STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA.

(1)

No. Daftar : 30/PGPAUD/VIII/2013

STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA

(Studi Kasus di TK Assalam Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Guru Anak Usia Dini

Oleh SARIFAH ALIAH

0802773

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA

SARIFAH ALIAH 0802773

Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya upaya guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak seusia taman kanak-kanak. Seorang guru TK dituntut untuk memiliki keahlian secara praktis dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara di taman kanak-kanak, dikarenakan tugas seorang guru TK adalah membina dan memberikan rangsangan pendidikan untuk anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.dan hal ini juga bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya yang dilakukan oleh guru di TK Assalaam Bandung dalam menangani hambatan berbicara pada anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode studi kasus bermaksud untuk mempelajari secara intensif mengenai latar belakang keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat. Pendekatan kualitatif digunakan karena permasalahan belum jelas, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu, peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori. Kasus hambatan berbicara yang terjadi pada beberapa anak TK Assalaam khususnya di kelas A1, merupakan kasus yang sering terjadi dan teralami pada anak-anak sebelumnya. Hal ini terjadi atas beberapa factor, diantaranya adalah: (1) Kesulitan dalam pemahaman, (2) Keterlambatan berbicara, (3) Kerancuan bicara. Adapun untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan mendetail lagi mengenai hambatan berbicara di taman kanak-kanak, menggunakan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang lebih variatif serta melibatkan sampel yang lebih besar sehingga penelitian lebih refresentatif.

Kata kunci : Hambatan berbicara


(6)

x

ABSTRAK ……….... KATA PENGANTAR ……….. UCAPAN TERIMA KASIH ……… DAFTAR ISI ………. DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR TABEL … ……… DAFTAR GRAFIK .. ………

BAB I PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Penelitian ………..

B. Rumusan Masalah ………..

C.Tujuan Penelitan ……….

D. Manfaat Penelitian ……….

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………...

A. Perkembangan Bahasa Anak Taman Kanak-kanak………...

1. Pengertian Bahasa ………

2. Tahapan Perkembangan Bahasa ……….. 3. Aspek-aspek Perkembangan Bahasa Anak Usia Taman Kanak-

kanak ………

vi vii viii x xiv xv xvi

1 1 10 10 10

12 12 12 13


(7)

xi

5. Keterampilan Berbahasa pada Anak Taman Kanak-kanak ……….. B. Perkembangan Bicara Anak Taman Kanak-kanak………..

1. Pengertian Berbicara ………

2. Tahapan Perkembangan Berbicara ………... 3. Tugas Utama Dalam Belajar Bicara ………. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara ……….. 5. Hambatan-hambatan Dalam Kemampuan Berbicara Anak ………. 6. Upaya Dalam Menangani Anak Yang Mengalami Hambatan

Berbicara ………..

BAB III METODE PENELITIAN ………

A. Lokasi dan Subyek Penelitian ………

B.Metode Penelitian ………..

C.Definisi Operasional ………...

1. Hambatan Berkomunikasi ………..

2. Macam-macam Hambatan Berkomunikasi ……….

3. Sifat Hambatan Berkomunikasi ………. 4. Klasifikasi Hambatan Berkomunikasi ……… D.Upaya Guru dalam Menangani Hambatan Berbicara ….……… E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ………

F. Teknik Analisis Data ………..

15 17 17 18 18 21 23 26 30 30 31 32 32 36 37 38 40 42 44


(8)

xii

A. Hasil Penelitian ……….

1. Profil TK Assalaam ……….

2. Profil Guru TK Assalaam ………

3. Profil Anak TK Assalaam Berdasarkan Kelas ……… 4. Profil Anak TK Assalaam Berdasarkan Kasus ………...

5. Profil Anak TK Assalaam Kelas A-1 ………..

6. Profil Anak TK Assalaam Berdasarkan Kasus Hambatan Berbicara..

B. Pembahasan ………..

1. Kondisi Obyektif Anak-anak Yang Mengalami Hambatan Berbicara 2. Kondisi Obyektif Secara Spesifik Salah Satu Anak Yang Mengalami

Hambatan Berbicara ………

2.1. Identitas Pribadi ………

2.2. Latar Belakang Keluarga ………..

2.3. Penyebab AL Mengalami Hamabtan Berbicara ……… 2.4. Penanganan Oleh Terapis Wicara AL ………... 2.5. Penanganan Oleh Guru Kelas AL ………...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………..

A. Kesimpulan ………..

46 46 54 55 56 58 59 59 59

61 61 62 66 71 72

79 79


(9)

xiii

1.Bagi Guru ………

2.Bagi Kepala Sekolah dan Yayasan ……….

3.Penelitian Selanjutnya ……….

DAFTAR PUSTAKA ………

A. Dari Buku ..………...

B. Dari Internet …. ………

LAMPIRAN-LAMPIRAN:

LAMPIRAN 1 BIODATA PENULIS & LEMBAR PENGESAHAN REVISI LAMPIRAN 1 SURAT PENELITIAN & LEMBAR KEGIATAN BIMBINGAN LAMPIRAN 3 DATA ANAK DAN DATA GURU

LAMPIRAN 4 HASIL OBSERVASI LAMPIRAN 5 NSPN TK ASALAAM

LAMPIRAN 6 FOTO-FOTO DOKUMENTASI

DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GRAFIK ………..

83 85 85

87 87 89

xiv xv xvi


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masa usia dini merupakan usia keemasan atau juga disebut sebagai The Golden Ages, karena pada masa inilah seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik motorik, sosial, emosional, kognisi dan bahasa berkembang dengan pesat dan saling berhubungan erat satu sama lain. Perkembangan di satu aspek akan berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan pada aspek lainnya.

Masa ini akan menentukan perkembangan dan pertumbuhan anak pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Santrok dan Yusen (Solehuddin, 1997) yang menganggap bahwa usia prasekolah adalah masa yang yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik yang meletakkan dasar bagi kehidupan seorang di masa mendatang. Untuk itulah pada masa keemasan ini diperlukan berbagai bentuk stimulasi pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak.

Kemampuan berbahasa merupakan suatu kemampuan yang sangat penting bagi kehidupan seorang anak manusia dan dapat diajarkan kepada anak sejak usia dini. Mengingat temuan yang diungkapkan oleh Sperry, Hubel dan Wiesel (Solehuddin, 1997) yang menjelaskan bahwa perkembangan potensi untuk masing-masing aspek memiliki keterbatasan waktu yang sebagian besar diantaranya terjadi pada masa usia dini, dan kemampuan berbahasa memiliki keterbatasan waktu yaitu sampai dengan usia sepuluh tahun.

Bahasa merupakan alat utama yang diandalkan manusia untuk menjalani proses kehidupannya. Melalui bahasa ia dapat berbicara dan berinteraksi dengan kehidupan sekitarnya, mengungkapkan ide dan kebutuhannya baik secara lisan maupun tulisan. Masa usia taman kanak-kanak (4-6 tahun) merupakan masa-masa belajar berbicara (Musfiroh, 2005: 13) dan pada usia ini mereka mengembangkan kemampuan kosa kata yang sangat mengagumkan.


(11)

Dhieni (2005) menyebutkan bahwa anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000 kosakata yang berbeda, bahkan Hurlock (1997) mengemukakan bahwa pada anak yang berusia 2 tahun ia telah mengenali sekitar 200 kosa kata dan meningkat sekitar 2200 kata pada usia 5 tahun.

Pada masa ini anak akan selalu bertanya, memperhatikan dan membicarakan semua hal yang ia lihat, dengar dan rasakan mengenai lingkungannya secara spontan. Anak akan langsung bertanya ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

Rasa ingin tahu dan antusias anak terhadap sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan akan diungkapkan melalui kata-kata atau yang disebut berbicara. Taryati (2011:3) memaparkan bahwa anak yang memiliki kemampuan berbicara telah menunjukan kematangan dan kesiapan dalam belajar, karena dengan berbicara anak akan mengungkapkan keinginan, minat, perasaan, dan menyampaikan pemikirannya secara lisan kepada orang disekitarnya.

