Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan Metode Acitvity Based Costing dalam Perhitungan Unit Cost pada PD Kebersihan Kota Bandung.

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN METODE TRADISIONAL DAN METODE ACTIVITY BASED COSTING DALAM PERHITUNGAN UNIT COST

PADA PD KEBERSIHAN KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Oleh : ANITA KHAIRUNNISA

1105031

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PADA PD KEBERSIHAN KOTA BANDUNG

Oleh: Anita Khairunnisa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

©2015 Anita Khairunnisa

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan Metode Activity Based Costing dalam Perhitungan Unit Cost pada PD Kebersihan Kota Bandungbeserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian naskah ini.

Bandung, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,


(5)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan Metode Acitvity Based Costing dalam Perhitungan Unit Cost pada PD Kebersihan Kota Bandung

Oleh: Anita Khairunnisa

Pembimbing:

Denny Andriana, SE, MBA, Ak, CMA, CA ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana penerapan metode tradisional dan activity based costing dalam perhitungan unit cost di PD Kebersihan Kota Bandung, serta perbandingan dari unit cost yang dihasilkan kedua metode tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria laporan keuangan tahun 2013 dan 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan biaya satuan (unit cost) di PD Kebersihan menggunakan metode tradisional. Hasil perhitungan menggunakan metode Activity Based Costing menghasilkan biaya satuan yang lebih besar dari tahun ke tahun di bandingkan dengan biaya satuan berdasarkan metode tradisional. Selisih yang timbul disebabkan oleh penggunaan pemicu biaya yang berbeda antara kedua metode tersebut.

Kata Kunci: Metode Tradisional, Metode Activity Based Costing, Unit Cost, PD Kebersihan Kota Bandung


(6)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Comparative Analysis of Traditional Method and Activity Based Costing Method in calculating unit cost on PD Kebersihan Bandung City

Author: Anita Khairunnisa

Supervisor:

Denny Andriana, SE, MBA, Ak, CMA, CA

ABSTRACT

This research aims to determine the implementation of traditional method and activity based costing method in calculating the unit cost on PD Kebersihan Bandung City, along with the comparison of unit cost generated by those two methods. The research method used descriptive quantitative. The technique of withdrawing the sample used purposive sample with the criteria of financial report of 2013 and 2014. The result shows that the calculation of unit cost on PD Kebersihan used traditional method. The calculating result used activity based costing method generates higher unit cost from year to year compared to the init cost with the traditional method. The deviation arise caused by different uses of cost drivers between both methods.

Keywords: Traditional Method, Activity Based Method, Unit Cost, PDK Bandung City


(7)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...1 DAFTAR TABEL ...3 DAFTAR GAMBAR ...4 BAB I PENDAHULUAN... Error! Bookmark not defined. 1.1. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3. Tujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined.

1.4. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... Error!

Bookmark not defined.

2.1 Kajian Pustaka... Error! Bookmark not defined.

2.1.1 Konsep Biaya ... Error! Bookmark not defined.

2.1.1.1 Pengertian Biaya ... Error! Bookmark not defined.

2.1.1.2 Analisis Perilaku Biaya ... Error! Bookmark not defined.

2.1.1.3 Biaya Satuan (Unit Cost) ... Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Metode Penentuan Harga Pokok ... Error! Bookmark not defined.

2.1.3 Sistem Biaya Tradisional ... Error! Bookmark not defined.

2.1.3.1 Konsep Dasar Sistem Biaya Tradisional . Error! Bookmark not defined.

2.1.3.2 Penggolongan Sistem Biaya Tradisional . Error! Bookmark not defined.

2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Biaya Tradisional ... Error! Bookmark not defined.

2.1.4 Sistem Activity Based Costing... Error! Bookmark not defined.

2.1.4.1 Konsep Activity Based Costing (ABC).... Error! Bookmark not defined.


(8)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing . Error! Bookmark not defined.

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan ... Error! Bookmark not defined.

2.3 Kerangka Pemikiran ... Error! Bookmark not defined.

2.4 Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1 Objek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2.1 Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ... Error! Bookmark not defined.

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian... Error! Bookmark not defined.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data... Error! Bookmark not defined.

3.2.5 Teknik Analisis Data... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . Error! Bookmark not defined. 4.1 Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan Daerah Kota Bandung ... Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Deksripsi Variabel ... Error! Bookmark not defined.

4.1.2.1 Biaya Satuan (Unit Cost) pada PD Kebersihan ... Error! Bookmark not defined.

4.2 Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Penetapan Biaya Satuan (Unit Cost) pada PD Kebersihan. Error! Bookmark not defined.

4.2.2 Penetapan Biaya Satuan (Unit Cost) Pelayanan Kebersihan dengan Metode Activity Based Costing (ABC)... Error! Bookmark not defined.

4.2.3 Analisis Perbandingan Unit Cost dengan Metode Tradisional dan

Metode ABC ... Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Simpulan... Error! Bookmark not defined.

5.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.


(9)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Mitos dan Realitas Activity Based Costing ... 17

Tabel 2.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 21

Tabel 2.3 Perbedaan Metode Tradisional dan ABC... 23

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 27

Tabel 4.1 Visi dan Misi PD Kebersihan Kota Bandung ... 31

Tabel 4.2 Saranan Prasarana Pengelolaan Sampah Kota Bandung ... 33

Tabel 4.3 Kegiatan Operasional Pelayanan Kebersihan Kota Bandung ... 35

Tabel 4.4 Tarif Jasa Pengelolaan Sampah Sesuai Perwal 316 Tahun 2013 .. 38

Tabel 4.5 Daftar Biaya PD Kebersihan Tahun 2013-2014 ... 39

Tabel 4.6 Volume Timbulan Sampah Kota Bandung Tahun 2013-2014 ... 42

Tabel 4.7 Jenis Aktivitas dan Dasar Biaya ... 44

Tabel 4.8 Penggolongan Biaya Langsung dan Tidak Langsunga Tahun 2013 ... 44

Tabel 4.9 Penggolongan Biaya Langsung dan Tidak Langsunga Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.10 Kelompok Biaya Homogen dan Pemicu Biaya Tahun 2013 ... 48

Tabel 4.11 Kelompok Biaya Homogen dan Pemicu Biaya Tahun 2014 ... 50

Tabel 4.12 Biaya Per Unit Untuk Setiap Elemen Biaya Tahun 2013 ... 52

Tabel 4.13 Biaya Per Unit Untuk Setiap Elemen Biaya Tahun 2014 ... 55

Tabel 4.14 Total Biaya Berdasarkan Aktivitas Tahun 2013 ... 58


(10)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.16 Perbandingan Biaya Satuan Metode Tradisional dan Activity

Based Costing ... 68

DAFTAR GAMBAR


(11)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Biaya 2.1.1.1Pengertian Biaya

Penetapan tarif retribusi kebersihan ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi komponen dalam perthitungannya. Salah satunya adalah biaya (cost) yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan jasa kebersihan. Robert T. Sprouse dan Maurice Moonitz dalam Carter (2009: 128) mendefinisikan biaya sebagai “nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat”.

Sementara itu Horngren, Datar, dan Foster (2008: 216) mengartikan biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan (sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, biaya (cost) dapat diartikan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai tertentu yang dikeluarkan, dikorbankan, dan ditukar untuk memperoleh manfaat dan tujuan tertentu. Selanjutnya disebutkan pula adanya pemicu biaya (cost driver) yang merupakan tingkat aktivitas atau volume yang menjadi dasar timbulnya biaya dalam rentang waktu tertentu. Pemicu biaya dari suatu variabel adalah tingkat aktivitas atau volume yang perubahannya proporsional dengan perubahan biaya variabel. Biaya yang bersifat tetap tidak mempunyai pemicu biaya dalam jangka pendek, namun mungkin mempunyai pemicu biaya dalam jangka panjang.

Penetapan biaya pada perusahaan manufaktur tentu saja akan berbeda dengan perusahaan jasa dan juga bidang publik, termasuk pemerintahan. Untuk pemerintah daerah, kategori biaya yang terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berupa akun belanja. Berikut ini unsur-unsur biaya yang tercantum di dalam APBD:

a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal


(12)

e. Belanja Lain-Lain

2.1.1.2Analisis Perilaku Biaya

Proses produksi dan penjualan barang dan jasa memerlukan perencanaan dan pengendalian biaya. Hal ini dapat berjalan baik jika manajer dapat memahami secara menyeluruh mengenai hubungan antara biaya dengan aktivitas bersangkutan, yang sering disebut sebagai perilaku biaya. Menilai perilaku biaya dapat maksimal jika dilakukan pencatatan atas biaya yang digunakan dan sumber daya yang diperoleh.

