Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

  

3.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN

RUANG

3.1.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

A. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

  RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita). Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan jangka panjang, periode 2015- 2019 menjadi sangat penting karena merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki keharmonisan antar kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan IPTEK dan bergerak menuju kepada keseimbangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu, ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015- 2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong- Royong”. Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015-2019 adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi.

  Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.

  Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019 terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal pada hunian yang layak yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.

  Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;

  2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;

  Optimalisasi penyediaan layanan air minum; 3.

  4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air,

  hemat air dan simpan air secara nasional; Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung; 5.

  6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar.

  7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan.

B. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2015-2019

  Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).

  Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi :

  1. Perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kawasan

  permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan

  permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan permukiman,

  pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

  6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

  7. Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya

  menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui program- program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan system infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

  Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

  Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang terbangun.

  Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran strategis yang fokus perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan. Adapun indikator kinerja outcome-nya Direktorat Jenderal Cipta Karya meliputi: 1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.

  2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak.

  3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat. Adapun peta strategi Kementerian PUPR dalam mewujudkan visi tersebut digambarkan pada Gambar 3.1.

  

Gambar 3.1

Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019 Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan tantangan yang ada dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam periode lima tahun ke depan adalah:

  1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam bidang Cipta Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan, inklusifitas, dan berkelanjutan.

  2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.

  3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.

  4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman.

  5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.

  

Gambar 3.2

Strategi Gerakan Nasional 100-0-100 Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran program Ditjen Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan c. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi

  

Tabel 3.1

Sasaran Program Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019

  Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota.

3.1.2 ARAHAN PENATAAN RUANG

A. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional

1. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Papua

  Kebijakan mewujudkan struktur ruang Pulau Papua dengan menggunakan prinsip pusat pengembangan wilayah berbasis Kampung Masyarakat Adat, meliputi : a. Pengintegrasian kawasan kampung masyarakat adat dalam pengembangan

  Wilayah Papua;

  b. Pengembangan pusat klaster;

  c. Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi dan adaptasi bencana untuk mengatasi indeks kerawanan dan risiko bencana yang tinggi; dan d. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan keterkaitan antar kawasan perkotaan nasional.

  Kebijakan mewujudkan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 70 persen dari luas Pulau Papua dan kelestarian keanekaragaman hayati kelautan dunia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) meliputi :

  a. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; b. Pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan ekosistem dan fungsinya; dan c. Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi.

  d. Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang sudah disahkan dengan Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

  Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan meliputi : a. Pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis; dan b. Pengembangan kawasan minapolitan. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Papua Nugini, Negara Palau, dan

  Negara Australia meliputi :

  a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan Pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan

  b. Pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia.

  Kebijakan mewujudkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Pulau Papua meliputi:

  a. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara di Kawasan Perbatasan Papua.

  b. Pemanfaatan sumberdaya alam di Kawasan Timika secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Strategi Penataan Ruang Wilayah Papua

  Struktur Ruang Wilayah

  a. Strategi untuk pengintegrasian kawasan Kampung Masyarakat Adat dengan mengintegrasikan kawasan Kampung Masyarakat Adat dalam pengembangan sentra produksi, kawasan perkotaan nasional, serta prasarana dan sarana wilayah.

  b. Strategi untuk pengembangan pusat klaster, meliputi:  Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat klaster; dan  Mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri komoditas unggulan.

  c. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional, meliputi:

   Mengembangkan dan memantapkan jaringan prasarana dan sarana transportasi sesuai dengan kondisi dan karakteristik kawasan;  Mengembangkan jaringan transportasi antarmoda untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah;  Mengembangkan dan meningkatkan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan serta bandar udara untuk melayani angkutan keperintisan; dan  Mengembangkan jaringan jalan serta jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan yang membuka akses kampung masyarakat adat.

