PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN DENGAN TEKNIK BRAINSTORMING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA.

(1)

Ix

PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM LINGKUNGAN AGRARIS PERKEBUNAN DI GARUT

(Study Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Aay Nurhayati

NIM:1006891

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCASARJANA UPI BANDUNG


(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof.Dr.H.Said Hamid Hasan MA.

Pembimbing II,

Didin Saripudin Ph.D NIP 197005061997021001

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Dr. Agus Mulyana M.Hum NIP 196608081991031002


(3)

Ix ABSTRAK

Aay Nurhayati. 2013. Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Masyarakat Agraris Perkebunan di Garut (Studi Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di

SMAN 4 Garut).Tesis. Program Studi Pendidikan Sejarah.Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia. Pembimbing I, Prof.Dr. H.Said Hamid Hasan

MA, II, Didin Saripudin Ph.D.

Studi dalam penelitian ini mengenai Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Masyarakat Agraris Perkebunan di Garut (Studi Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut). Penulis tertarik melakukan penelitian di SMAN 4 Garut karena sekolah ini memiliki kultur budaya lokal yang sangat khas dan berbeda dari sekolah lainnya yaitu budaya agraris perkebunan, Fokus masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana pengaruh orang tua yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (2) Bagaimana penerapan budaya masyarakat agraris perkebunan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (3) Bagaimana minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (4) Bagaimana profesionalisme guru sejarah di lingkungan agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta metode etnografi disebabkan bahan yang diteliti berkaitan dengan proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. Lokasi penelitian yaitu di SMAN 4 Garut yang berada di (Perkebunan Cisaroni Gigriawas) Kecamatan Cikajang dan subjek dari penelitian ini adalah guru, siswa beserta orangtua siswa yang berasal dari lingkungan budaya agraris perkebunan .

Dalam penelitian ini penulis menemukan adanya pengaruh dari orang tua siswa yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan budaya agraris perkebunan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ada yang sudah dilaksanakan tetapi baru sebagian oleh guru sejarah karena berbagai hal. Mengenai minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut cukup tinggi hal ini berkaitan juga dengan profesionalisme guru sejarah di SMAN 4 Garut yang cukup profesional. Melihat adanya kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut maka disarankan untuk guru sejarah di SMAN 4 Garut untuk meningkatkan motivasi kerja dan kemampuan profesionalnya untuk dapat mewujudkan pembelajaran sejarah yang ideal untuk lingkungan masyarakat agraris perkebunan.


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pembelajaran Sejarah Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Masyarakat Agraris Perkebunan di Garut (Studi Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut)” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Garut, 7 Pebruari 2013 Yang membuat pernyataan,


(5)

Ix DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... MOTTO... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Fokus Permasalahan... 1.3 Masalah Penelitian... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.5 Manfaat Penelitian... BAB II KAJIAN PUSTAKA... 2.1 Masyarakat Agraris Perkebunan... 2.1.1 Budaya Masyarakat Agraris Perkebunan... 2.1.2 Lingkungan Agraris Perkebunan Di Garut... 2.2 Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 2.2.1 Paradigma Pembelajaran Sejarah... 2.2.2 Proses Pembelajaran Sejarah... 2.2.4 Minat Dalam pembelajaran Sejarah... 2.2.5 Motivasi Dalam pembelajaran Sejarah... 2.3 Profesionalisme Guru dan Profesionalisme Guru Sejarah... 2.3.1 Profesioanlisme Guru... 2.3.2 Profesionalisme Guru Sejarah... 2.4 Etnografi... 2.5 Penelitian Terdahulu...

i ii iii iv v vi ix x 1 1 16 17 17 18 19 19 22 25 28 28 35 52 55 59 59 67 72 74


(6)

BAB III METODE PENELITIAN... 3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian... 3.1.1 Subjek Penelitian dan Lokasi penelitian... 3.1.1.1 Subjek penelitian... 3.1.1.2 Lokasi Penelitian... 3.1.1.3 Instrumen Penelitian... 3.1.1.4 Teknik Pengumpulan Data... 3.1.1.5 Alat Bantu pengumpulan Data... 3.1.1.6 Teknik Analisis Data... 3.1.1.7 Tahap-Tahap pelaksanaan Penelitian... BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 4.1 Hasil Temuan... 4.1.1 Gambaran Umum ... 4.1.2 Pengaruh Orangtua Siswa Yang Memiliki Latarbelakang Budaya

Agraris perkebunan Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.2.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.2.2 Hasil Wawancara... 4.1.2.3 Hasil Observasi...

4.1.3 Proses Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.3.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.3.2 Hasil Wawancara... 4.1.3.3 Hasil Observasi... 4.1.4 Minat dan Motivasi Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah

di SMAN 4 Garut... 4.1.3.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.3.2 Hasil Wawancara... 4.1.3.3 Hasil Observasi... 4.1.5 Profesionalisme Guru di Lingkungan Agraris Perkebunan

Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.5.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.5.2 Hasil Wawancara... 4.1.5.3 Hasil Observasi... 4.2 Pembahasan... 4.2.1 Pengaruh Orangtua Siswa Yang Memiliki Latarbelakang

Budaya Agraris Perkebunan Terhadap Pembelajaran

Sejarah di SMAN 4 Garut... 86 86 89 90 90 91 91 107 108 110 114 114 114 118 118 121 127 129 129 130 133 135 135 137 148 149 149 150 153 156 158


(7)

Ix

4.2.2 Proses Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.2.3 Minat dan Motivasi Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah Di SMAN 4 Garut... 4.2.4 Profesionalisme Guru Sejarah di Lingkungan Agraris prkebunan

Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut...

BAB V KESIMPULAN... 5.1 Kesimpulan... 5.2 Rekomendasi... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...

170 189 195

212 212 215 218 225


(8)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9 .

Lampiran 10

Kisi- Kisi Instrumen Penelitian... Catatan Observasi Pembelajaran... Dokumentasi siswa untuk guru sejarah berupafoto dalam

proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil awancara dengan guru sejarah pertama tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan guru sejarah kedua tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan siswa tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan orang tua yang berlatar

belakang dari masyarakat agraris perkebunan... Hasil wawancara dengan karyawan perkebunan khusus pemetik teh... Dokumen RPP buatan guru sejarah SMAN 4 Garut... Dokumen RPP buatan guru sejarah untuk penerapan budaya agraris perkebunan sebagai sumber belajar di SMAN 4 Garut...

225 236 240 244 247 249 286 295 299 301


(9)

Ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1

Gambar 3.2 Gambar 3.3

Proses teknik Triangulasi... Teknik pengumpulan Data... Proses Triangulasi Sumber...

106 106 107


(10)

Motto

“Jadikanlah sabar dan tawakal sebagai kunci kesuksesanmu” Juga

“Buatlah Kebaikan Bukan Hanya Sekedar Ucapan Melainkan Bernilai Karena Dikerjakan”

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Q.S.Al-Ankabut :43)

Hidup adalah perjuangan, cinta adalah perjuangan, tapi ilmu adalah harapan yang terbentang luas tanpa batasan, karena itu hiduplah dengan cinta demi

ilmu yang kau dambakan

Tidak ada ilmu yang tidak berguna karena Allah telah maenjanjikan bahwa : “...Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat..”


(11)

Ix

Kupersembahkan untuk Putri dan Putraku tercinta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.

Tesis yang berjudul “Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Agraris Perkebunan Di Garut (Study Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut), dimaksudkan untuk mengungkapkan sejauhmana pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut yang secara geografis dan secara kultur berada di lingkungan budaya agraris perkebunan.

Dengan pembahasan yang menyeluruh dari tesis ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, wawasan, serta pemahaman dalam pembelajaran sejarah. Melalui penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran sejarah khususnya yang berada di lingkungan agraris perkebunan, sehingga pada akhirnya mewujudkan suatu sikap yang dilandasi oleh kesadaran akan adanya perbedaan-perbedaan budaya dan kultur dari suatu sekolah


(12)

yang mana masih memerlukan perhatian secara khusus untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan.

Bandung, 30 Januari 2013 Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah ya Rabb akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung, dengan tidak mengurangi rasa simpati dan hormat kepada mereka yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.