Sebagian masyarakat kita percaya pada mitos yang mengatakan anak laki-laki lebih lambat menguasai kemampuan bicara dibanding anak perempuan. Padahal penelitian yang ada menunjukkan prosentase kemampuan bicara antara anak laki-laki dengan anak perempuan sama saja. Apalagi, kemampuan bicara manusia sebetulnya sudah terlihat sejak ia dilahirkan, ditandai dengan tangisan bayi begitu keluar dari rahim ibunya.

Mitos itu mungkin muncul karena keterlambatan bicara pada anak laki-laki lebih cepat terdeteksi ketimbang pada anak perempuan. Bukankah, perilaku anak laki-laki yang lebih aktif dan agresif mampu menarik perhatian orang di sekitarnya, sehingga kalau ada sesuatu yang terjadi pada mereka akan lekas ketahuan. Berbeda halnya dengan bayi perempuan yang kebanyakan lebih kalem walaupun tidak mesti begitu.

Terlepas dari persoalan yang diangkat mitos tersebut, menurut Roslina Verauli, M.Psi., anak usia prasekolah umumnya sudah dapat bicara dengan lancar. Kosakata yang dikuasainya sudah lebih dari 1.000 kata. Anak usia dini pun sudah mengenali sopan santun dalam bicara. Anak usia dini sudah bisa membedakan


(12)

bagaimana cara berbicara dengan teman atau bagaimana menjawab pertanyaan orang tua.

Kendati pada beberapa anak masih ada pelafalan kata yang belum jelas benar, umumnya baik pemilihan kata maupun penggunaan tata bahasa sudah mendekati kemampuan orang dewasa. Jadi, setelah tahapan ini anak tak banyak mengalami perkembangan kemampuan bicara sampai ia kelak dewasa.

Walaupun kemampuan bicara anak tidak dapat digeneralisir berdasarkan usia, orang tua hendaknya mulai waspada bila anaknya menunjukkan keterlambatan perkembangan kemampuan bicara. Seharusnya usia empat tahun ke atas, anak sudah cerewet dan banyak omong. Bila anak baru bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dengan tata bahasa yang belum benar, orang tua harusnya waspada.

Menurut Roslina Verauli, M.Psi., pada dasarnya gangguan kemampuan bicara anak dibedakan menjadi dua, yakni si anak memang mengalami gangguan bicara atau sekadar keterlambatan biasa. Deteksi dini bisa dilakukan sendiri oleh orang tua di rumah dengan memperhatikan beberapa keadaan berikut:

a. Organ pendengaran,

Pancing anak dengan pertanyaan terbuka, misalnya, "Ini gambar apa, Sayang?" Pertanyaan terbuka memungkinkan orang tua mengeksplorasi dan menilai kemampuan bicara sekaligus organ pendengaran anak. Bila anak tidak menunjukkan reaksi sama sekali, maka orang tua harus waspada dengan segera memeriksakannya ke dokter THT. Anak dengan gangguan pendengaran tidak akan memberi respons terhadap bunyi-bunyian di sekitarnya, seperti suara gemerincing, suara musik dan sebagainya.

b. Otot bicara

Bila lafal bicara anak tak kunjung sempurna, orang tua sebaiknya waspada dengan membawa anak ke dokter untuk diperiksa apakah otot bicaranya mengalami gangguan. Bisa jadi otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab dengan benar, tapi yang keluar dari mulut tetap tidak jelas karena adanya gangguan neurologis atau persarafan.


(13)

c. Kemampuan kognitif

Patut dicatat bahwa perkembangan kemampuan bicara anak erat hubungannya dengan perkembangan kognitif. Anak yang sudah bisa bicara berarti sudah mampu merepresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk image. Bila ada gangguan kognitif, maka image tersebut tidak akan terbentuk.

Bisa jadi anak memang mempunyai keterbatasan pada intelegensinya dan ini bisa dideteksi sendiri oleh orang tua dengan melihat kemampuan motorik anak. Misalnya, anak yang mengalami gangguan bicara biasanya juga kurang mampu melakukan aktivitas lain.

Jika ia kurang terampil memakai sepatu, contohnya, sudah hampir bisa dipastikan anak bermasalah dengan kemampuan kognitifnya. Pada gilirannya akan ada hubungan timbal balik antara kemampuan bicara dengan perkembangan kognitif anak.

Disamping gangguan yang disebabkan kerusakan organ tubuh, ada juga gangguan yang disebabkan faktor psikologis. Beberapa gangguan bicara banyak dijumpai pada anak usia prasekolah, antara lain:

a. Cadel

Cadel sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu cadel karena faktor psikologis dan cadel karena faktor neurologis. Cadel yang disebabkan faktor neurologis berarti disebabkan adanya gangguan di pusat bicara. Untuk mengatasinya, anak dengan gangguan ini harus segera dibawa ke neurolog. Pada prinsipnya, gangguan ini masih bisa ditangani. Namun bila kerusakannya termasuk parah, bukan tidak mungkin akan terbawa sampai dewasa.

Cadel yang kedua adalah cadel yang disebabkan faktor psikologis. Karena kehadiran adik, contohnya, maka untuk menarik perhatian orang tua, anak akan menunjukkan kemunduran kemampuan bicara dengan menirukan gaya bicara adik bayinya. Untuk mengatasinya, orang tua harus menunjukkan bahwa perhatian padanya tidak akan berkurang karena kehadiran adik.


(14)

Selain itu, orang tua juga harus terus mengajak anak bicara dengan bahasa yang benar, jangan malah menirukan pelafalan yang tidak tepat. Pada kasus yang parah, sebaiknya segera bawa anak ke ahlinya agar bisa tergali apa masalah yang melatarbelakanginya.

b.Gagap

Bila anak bicara dengan cara "aaa...aaakkuu", "eee..eebaju" atau mungkin, "mak...mak...makkann", anak bisa dikategorikan sebagai anak gagap. Gagap juga bisa disebabkan faktor neurologis. Untuk penanganannya anak harus segera dibawa ke dokter agar mendapat pengobatan lebih intensif.

Gagap yang disebabkan faktor psikologis biasanya dialami anak-anak yang mengalami tekanan. Entah orang tuanya terlalu otoriter, keras, bahkan kasar. Gagap psikologis ini akan bertambah parah bila anak mendapat hukuman dari lingkungan. Semisal ditertawakan temannya, dikagetin atau tiap kali gagap orang tua langsung melotot sambil membentak, "Ayo, bicara yang benar!" Anak akan makin tegang dan gagapnya makin menjadi-jadi.

Ketegangan emosional ini berhubungan langsung dengan ketegangan otot bicaranya. Makin tegang otot-otot bicaranya, anak akan makin kesulitan. Cara menangani anak dengan gangguan ini adalah dengan mengajaknya tenang, ambil napas dan konsentrasi pada apa yang akan diucapkannya. Kalau perlu elus-elus punggungnya untuk memberi rasa tenang. Sedangkan pada kasus anak gagap yang parah, sebaiknya libatkan ahli.

c. Gangguan Pervasif

Adalah gangguan bicara dimana ucapan seorang anak berlangsung melompat-lompat dan tidak konsisten. Bisa jadi anak seperti ini sebetulnya mengalami gangguan ADD (attention defisit disorder). Anak


(15)

yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami masalah di pusat sarafnya.