  Pengembangan Kawasan Lindung

  a. Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi, meliputi:  Mempertahankan dan merehabilitasi fungsi ekologis kawasan suaka alam dan pelestarian alam dengan memperhatikan keberadaan Kampung Masyarakat Adat; dan  Mengembangkan nilai ekonomi dan jasa lingkungan pada kawasan suaka alam dan pelestarian alam.

  b. Strategi pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan ekosistemnya, dilakukan dengan:  Implementasi pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS);  Perlindungan mata air di Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas;  Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan berbasis DAS;  Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan

  Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan mempertimbangkan morfologi tanah, curah hujan, kondisi geologi, dan jenis tanamannya;

   Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung Masyarakat Adat;  Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan  Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk kegiatan budi daya non hutan.

  c. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut.

   Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung Masyarakat Adat;  Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan  Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk kegiatan budi daya non hutan.

  Pengembangan Kawasan Budidaya

  a. Strategi untuk pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis, meliputi:  Mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan produksi hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan;  Mengembangkan prasarana sumberdaya air untuk meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan.

  b. Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

  c. Strategi perwujudan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan, dilakukan dengan :  Mengembangkan sentra pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan yang didukung industri pengolahan ramah lingkungan;  Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan;  Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis komoditas perikanan;  Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi prasarana dan sarana dengan memperhatikan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat.

  d. Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup, meliputi:

   Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, simpul transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara yang berbatasan;  Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai perwujudan kedaulatan negara.

  e. Strategi untuk pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Papua. Strategi pengembangan KSN di Pulau Papua dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2 Strategi Pengembangan KSN Di Pulau Papua

B. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua

1. Struktur Ruang Provinsi

  Rencana struktur ruang wilayah meliputi sistem pusat kegiatan, sistem jaringan prasarana utama, dan sistem jaringan prasarana lainnya.

  Sistem Pusat Kegiatan Rencana Sistem Pusat Kegiatan meliputi sistem perkotaan dan sisitem perdesaan.

a. Sistem Perkotaan

  Sistem perkotaan terdiri atas PKN, PKW, dan PKL. PKN dan PKW ditentukan oleh pemerintah, sedangkan PKL ditetapkan dalam RTRW Provinsi berdasarkan kajian akademis dan usulan pemerintah kabupaten/kota. Untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan ditentukan PKSN.

  Rencana sistem perkotaan Provinsi Papua ditentukan sebagai berikut:

   Penentuan PKN Penentuan PKN Provinsi Papua adalah sebagai berikut:

  • Jayapura RTRWN menetapkan PKN untuk Provinsi Papua berada di Jayapura dan Timika. Penentuan Jayapura perlu dipertegas dalam RTRW Provinsi Papua, mengingat adanya 2 wilayah administratif yakni Kota dan Kabupaten Jayapura. Sebagai simpul utama transportasi nasional, Kota Jayapura memiliki pelabuhan laut, dan Kabupaten Jayapura memiliki bandara Sentani. Bandara Sentani saat ini memiliki peran sebagai simpul utama transportasi skala nasional. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penentuan peran PKN tidak hanya berada di Kota Jayapura tetapi juga kawasan perkotaan Kabupaten Jayapura.
  • Timika Timika, merupakan simpul transportasi utama yang melayani wilayah selatan Provinsi Papua dan kawasan pertambangan sebagai kawasan strategis nasional, didukung dengan keberadaan bandara Mozes Kilangin. Beberapa kawasan perkotaan di Provinsi Papua memiliki potensi berperan sebagai PKN, di samping perkotaan Jayapura dan Timika. Pusat-pusat perkotaan tersebut dapat dipromosikan sebagai Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp). Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp) melipu
  • Biak Berdasarkan pertimbangan luas wilayah yang dilayani dan sebagai upaya penyeimbang perkembangan di wilayah barat, utara, timur, selatan, diusulkan memacu perkembangan pusat pelayanan Biak dan Merauke. Biak saat ini memiliki bandara Frans Kaisepo yang kualitas prasarananya layak menjadi bandara internasional. Pemilihan Biak sebagai PKNp didukung dengan perannya saat ini
sebagai PKW, sebagai kawasan strategis nasional, dan sebagai kawasan andalan. Potensi Kabupaten Biak Numfor dalam pengembangan pariwisata bahari turut mendukung penetapannya sebagai PKNp.

