PENDAHULUAN Optimasi Formula Chewable Lozenges Penangkap Radikal Bebas Kombinasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Dan Madu.

1
 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekstrak kulit manggis dan madu kebanyakan diproduksi dalam bentuk
sediaan kapsul, serbuk, sirup, dan tablet konvensional (tablet telan). Dalam
penelitian ini akan dibuat sediaan chewable lozenges sebagai inovasi sediaan.
Alasan dipilihnya sediaan chewable lozenges karena mudah dalam penggunaan
(hanya dikunyah dan cepat melarut di dalam mukosa mulut) sehingga cocok untuk
pasien pediatrik/anak-anak (Allen, 2002). Basis yang biasanya digunakan dalam
pembuatan chewable lozenges adalah gelatin dan gliserin. Keuntungan
menggunakan gelatin sebagai basis adalah untuk menambah kekenyalan sediaan.
Namun semakin tinggi konsentrasi gelatin akan meningkatkan kekerasan sediaan.
Keuntungan menggunakan gliserin sebagai basis dapat menambah kekentalan
basis dan menaikkan kelarutan dari gelatin tetapi semakin tinggi konsentrasi
gliserin maka sediaan akan menjadi lembek. Hal tersebut terbukti pada formulasi
sediaan chewable lozenges yang mengandung ekstrak kemangi (Sesella, 2011).
Gelatin dan gliserin bila dikombinasikan akan menjadi basis yang baik
untuk sediaan chewable lozenges. Akan tetapi permasalahannya adalah berapakah

konsentrasi perbandingan gelatin dan gliserin yang optimal agar menghasilkan
sediaan chewable lozenges dengan sifat fisik yang baik dan apakah penggunaan
basis tersebut akan mempengaruhi aktivitas penangkap radikal bebas dari ekstrak
yang terkandung di dalamnya.
Kulit manggis (Garcinia mangostana L.) menurut penelitian Jung (2006)
telah diketahui memiliki khasiat sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung senyawa turunan ksanton yaitu 8-hydroxycudraxanthone G,
cudraxanthone G, 8-deoxygartanin, garcimangosone B, garcinone, garcinone E,
gartanin, 1-isomangostin, α-mangostin,

-mangostin, gartanin, deoksigartanin,

garsinon-E, smeathxanthone A, dan tovophyllin A. Hasil penelitian aktivitas
penangkap radikal ekstrak kulit manggis oleh Weecharangsan et al., (2006)
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) menunjukkan bahwa
1
 

 


2
 

ekstrak kulit manggis mempunyai potensi sebagai penangkap radikal bebas
dengan nilai IC50 30,76±1,66 µg/mL untuk ekstrak etanol dan IC50 34,98±2,24
µg/mL untuk ekstrak air. Selain kulit manggis sumber penangkap radikal alami
yang lain adalah madu. Menurut Gheldof et.al., (2002) tiap 100 g madu sudah
mengandung 160-550 mg (konsentrasi 0,16% b/b-0,55% b/b) senyawa total yang
meliputi vitamin C, senyawa fenolik total, protein, asam organik, enzim, asam
fenolat, flavonoid dan beta karoten yang berefek sebagai penangkap radikal bebas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi basis gelatin gliserin dalam sediaan chewable
lozenges terhadap sifat fisik dan aktivitas penangkap radikalnya?
2. Berapakah perbandingan gelatin-gliserin yang dapat menghasilkan sediaan
chewable lozenges dengan sifat fisik yang baik?
3. Apakah sediaan chewable lozenges kombinasi ekstrak kulit manggis (Garcinia
mangostana L.) dan madu mempunyai aktivitas penangkap radikal?


C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan gelatin-gliserin
sebagai basis akan mempengaruhi sifat fisik dan aktivitas penangkap radikal
sediaan chewable lozenges kombinasi ekstrak kulit manggis-madu dan pada
perbandingan gelatin-gliserin berapakah menghasilkan sediaan dengan sifat fisik
yang baik serta untuk mengetahui apakah sediaan chewable lozenges mempunyai
aktivitas penangkap radikal.