Dalam hal ini Horngren (2008: 236) mengklasifikasikan pola perilaku biaya menjadi dua jenis, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel (variable cost) secara total berubah seiring dengan perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait. Biaya tetap (fixed cost) tidak akan berubah secara total selama periode waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan besar atas tingkat aktivitas atau volume terkait. Klasifikasi ini berlaku jika biaya dikaitkan dengan suatu aktivitas tertentu atau periode waktu tertentu.

Sementara itu, Carter (2009: 57) mengklasifikasikan pola perilaku biaya menjadi tiga jenis, yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi-variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Biaya variabel merupakan biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Selanjutnya biaya semi-variabel adalah biaya yang memperlihatkan karakteristik-karakteristik baik dari biaya tetap maupun biaya variabel.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka pola perilaku dapat diklasifikasikan menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sesuai dengan intensitas dari aktivitas. Dan biaya tetap merupakan biaya yang bersifat tetap pada waktu tertentu dan tidak bergantung pada intensitas dari aktivitas yang berlangsung

2.1.1.3Biaya Satuan (Unit Cost)

Biaya satuan atau unit cost merupakan biaya yang dihitung untuk satu satuan unit barang atau jasa (Dian Kartikasari, 2010). Sedangkan menurut Fenny


(13)

(2010), Biaya Satuan adalah biaya yang dihitung untuk setiap satu satuan produksi (pelayanan). Biaya satuan diperoleh dari biaya total (Total Cost) dibagi dengan jumlah produk (D) atau TC/Q. Biaya total (Total Cost) adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel (TC= FC + VC). Perhitungan biaya satuan di rumah sakit dengan rumus tersebut, banyak dipengaruhi tingkat utilitasi. Makin tinggi tingkat utilisasi makin besar juga jumlah Q dan makin kecil biaya satuan pelayanan. Sebaliknya, makin rendah tingkat utliisasi makin kecil jumlah Q dan akan semakin besar biaya satuan suatu pelayanan.

Unit cost adalah penghitungan yang didasarkan pada biaya-biaya yang dikeluarkan secara nyata dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. struktur tarif yang dapat dipakai untuk mengatasi keterbatasan subsidi dan harga pasaran yang berlaku adalah dengan pendekatan unit cost. Biaya satuan sangat penting artinya karena merupakan salah satu dasar dalam menentukan tarif pelayanan disamping faktor kemampuan dan kemauan membayar dari masyarakat.

Perhitungan biaya satuan yang didasarkan atas pengeluaran nyata terhadap produk/pelayanan (dengan rumus TC/Q) disebut biaya satuan aktual (actual unit cost). Disamping biaya satuan aktual juga ada yang disebut dengan biaya satuan normatif (normative unit cost) yaitu besarnya biaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu jenis pelayanan kesehatan menurut standar baku. Besarnya biaya satuan normatif ini terlepas dari apakah pelayanan tersebut dipergunakan oleh pasien atau tidak. Biaya satuan normatif lebih kecil dari biaya satuan aktual bila utilisasi/output yang dihasilkan lebih kecil dari kapasitas produksi. Untuk menghitung biaya satuan normatif, pertama biaya total yang pernah dihitung di unit produksi yang bersangkutan dipisah menjadi:

- Biaya variabel di unit yang bersangkutan (obat, makan, ATK, dll) - Biaya tetap di unit yang bersangkutan (investasi, pemeliharaan, gaji) Perhitungan biaya satuan normatif diperoleh dengan rumus:

UC = FC + VC Cap Q

(Fenny Hamka, 2010) Dimana:

UC = Biaya satuan normatif FC = Biaya tetap


(14)

Cap = Kapasitas unit bersangkutan selama satu tahun VC = Biaya variabel

Q = Jumlah output

Menurut Nurul dalam Dian (2010) dijelaskan bahwa dalam mendistribusikan biaya dari unit penunjang ke unit produksi ada empat pendekatan yaitu: (i) Simple Distribution, yaitu dengan membagi habis biaya di unit-unit penunjang ke unit produksi berdasarkan bobot tertentu; (ii) Step Down Methode, membagi biaya dengan memilih pusat biaya penunjang yang paling besar biayanya untuk dialokasikan ke unit penunjang lain dan unit produksi; (iii) Metode Distribusi Ganda yaitu mula-mula mendistribusikan biaya dari unit penunjang ke unit penunjang lainnya dan unit produksi, kemudian akumulasi dari unit penunjang dialokasikan sampai habis ke unit produksi; (iv) Metode Distribusi Multiple, yaitu membagi biaya dari unit penunjang ke sesama unit penunjang, dan sesama unit produksi. Selain keempat metode tersebut, dalam pengalokasian biaya ke pada produk/jasa dikenal juga metode pembiayaan berbasis aktivitas (activity based costing).

2.1.2 Metode Penentuan Harga Pokok

Terdapat beberapa metode dalam penetapan harga pokok. Menurut Mulyadi dalam Agus Sudarmaji (2000) menyebutkan metode Full Costing merupakan salah satu metode penentuan harga pokok produksi, baik biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap. Jika perusahaan menggunakan pendekatan Full Costing dalam penentuan harga pokok produksinya, Full Cost merupakan total biaya produksi (biaya bahan baku + biaya tenaga kerja langsung _biaya overhead pabrik variabel + biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan total biaya non produksi (biaya administrasi & umum + biaya pemasaran).

Full cost dapat pula dihitung dengan menggunakan variable costing dalam perhitungan harga pokok produksinya. Variable costing merupakan salah satu metode penentuan harga pokok produksi, disamping full costing, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada produk. Jika perusahaan menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan


(15)

harga pokok produksinya, full cost merupakan total biaya variabel ditambah dengan total biaya tetap.

Metode penentuan harga pokok produk diatas yaitu metode full costing dan variable costing, atau sering disebut dengan akuntansi biaya tradisional, menggunakan volume produksi sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya produksinya. Penentuan harga pokok produk dengan metode tradisional kurang akurat. Hal ini didukung oleh pernyataan Carter (2009: 496) yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, ABC mewakili penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Perhitungan biaya produk tradisional menelusuri hanya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC mengakui bahwa banyak biaya-biaya lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri, tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output.

Supriyono dalam Agus Sudarmaji (2000) mengatakan bahwa penentuan harga pokok secara ABC menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dalam sistem konvensional yang hanya menggunakan satu atau dua driver berdasarkan unit. Sebagai hasilnya, metode ini meningkatkan ketelitian. Namun ditinjau dari sudut manajerial, bagaimanapun juga sebagai sistem, ABC menawarkan lebih dari hanya ketelitian informasi mengenai harga pokok produk, sistem ini juga menyediakan informasi tentang biaya dari berbagai aktivitas. Pengetahuan atas biaya berbagai aktivitas tersebut memungkinkan para manajer untuk memfokuskan diri pada aktivitas-aktivitasyang memberikan peluang untuk melakukan penghematan biaya dengan cara menyederhanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan lebih efisien, meniadakan aktivitas yang tidak bernilai tambah dan sebagainya.

2.1.3 Sistem Biaya Tradisional

2.1.3.1Konsep Dasar Sistem Biaya Tradisional

Sistem biaya tradisional yang banyak digunakan perusahaan tidak dapat memperhitungkan biaya-biaya tidak langsung ke produk menggunakan dasar alokasi seperti jam tenaga kerja langsung atau jam mesin. Menurut Carter (2009: 499-500):


(16)

“Sistem biaya tradisional memiliki karakteristik khusus yaitu penggunaan ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit secara eksklusif sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Untuk alasan tersebutlah maka sistem biaya tradisional disebut juga sistem berdasarkan unit (Unit Cost System)”.

Dalam menghitung harga pokok produk dengan menggunakan sistem biaya tradisional, pembebanan biaya atas biaya tidak langsung dilakukan dengan menggunakan dasar pembebanan secara menyeluruh atau per departemen. Hal ini akan menimbulkan banyak masalah karena produk yang dihasilkan tidak dapat mencerminkan biaya yang sebenarnya diserap untuk menghasilkan produk tersebut. Sebagai akibatnya akan muncul produk undercosting dan produk overcosting.

Dalam sistem secara tradisional dapat dilihat bahwa biaya-biaya yang terlibat biasanya hanya biaya langsung saja, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya material. Namun seiring dengan berjalannya waktu biaya-biaya yang bisa digolongkan kedalam biaya langsung. Biaya-biaya tersebut seperti biaya reparasi, perawatan, utilitas, dan lain sebagainya. Sistem biaya akan membebankan biaya tidak langsung kepada basis alokasi yang tidak representatif.

