PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA TUNARUNGU PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN : Penelitian Tindakan Kelas di kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung.
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA
TUNARUNGU PADA PELAJARAN MATEMATIKA
MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas 5 SLB BC X Kabupaten Bandung)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh
Djuang Fitriani
Nim. 1104499
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA TUNARUNGU PADA
PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung)
Oleh
Djuang Fitriani
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan khusus
© Djuang Fitriani 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DJUANG FITRIANI
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA TUNARUNGU
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Dr. Didi Tarsidi, M.Pd
NIP. 195106011979031003
Pembimbing II,
Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd
NIP. 197004171994022001
Mengetahui :
KETUA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Dr. Djadja Rahardja, M.Ed.
NIP. 195904141985031005
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Abstrak
Djuang Fitriani (NIM 1104499) Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu Pada Pelajaran Matematika Materi
Penjumlahan Pecahan. (Penelitian Tindakan Kelas di kelas V SLB BC X Kabupaten
Bandung). Tesis. Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pasca
sarjana UPI. (2013)
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kesulitan guru dalam menentukan model
pembelajaran yang
menghubungkan antara pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan dengan kehidupan siswa tunarungu sehari-hari sebagai
tuntutan Standar Kompetensi Lulusan, kesulitan siswa dalam memahami konsep
penjumlahan pecahan yang dijelaskan secara abstrak sehingga mempengaruhi hasil
belajar, hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang masih rendah di bawah
kriteria ketuntasan minimal(KKM). Adapun rumusan masalah adalah “Bagaimana
penggunaan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan siswa
tunarungu pada pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan?”, dengan tujuan
memperoleh gambaran perencanaan, pelaksanaan dan hasil belajar siswa tunarungu
kelas V di SLB BC X Kabupaten Bandung pada pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan melalui penggunaan model pembelajaran kontekstual.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). PTK ini terdiri dari dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, kegiatan observasi dan refleksi. Peneliti
melibatkan satu teman sejawat untuk menjadi observer dalam kegiatan pelaksanaan
pembelajaran. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SLB BC X Kabupaten
Bandung yang berjumlah 5 orang. Data diperoleh melalui observasi dan tes hasil
belajar. Hasil penelitian pada perencanaan menujukkan kelengkapan yang baik,
pelaksanaan kegiatan guru siklus satu menunjukkan ketercapaian 70% artinya cukup
dan siklus 2 mencapai 93% berarti baik, sedangkan kegiatan siswa siklus satu
menunjukkan ketercapaian 76,2% artinya cukup dan siklus kedua 90,4% artinya
baik, sedangkan hasil belajar menujukkan rata-rata nilai siklus satu 66 dan siklus dua
74 artinya melebihi KKM dari masing-masing siswa mata pelajaran matematika.
Hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa terjadi peningkatan arah positif
dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan pada hasil belajar terdapat peningkatan
yang signifikan dari setiap siklusnya. Dengan demikian penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan
siswa tunarungu pada pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan dikelas V
SLB BC X Kabupaten Bandung.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Djuang Fitriani. (NIM 1104499). The Use of Contextual Learning Model to Improve
the Ability of Students with Hearing Impairment in the Sum of Fractional Numbers
of Math Lesson (a Classroom Action Research in SLB BC X Grade V, Bandung
Regency). Thesis. Special Needs Education Program. School of Post Graduate Study.
Indonesia University of Education.
