DOCRPIJM 1504168759BAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

BAB 3 ARAHAN KEBI JAKA N DAN RE NCAN A STR ATEGI S INFRA STRU KTUR BIDAN G CI PTA KARYA

3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

  Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kota Tegal disusun dengan mengacu pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan, baik dari hirarki Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Gambar 3.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

  Sumber: Direktorat Bina Program, 2014

Gambar 2.1 menjelaskan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang

  Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional. Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Di samping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

  Arahan pembangunan bidang Cipta Karya mengacu pada kebijakan sektoral seperti RPJPN, RPJMN, dan RPJMD Kota Tegal.

A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 Visi Indonesia yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025, yang ditetapkan melalui UU No.

  17 Tahun 2007, adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

  a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

  b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

  c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan

  RPJMN, yaitu:

   ke-2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui

  RPJMN percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

   RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

   RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

B. Program Nawa Cita

  Adapun Program khusus yang diagendakan oleh Presiden dan Wakil Presiden yang dikenal dengan Program Nawa Cita, adalah sebagai berikut: a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

  b. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

  c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

  d. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

  e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

  f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

  h. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia. i. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

C. Program 100%-0%-100% Bidang Cipta Karya dalam RPJMN 2015-2019

  Sesuai dengan RPJPN, RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional, termasuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Arahan RPJMN yang terkait Bidang Cipta Karya adalah memenuhi kebutuhan hunian layak bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh serta mewujudkan peningkatan keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan.

  Dalam Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2, pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya diarahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas. Pemerintah mengidentifikasikan beberapa isu strategis untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, di antaranya yaitu rendahnya pelayanan air minum, rendahnya layanan sanitasi layak, meluasnya kawasan kumuh, dan penanggulangan kemiskinan. Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah memberikan fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa). Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan infrastruktur.

  Capaian dan tantangan penyediaan akses air minum sampai dengan akhir tahun 2013 telah mencapai 67,7% penduduk. Berdasarkan perkiraan maju hingga tahun 2015, Pemerintah optimistis target Millennium Development Goals (MDGs) untuk sektor air minum sebesar 68,87% dapat tercapai. Sedangkan capaian pelayanan sanitasi meningkat hingga 59,7% dari target MDGs sebesar 62,4% penduduk yang diperkirakan dapat terwujud pada tahun 2015. Sementara menurut data Susenas 2011, luasan kawasan kumuh tersisa sebesar

  12,75% atau menurun 8,18% dari kondisi tahun 1993. Setelah hampir dipastikan mencapai target MDGs tahun 2015, tantangan berat Indonesia di bidang infrastruktur permukiman adalah memberikan akses air minum 100%, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia pada 2019 atau di akhir RPJMN ke-3 tahun 2015-2019 seiring target 100-0-100 Cipta Karya yang terus menggelinding.

  Prioritas program pengembangan air minum dan sanitasi kemudian diarahkan untuk mendukung pengurangan kawasan permukiman kumuh menjadi 0% pada 2019. Strateginya adalah dukungan SPAM dengan Pengembangan SPAM di perkotaan melalui PDAM terfasilitasi untuk SPAM bagi MBR di kawasan perkotaan, dan pembangunan SPAM baru berupa SPAM di kawasan khusus dan SPAM perdesaan.

  Salah satu upaya untuk mencapai 0% permukiman kumuh adalah penghapusan wilayah kumuh yang ditargetkan akan bersih pada 2020 nanti, tentunya tanpa penggusuran. Sedangkan untuk mencapai universal access sanitasi pada tahun 2019, masih ada deviasi 40,29% jika diukur dari capaian layanan pada akhir 2013 sebesar 59,71%. Layanan sanitasi terdiri dari pengolahan air limbah, pelayanan persampahan dan saluran drainase. Pada tahun 2004 layanan sanitasi baru mencakup 38,13% penduduk Indonesia.

D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

  Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Direktorat Jenderal Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. KPI dalam MP3EI adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

Gambar 3.2 Peta Kawasan Ekonomi

  Sumber: MP3EI, 2011

  Terkait dengan Rencana yang tertuang dalam MP3EI, Kota Tegal tidak termasuk secara spesifik dalam rencana tersebut.

E. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

  Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

  a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

  c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

  Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/ P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

Gambar 3.3 Jumlah Penduduk Miskin Desa-Kota Per Provinsi 2013Gambar 3.4 Porsentase Penduduk Miskin Desa-Kota Per Provinsi 2013Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 menunjukkan Jumlah dan Porsentase penduduk miskin berdasarkan provinsi. Provinsi Jawa Tengah, termasuk Kota Tegal yang berada dalam

  administrasinya memiliki porsentase penduduk miskin perkotaan pada kisaran 15 porsen, atau sekitar 1,5 juta penduduk miskin perkotaan. Tentu dalam hal ini, Kota Tegal yang termasuk dalam klasifikasi kawasan perkotaan memiliki kontribusi terhadap porsentase penduduk miskin dengan jumlah yang tercatat sebesar 27.692 KK. Adapun beberapa isu permasalahan penanggulangan kemiskinan yang tertuang dalam dokumen MP3KI antara lain: a. Perencanaan dan/atau pelaksanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan belum optimal:

   menyangkut ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan koordinasi antar program/ kegiatan maupun program/ kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang belum selaras;

   program-program pro-rakyat Klaster-4 belum terlaksana secara sistematis dan terstruktur

  • – penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terisolir/ terpencil, daerah perbatasan masih belum efektif;

   peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah belum optimal;

   Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan penganggaran

  b. Kebijakan makro yang kurang optimal dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan c. Sebagian masyarakat masih memiliki kesadaran yang rendah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, termasuk yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak

  d. Pertumbuhan ekonomi masih belum mampu menyerap tenaga kerja penduduk miskin, seperti di pertanian e. Pertumbuhan penduduk relatif cukup besar

  Petani dan nelayan dihadapkan pada lahan usaha yang terbatas serta terjadinya f. perubahan iklim

  g. Kapasitas dan peluang usaha masyarakat miskin masih rendah

  h. Laju urbanisasi yang pesat memperparah kemiskinan perkotaan Peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor formal menghadapi tantangan isu i. ketenagakerjaan Masih banyak daerah terisolir, dengan akses pelayanan dasar rendah j. k. Belum tersedianya Jaminan Perlindungan Sosial yang komprehensif

  Social exclusion (marjinalisasi), seperti kepada penduduk: disable, lansia, berpenyakit l. kronis, non-ktp, dan kelompok rentan lainnya

  Sehingga dengan adanya penyusuna RPIJM ini diharapkan menjadi salah satu agenda sektoral yang mampu menanggulangi berbagai sektor yang berpengaruh khususnya terkait dengan peningkatan permukiman layak huni di Kota Tegal.

  F. Kawasan Ekonomi Khusus

  UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK. Pada saat ini, Kota Tegal belum termasuk dalam kerangka program Kawasan Ekonomi Khusus.

  G. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

  Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

  a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

  d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

  j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

  Adapun wewenang Kota Tegal dalam menjalankan tugasnya yaitu:

  a. Menyusun dan menyediakan basis data peru Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  b. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  d. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

  e. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. g. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

  h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

  Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  Di samping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

  a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

  b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

  3. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

  UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk di dalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga, dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

  4. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

  UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

  a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

  d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah,

  e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

  Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

  Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

H. Amanat Internasional

  Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

1. Agenda Habitat

  Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

  Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

  2. Konferensi Rio+20

  Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

  Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

  3. Sustainable Development Goals

  Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap erencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

  Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

  Pada tahun 1992 dalam pertemuan The Earth Summit di Rio de JaneiroBrazil dan dilanjutkan pada tahun 2012 pada pertemuan The Rio+20 yang membahas dan mengevaluasi perkembangan MDGs sehingga terfokuskan terhadap permasalahan isu lingkungan global sehingga terbentuk konsep The Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai program International pengganti MDGs pada akhir tahun 2015. Adapun 17 tujuan yang menjadi kerangka SDGs antara lain :

  1. Menghapus segala bentuk kemiskinan di manapun.

  2. Mengakhiri kelaparan, mewujudkan ketahanan pangan dan perbaikan gizi, dan mendorong pertanian berkelanjutan.

  3. Memastikan hidup yang sehat dan memajukan kesejahteraan bagi semua usia.

  4. Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan adil serta mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

  5. Mewujudkan kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

  6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan bagi semua.

  7. Memastikan akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern bagi semua.

  8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan inklusif, kesempatan kerja yang penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak bagi semua.

  9. Membangun infrastruktur yang tangguh, menggalakkan industrialisasi yang berkelanjutan, inklusif dan mengembangkan inovasi.

  10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara.

  11. Menjadikan kota dan pemukiman manusia yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan.

  12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

  13. Mengambil tindakan mendesak untuk menaggulangi perubahan iklim dan dampaknya.

  Melestarikan dan menggunakan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk 14. pembangunan berkelanjutan. Melindungi, memulihkan dan mempromosikan pemanfaatan ekosistem terestrial yang 15. berkelanjutan, mengelola hutan secara lestari, mencegah lahan tandus, menghentikan dan mengembalikan degradasi tanah serta menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati. Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, 16. menyediakan akses keadilan bagi semua orang, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.