2.1.3.2Penggolongan Sistem Biaya Tradisional

Menurut Carter (2009: 107), sistem biaya yang dialokasikan ke unit produksi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1. Biaya Aktual atau Historis

Dalam sistem biaya aktual atau historis, informasi biaya dikumpulkan pada saat biaya terjadi, tetapi penyajian hasilnya ditunda sampai semua operasi produksi untuk periode akuntansi tersebut telah selesai dilakukan atau dalam bisnis jasa, semua jasa untuk periode tersebut telah diserahkan.

2. Biaya Standar

Dalam sistem biaya standar, produk-produk, operasi-operasi, dan proses-proses dihitung biayanya berdasarkan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya dari sumber daya yang akan digunakan dan harga yang telah ditentukan sebelumnya dari sumber daya tersebut.

Masih menurut Carter (2009: 107), alokasi biaya ke unit produksi bisa saja memasukan seluruh biaya manufaktur atau hanya yang bersifat variabel, yaitu:


(17)

1. Full Absorption Costing

Dalam penghitungan harga pokok produk, memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Jadi dalam penghitungannya terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya overhead pabrik variabel, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). 2. Variable Costing

Dalam penghitungan harga pokok produk memperhitungkan biaya produksi variabel yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Jadi dalam penghitungannya terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya overhead pabrik variabel, biaya tenaga kerja langsung) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi umum variabel), dan biaya tetap (biaya overhead tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap).

2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Biaya Tradisional

Menurut Carter (2009: 500), kelebihan-kelebihan yang terdapat dalam sistem biaya tradisional diantaranya:

1. Sistem biaya tradisional lebih sederhana karena jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasinya sama yaitu tingkat unit.

2. Sistem biaya tradisional mudah diterapkan, sehubungan dengan penggunaan sistem perhitungan biayanya satu tahap karena tidak menggunakan pusat biaya yang terpisah.

3. Memudahkan manajer untuk melakukanperhitungan karena tidak banyak menggunakan cost driver dalam pengalokasian biaya overhead dan tidak diperlukan identifikasi pemicu aktivitas untuk suatu aktivitas.

4. Sistem biaya tradisional dapat membantu manajemen dalam perencanaan dan pengendalian kegiatan di dalam perusahaan yang masih menggunakan


(18)

teknologi yang sederhana dalam proses produksinya untuk menghasilkan produk.

Sedangkan menurut Supriyono (2002: 74-77), kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sistem biaya tradisional antara lain:

1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.

2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.

3. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan keunggulan perusahaan.

4. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut menjadi kabar karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.

5. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume produk atau jam kerja langsung.

2.1.4 Sistem Activity Based Costing

Activity Based Costing merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekadar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi. ABC merupakan metode penentuan


(19)

harga pokok produksi (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.

2.1.4.1Konsep Activity Based Costing (ABC)

Menurut Carter (2009: 296), Activity Based Costing System adalah:

“Suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-volume related factor)”.

Sedangkan menurut Vincent Gaspersz (2006: 156) Activity Based Costing adalah metode yang mengukur biaya suatu produk (barang/jasa) individual berdasarkan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan produk individual itu. Asumsi yang melandasi ABC adalah aktivitas-aktivitas mengendalikan biaya, dimana biaya itu dikendalikan oleh produk individual, selanjutnya produk individual itu dikendalikan oleh pelanggan produk itu.

Activity Based Costing menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusuri ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah, yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya produk.

ABC sistem menjadikan aktivitas sebagai pusat kegiatannya dan juga untuk mempertanggungjawabkan biaya. Oleh karena aktivitas tidak hanya dijumpai di perusahaan manufaktur, dan tidak terbatas di tahap produksi, maka menurut Mulyadi (2003: 51-52), sistem ABC dapat dimanfaatkan di perusahaan non manufaktur dan mencakup biaya di luar produksi. Masih menurut Mulyadi (2003: 49), sistem ABC didesain untuk berbagai tipe perusahaan dan menggunakan aktivitas sebagai basis untuk mengukur, mengklasifikasikan, mencatat, dan menyediakan data biaya.


(20)

Garrison (2007) menjelaskan bahwa dalam Acitvity Based Costing terdapat: a. Biaya produksi dan non produksi yang dibebankan ke produk

b. Beberapa biaya produksi tidak dimasukkan ke dalam biaya produk

c. Ada sejumlah pool biaya overhead, setiap pool dialokasikan ke produk dan objek perhitungan biaya (costing) lainnya dengan menggunakan ukuran aktivitas masing- masing yang khusus

d. Baris alokasi biasanya berbeda dengan basis alokasi dalam sistem akuntansi biaya tradisional

e. Tarif overhead atau tarif aktivitas disesuaikan dengan kapasitas aktivitas dan bukannya dengan kapasitas yang dianggarkan

2.1.4.2Penentuan Biaya Jasa Dengan ABC

Penerapan activity based costing pada umumnya dilakukan pada perusahaan manufaktur. Namun sistem ini juga dapat diterapkan di perusahaan jasa. Sebagaimana pernyataan Indra Bastian (2008: 227), perusahaan-perusahaan jasa bisa mencoba untuk menerapkan sistem Activity Based Costing.Terdapat beberapa mitos dan realitas tentang ABC menurut Mulyadi (2003: 48), diantaranya:

Tabel 2.1

Mitos dan Realitas Activity Based Costing

Mitos Realitas

Sistem ABC merupakan sistem pencatatan, penggolongan, peringkasan, penyajian, dan penginterpretasian informasi biaya

Sistem ABC merupakan sistem analisis biaya berbasis aktivitas untuk memenuhi kebutuhan personel dalam pengambilan keputusan baik yang bersifat stratejik maupun operasional. Sistem ABC merupakan sistem

akuntansi dengan perusahaan manufaktur sebagai modelnya.

Sistem ABC merupakan sistem informasi biaya yang dapat diterapkan dalam semua perusahaan (manufaktur, jasa, dagang)

Sistem ABC berfokus pada perhitungan biaya produk dan cost control.

Sistem ABC berfokus pada long term strategic cost reduction.

Sistem ABC merupakan tanggung jawab fungsi akuntansi.

Sistem ABC mengubah cara menjalankan bisnis sehingga sistem ABC menjadi tanggung jawab semua personel terutama operating personnel.


(21)

Karakteristik dari perusahaan jasa antara lain: 1. Output sering sulit didefinisikan dan tidak berwujud 2. Aktivitas untuk melaksanakan jasa lebih sulit diprediksi

3. Biaya kapasitas gabungan mewakili sebagian besar proporsi dan total biaya, serta sulit untuk dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas menghasilkan output.

Menurut Sudarmaji Agus (2000), penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan ABC menggunakan empat jenis aktivitas sebagai dasar untuk menjelaskan permintaan sumberdaya organisasi yang dikonsumsi oleh produk atau jasa. Empat jenis aktivitas tersebut selanjutnya di paparkan oleh Sulastiningsih dan Zulkifli, sebagai berikut:

a. Unit Level Activities, yaitu aktivitas yang terjadi dalam setiap unit produk dan akan memicu timbulnya biaya yang disebut unit level activity costs. Biaya ini berhubungan secara proporsional dengan volume produk, seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya angkut. Biaya ini dibebankan ke produk berdasarkan biaya per unit produk dikalikan dengan total unit produk. b. Batch level activities, yaitu aktivitas dalam seitap batch produk yang akan

memacu munculnya biaya yang disebut dengan batch level activity costs. Biaya ini tidak berhubungan secara proporsional dengan setiap unit produk, tetapi berhubungan proporsional dengan banyaknya batch output yang diproduksi. Misalnya, setup mesin dalam setiap kali menangani order, memacu timbulnya biaya setup mesin. Total produk akan dibebani batch activity costs sebesar biaya per batch dikalikan berapa kali total produk tersebut dibagi dalam batch.

c. Product Sustaining Activities, yaitu aktivitas untuk mempertahankan produk agar tetap ada di pasaran dan tetap laku dijual. Biaya yang timbul dari aktivitas ini disebut product sustaining activity costs. Biaya ini tidak mempunyai hubungan proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi dan jumlah batch produk. Misalnya, biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya desain proses produksi, biaya desain produk. Biaya ini dibebankan ke produk berdasarkan taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan dihasilkan dalam satu siklus produksi


(22)

d. Facilities sustaining activities, yaitu aktivitas yang ditujukan untuk mempertahankan kapasitas produk dan usaha-usaha untuk menghindari idlle capacity. Biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas ini disebut facility sustaining activity costs. Biaya ini tidak memiliki hubungan langsung dengan volume produksi, melainkan bersifat periodikal, misalnya biaya penyusutan, biaya asuransi dan pajak bumi dan bangunan. Pembebanan biaya ini kepada produk berdasarkan taksiran unit produk yang dihasilkan pada kapasitas normal, bukan pada kapasitas sesungguhnya.