Gangguan ini biasanya tidak berdiri tunggal, tapi dibarengi ciri-ciri lain, semisal pekerjaannya tidak pernah tuntas, sulit/tidak bisa konsentrasi dan sebagainya. Juga termasuk dalam gangguan ini adalah para penderita autis. Namun untuk memastikannya, tak ada cara lain kecuali mendatangi ahli.

d.Tuna Wicara

Gangguan bicara yang paling berat adalah tunawicara. Usia ini merupakan saat yang paling tepat untuk mengetahui apakah anak mempunyai kelainan tersebut atau tidak karena pada usia ini kemampuan bicara anak umumnya sudah bagus. Jika ia hanya mengeluarkan bunyi-bunyi khas tanpa makna, semisal "uuh..uuh", "eeh...ehh", untuk menjawab/menunjuk semua benda, hal ini bisa dijadikan indikator kalau dia belum bisa bicara sama sekali.

Bila sudah ada gejala seperti itu, sebaiknya anak segera dibawa ke dokter. Untuk langkah pertama bisa dibawa ke dokter anak sebelum mendapatkan penanganan yang lebih intens. Menurut Roslina Verauli, M.Psi.,, bila kondisi anak dengan gangguan bicara dibiarkan saja, ia akan mengalami kesulitan bersosialisasi. Misalnya di kelompok bermain atau TK, anak dituntut untuk menyanyi, menjawab pertanyaan dan hal-hal lain yang membutuhkan kemampuan bicara.

Kesulitan akan semakin terasa bila anak sudah memasuki usia SD karena gangguan bicara juga akan menyulitkan anak untuk belajar menulis. "Bukankah saat menulis, seseorang membutuhkan inner speech, yakni kemampuan bicara yang ada di otak? Nah, kalau kemampuan itu tidak dikuasainya, tentu akan merembet ke hal-hal lain," papar Vera.


(16)

Soematri dalam Taryati (2011:5) memaparkan bahwa tujuan dari pengembangan berbahasa untuk anak TK adalah anak mampu mengungkapkan bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berbicara secara efektif dengan lingkungannya dan membangkitkan minat untuk berbahasa Indonesia dengan baik.

Hurlock (1978:202) menambahkan bahwa bicara mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak dengan memasuki kebutuhan dan keinginan mereka, dengan memperoleh perhatian dari orang lain, dengan memperlancar hubungan sosial, dengan menyediakan dasar penilaian oleh anggota kelompok sosial dan untuk penilaian diri, dengan mendukung prestasi akademik dan dengan kemampuan anak mempengaruhi perilaku, pikiran dan persaan orang lain.

Namun kenyataan pengembangan keterampilan berbicara anak di TK masih belum maksimal dan cenderung mendapat hambatan dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain. Berbagai hambatan dan kesulitan yang tidak terselesaikan secara tepat dapat menimbulkan berbagai hambatan dan masalah pada tahap selanjutnya. Tidak semua anak mampu menguasai keterampilan berbicara.

Ketidakmampuan anak untuk berbicara secara lisan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satu diantaranya adalah kegiatan pembelajaran yang masih kurang memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak. Rendahnya kemampuan berbicara anak dapat terlihat dari kesulitan anak untuk berbicara dengan bahasa lisan, sulit menjawab pertanyaan, malu untuk bertanya, sulit untuk menceritakan pengalaman yang sederhana dan kemampuan kosakata anak yang masih terbatas.

Walaupun kemampuan berbicara secara lisan sering dianggap sebagai sebuah hal yang pasti dimiliki oleh seorang anak, pada kenyataannya tetap dibutuhkan sebuah stimulus yang terencana agar kemampuan lisan anak berkembang dengan baik. Stimulus yang dapat diberikan kepada anak antara lain dengan cara membacakan cerita atau dongeng, bermain peran, sampai kepada pemberian pelatihan wicara untuk anak.


(17)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara yang dirumuskan dalam judul “Studi Kasus Pada Anak Taman Kanak-Kanak Yang Mengalami Hambatan Berbicara”.

Kasus anak yang mengalami hambatan berbicara kerapkali yang terjadi di setiap sekolah pendidikan anak usia dini, khususnya di TK Assalaam Bandung hampir terjadi setiap tahun, setidaknya dari 250 anak TK Assalaam ada 3 orang anak sampai 5 orang anak yang mengalami kasus serupa.

Kasus semacam ini bertahun-tahun memang tidak terdeteksi sebagai sebuah kasus yang serius, namun ketika sejak tahun 1990-an dilakukan riset sederhana terhadap kasus ini oeleh beberapa guru pendidikan anak usia dini. Ditambah dengan diskusi kecil antar guru, lalu antar sekolah, dan terkadang melibatkan pemerhati anak usia dini, hingga berakhir di sebuah seminar yang mengangkat permasalahan ini.

Kasus ini semakin mencuat dan dianggap sangat serius setelah beberapa orang guru yang melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan anak usia dini, melakukan tugas makalahnya dengan mengangkat kasus ini. Beberapa waktu sempat diadakan diskusi dengan dosen terkait dengan mata kuliah, lalu terkuaklah fenomena ini sebagai sebuah kasus yang sangat serius, terutama di saat setelah ada pendidikan khusus terapi wicara di beberapa rumah sakit, semakin terbukalah kasus anak yang mengalami hambatan bicara ini bukan sebagai gejala alamiah.

Di TK Assalaam sendiri telah dilakukan riset sederhana mulai dari diskusi kecil guru kelas hingga penelitian tindakan kelas. Hasilnya memang beragam, mulai dari hal yang biasa, serius hingga sangat serius untuk dikonsultasikan dengan orangtua dan pimpinan sekolah.

Tanggapan guru lain, pimpinan dan orangtua juga turut beragam, mulai dari tanggapan yang biasa, serius hingga mau untuk diterapi dengan sangat serius. Seiring waktu, TK Assalaam memberlakukan wawancara pada orangtua dan anak baru di beberapa waktu sebelum masuk sekolah yang melibatkan berbagai ahli


(18)

anak, mulai dari psikolog anak dan terapis wicara. Hasilnya disampaikan ketika satu pekan sebelum hari pertama belajar anak masuk sekolah diberlakukan.

Wawancara ini dilakukan sebagai sebuah upaya antisipasif atas kasus hambatan bicara yang kerapkali terjadi dan dianggap oleh orangtua sebagai masalah biasa dan sebaliknya dianggap luar biasa oleh TK Assalaam, karena akan berdampak pada proses kegiatan belajar mengajar.

Penulis sendiri tertarik untuk mengangkat kasus ini menjadi sebuah penelitian yang sangat serius di tingkat skripsi , karena memang kasus ini sering menjadi topik yang aktual setiap tahunnya, bila tidak disebutkan sebagai masalah yang klise yang seringkali jarang terpecahkan.

Bertahun tahun penulis mencatatkan kasus ini mulai dari catatan yang sangat sederhana di tingkat coretan kecil, lalu menjadikan agenda untuk rapat antar guru, kemudian diangkat pada pertemuan pimpinan sekolah. Berakhir pada tingkat musyawarah antara sekolah dan orangtua.

Setiap tahun penulis selalu mendapatkan anak yang mengalami kasus hambatan berbicara ini di beberapa kelas dengan rasio 250:3, termasuk masalah yang sama pada kelas sendiri. Penulis menganggap bahwa kasus ini tidak boleh begitu saja terlewati hingga anak terlanjur masuk pada sekolah dengan jenjang lebih tinggi, yakni sekolah dasar (SD).

Hal ini sering teralami dan berakibat pada dipertanyakannya penanganan anak berkasus hambatan berbicara ini oleh guru SD, sehingga sering terjadi juga konflik internal antar guru SD dan guru PAUD dengan mempertahankan argumentasi atas kasus anak ini.

Penanganan anak yang berkasus hambatan berbicara sangat menarik ketika ada seorang anak yang berlatar belakang normal, baik dari proses kelahiran, lingkungan keluarga dan tetangga di rumah, hingga latar yang memungkinkan menjadi penyebab anak berkasus hambatan berbicara.