  Memperkuat upaya implementasi dan revitalisasi kemitraan global untuk 17. pembangunan berkelanjutan.

  Beberapa poin dalam SDGs tersebut memang sesuai dan sejalan dengan visi dan misi dalam RPIJM, khususnya terkait dengan inklusivitas, permasalahan kemiskinan dan keterkaitannya dengan akses terhadap lingkungan hunian yang layak, yang didukung oleh kesedian infrastruktur yang memadai seperti air bersih, sanitasi dan persampahan yang baik. Selain itu SDGS juga condong kepada upaya resiliensi ekosistem perkotaan terhadap pengaruh perubahan iklim. Isu ini tentunya menjadi semakin relevan mengingat lokasi geografis Kota Tegal yang berada di daerah pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim global.

  Dengan demikian diharapkan bahwa dengan penyusunan dokumen RPIJM ini dapat menjadi platform program-program strategis yang menjadi acuan pembangunan infrastruktur bidang cipta karya.

4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

  Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global

  

Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development

”.

  Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.

  Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

  a. Mengakhiri kemiskinan

  b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

  c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

  d. Menjamin kehidupan yang sehat

  e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

  f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

  g. Menjamin energi yang berkelanjutan

  h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

  j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m. Pembiayaan jangka panjang

  Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan, baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

3.1.2 Arahan Penataan Ruang A. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

  RTRWN disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

  a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,

  b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

  c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

  d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor, e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,

  f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

  Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPIJM kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

  a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

  Kriteria: 1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,

  2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau

  3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

  b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

  Kriteria:

  1. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

  2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau

  3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

  Kriteria:

  1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,

  2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga,

  3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau

  4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

  d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

  a. Pertahanan dan keamanan,

  a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

  c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

  b. Pertumbuhan ekonomi,

  a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

  b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, c) memiliki potensi ekspor,

  d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,

  e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

  f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

  c. Sosial dan budaya

  a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,

  c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan, d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,

  e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

  d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

  a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

  b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir c) memiliki sumber daya alam strategis nasional

  d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa

  e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

  e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

  a) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

  b) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan, c) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara, d) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro

  e) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup

  f) rawan bencana alam nasional

  g) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

B. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi

  Kota Tegal dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah ditentukan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW, yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Kota Tegal sendiri masuk pada Sistem Perwilayahan Bregasmalang yang terdiri atas Kota Tegal sendiri, Kabupaten Brebes, Slawi (Kabupaten Tegal), dan Kabupaten Pemalang, dengan fungsi pengembangan sebagai Pusat Pelayanan Lokal, Provinsi dan Nasional.

  Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan antara lain Pengembangan prasarana persampahan yang dilaksanakan dengan pendekatan pengurangan, pemanfaatan kembali dan daur ulang, yang meliputi Tempat Pengolahan Akhir Sampah Regional Bregasmalang dan pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara di lokasi-lokasi strategis.

  Rencana pengembangan prasarana limbah dan drainase meliputi penyediaan sistem pengolahan limbah cair domestik sesuai kebutuhan pada kawasan perkotaan; pembangunan tempat pengolahan limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun; pembangunan IPAL dan

  IPLT di kawasan perkotaan di tiap Kabupaten/Kota; pengembangan sistem drainase terpadu di seluruh ibukota kabupaten/kota; dan pengembangan sumur resapan di tiap bangunan.

  Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah administratif, dilaksanakan melalui kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggu-langan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan; pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan per-syaratan teknis; pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis; pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.

C. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal

  Dalam penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya, beberapa yang perlu diperhatikan dari RTRW Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) yang didasari sudut kepentingan:

  a. Pertahanan keamanan

  b. Ekonomi

  c. Lingkungan hidup

  d. Sosial budaya

  e. Pendayagunaan sumberdaya alam atau teknologi tinggi

2. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:

a. Arahan pengembangan pola ruang: 1) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya.

2) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

  b. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, Rusunawa, maupun Agropolitan.

  3. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya yang harus diperhatikan mencakup ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, kawasan budidaya, sistem perkotaan, dan jaringan prasarana.

4. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  Kawasan Strategis Kota (KSK) diperlukan sebagai dasar pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya. Pada pembangunan infrastruktur skala kawasan, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya diarahkan pada lokasi KSK, dan diharapkan keterpaduan pembangunan dapat terwujud. Tabel 7.1 memaparkan identifikasi arahan RTRW Kabupaten/Kota untuk Bidang Cipta Karya, Tabel 7.2 memaparkan identifikasi Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK), serta Tabel 7.3 memaparkan identifikasi indikasi program khusus untuk Bidang Cipta Karya.