D. Tinjauan Pustaka
1. Kulit manggis (Garcinia mangostana L.)
Manggis merupakan buah tropis yang berasal dasi Asia Tenggara seperti
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Manggis banyak digunakan sebagai

 
 

3
 


obat tradisional untuk pengobatan infeksi, luka, dan diare. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kulit buah manggis ini mengandung senyawa xathone yang
dapat berefek sebagai antimikrobia, penangkap radikal dan antiinflamasi
(Moongkarndi et al., 2004).
Kulit buah manggis menunjukkan aktivitas penangkap radikal dengan nilai
IC50 30,76±1,66 µg/mL untuk ekstrak etanol dan 34,98±2,24 µg/mL untuk ekstrak
air (Weecharangsan et al.,2006). Kulit manggis mengandung turunan xanthon
seperti senyawa α-, -, dan -mangostin serta garcinone E, 8-deoksigartanin, dan
gartanin yang dapat dapat berefek sebagai penangkap radikal dapat diekstraksi
menggunakan air (Machmudah et al., 2014). Kulit manggis juga mengandung
senyawa 8 flavonoid seperti epicatechin, astilbin, procyanidin B5, procyanidin A1,
procyanidin C, procyanidin A5, dan lain sebagainya yang bisa berefek sebagai
penangkap radikal bebas.
2. Madu
Madu adalah pemanis alami yang telah dikenal oleh masyarakat dunia dan
memiliki khasiat bagi manusia. Madu berasal dari nektar yang dikumpulkan oleh
lebah dari berbagai macam tumbuhan yang kemudian diproses di dalam tubuh
lebah hingga membentuk larutan gula jenuh ataupun sangat jenuh dan
mengandung 17% air, 38% fruktosa, 31% glukosa, 10% gula jenis lainnya dan

berbagai macam miikronutrisi (vitamin-vitamin, asam amino dan mineralmineral) dengan nilai pH di bawah 4 (Bubalo et al., 2011).
Secara umum, madu mengandung karbohidrat, mineral, vitamin, asam, dan
juga enzim-enzim yang bermanfaat bagi tubuh sebagai antibodi, antimikroba, zat
antikanker dan berbagai manfaat lainnya. Madu mengandung vitamin C, asam
organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten yang mana senyawasenyawa tersebut bertanggung jawab atas aktivitas madu sebagai penangkap
radikal (Gheldof et al., 2002).
3. Penangkap radikal
Penangkap radikal merupakan salah satu substansi penting yang
dibutuhkan tubuh sebagai perlindungan diri dari dampak buruk yang disebabkan
oleh senyawa radikal bebas seperti peroksida lipid. Beberapa contoh senyawa

 
 

4
 

penangkap radikal diantaranya adalah asam fenolik, flavonoid, -karoten, vitamin
E, vitamin C, asam urat, bilirubin, dan albumin (Gheldof, et al., 2002). Senyawa
penangkap radikal mampu menyumbangkan satu elektron dari gugus hidroksinya

untuk berikatan dengan elektron bebas yang tidak stabil dari senyawa radikal
bebas sehingga tidak mengoksidasi asam nukleat atau DNA di dalam tubuh karena
reaksi oksidasi dari radikal bebas dapat menimbulkan reaksi oksidasi berantai
yang dapat merusak sel-sel di dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit
(Prakash et al., 2007).
4. Chewable lozenges
Chewable lozenges termasuk dalam kategori sediaan jenis lozenges atau
bisa juga disebut troches atau pastilles. Sediaan jenis ini memiliki berbagai bentuk
yang dapat disesuaikan. Bentuk sediaan lozenges biasanya mengandung agen obat
dan zat penyedap, diformulasikan agar bisa melarut perlahan-lahan dalam rongga
mulut untuk efek lokal maupun sistemik terutama digunakan untuk pasien anakanak (Allen, 2002). Chewable yang baik harus memiliki tekstur yang lebih kenyal
daripada sediaan lozenges yang lain yaitu hard lozenges (permen) dan soft
lozenges (pastilles) serta memiliki bobot yang seragam. Kebanyakan sediaan
lozenges memiliki basis yang mengandung gula dan sirup dalam konsentrasi
tinggi serta menggunakan golongan akasia sebagai perekat (Allen, 2002).
Tabel 1. Keseragaman bobot tablet (Depkes RI, 2014)
Peyimpangan bobot rata-rata
dalam %
A
B