Adapun rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. H.Said Hamid Hasan MA. selaku dosen sekaligus pembimbing I dan Bapak Didin Saripudin, Ph.D selaku pembimbing II yang telah dengan penuh kesabaran, ketulusan dan penuh dedikasi sebagai akademisi, telah memberikan segala kemampuan dalam membimbing penulis selama dalam menyelesaikan tesis ini. Selain itu ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar di jurusan Pendidikan Sejarah PascaSarjana UPI, terutama kepada Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Bapak Dr.Agus Mulyana, M.Hum, Prof Dr. Dadang Supardan M.Pd. Prof. Dr. Rochiati Wiriaatmadja, M.A, Prof.Dr.Hansiswany Kamarga, M.Pd., Prof.


(13)

Ix

Dr.Asmawi M.A. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd, dan Dr. Nana Supriatna, M.Ed. beserta dosen-dosen lainnya dan staf TU di Pascasarjana UPI yang selalu membantu penulis dalam penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayah,putra putriku, ibunda dan ayahanda (almarhum) juga beserta rekan seperjuangan angkatan 2010 yang selalu mencurahkan kasih sayang baik doa maupun materi dalam menyelesaikan tesis ini, semoga dibalas kebaikannya oleh Allah SWT, Amin.


(14)

(15)

ABSTRAK

Aay Nurhayati. 2013. Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Masyarakat Agraris Perkebunan di Garut (Studi Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di

SMAN 4 Garut).Tesis. Program Studi Pendidikan Sejarah. Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia. Pembimbing I, Prof.Dr. H.Said Hamid Hasan

MA, II, Didin Saripudin Ph.D.

Studi dalam penelitian ini mengenai Pembelajaran Sejarah Dalam Lingkungan Masyarakat Agraris Perkebunan di Garut (Studi Etnografi Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut). Penulis tertarik melakukan penelitian di SMAN 4 Garut karena sekolah ini memiliki kultur budaya lokal yang sangat khas dan berbeda dari sekolah lainnya yaitu budaya agraris perkebunan, Fokus masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana pengaruh orang tua yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (2) Bagaimana pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (3) Bagaimana minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, (4) Bagaimana profesionalisme guru sejarah di lingkungan agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta metode etnografi disebabkan bahan yang diteliti berkaitan dengan proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. Lokasi penelitian yaitu di SMAN 4 Garut yang berada di (Perkebunan Cisaroni Gigriawas) Kecamatan Cikajang dan subjek dari penelitian ini adalah guru, siswa beserta orangtua siswa yang berasal dari lingkungan budaya agraris perkebunan .

Dalam penelitian ini penulis menemukan adanya pengaruh dari orang tua siswa yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan budaya agraris perkebunan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ada yang sudah dilaksanakan tetapi baru sebagian oleh guru sejarah karena berbagai hal. Mengenai minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut cukup tinggi hal ini berkaitan juga dengan profesionalisme guru sejarah di SMAN 4 Garut yang cukup profesional. Melihat adanya kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut maka disarankan untuk guru sejarah di SMAN 4 Garut untuk meningkatkan motivasi kerja dan kemampuan profesionalnya untuk dapat mewujudkan pembelajaran sejarah yang ideal untuk lingkungan masyarakat agraris perkebunan.


(16)

ABSTRACT

Aay Nurhayati. 2013. History Lessons In the Community Environment Agriculture Plantation in Garut. (Ethnographic Study of Teaching History in SMAN 4 Garut). Thesis. History of Education Courses. Indonesia University of Education. Supervisor I: Prof. H.Said Hamid Hasan MA, Supervisor II: Didin Saripudin Ph.D.

The study reviews on History Lesson In Community Environment Agriculture Plantation in Garut (Against Ethnographic Study of Teaching History in SMAN 4 Garut). Observer put an interest to study the SMAN 4 Garut as it had a special culture and differential local culture than other schools that is the agrarian culture plantations, the research problem focused on (1) the influence of parent who has a background agrarian culture plantations on teaching history in SMAN 4 Garut, (2) Teaching history at SMAN 4 Garut, (3) The interest and motivation of students to study history at SMAN 4 Garut, (4) the professionalism of history teachers in teaching history at SMAN 4 Garut.

The study uses qualitative and ethnography method as an observed object related to the history of learning process in SMAN 4 Garut. The location of research is SMAN 4 Garut. located in Cikajang District (Cisaroni Gigriawas) and the subjects are teachers, students and parents who come from agrarian culture environment. By the research it is found that there is influence of the parents who have a background agricultural plantation culture on teaching history at SMAN 4 Garut. The results of research showed that the agrarian culture plantations as a learning resource in teaching history at SMAN 4 Garut. There are already implemented by history teachers but only in part for many reasons. The learners' interest and motivation towards learning history at SMAN 4 Garut high enough it relates also to the professionalism history teacher at SMAN 4 Garut considerable professional.

The advantages and disadvantages of teaching history at SMAN 4 Garut it is advisable for the history teacher at SMAN 4 Garut to improve motivation and professional skills to be able to realize the historical ideal learning environment for plantation agricultural society.


(17)

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... MOTTO... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Fokus Permasalahan... 1.3 Masalah Penelitian... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.5 Manfaat Penelitian... BAB II KAJIAN PUSTAKA... 2.1 Masyarakat Agraris Perkebunan... 2.1.1 Budaya Masyarakat Agraris Perkebunan... 2.1.2 Lingkungan Agraris Perkebunan Di Garut... 2.2 Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 2.2.1 Paradigma Pembelajaran Sejarah... 2.2.2 Proses Pembelajaran Sejarah... 2.2.4 Minat Dalam pembelajaran Sejarah... 2.2.5 Motivasi Dalam pembelajaran Sejarah... 2.3 Profesionalisme Guru dan Profesionalisme Guru Sejarah... 2.3.1 Profesioanlisme Guru... 2.3.2 Profesionalisme Guru Sejarah... 2.4 Etnografi... 2.5 Penelitian Terdahulu...

BAB III METODE PENELITIAN... 3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian...

i ii iii iv v vi ix x 1 1 16 17 17 18 19 19 22 25 28 28 35 52 55 59 59 67 72 74 86 86


(18)

3.1.1 Subjek Penelitian dan Lokasi penelitian... 3.1.1.1 Subjek penelitian... 3.1.1.2 Lokasi Penelitian... 3.1.1.3 Instrumen Penelitian... 3.1.1.4 Teknik Pengumpulan Data... 3.1.1.5 Alat Bantu pengumpulan Data... 3.1.1.6 Teknik Analisis Data... 3.1.1.7 Tahap-Tahap pelaksanaan Penelitian... BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 4.1 Hasil Temuan... 4.1.1 Gambaran Umum ... 4.1.2 Pengaruh Orangtua Siswa Yang Memiliki Latarbelakang Budaya

Agraris perkebunan Terhadap Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.2.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.2.2 Hasil Wawancara... 4.1.2.3 Hasil Observasi...

4.1.3 Proses Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.3.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.3.2 Hasil Wawancara... 4.1.3.3 Hasil Observasi... 4.1.4 Minat dan Motivasi Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah

di SMAN 4 Garut... 4.1.3.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.3.2 Hasil Wawancara... 4.1.3.3 Hasil Observasi... 4.1.5 Profesionalisme Guru di Lingkungan Agraris Perkebunan

Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.1.5.1 Hasil Studi Lapangan... 4.1.5.2 Hasil Wawancara... 4.1.5.3 Hasil Observasi... 4.2 Pembahasan... 4.2.1 Pengaruh Orangtua Siswa Yang Memiliki Latarbelakang

Budaya Agraris Perkebunan Terhadap Pembelajaran

Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.2.2 Proses Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 4.2.3 Minat dan Motivasi Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah Di SMAN 4 Garut... 4.2.4 Profesionalisme Guru Sejarah di Lingkungan Agraris prkebunan

Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 4 Garut... 89 90 90 91 91 107 108 110 114 114 114 118 118 121 127 129 129 130 133 135 135 137 148 149 149 150 153 156 158 170 189 195


(19)

BAB V KESIMPULAN... 5.1 Kesimpulan... 5.2 Rekomendasi... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...

