PENGGUNAAN BAHAN AJAR BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA TEMA PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP.

(1)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

PERNYATAAN... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... iv

UCAPAN TERIMA KASIH……… v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GRAFIK……….. xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah……….. 9

C. Batasan Masalah………. 9

D. Tujuan Penelitian……… 10

E. Manfaat Penelitian………. 11

F. Definisi Operasional………... 11

BAB II LITERASI SAINS SISWA, PEMBELAJARAN BERBASIS LITERASI SAINS, BAHAN AJAR BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF, KAJIAN TEMA PERUBAHAN IKLIM A. Literasi Sains………. 13


(2)

ix

B. Model Pembelajaran Literasi Sains……… 21

C. Kajian Analisis Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif………. 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian………. 55

B. Desain Penelitian……… 55

C. Subjek Penelitian……….. 56

D. Instrumen Penelitian………. 57

E. Uji Coba Instrumen……… 62

F. Prosedur Penelitian………. 70

G. Alur Penelitian……… 81

H. Data dan Teknik Pengolahan ………... 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Bahan Ajar Multimedia Interaktif ……….. 88

2. Deskripsi Keterlaksanaan Pembelajaran……… 96

3. Peningkatan Literasi Sains Siswa………. 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 120


(3)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konteks Aplikasi Sains dalam PISA 2009……… 18

Tabel 2.2. Proses Sains PISA 2009……… 19

Tabel 2.3. Konten Sains PISA 2009……… 20

Tabel 2.4. Konten Sains (Knowledge of Science) PISA 2009………. 21

Tabel 2.5. Tahapan Pengembangan Multimedia Interaktif……… 41

Tabel 2.6. Prinsip Pengembangan Multimedia……….. 47

Tabel 3.1. Desain Penelitian ……….. 56

Tabel 3.2. SK dan KD Tema Perubahan Iklim……….. 59

Tabel 3.3. Pengembangan Indikator dan Soal……….. 60

Tabel 3.4. Butir Soal Skala Sikap………... 61

Tabel 3.5. Klasifikasi Validitas Butir Soal……… 63

Tabel 3.6. Interpretasi Reliabilitas……… 64

Tabel 3.7. Interpretasi Tingkat Kesukaran ……… 65

Tabel 3.8. Interpretasi Daya Pembeda……… 66

Tabel 3.8. Hasil Uji Coba……….. 67

Tabel 3.9. Soal Literasi Sains yang dipakai……… 68

Tabel 3.10. Rekapitulasi Soal Skala Sikap……… 70

Tabel 3.11. Rincian Kegiatan Pembelajaran……… 80

Tabel 3.12 Interpretasi Nilai Gain………. 83


(4)

xi

Tabel 4.1 Rata-rata Tes Awal dan Hasil Uji Beda Dua Rata-Rata………. 106

Tabel 4.2. N-Gain Literasi Siswa di Kelas Eksperimen dan Kontrol……… 107

Tabel 4.3. Hasil Uji Statistik Peningkatan Literasi Sains Siswa…….……… 108

Tabel 4.4. Rata-rata Sikap Awal dan Hasil Uji Perbedaan……… 115

Tabel 4.5. Hasil Uji Statistik Peningkatan Sikap Sains……… 117

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Awal dan Tes Akhir……… 107

Grafik 4.2. Perbandingan N-Gain Literasi Sains Siswa di Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 107 Gambar 4.3. Peningkatan proporsi jumlah Siswa yang Menjawab Benar pada setiap Indikator………. 109 Grafik 4.4. Gambaran Peningkatan Sikap Siswa………. 116


(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Framework Asesmen Sains PISA 2009……….. 16

Gambar 2.2. Model Pemrosesan Informasi menurut Gagne……….. 45

Gambar 2.3. Dual Coding Mode……… 46

Gambar 3.1 Tampilan Fitur Multimedia Interaktif……….. 76

Gambar 3.2 Flow chart Penggunaan Bahan Ajar Pertemuan I……… 77

Gambar 3.3 Flow chart Penggunaan Bahan Ajar Pertemuan 2……… 78

Gambar 3.4 Pengubahan dari Bahan Ajar Multimedia Interaktif ke Bahan Ajar Cetak………. 79 Gambar 4.1. Tampilan Kompetensi IPA terpadu……….……… 93

Gambar 4.2. Tampilan Integrasi dimensi konteks, konten, dan Proses……… 94

Gambar 4.3. Tampilan link internet/rujukan/sumber………. 95

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PERANGKAT PEMBELAJARAN……….. 130

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENELITIAN…….……….. 149

LAMPIRAN 3. HASIL PENELITIAN DAN UJI STATISTIK………... 171

LAMPIRAN 4. BAHAN AJAR……….. 202

LAMPIRAN 5. PERIZINAN……….. 239


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut Rutherford dan Ahlgren (1990) adalah membantu siswa mengembangkan pemahaman dan sikap yang mereka butuhkan untuk menjadi manusia yang memiliki kompetensi untuk menghadapi kehidupannya. Sains pada hakikatnya terdiri dari empat unsur utama yakni: 1) sikap, 2) proses, 3) produk, dan 4) aplikasi. Dalam proses pembelajaran sains keempat unsur tersebut diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh dan pada akhirnya tujuan pendidikan sains maupun tujuan pendidikan secara umum dapat dicapai.

Tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama diungkap pada Permen No 22 tahun 2006, yakni mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip IPA dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Kemampuan menerapkan konsep, sikap, dan aplikasi IPA ini pada tahap selanjutnya diharapkan dapat membekali siswa untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah dalam


(7)

kehidupan siswa. Untuk mencapai tujuan ini perlu mengacu pada hakikat IPA, yakni diperlukan pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran sains yang seimbang antara konsep, proses, dan aplikasinya (Rustaman, 2005).

Dalam kenyataan di lapangan pelaksanaan pembelajaran IPA biasanya terlalu padat akan materi dan informasi sehingga siswa hanya mampu memahami sebagian dari materi tersebut (tidak menyeluruh). Siswa masih memandang IPA sebagai pengetahuan yang kurang kontekstual dan tidak bermakna. Hal ini sejalan dengan penelitian Holbrook (2005) yang menunjukkan bahwa pembelajaran sains tidak relevan dalam pandangan siswa dan tak disukai siswa. Situasi ini mengindikasikan sikap yang negatif, pemahaman yang rendah, dan seringkali mengalami miskonsepsi terhadap materi IPA (Smassal et al, 2006).

Faktor kurangnya ketertarikan terhadap sains dan kecenderungan takut akan materi sains disebabkan karena tidak adanya keterkaitan dalam pengajaran sains dengan kehidupan sehari-hari. Padahal jika kita perhatikan isu mengenai sains saat ini mendominasi pembahasan di media-media masa seperti koran atau majalah. Berita utama di koran misalnya seringkali membahas berita-berita sains terkini mengenai pemanasan global, hujan asam, kloning, penemuan obat baru, makanan hasil rekayasa genetika, dan masih banyak lagi berita yang dekat dan memberikan efek langsung pada kehidupan. Menurut Hazen (2002), jika seseorang dapat memahami isu-isu sains pada media masa tersebut sama mudahnya seperti memahami berita mengenai politik, olahraga, atau seni, maka dapat dikatakan orang tersebut seorang yang berliterasi


(8)

sains atau “scientifically literacy”. Lebih jauh Hazen mengatakan “Literasi sains adalah gabungan dari konsep, histori, dan filosofi yang membantu kita untuk memahami isu sains dalam kehidupan kita” (Hazen, 2002).

Menurut OECD (Organization for Economic Co-operation Development) literasi sains adalah kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003; OECD 2009). Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, karena pada usia ini seorang siswa dianggap sudah siap untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Literasi sains dipandang penting, karena kapasitas utama literasi sains adalah berpikir ilmiah, dan berpikir ilmiah ini merupakan tuntutan semua warganegara bukan hanya ilmuwan. Menurut Puskur Depdiknas (2007) keinklusifan literasi sains sebagai kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis. Seseorang yang berliterasi sains diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi, yaitu untuk belajar lebih lanjut dan hidup di masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Dengan demikian diharapkan di masa dewasanya dapat hidup dengan baik dan berguna bagi dirinya dan masyarakat.


(9)

Kompetensi literasi sains siswa di seluruh dunia telah diukur oleh beberapa studi terpercaya antara lain PISA (Programme for International Student Assesment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). PISA dilaksanakan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation & Development) dan TIMMS dilakukan oleh Unesco Institute for Statistics. Penilaian PISA menguji kemampuan usia 15 tahun atau kelas IX SMP dan X SMA (Yusuf, 2008) dan TIMMS untuk menguji kemampuan siswa kelas 8 (Rustaman, et al, 2009). Kedua kompetisi literasi sains ini berdasarkan asumsi bahwa membangun siswa yang melek sains harus dilakukan sejak dini.