15 %
30 %
10 %
20 %
7,5 %
15 %
5%
10 %

Bobot rata-rata
25 mg atau kurang
25 mg sampai dengan 150 mg
151 mg sampai dengan 300 mg
Lebih dari 300 mg

Tabel 1 merupakan tabel keseragaman bobot tablet menurut Farmakope
Indonesia edisi IV. Uji keseragaman bobot chewable lozenges mengacu pada tabel
persyaratan keseragaman bobot tablet dalam literatur resmi yaitu Farmakope
Indonesia edisi IV. Selain keseragaman bobot, sediaan chewable lozenges yang
dibuat harus diuji kualitas fisiknya meliputi daya elastisitasnya, uji kelengketan,

uji respon rasa, uji stabilitas, dan uji penampilan sediaan (Allen, 2002).

 
 

5
 

Bagian yang paling sulit dari pembuatan chewable lozenges adalah
penyusunan basisnya. Basis yang dapat digunakan pada sediaan chewable
lozenges adalah gelatin dan gliserin. Gelatin berbentuk serbuk atau butiran tidak
berwarna atau kekuningan pucat, bau dan rasa lemah (Depkes RI, 2014). Gelatin
dapat berfungsi sebagai pengikat. Pada suhu kamar berbentuk gel dan bila
dipanaskan akan berbentuk cair. Peningkatan kandungan gelatin dalam tablet
menyebabkan peningkatan kekerasan dan waktu hancur dan memperlambat laju
disolusi. Kelemahan gelatin adalah mudah ditumbuhi bakteri sehingga perlu
ditambahkan zat pengawet (Siregar, 2010). Gelatin dapat berfungsi sebagai basis
sediaan chewable lozenges yang terdiri dari 70% gliserin, 20% gelatin dan 10%
air murni (Allen, 2002).
Gliserin berbentuk cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, manis diikuti rasa hangat. Jika disimpan agak lama pada suhu rendah
dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna. Gliserin dapat dicampur
dengan air dan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam
minyak lemak (Depkes RI, 2014). Gliserin bila dikombinasi dengan gelatin dapat
berfungsi sebagai basis chewable dengan perbandingan 70% gliserin, 20% gelatin
dan 10% air murni (Allen, 2002).
Salah satu pemanis yang dapat digunakan pada sediaan chewable lozenges
adalah sorbitol. Sorbitol merupakan isomer optik dari manitol. Sorbitol bersifat
higroskopis pada kelembaban di atas 65% dan lebih larut dalam air daripada
manitol sehingga dalam peyimpanan harus disimpan pada tempat yang kering.
Sorbitol terdiri dari sejumlah bentuk kristal polimorfisa dan juga bentuk amorf.
Sorbitol bisa digunakan sebagai pemanis bebas gula dalam sediaan permen atau
tablet kunyah (Siregar, 2010). Menurut Shur (2009), meskipun sorbitol tahan
terhadap proses fermentasi pada saat penyimpanan namun zat pengawet atau zat
penangkap radikal masih perlu ditambahkan karena sifatnya yang higroskopis
sehingga rentan pertumbuhan jamur/kapang dan bakteri.
Asam sitrat dapat digunakan sebagai pemberi rasa asam pada sediaan
chewable lozenges. Asam sitrat berbentuk hablur tidak berwarna atau serbuk
putih, tidak berbau, rasa sangat asam, agak higroskopis, dan merapuh dalam udara