  • Merauke Dengan mengusulkan pengembangan PKNp di wilayah selatan diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan bagian selatan Provinsi Papua. Merauke saat ini memiliki bandara Mopah dan pelabuhan, didukung dengan kebijakan pengembangan bandara, serta perannya sebagai kawasan andalan.
  • Wamena Dengan mengusulkan pengembangan PKNp di wilayah Pegunungan Tengah diarahkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan bagian tengah Provinsi Papua. Wamena merupakan pusat distribusi barang dan jasa untuk wilayah Pegunungan Tengah dan merupakan pintu masuk dan keluarnya barang dan orang .

   Penentuan PKW Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah perkotaan sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. PKW ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

  • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;
  • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/
  • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Dalam RTRWN, pusat-pusat perkotaan di Provinsi Papua yang ditentukan sebagai PKW adalah Merauke, Biak, Muting, Bade, Wamena, Nabire, Arso, Sarmi. Dengan diusulkannya Merauke, Wamena, dan Biak sebagai PKNp, maka ketiganya tidak lagi sebagai PKW.

   Penentuan PKW di Provinsi Papua:

  • Nabire Nabire memiliki peran sebagai pusat pelayanan wilayah barat. Keberadaan jalan provinsi yang menghubungkan Nabire-Waghete-Enarotali-Timika, dan pelabuhan pengumpan, dan bandara Wanggar menjadikan Nabire memiliki peran strategis menunjang perkembangan wilayah sekitarnya.
  • Muting Muting pada saat ini merupakan pusat pelayanan wilayan bagian selatan, dan sebagai titik pertemuan dari Boven Digoel dan Pegunungan Bintang menuju Merauke.
  • Sarmi Sarmi pada saat ini merupakan pusat pelayanan wilayah utara bagian tengah.

  Beberapa kawasan perkotaan di Provinsi Papua memiliki potensi berperan sebagai PKW, di samping perkotaan Nabire, Muting, dan Sarmi. Pusat-pusat perkotaan tersebut dapat dipromosikan sebagai PKWp adalah sebagai berikut :

  • Kepi Kepi merupakan ibukota Kabupaten Mappi.
  • Enarotali

  Enarotali merupakan pusat perkotaan yang akan dikembangkan sebagai PKW promosi. PKW promosi Enarotali ini merupakan pusat distribusi barang dan jasa untuk beberapa kabupaten seperti Intan Jaya, Deiyai, dan Puncak.

  • Dekai Dekai di Kabupaten Yahukimo merupakan pusat perkotaan yang akan dikembangkan sebagai PKW Promosi. Dekai merupakan pusat simpul masuknya barang jasa serta pusat pengembangan industri di wilayah selatan masuk ke Pegunungan Tengah dari Pelabuhan Logpon.
  • Waris Waris memiliki fasilitas perkotaan memadai.

   Penentuan PKL Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah perkotaan sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa distrik. Kriteria penentuan PKL adalah :

  • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau
  • kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

  Penentuan PKL :

  • semua ibukota kabupaten yang tidak termasuk PKN, PKNp, dan PKW, ditentukan sebagai PKL.
  • bagi kabupaten yang telah memiliki RTRW, PKL yang telah ditentukan dalam RTRW Kabupaten diakomodasi dalam RTRW Provinsi.

   Penentuan PKSN Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kota atau perkotaan yang mempunyai fungsi pelayanan khusus dalam menunjang sektor strategis nasional, menunjang pengembangan wilayah baru atau penyebaran kegiatan ekonomi dan berfungsi sebagai daerah penyangga aglomerasi pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada. PKSN ditetapkan dengan kriteria:

  • pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;
  • pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;
  • pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau
  • pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

  RTRWN menentukan PKSN berada di Arso (Kabupaten Keerom), Tanah Merah (Kabupaten Boven Digoel), dan Merauke (Kabupaten Merauke), namun perlu ditambahkan dengan Oksibil (Kabupaten Pegunungan Bintang) dan Kota Jayapura, yang merupakan kabupaten/kota perbatasan dengan Papua New Guinea. Oksibil dan Kota Jayapura ditentukan sebagai PKSNp.