Menurut laporan PISA pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan ke 57 dari 65 negara peserta yang mengikuti kompetisi ini (OECD, 2009). Hasil dari perolehan literasi sains siswa Indonesia pada PISA 2009 turun sebanyak 11 poin dari perolehan PISA sebelumnya pada tahun 2006 (OECD, 2009). Sebanyak 65,6% siswa indonesia yang mengikuti kompetisi ini hanya berada di bawah level 2, yakni baru mampu memahami pengetahuan sains pada konteks yang umum (OECD, 2009). Siswa Indonesia belum mampu menjelaskan dan mengaplikasikan pengetahuan sains mereka dalam situasi yang kompleks dan belum mampu untuk membuat keputusan menggunakan pengetahuan sains yang telah dimiliki. Hasil laporan ini tentunya menjadi permasalahan yang cukup serius karena sejak diselenggarakan dari tahun 2000, 2003, 2006 sampai 2009, kecenderungan prestasi siswa Indonesia selalu berada pada posisi bawah (Yusuf, 2008; Puspendik 2008).


(10)

Rendahnya tingkat literasi sains ini dapat dipahami karena beberapa aspek yang diujikan pada PISA tidak menjadi kompetensi siswa kita terutama tidak diberi ruang dalam sistem pendidikan kita. Menurut National Research Council (1996) rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap kelulushidupan warganegara disebabkan karena terlepasnya pembelajaran sains dari konteks sosial, hanya menitikberatkan pada penguasaan materi, dan penggunaan asesmen yang tidak tepat sehingga warga negara hanya dipersiapkan untuk menguasai pengetahuan.

Dalam pembelajaran siswa seharusnya mengetahui relevansi pembelajaran tersebut terhadap kehidupan sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat. Siswa hidup di masyarakat dan sadar akan berita yang beredar di masyarakat. Untuk itu, pembelajaran sains di sekolah sebaiknya diarahkan pada pengertian betapa pentingnya sains bila dikaitkan dengan masyarakat di masa dulu, kini atau masa datang (Holbrook, 1998).

Selain kurangnya relevansi pembelajaran dengan konteks sosial dan konteks masyarakat pembelajaran IPA juga cenderung diajarkan terpisah (tidak terpadu) oleh guru-guru SMP. Padahal tuntutan kurikulum saat ini mengarahkan guru-guru untuk dapat mengimplementasikan model pembelajaran terpadu di SMP. Pembelajaran dengan IPA terpadu memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1999).


(11)

Pembelajaran IPA terpadu yang digunakan pada penelitian dikembangkan melalui prinsip-prinsip dasar dan kerangka pembelajaran literasi sains dan teknologi (Science and Technological Literacy) yang dikembangkan Hollbrook (1998 dan 2005). Pembelajaran STL merupakan pembelajaran yang mengaitkan isu-isu sosial, juga melibatkan pembuatan keputusan berbasis sosio-ilmiah. Konteks pembelajaran pada STL digunakan sebagai alternatif penentuan tema pada pembelajaran IPA terpadu. Pembelajaran ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang signifikan pada peningkatan kemampuan penguasaan pengetahuan (aspek konten dan konteks aplikasi sains), keterampilan berfikir (proses sains) dan karakter (sikap dan nilai sains) secara simultan.

Penggunaan model pembelajaran IPA terpadu yang digabung dengan STL serta didukung oleh multimedia interaktif secara signifikan terbukti dapat meningkatkan literasi sains siswa secara utuh pada aspek konten, proses, aplikasi, dan sikap ilmiah. (Sartono, 2008; Suanda, 2009; Subhan, 2009; dan Nurhadiyanti, 2008). Secara umum beberapa hasil penelitian mengenai penggabungan model pembelajaran IPA terpadu dan STL yang didukung MMI menyebabkan pemaknaan siswa terhadap fenomena sains menjadi utuh dan komprehensif.

Saat ini multimedia interaktif telah banyak digunakan karena memberikan beberapa keuntungan dalam pembelajaran. Menurut Puskur (2007) penggunaan multimedia membantu mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan proses. Objek yang terlalu besar atau kecil dapat diatasi dengan multimedia, peristiwa yang memerlukan


(12)

waktu relatif lama, terlalu singkat, berbahaya, dan sukar dapat diatasi dengan multimedia. Nandi (2006) dan Tausend (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif akan memberi kesempatan pada siswa untuk mendapatkan pengajaran yang mendekati situasi nyata dan dapat berinteraksi secara lebih luas. Lebih jauh menurut Sigit (2008), pemanfaatan pembelajaran dengan menggunakan multimedia dapat menjadi solusi dalam peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas serta memudahkan proses pembelajaran dan menumbuhkan sikap kreatif dan inovasi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang komunikatif dan interaktif. Penggunaan multimedia interaktif juga dapat digunakan sebagai alternatif pemembuatan bahan ajar siswa. Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki MMI maka bahan ajar akan lebih mudah untuk dipahami siswa karena disajikan dalam format yang menarik.

Menurut penelitian yang dilakukan Wulan et al., (2010), bahan ajar berbasis literasi sains memiliki karakteristik adanya integrasi dari ketiga dimensi literasi sains (konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains). Selain itu juga memuat ilustrasi/gambar untuk memotivasi siswa memahami isi bahan ajar, selain itu juga menyajikan kasus/kegiatan yang menuntut siswa menerapkan konteks personal, sosial, dan global.

Tema bahan ajar pada penelitian ini yakni mengenai Perubahan Iklim. Perubahan iklim sudah terjadi dan diprediksikan pada tahun-tahun mendatang akan semakin bertambah parah, namun siswa cenderung kurang peduli dengan keadaan ini.


(13)

Padahal di Indonesia akibat degradasi lahan gambut dan kebakaran hutan menyebabkan Indonesia berada dalam posisi tiga besar negara dengan emisi gas rumah kaca tertinggi di dunia (Jasmin, 2009). Selain itu kekeringan yang semakin panjang, frekuensi peristiwa cuaca ekstrim yang semakin sering, dan curah hujan tinggi yang berujung pada bahaya banjir besar, semuanya merupakan contoh dari dampak perubahan iklim. Demikian pula, keberagaman spesies hayati yang sangat kaya dimiliki Indonesia juga berada dalam resiko kepunahan yang sangat tinggi (Faiz, 2009).

Rustaman (2005) menyatakan bahwa dalam menentukan fokus utama IPA terpadu harus dipenuhi setidaknya empat syarat. Tema perubahan iklim mampu memenuhi keempat syarat tersebut, yang dijabarkan sebagai berikut: 1) Perubahan iklim bersifat “fertil” yakni tema ini memiliki keterkaitan yang kaya antara beberapa unsur dan konsep, 2) Tema perubahan iklim sudah dikenal siswa sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kebermaknaan dari hubungan antar konsepnya, 3) Tema perubahan iklim memfasilitasi eksplorasi dari objek langsung atau kejadian nyata dan dekat dengan lingkungan keseharian siswa, 4) Tema perubahan iklim juga mampu menggambarkan keterkaitan yang logis dan alamiah antar unsurnya.

Penjelasan mengenai perubahan iklim yang melibatkan banyak proses. Pemanasan global, hujan asam, ataupun kerusakan lapisan ozon serta memadukan beberapa unsur dan konsep Biologi, Fisika, dan Kimia, cukup sulit jika hanya dibaca melalui buku teks biasa. Oleh karena itu diperlukan bahan ajar yang bisa menunjang


(14)

pembelajaran mengenai perubahan iklim yang mudah dipahami serta menarik bagi siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka judul penelitian yang diusulkan pada proposal ini adalah “Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif pada Tema Perubahan Iklim untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

“Bagaimana bahan ajar berbasis multimedia interaktif yang dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMP pada tema perubahan iklim?

Berdasarkan rumusan masalah tersebut pertanyaan penelitiannya adalah: 1. Bagaimana karakteristik bahan ajar berbasis multimedia interaktif yang dapat

meningkatkan kemampuan literasi sains?

2. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran di kelas yang menggunakan bahan ajar berbasis multimedia interaktif dan di kelas yang menggunakan bahan ajar cetak?

3. Bagaimanakah peningkatan literasi sains siswa di kelas yang menggunakan bahan ajar berbasis multimedia interaktif dibandingkan dengan siswa yang menggunakan bahan ajar cetak?


(15)

C. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan dalam berbagai hal dan menghindari meluasnya masalah maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

1. Kemampuan literasi sains pada penelitian ini adalah kemampuan yang diukur melalui tes literasi sains berdasarkan indikator PISA 2009 yang meliputi dimensi konteks, proses, konten, dan sikap sains, pada konteks global.

2. Model Pembelajaran yang digunakan adalah IPA terpadu yang menggunakan prinsip-prinsip dasar serta kerangka pembelajaran literasi sains dan teknologi (STL) yang dikembangkan Holbrook (1998 dan 2005).

3. Bahan ajar multimedia interaktif dikembangkan dalam bentuk program flash macromedia.

4. Tema perubahan iklim mencakup proses-proses yang mampu menyebabkan perubahan komposisi atmosfer dan variabilitas iklim karena adanya keberadaan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, serta penyebab efek rumah kaca, dan akibat yang ditimbulkan perubahan iklim yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar Biologi, Kimia dan Fisika SMP.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan:

1. Software bahan ajar berbasis multimedia interaktif yang mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa.


(16)

2. Informasi berkenaan dengan pengaruh software bahan ajar berbasis multimedia interaktif terhadap kemampuan literasi sains siswa dibandingkan dengan bahan ajar cetak.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Siswa

Melatih kemampuan literasi sains pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan bahan ajar yang menarik, selain itu juga siswa dapat mengetahui bagaimana caranya mengatasi perubahan iklim yang bisa dilakukan sehari-hari.