 
 

6
 

kering serta panas. Asam sitrat larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5
bagian etanol (95%) P dan sukar larut dalam eter P (Depkes RI, 2014). Asam
sitrat digunakan sebagai pemberi rasa asam pada chewable lozenges, jika pada
makanan dan sediaan farmasi oral yang mengandung zat penangkap radikal, asam
sitrat dapat berefek sinergis/meningkatkan efek penangkap radikal dari zat
tersebut (Amidon, 2009). Penelitian oleh Wahyudi (2006) juga membuktikan
bahwa aktivitas penangkap radikal dari asam sitrat hampir sebanding dengan asam
askorbat.
Pengawet dalam produk makanan maupun sediaan obat pada umumnya
menggunakan asam benzoat. Asam benzoat mengandung tidak lebih dari 99,5%
C7H6O2, pemerian merupakan serbuk hablur halus dan ringan, tidak berwarna
serta tidak berbau (Farmakope Indonesia IV, 2014). Efektifitas benzoat sebagai
pengawet sangat dipengaruhi oleh pH, semakin rendah pH maka akan semakin
efektif peranannya sebagai antimikroba karena semakin banyaknya asam yang

tidak terdisosiasi sehingga membuatnya semakin mudah untuk larut dalam lipid
dari membran sel mikroba yang permeabel terhadap senyawa benzoat tersebut.
Asam benzoat juga dapat berefek sebagai penangkap radikal karena keberadaan
cincin fenil pada struktur kimianya (Castellano et al., 2012).
Amilum manihot atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi
akar Manihot utilissima Pohl atau beberapa spesies manihot lain. Pemeriaanya
merupakan serbuk halus, terkadang dapat berupa gumpalan kecil, putih, tidak
berbau, dan tidak berasa (Farmakope Indonesia IV, 2014). Amilum manihot
dalam formulasi ini bertindak sebagai agen anti lengket pada sediaan chewable
lozenges sehingga bisa membantu memperbaiki sifat fisik dari massa chewable
yang cenderung lengket.
Sukrosa banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral. Sirup sukrosa,
mengandung 50-67% b/b sukrosa, digunakan dalam tablet sebagai agen pengikat
untuk granulasi basah. Dalam bentuk bubuk, sukrosa berfungsi sebagai pengikat
kering (2-20% b/b) atau sebagai bulking agent dan pemanis dalam tablet kunyah
dan pelega tenggorokan. Meskipun sukrosa sangat banyak digunakan dalam

 
 

7
 

makanan dan formulasi sediaan farmasi, konsumsi sukrosa harus dipantau pada
pasien dengan diabetes mellitus (Amstrong, 2009).

E. Landasan Teori
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sesella (2011) tentang pengaruh
perbandingan basis chewable lozenges menggunakan kombinasi gelatin-gliserin
membuktikan bahwa semakin tinggi presentase gelatin maka sediaan akan
menjadi keras dan kaku sedangkan presentase gliserin yang semakin meningkat
akan menjadikan sediaan lunak dan lembek. Penelitian ini menggunakan bahan
yang yang menyebabkan lengket pada sediaan yaitu madu sehingga perlu bahan
tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut. Menurut Allen (2002) dapat
digunakan kombinasi tepung tapioka kering dengan gula pasir dengan
perbandingan 1:1 b/b sebagai bahan pelapis luar untuk meminimalkan rasa
lengket pada permukaan sediaan chewable lozenges.
Penelitian Minh (2014) membuktikan bahwa penggunaan gelatin dapat
meningkatkan aktivitas penangkap radikal vitamin C dan vitamin E yang di
enkapsulasi dengan campuran gelatin-maltodextrin (0,5:0,5) hingga 89% dan
80%. Hasil penelitian dari Angela (2012) bahwa gliserin tidak mempengaruhi
daya penangkap radikal pada sediaan gel kentang kuning yang telah dibuat tetapi
nilai konsentrasi dari ekstrak dalam sediaanlah yang mempengaruhi aktivitas
penangkap radikalnya. Penggunaan gliserin hanya mempengaruhi kekentalan
basis gelnya. Namun menurut penelitian uji aktivitas penangkap radikal sediaan
lotion dari daun teh hijau menggunakan metode DPPH yang dilakukan
Faramayuda et al., (2010) gliserin monostearat mempunyai gugus hidroksi yang
kemungkinan dapat menimbulkan efek penangkap radikal karena pada hasil uji
aktivitas penangkap radikal, kontrol basis mempunyai nilai IC50 15,24%
peredaman.
Kulit Manggis telah diketahui mempunyai aktivitas sebagai penangkap
radikal