2.1.4.3Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing

Dalam praktek pengaplikasiannya, sistem Activity Based Costing memiliki kelemahan dan keunggulan. Keunggulan Activity Based Costing menurut Supriyono (2002: 698), antara lain:

1. Memperbaiki mutu pengambilan keputusan

Dengan demikian informasi biaya produk yang lebih teliti, kemungkinan manajer melakukan pengambilan keputusan yang salah dapat dikurangi. Informasi biaya produk yang lebih teliti sangat penting artinya bagi manajemen jika perusahaan menghadapi persaingan yang tajam.

2. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap kegiatan untuk mengurangi biaya overhead

Sistem ABC mengidentifikasi biaya overhead dengan kegiatan yang menimbulkan biaya tersebut. Pembebanan overhead harus mencerminkan jumlah permintaan overhead (yang dikonsumsi) oleh setiap produk. Sistem ABC mengakuibahwa tidak semua overhead bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi. Dengan menggunakan biaya berdasarkan unit dan non unit overhead dapat lebih akurat ditelusuri ke masing- masing produk.

3. Memberikan kemudahan dalam menentukan biaya relevan

Karena sistem ABC menyediakan informasi biaya yang relevan yang dihubungkan dengan berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk, maka manajemen akan menghasilkan kemudahan dalam memperoleh informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai kegiatan bisnis mereka.


(23)

4. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokus pada mengurangi biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing, yang pada akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki mutu dan mengurangi biaya

5. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan

6. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar

7. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break event atas produk yang bervolume rendah

8. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi.

9. Activity Based Costing System mengatasi adanya distorsi informasi atas biaya produk yang dibebankan dan dihasilkan dari sistem pembebanan biaya tradisional

10.Activity Based Costing System lebih memberikan informasi yang akurat mengenai biaya-biaya yag muncul dan dibebankan kepada produk, terutama bagi perusahaan yang memiliki volume produksi tinggi dan diversifikasi produk yang beraneka ragam

Sementara itu, kelemahan-kelemahan yang ada dalam Activity Based Costing menurut Carter (2009: 513), antara lain:

1. ABC memerlukan usaha pengumpulan data melampaui yang diperlukan untuk persyaratan pelaporan eksternal sehingga seringkali menyulitkan

2. Dalam ABC tidak terfokus pada pengukuran waktu setiap aktivitas yang dilakukan dan tidak terdeteksi adanya efisiensi waktu dan peroduktivitas proses produksi.

3. Manajemen seringkali kesulitan dalam mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan memberikan nilai tambah dan aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah.


(24)

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.2

Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Perbedaan

1

Agus Sudarmaji (2000)

“Analisis Penarifan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan dengan Metoda Activity Based Costing”.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Kemudian metode pengumpulan datanya ditambah dengan wawancara.

2

Widhi Ariesrianti

Rochdianingrum (2011)

“Potensi Retribusi Kebersihan Sampah

Rumah Tangga dalam

Pendapatan

Asli Daerah Studi Kasus di Kota

Semarang”

Variabel pada penelitian ini adalah Unit Cost pelayanan kebersihan menggunakan metode tradisional dan Activity Based Costing. Subjek penelitian ini adalah PD Kebersihan Kota Bandung.

3

Amirah Basheen Said (2011) “Analisis Perbandingan Penetapan Tarif Inap Rumah Sakit dengan Metode Tradisional dan Metode ABC serta Implikasinya terhadap Pendapatan Rawat Inap Rumah sakit (Studi Kasus Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung)”

Penelitian ini tidak memiliki variabel terikat. Subjek penelitian ini adalah PD Kebersihan Kota Bandung

4

A. Gunasekaran (1999)

“Application of activity-based

costing: some case Experiences”

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Kemudian metode pengumpulan datanya ditambah dengan wawancara. Menggunakan satu variabel yaitu Unit Cost pelayanan kebersihan dengan dimensi metode tradisional dan Activity Based Costing.

5

Joon Jong No, Brian H. Kleiner (1997)

“How to implement activity-based costing”

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Kemudian metode pengumpulan datanya ditambah dengan wawancara. Menggunakan satu variabel yaitu Unit Cost pelayanan kebersihan dengan dimensi metode tradisional dan Activity Based Costing.

6 Muhlas Aziz (2010)


(25)

Produk Jasa Transportasi Menggunakan Metode Activity Based Costing

7

Widhi Ariesrianti

Rochdianingrum (2011)

“Potensi Retribusi Kebersihan Sampah

Rumah Tangga dalam

Pendapatan

Asli Daerah Studi Kasus di Kota

Semarang”

Variabel pada penelitian ini adalah Unit Cost pelayanan kebersihan menggunakan metode tradisional dan Activity Based Costing. Subjek penelitian ini adalah PD Kebersihan Kota Bandung.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pemerintah Daerah Kota Bandung melalui PD kebersihan, berkewajiban untuk memberikan pelayanan persampahan dan kebersihan kepada masyarakat. Dalam penyelenggaraannya, pelayanan jasa tersebut menghasilkan biaya yang dibebankan kepada masyarakat berupa Retribusi Persampahan / Kebersihan.

Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan belum dapat secara efektif memenuhi biaya yang dihasilkan dari operasional pelayanan kebersihan tersebut. Mengingat PD Kebersihan yang masih bergantung pada APBD untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya, padahal dengan adanya PD Kebersihan diharapkan dapat menambah jumlah asupan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Penetapan retribusi tersebut menggunakan metode tradisional yang dirasa belum menghasilkan output yang maksimal, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap penerapannya.

Siti Mulyani (2003) menyebutkan bahwa pada metode konvensional (tradisional) produk-produk dan volume produksi yang terkait merupakan penyebab timbulnya biaya. Biaya-biaya diklasifikasikan atas dasar biaya langsung dan biaya tidak langsung dengan menggunakan ukuran produksi, yaitu unit based measures, seperti jam buruh langsung, jam mesin dan biaya material sebagai dasar pengalokasian biaya produksi tidak langsung (overhead) ke produk. Sedangkan pada sistem ABC memusatkan pada aktivitas individu sebagai dasar objek biaya, ABC sistem menghitung biaya aktivitas individu dan pengumpulan biaya sebagai objek biaya. Seperti produk dan pelayanan dalam batas aktivitas yang dijalankan untuk menghasilkan produk atau pelayanan. Jadi, pada sistem ABC pembebanan


(26)

biaya kepada produk atau pelanggan berdasarkan sumber daya yang dikonsumsi dengan mengidentifikasikan biaya-biaya kepada setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tersebut.

Lebih lanjut Muhlas Aziz (2010) menyebutkan perbedaan metode tradisional dan ABC dalam tabel berikut:

Tabel 2.3

Perbedaan Metode Tradisional dan ABC

Metode Tradisional Metode ABC

Tujuan Inventori Level Product Costing

Lingkup Tahap Peroduksi Tahap Desain, Produksi, Tahap pengembangan Fokus Biaya bahan baku,

tenaga kerja langsung Biaya Overhead Periode Periode Akuntansi Daur Hidup Produk Teknologi yang

digunakan Metode Manual Komputer Telekomunikasi

Metode tradisional dan Activity Based Costing digunakan dalam penentuan harga pokok produksi, dimana perbedaan yang mendasari keduanya adalah dasar pengalokasian biaya pada tiap-tiap metode tersebut. Adanya perbedaan dalam metode tersebut akan berpengaruh pada hasil, dalam hal ini tarif retribusi, yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh Sudarmaji (2000) menunjukkan bahwa dibandingkan penarifan dengan metode ABC, penarifan yang digunakan (tradisional) menyebabkan beberapa subjek retribusi mengalami kondisi undercosted dan overcosted. Kemudian Muhlas Aziz (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa profit produk jasa transportasi dengan metode ABC lebih besar daripada besar profit dengan metode tradisional.

Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian Amirah (2011) yang membandingkan pengaruh penetapan tarif rawat inap dengan metode ABC dan tradisional terhadap pendapatan rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tarif dengan metode ABC memiliki


(27)

pengaruh yang lebih besar terhadap pendapatan rawat inap, jika dibandingkan dengan tarif menggunakan metode tradisional.

Pada penelitian ini peneliti menghitung Unit Cost pada pelayanan kebersihan menggunakan metode tradisional dan Activity Based Costing. Hasil dari perhitungan tersebut akan diperbandingkan satu sama lain. Sehingga pada kesimpulannya akan didapat metode yang menghasilkan biaya satuan (Unit Cost) yang paling tinggi.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:53), hipotesis merupakan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah, sedangkan kebenaran dari hipotesis perlu diuji terlebih dahulu melalui analisis data.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, maka peneliti menduga bahwa Unit Cost dengan menggunakan Activity Based Costing lebih besar daripada Unit Cost dengan metode Traditional Costing.