2. Bagi Guru

Menambah informasi tentang bahan ajar yang memiliki format multimedia interaktif materi Perubahan Iklim.

3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian dapat dijadikan bahan rujukan untuk menghasilkan bahan ajar lain yang dapat menggali kemampuan literasi sains siswa.

F. Definisi Operasional

1. Bahan ajar dengan format Multi Media Interaktif yang dimaksud pada penelitian adalah materi pengajaran yang dikemas dalam bentuk software komputer dengan tema perubahan iklim dan siswa mampu berinteraksi dengan bahan ajar tersebut,


(17)

yang didalamnya berisi kompetensi yang akan dicapai, konten atau isi materi pembelajaran, informasi pendukung beserta peristiwa-peristiwa aktual dan faktual mengenai perubahan iklim, latihan-latihan yang digunakan oleh siswa pada kegiatan inti pembelajaran dengan guru sebagai fasilitatornya. Sementara bahan ajar cetak merupakan bahan ajar dalam bentuk hardcopy yang kontennya sama persis dengan yang ada pada bahan ajar yang memiliki format multimedia interaktif.

2. Literasi sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan dari skor tes awal dan tes akhir siswa yang dijaring dengan menggunakan soal-soal literasi sains yang mengacu pada tiga indikator utama proses sains PISA 2009, yakni: 1) Mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, 2) Menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan 3) Menggunakan bukti-bukti secara ilmiah.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Ciri khas dari penelitian ini tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel tersebut (Sukmadinata, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bahan ajar berbasis multimedia interaktif dan bahan ajar cetak sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah peningkatan literasi sains siswa

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah pre-test post-test control group design yang diadaptasi dari Sukmadinata (2006). Penggunaan desain ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan terhadap subjek penelitian (Fraenkel, 1993). Dengan menggunakan desain ini subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok, satu kelompok sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok lagi sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan pembelajaran dengan bahan ajar berbasis multimedia interaktif, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang mendapatkan bahan ajar cetak. Pengaruh model pembelajaran yang diterapkan terhadap literasi sains siswa diketahui dari perbandingan gain yang dinormalisasi pada kelompok eksperimen dan kelompok


(19)

kontrol. Dari perbandingan tersebut nantinya dapat ditentukan efektivitas penerapan penggunaan bahan ajar berbasi multimedia interaktif dalam meningkatkan literasi sains siswa.Adapun desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel. 3.1 Desain Penelitian Pre-Test Post-Test Control Group Design

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen T1 X1 T2

Pembanding T1 X2 T2

Keterangan:

T1: Pretes untuk melihat kemampuan awal literasi sains siswa

X1: Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis MMI X2: Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar cetak

T2: Tes akhir kemampuan literasi sains setelah diberi perlakuan

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di kota Cimahi. Sekolah ini telah memiliki fasilitas laboratorium multimedia yang cukup memadai untuk keperluan penelitian menggunakan multimedia interaktif. Siswa di sekolah ini juga sudah terbiasa mengoperasikan program-program komputer. Berdasarkan hal tersebut maka pemilihan kelas pada penelitian ini bersifat purposive. Pemilihan sampel secara purposive yakni berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009).


(20)

Selain karena pertimbangan fasilitas laboratorium, serta kecakapan siswa dalam mengoperasikan komputer, pemilihan kelas secara purposive juga dilakukan berdasarkan tema pembelajaran yang digunakan. Pada Permen No. 22 Tahun 2006 Standar Kompetensi yang sesuai dengan Tema Perubahan Iklim terdapat pada kelas VII, VII, IX. Jika penelitian dilakukan pada kelas VII siswa akan kesulitan karena siswa harus mempelajari kompetensi kelas VII dan XII, oleh karena itu maka penelitian dilakukan pada kelas VIII atas dasar bahwa pada jenjang ini siswa akan lebih siap mempelajari materi.

Setelah dilakukan pertimbangan-pertimbangan di atas, selanjutnya dilakukan penelitian dilakukan pada kelas VIII semester genap Tahun Ajaran 2010/2011. Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen yakni kelas VIII A dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol yakni kelas VIII-B. Berdasarkan informasi dari guru kedua kelas yang dipilih merupakan kelas yang memiliki kemampuan akademis yang hampir sama. Karakteristik siswa di masing-masing kelas ini berkemampuan heterogen dan terdistribusi secara normal, yaitu di dalam satu kelas terdapat siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat yang digunakan pada waktu penelitian untuk memperoleh data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian meliputi tes awal dan tes akhir untuk menjaring literasi sains siswa. Selain itu digunakan pedoman


(21)

wawancara untuk mengetahui pendapat siswa tentang penggunaan bahan ajar dan kegiatan pembelajaran, serta lembar observasi untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan model gabungan STL dan IPA terpadu di kelas eksperimen dan kontrol. Tema pembelajaran dalam penelitian ini adalah Perubahan Iklim. Perangkat pembelajaran untuk tema perubahan iklim meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 3 kali pertemuan, dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.

1. Pedoman Kajian Bahan Ajar Berbasis Literasi Sains

Pengembangan bahan ajar yang dilakukan mengacu pada Anwar (2010) yang terdiri atas tahap seleksi, strukturisasi, karakterisasi, dan reduksi. Pengembangan storyboard bahan ajar multimedia interaktif yang berbasis literasi sains mengacu pada Wulan, et al., (2010), yakni mengemukakan adanya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi, isi bahan ajar merupakan integrasi ketiga dimensi literasi sains (dimensi konten, dimensi konteks, dan dimensi proses), memuat tugas-tugas atau kegiatan, menyajikan ilustrasi atau gambar, dan mencantumkan sumber/ literatur/ kepustakaan

2. Tes literasi sains

Bentuk tes yang digunakan pada tes awal dan tes akhir ini adalah pilihan ganda untuk menjaring aspek konten, proses, dan konteks literasi sains siswa sebanyak 20 soal dengan masing-masing soal memiliki 4 (empat) pilihan. Selain itu juga digunakan daftar cek skala sikap sebanyak 15 soal untuk menjaring sikap sains siswa. Berdasarkan kerangka PISA 2009 sains merupakan bagian minor, sehingga


(22)

sikap sains ini tidak dipisahkan tersendiri melainkan terikat pada aspek yang lain.

Jumlah keseluruhan soal adalah 35, sebelum diuji coba soal berjumlah 41. Keseluruhan hasil uji coba disajikan pada Lampiran 2.

Langkah penyusunan tes literasi sains adalah penyusunan kisi-kisi berdasarkan indikator soal PISA 2009, SK dan KD IPA terpadu SMP, serta jumlah soal. Indikator

proses literasi sains yang digunakan mencakup 3 indikator utama yakni: 1)

mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, 2) Menjelaskan fenomena secara ilmiah, 3) Menggunakan bukti ilmiah. Indikator konteks aplikasi sains yang digunakan merupakan aspek lingkungan pada konteks personal, sosial, dan global. Sementara Indikator konten mencakup pengetahuan mengenai biosfer serta struktur dan sistem bumi.

Standar Kompetensi untuk Tema Perubahan Iklim yang digunakan sebanyak 3 Standar Kompetensi pada 3 jenjang kelas yang berbeda, yakni kelas VI, VIII, dan IX IPA. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sesuai dengan tema pembelajaran disajikan pada Tabel 3.2..

Tabel 3.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tema Perubahan Iklim Rumpun

IPA Terpadu

Materi Kelas

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Biologi VII 7. Siswa dapat memahami

saling ketergantungan dalam Ekosistem

7.3. Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan

7.4. Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan

Kimia VIII 4. Memahami kegunaan

bahan kimia dalam kehidupan

4.2. Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari


(23)

Fisika IX 5. Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya

5.5. menjelaskan hubungan antar proses yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer dan kesehatan serta permasalahan lingkungan

Selanjutnya Setiap Kompetensi Dasar disandingkan dengan indikator literasi sains pada dimensi konten, proses, dan konteks untuk selanjutnya dikembangkan menjadi Indikator pembelajaran. Berdasarkan indikator pembelajaran jadi selanjutnya dikembangkan soal-soal literasi sains. Rincian pengembangan indikator pembelajaran dan soal berdasarkan Standar Kompetensi dan Indikator literasi sains disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Pengembangan Indikator Pembelajaran dan Butir Soal Tiap Indikator berdasarkan Standar Kompetensi dan Indikator Literasi Sains

No Konten Proses Konteks Indikator

Pembelajaran

Butir Soal Nomor

Indikator Sub

indikator 1. Populasi Menjelaskan

fenomena ilmiah Mempredik-sikan perubahan Sosial (pertambahan Populasi) 1) Memprediksikan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat meningkatnya populasi penduduk dan

hubungannya dengan perubahan iklim

1, 2, 3

Menggunakan bukti ilmiah Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan Sosial (pertambahan Populasi)