Hanya karena anak ini mengikuti kebiasaaan sang kakak yang mempunyai kendala medis dengan istilah “syndrome disarti”, yakni sebuah hambatan berbicara karena belum berkembangnya otot-otot di bawah lidah yang mengalami kekakuan.


(19)

Kejadian ini terungkap setelah dilakukan berawal dari penangan oleh terapis wicara terahdap si adik yang menjadi murid di TK Assalaam, lalu sang terapis melakukan sebuah obervasi penyebab terhambatnya berbicara sang anak. Kemudian setelah dilakukan kunjungan ke rumah sang anak, maka sang terapis menemukan sebuah penyebab yang sangat signifikan yang berasal dari sang kakaknya.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak taman kanak-kanak. Adapun permasalahan tersebut diuraikan ke dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk-bentuk hambatan berbicara pada anak di TK Assalam? 2. Apa saja faktor yang menyebabkan anak mengalami hambatan berbicara?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak taman kank-kanak. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui bentuk-bentuk hambatan berbicara pada anak di TK Assalam 2. Mengetahui faktor yang menyebabkan anak mengalami hambatan

berbicara

D. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis mengenai upaya yang dapat dilakukan guna menangani anak yang mengalami hambatan berbicara.


(20)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman atas penemuan kasus anak yang mengalami hambatan berbicara, sehingga dapat diterapkan dalam melakukan tugas sebagai pendidik di sekolah.

b. Bagi Guru

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini sebagai rujukan konseptual dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara di taman kanak-kanak.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai gambaran umum atas data awal untuk memperdalam dan mempertajam fokus penelitian dengan permasalahan serupa.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian

Sugiono (2010:297-299) memaparkan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi di transferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampek dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.

Sampel dalam penelitian kualitatif juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.

Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena dengan sumber sata dari sampel itu dapat dikonstruksikan fenomena yang semula masih belum jelas.

Lebih lanjut Spradley menamakan “social situation” atau situasi sosail sebagai objek dari penelitian yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Adapun situasi sosial dalam penelitian ini adalah TK Assalam sebagai tempat penelitian, guru sebagai pelaku dan upaya yang dilakukan oleh guru tersebut sebagai aktivitas.

Penelitian ini akan berlangsung sampai dengan terkumpulnya data dan hasil penelitian mengenai upaya yang dilakukan oleh guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak di TK Assalam.

Adapun alasan dari pemilihan TK Assalam sebagi tempat penelitian dikarenakan ditemukannya kasus anak yang mengalami hambatan dalam berbicara dan kemudahan bagi peneliti dalam proses pengumpulan dan pengolahan data.


(22)

B.Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya yang dilakukan oleh guru di TK Assalam dalam menangani hambatan berbicara pada anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif.

Metode studi kasus bermaksud untuk mempelajari secara intensif mengenai latar belakang keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.

Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Pendekatan kualitatif digunakan karena permasalahan belum jelas, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu, peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori.

Adapun karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen dalam Sugiyono (2008:21) adalah sebagai berikut:

a. Qualitative research has the natural settings as the direct source of data

and researcher is the key instrument

b. Qualitative research is descriptive the data is collected ini the form of

words of pictures rather than number.

c. Qualitative research is concerned with process rather than simple with

outcomes or products.

d. Qualitative research tends to analyze their data inductively. “Meaning” is

of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah:

a. penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci;


(23)

b. penelitian kualitatif adalah penelitian lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka;

c. penelitian kualitatif adalah penelitian lebih menekankan pada proses daripada produk atau hasil outcome);

d. penelitian kualitatif adalah penelitian yang melakukan analisis data secara induktif; dan lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Dalam penelitian kualitatif, masalah masih bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan (Sugiyono, 2008:283).

C.Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman atau terjadinya persepsi yang berbeda antara peneliti dengan pembaca, di bawah ini didefinisikan secara operasional istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian, yaitu :

1. Hambatan Berkomunikasi

Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.

Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah:

a. Status effect

Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya anak dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan guru. Maka anak tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

b. Semantic Problems

Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini.


(24)

Kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran

(misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah

penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

c. Perceptual distorsion

Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara

pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

d. Cultural Differences

Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata

yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh: kata “jangan” dalam

bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

e. Physical Distractions

Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya: suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.

f. Poor choice of communication channels

Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

g. No Feed back

Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh: Seorang guru menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para anak, dalam penerapan gagasan tersebut para anak tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang guru.

Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya.


(25)

Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 8% sampai 10% anak-anak usia pra sekolah dan lebih cenderung dialami anak laki-laki daripada perempuan.

Di awal usia batita, anak mulai mampu mengucapkan kata yang memiliki makna. Meski kebanyakan kata tersebut masih sulit dipahami karena artikulasi (pengucapannya) masih belum baik.

Perlu diketahui kemampuan batita dalam berbicara dipengaruhi kematangan oral motor (organ-organ mulut). Sementara kemampuan yang menunjang perkembangan bahasa diantaranya kemampuan mendengar, artikulasi, fisik (perkembangan otak dan alat bicara) dan lingkungan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara pada anak, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hambatan pendengaran

Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebanya adalah karena infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan

oral-motor

Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab mebghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi rangsang tertentu.


(26)

Sejauh ini masalah keturunan belum dapat diteliti korelasinya dengan etologi dari hambatan pendengaran. Namun, pada beberpa kasus dimana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya.

Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.

4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua

Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi.

Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anaklah yang juga membuat si anak tidak banyak mempunyai perbendaharaan kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekalipun.

Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu patah dua patah kata saja yang isinya intruksi atau jawaban yang sangat singkat.

Anak-anak yang diasuh oleh orangtua/pengasuh yang pendiam sering kali jadi kurang terstimulasi. Begitu juga anak-anak yang setiap hari kegiatannya hanya menonton tv. Anak- pun, misalnya hanya menunjuk-nunjuk, sudah mendapatkan apa yang diinginkan.

5. Adanya keterbatasan fisik

Adanya keterbatasan fisik seperti pendengaran kurang sempurna, bibir sumbing dan sebagainya juga bisa merupakan penyebab keterlambatan bicara pada anak.


(27)

6. Faktor televisi

Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak batita merupakan faktor yang membuat anak menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk.

Belum lagi adegan yang disuguhkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak bahkan sebernarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, ataupun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang).

Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/ orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak akan mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

Proses komunikasi merupakan suatu proses yang sangat kompleks sehingga permasalahan dapat terjadi pada tingkat individu, kelompok, maupun organisasi. Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi.

Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver. Hambatan adalah gangguan yaitu segala sesuatu yang menganggu kelancaran komunikasi serta akan menghambat kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan.

2. Macam-Macam Hambatan Komunikasi

Berdasarkan sifat hambatan, hambatan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu: a) Hambatan Objektif


(28)

b) Hambatan Subjektif

Sedangkan kalau diklasifikasikan hambatan komunikasi meliputi : a) Gangguan

b) Kepentingan c) Motivasi d) Prasangka

e) Evasi Komunikasi

f) Mencacatkan pesan Komunikasi

Namun, menurut Hafied Cangara, pada dasarnya gangguan komunikasi dibedakan atas 7 macam, yaitu:

a) Gangguan Teknis b) Gangguan Semantik c) Gangguan Psikologis d) Gangguan Fisik e) Gangguan Status

f) Gangguan Kerangka Berpikir g) Gangguan Budaya

3. Sifat Hambatan Komunikasi

a) Hambatan Komunikasi Objektif

Hambatan komunikasi yang bersifat objektif maksudnya adalah hambatan yang terjadi terhadap proses komunikasi yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain tetapi lebih disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.