Metode Tradisional

Metode Activity Based Costing

Biaya Satuan (Unit Cost)

Biaya Satuan (Unit Cost)


(28)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:13), definisi dari objek penelitian yaitu: “Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliabel tentang suatu hal (variabel tertentu).”

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah penerapan metode tradisional dan activity based costing, serta unit cost kebersihan. Penelitian ini akan dilakukan pada Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung. Penulis menetapkan lokasi penelitian tersebut karena PD Kebersihan merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang memiliki peran ganda. Pada satu sisi sebagai lembaga pemerintahan yang bertugas melayani masyarakat, di sisi lain sebagai pusat laba pemerintah yang menetapkan profit dalam operasionalnya. Dengan objek tersebut, dalam penelitian ini akan dianalisa perbandingan atas penerapan metode tradisional dan activity based costing dalam perhitungan unit cost kebersihan pada PD Kebersihan Kota Bandung..

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Metode penelitian berkaitan dengan prosedur dan teknik yang harus dilakukan dalam suatu penelitian untuk memberikan pedoman mengenai langkah-langkah yang harus dilaksanakan selama penelitian dalam rangka memberikan soluasi dari permasalahan yang diteliti. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena data yang digunakan berbentuk angka-angka.

Penelitian ini digolongkan dalam penelitian komparatif deskriptif bila dilihat dari rumusan masalah yang diungkapkan. Menurut Sugiyono (2010 : 54), komparatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda. Penerapannya dalam penelitian ini yaitu perbandingan biaya satuan kebersihan


(29)

Kota Bandung dengan metode tradisional dan metode ABC. Maka penelitian komparatif merupakan penelitian yang membandingkan satu atau lebih variabel sekaligus menggambarkan data sampel untuk menarik kesimpulan.

Desain penelitian yang akan digunakan dalam suatu penelitian karya ilmiah berguna untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian dan juga turut menentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai sehingga desain penelitian diperlukan dalam melaksanakan penelitian dari tahap awal hingga sampai tahap pelaporan hasil penelitian. Desain penelitian menyangkut metode atau pendekatan serta alasan metode tersebut digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini desain penelitian menjelaskan perbandingan antara metode tradisional dan metode activity based costing dalam perhitungan biaya satuan padan PD Kebersihan Kota Bandung.

3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel

Variabel penelitian ditegaskan dalam hipotesis penelitian. Pada dasarnya, jumlah variabel tergantung pada kompleksitas penelitian. Menurut Sugiyono (2010 : 59) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Sesuai dengan judul penelitian, yaitu “Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan Metode Activity Based Costing dalam Perhitungan Unit Cost pada PD Kebersihan Kota Bandung”, maka variabel yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah biaya satuan (unit cost), dengan dimensi penggunaan dua metode pada perhitungannya yaitu tradisional dan activity based costing.

Untuk memahami lebih jelas tentang penggunaan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis membuat operasionalisasi variabel dalam tabel di bawah ini:


(30)

Tabel 3.1.

Operasionalisasi Variabel Variabel

Konsep Dimensi Indikator yang

Dianalisis Skala

Biaya Satuan (Unit Cost)

Biaya yang dihitung untuk setiap

satu satuan produksi (pelayanan)

Metode Tradisional

Pengalokasian biaya berdasarkan total biaya yang dikeluarkan

dibagi dengan jumlah volume timbulan sampah selama satu tahun

Nominal

Metode Activity Based

Costing

Pengalokasian biaya berdasarkan aktivitas yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Unit-level activity costs 2. Batch-related activity costs 3. Product-sustaining activity costs 4. Facility-sustaining activity costs Nominal

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010 : 389), pengertian populasi adalah:

“Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan PD Kebersihan Kota Bandung.

Sedangkan menurut Sugiyono (2010 : 389), sampel adalah sebagian dari populasi itu. Untuk memudahkan penelitian, maka perlu ditetapkan sampel yang merupakan sebagian dari jumlah populasi dengan memperlihatkan keabsahan dari sampel yang diambil. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang


(31)

dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Non Probability Sampling melalui pendekatan Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2010 : 392). Karakteristik yang ditetapkan adalah laporan keuangan PD Kebersihan dua tahun terakhir, dengan pertimbangan akan menyajikan data terbaru dan memiliki format laporan biaya yang sama. Berdasarkan uraian tersebut, maka sampel yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dari PD Kebersihan tahun 2013 sampai dengan tahun 2014.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. (Sugiyono, 2010: 401) Dalam penelitian ini, dilakukan peninjauan ke PD Kebersihan, mengumpulkan data dan informasi dari dokumen-dokumen, dan melakukan wawancara yang berhubungan dengan penerapan biaya tradisional dan Activity Based Costing System.

Adapun data yang dalam penelitian ini menggunakan sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan dari ketiganya. Pengumpulan data dari sumber primer dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara dengan narasumber, yaitu pegawai di bidang keuangan PD Kebersihan Kota Bandung.

Menurut Sugiyono (2010 : 193) sumber sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini menggunakan teknik telaah dokumen. Telaah dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dokumen-dokumen perusahaan yang sesuai


(32)

dengan objek yang sedang diteliti misalnya saja dengan menelaah struktur organisasi yang berlaku serta job description dari masing-masing bagian atau karyawan.

3.2.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan salah satu tahap penelitian berupa proses penyusunan dan pengolahan data untuk menafsirkan data yang telah diperoleh dari lapangan. Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Tahapan analisis data tersebut antara lain:

1. Mendapatkan data perhitungan unit cost layanan kebersihan PD kebersihan Kota Bandung dari biaya-biaya tahun 2013.

2. Mendapatkan tarif jasa layanan kebersihan PD kebersihan Kota Bandung yang diterapkan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode tradisional 3. Menghitung tarif jasa layanan kebersihan PD kebersihan Kota Bandung

dengan metode Activity Based Costing untuk tahun 2014 sesuai dengan prosedur di bawah ini:

1) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan kegiatan pelayanan jasa kebersihan.

2) Menentukan dasar biaya atas aktivitas-aktivitas. Dasar biaya yang digunakan sama dengan dasar yang digunakan metode tradisional, agar tarif dapat diperbandingkan, serta menggolongkan ke dalam jenis biaya langsung dan biaya tidak langsung.

3) Mengelompokkan aktivitas-aktivitas yang memiliki karakteristik yang sejenis dalam beberapa set yang relevan (kelompok aktivitas).

4) Menentukan kelompok biaya homogen (homogenous cost pools) dan cost driver dari hasil pengelompokkan aktivitas


(33)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan Daerah Kota Bandung

Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dalam usaha jasa pelayanan kebersihan di Kota Bandung. Sebagai Badan Usaha Milik Daerah maka seluruh permodalannya berasal dari asset yang dipisahkan dari asset Pemerintah Kota Bandung. PD Kebersihan didirikan pada tahun 1985 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor : 02/PD/1985. Perusahaan Daerah Kebersihan dibentuk untuk menggantikan peran dan fungsi pelayanan pengelolaan kebersihan atau kebersihan kota yang sebelumnya diselenggarakan oleh Dinas Kebersihan Kota yang merupakan alih status dari Dinas Kebersihan Kota. Oleh karena itu seluruh modal dasarnya berasal dari asset eks Dinas Kebersihan Kota demikian pula personilnya berdiri sejak tahun 1960 dan telah melewati 5 periode berdasarkan kebutuhan kota. Periode dari tahun 1985 hingga sekarang terdapat beberapa pertimbangan dan alasan lain yang melatar belakangi dibentuknya Perusahaan Daerah Kebersihan antara lain :

1) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam bidang kebersihan dengan tersedianya prasarana dan sarana serta peralatan yang lebih modern.

2) dalam upaya membuka lapangan kerja untuk memberi kesempatan kerja bagi warga Kota Bandung.

3) Menggali sumber pendapatan daerah dengan memberdayakan masyarakat berpartisifasi dalam kebersamaan dalam menangani permasalahan kebersihan melalui dukungan dana yang diberikan melalui pembayaran jasa pelayanan kebersihan.

4) langkah yang harus ditempuh Pemerintah Daerah untuk mengurangi beban anggaran keuangan pemerintah daerah karena penanganan kebersihan diperlukan dana yang sangat besar.

5) Dengan dikelola oleh Perusahaan Daerah diharapkan mampu membiayai operasional secara mandiri.


(34)

6) Diharapkan perusahaan daerah dapat mengkontribusi sebagian dari labanya kedalam PAD (Pendapatan Asli Daerah) , untuk maksud ini perusahaan daerah secara bertahap meningkatkan usahanya kearah profit oriented.