2) Menjelaskan hubungan antara aktivitas manusia dengan perubahan iklim

4,5,6,9

2. Pengelo-laan Lingku-ngan Menjelaskan fenomena ilmiah Mengaplika-sikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan Sosial (dampak lingkungan) 3) Mengimplementasikan usaha untuk menanggulangi perubahan iklim 10,11,12


(24)

Untuk sikap sains soalnya berbentuk daftar cek sebelum diuji coba jumlah soal 17 soal. Sikap sains diujikan dalam satu rangkaian soal yang sama dengan dimensi literasi lainnya. Rincian soal sikap sains dan indikatornya disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Butir Soal Sikap Sains Siswa sesuai Indikator literasi Sains 2009

No Indikator Butir Soal Nomor

1 Mendukung inkuiri sains 7, 8, 28

2 Tanggung jawab terhadap sumber dan lingkungan alam

14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25

3 Ketertarikan terhadap sains 26, 27

Menggunakan bukti ilmiah Memberikan alasan untuk mendukung setuju atau menolak kesimpulan Sosial (dampak lingkungan) 4) Mempertimbangkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi perubahan iklim

13,27

3. Unsur kimia penyebab perubaha n iklim Identifikasi masalah ilmiah Mengidenti-fikasi kata-kata kunci untuk mencari informasi ilmiah Personal (bahan kimia yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari)

5) Mengidentifikasi unsur kimia yang dapat menyebabkan perubahan iklim 28,29,30 Menggunakan bukti ilmia Mengkomu-nikasikan kesimpulan yang terkait bukti dan penalaran di balik kesimpulan Personal (bahan kimia yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari) 6) Menghubungkan penggunaan unsur kimia dengan perubahan iklim

31,32,33

4. Atmosfer Menjelaskan fenomena ilmiah Menafsirkan fenomena Global (pemana- San global)

7) Menjelaskan proses pemanasan global dan pengaruhnya pada lingkungan

34, 35, 36, 37, 38, 39,


(25)

3. Pedoman Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Instrumen ini merupakan catatan peneliti dan pedoman observasi dalam bentuk daftar cek yang digunakan untuk menjaring kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung. Catatan peneliti diperoleh secara langsung pada saat pembelajaran, sementara observasi selain dilakukan secara langsung juga dibantu dengan observasi dari rekaman video.

4. Pedoman Wawancara

Instrumen ini terdiri atas pertanyaan peneliti untuk menggali informasi mengenai penggunaan bahan ajar dan keterlaksanaan pembelajaran yang tidak dapat terjaring melaui observasi. Wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada perwakilan siswa sebanyak 5 orang di kelas eksperimen dan 5 orang di kelas kontrol yang selanjutnya digunakan untuk menunjang atau mendukung analisis temuan penelitian.

E. Uji Coba Instrumen

1. Analisis Hasil Uji Coba Tes Pilihan Ganda

Selanjutnya instrumen berupa soal literasi sains yang telah disusun dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, serta dosen ahli dalam bidang lingkungan, serta uji coba soal. Uji coba soal diberikan kepada siswa yang bukan subjek penelitian untuk dianalisis validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya.


(26)

a. Validitas Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien produk momen dengan rumus :

(

)( )

(

)

(

2 2

)

(

2

( )

2

)

Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ − =

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang

dikorelasikan. X = skor tiap butir soal. Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.

Nilai rxy yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan validitas butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.5. (Arikunto, 2007)

Tabel 3.5. Klasifikasi Validitas Butir Soal

Nilai rxy Kriteria

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat Rendah


(27)

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauhmana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah) walaupun di teskan pada situasi yang berbeda-beda (Munaf, 2001). Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan metoda belah dua (split half). Reliabilitas tes dapat dihitung dengan menggunakan perumusan :

r11 =

) 1 (

2 2 1 2 1

2 1 2 1 r r

+

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

r 2 1 2

1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Nilai r11 yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.6.( Arikunto,2007).

Tabel 3.6. Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah 0,00 < r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah


(28)

c. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut (Munaf, 2001). Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecdahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2007). Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan perumusan :

B P

JS

=

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Nilai P yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.7. (Arikunto, 2007).

Tabel 3.7. Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nilai P Kriteria

0,00 Terlalu Sukar

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar 0,31 ≤ P ≤ 0,70 Sedang

0,71 ≤ P < 1,00 Mudah


(29)

d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2007). Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan perumusan:

A B

A B A B

B B

DP P P

J J

= − = −

Keterangan :

DP = Daya pembeda butir soal

A

J = Banyaknya peserta kelompok atas

B

J = Banyaknya peserta kelompok bawah

A

B = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

B

B = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

A

P = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

B

P = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Nilai DP yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan daya pembeda butir soal dengan menggunakan kriteria pada tabel 3.8. (Arikunto, 2007)

Tabel 3.8. Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

Negatif Soal Dibuang

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik


(30)

Berdasarkan hasil uji coba maka didapatkan soal yang telah memenuhi kriteria soal yang baik dari aspek validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Rekapitulasi hasil uji coba soal pilihan ganda disajikan pada tabel 3.8.

Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Soal Pilihan Ganda

No Validitas Reliabilitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Ket Men

jadi no Indeks Tafsiran Inde

ks

Tafsiran Indeks Tafsiran Indeks Tafsiran

1 0,64 Tinggi 0.82 S. Tinggi 0,85 Mudah 0,54 Baik Dipakai 1

2 0,34 Rendah 0.82 S. Tinggi 0,37 Sedang 0,36 Cukup Tdk

dipakai -

3 0,66 Tinggi 0.82 S. Tinggi 0,82 Mudah 0,54 Baik Dipakai 2

4 0,45 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,60 Sedang 0,45 Baik Dipakai 3

5 0,09 S. rendah 0.82 S. Tinggi 0,25 Sukar 0,18 Jelek Tdk

Dipakai -

6 0,41 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,60 Sedang 0,54 Baik Dipakai 4

9 0,42 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,22 Sukar 0,45 Baik Dipakai 7

10 0 S. rendah 0.82 S. Tinggi 0,00 S.Sukar 0 Jelek Tdk

dipakai -

11 0,69 Tinggi 0.82 S. Tinggi 0,90 S.Mudah 0,36 Cukup Dipakai 8

12 0,35 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,75 Mudah 0,18 Jelek Dipakai 9

13 0,48 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,57 Sedang 0,54 Baik Dipakai 10

27 0,47 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,82 Mudah 0,36 Cukup Dipakai 24

28 0,40 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,47 Sedang 0,45 Baik Dipakai 25

29 0,47 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,55 Sedang 0,63 Baik Dipakai 26

30 0,11 S.Rendah 0.82 S. Tinggi 0,15 S.Sukar 0,18 Jelek Tdk

dipakai

31 0,62 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,90 S.Mudah 0,36 Cukup Dipakai 27

32 0,39 Rendah 0.82 S. Tinggi 0,77 Mudah 0,27 Cukup Dipakai 28

33 0,54 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,50 Sedang 0,81 Baik skl Dipakai 29

34 0,41 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,25 Sukar 0,45 Baik Dipakai 30

35 -0,04 S. rendah 0.82 S. Tinggi 0,15 S.Sukar -0,18 Soal

dibuang

Tdk dipakai

-

36 0,11 S.Rendah 0.82 S. Tinggi 0,37 Sedang 0,36 Cukup Tdk

dipakai -

37 0,39 Rendah 0.82 S. Tinggi 0,70 Sedang 0,36 Cukup Dipakai 31

38 0,44 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,37 Sedang 0,63 Baik Dipakai 32

39 0,41 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,45 Sedang 0,54 Baik Dipakai 33

40 0,41 Cukup 0.82 S. Tinggi 0,75 Mudah 0,18 Jelek Dipakai 34


(31)

Selanjutnya berdasarkan hasi uji coba soal maka soal yang digunakan dan telah disesuaikan nomornya disajikan pada tabel 3.

Tabel 3.9. Soal yang Literasi Sains yang Digunakan berdasarkan Indikator

2. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Skala Sikap

Instrumen sikap sains setelah diujicobakan kepada siswa selanjutnya dianalisis distribusi frekuensi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut dengan mengikuti langkah-langkah menurut Edwards (1957). Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran..

a. Pemberian Skor Pada Setiap Pernyataan

1) Setiap alternatif jawaban bagi tiap jawaban dihitung frekuensinya.

2) Menghitung proporsi frekuensi untuk setiap alternatif jawaban dibagi dengan banyaknya sampel uji coba.

No Indikator Pembelajaran

Butir Soal Nomor 1 Memprediksikan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat meningkatnya

populasi penduduk dan hubungannya dengan perubahan iklim

1, 2 2 Menjelaskan hubungan antara aktivitas manusia dengan perubahan iklim 3,4,7 3 Mengimplementasikan usaha untuk menanggulangi perubahan iklim 8,9 4 Mempertimbangkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi perubahan

iklim

10,24 5 Mengidentifikasi unsur kimia yang dapat menyebabkan perubahan iklim 25,26

6 Menghubungkan penggunaan unsur kimia dengan perubahan iklim 27,28,29

7 Menjelaskan proses pemanasan global dan pengaruhnya pada lingkungan 30, 31, 32, 33,34, 35


(32)

3) Menentukan proporsi kumulatif yang dilanjutkan dengan menghitung nilai tengah (midpoint). Proporsi kumulatif yaitu proporsi yang ada di bawah alternatif tertentu ditambah setengah kali proporsi berikutnya.