212 212 215 218 225


(20)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9 .

Lampiran 10

Kisi- Kisi Instrumen Penelitian... Catatan Observasi Pembelajaran... Dokumentasi siswa untuk guru sejarah berupafoto dalam

proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil awancara dengan guru sejarah pertama tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan guru sejarah kedua tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan siswa tentang pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut... Hasil wawancara dengan orang tua yang berlatar

belakang dari masyarakat agraris perkebunan... Hasil wawancara dengan karyawan perkebunan khusus pemetik teh... Dokumen RPP buatan guru sejarah SMAN 4 Garut... Dokumen RPP buatan guru sejarah untuk penerapan budaya agraris perkebunan sebagai sumber belajar di SMAN 4 Garut...

225 236 240 244 247 249 286 295 299 301


(21)

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1

Gambar 3.2 Gambar 3.3

Proses teknik Triangulasi... Teknik pengumpulan Data... Proses Triangulasi Sumber...

106 106 107


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama ini pembelajaran sejarah selalu diidentikkan dengan mata pelajaran hafalan sehingga membosankan karena hanya membahas tentang masa lalu atau istilahnya Hasan dalam bukunya Pendidikan Sejarah Indonesia (2012) adalah “ordinary memory” bahkan Hasan (2012;129) mengemukakan bahwa :

Pembelajaran sejarah saat sekarang didominasi oleh kenyataan bahwa peserta didik diharuskan menghafal fakta sejarah, nama-nama konsep seperti yang digunakan dalam sebuah cerita sejarah (kerajaan, negara, pemerintahan, pemberontakan, pahlawan, peristiwa), menghafalkan jalan cerita suatu peristiwa, faktor penyebab, akibat suatu peristiwa,dan sebagainya.

Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa Abdullah dalam Alfian (2007:2). Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang yang bersifat satu arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan pembelajaran menjadi sangat sulit untuk di rubah. Pembelajaran sejarah saat ini mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto,dkk,2009:13).


(23)

Memang benar adanya kalau sampai saat ini, dalam pembelajaran sejarah secara umum masih banyak problema yang dihadapi baik dari segi kurikulum, keprofesionalan guru, metode pembelajaran sejarah bahkan yang masih melekat dalam pendidikan sejarah adalah kita masih didominasi oleh pandangan bahwa mata pelajaran sejarah sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan materi sejarah yang tidak berupa hapalan melainkan pendidikan sejarah yang beroriantasi ke masa depan yaitu dengan melihat kehidupan baik sosial maupun ekonomi suatu masyarakat sebagai realitas kehidupan sehari-hari yang sekarang dihadapi. Karena sesungguhnya melalui pelajaran sejarah peserta didik dapat memahami tantangan yang dihadapi pada suatu kurun waktu dan di wilayah tertentu, mengapa tantangan itu terjadi, apa yang dilakukan para pelaku sejarah dalam menjawab tantangan tersebut, dan apa hasilnya, bahkan materi pendidikan sejarah memiliki potensi mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai bangsa yang diperjuangkan pada masa lalu, dipertahankan dan disesuaikan untuk kehidupan masa kini, dan dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan masa depan (Hasan : 2012; 8).

Materi pendidikan sejarah memiliki potensi mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai bangsa yang diperjuangkan pada masa lalu, mempertahankannya, menyesuaikannya dengan kehidupan masa kini, serta dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan yang dimiliki pada saat sekarang adalah hasil perjuangan pada masa lalu dan akan menjadi modal untuk perjuangan kehidupan pada masa mendatang. Materi sejarah mampu memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan bangsa dalam menjawab tantangan zaman


(24)

dari zaman paling tua hingga zaman yang paling dekat dengan kehidupan peserta didik (Hasan : 2012; 92).

Sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon: “histories make man wise”. Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya. Hal ini tersirat dari kata-kata Croce bahwa “all history is contemporary history”, yang kemudian dikembangkan oleh Carr bahwa sejarah adalah “unending dialogue between the present and the past” (Widja, 1988: 49-50).

Memang bukan hal mudah untuk mengkaitkan keberadaan sejarah dengan realitas kehidupan sehari-hari dan mengimplementasikannya dalam pembelajaran sejarah akan tetapi hal tersebut dapat dilakukan karena banyak peristiwa sejarah maupun dari tokoh sejarah memiliki nilai yang dapat ditransfer untuk para pelajar yaitu untuk keseharian mereka sebagai warga negara, sehingga terdapat hubungan antara kejadian-kejadian di masa lalu dengan realitas kehidupan sekarang tentunya dengan mengambil hikmah dari akar sejarah. Dalam pembelajaran sejarah terkadang memungkinkan menyebabkan sikap yang tidak terpengaruh dan apatis, oleh karena itu pembelajaran sejarah harus memunculkan bagaimana kehidupan sosial kita untuk masa yang akan datang. Sehingga dengan begitu pembelajaran sejarah akan menarik apabila menyangkut tentang kehidupan di masa yang akan dating, karena yang membangun etitut, keterampilan, dan konsep segalanya adalah individu dan kebersamaan mereka sendiri.


(25)

Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran sejarah di tingkat SLTA agar sesuai dengan harapan tujuan pembelajaran sejarah seperti yang telah diuraikan di atas. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya. Pembelajaran sejarah masih perlu mendapatkan perhatian secara signifikan karena mata pelajaran sejarah selain dianggap membosankan, juga masih dianggap mata pelajaran yang kurang bermakna untuk kehidupan bermasyarakat. Hampir di setiap sekolah baik kota maupun di pedesaan kalau pembelajaran sejarah memang masih dianggap sebelah mata sehingga kurang diminati oleh para peserta didik seperti yang dikemukakan oleh Hasan (2012 : 60) bahwa :

Pendidikan sejarah adalah mata pelajaran yang cukup tua dalam kurikulum di Indonesia. Kehadiran pendidikan sejarah yang sudah lama itu memang harus diakui bukan semakin lama semakin menempati posisi penting tetapi sebaliknya. Kehadiran yang lama itu bukan pula semakin menjadi mata pelajaran yang menyenangkan tetapi sebaliknya. Tampaknya mata pelajaran sejarah merupakan sesuatu yang sudah dianggap antik dan dibuang sayang. Mata pelajaran sejarah menjadi sesuatu yang bukan lagi dibutuhkan tetapi kehadiran mata pelajaran ini tidak mungkin dihilangkan.


(26)

Sesuai dengan tuntutan Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 Poin (2), Menyatakan bahwa; Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Menengah Atas (SMA) bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, Pengetahuan, Kepribadian, Akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat untuk diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sosial-budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai


(27)

yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Sukamdinata (1997:36) mengatakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

http://b(log.elearning.unesa.ac.id/alim-sum)

Untuk mencapai tujuan tersebut selain pelaksanaan proses pembelajaran yang optimal guru dituntut harus mampu menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran yang diajarkan di antaranya mata pelajaran sejarah. Menurut Hasan (2012: 7) pada pendidikan sejarah di SMA tujuan pendidikan sejarah sudah berkembang mengarah kepada pemahaman secara mendalam berbagai peristiwa sejarah yang dianggap penting untuk membangun kemampuan berpikir kritis, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, kepedulian sosial dan semangat kebangsaan. Bahkan pendidikan sejarah di SMA sudah lebih terarah kepada persiapan bagi mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka yang mengikuti pendidikan sejarah adalah mereka yang dianggap memiliki perhatian dan minat khusus terhadap sejarah. Pendidikan sejarah tidak lagi menjadi pendidikan untuk semua peserta didik.


(28)

Tujuan pendidikan sejarah di SMA adalah :

1. Mengembangkan pendalaman tentang peristiwa sejarah terpilih baik lokal maupun nasional.

2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. 3. Membangun kepedulian sosial dan semangat kebangsaan. 4. Mengembangkan rasa ingin tahu, inspirasi, dan aspirasi.

5. Mengembangkan nilai dan sikap kepahlawanan dan kepemimpinan. 6. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi.

7. Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah, mengemas, dan mengkomunikasikan informasi.