Contohnya karena cuaca, kebisingan kalau komunikasi di tempat ramai, waktu yang tidak tepat, penggunaan media yang keliru, ataupun karena tidak adanya chemistry antara komunikator dengan komunikan.

b) Hambatan Komunikasi Subjektif

Hambatan komunikasi yang bersifat Subjektif maksudnya hambatan yang sengaja di buat orang lain sebagai upaya penentangan, misalnya pertentangan kepentingan, prasangka, tamak, iri hati, apatisme, dan mencemoohkan komunikasi.


(29)

4. Klasifikasi Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi diklasifikasikan menjadi:

a) Gangguan (Noises), terdiri dari:

1. Gangguan mekanik (mechanical/channel noise), yaitu gangguan disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.

2. Gangguan semantik (semantic noise), yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Lebih banyak kekacauan penggunaan bahasa, pengertian suatu istilah atau konsep terdapat perbedaan antara komunikator dengan komunikan.

3. Gangguan personal (personnel noise), yaitu bersangkutan dengan kondisi fisik komunikan atau komunikator yang sedang kelelalahan, rasa lapar, atau sedang ngantuk. Juga kondisi psikologis, misalnya tidak ada minat,bosan, dan sebagainya.

b) Kepentingan (Interest)

Interest akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada kaitannya dengan kepentingannya.

Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang akan merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

c) Motivasi

Motif atau daya dorong dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya.

Pada umumnya motif seseorang berbeda-beda jenis maupun intensitas dengan yang lainnya, termasuk intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi. Semakin komunikasi sesuai motivasinya semakin besar


(30)

kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak komunikan.

d) Prasangka (Prejudice)

Sikap seseorang terhadap sesuatu secara umum selalu terdapat dua alternatif like and dislike, atau pun simpati dan tidak simpati. Dalam sikap negatif (dislike juga tidak simpati) termasuk prasangka yang akan melahirkan curiga dan menentang komunikasi.

Dalam prasangka emosi memaksa seseorang untuk menarik kesimpulan atas dasar stereotif (tanpa menggunakan pikiran rasional). Emosi sering membutakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang nyata, tidak akan berpikir secara objektif dan segala yang dilihat selalu akan dinilai negatif.

e) Evasi Komunikasi

Evasi komunikasi adalah gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi.

Menurut E. Cooper dan M. Johada yang dikutip oleh Onong Uchjana

Effendi dalam buku “Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi” menyatakan

beberapa jenis evasi :

Menyesatkan pengertian (understanding derailed), contoh : Apabila seorang mahasiswa menyerukan pada teman-temannya untuk meningkatkan prestasi belajar dengan jalan rajin masuk kuliah, rajin membaca, dan menghormati dosen. Maka komunikasinya oleh mahasiswa lain mungkin akan diangggap sebagai usaha mencari muka.

f) Mencacadkan pesan komunikasi (message made invalid)

Maksudnya disini adalah adanya kecacatan dalam pesan yang disampaikan oleh komunikan kepada komunikator. Contoh : Apabila seorang siswa A tidak disenangi oleh siswa B, C, D, dan E. Ketika B


(31)

melihat A sedang dinasehati guru BP, maka B mengatakan pada C bahwa A sedang dimarahi Guru BP. C mungkin mengatakan pada D bahwa A sedang dimaki-maki Guru BP. Dan D mengatakan pada E bahwa A diskor oleh Guru BP.

D. Upaya guru dalam menangani hambatan berbicara

Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan berbicara, yaitu:

a. Gunakan umpan balik (feedback)

Setiap orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang diberikan lawan bicaranya baik bahasa verbal maupun non verbal, kemudian memberikan penafsiran terhadap umpan balik itu secara benar.

b. Pahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan baik

Setiap individu merupakan pribadi yang khas yang berbeda baik dari latar belakang psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Dengan memahami, seseorang dapat menggunakan taktik yang tepat dalam berkomunikasi.

c. Gunakan komunikasi langsung (face to face)

Komunikasi langsung dapat mengatasi hambatan komunikasi karena sifatnya lebih persuasif. Komunikator dapat memadukan bahasa verbal dan bahasa non verbal.

Disamping kata-kata yang selektif dapat pula digunakan kontak mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan juga meta-language (isyarat diluar bahasa) yang membuat komunikasi lebih berdaya guna.


(32)

Kosa kata yang digunakan hendaknya dapat dimengerti dan dipahami jangan menggunakan istilah-istilah yang sukar dimengerti pendengar. Gunakan pola kalimat sederhana (kanonik) karena kalimat yang mengandung banyak anak kalimat membuat pesan sulit dimengerti.

Ada beberapa kemampuan komunikasi yang harus dimiliki oleh guru dalam proses belajar mengajar supaya pembelajaran menjadi menyenangkan, yaitu:

a. Kemampuan guru mengembangkan sikap positif anak dalam kegiatan pembelajaran. Dengan cara menekankan kelebihan-kelebihan

anak bukan kelemahannya, menghindari kecenderungan untuk membandingkan anak dengan anak lain dan pemberian insentif yang tepat atas keberhasilan yang diraih anak.

b. Kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan pembelajaran. Bisa dilakukan dengan menunjukkan sikap

terbuka terhadap pendapat anak dan orang lain, sikap responsif, simpatik, menunjukkan sikap ramah, penuh pengertian dan sabar (Ali Imran, 1995). Dengan terjalinnya keterbukaan, masing-masing pihak merasa bebas bertindak, saling menjaga kejujuran dan saling berguna bagi pihak lain sehingga merasakan adanya wahana tempat bertemunya kebutuhan meraka untuk dipenuhi secara bersama-sama.

c. Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran. Dengan cara penyampaian

materi di kelas yang menampilkan kesan tentang penguasaan materi yang menyenangkan. Karena sesuatu yang energik, antusias, dan bersemangat memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru yang seperti itu dalam proses belajar mengajar akan menjadi dinamis, mempertinggi komunikasi antar guru dengan anak, menarik perhatian anak dan menolong penerimaan materi pelajaran.


(33)

d. Kemampuan guru untuk mengelola interaksi anak dalam kegitan pembelajaran. Berhubungan dengan komunikasi antar anak, usaha guru

dalam menangani kesulitan anak dan anak yang mengganggu serta mmpertahankan tingkah laku anak yang baik. Agar semua anak dapat berpartisipasi dan berinteraksi secara optimal, guru mengelola interaksi tidak hanya searah saja yaitu dari guru ke anak atu dua arah dari guru ke anak dan sebaliknya, melainkan diupayakan adanya interaksi multi arah yaitu dari guru ke anak dan dari anak ke anak.

e. Kemampuan guru mengondisikan kelas Berhubungan dengan kapan

guru harus serius dan santai

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih infiorman sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, memilih kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam kegiatan penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik poengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah :

1. Observasi

Metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan sistematis, denagn prosedur yang terstandar (Arikunto, 2002:197). Kerlinger menambahkan bahwa mengobservasi adalah suatu istilah umum yang mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya dan mencatatnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi partisipatif.


(34)

Dalam observasi ini peneliti terlibat atau ikut berpartisipasi dalam situasi sosial yang dijadikan sebagai sumber data penelitian. Diharapkan dengan observasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap dan menemukan makna dari setiap perilaku yang tampak.

Partisipasi yang dilakukan adalah partisipasi moderat (moderat participation) dimana peneliti dalam mengumpulkan data ikut berpartisipasi pada beberapa kegiatan yang dianggap dapat melengkapi data. Selebihnya peneliti hanya sebagai pengamat saja sehingga diharapkan terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dan orang luar.

Dalam penelitian ini, peneliti mengamati dan mencatat secara cermat semua perilaku dan perkembangan anak yang mengalami hambatan berbicara sserta mengamati upaya yang dilakukan oleh guru dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara tersebut.

2. Wawancara

Selain melalui metode observasi, metode wawancara juga dianggap perlu untuk dilakukan dalam sebuah penelitian. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data yang lebih mendalam dan untuk menemukan makna dari gejala yang nampak.