  Penentuan PKSNp perlu dipertegas dengan arahan lokasi yang lebih tepat sesuai kriteria. Beberapa simpul lintas batas yang akan dikembangkan yaitu:

  • Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, di Kota Jayapura;
  • Kampung Kombut, Distrik Kombut, di Kabupaten Boven Digoel;

  • Kampung Toray, Distrik Elikobel, di Kabupaten Merauke;
  • Kampung Waris, Distrik Waris, di Kabupaten Keerom;  Kampung Muara Asbi, Distrik Batom di Kabupaten Pegunungan Bintang.

b. Sistem Perdesaan

  Perkampungan merupakan konsentrasi kegiatan penduduk yang berfungsi sebagai pengembangan lahan permukiman kampung dan aktivitas penunjangnya. Arahan pengembangan sistem pusat permukiman kampung didasarkan pada hasil survei lapangan menggunakan GPS ke kantor-kantor kampung, kelurahan, distrik maupun kabupaten yang dapat dijangkau dan dari sumber-sumber yang memiliki peta atau posisi pemukiman di Papua, dengan kecenderungan :

   Lokasi kampung yang berkelompok akan tumbuh lebih cepat dan mengarah pada terbentuknya kawasan perkotaan.

   Kecenderungan ini berdampak pada peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana, serta perubahan fungsi lahan.

   Lokasi kampung yang tersebar akan memiliki pertumbuhan relatif lambat, akan membentuk kawasan perkampungan yang berorientasi pada pengelolaan sumberdaya alam.

   Lokasi kampung yang berada di kawasan hutan akan mengalami pertumbuhan lambat dan mengarah pada kawasan terpencil.

  Secara spasial kegiatan perkampungan diarahkan untuk dapat saling bersinergi dan saling menunjang satu sama lain dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan masing-masing.

  Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menata dan mengembangkan wilayah di Provinsi Papua, sehingga keterkaitan antara perkampungan dan perkotaan dapat terwujud.

  Konsentrasi permukiman kampung berkembang secara linier mengikuti pola jaringan jalan dan kemudahan aksesibilitas. Kecenderungan terbentuknya permukiman tersebar dan berkelompok dengan konsentrasi dekat dengan pusat aktivitas, akan membentuk perkampungan dengan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sosial dan ekonomi.

  Peranan perkampungan tidak hanya sebagai kawasan penyangga terhadap kawasan perkotaan, akan tetapi diharapkan akan membentuk jaringan interkoneksi antara kawasan perkampungan dengan perkotaan, yang saling menunjang secara ekonomi . Kegiatan pada kawasan perkampungan harus memperhatikan ketentuan mengenai kawasan lindung, suaka alam, dan cagar budaya.

  Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

  a. Sistem Jaringan Air Baku Rencana pengembangan sistem jaringan air baku sebagai berikut:

   Pembagian peran dalam pengelolaan sumber daya air antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing;  Konservasi kawasan di bagian hulu dan tengah aliran sungai;  Perlindungan kawasan yang berfungsi menampung limpasan air di bagian hilir;  Perlindungan sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk, serta kawasan sekitar mata air dari kegiatan yang berpotensi merusak kualitas air;  Pemulihan fungsi hidrologis yang telah menurun akibat kegiatan budi daya di kawasan resapan air, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, dan waduk, serta kawasan sekitar mata air;

   Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya dalam rangka pencegahan erosi dan pencemaran air;  Pengendalian penggunaan air dari eksploitasi secara besar-besaran;  Pengaturan pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai kegiatan budidaya secara seimbang dengan memperhatikan tingkat ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air;  Pengendalian daya rusak air untuk melindungi masyarakat, kegiatan budidaya, serta prasarana dan sarana penunjang.

   Pengembangan sistem prasarana sumber daya air yang selaras dengan pengembangan sistem pusat permukiman, kawasan budidaya, dan kawasan lindung; dan pengembangan sistem prasarana sumber daya air untuk mendukung sentra produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.

  Untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau serta meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi yang ada dalam rangka ketahanan pangan, pengembangan sistem sumber daya air melalui program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan air baku dilaksanakan dengan kegiatan :

   Pemanfaatan sumber air baku alternatif yaitu air bawah permukaan.  Pembangunan prasarana pengendali banjir  Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi  Pembangunan jaringan air minum  Normalisasi saluran sungai  Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air  Rehabilitasi dan pemeliharaan bantaran dan tanggul sungai  Pembangunan sarana pengamanan pantai dan pemecah ombak. b. Sistem Jaringan Drainase Pada prinsipnya pengembangan sistem drainase di Provinsi Papua tetap memanfaatkan sistem jaringan drainase yang sudah ada serta memanfaatkan sungai sebagai sistem pembuangan alam yang sekaligus berfungsi sebagai badan penampung limpasan air hujan sebagai jaringan pembuangan akhir. Adapun pedoman yang dipergunakan dalam menyusun rencana pengembangan sistem drainase adalah :

   Memanfaatkan sistem jaringan drainase yang ada secara maksimal, baik sungai, anak sungai, maupun saluran alami lainnya.

   Mengalirkan air hujan secepatnya melalui suatu sistem jaringan drainase ke badan air terdekat atau tempat pembuangan akhir di laut atau sungai, dengan efisiensi panjang saluran.

   Memanfaatkan energi gravitasi dan meminimalkan penggunaan pompa.  Mengembangkan sistem pompanisasi di wilayah yang mempunyai ketinggian antara

  0-6 meter di atas permukaan laut terutama di Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire, dan Kota Jayapura.

  Mengingat kemampuan pemerintah dalam membiayai penyediaan saluran atau drainase ini sangat terbatas, maka dalam proses pelaksanaannya Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peran masyarakat melalui kemitraan.

  c. Sistem Pengelolaan Sampah Rencana pengembangan sistem pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

   Rencana pengembangan sistem persampahan untuk wilayah kabupaten/kota yang berdekatan dilakukan kerjasama terkait dengan sistem pengelolaan sampah secara terpadu dalam lokasi dengan sistem sanitary landfill maupun controlled landfill.

   Sistem persampahan untuk Kabupaten Asmat, Kabupaten Kepulauan Yapen, dan kepulauan diarahkan penanganannya secara individual, komunal, dan pengembangan pengelolaan daur ulang seperti pembuatan pupuk kompos.

2. Pola Ruang Provinsi

  Kawasan peruntukan permukiman dibedakan menjadi permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.

a. Permukiman Perkotaan

  Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk :  memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;  mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan  lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah;  meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perkampungan;  memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;  menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;  menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

  Pengembangan permukiman perkotaan diarahkan sebagai berikut:  Pengembangan permukiman perkotaan di wilayah ibukota kabupaten, serta kawasan yang dipengaruhi secara langsung terutama yang berada di distrik perbatasan dengan perkotaan ibukota kabupaten.

   Pengembangan permukiman perkotaan di pusat distrik.  Pengembangan permukiman perkotaan di kawasan yang memiliki fungsi khusus antara lain fungsi pariwisata, industri, pelabuhan dan bandara, perdagangan dan jasa.

   Pengembangan permukiman perkotaan yang memiliki peran signifikan dalam struktur ruang wilayah sebagai PKN, PKW, PKL, dan PPK.

   Pengembangan permukiman perkotaan di kawasan yang memiliki sumber daya alam yang dapat mendukung perekonomian.

b. Permukiman Perdesaan atau Perkampungan

  Data kependudukan menunjukkan bahwa kurang lebih 80 % penduduk asli Papua bertempat tinggal di kawasan perkampungan. Juga menjadi fakta bahwa aktivitas ekonomi penduduk asli orang Papua yang tinggal di kampung-kampung bersifat ekonomi subsisten, baik sebagai petani, nelayan, maupun peramu. Sistem ekonomi yang bersifat subsisten sangat kuat ditentukan oleh lingkungan ekologi di mana suatu kesatuan masyarakat itu bertempat tinggal. Keragaman adat dan pola hidup masyarakat kampung di Papua menjadikan perlunya kajian rinci pada tingkat kabupaten/kota untuk mengidentifikasi kebutuhan ruang minimal beserta prasarana dan sarana penunjangnya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Keberadaan penduduk Papua sangat terkait erat dengan hutan. Karakteristik ini diindikasi dengan posisi permukiman yang memperlihatkan bahwa ± 83% kampung berada di kawasan hutan.

  Sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam menyelenggarakan kawasan permukiman beserta kehidupan dan penghidupan masyarakat kampung, perlu diidentifikasi geolokasi kampung dan didelineasi kawasan perkampungannya. Geolokasi titik kampung dilakukan secara bertahap di setiap kabupaten/kota, sedangkan delineasi perkampungan dilakukan melalui pendekatan berikut:

   Pembatasan pengembangan pada radius tidak lebih dari 500 meter bagi perkampungan yang secara historis berada dan menjadi bagian dari kawasan lindung;  Kampung yang berperan sebagai pusat distrik ditentukan kawasannya dalam radius

  1.500 meter;  Ibukota kabupaten ditentukan kawasan pengembangannya dalam radius 3.000 meter.

  Pengembangan sistem perkampungan diarahkan pada kegiatan:  Pengembangan kawasan permukiman kampung;  Pengembangan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan sesuai dengan pola hidup masyarakat kampung.

3. Kawasan Strategis Provinsi

  Penetapan kawasan strategis harus didukung oleh tujuan tertentu daerah sesuai pertimbangan aspek strategis masing-masing Provinsi. Kawasan strategis yang ada di Provinsi memiliki peluang sebagai kawasan strategis nasional. Penetapan kawasan strategis Provinsi didasarkan pada kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan.

  a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi

  Kawasan strategis dari aspek ekonomi dapat merupakan kawasan yang mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan dapat merupakan kawasan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, dalam skala provinsi, kawasan strategis ekonomi ditentukan pada:  Wilayah Pegununungan Tengah :  Bagian Timur meliputi Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang.

  • Bagian Tengah meliputi Kabupaten Nduga, Jayawijaya, MamberamoTengah, Yalimo, Tolikara, Lanny Jaya, Puncak Jaya.
  • Bagian Barat meliputi Kabupaten Deyai, Dogiyai, Intan Jaya, Paniai.

   Mamberamo-Sarmi.  Kawasan Merauke dan sekitarnya.

  b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya

  Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain, adalah kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia. Kawasan strategis sosial budaya di Provinsi Papua ditentukan pada wilayah :

   Asmat-Timika Kabupaten Asmat dan Kabupaten Mimika  Wamena Kabupaten Jayawijaya  Sentani Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura  Wilayah Maudori di Kabupaten Supiori.

c. Kawasan Strategis Daya Dukung Lingkungan Hidup

  Kawasan strategis dilihat dari aspek fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dapat merupakan :  kawasan rawan bencana alam;  tempat perlindungan keanekaragaman hayati;  kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;  kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air;  kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;  kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;  kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup skala provinsi ditentukan pada wilayah :  Wilayah pantai utara dan kepulauan, yang merupakan wilayah rawan bencana dan bergambut mencakup Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Waropen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo Raya dan Kota Jayapura.

   Wilayah Pegunungan Tengah, yang merupakan wilayah rawan bencana dan wilayah bergambut.

   Wilayah bagian selatan, yang merupakan wilayah rawan bencana, wilayah bergambut, wilayah berhutan bakau, meliputi Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.

   Wilayah Mamberamo-Foja yang merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati.

d. Kawasan strategis pengembangan wilayah rendah karbon

  Kawasan strategis dari aspek lainnya di Provinsi Papua adalah kawasan ekonomi rendah karbon, yang diberlakukan pada kawasan bergambut, lahan pasang surut, hutan rawa, dan hutan dataran rendah, yang dikelola secara terbatas dengan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan daya dukung lingkungannya, dengan orientasi pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam dan hasil hutan non kayu.

  Kawasan strategis pengelolaan kawasan ekonomi rendah karbon meliputi:  Wilayah bagian selatan yang merupakan wilayah bergambut, lahan pasang surut, dan hutan mangrove, meliputi Kabupaten Asmat, Mimika, Mappi, Boven Digoel, dan Merauke.