Tabel 4.1

Visi dan Misi PD Kebersihan Kota Bandung

a. Visi Terwujudnya Kota Bandung Bersih dari Sampah Melalui Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.

b. Misi 1) Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dengan basis kompetensi pengelolaan sampah kota.

2) Mengembangkan sistem pengelolaan sampah dengan basis teknologi tepat guna dan mengarah kepada teknologi tinggi sesuai dengan tuntutan perkembangan.

3) Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sampah yang mampu mendukung penyelenggaraan pelayanan secara optimal. 4) Mengembangkan sistem pengelolaan sampah dengan pola

kemitraan dengan masyarakat dan swasta. Sumber: Profil PD Kebersihan Kota Bandung 2015

Pengelolaan sampah kota bandung dilakukan oleh Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011. Adapun fungsi dan tugas PD Kebersihan adalah:

1. Pengelolaan kebersihan atau pengelolan sampah di lokasi protokol dan tempat umum dalam bentuk kegiatan penyapuan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir.

2. Pengelolaan sampah di lingkungan pemukiman dalam bentuk kegiatan penyediaan tempat pembuangan sampah (kontainer), pengangkutan, dan pembuangan akhir.

3. Pengelolaan sampah di pasar non pemukiman dalam bentuk pengangkutan sampah dan pengelolaan akhir di tempat pembuangan akhir.


(35)

a. Pengelolaan sampah di pasar dalam bentuk kegiatan berupa penyapuan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir.

b. Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung behak memungut imbalan jasa pelayanan kepada setiap objek pelayanan pengelolaan sampah.

c. Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung merupakan lembaga pemerintah yang menangani masalah persampahan di Kota Bandung, yang dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat serta kecamatan. Pengelolaan sampah setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan volume sampah, hal tersebut dikarenakan populasi penduduk Kota Bandung yang semakin meningkat.

Strategi bisnis PD Kebersihan Kota Bandung yaitu meningkatkan operasional pelayanan dengan membangun kemampuan pegawai yang handal, serta tingkat kesejahteraan yang memadai dan menjalin kemitraan berbasis masyarakat menuju gerbang perusahaan yang sehat.

Rencana strategik perusahaan telah dituangkan dalam Program Kerja perusahaan yang kemudian dikelompokkan per bidang dan satuan sebagai rencana kegiatan. Program tahun 2011 tidak berbeda jauh dengan program tahun 2010, kondisi tersebut untuk menindaklanjuti beberapa program yang belum terselesaikan pada program kerja tahun 2010, perbedaannya hanya pada besaran volume dan kualitas program saja. Program Kerja yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan pegawai dan kesejahteraan, b. Optimalisasi penerimaan jasa pelayanan kebersihan,

c. Peningkatan serta optimalisasi prasarana dan Sarana Operasional dalam upaya peningkatan pelayanan pengelolaan sampah,

d. Perbaikan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sampah, dan

e. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui pola 3R (Reduce, Reuse, Recycle)


(36)

Proses pengumpulan sampah menentukan pola operasional yang mempengaruhi penentuan jenis pewadahan dan peralatan pengelolaan. Secara umum kegiatan operasional pengelolaan persampahan di Kota Bandung meliputi kegiatan kumpul-angkut-buang. Sedangkan mekanisme pengelolaan sampah Kota Bandung secara umum adalah:

1. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan di Kota Bandung

Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang pengelolaan sampah Kota Bandung yaitu sarana prasarana pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. Sarana dan prasarana dalam operasional pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Sarana Prasarana Pengelolaan Sampah Kota Bandung

Jenis Jumlah Jenis Jumlah

Kontainer Hijau 6 Unit Kontainer 190 Unit

Arm Roll Truk 13 Unit Dump Truk 25 Unit

Mobil Sapu 1 Unit Pick Up / Kancil 7 Unit

Motor sampah 60 Unit Sepeda Patroli 1 Unit

Mobil Box 4 Unit Mobil Patroli 1 Unit

Tong Komposter 82 Unit Compactor Truk 1 Unit

TPS 160 Lokasi TPS 3R 10 Lokasi

TPA 1 Lokasi Tempat

Pengomposan 1 Lokasi

Tempat SPA 2 Lokasi Tempat Sampah 888 Unit

Mesin Pencacah

Sampah 16 Unit

Sumber: Profil PD Kebersihan Kota Bandung 2015

2. Pewadahan Sampah

Timbulan sampah yang dihasilkan oleh berbagai sumber timbulan, haruslah ditempatkan pada wadah khusus untuk mempermudah pengelolaan selanjutnya. Sebagian warga telah melakukan pewadahan yang terpisah antara sampah organik dan anorganik. Pola pewadahan di Kota Bandung mempunyai jenis dan beragam yang disediakan dan dikelola oleh PD Kebersihan Kota Bandung maupun swasembada dari masyarakat sekitar.


(37)

a. Individual (Perseorangan)

Dilakukan oleh masing-masing rumah tangga, sekolah, kantor, serta toko. Biasanya wadah disediakan sendiri atas inisiatif pemilik.

b. Komunal

Wadah diletakkan di daerah yang memiliki jumlah penduduk atau mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, seperti pasar dan daerah sekitar pertokoan. Sistem ini merupakan wadah seperti kontainer yang disediakan oleh PD Kebersihan.

c. Pejalan Kaki

Wadah sampah diletakkan di sekitas tamam berupa tong ynag mudah dijangkau. Tong sampah ini sudah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik dan anorganik, untuk memudahkan dalam pengolahan sampah berikutnya.

3. Pengumpulan Sampah

Pengumpulan merupakan kegiatan pengumpulan sampah dan obyek pengumpulan dengan menggunakan kendaraan bermotor dan memindahkan sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah di wilayah pelayanan Kota Bandung. Obyek pengumpulan adalah sampah hasil sapuan jalan, sampah sapuan pasar, sampah yang ditampung dalam tong sampah atau wadah sampah yang berada di pinggir jalan protokol yang digunakan untuk menampung sampah pejalan kaki atau pengguna jalan, dan sampah dari sumber pelanggan PD Kebersihan kategori komersial dan non komersial yang ditetapkan dengan pelayanan secara langsung. Peralatan pengangkutan sampah yang digunakan saat ini adalah truk jenis Arm Roll/Load Haul (LIB) dan Dump Truk. Truk jenis Dump dilengkapi dengan perlengkapan operasional berupa sapu lidi, carangka, gacok, singkup, terpal dan tambang.

4. Tempat Pembuangan Akhir

Sampah yang terangkut dari TPS dan SPA dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Sementara (TPASS) Sarimukti yang terletak di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. TPA Sarimukti dioperasikan pada


(38)

tanggal 28 Mei 2006 dengan loss 25 Ha menggantikan TPA Leuwigajah yang longsor. Samoah yang masuk ke TPA Sarimukti berasal dari Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. TPA Sarimukti ini dikelola oleh BPSR Provinsi Jawa Barat yang direncanakan umur pakainya hingga tahun 2014/2015. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang menyiapkan TPA Regional di Legok Nangka yang direncanakan akan beroperasi setelah masa pakai TPA Sarmukti habis.

Pengoperasian TPA Sarimukti meliputi kegiatan pemeriksaan dan pencatatan sampah yang masuk lokasi TPA, pengolahan sampah menjadi kompos, penimbunan sampah menjadi kompos, penutupan sampah dengan tanah penutup, pengolahan air lindi, pengendalian vektor penyakit dan pemantauan dampak lingkungan.

Kegiatan operasional pelayanan kebersihaan memiliki obyek pelayanan yang dijadikan sasaran atas pelayanan tersebut. Berikut ini kegiatan pelayanan untuk masing-masing obyek pelayanan PD Kebersihan Kota Bandung:

Tabel 4.3

Kegiatan Operasional Pelayanan Kebersihan Kota Bandung

No Obyek Pelayanan Kegiatan

1. Rumah Tinggal Penyediaan sarana dan prasarana penyapuan, pengumpulan,

pemindahan, pengangkutan,

dan pemrosesan

akhir

Pemindahan di TPS, Pengangkutan, Pemrosesan

Akhir

2. Pasar Penyapuan, Pengumpulan,

Pengangkutan, Pemrosesan Akhir

3. Tempat Komersial, Non Komersial dan

Sosial

Pemindahan di TPS, Pengangkutan, Pemrosesan

Akhir 4. Jalan dan Fasilitas

Umum

Penyapuan, Pengumpulan, Pengangkutan, Pemrosesan

Akhir

Sumber: Kajian Penyesuaian Retribusi Sampah dan Manajemen Sampah di Kota Bandung


(39)

Timbulan sampah Kota Bandung mengalami peningkatan volume rata-rata sebanyak 2,5% dari tahun ke tahun. Data tahun 2014 jumlah sampah yang dikelola dalam satu tahun (dalam kondisi padat dengan berat jenis 0,54) adalah 743.518,52 m3 (setara 1100 ton/hari). Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah adalah:

1. Pengurangan sumber dan aktivitas daur ulang

a. Pengurangan sumber timbulan bisa terjadi dalam proses desain, manufaktur, dan pengemasan produk dengan kandungan racun dan volume yang minimal serta waktu pakai produk yang lama.

b. Peningkatan daur ulang. Adanya kegiatan daur ulang sudah tentu dapat mengurangi kuantitas sampah yang harus dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut.