4) Menentukan nilai Z tabel berdasarkan nilai tengah proporsi kumulatif dari setiap alternatif jawaban.

b. Uji Daya Pembeda untuk Menyeleksi Butir Pernyataan

Butir-butir pernyataan yang diikutsertakan hanyalah butir-butir pernyataan yang baik. Suatu item pernyataan yang baik yaitu yang memiliki daya pembeda yang tinggi. Untuk memperoleh pernyataan yang baik setiap pernyataan yang telah terpilih sebelumnya di uji dengan menggunakan t-test. Langkah-langkah penyeleksian item skala sikap, yaitu:

1) Menentukan kelompok atas dan kelompok bawah dengan ketentuan masing-masing kelompok dipilih sebanyak 27% dari jumlah siswa yang telah diurutkan dari perolehan skor skala sikapnya dari tertinggi sampai terendah.

2) Membuat tabulasi terhadap distribusi jawaban pada setiap kategori respon setiap pernyataan.

3) Menentukan perbedaan rata-rata skor pernyataan antara kedua kelompok dengan menggunakan formula t-test.

4) Membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel maka pernyataan digunakan.


(33)

Berdasarkan analisis uji coba pernyataan sikap, dari 17 pernyataan diperoleh 15 pernyataan yang memenuhi kriteria skala sikap yang baik. Butir pernyataan terdiri dari 8 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif. Adapun rekapitulasi skala sikap disajikan pada tabel 3.10.

Tabel 3.10. Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Sikap Sains

Soal No

sifat pernyataan Skor Daya pembeda

t hitung

keputusan positif Negatif SS S TS STS (0,95)(40)

7 √ 3 2 1 0 2.042 1.68 dipakai

8 √ 3 2 1 0 1.728 1.68 dipakai

14 √ 0 1 2 3 2.690 1.68 dipakai

15 √ 0 1 2 4 1.807 1.68 dipakai

16 √ 3 2 1 0 6.931 1.68 dipakai

17 √ 3 2 0 0 1.807 1.68 dipakai

18 √ 0 1 2 3 3.842 1.68 dipakai

19 √ 0 1 3 4 2.982 1.68 dipakai

20 √ 0 1 2 4 2.283 1.68 dipakai

21 √ 3 2 1 0 3.692 1.68 dipakai

22 √ 0 1 2 4 1.809 1.68 Dipakai

23 √ 0 0 0 0 tdk dihitung 1.68 tdk dipakai

24 √ 3 2 1 0 1.886 1.68 Dipakai

25 √ 0 1 2 4 2.084 1.68 Dipakai

26 √ 1 0 0 0 tdk dihitung 1.68 tdk dipakai

27 √ 3 2 1 0 2.000 1.68 Dipakai

28 √ 3 2 1 0 1.890 1.68 Dipakai

F. Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi empat langkah yaitu: studi literatur, persiapan, implementasi, kemudian diakhiri dengan analisis hasil dan penyusunan laporan.


(34)

Studi literatur dilakukan untuk mencari teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis multimedia interaktif, model pembelajaran STL, dan dan literasi sains. Studi juga dilakukan untuk mengkaji temuan-temuan penelitian sebelumnya. Selain itu juga dilakukan studi terhadap Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan indikator-indikator pembelajaran IPA terpadu SMP Biologi-Fisika-Kimia yang disandingkan dengan indikator literasi sains yang berhubungan dengan materi perubahan iklim. Hasil studi literatur selanjutnya digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan bahan ajar berbasis multimedia interaktif.

2. Pengembangan Peta Konsekuensi

Pada peta konsekuensi terangkum keseluruhan pembelajaran STL yang akan dilaksanakan. Diawali dari tema “Bagaimana Mengurangi Perubahan Iklim dalam Kehidupan Kita”, peta konsep mengenai rangkuman materi, diakhiri dengan pengambilan keputusan guna melakukan tindakan yang tepat dalam usaha pemecahan masalah untuk mengurangi perubahan iklim.

3. Perancangan Multi Media Interaktif dan Instrumen Penelitian

Hasil-hasil yang diperoleh dari studi pendahuluan dan literatur digunakan untuk merancang produk awal (draft) multimedia interaktif dibuat berdasarkan hasil-hasil analisis terhadap SK, KD, indikator-indikator, dan tujuan pembelajaran. MMI dirancang agar kemampuan literasi sains yang diharapkan muncul setelah pembelajaran. Program MMI dalam penelitian ini disusun berdasarkan tujuan produk


(35)

penelitian, dalam hal ini kemampuan literasi sains. Tahap-tahap penyusunan Program MMI yang akan dilakukan adalah:

a. Mengumpulkan bahan atau materi mengenai perubahan iklim yang diperlukan dalam pembuatan multimedia. Bahan bisa berupa gambar, suara, video, dan musik yang diambil dari berbagai sumber.

b. Melakukan langkah yang diadaptasi dari Anwar (2010), yakni proses seleksi, strukturisasi, karakterisasi, dan reduksi.

1) Pada proses seleksi pertama kali yang dilakukan adalah pengumpulan bahan ajar dari berbagai sumber antara lain dari buku Perguruan Tinggi atau buku teks mengenai perubahan iklim. Buku utama yang digunakan adalah Buku Biologi 8th (Campbell, 2008), ditambah dengan buku rujukan lain yang khusus membahas perubahan iklim serta buku paket IPA SMP. Selain buku digunakan juga materi didapatkan dari internet, koran, dan berita televisi. Materi-materi yang terkumpul selanjutnya diseleksi agar memperoleh kriteria sebagai berikut: a) Esensial dan sesuai dengan pokok bahasan/topik/tema bahan kajian yang akan diajarkan, b) Memiliki kesesuaian dengan tingkat perkembangan psikologis maupun tingkat berfikir siswa, c) memungkinkan siswa dapat mengembangkan pola belajar yang mampu meningkatkan potensi yang ada pada diri siswa, d) mempertimbangkan waktu penyampaian atau jumlah bahan ajar.


(36)

2) Berdasarkan sumber yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan proses strukturisasi, berupa pemetaan konsep-konsep bahan ajar yang disusun secara terstruktur dan sistematis dalam satu pokok bahasan. Hal yang dilakukan adalah menentukan proposisi mikro dari sumber ajar yang telah diseleksi. Beberapa proposisi mikro yang senada kemudian disatukan menjadi proposisi makro. Proposisi makro dan mikro kemudian dibentuk menjadi struktur makro.

3) Tahapan selanjutnya dilakukan tahap karakterisasi. Pada tahap ini bahan ajar dianalisis setiap konsep. Selanjutnya ditentukan mana yang lebih sederhana, yang lebih dekat dengan kehidupan siswa, yang kongkret, kemudian perlahan-lahan tingkat kesulitannya ditingkatkan dengan maksud agar motivasi siswa dibangun pada saat mempelajari bahan ajar.

4) Tahapan selanjutnya adalah reduksi. Tahapan ini menurut Anwar (dalam Anwar 2010), disebut dengan tahapan reduksi didaktik yang terbagi menjadi delapan cara, namun yang dilakukan pada penelitian ini hanya 4 cara yang digunakan yakni:

a) Kembali pada tahap kualitatif, yakni eksplanasi akan lebih mudah jika disajikan dalam bentuk kata-kata (kualitatif) dibandingkan dalam bentuk angka (kuantitatif).

b) Pengabaian, yakni mengabaikan hal yang dianggap rumit dengan pemikiran yang lebih mudah difahami.


(37)

d) Penggunaan analogi, yakni mengubah hal-hal yang bersifat abstrak menjadi relatif lebih konkret.

5. Menyusun materi ajar dan format evaluasi yang akan disajikan dalam program MMI dalam bentuk storyboard. Storyboard dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing. Bahan ajar yang dibuat merupakan bahan ajar yang diharapkan mampu meningkatkan literasi sains. Model bahan ajar berbasis literasi sains mengemukakan Kompetensi dan Standar Kompetensi, isi bahan ajar merupakan integrasi ketiga dimensi literasi sains (dimensi konten, dimensi konteks, dan dimensi proses), memuat tugas-tugas atau kegiatan, menyajikan ilustrasi atau gambar, dan mencantumkan sumber/ literatur/ kepustakaan. (Wulan, dkk., 2010).

6. Storyboard selanjutnya direalisasikan dalam bentuk program Multimedia Interaktif. Karakteristik bahan ajar berbasis Multimedia Interaktif antara lain pada bahan ajar tersebut terdapat unsur-unsur objek yang meliputi teks, gambar, suara, animasi dan video. Selain objek juga terdapat hotkey misalnya tombol next untuk menuju slide selanjutnya atau home untuk menuju menu utama. Kemudian terdapat hyperlink yang apabila di klik akan menuju pada menu lain yang berhubungan atau berkesuaian. Bahan ajar dibuat sebanyak 2 buah untuk pertemuan pertama dan kedua. Secara lebih rinci akan dijelaskan fitur-fitur dan flowchart penggunaan multimedia interaktif.