Susan Stainbak (Sugiono, 2010:318) mengemukakan bahwa dengan wawancar, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan melalui observasi.

Wawancara merupakan alat untuk memperoleh data yang dilakukan melalui percakapan atau dengan mengajukan pertanyaaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban yang diberikan tersebut dicatat atau direkam dengan menggunakan alat perekam.

Wawancara ditujukan kepada guru untuk memperoleh informasi mengenai upaya yang dilakukan oleh guru serta hamabatan atau kendala yang dihadapi oleh guru tersebut dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara.


(35)

Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi struktur (semistrukture interview), dimana peneliti menggunakn pedoman wawancara sebagai acuan tatapi memungkinkan munculnya pertanyaan lain yang dianggap perlu untuk mendapatkan data yang mendalam.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode onservasi dan wawancara. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, yang bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang yang dapat digunakan dan mendukung hasil penelitian. Dokumen yang digunakan peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa dokumen mengenai riwayat perkembangan dan kesehatan anak yang mengalami hambatan berbicara.

F. Teknik Analisis Data

Sugiono (2010:337) memaparkan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpuan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman menambahkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secaravterus menerus samapai tuntas, sehingga datanya sudah jenus.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengikuti model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data dan verification.

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh selama pengumpulan data baik itu dengan teknik observasi, wawancara maupun dokumen tentunya berjumlah cukup banyak dan beragam, oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data yaitu mereduksi data.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, mencari pola dan membuang hal-hal yang tidak perlu.


(36)

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan kembali.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan studi dokumen.

Selanjutnya data-data tersebut dirangkum dan dipilih, hanya data yang penting dan sesuai kebutuhan penelitian yang digunakan sedangkan data yang lainnya tidak dipergunakan.

Data yang digunakan adalah data mengenai upaya yang dilakukan oleh guru dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Sugiono (2010:341) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakuakn dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Adapun bentuk penyajian data dalam penelitian ini adalah merujuk pada pendapat Miles dan Huberman yang menyatakan bahwa yang paling sering digunakan dalam penyajian data penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verification

Setelah tahap reduksi dan penyajian data dilalui, tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Verifikasi dimaksudkan untuk menghasilkan kesimpulan yang kredibel yaitu valid dan konsisten.

Kesimpulan awal yang ditarik pada saat pengumpulan data awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila pada tahap pengumpulan berikutnya tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan diawal didukung oleh -bukti kuat yang valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan merupakan hasil interpretasi berdasarkan teori yang disesuaikan dengan hasil temuan di lapangan. Adapun dalam penelitian ini,


(37)

kesimpulan yang ditarik adalah mengenai upaya yang dilakukan guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak TK.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Usia TK merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat esensial dan berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan di masa selanjutnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang termasuk anak TK akan mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain.

2. Walaupun kemampuan berbicara secara lisan sering dianggap sebagai sebuah hal yang pasti dimiliki oleh seorang anak, pada kenyataannya tetap dibutuhkan sebuah stimulus yang terencana agar kemampuan lisan anak berkembang dengan baik. Stimulus yang dapat diberikan kepada anak antara lain dengan cara membacakan cerita atau dongeng, bermain peran, sampai kepada pemberian pelatihan wicara untuk anak.

3. Kasus hambatan berbicara yang terjadi pada beberapa anak TK Assalaam khususnya di kelas A1, merupakan kasus yang sering terjadi dan teralami pada anak-anak sebelumnya. Hal ini terjadi atas beberapa faktor, diantaranya adalah: (1) Kesulitan dalam pemahaman, (2) Keterlambatan berbicara, (3) Kerancuan bicara.

4. Penulis mengangkat satu saja kasus anak secara sepesifik yang mengalami hambatan berbicara yang ada di TK Assalaam khususnya di kelas A1. Satu orang anak ini berinisial AL merupakan kasus yang unik terjadi dan belum teralami pada anak-anak yang mempunyai kasus sejenis sebelumnya.


(39)

5. Ayah AL lahir dan besar di Kota Bandung, dengan latar pendidikan yang cukup dari keluarga yang sederhana, membawa ayahnya AL mampu mengenyam bangku kuliah di sebuah perguruan tinggi pariwisata swasta yang cukup terkenal di kota Bandung.

6. Ibunda AL yang asli orang Solo dengan keanggunan sebagai gadis jowo nan ayu, dan sudah tentu dengan karakter yang sangat anggun dan tutur kata yang juga sangat santun. Gadis-gadis kota Solo memang dikenal sebagai gadis yang berperangai lembut dengan tutur kata yang halus, sering diidentikan sebagai mahluk yang lemah. Padahal dibalik itu terdapat sosok dan jiwa yang sangat kuat dan tangguh

7. AL lahir di kota batik pelangi ini karena setahun sebelum AL lahir, ibunya AL dipindahtugaskan ke kota Pekalongan. Alhasil AL mendapatkan identitas pada akte kelahirannya sebagai anak Pekalongan. AL merupakan bayi yang dilahirkan secara normal dan dengan proses yang biasa layaknya bayi-bayi yang lahir dari Rahim sang bunda. Semasa dalam kandungan AL tidak mengalami peristiwa yang ganjil dan butuh perhatian khusus. Hingga lahir ke dunia yang fana ini, AL merupakan sosok bayi yang lucu dan menggemaskan. Tumbuh sebagai anak bayi yang normal dan terlahir sebagai anak yang didambakan.

8. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibunya dan pengamatan yang dilakukan, bahwa selama dalam masa kandungan, bahwa janin tidak ada keluhan dengan masa kehamilan selama 9 (sembilan) bulan dan lahir secara normal. Begitupun ketika itu ibu AL tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan janin, termasuk tidak pernah sakit parah selama kehamilan.

9. Tumbuh kembang AL berjalan normal seperti anak-anak seusianya, tidak tampak ada gejala-gejala yang mengkhawatirkan. Pada saat memasuki usia 2,5 tahun mulai terlihat adanya keterlambatan berbicara dan kesulitan berbicara, dimana AL tampak belum bisa berbicara dengan lafal dan maksud yang jelas. Ketika memasuki usia sekolah dan mulai masuk


(40)

Kelompok Bermain (KB), perkembangan AL yang tidak seperti anak-anak seusianya mulai terlihat membutuhkan penanganan yang lebih baik lagi. Lalu sang guru KB menyarankan orangtua AL untuk mengobservasi AL melalui terapis wicara.

10. Faktor utama penyebab pada kasus terhambatnya berbicara AL ini ternyata dikarenakan oleh pola berbicara kakaknya yang terindikasi sindroma Disarti, menjadikan AL mengidap sindroma Dislalia. Yakni tingkat sebuah sindrom dikarenakan pola asuh AL yang lebih banyak bermain di rumah dan hanya berinteraksi dengan orang-orang terdekat. Akibatnya AL kesulitan dalam pengucapan suku kata dan kata yang dianggap sederhana seusianya.

11.Saat ini AL mendapatkan penanganan yang lebih intensif dan terarah yang diberikan dalam seminggu sekali, dengan tambahan jadwal praktek latihan 3 (tiga) hari dalam seminggu yang diberikan disela-sela waktu kegiatan belajar di dalam kelas.

12.Kasus AL ini disadari bahwa anak ini sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain. Berbagai hambatan dan kesulitan yang tidak terselesaikan secara tepat dapat menimbulkan berbagai hambatan dan masalah pada tahap selanjutnya.

13.guru kelas AL semasa di Kelompok Bermain menaruh curiga, dan mengambil sebuah observasi sederhana bersama terapis wicara. Alhasil ternyata memang AL mengidap sebuah sindroma dislalia atas pengaruh lingkungan selama berada di rumah.