   Wilayah bagian tengah yang merupakan wilayah bergambut, meliputi Kabupaten Paniai, Dogiyai, Puncak, Intan Jaya, Puncak Jaya, Tolikara, Membramo Raya, Membramo Tengah, dan Yalimo.

   Wilayah bagian utara yang merupakan wilayah bergambut, hutan mangrove, dan hutan dataran rendah, meliputi Kabupaten Nabire, Waropen, Memberamo Raya, Sarmi, dan Jayapura.

C. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Intan Jaya

  Penyusunan RPIJM Kabupaten Intan Jaya harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, yang meliputi penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang.

1. Rencana Struktur Ruang

  Rencana Sistem Pusat Permukiman Wilayah

a. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

  Kampung dengan pusat pelayanan yang efektif adalah kampung yang memiliki pasar mingguan, yang melayani atau menjadi orientasi dari kampung-kampung di sekitarnya.

  Pelayanan yang paling efektif dalam hal ini adalah pelayanan ekonomi, khususnya perdagangan yang mencakup pemasaran produksi dan distribusi barang konsumsi. Ibukota kecamatan (IKK) mempunyai pelayanan ekonomi, pelayanan sosial, pelayanan administrasi, pemerintahan kecamatan dan jasa-jasa lainnya. Sedangkan ibukota kabupaten mempunyai pelayanan yang lebih lengkap.

  Dalam rangka mengoptimalkan skenario pengembangan wilayah Kabupaten Intan Jaya ke depan serta memberi arahan dalam penyusunan struktur ruang wilayah kabupaten, maka dilakukan penetapan pusat-pusat pelayanan yang juga didasarkan kepada kebijakan struktur ruang di atasnya serta hasil analisis pengembangan wilayah ke depannya. Adapun pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Intan Jaya, berikut fungsi pelayanan yang diembannya selama 20 tahun ke depan dapat dilihat pada uraian di bawah ini :

   Yogatapa di Distrik Sugapa akan dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

   Pogapa di Distrik Homeyo dan Agisiga di Distrik Agisiga, akan dikembangkan menjadi Pusat Pelayanan Kawasan (PPK),

   Hitadipa di Distrik Hitadipa, Mbugulo di Distrik Wandai dan Bugalaga di Distrik Mbiandoga, akan dikembangkan menjadi Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

  

Tabel 3.3

Rencana Sistem Kota (Luas Kawasan) di Kabupaten Intan Jaya

  Kegiatan yang dominan di kawasan perkampungan adalah kegiatan pertanian. Karena itu kelembagaan dalam pengelolaan kawasan perkampungan ditangani oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Perikanan dan Peternakan, Badan Pertanahan Nasional dan semua dinas dan badan ini berada langsung di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Rencana pengembangan kawasan perkampungan didasarkan pertimbangan bahwa umumnya kampung-kampung yang ada di wilayah Kabupaten Intan Jaya masih merupakan kawasan permukiman yang mengelompok pada kawasan-kawasan pertanian. Pengelompokan terjadi dalam skala kecil dan umumnya terikat dengan jaringan jalan yang berfunsi untuk mencapai area pertanian.

  NO. DISTRIK KAWASAN PERMUKIMAN PERDESAAN (Ha)

  KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN (Ha)

  1 Agisiga 3.247,2 3.239,3

  2 Hitadipa 5.236,2 1.514,2

  3 Homeyo 9.147,2 2491,4

  4 Mbiandoga 8.683,5 716,5

  5 Sugapa 6.622,5 8.626,3

  6 Tomosiga 5.297,1 2.202,8

  7 Ugimba 3.646,7 502,9

  8 Wandai 4.801,9 1992,3 Total Luas 46.681,7 21.285,8

b. Rencana Pengembangan Sistem Perkampungan

  Secara umum, kawasan perkampungan di wilayah Kabupaten Intan Jaya dimulai dari keberadaan lokasi-lokasi permukiman adat yang saat ini sudah semakin berkembang.

  Meski sistem permukiman pada dasarnya sudah tercipta secara alamiah dan mengikuti pola permukiman yang ada pada saat dulu, beberapa kelompok kawasan permukiman saat ini sudah memiliki kemampuan pelayanan yang lebih luas dibandingkan kondisi awal.