(38)

1) Slide judul

2) Slide pendahuluan, pada pertemuan pertama menampilkan menu utama yang terdiri dari tombol pendahuluan, kompetensi, materi, latihan, dan link internet. Menu materi terdiri dari sub materi:

a) Pengertian perubahan iklim b) Fenomena kepadatan populasi

c) Pengaruh peningkatan penduduk terhadap lingkungan d) Dampak perubahan iklim.

Pada pertemuan kedua yang berbeda hanya materinya yakni: a) Efek Rumah Kaca

b) Jenis-jenis GRK c) Sumber GRK

d) Hubungan kenaikan GRK dan Kenaikan suhu

e) Pengaruh pemanasan global terhadap perubahan iklim.

3) Slide selanjutnya merupakan slide yang berisi materi, gambar, animasi, latihan yang dapat member umpan balik, serta link internet. Contoh dari tampilan multimedia disajikan pada Gambar 3.1. Sementara untuk Multimedia yang lengkap disajikan pada Lampiran 4.

4) Flow chart penggunaan multimedia interaktif.

Merupakan suatu bagan alir yang menunjukkan tahap-tahap penggunaan multimedia interaktif. Bagan ini disajikan pada gambar 3.2 dan 3.3.


(39)

Gambar 3.1. Tampilan Fitur pada Multimedia Interaktif

7. Pembuatan Bahan ajar cetak

Bahan ajar cetak merupakan bahan ajar multimedia interaktif yang dibuat dalam bentuk print out. Semua isinya sama hanya ada beberapa perbedaan yakni tidak ada suara, animasi dan video diganti dengan gambar-gambar yang merupakan tahapan gambar dari animasi dan video pada multimedia interaktif. Untuk cek soal digunakan satu lembar kertas yang disimpan di lembar paling belakang bahan ajar dan dapat dilihat setelah siswa selesai mengerjakan semua latihan. Contoh pengubahan dari bahan ajar multimedia interaktif ke bahan ajar cetak disajikan pada gambar 3.4

8. Implementasi

Bahan ajar kemudian diimplementasikan pada pembelajaran materi tema Perubahan Iklim pada kelas VIII SMP N X di Cimahi. Adapun prosedur yang ditempuh pada tahap ini yaitu:

Setiap slide dilengkapi menu yang dapat diakses

Menuju menu utama

Salah satu animasi

Animasi/video dilengkapi tombol

play, pause, stop, dan waktu putar

Menuju tugas yang berhubungan

dengan slide Kembali ke slide


(40)

a) Melaksanakan tes awal di kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat literasi sains siswa sebelum diberikan pembelajaran.

b) Melaksanakan kegiatan pembelajaran tema Perubahan Iklim menggunakan model pembelajaran gabungan dari STL dan IPA terpadu. Pada kelas eksperimen bahan ajar yang digunakan berbasis multimedia interaktif, pada kelas kontrol menggunakan bahan ajar cetak.

c) Memberikan tes akhir pada siswa untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa setelah mengikuti pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Mulai Menu

utama pendahuluan Kompetensi Tayangan Video Contact phase Materi Latihan Latihan 1 Pengertian Perubahan Iklim Fenomena kepadatan Populasi Pengaruh peningkatan Penduduk terhadap Lingkungan

Dampak Perubahan Iklim

video Link internet Cek soal Pertanyaan Curiosity phase ta

Animasi Latihan

2

Gambar dan teks

Latihan 3 Cek

soal Cek soal E la b o ra ti o n a n d a x p lo ra ti o n p h a se

Gambar 3.2. Flow chart Penggunaan Bahan Ajar Multimedia Interaktif Perubahan Iklim Pertemuan I


(41)

Pada pertemuan pertama terdapat tiga tahapan pembelajaran yang dilalui yakni tahap kontak, curiosity, serta tahapan ekplorasi dan elaborasi. Materi berhubungan langsung dengan latihan yang masing-maaing dapat di cek langsung benar atau salah nya oleh siswa.

Gambar 3.3. Flow chart Penggunaan Bahan Ajar Multimedia Interaktif Perubahan Iklim Pertemuan 2

Mulai Menu

utama pendahuluan Kompetensi Mengingatkan materi sebelumnya Materi Latihan Latihan 1 Efek rumah kaca

Jenis-jenis GRK

Sumber GRK

Hubungan kenaikan GRK dan kenaikan suhu

Teks tabel Link internet Cek soal Teks dan grafik Latihan 2 Gambar dan teks

Latihan 3 Cek

soal Cek soal Pengaruh pemanasan Global terhadap perubahan Iklim Animasi

dan teks Latihan 1

Cek soal Teks tabel E la b o ra ti o n a n d a x p lo ra ti o n p h a se


(42)

Gambar 3.4. Pengubahan dari bahan ajar Muktimedia interaktif ke bahan ajar cetak

Pada pertemuan kedua hanya terdapat satu tahapan pembelajaran yang dilalui yakni ekplorasi dan elaborasi. Materi berhubungan langsung dengan latihan yang masing-maaing dapat di cek langsung benar atau salah nya oleh siswa.

Adapun secara rinci kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan guru dan siswa dijabarkan dalam Tabel 3.11.

Dst.. Bahan ajar multimedia interaktif

mengenai proses terjadinya efek rumah kaca


(43)

Tabel 3.11. Rincian Kegiatan Pembelajaran di Kelas Eksperimen dan Pembanding Pert- Ke (wkt) Tahap pemb

Kelas eksperimen Kelas Pembanding

Guru Siswa Guru Siswa

40’ Tes awal Memberi tes awal Mengerjakan tes

awal

Memberi tes awal Mengerjakan tes awal 1 (80’) Tahap kontak, kuriositi elaborasi eksplorasi Menjadi fasilitator yang bertugas membimbing siswa

Siswa belajar

mengunakan bahan

ajar berbasis

multimedia interaktif

Menjadi fasilitator yang bertugas membimbing siswa

Siswa belajar mengunakan dengan bahan ajar cetak 2 (80’) Tahap ekplorasi elaborasi Menjadi fasilitator yang bertugas membimbing siswa

Siswa belajar

mengunakan bahan

ajar berbasis

multimedia interaktif

Menjadi fasilitator yang bertugas membimbing siswa

Siswa belajar mengunakan bahan ajar cetak 3 (80’) Tahap pengambil an keputusan, pengemba ngan konsep Membimbing diskusi

Melakukan diskusi untuk mengambil keputusan

Membimbing diskusi

Melakukan diskusi untuk mengambil keputusan

40’ Tes akhir Memberikan tes akhir, melakukan wawancara

Mengerjakan tes akhir, beberapa

orang siwa

menjawab wawancara

Memberikan tes akhir, melakukan wawancara

Mengerjakan tes akhir, beberapa

orang siwa

menjawab wawancara

9. Analisis dan Interpretasi Data

Data hasil implementasi bahan ajar yang berupa skor tes awal dan tes akhir literasi sains, lembar observasi dan hasil wawancara kemudian dianalisis dan interpretasikan. Untuk data kuantitatif diolah secara statistik inferensial dengan menggunakan program SPSS 16 , data kualitatif diolah secara deskriptif.


(44)

G. Alur Penelitian Studi standar isi mapel

IPA SMP Studi Literasi Sains Studi MMI

Analisis Konten dan konteks pembelajaran

Analisis Indikator Literasi Sains

Penyusunan Storyboard

Pembuatan Program MMI Penyusunan Instrumen

Judgement, uji coba, revisi

Pelaksanaan

Kelas Eksperimen

Tes awal

Bahan ajar MMI

Tes akhir, angket, dan wawancara

Analisis data

Temuan Kesimpulan

Kelas Pembanding

Tes awal

Bahan ajar cetak

Tes akhir, angket, dan wawancara

diterima ditolak

diterima

ditolak

Observasi Observasi


(45)

H. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data Kuantitatif diperoleh dari skor tes siswa yang terdiri dari skor tes awal dan tes akhir. Data Kualitatif meliputi: 1) aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran gabungan STL dan IPA terpadu. Data ini diperoleh melalui observasi dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi keterlaksaan model pembelajaran. 2) Tanggapan siswa terhadap pembelajaran dan bahan ajar. Data ini diperoleh melalui wawancara.

1. Teknik Pengolahan Data

a. Skor Tes

Dalam penelitian ini, data skor tes digunakan untuk mengukur literasi sains siswa. Skor tes ini berasal dari nilai tes awal dan tes akhir. Pengolahan data yang dilakukan untuk masing-masing nilai tes (tes penguasaan konsep dan tes keterampilan berpikir kritis) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

b. Pemberian Skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar.