Hasan (2007) juga mengatakan bahwa: Tujuan pendidikan sejarah tidak diarahkan untuk menguasai kompetensi atau kemampuan yang dianggap penting hanya oleh ilmu sejarah semata tetapi dianggap penting sebagai kemampuan yang dapat digunakan dalam kehidupan pribadi peserta didik dan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dan warganegara. Posisi jawaban ini menghendaki kebermaknaan belajar sejarah dilihat dari relevansinya terhadap kehidupan manusia umum (bukan sejarawan) di masyarakat. Tentu harus diakui bahwa jawaban terhadap pertanyaan dasar itu menyebabkan pemilihan materi pendidikan sejarah tidak lagi didasarkan pada kriteria penting tidaknya menurut ilmu sejarah tetapi pada kriteria seperti yang dikatakan Jakubowski dalam Hasan (2007:7) “student who does something with knowledge they learn will be in better position to retain and find meaning in the information”. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari sejarah bagi kehidupan dinyatakan Borries (Stearns, Sexas, dan


(29)

Weinburg, 2000:247) sebagai kemampuan berikut ini “Morally judge historical events according to the standards of human and civil rights; explain the situation in the world today and find out the tendencies of change; acknowledge the traditions, characteristics, values, and tasks of our nation and society ; values the preservation of historical relics and old buildings, internalize basic democratic value.

Pokok – pokok pemikiran tentang tujuan pendidikan sejarah tersebut di atas juga terkandung di dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia. Hal senada dikemukakan juga dalam rumusan tujuan pendidikan sejarah di Indonesia, yang menyatakan bahwa pendidikan sejarah bertujuan untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu, dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia (Depdiknas,2003).

Berdasarkan uraian di atas pendidikan sejarah juga merupakan tonggak keberhasilan suatu bangsa untuk menuju bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 menyatakan bahwa; Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(30)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam pasal 3 tentang SISDIKNAS disebutkan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dann membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab. Tujuan pendidikan akan terwujud apabila ditunjang oleh pelaksanaan pembelajaran yang optimal sebab, Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Sagala Syaiful (2010:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan dan mengajar menurut H.Burton adalah upaya memberi stimulus, bimbingan pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu sesorang mempelajari sesuatu kemampuan dan atau nilai-nilai yang baru.


(31)

Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Sagala Syaiful (2010 : 62) menyatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terpogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran mempunyai dua karakter yaitu : pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem.


(32)

Proses pembelajaran akan berhasil dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan apa bila di tunjang oleh faktor siswa, sosial budaya dan lingkungan orangtua siswa sebagai pendorong terlaksananya proses pembelajaran yang optimal. Berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan dan mutu pendidikan, maka perlu di kaji secara mendalam mengenai hal-hal yang secara langsung turut menentukan keberhasilan pendidikan yaitu diantaranya unsur budaya yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat tertentu sebagaimana budaya didefinisikan sebagai suatu yang akan mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehinga dalam kehidupan sehari-hari kehidupan itu bersifat abstrak, sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lainnya yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.

Satuan pendidikan merupakan salah satu bagian penyelenggara pendidikan yang secara langsung dapat mengetahui sejauhmana pendidikan dapat dilaksanakan dalam rangka mentransfermasikan ilmu pengetahuan terhadap peserta didiknya melalui proses pembelajaran. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan nasional itu adalah milik seluruh rakyat Indonesia, dan semua rakyat memiliki rasa tanggungjawab moral untuk selalu memberikan sumbang saran kepada pemerintah, bagaimana pendidikan itu semakin meningkat dan berkualitas. Selanjutnya pemerintah akan tetap dan terus menerus mempertimbangkan


(33)

kebijakan barunya sesuai dengan masukan-masukan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh pendidikan, tokoh masyarakat dan para pendidik di lapangan.

Satuan pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar untuk menentukan keberhasilan pendidikan. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh ketercapaian proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Mata pelajaran sejarah merupakan bagian dari kurikulum pendidikan nasional diperlukan evaluasi guna mengetahui sejauh mana pembelajaran sejarah telah diserap oleh peserta didik. Menurut Hamalik ( 2008:254) Kurikulum sebagai program pendidikan atau program belajar untuk siswa, memerlukan penilaian sebagai bahan balikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, anak didik serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu bagian dari sistem evaluasi pendidikan sekolah, secara fungsional evaluasi kurikulum juga merupakan bagian dari sistem kurikulum. Sistem kurikulum memiliki tiga fungsi pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi.

Secara umum masih banyak sekolah tingkat SMA yang menghadapi permasalahan yang sama dalam pembelajaran sejarah, begitu juga dengan SMA yang terdapat di Kabupaten Garut dan sudah barang tentu terdapat mata pelajaran sejarah di dalamnya. Berkaitan dengan hal tersebut penulis sangat tertarik dengan salah satu SMA yang ada di Kabupaten Garut yaitu SMAN 4 Garut dimana lokasinya termasuk di pedesaan bukan di perkotaan. Penulis menganggap SMAN 4 Garut unik karena letak sekolah ini berada di tengah-tengah lahan perkebunan teh dan berada di lingkungan masyarakat agraris perkebunan, yang tentu saja


(34)

memiliki peserta didik yang dilatar belakangi sosial ekonomi mayoritas masyarakat petani dan pekerja perkebunan, hal ini yang membedakan dari sekolah lainnya yang terdapat di perkotaan dimana peserta didiknya dari lingkungan sosial yang heterogen. selain perbedaan teresebut di atas SMAN 4 Garut memiliki budaya masyarakat agraris perkebunan yang khas yang hanya dimiliki oleh masyarakat petani dan masyarakat perkebunan di sekitar sekolah tersebut, sehingga dapat mempengaruhi terhadap peningkatan proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. Dari perbedaan-perbedaan hal-hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang proses pembelajaran sejarah yang dilatar belakangi oleh budaya petani dan perkebunan di lingkungan SMAN 4 Garut.

Pandangan masyarakat petani perkebunan dan petani pada umumnya sangat berbeda yaitu, petani perkebunan memiliki pandangan terhadap pendidikan “amat penting” sebab dengan pendidikan akan menentukan kedudukan atau status mereka dalam pekerjaan. Sedangkan menurut pandangan masyarakat petani biasa bahwa pendidikan itu “tidaklah penting” sehingga sekolah hanya merupakan wahana untuk mendapatkan ijazah saja, karena mereka belum dapat secara langsung menikmati manfaat dari pendidikan itu. Padahal keberadaan SMA di wilayah tersebut apabila merujuk kepada tujuan pendidikan tingkat SMA salah satunya adalah untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga terdapat dualisme pandangan yang berkembang di wilayah Cikajang tempat dimana sekolah tersebut berada.

Berdasarkan Letak geografis SMAN 4 Garut dan kultur masyarakat yang mendominasi di sana, maka yang paling memungkinkan untuk mengkaji


(35)

penelitian ini adalah dengan menggunakan study etnografi, karena lingkungan tempat sekolah ini berada adalah masyarakat agraris perkebunan yang tentunya memiliki tingkah laku sosial tersendiri yang berbeda dengan sekolah lainnya yang ada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Bukan hanya itu saja dengan study etnografi akan terungkap sistem budaya yang terdapat di SMAN 4 Garut yang pastinya berbeda dengan sekolah lainnya. Oleh karena itu tidaklah heran apabila Emjir (2010:152 ) mengatakan bahwa :

Etnografi adalah suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi, dan partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim multidisipliner. Titik focus (focal point) etnografi dapat meliputi studi intendif budaya dan bahasa, studi intensif suatu bidang atau domain tunggal, serta bangunan metode historis, observasi, dan wawancara.