karena

mengandung

senyawa

turunan

ksanton

yaitu

8-

hydroxycudraxanthone G, cudraxanthone G, 8-deoxygartanin, garcimangosone B,
garcinone, garcinone E, gartanin, 1-isomangostin, α-mangostin,

 
 

-mangostin,

8
 

gartanin, deoksigartanin, garsinon-E, smeathxanthone A, dan tovophyllin A (Jung
et al., 2006). Weecharangsan et al.,(2006) telah meneliti aktivitas penangkap
radikal dari kulit manggis menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil) dan hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis
mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas dengan nilai IC50 34,98±2,24
µg/mL untuk ekstrak air dan 30,76±1,66 µg/mL untuk ekstrak etanol.
Bahan alam lain yang mempunyai efek penangkap radikal selain kulit
manggis adalah madu karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap.
Kandungan gizi madu menurut penelitian Hasan (2009) adalah berbagai jenis gula
seperti monosakarida (glukosa dan fruktosa ± 70%), disakarida (maltosa ±7% dan
sukrosa 1-3%), dan trisakarida ±1-5%. Selain kandungan gula yang melimpah
madu juga mengandung asam amino (ada sekitar 18 jenis), vitamin (B1, B6,
niasin, asam pantotenat, folat, B12, vitamin A, C, D, dan K), mineral, asam,
enzim (invertase, amilase, glukosa oksidase, katalase, dan asam fosfatase), dan
serat. Menurut penelitian Gheldof et al.,(2002) tiap 100 g madu sudah
mengandung 160-550 mg senyawa total (vitamin C, senyawa fenolik total,
protein, asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten) yang
berefek sebagai penangkap radikal.

F. Hipotesis
Penggunaan basis gelatin-gliserin dalam formulasi chewable lozenges
dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan karena perbandingan dengan konsentrasi
gelatin lebih tinggi maka sediaan akan semakin keras dan kaku, sedangkan
perbandingan dengan konsentrasi gliserin lebih tinggi maka sediaan akan semakin
lunak dan lembek serta semakin tinggi konsentrasi gelatin maka aktivitas
penangkap radikalnya akan meningkat. Pengatasan sifat lengket sediaan akibat
penggunaan madu dapat diatasi dengan kombinasi tepung tapioka kering dan gula
pasir 1:1 b/b.

 
 

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

OPTIMASI FORMULA CHEWABLE LOZENGES PENANGKAP RADIKAL BEBAS KOMBINASI EKSTRAK KULIT MANGGIS Optimasi Formula Chewable Lozenges Penangkap Radikal Bebas Kombinasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Dan Madu.

0 3 15

OPTIMASI FORMULA CHEWABLE LOZENGES PENANGKAP RADIKAL BEBAS KOMBINASI EKSTRAK KULIT MANGGIS Optimasi Formula Chewable Lozenges Penangkap Radikal Bebas Kombinasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Dan Madu.

0 2 12