(46)

c. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi (N-Gain)

Keunggulan/tingkat efektivitas model pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan penguasaan konsep fisika dan keterampilan berpikir kritis siswa akan ditinjau dari perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (normalized gain) yang dicapai kelas eksperimen dan kelas kontrol (Meltzer, 2002 dalam Nurhasanah, 2007). Untuk perhitungan nilai gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan (Hake, 1997) sebagai berikut :

1) Gain yang dinormalisasi setiap siswa (g) didefinisikan sebagai:

(% % )

%

% (100 % )

f i

maks i

S S

G g

G S

= =

Keterangan :

g = gain yang dinormalisasi G = gain aktual

Gmaks= gain maksimum yang mungkin terjadi

Sf = skor tes akhir

Si = skor tes awal

2) Nilai g yang diperoleh diinterpretasikan dengan klasifikasi pada tabel 3.12.

Tabel 3.12 .Interpretasi Nilai Gain yang Dinormalisasi Nilai 〈〈〈〈g〉〉〉〉 Klasifikasi

〈g〉≥ 0,7 Tinggi

0,7 > 〈g〉≥ 0,3 Sedang


(47)

d. Pengujian Hipotesis

Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenani populasi, umumnya mengenai parameter populasi, maka hipotesis itu disebut hipotesis statistik. Dan hipotesis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hipotesis statistik. Sedangkan Pengujian hipotesis adalah langkah atau prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis (Sudjana, 2005).

Secara umum pengujian hipotesis statistik bisa dilakukan dengan uji statistik parametrik dan uji statistik non-parametrik. Tetapi uji statistik parametrik merupakan suatu pengujian yang paling kuat, dan hanya boleh digunakan bila asumsi-asumsi statistiknya telah dipenuhi (Panggabean, 1996). Asumsi ini didasarkan pada populasi yang terdistribusi normal. Tetapi jika asumsi distribusi normal tidak terpenuhi, uji statistik parametrik tidak dapat digunakan. Sebagai gantinya dipakai uji statistik non-parametrik. Untuk menentukan pengujian statistik yang mana yang tepat untuk digunakan, maka kita harus lakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi dari populasi.

1) Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov. Hasil uji normalitas menunjukkan data terdistribusi dengan normal atau tidak. Jika taraf signifikansi hasil


(48)

perhitungan lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Dalam perhitungan ini tahap nyata yang digunakan adalah 0,05. Uji normalitas dilakukan pada skor tes awal, skor tes akhir dan N-Gain.

2) Uji Homogenitas

Setelah diketahui data berdistribusi normal maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene dari SPSS versi 16.0, dengan H0 yaitu skor di kedua kelompok memiliki variansi homogen melawan

H1 bahwa skor di kedua kelompok memiliki variansi tidak homogen. Dengan dasar

pengambilan keputusan yaitu, jika probabilitas (signifikansi) > α maka H0 diterima,

sedangkan jika probabilitas (signifikansi) < α maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3) Uji perbandingan dua rerata

Untuk uji perbandingan dua rerata dilakukan uji t. Uji t dilakukan untuk mengetahui peningkatan literasi sains terjadi secara signifikan atau tidak. Uji t dilakukan terhadap nilai N-Gain penguasaan konsep oleh siswa pada setiap indikator.

Lebih lanjut untuk menguji signifikansi (kebermaknaan) literasi sains digunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diberi perlakuan

bahan ajar berbasis multimedia interaktif dengan siswa yang diberi perlakuan bahan ajar cetak.


(49)

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diberi perlakuan bahan

ajar berbasis multimedia interaktif dengan siswa yang diberi perlakuan bahan ajar cetak.

Uji t dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 uji independent sample t test. Uji t dilakukan karena merupakan sampel kecil (kurang dari 100) (Wahyudin, 2009). Jika nilai taraf signifikansi yang lebih kecil dari taraf nyata atau nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan terjadi secara signifikan dan berarti juga H0 ditolak dan H1 diterima.

5) Data Wawancara dan Lembar Observasi

Analisis data observasi dan wawancara. Data hasil observasi dan wawancara dideskripsikan.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil mengenai bahan ajar berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan literasi literasi sains siswa pada tema Perubahan Iklim. Karakteristik khas dari bahan ajar ini yakni menampilkan 3 tahap dari pembelajaran literasi sains dan teknologi (STL) yakni: 1) Contact phase, berupa cuplikan video mengenai bencana yang diakibatkan perubahan iklim, 2) Curiosity Phase, berupa pertanyaan bagaimana cara mengatasi perubahan iklim, 3) Elaboration and Exploration phase, berupa kegiatan siswa mempelajari materi yang ada pada bahan ajar termasuk latihan-latihan yang ada di dalamnya. Bahan ajar perubahan iklim ini juga menampilkan Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi, terdiri dari integrasi ketiga dimensi literasi sains (dimensi konten, dimensi konteks, dan dimensi proses), menyajikan ilustrasi, gambar, serta animasi dan mencantumkan sumber/ literatur/ kepustakaan.

Keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran IPA terpadu yang menggunakan kerangka dan prinsip-prinsip pembelajaran STL terlaksana dengan baik yakni semua siswa melaksanakan kegiatan yang relevan pada semua tahapan pembelajaran (tahap 1-5). Berdasarkan tanggapan dari sebagian besar siswa menganggap model pembelajaran ini menarik karena mereka lebih diajak untuk


(51)

berfikir dibandingkan hanya dengan diterangkan oleh guru sehingga lebih ingat dan lebih paham terhadap materi.

Pada penelitian ini juga terjadi peningkatan literasi sains siswa setelah implementasi bahan ajar berbasis multimedia interaktif di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan terlihat dari nilai N-gain di kelas eksperimen sebesar 0,39 (berada pada kategori sedang) dan di kelas kontrol sebesar 0,20 (berada pada kategori rendah). Hasil uji t menunjukan terdapat adanya perbedaan hasil antara di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa literasi sains siswa di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan di kelas kontrol.

B. Keterbatasan

Peneliti menyadari penelitian ini belum sempurna, sebab walaupun penelitian ini telah dilakukan secara optimal dengan menekan seminimal mungkin bias yang terjadi namun faktor kesalahan manusia tidak dihindari. Ketidaksempurnaan penelitian ini Nampak dari beberapa hal, yaitu:

1. Observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan hanya terbatas pada catatan peneliti dan rekaman yang berasal dari 1 buah handycam dan tidak dilibatkan observer, sehingga aspek-aspek penting yang muncul dalam keterlaksanaan pembelajaran tidak bisa diamati secara utuh.

2. Tanggapan siswa terhadap bahan ajar dan keterlaksanaan pembelajaran hanya dilakukan melalui wawancara sebanyak 7 butir pertanyaan terhadap 5 orang siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(52)

3. Penggunaan satu buah komputer oleh dua orang siswa, sehingga siswa kurang bisa mengeksplorasi bahan ajar secara maksimal.

C. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai masukan kepada guru maupun peneliti lain yang tertarik untuk mengembangkan multimedia pembelajaran.

1. Saran Bagi Guru Biologi SMP

Pembelajaran multimedia interaktif menekankan kepada aktivitas siswa oleh karena itu sebaiknya guru melaksanakan pembelajaran dalam laboratorium komputer yang dilengkapi dengan sejumlah komputer sesuai dengan jumlah siswa. Selain itu tema yang dipilih harus disesuaikan dengan karakteristik MMI. Pada saat akan melaksanakan pembelajaran berbasis multimedia interaktif perlu dipastikan terlebih dahulu tentang pengetahuan dasar guru dalam menggunakan MMI oleh peneliti, dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan literasi sains siswa.

2. Saran Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis, untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan media dan metode yang lebih bervariasi. Misanya dengan menggunakan media virtual laboratorium. Metode pembelajaran dicobakan pembelajaran berbasis STL yang digabungkan dengan praktikum, pembelajaran berbasis masalah, atau inkuiri.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y. H. (2007). Analisis Buku Ajar Sains Berdasarkan Literasi Ilmiah sebagai Dasar untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi). Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Almunawar, M. (2000). Sistem Penulisan Modul Pendidikan dan Latihan Penulisan Modul Bahan Ajar Mandiri. Pustekom Depdiknas.

Alumn, N. (2009). Science Literacy: Encyclopedia of Science and Technology Communication. Sage Publication.

Anwar, S. (2010). Pengolahan Bahan Ajar. Bandung: Program PPs UPI.

Arifin, M, et al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Campbell, N. A., Reece., and Mitchell. (2008). Biologi 3. Jakarta: Erlangga. Chiapetta, E.L., Fillman, D.A., and Sethna G.J., (1991). A. Method to Quantify Major

Themes of Scientific Literacy in Science Textbooks, Journal of Research in Science Teaching, 28 (28):713-725.

Dahar, R W. (2005). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (1996). Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdiknas

Ekohariadi. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 tahun. Surabaya FT UNS: Tidak diterbitkan.

Faiz, P. A. (2009) Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu Kajian Berprerspektif Hukum Konstitusi. [online]. Tersedia www.theceli.com/index.php?option=com_docman. [14 Juni 2010].

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.


(54)

Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Hazen, M. R. (2002). Why Should you be Scietintifically Literate?. [Online].

Tersedia: www.actionbioscience.org/.../hazen.html. [12 Desember 2009, 21:09].