Melalui metode etnografi inilah akan terungkap bagaimana pembelajaran sejarah yang terjadi di SMA negeri 4 karena secara umum istilah “etnografi” mengacu pada penelitian sosial yang memiliki karakteristik berikut. (a) perilaku manusia dikaji dalam konteks sehari-hari, bukan di bawah kondisi eksperimental yang diciptakan oleh peneliti (b) data dikumpulkan dari suatu rentangan sumber, tetapi observasi dan percakapan yang relative informal biasanya lebih diutamakan. (c) pendekatan untuk pengumpulan data tidak terstruktur dalam arti tidak melibatkan penggunaan suatu set rencana terperinci yang disusun sebelumnya, juga tidak menggunakan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya untuk penginterpretasian apa yang dikatakan atau dilakukan orang. (d) fokus penelitian biasanya merupakan suatu latar tunggal atau kelompok dari skala yang relative kecil. Dalam penelitian sejarah kehidupan fokus penelitian dapat berupa individu


(36)

tunggal. (e) analisis data melibatkan interpretasi arti dan fungsi tindakan manusia dan sebagian besar mengambil format deskripsi verbal dan penjelasan, dengan kualifikasi dan analisis statistic yang kebanyakan memainkan peran subordinat (Emjir, 2010:152-153).

Spradley (2006;16) mengemukakan bahwa dalam pengertian yang paling umum, etnografi memberi sumbangan secara langsung dalam deskripsi dan penjelasan keteraturan serta evaluasi dalam tingkah laku sosial manusia. Banyak ilmu sosial memiliki tujuan yang lebih terbatas. Dalam studi tingkah laku manapun, etnografi mempunyai peranan yang penting. Kita dapat mengidentifikasikan beberapa sumbangannya yang khas yakni sebagai berikut:

 Menginformasikan teori-teori ikatan – budaya.

Etnografi sendiri berupaya mendokumentasikan berbagai realitas alternatife dan mendeskripsikan realitas itu dalam batasan realitas itu sendiri. Dengan demikian, etnografi dapat melakukan fungsi korektif terhadap teori-teori yang muncul dalam ilmu sosial Barat. Dia mengatakan Etnografi dapat mendeskripsikan secara detail teori-teori penduduk asli yang telah diuji dalam situasi kehidupan aktual selama beberapa generasi. Dan setelah kita memahami kepribadian masyarakat, individu-individu, dan lingkungan dari perspektif yang lain dari perspektif kebudayaan ilmiah professional, maka kita akan sampai pada sikap epistemologis yang rendah hati. Kita akan menyadari sifat sementara dari teori kita. Sikap seperti ini memungkinkan kita untuk memperbaiki teori-teori itu agar tidak terlalu etnosentris. (Spradley;2006:16).


(37)

 Menemukan Grounded Theory. Banyak penelitian ilmu sosial diarahkan pada tugas untuk menguji teori-teori formal. Salah satu alternatife bagi teori formal dan strategi untuk menghilangkan etnosentrisme adalah dengan mengembangkanteori-teori yang didasarkan pada data empiris tentang deskripsi kebudayaan.

 Memahami Masyarakat yang Kompleks. Sampai saat ini, etnografi umumnya diturunkan ke berbagai kebudayaan kecil non-Barat. Manfaat dari mempelajari masyarakat-masyarakat seperti ini sudah didapatkan- jika kita tidak banyak tahu tentang mereka, maka kita tidak dapat melakukan survey atau eksperimen. Untuk alasan ini, keberadaan etnografi tampak cukup tepat. Tetapi manfaat etnografi dalam memahami kebudayaan kita sendiri (yang kompleks) sering kali diabaikan.

 Memahami Perilaku Manusia.

1.2 Fokus Permasalahan

Yang menjadi fokus penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, dengan sub fokus :

1. Pengaruh budaya masyarakat agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

2. Proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

3. Minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.


(38)

1.3 Masalah Penelitian

“Bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah yang dikembangkan di SMAN 4 Garut ?” Rumusan masalah penelitian ini dirinci dalam beberapa pertanyaan peneltian sesuai dengan subfokus penelitian :

1. Bagaimana pengaruh orangtua siwa yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ? 2. Bagaimana proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ?

3. Bagaimana minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ?

4. Bagaimana profesionalisme guru di lingkungan agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk :

1. Mengetahui sejauhmana pengaruh orangtua siswa yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. 2. Mengetahui sejauhmana proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

3. Mengetahui sejauhmana minat dan motivasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

4. Mengetahui sejauhmana profesionalisme guru sejarah di lingkungan agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.


(39)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dapat memahami sejauhmana pengaruh orangtua siswa yang memiliki latar

belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMA Negeri 4 Garut.

2. Dapat memahami sejauhmana proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut. 3. Dapat memahami sejauhmana minat dan motivasi peserta didik terhadap

pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.

4. Dapat memahami sejauhmana profesionalisme guru sejarah di lingkungan agraris perkebunan dalam pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ilmiah diartikan sebagai cara-cara atau langkah-langkah dengan tata urutan tertentu agar dapat dicapai pengetahuan yang benar. Metode penelitian merupakan cara untuk mengumpulkan, menyusun dan menganalis data tentang bmasalah yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan permasalahan yang telah peneliti rumuskan pada bagian sebelumnya, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif (qualitatif research) adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Syaodih, 2007:60). Pendekatan kualitatif menurut Moleong, L.J dalam bukunya Metode Pendekatan Kualitatif (2007 : 7), mengemukakan bahwa :

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sedangkan menurut Sugiyono (2010 :1) penelitian kualitatif adalah :

Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.


(41)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut mengenai definisi kualitatif, maka dapat diambil kesimpulan kalau penelitian kualitatif menekankan pada latar belakang alamiah, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, dan lebih mementingkan proses dari pada hasil. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk memberikan sumbangan terhadap teori, praktis, kebijakan,masalah-masalah sosial dan tindakan. Tentunya hal ini terkait dengan yang penulis teliti yakni ingin mendeskripsikan dan menganalisis tentang pembelajaran sejarah dalam lingkungan agraris perkebunan yaitu di SMAN 4 Garut, baik itu peserta didiknya, gurunya, prosesnya, maupun pandangan masyarakat sekitar sekolah yang berada di lingkungan masyarakat agraris perkebunan.

Penelitian ini juga menggunakan enografi, disebabkan bahan yang diteliti berkaitan dengan proses pembelajaran yang khusus berada di lingkungan masyarakat agraris perkebunan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (1998: 493) :

Ethnografhic research is a qualitative design for describing, analyzing and interpreting the patterns of a culture-sharing group. Culture is a broad term used to encompass all human behavior and beliefs. Typically, it includes study of language, rituals, structures, life stages, interactions and communication. Ethnographers visit the “field” collect extensive data through such procedures as observation and interviewing and write up a cultural portrait of the group within its setting.

Etnografi adalah suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi, dan partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi (Emjir, 2020: 144).


(42)

Untuk mengkaji etnografi diperlukan kajian tentang budaya, sebab budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Menurut Spradley (1997: 5) Kebudayaan didefinisikan dengan berbagai cara. Kita akan memulainya dengan suatu definisi tipikal yang diusulkan oleh Marvins Harris, bahwa “konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti „adat‟ (custom), atau „cara hidup‟ masyarakat.

Menurut Mudjia ( 2010)

Etnografi merupakan study yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya/sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah kelompok sosial tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan, karena memang dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebgaimana apa adanya. Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara mendalam mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Tidak seperti jenis penelitian kualitataif yang lain dimana lajimnya data dianalisis setelah selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian ernografi dianalisis di lapangan seseuai konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan. Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi. Para ahli pendidikan bisa menggunakan etnografi untuk meneliti tentang pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran atau sekolah-sekolah-sekolah-sekolah di tengah kota.

(http : mudjiarahardjo.com/materi kuliah)

Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, keabsahan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah


(43)

penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu persatu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok. Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografis, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu (Spradley, 1997: 13).

Metode Etnografi (Ethnographic method) mulai dengan paenelitian pemilihan tentang suatu budaya, tinjauan kepustakaan berkaitan dengan kebudayaan, dan identifikasi variabel yang menarik biasanya variabel yang dilihat berarti/bermakna oleh anggota kebudayaan tersebut (Emjir, 2007:145-146).

Dalam penelitian ini peneliti langsung berinteraksi dengan guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik yang berada di lingkungan agraris perkebunan sehingga proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut dapat diketahui, dipahami oleh peneliti secara jelas. Ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Creswell bahwa : desain penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriftif dan analisis serta interpretasi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilakunya diamati.