14.Observasi guru kelasnya berlanjut ke rumah, setelah sebelumnhya diadakan wawancara dengan pemanggilan orangtuanya ke sekolah. Akhirnya guru diberikan kesempatan melakukan kunjungan ke rumah AL, dan ternyata kecurigaan guru kelas dan terapi wicara terbukti.AL terpengaruh oleh kakaknya Al yang mengalami sindroma disarti.


(41)

15.Guru menyarankan orangtua AL untuk diberikan sebuah terapi atas sindroma yang diidap oleh AL, kedua orangtuanya setuju. Dan terapinya berlanjut hingga AL meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi yakni taman kanak-kanak.

16.AL melanjutkan ke sekolah satu rumpun yakni TK Assalaam Bandung dari Kelompok Bermain Assalaam Bandung. Hal ini memudahkan koordinasi guru kelas Kelompok Bermain dengan guru kelas AL di TK Assalaam. Begitupun dengan terapis wicaranya. Kini AL diberikan penangan khusus oleh guru kelas nya yang juga telah menerima pelatihan khusus oleh terapis wicaranya.

17.Sang terapis wicara juga menyarankan orangtua AL untuk melibatkan kakak AL untuk ikut serta diberikan terapi wicara. Alasannya supaya terjadi kesinambungan dan penanganan yang sempurna terhadap AL dari berbagai sisi. Kegiatan bersama guru kelasnya AL tersebut selalu dilakukan dengan berbagai metode agar kegiatan menjadi menarik bagi anak sehingga ia bersedia untuk ikut terlibat langsung.

18.Menurut terapis wicara AL orang-orang di sekitar anak dapat melakukan berbagai upaya dalam menangani hambatan berbicara pada anak agar anak dapat berkembang dengan optimal. Pengaruh lingkungan belajar anak di sekolah, seorang guru dapat membuat kegiatan pembelajaran yang melatih kemampuan berbicara.

19.Ragam upaya lainnya dilakukan pula dalam bentuk permainan telepon gelas aqua. Teknik ini menarik anak karena anak diberikan kebebasan dalam mengucapkan kata-kata yang sulit dengan berteriak. Walaupun seringkali terkesan seperti main-main biasa, namun keberanian anak untuk mengucapkan kata-kata sulit tersebut terbangun dengan tanpa paksaan. 20.Media yang digunakan hanya membutuhkan dua buah gelas plastik bekas

minuman mineral yang diujung tengahnya diberi lubang untuk dimasukkan benang kasur dengan panjang tidak lebih dari dua meter. Permainan ini akan lebih menyenangkan bila dilakukan di tempat yang


(42)

terbuka, seperti halaman sekolah, lapangan atau aula.Bentuk upaya lainnya yang dilakukan oleh guru di TK Assalaam, dengan menggunakan media/benda langsung sesuai dengan kata yang akan dilatihkan, seperti

pada kata “Pir”, maka guru akan mendekatkan buah pir ini tepat disamping

bibir guru. Hal ini bertujuan anak fokus dengan pandangan mata tepat kepada gerakan bibir guru yang sedang memberikan contoh pengucapan kata-kata yang sulit tersebut. Upaya ini cukup menarik karena seringkali pada akhirnya anak menginginkan benda/media tersebut.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengolahan data dan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan guru TK mengenai upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, berikut ini beberapa rekomendasi yang dapat menjadi masukan bagi guru TK, pengembang pendidikan dan penelitian selanjutnya.

1. Bagi Guru

Guru TK yang berprofesi sebagai pengajar biasa tentunya harus mempunyai kemampuan berikut, yakni:

1. Kesabaran guru lebih ditingkatkan

Kasus AL ini disadari bahwa anak ini sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain.

Guru kelas atau yang lain yang berhadapan dengan AL harus mempunyai tingkat kesabaran yang cukup. Karena AL yang


(43)

berada dalam lingkungan dengan rombongan belajar besar, memerlukan perhatian khusus.

2. Ketelatenan guru harus sering teruji

Berbagai hambatan dan kesulitan yang tidak terselesaikan secara tepat dapat menimbulkan berbagai hambatan dan masalah pada tahap selanjutnya. Menurut terapis wicara AL orang-orang di sekitar anak dapat melakukan berbagai upaya dalam menangani hambatan berbicara pada anak agar anak dapat berkembang dengan optimal.

3. Terus menjaga kontak mata dengan anak

Dalam suasana di kelas yang riuh, AL merupakan anak yang santun dan cenderung pendiam. guru di TK Assalaam yang menangani hambatan berbicara AL, harus terus melakukan kontak mata di saat AL sedang dilatih cara berbicaranmya. Antara lain dengan menggunakan media boneka yang dimainkan dalam kegiatan bercerita dengan isi cerita yang lebih mengarah pada penekanan kata-kata yang sulit untuk diucapkan oleh anak yang mengalami hambataan berbicara,

seperti pada kata dengan dua suku kata : “Telur”, “Wortel”,

dan seterusny

4. Meningkatkan pengetahuan terapi wicara

AL yang melanjutkan sekolah ke TK Assalaam Bandung dari Kelompok Bermain Assalaam Bandung, mempunyai keuntungan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan mudahnya koordinasi guru kelas Kelompok Bermain dengan guru kelas AL di TK Assalaam perihal kausu AL. Begitupun dengan terapis wicaranya. Kini AL diberikan penangan khusus oleh guru kelasnya yang juga telah menerima pelatihan khusus oleh terapis wicaranya. Hal dimaksudkan ketika sang terapis wicara tidak dapat hadir setiap hải, maka perannya dapat


(44)

digantikan oleh guru kelasnya. Bentuknya melalui media

wayang “TW” (Terapis Wicara). Wayang TW dibuat untuk

menggantikan kehadiran TW tersebut diluar jadwal terapi. .

2. Bagi Kepala Sekolah Dan Yayasan

Kepala Sekolah TK Asalaam Bandung dan Yayasan Asalaam Bandung sebagai pemangku kebijakan, selayaknya menjadi penganalis lebih lanjut saat guru kelas AL menyampaikan hasil penelitian atas kasus hambatan berbicara. Hal ini sering dan akan terjadi pada setiap angkatan siswa di sekolahnya.

Pada awal tahun pelajaran sekolah harus membuat survey dan analisis terhadap siswanya yang mengidap sindroma yang sama seperti yang diidap oleh AL. Hal ini menjadikan sekolah dapaty mengantisipasi lebih dini terhadap anak yang mengalami sindrom ini. Tentunya bila tidak ditangani lebih awal, maka akan berpengaruh banyak terhadap proses belajar mengajar di sekolah.

Guru akan terhambat melakukan proses mengajar kepada anak secara keseluruhan, karena hanya mengurusi satu anak semacam AL yang memerlukan perlakuan khusus. Upaya lain dari pimpinan sekolah dan yayasan adalah dengan mendatangkan bantuan dari seorang terapis wicara.

Penanganan oleh seorang Terapis Wicara sebagai ahli akan membantu pekerjaan guru kelas yang hanya berkemampuan sebagai guru biasa. Sang terapis wicara juga menyarankan orangtua AL untuk melibatkan kakak AL untuk ikut serta diberikan terapi wicara. Alasannya supaya terjadi kesinambungan dan penanganan yang sempurna terhadap AL dari berbagai sisi. Kegiatan bersama guru kelasnya AL tersebut selalu dilakukan dengan berbagai metode agar kegiatan menjadi menarik bagi anak sehingga ia bersedia untuk ikut terlibat langsung.


(45)

3. Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti pada permasalahan yang sama direkomendasikan untuk :

a. Mengkaji secara lebih lanjut dan mendetail mengenai aspek beserta indikator-indikator dari setiap jenis upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, tidak hanya dari aspek kognisi saja.

b. Menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih dapat mengukur upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, tidak hanya menggunakan tes tertulis saja melainkan dengan angket, wawancara, observasi agar dapat mengamati lebih mendalami setiap aspek hambatannya.

c. Mengadakan penelitian dengan melibatkan sampel penelitian yang lebih besar sehingga penelitian lebih refresentatif.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

A. Dari Buku

Arikunto,Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik (edisi revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Pendidikan Anak Usia Dini 4-6 Tahun. Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Effendy,Onong Uchjana, (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan kesembilanbelas. Bandung PT Remaja Rosdakarya.