2. Pengaruh perilaku masyarakat dan pengaturan tentang sampah a. Perilaku masyarakat

Berkurangnya jumlah timbulan sampah yang dihasilkan berpangkal pada kemauan masyarakat untuk mengubah kebiasaan dan gaya hidupnya untuk melestarikan lingkungan dan meringankan beban ekonomi terkait dengan pengelolaan sampah. Pendidikan memegang peranan penting untuk membawa perubahan perilaku masyarakat.

b. Legislasi

Faktor yang paling mempengaruhi timbulan sampah tertentu adalah adanya peraturan baik ditingkat lokal, regional, maupun nasional yang mengatur tentang kemasan. Metode lain yang dapat digunakan adalah memberlakukan harga yang berbeda untuk penggunaan kemasan daur ulang.

3. Pengaruh faktor geografis dan fisik a. Lokasi Geografi

Pengaruh lokal geografis akan mempengaruhi iklim, dan iklim akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah jenis tertentu serta periode timbulan.

b. Musim Tahunan


(40)

Sementara itu, untuk melaksanakan pengelolaan sampah tersebut, dibutuhkan dana untuk menutupi biaya yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan sampah. Sumber pembiayaan penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah kota berasal dari sumber-sumber penerimaan daerah termasuk dari pungutan jasa pelayanan (retribusi). Sumber-sumber pembiayaan pengelolaan sampah dan alokasi penggunaannya:

1. Pembiayaan pengelolaan sampah diharapkan mampu mencukupi kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan secara standar minimal (pelayanan secara penuh untuk tempat dan fasilitas umum, pemukiman untuk seluruh strata, pemrosesan akhir dengan sistem aman bagi lingkungan).

2. Pengelolaan sampah di pemukiman, daerah komersial perkantoran, industri dan kegiatan lain yang merupakan objek retribusi yang diharapkan mampu dibiayai dari hasil pungutan/retribusi atas pelayanan yang diberikan atau dinikmati oleh pengguna jasa (cost recovery).

3. Apabila dari hasil pungutan/tagihan jasa pelayanan (retribusi) belum mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan menurut standar minimal, maka harus dapat dipenuhi dari alokasi anggaran APBD (disubsidi) agar fungsi pelayanan dapat terjaga dan tidak terjadi degradasi pelayanan yang dapat mengakibatkan gangguan lingkungan dan kesehatan masyarakat. 4. Dalam hal terdapat mekanisme pembiayaan subsidi, maka subsidi harus

diupayakan terus berkurang dengan peningkatan penerimaan basil retribusi melalui intensifikasi dan penyesuaian tarif tersebut.

5. Pemerintah menyediakan anggaran di dalam APBD untuk pelayanan pengelolaan sampah di tempat dan fasilitas umum. Hal ini karena menjadi tanggung jawab pemerintah dan bukan merupakan objek retribusi.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum sumber biaya pengelolaan sampah Kota Bandung berasal dari subsidi APBD Kota Bandung dan Retribusi yang dibayarkan pelanggan PD Kebersihan. Retribusi digunakan untuk membiayai pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Besarnya retribusi yang dibebankan kepada wajib retribusi diatur oleh Peraturan Walikota


(41)

Bandung Nomor 316 Tahun 2013 tentang Tarif Jasa Pengelolaan Sampah yang berlaku mulai tanggal 1 Mei 2013.

Tabel 4.4

Tarif Jasa Pengelolaan Sampah Sesuai Perwal 316 Tahun 2013 No Golongan Wajib Bayar Jasa Pengelolaan Sampah Besaran Tarif

(Rp) I Rumah Tinggal :

Kelas 1 (DL. 450 VA, LT. 60 M2, LB. 27 M2)

Kelas 2 (DL. 900-1300 VA, LT. >60-100 M2, LB. >27-60 M2)

Kelas 3 (DL. >1300-2200 VA, LT. >100-200 M2, LB. >60-150 M2)

Kelas 4 (DL. >2200-3600 VA, LT. >200-350 M2, LB. >150-250 M2)

Kelas 5 (DL. >3600-6600 VA, LT. >350-500 M2, LB. >250-350 M2)

Kelas 6 (DL. >6600 VA, LT. >500 M2, LB. >350 M2)

3.000,00/bulan 5.000,00/bulan 7.000,00/bulan 10.000,00/bulan 15.000,00/bulan 20.000,00/bulan II. III. IV. V. VI. Komersial Non Komersial Sosial

Pedagang Sektor Informal Angkutan Umum :

1. Angkutan Kota 2. Taxi

3. Minibus/Non Bus 4. Bus Umum 5. Bus Pariwisata

60.000,00/M3 50.000,00/M3 45.000,00/M3 1.000,00/hari 1.000,00/hari 1.000,00/hari 3.000,00/hari 5.000,00/hari 10.000,00/hari Sumber: Profil PD Kebersihan Kota Bandung

4.1.2 Deksripsi Variabel

4.1.2.1Biaya Satuan (Unit Cost) pada PD Kebersihan

Biaya satuan (Unit Cost) merupakan istilah untuk menggambarkan biaya dalam satuan unit atau produk. Penghitungan biaya satuan didasarkan pada


(42)

biaya-biaya yang dikeluarkan secara nyata dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Struktur tarif yang dapat dipakai untuk mengatasi keterbatasan subsidi dan harga pasaran yang berlaku adalah dengan pendekatan unit cost.

Biaya satuan merupakan komponen yang terdapat dalam perhitungan harga pokok. Sedangkan, dalam menghitung harga pokok dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tradisional dan metode activity based costing (ABC). Metode tradisional menghitung harga pokok menggunakan jumlah total keseluruhan biaya, sementara ABC menghitung harga pokok menggunakan jumlah biaya yang telah di klasifikasikan berdasarkan aktivitas dan pemicu biayanya masing-masing. Dari pemaparan tersebut, yang menjadi variabel pada penelitian ini adalah biaya satuan (unit cost) menggunakan metode tradisional dan biaya satuan (unit cost) menggunakan metode activity based costing (ABC).

Biaya satuan pada PD Kebersihan dinyatakan dalam satuan per volume sampah atau per m3 sampah. Untuk menghitung biaya satuan, unsur-unsur biaya baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung di klasifikasikan berdasarkan jenis aktivitasnya. Biaya pada PD Kebersihan di catat dengan akun beban sesuai dengan Keputusan Walikota Bandung Nomor 658.I/Kep:1086-PD.KBR/2013 Tentang Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perubahan Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung Tahun 2013. Berikut ini daftar biaya PD Kebersihan tahun 2013 dan 2014:

Tabel 4.5

Daftar Biaya PD Kebersihan Tahun 2013-2014

UNSUR BIAYA 2013 2014

BEBAN POKOK

Beban Penyapuan Jalan

Beban pegawai Rp 15.717.541.571 Rp 17.293.031.340 Beban Transport Rp 1.142.548.260 Rp 1.418.992.366 Perbaikan dan Pemeliharaan

Aset Rp 195.548.850 Rp 753.284.465

Beban Pemakaian Alat Rp 769.812.610 Rp 983.158.005 Beban Penyusutan Aset Rp 16.517.233 Rp 13.500.000 Beban Lainnya Rp 230.000 Rp 407.550.000

Jumlah Rp 17.842.198.524 Rp 20.869.516.176


(43)

Beban Pegawai Rp 2.039.156.294 Rp 1.325.815.746 Beban Pemakaian Alat Rp 2.283.600

Beban Sumbangan Rp 25.000

Jumlah Rp 2.041.464.894 Rp 1.325.815.746

Beban Pengangkutan

Beban Pegawai Rp 7.132.895.286 Rp 8.501.811.794 Beban Transport Rp 16.391.105.579 Rp 18.083.000.131 Beban Pemeliharaan Aset Rp 5.134.248.950 Rp 6.306.627.110 Beban Pemakaian Alat Rp 431.044.030 Rp 421.787.240 Beban Sewa Rp 3.916.916.700 Rp 2.775.440.000 Beban Penyusutan Aset Rp 1.295.440.430 Rp 2.147.758.555 Beban Dana Kecelakaan Rp 47.798.672 Rp 197.644.793