(44)

Bogdan dan Biklen (1982 : 27-29) menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif diantaranya :

1. Peneliti sendiri sebagai insrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data.

2. Mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung kata-kata dari pada angka.

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses tidak semata-mata pada hasil.

4. Melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang terjadi.

5. Mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa karakteristik yang ditonjolkan : pertama, peneliti bertindak sebagai alat peneliti utama (key instrument) dengan melakukan wawancara sendiri kepada para informan dan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan objek penelitian dn peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian. Kedua, peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Ketiga, melakukan triangulasi atau konfirmasi data.

3.1.1 Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian

Menurut Spradley (1980: 22-35) prosedur penelitian etnografi bersifat siklus, bukan bersifat urutan linear dalam penelitian ilmu sosial. Prosedur siklus penelitian etnografi mencakup enam langkah : (1) pemilihan suatu proyek etnografi, (2) pengajuan pertanyaan etnografi, (3) pengumpulan data etnografi, (4) pembuatan suatu rekaman etnografi, (5) analisis data etnografi, dan (6) penulisan sebuah etnografi (Emjir, 2010 : 157).


(45)

3.1.1.1 Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik, Guru Sejarah di SMAN 4 Garut dan orang tua siswa yang berlatar belakang sebagai petani dan pekerja Perkebunan Cisaroni Giriawas di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut.

3.1.1.2Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 4 Garut yang terletak di Desa Giriawas Kecamatan Cikajang, merupakan wilayah selatan kota Garut dan berjarak 35 Km dari pusat Kabupaten Garut. Sekolah ini berdiri pada tahun 1982 dan berada di lingkungan perkebunan Cisaruni Giriawas Kecamatan Cikajang.

SMA Negeri 4 Garut saat ini telah berstatus sebagai Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN) dan tengah dalam proses penerapan kurikulum Sekolah Kategori Mandiri dengan menerapkan PBKL (Program Belajar Keunggulan Lokal). Penerapan kurikulum PBKL ini dimaksudkan untuk menjawab tantangan perkembangan kebutuhan masyarakat akan lulusan yang mempunyai kompetensi tambahan sesuai dengan keunggulan lokal yang dimiliki sekolah.

Sebagai sekolah yang terletak di kawasan pertanian sayuran, perkebunan teh dan peternakan sapi yang cukup besar di Garut Selatan. Maka SMA Negeri 4 garut memfokuskan dirinya pada upaya menghasilkan lulusan (outcomes) yang mempunyai keterampilan dalam hal agrobisnis dan agrowisata.


(46)

3.1.1.3Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti yang harus menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan menganalisis data serta menfsirkan data sampai dengan membuat kesimpulan atas semuanya.

Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang menetapkan fokus penelitian pada proses pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut yang berada di lingkungan agraris perkebunan Cisaroni Giriawas Cikajang- Garut. Pada saat di lapangan hal pertama yang peneliti lakukan adalah mendatangi kepala sekolah SMAN 4 garut untuk meminta ijin melakukan penelitian, selanjutnya peneliti melakukan observasi lokasi penelitian dan juga menemui guru sejarah yang berada di SMAN 4 Garut setelah itu baru fokus terhadap proses pembelajaran sejarah yang terdapat di kelas IPS, yang tentunya setelah peneliti berkomunikasi dengan guru sejarah dan menyepakati bahwa peneliti akan masuk dan melihat sendiri proses pembelajaran sejarah di sekolah tersebut selama 4 kali pertemuan.

3.1.1.4Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, tanpa menguasai teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standard yang ditetapkan. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan secara “natural setting” ( kondisi yang alamia),


(47)

sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada dokumentasi, studi lapangan, observasi, dan wawancara mendalam (in depth interview).

1. Studi dokumentasi

Menurut Moleong L.J (2007: 161) “studi dokumentasi yaitu mencari sumber data-data tertulis di lapangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan”.

Data yang akan dikumpulkan melalui teknik dokumentasi antara lain menelusuri dan menemukan informasi tentang pola dan prosedur pengadministrasian dan perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian teknik ini berintikan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan masalah penelitian dalam hal dokumen tertulis sebagai acuan guru dalam proses pembelajaran sejarah meliputi perangkat kurikulum dan perangkat pembelajaran yang di buat oleh guru. Dokumentasi yang dipertanyakan peneliti adalah mengenai fropil sekolah SMAN 4 Garut, data para siswa berupa nilai dalam pembelajaran sejarah, dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Guru Sejarah seperti buku agenda harian guru sejarah, buku daftar hadir beserta daftar nilai siswa, buku buku remedial siswa, administrasi guru berupa : kalender akademik, Program Tahunan, Program Semester, silabus, KKM, RPP, alat media pembelajaran. Dalam studi dokumentasi ini peneliti membuat drap khusus dokumen yang harus dimiliki oleh Guru Sejarah yang profesional kemudian


(48)

dipertanyakan kepada Guru Sejarahnya apakah ada ataukah tidak?. Kalau dokumennya ada, maka peneliti menceklis dokumen yang ada dan mengosongkan yang tidak ada dokumennya.

Berdasarkan studi dokumentasi dari sekolah ini jelaslah berada di lingkungan masyarakat agraris perkebunan, sekalipun letaknya jauh dari perkotaan akan tetapi kondisi sekolah ini apabila dilihat dari lingkungan sekitarnya sangatlah mendukung karena tidak bising oleh kendaraan bermotor juga tenang, sebab tidak dilalui jalur lalulintas akan tetapi terletak di tengah-tengah perkebunan teh. Tidak jauh juga dari sekolah terdapat pemukiman penduduk yang mayoritas adalah petani dan karyawan perkebunan. Memang untuk pemukiman penduduk (karyawan perkebunan) mereka membentuk komunitas tersendiri dan seolah terpisah dari penduduk lainnya yang bukan karyawan perkebunan dan hal ini terlihat dari bentuk rumah penduduk karyawan perkebunan yang sama sementara kalau bukan karyawan berbeda-beda. Penulis melihat terdapat pengklasifikasian dari bentuk rumah dan posisi rumah sekalipun masih di wilayah yang sama, dan pengklasifikasian tersebut disesuaikan dengan tingkatan jabatan di perkebunan. Oleh karena itu benar adanya kalau secara tofografis perkebunan sering di bangun di daerah subur, baik yang ada di daerah dataran rendah maupun yang ada di daerah dataran tinggi. Tanaman yang dibudidayakan homogen (komoditi ekspor), dan berbeda dengan aturan tanaman pertanian subsisten setempat. Demikian pula organisasi dan sistem kerja, serta proses produksinya. Bentuk dan orientasi lingkungan perkebunan yang lebih


(49)

tertuju ke dunia luar, menjadikan lingkungan perkebunan seolah-olah terpisah dari lingkungan agraris setempat.

Berdasarkan hasil dokumentasi dan studi lapangan serta observasi masyarakat agraris perkebunan memiliki keteraturan dalam bekerja dan memiliki loyalitas dalam pekerjaan mereka. Selain itu memiliki kedisiplinan yang sangat tinggi dalam pekerjaan dan penghormatan serta kepatuhan yang tinggi pula terhadap atasan dengan pola yang teratur. Sementara itu penulis juga melihat keberagaman dari penduduk agraris perkebunan tetapi tetap saling meghargai sekalipun terdapat perbedaan status dan agama, bahkan tidak jarang terdapat pernikahan antar agama yang berbeda di lingkungan masyarakat agraris perkebunan.