Holbrook, J. (1998).” A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO. Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education

International, 6 (1), 1-12

Hurd, P. D. H. (1998). Scientific Literacy: New Minds for a changing World. USA: John Willey and Sons

Jasmin, F. (2009). Sekilas tentang Perubahan Iklim. [online]. Tersedia http://unfccc.int/files/meetings/cop_13/press/application/pdf/sekilas_tentang _perubahan_iklim.pdf [14 Juni 2010, 14:30]

Kariadinata, R. (2011). Penerapan Pembelajaran berbasis Teknologi Multimedia. Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya. [online] Tersedia: http://educare.e-fkipunla.net [3 Agustus 2011]

Laugksch. (2009). Scientific Litaeracy; A Conceptual Overview. School of Educational University of Cape Town Private Bag. 7701. Rondebocsh South Africa.

Lowe, R. K. (2003). “Animation and Learning: Selective Processive of Information in Dynamic Graphics.” Learning and Instruction, 13, 157-156.

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning: The Role of Modality and Continguity. Journal of Educational Psichology, 1999, vol 1, no. 2, 358-386.

Meyer, E & Moreno. R. (1998). Visual Presentation in Multimedia Learning:

Condition that Overload Visual Working Memory. Santa Barbara: University of California

Munir. (2001) Aplikasi Proses Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Jurnal Mimbar Pendidikan. Vol 3 tahun XX.


(55)

Nentwig, P. et al. (2002). Chemie in Context from Situated Learning in relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG, Kiel Jerman.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Grasindo Nurhadiyanti, (2008). Pembelajaran IPA Terpadu pada Tema Sampah dan Usaha

Penanggulangannya untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

NRC (National Research Council). (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academy Press.

OECD. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow – Further Results from PISA (2000).Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework. Key Competencies in Reading, Mathematics. and Science. Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

OECD. (2009). PISA 2009 Result. Executive Summary. Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

Phing, B. S. (2007). Interactive Multimedia Learning: Student Attitude and Learning Impact in an Animation Course. The Turkish Online Journal of Educational Technology vol 6 issue 4 Article 3.

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Puspita, G. N. (2008). Penggunaan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Konsep Reproduksi Hewan untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik dan Berfikir Kritis Siswa Kelas IX. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y. H. (2007). Analisis Buku Ajar Sains Berdasarkan Literasi Ilmiah sebagai Dasar untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi). Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Almunawar, M. (2000). Sistem Penulisan Modul Pendidikan dan Latihan Penulisan Modul Bahan Ajar Mandiri. Pustekom Depdiknas.

Alumn, N. (2009). Science Literacy: Encyclopedia of Science and Technology Communication. Sage Publication.

Anwar, S. (2010). Pengolahan Bahan Ajar. Bandung: Program PPs UPI.

Arifin, M, et al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Campbell, N. A., Reece., and Mitchell. (2008). Biologi 3. Jakarta: Erlangga. Chiapetta, E.L., Fillman, D.A., and Sethna G.J., (1991). A. Method to Quantify Major

Themes of Scientific Literacy in Science Textbooks, Journal of Research in Science Teaching, 28 (28):713-725.

Dahar, R W. (2005). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (1996). Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdiknas

Ekohariadi. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 tahun. Surabaya FT UNS: Tidak diterbitkan.

Faiz, P. A. (2009) Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu Kajian Berprerspektif Hukum Konstitusi. [online]. Tersedia www.theceli.com/index.php?option=com_docman. [14 Juni 2010].

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.


(2)

Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Hazen, M. R. (2002). Why Should you be Scietintifically Literate?. [Online].

Tersedia: www.actionbioscience.org/.../hazen.html. [12 Desember 2009, 21:09].

Holbrook, J. (1998).” A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO. Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education

International, 6 (1), 1-12

Hurd, P. D. H. (1998). Scientific Literacy: New Minds for a changing World. USA: John Willey and Sons

Jasmin, F. (2009). Sekilas tentang Perubahan Iklim. [online]. Tersedia http://unfccc.int/files/meetings/cop_13/press/application/pdf/sekilas_tentang _perubahan_iklim.pdf [14 Juni 2010, 14:30]

Kariadinata, R. (2011). Penerapan Pembelajaran berbasis Teknologi Multimedia. Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya. [online] Tersedia: http://educare.e-fkipunla.net [3 Agustus 2011]

Laugksch. (2009). Scientific Litaeracy; A Conceptual Overview. School of Educational University of Cape Town Private Bag. 7701. Rondebocsh South Africa.

Lowe, R. K. (2003). “Animation and Learning: Selective Processive of Information in Dynamic Graphics.” Learning and Instruction, 13, 157-156.

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning: The Role of Modality and Continguity. Journal of Educational Psichology, 1999, vol 1, no. 2, 358-386.

Meyer, E & Moreno. R. (1998). Visual Presentation in Multimedia Learning:

Condition that Overload Visual Working Memory. Santa Barbara: University of California

Munir. (2001) Aplikasi Proses Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Jurnal Mimbar Pendidikan. Vol 3 tahun XX.


(3)

Nentwig, P. et al. (2002). Chemie in Context from Situated Learning in relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG, Kiel Jerman.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Grasindo Nurhadiyanti, (2008). Pembelajaran IPA Terpadu pada Tema Sampah dan Usaha

Penanggulangannya untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

NRC (National Research Council). (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academy Press.

OECD. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow – Further Results from PISA (2000).Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework. Key Competencies in Reading, Mathematics. and Science. Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

OECD. (2009). PISA 2009 Result. Executive Summary. Organisation for Economic Co-operation & Development & Unesco Institute for Statistics.

Phing, B. S. (2007). Interactive Multimedia Learning: Student Attitude and Learning Impact in an Animation Course. The Turkish Online Journal of Educational Technology vol 6 issue 4 Article 3.

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Puspita, G. N. (2008). Penggunaan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Konsep Reproduksi Hewan untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Generik dan Berfikir Kritis Siswa Kelas IX. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(4)

Retmana, Lies. (2010). Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rustaman, N. Firman, H., dan Kardiawarman. (2004). Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sains. Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas. Rustaman, N. (2004). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003. [Online]:

Tersedia: literasi_sains%20anak%20Indonesia%20

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

Rustaman, N. et al. (2009). Laporan Hasil Kajian: Analisis Konten dan Capaian Sains Siswa Indonesia dalam TIMMS. Puskur Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.

Runtinah. (2008). Pembelajaran Berbasis Literasi Sains dan Teknologi pada Materi Pokok Perubahan Materi di SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Ruthetford, F. J. & Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans: Scientific Literacy. New York: Oxford University Press.

Sigit, et al. (2008). Pengembangan Pembelajaran dengan Menggunakan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran yang Berkualitas. Tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Smasal, et al. (2006) Promoting Science Through Inquiry. Helping Students Develop, Conduct, and Share Research Projects. Iowa science Teachers Journal Vol 33. (Online). Tersedia http://ists.pls.uni.edu/istj/issues/33/1_winter_06/. [5 Juni 2010].

Subhan. (2010). Penggunaan Multimedia Interaktif Berbasis Literasi Sains dan Teknologi pada Pembelajaran IPA Terpadu dengan Tema Pengaruh Zat Adiktif dan Psikotropika. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sudjana., (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito


(5)

Sumartati, L. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu Pada Tema Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kerja Ginjal untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa MTs. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sulistyowati, E. (2009). Apakah Perbedaan Bahan Ajar dan Sumber Belajar. [online]. Tersedia: www.scribd.com/doc/17530363. [19 Januari 2010] Suwondo., (2008). Model Pembelajaran MMI Gelombang Elektromagnetik untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berfikir Rasional Siswa. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Shwartz,Y., Ben-Zvi, R. dan Hofstein, A. (2006).” The Use of Scientific Literacy Taxonomy for assessing the development of chemical Literacy among high-shool Students”. Chemical Education Research and Practice, 7(4), 203-225. Tapilouw, et al. (2007). Analisis Pembelajaran Biologi Berbasis Multimedia

Interaktif (MMI) pada Berbagai Jenjang pendidikan. Proseding seminar pendididkan IPA 1 Sps UPI bandung: tidak diterbitkan [Online}. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA

Tausend of , J. Y (2008). Effect of Interactive Multimedia in E-Learning on Learner and development. [online]. Tersedia: http://www.ifets.info/journals/9_2/9.pdf Tay, V.(2000). Multimedia : Making It Work. New York : Osborne / Mc.Graw Hill. Toharudin, U. (2010). Membangun Literasi Sains Siswa: Panduan Praktis dalam

Menyusun Bahan Ajar Sains. Sps UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu, Konsep Strategi dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

Wulan, A. R., et al. (2010). Pengembangan Model Bahan Ajar Biologi Berbasis Literasi Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam memecahkan masalah lingkungan. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

West, J. et al., (2010). Science Literacy: Is Clasroom Instruction Enough?. National Forum of Teacher Educatuonal Journal vol 10 No3.2010.


(6)

Yusuf, S. (2008). Perbandingan Gender dalam Prestasi Literasi Siswa Indonesia.

[online].Tersedia:http://suhendrayusuf.blogspot.com/2008/02/literasi-membaca-siswa indonesia.html [9 des 2009].

______., (2009). The Essential Principles of Climate Sciences. [online]. Tersedia: www.global.change.gov. [ 5 Juni 2011]