar deviasi dari lead time

Rumus tersebut dipakai untuk menentukan persediaan pengaman berdasarkan
distribusi normal yaitu untuk bahan baku yang dipakai bergerak cepat
Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman. Sedangkan
persediaan maksimum diperoleh dari jumlah persediaan pengaman ditambah dengan
jumlah pembelian bahan baku yang optimal

Persediaan minimum
Persediaan maksimum

= Persediaan pengaman (SS) = k. �u

= Persediaan pengaman + pesanan optimal
= SS + Q

2.16 Titik Pemesanan Kembali

Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang ada
pada saat pesanan harus diadakan kembali. Titik ini menunjukkan kepada bagian
pembelian untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Assauri, 1993)
Besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku yang dipesan belum diterima
ditentukan oleh lead time dan tingkat penggunaan rata-rata. Jadi titik pemesanan

Universitas Sumatera Utara

29

kembali adalah hasil perkalian antara waktu tunggu yang dibutuhkan untuk memesan
dan jumlah penggunaan rata-rata bahan baku selama waktu tunggu ditambah besarnya
persediaan pengaman.

Perhitungan titik pemesanan kembali harus memperhatikan besarnya
penggunaan bahan baku selama bahan baku yang dipesan belum datang dan persediaan
pengaman. Besarnya titik pemesanan kembali dapat diketahui melalui rumus berikut:
̅ ) + SS
ROP = ( �. �
dengan:
ROP

= titik pemesanan kembali

̅̅̅̅


= waktu tunggu rata-rata
= rata –rata pemakaian per hari

SS

= persediaan pengaman

̅


Universitas Sumatera Utara