Kenyataan lainnya adalah terdapat perbedaan tekhnologi yang menonjol di lingkungan perkebunan yaitu terdapat pabrik yang sudah menggunakan mesin dan menghasilkan komoditas ekspor yaitu berupa teh kemasan celup. Sementara di luar pabrik karyawan perkebunan berupa buruh pemetik teh masih menggunakan tangan untuk memetik tehnya, sehingga masih tetap tradisonal sehingga lingkungan perkebunan memiliki keunikan tersendiri maka tepatlah apabila Kartodirdjo dan Suryo, (1991:20) mengemukakan bahwa “Pembukaan perkebunan, menimbulkan lingkungan baru , yaitu lingkungan perkebunan. Lingkungan perkebunan ini biasanya dibentuk oleh kesatuan lahan penanaman komoditi perdagangan, pusat pengolahan produksi (pabrik), dan komunitas permukiman penduduk yang terlibat dalam kegiatan perkebunan. Dalam perjalanannya, kehadiran komunitas perkebunan di tanah jajahan, melahirkan


(50)

lingkungan yang berbeda dengan lingkungan setempat baik dari segi lokasi, tata ruang, ekologi, maupun organisasi sosial dan ekonomi”.

Gambaran mengenai budaya masyarakat agraris perkebunan ini adalah untuk mengkaji secara mendalam sejauhmana pengaruh dari orangtua siswa yang memiliki latar belakang budaya agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut, karena budaya lingkungan sekitar sekolah dapat mempengaruhi dalam proses pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran sejarah baik terhadap gurunya, maupun terhadap peserta didiknya. Apalagi apabila kita berpijak pada kurikulum bahwa pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai- nilai


(51)

tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Nilai - nilai yang dimiliki masyarakat agraris perkebunan seperti kedisiplinan, kebersamaan/kerjasama yang tinggi, perbedaan (keberagaman), ketaatan/kepatuhan, saling menghormati serta semangat yang tinggi merupakan pondasi yang kuat dari keluarga yang berasal dari masyarakat agraris perkebunan yang tentu akan berdampak terhadap anak-anak dari lingkungan perkebunan yang sekolah di SMAN 4 Garut juga terhadap cara guru sejarah dalam mengajar dan berinteraksi di lingkungan masyarakat agraris perkebunan.

2. Catatan lapangan (Field Note)

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong L.J (2007 :209), catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”. Dalam hal ini, peneliti membuat coretan atau catatan singkat berupa kata-kata kunci, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan , gambaran, dan lain-lain tentang segala sesuatu peristiwa yang dilihat, didengar, dialami selama penelitian berlangsung. Kemudian diubah kedalam catatan lengkap setelah peneliti tiba di rumah. Catatan ini bermanfaat sebagai data konkrit yang dapat menunjang hipotesis kerja, penentu derajat kepercayaan dalam rangka keabsahan data yang diperoleh. Peneliti mencatat bahwa sekolah ini Berdiri sejak tahun 1982 berawal dari SMA Negeri 1 Cikajang pada tahun pelajaran 1982-1983. Saat pertama kali berdiri, SMA Negeri 1 Cikajang mampu menjaring


(52)

84 siswa dengan pelayanan di gedung sekolah baru di tengah-tengah perkebunan the Cisaruni Giri Awas Cikajang Garut. Dengan lokasi sekolah yang jauh dari jalan raya dan ruang kelas yang masih terbatas, kegiatan KBM diselenggarakan dengan penuh keterbatasan.

SMA Negeri 1 Cikajang kemudian pada tahun pelajaran 2007-2008 berubah nama menjadi SMA Negeri 4 Garut sesuai dengan tahun pendirian sekolah. Sejak awal berdiri, SMA Negeri 4 Garut telah melayani masyarakat dalam bidang jasa pendidikan tidak hanya untuk masyarakat Kecamatan Cikajang, tetapi juga hamper 50% menyerap lulusan SMP dari wilayah kecamatan di Garut Selatan (misalnya dari: Cihurip, Pameungpeuk, Cibalong, Singajaya, Banjarwangi, dan lain-lain). Pendirian SMA Negeri 4 Garut sesuai dengan SK Mendigbud tentang Pembukaan/Penunggalan/penegrian No. 0298/0/1982 Tgl. 9 Oktober 1982.Dalam perjalanan kiprahnya di dunia pendidikan, SMA Negeri 4 Garut telah berhasil mengantarkan peserta didik lulusannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, walaupun hanya 20%-30% dan selebihnya terjun ke dunia wirausaha, pertanian, peternakan, dan lain-lain. Dalam setiap jejak langkahnya, SMA Negeri 4 Garut terus berupaya melakukan perbaikan dengan menata lembaga, pembangunan sarana pendukung KBM, meningkatkan mutu pendidikan untuk mendapatkan prestasi lulusan yang tinggi sesuai dengan harapan masyarakat.

Kondisi sekolah di SMAN 4 Garut ini tidak cukup untuk mengetahui sejauhmana pengaruh masyarakat agraris perkebunan terhadap pembelajaran sejarah di SMAN 4 Garut sehingga penulis juga mencari gambaran dari budaya


(53)

masyarakat agraris perkebunan, hal ini dilakukan karena kenyataannya SMAN 4 Garut banyak peserta didiknya yang berasal dari masyarakat agraris perkebunan.

Selain itu penulis juga melakukan pengamatan secara langsung ke kelas X IPS dan kelas X IPA yang mana berlangsung proses belajar mengajar sejarah, hal ini tentu saja sudah dilakukan setelah melakukan perjanjian dengan salah satu guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 4 garut tersebut. Selama berlangsungnya proses pembelajaran sejarah di SMA Negeri 4 garut tersebut peneliti mencatat hal-hal penting dan melakukan penilaian secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Adapun yang peneliti tuliskan adalah reaksi siswa pada saat mengikuti pembelajaran sejarah bersama guru sejarah di situ,mulai dari kesiapannya, sikap dan motivasinya sementara terhadap gurunya adalah dengan mencatatkan perilaku dari guru sejarah saat memberikan materi sejarah dari mulai kegiatan awal, kegiatan inti sampai dengan kegiatan penutup.

3. Wawancara

Menurut Moleong L.J (2007: 186) “wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu “. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interwiew). Berdasrkan penjelasan di atas maka wawamcara dilakukan oleh peneliti kepada nara sumber.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya dengan kepala sekolah untuk memperoleh gambaran


(54)

pelaksanaan proses pembelajaran sejarah dan profesionalisme guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran, tentang persoalan atau masalah siswa mengenai sikap dan perilakunya dan mengenai hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Kemudian wawancara dilakukan dengan guru sejarah terutama mengenai pemahaman mereka tentang pembelajaran sejarah dan upaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bahan ajar (materi sejarah). Peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa bagaimana pemahaman mereka tentang materi sejarah.

Informasi yang telah diperoleh akan diolah dan dikonfirmasikan melalui triangulasi dan member check. Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuian data tersebut dengan responden penelitian ini. Kemudian wawancara juga akan dilakukan dengan pihak lain yakni kepada orang tua siswa. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Sudjana dan Ibrahim, 1989 : 102). Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tekhnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawwancara mendalam. Wawancara mendalam (In-defth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama.

Pada penelitian ini kegiatan wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton dalam Poerwandari (1998) pedoman


(1)

Danim S. (2010). Pengantar Kependidikan. Landasan, teori, dan 234 Metafora Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Dhanang (2012). Peningkatan Kualitaas pembelajaran Sejarah dan Ilmu Pengetahuan Sosial Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Budaya Lokal.jurnal.

Davidson dan Conville (1991). A Herritage Handbook. St.Leonard,NSW:Allen& Unwim.

Depdiknas (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Djiwandono, WES (2002). Psikologi Pendidikan. Grasindo.

Frankel, D (1984). “Who Owns The Past”. Australian Society.3(9). Elida P (1989). Motivasi Dalam Belajar.Jakarta. Depdikbud.

Evans, Ronald W. (1996) . A Critical Approaches to Teaching United States History, in Shaver, James P, 1991, in Evans and Saxe, 1996, Handbook on Teaching Social Issues, NCSS. Washington.

Emjir (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif Korelasional,Eksperimen, ex Post Facto, Etnografi, grounded Theory, Action Research. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.

Ferguson . (1996) . Teaching Issues- Centered History, in Shaver, James P, 1991, in Evans and Saxe, 1996, Handbook on Teaching Social Issues, NCSS. Washington.

Frankel, D. (1984). Who Owns the Past?. Australian Society, 3 (9).

Fukuyama, F. (1995). Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: Free Press.