Beban Lainnya Rp 38.250.000

Jumlah Rp 34.349.449.647 Rp 38.472.319.623

Beban Penglolaan TPA

Beban Pegawai Rp 687.819.456 Rp 613.695.084 Beban Transport Rp 10.582.000 Rp 20.580.000 Perbaikan dan Pemeliharaan

Aset Rp 103.313.483 Rp 19.849.128

Beban Pemakaian Alat Rp 9.994.640 Rp 14.361.700

Beban Sewa Rp 527.260.000

Beban Kompensasi Rp 12.776.421.075 Rp 10.604.503.005 Beban Penyusutan Aset Rp 1.093.750 Rp 2.625.000 Beban Lainnya Rp 43.283.100 Rp 26.875.730

Jumlah Rp 13.632.507.504 Rp 11.829.749.647

Beban Pokok Lainnya

Beban Pegawai Rp 2.108.746.208 Rp 2.331.863.097 Beban Transport Rp 191.885.382 Rp 258.861.300 Beban Perbaikan Aset Rp 186.269.201 Rp 738.074.613 Beban Pemakaian Alat Rp 36.171.375 Rp 96.317.116 Beban Komunikasi, Listrik,

Air Rp 126.869.376 Rp 168.656.612

Beban Penyusutan Aset Rp 242.906.893 Rp 124.320.527 Beban Dana Kecelakaan Rp 724.000

Beban Lainnya Rp 1.442.500 Rp 88.802.500

Jumlah Rp 2.895.014.935 Rp 3.806.895.765


(44)

Beban Penagihan

Beban Pegawai Rp 2.984.187.819 Rp 3.454.682.671 Beban Transport Rp 202.962.381 Rp 246.556.000 Beban Perbaikan Aset Rp 30.016.950 Rp 25.942.100 Beban Pemakaian Alat Rp 560.023.075 Rp 297.222.709 Beban Kompensasi Rp 1.183.808.075 Rp 1.288.851.000 Beban Penghapusan Piutang

Usaha Rp 3.078.500 Rp 3.661.000 Beban Penyusutan Aset Rp 42.911.080 Rp 12.738.749 Beban Penyisihan Piutang

Usaha Rp 1.710.743.867 Rp 1.550.442.815

Beban Lainnya Rp 835.000 Rp 6.576.000

Jumlah Rp 6.718.566.747 Rp 6.886.673.044

Beban Administrasi Umum

Beban Pegawai Rp 4.829.248.761 Rp 5.400.283.030 Beban Transport Rp 454.233.340 Rp 547.476.825 Beban Perbaikan Aset Rp 294.325.927 Rp 426.892.432 Beban Pemakaian Alat Rp 234.941.287 Rp 610.360.753 Beban Komunikasi, Listrik,

Air Rp 105.256.831 Rp 103.141.202

Beban Sewa Rp 1.455.000

Beban perjalanan Dinas Rp 200.193.000 Rp 163.376.050 Beban Program

Pengembangan Rp 704.874.683 Rp 746.725.225 Beban Pendidikan dan

Pelatihan Rp 59.760.000 Rp 183.692.640 Beban Pajak Rp 120.661.776 Rp 64.652.182 Beban Jamuan Rp 115.502.152 Rp 95.873.208 Beban Akuntan dan

Konsultan Rp 99.890.000 Rp 194.500.000 Beban Sumbangan Rp 94.790.000 Rp 126.311.650 Beban Representasi Direksi Rp 148.750.000 Rp 172.969.000 Beban Badan Pengawas Rp 125.444.555 Rp 149.507.880 Beban Pembinaan Manaj.

Perusahaan Rp 16.049.177 Rp 3.150.000 Administrasi umum Lainnya Rp 276.354.026 Rp 450.306.223 Beban Penyusutan Aset Rp 345.871.655 Rp 305.376.841

Jumlah Rp 8.227.602.170 Rp 9.744.595.141

JUMLAH BIAYA

OPERASIONAL Rp 85.706.804.421 Rp 92.935.565.142


(1)

74

74

Fenny Hamka. (2010). Analisis Biaya Satuan Tindakan Sectio Caesaria Paket Kemat A di Rumah Sakit X Tahun 2009. Tesis.

Garrison, Ray H Eric Noreen, and Peter C. Brewer. (2007). Managerial

Accounting. McGraw-Hill Companies.

Gaspersz, Vincent. (2006). Continuous Cost Reduction Through Lean-Sigma

Approach. [Online]. Tersedia:

http://books.google.co.id/books?id=1S287n-_eScC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false [24 Maret 2014]

Halim, Abdul. (2007). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah

Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. [online]. Tersedia: http://books.google.co.id/books?id=Qf4QHM1Mud0C&printsec=frontcover &hl=id#v=onepage&q&f=false [09 Maret 2014]

Horngren, Carter T., Datar, Srikant M., dan Foster, George. (2008). Akuntansi Biaya Edisi Keduabelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Joon Jong No., Kleiner, Brian H. (1997). How to Implement Activity Based

Costing.

Kantor Penanaman Modal. (2012). Letak Geografis Kota Bandung. [online]. Tersedia: http://bappeda-bandung.go.id/kpm/?geografis [13 Maret 2014] Kieso, et all. (2007). Akuntansi Intermediate Jilid 2 Edisi 12. Jakarta: Erlangga Lubis, Irwansyah. (2010). Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan

Pelaksanaan Hukum. [online].

Tersedia:http://books.google.co.id/books?id=BUIEaS2p4bMC&printsec=fro ntcover&hl=id#v=onepage&q&f=false [10 Maret 2014]

Mardiasmo. (2011). Akuntansi Perpajakan, edisi revisi 2011. Yogyakarta: CV Andi

Mc Bandung. (2011, November). Tarif Retribusi Sampah di Kota Bandung Akan Ada Kenaikan. Dalam www.infopublik.id. [online]. Tersedia:

http://www.infopublik.org/read/9531/tarif--retribusi--sampah--di--kota-bandung--akan-ada-kenaikan-.html [09 Maret 2013]

Muhlas Aziz. (2010). Penentuan Harga Pokok Produk Jasa Transportasi Menggunakan Metode Activity Based Costing. Skripsi.

Mulyadi. (2003). Activity Based Costing “Sistem Informasi Biaya untuk

Pengurangan Biaya Edisi 6”. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YPKN.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. [online]. Tersedia:


(2)

75

75

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011. [online]. Tersedia: http://bandung.go.id/images/download/PERDA_No.09_Th.2011.pdf [09 Maret 2014]

PRFM News. (2013 April). Mei, Retribusi Sampah di Kota Bandung Naik.

[online] Tersedia:

https://www.facebook.com/PRFMNewsChannel/posts/302956016502667 [11 Maret 2013]

Profil PD Kebersihan. Website Resmi Pemerintah Kota Bandung. [online]. Tersedia: http://www.bandung.go.id/index.php?fa=dilemtek.detail&id=41 [22 Januari 2014]

Putri, P. Mega. (2014). Pengaruh Penerimaan Retribusi Parkir Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus di Kota Bandung).

Skripsi.

Resmi, Siti. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat. Rochdianingrum, Widhi A. (2011). Potensi Retribusi Kebersihan Sampah Rumah

Tangga dalam Pendapatan Asli Daerah Studi Kasus di KotaSemarang.

Skripsi.

Rustam. (2002). Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 23.

Makalah.

Siahaan, Mahirot P. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Siti Mulyani. (2003). Analisis Perbandingan Metode Konvensional dengan

Activity Based Cost System dalam Pembebanan Biaya Overhead dalam

Hubungannya dengan Akurasi Perhitungan Harga Pokok Produksi pada CV. Pindani Teknik Bandung. Skripsi.

Sudarmaji, Agus. (2000). Analisis Penarifan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan dengan Metoda Activity Based Costing (Studi di Kota Semarang).Tesis.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Supriady, Bratakusumah, D,. Solihin, D., (2004). Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah. [online]. Tersedia:

http://books.google.co.id/books?id=RGCnDB7wO1EC&printsec=frontcove r&hl=id#v=onepage&q&f=false [10 Maret 2014]


(3)

76

76

Timbulan Sampah Kota Bandung. Data Perusahaan Daerah Kebersihan Kota

Bandung. [online]. Tersedia:

http://www.bandung.go.id/images/download/timbunan_ratasampah.pdf [22 Januari 2015]

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Zain, Mohammad., Hermana, Suryo. (2010). Himpunan Undang-Undang Perpajakan 2010. Jakarta: Indeks.


(4)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG


(5)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG


(6)

Anita Khairunnisa, 2015

ANALISIS PERBAND INGAN METOD E TRAD ISIONAL D AN METOD E ACTIVITY BASED COSTING D ALAM PERHITUNGAN UNIT COST PAD A PD KEBERSIHAN KOTA BAND UNG