Effendy,Onong Uchjana (2005), Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung. Remaja Rosdakarya.

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak (Jilid 2 Edisi ke-6), Jakarta: Erlangga.

Mulyana Deddy,Ph.D, M.A. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Patmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta. Rineka Cipta.

Riduwan. (2006) . Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Muda. Bandung : Alfabeta


(47)

Santrock, John, W. (2010). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta : Kencana

Slameto. (2011). Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru. [Online]. Tersedia: http://cerpenik.blogspot.com/2011/11/pengembangan-kompetensi-pedagogik-dan.html. [Akses: 9 November 2012]

Surya, Muhammad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Suharsimi, Arikunto. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Suryabrata,Sumadi. (2008). Metodologi Penelitian.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Syah, Muhibin. (2006). Psokologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tim Redaksi Fokusmedia. (2005). Himpunan Peraturan Perundangan Standar Nasional Pendidikan. Bandung : Fokusmedia


(48)

B. Dari Internet

Anonim. 2010. Perkembangan Bahasa Anak.

http://bayibalita.com/2010/07/perkembangan-bahasa-anak/ [26 Januari

2011]

Anonim. Stimulasi Bahasa Anak.

http://www.infoanak.com/tag/perkembangan-bahasa-anak/ [20 Maret 2011]

Anonim. Cara Menstimulus Kemampuan Bahasa Balita.

http://www.okbangetz.com/cara-menstimulus-kemampuan-bahasa-balita/

[02 April 2011]

Giel. 2010. Makalah Perkembangan Bahasa Anak.

http://edichugiel.blogspot.com/2010/01/makalah-perkembangan-bahasa-anak.html [16 Januari 2012]

Maulina, Dita. Perkembangan Bahasa Anak.

http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=vi

ew&id=1030&Itemid=209 [26 Maret 2013]

Massofa. Perkembangan Bahasa Anak.

http://massofa.wordpress.com/2008/04/29/perkembangan-bahasa-anak/

[17 April 2013]

Verauli Roslina, M.Psi (2011. Masalah Anak Usia Dini,


(49)

Whandi. 2010. Perkembangan Berbicara (Bahasa) Pada Anak-Anak Usia Dini.


(1)

Sarifah Aliah, 2013

STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digantikan oleh guru kelasnya. Bentuknya melalui media wayang “TW” (Terapis Wicara). Wayang TW dibuat untuk menggantikan kehadiran TW tersebut diluar jadwal terapi. .

2. Bagi Kepala Sekolah Dan Yayasan

Kepala Sekolah TK Asalaam Bandung dan Yayasan Asalaam Bandung sebagai pemangku kebijakan, selayaknya menjadi penganalis lebih lanjut saat guru kelas AL menyampaikan hasil penelitian atas kasus hambatan berbicara. Hal ini sering dan akan terjadi pada setiap angkatan siswa di sekolahnya.

Pada awal tahun pelajaran sekolah harus membuat survey dan analisis terhadap siswanya yang mengidap sindroma yang sama seperti yang diidap oleh AL. Hal ini menjadikan sekolah dapaty mengantisipasi lebih dini terhadap anak yang mengalami sindrom ini. Tentunya bila tidak ditangani lebih awal, maka akan berpengaruh banyak terhadap proses belajar mengajar di sekolah.

Guru akan terhambat melakukan proses mengajar kepada anak secara keseluruhan, karena hanya mengurusi satu anak semacam AL yang memerlukan perlakuan khusus. Upaya lain dari pimpinan sekolah dan yayasan adalah dengan mendatangkan bantuan dari seorang terapis wicara.

Penanganan oleh seorang Terapis Wicara sebagai ahli akan membantu pekerjaan guru kelas yang hanya berkemampuan sebagai guru biasa. Sang terapis wicara juga menyarankan orangtua AL untuk melibatkan kakak AL untuk ikut serta diberikan terapi wicara. Alasannya supaya terjadi kesinambungan dan penanganan yang sempurna terhadap AL dari berbagai sisi. Kegiatan bersama guru kelasnya AL tersebut selalu dilakukan dengan berbagai metode agar kegiatan menjadi menarik bagi anak sehingga ia bersedia untuk ikut terlibat langsung.


(2)

86

3. Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti pada permasalahan yang sama direkomendasikan untuk :

a. Mengkaji secara lebih lanjut dan mendetail mengenai aspek beserta indikator-indikator dari setiap jenis upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, tidak hanya dari aspek kognisi saja.

b. Menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih dapat mengukur upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, tidak hanya menggunakan tes tertulis saja melainkan dengan angket, wawancara, observasi agar dapat mengamati lebih mendalami setiap aspek hambatannya.

c. Mengadakan penelitian dengan melibatkan sampel penelitian yang lebih besar sehingga penelitian lebih refresentatif.


(3)

Sarifah Aliah, 2013

STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

A. Dari Buku

Arikunto,Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik (edisi revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Pendidikan Anak Usia Dini 4-6 Tahun. Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Effendy,Onong Uchjana, (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan kesembilanbelas. Bandung PT Remaja Rosdakarya.

Effendy,Onong Uchjana (2005), Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung. Remaja Rosdakarya.

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak (Jilid 2 Edisi ke-6), Jakarta: Erlangga.

Mulyana Deddy,Ph.D, M.A. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Patmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta. Rineka Cipta.

Riduwan. (2006) . Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Muda. Bandung : Alfabeta


(4)

88

Santrock, John, W. (2010). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta : Kencana

Slameto. (2011). Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru. [Online]. Tersedia: http://cerpenik.blogspot.com/2011/11/pengembangan-kompetensi-pedagogik-dan.html. [Akses: 9 November 2012]

Surya, Muhammad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Suharsimi, Arikunto. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Suryabrata,Sumadi. (2008). Metodologi Penelitian.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Syah, Muhibin. (2006). Psokologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tim Redaksi Fokusmedia. (2005). Himpunan Peraturan Perundangan Standar Nasional Pendidikan. Bandung : Fokusmedia


(5)

Sarifah Aliah, 2013

STUDI KASUS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BERBICARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Dari Internet

Anonim. 2010. Perkembangan Bahasa Anak.

http://bayibalita.com/2010/07/perkembangan-bahasa-anak/ [26 Januari 2011]

Anonim. Stimulasi Bahasa Anak. http://www.infoanak.com/tag/perkembangan-bahasa-anak/ [20 Maret 2011]

Anonim. Cara Menstimulus Kemampuan Bahasa Balita.

http://www.okbangetz.com/cara-menstimulus-kemampuan-bahasa-balita/ [02 April 2011]

Giel. 2010. Makalah Perkembangan Bahasa Anak.

http://edichugiel.blogspot.com/2010/01/makalah-perkembangan-bahasa-anak.html [16 Januari 2012]

Maulina, Dita. Perkembangan Bahasa Anak.

http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=1030&Itemid=209 [26 Maret 2013]

Massofa. Perkembangan Bahasa Anak.

http://massofa.wordpress.com/2008/04/29/perkembangan-bahasa-anak/ [17 April 2013]

Verauli Roslina, M.Psi (2011. Masalah Anak Usia Dini, Error! Hyperlink reference not valid.[22 Mei 2013]


(6)

90

Whandi. 2010. Perkembangan Berbicara (Bahasa) Pada Anak-Anak Usia Dini. http://whandi.net/perkembangan-berbicara-bahasa-pada-anak-anak-usia-dini.html [08 Juni 2013]