Galla, A (2001). Guidebook For The Farticipation of Young People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and Jones Advertising.

Gredler, M. E. (1994). Belajar dan Membelajarkan, Jakarta: Raja Grafindo. Harefa A (2000). Menjadi Manusia Pembelajar. Penerbit Kompas.


(2)

Hasan, H (2011). Pembelajaran Sejarah Yang mencerdaskan.Mungkinkah?. Jurnal Pendidikan Sejarah.

Hamalik (2005). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Hasan, H (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia Isu Dalam Ide dan Pembelajaran.Bandung. Rizqi Press.

Hizam. I.(2010). Kontribusi Minat Belajar dan Kemampuan Klarifikasi Nilai Sejarah dalam Pembentukan Sikap Nasionalisme. (Online). Tersedia: http://idb3.wikispaces.com/file/view/rk3009.pdf. 13 maret 2011.

Hwa G.T. ( 2004) Masalah Pembelajaran Sejarah Satu Kajian Tindakan. Fakulti Sains Kognitif Dan Pendidikan Universiti Utara Malaysia.Journal. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008). Gramedia Pustaka.

Karmadi (2007). “Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya” Journal.

Kartodirdjo dan Suryo, D (1991). Sejarah perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta. Adiya Media.

Keesing Roger M (1989). Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer (terjemahan). Erlangga.

Koentjaraningrat (2010). Pengantar Ilmu Antropologi. Penerbit Rineka Cipta.

Martanto, dkk. (2009). “Pembelajaran Sejarah Berbasis Realitas Sosial Kontemporer Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa” PKM-GT.Semarang.Tidak Dipublikasikan.

Matitaputty (2010). Nilai-nilai Kearifan Adat dan Tradisi di Balik Ritual Hidup (life cycls) Pada Masyarakat Suku Nuaulu di Pulau Seram Sebagai Sumber Pembelajaran IPS. (Studi Etnografi di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah). Tesis.Magister Pendidikan Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Miles dan Huberman (1992). Analisa Data Qualitatif. Jakarta. UI Press.

Mubyarto (1983). Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Mubyarto (1992). Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media.


(3)

Mudjia, R. (2010). Jenis da Metode Penelitian Kualitatif.Tersedia (On line) http : mudjiarahardjo.com/materi kuliah 1 Juni 2010.

Moedjanto, G. (1999). Reformasi Pengajaran Sejarah Nasional. Kompas.1 Mei 1999.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Pendekatan Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, L.J (1989). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. Morrison, D.M & Cotter,K (2006). Intructional Quality Indicators : Research

foundations. Cambridge. 17 Maret 2006 .www.co.nect.net. Mulyana (2008). Rahasia Menjadi Guru Yang Hebat. Grasindo.

Mulyasa (2005). Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E.H (2011). Manajemen & kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta. Bumi Aksara.

Nursam, dkk (2008). Sejarah Yang Memihak :Mengenang Sartono Kartodirdjo.Yogyakarta.

Permendiknas Nomor 22 (2006) Standar Isi Kurikulum, Kementrian Pendidikan Nasional.

Permendiknas Nomor 23 (2006) Standar Kompetensi Lulusan, Kementrian Pendidikan Nasional.

Permadi D (1998). Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah. Bandung. PT Sarana Panca Karya.

Poerwandari (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta. LPSP3.

Purnanto, D. (2009). Etnografi Komunikasi Dan Register. Tersedia (On Line). http://dwipur_sastra.staff.uns.ae.id/2009/06/03/etnografi - komunikasi-dan-rgister.

Putranto dan Sutrisno (2005). Teori-Teori Kebudayaan.Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Quintrastanta (2010). Mencari Bentuk Pembelajaran Sejarah Bagi Siswa-Siswa SMA.http://awakening 24.mltiply.com/journal/it/3 juni 2010.


(4)

Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis. Kencana. Jakarta. Sagala S. (2010) Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta Bandung.

Sagala S. (2008) Budaya dan Reiventing Organisasi Pendidikan, Bandung Alfabeta.

Sagala S. (2009). Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Kependidikan. Bandung. Penerbit Alfabeta.

Sagino (2008). Nilai – Nilai Nasionalisme dalam Materi Pembelajaran Sejarah Perkembangan Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia. (Studi Kasus di Kelas XI SMA Negeri Pati). (Online). Tersedia: http://pasca.uns.ac.id. 10 maret 2011.

Sardiman (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Sardiman A.M (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Sarwiningsih (2010). Keprofesionalan Guru Sejarah SMA di Surakarta, Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. (Online). Tersedia: http://pasca.uns.ac.id. 13 Maret 2011.

Setyamidjaja D.(1988). Budidaya teh. Jakarta: SETYAMIJAYA.

Siagian (1989). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta. PT.Binarupa Aksara. Siagian P. S (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta. Rineka Cipta. Simanjuntak (2006). Budaya Politik Masyarakat Perkebunan. Penelitian.

Simbolon, dkk (2010). Menjadi Penulis Tindakan di Kelas dan Sekolah (PTK dan PTS) Action Research. Medan. USU Press.

Slamento (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta.

Sudjana dan Ibrahim (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung. Sinar Baru.

Sugiyono (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung, Alfabeta.


(5)

SK Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No 56786/1989.(PP No 38 Tahun 1992).

Soetjipto dan Kosasi (2009). Profesi Keguruan. Jakarta. Rineka Cipta.

Subroto, S. (1988). Administrasi Pendidikan di Sekolah.. Jakarta. Bina Aksara.

Soetjipto dan Kosasi R. (2009). Profesi Keguruan. Rineka Cipta. Jakarta.

Soedjatmoko. (1976). Kesadaran Sejarah dan Pembangunan; Artikel dalam Majalah Prisma (Penerbitan Khusus),Nomor 7 Tahun V.

Soelaeman. (1988). Suatu Telaah Tentang Manusia-Religi-Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK. Jakarta.

Soetjipto dan Kosasi, R. (2009). Profesi Keguruan. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta. Spradley, J.P. (2006).Metode Etnografi.Yogyakarta. Tiara Wacana.

Supardan, D (2001). Kreativitas Guru Sejarah dalam Proses Pembelajaran. Studi Kasus di SMU Kotamadya Bandung.

http://fpips.upi.edu/jurnal/historia/dadansupardan%2C/artikel.pdf). Diakses 5 Pebruari 2012.

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis . Bandung: Historia Utama Press.

Supriatna (2011). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Yang Berorientasi Pada Masalah Kontemporer Pembangunan.

Subakti R.Y.(2010) “Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme”Journal SPSS,24, 3-4.

Sukamdinata, S. N. (1997) (2011). Landasan Sosial-Budaya Pengembangan Kurikulum. Tersedia (On-Line). http://blog. Elearning.unesa.ac.id/alim-sum.

Supriatna E. (2012). Transformasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Religi dan Budaya Untuk Menumbuhkan Karakter Siswa. 10 Agustus 2012.Journal. Surakhmad, W (2000). Ibarat Rumah Yang terbakar, Kompas, 11 February 2000

Suud, A. (1994).Format Metodologi pengajaran Sejarah Dalam Transformasi Nilai dan Pengetahuan. Makalah Seminar Nasional Memantapkan


(6)

Format Metodologi Pendidikan Sejarah dan Sosialisasi Kurikulum 1994. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Syaiful Amin. 2010. Pewarisan Nilai Sejarah Lokal Melalui Pembelajaran Sejarah Jalur Formal dan Informal Pada Siswa Sma di Kudus Kulon. (Online). Tersedia: http://pasca.uns.ac.id. 13 Maret 2011.

Syaodih (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Tilaar, H.A.R. ( 2002). Pendidikan Kebudayaan, Dan Masyarakat Madani

Indonesia. Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta.

Universitas pendidikan Indonesia. (2010). Pedoman penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Uzer (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer : Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara.

Wijaya C dkk (1992). Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan Dan Pengajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Wiyanarti E. (2012). Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Pengembangan Pembelajaran Sejarah.9 Agustus. 2012.journal.

Wiriatmadja, R (2002). Idealitas pendidikan Sejarah Di Indonesia. PendidikanSejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global. Bandung: Historia Utama Press.