This research is conducted due to the difficulty faced by the teacher in determining
the learning model that connects the materials about the sum of fractional numbers in
Math with the everyday life of students with hearing impairment, as the demands of
Competency Standards. Students face difficulties in understanding the concept of
fractional summation described in abstract manner, and the impact to the learning
outcomes can be seen from the average student learning outcomes are still below the
minimum standard (KKM). The formulation of the problem is "How does the use of
contextual learning model improve the ability of students with hearing impairment in
fractional summation of Math?". The aims of the study is to get a description of the
process of planning, implementation, and the learning outcomes of students with
hearing impairment at Grade V of SLB BC X Kabupaten Bandung in fractional
summation of Math, through the use of contextual learning model. The method of the
research was Classroom Action Research (CAR). This research consisted of two
cycles. In every cycle, there was four activities. Those were: planning, doing,
observing, and reflecting. The researcher involved a peer teacher to be an observer in
the learning process. The subject of the research were 5 students of the fifth grade at
SLB BC X, Kabupaten Bandung. The data were collected through observation and
the test of students achievements. The result of the study shows that: the planning
was good, the implementation of learning by the teacher in the first cycle achieved
70% means fair, and in the second cycle it achieved 93%, means good. Whereas the
students activities at the first cycle achieved 76,2%, means fair, and they got 90,4% at
the second cycle which was good. The average score of learning results at the first
cycle was 66 and in the second cycle was 74. It means that te score was above the
KKM. The observation to the teacher and students activities showed that there was a
positive improvement in the learning process, while in the result of the learning there
was a significant improvement at each cycle. Thus, the study suggests that the use of
contextual learning model can improve the ability of students with hearing
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
improvement in the the sum of fractional numbers of Math lesson, at Grade V, SLB
BC X Kabupaten Bandung.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
i
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………
ii
ABSTRAK……………………………………………………………………
iii
ABSTACT……………………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
vii
DAFTAR DIAGRAM………………………………………………………..
viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………
1
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….
5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….
6
E. HipotesisTindakan………………………………………………..
7
F. DefinisiOperasional ……………………………………………..
7
G. StrukturPenulisan………………………………………………..
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………
10
A. Model Pembelajaran Kontekstual………………………………..
10
B. Ketunarunguan…………………………………………………..
17
C. Pembelajaran Matematika pada Siswa Tunarungu………………
24
D. Penelitian yang Relevan………………………………………….
27
E. Kerangka Berfikir ……………………………………………….
27
v
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….
29
A. Lokasi dan Subyek Penelitian……………………………………
29
B. Metode Penelitian……………………………………………….
32
C. Desain Penelitian………………………………………………..
34
D. Instrumen Penelitian……………………………………………..
38
E. Proses PengembanganInstrumen…………………………………
44
F. Teknik Pengumpulan Data………………………………………
45
G. Analisis Data……………………………………………………..
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………
49
A. Hasil Penelitian…………………………………………………
49
B. Pembahasan…………………………………………………….
65
BAB V KESIMPUlAN DAN REKOMENDASI……………………………
83
A. Kesimpulan ………………………………………………….
83
B. Rekomendasi ……………………………………………….
84
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
86
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
88
Lampiran 1 Instrumen Rencana Pembelajaram………………………………
88
Lampiran 2 Intrumen Pengumpulan Data…………………………………….
104
Lampiran 3 Hasil Penelitian…………………………………………………..
118
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian………………………………………….
185
Lampiran 5 Surat Penelitian………………………………………………….
193
Lampiran 6 Riwayat Hidup…………………………………………………..
198
vi
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan diperuntukkan bagi semua warga negara, hal ini sesuai
dengan UU RI nomor 20 tentang Sisdiknas pasal 5 ayat 1 mennyatakan bahwa
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu” (Depdiknas, 2003: 12). Hal ini menunjukkan bahwa negara
memberi kesempatan yang sama pada warganya untuk memperoleh pendidikan
sesuai kemampuan warganya.
Kesempatan memperoleh pendidikan bermutu diupayakan juga untuk warga
yang memiliki kelainan. Hal ini sesuai
dengan UU RI nomor 20 tentang
Sisdiknas pasal 5 ayat 2 yang berbunyi “Warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau social berhak memperoleh
pendidikan khusus” (Depdiknas, 2003:12), termasuk anak tunarungu.
Pengertian tunarungu menurut Hallahan dan Kauffman dalam Somad dan
Hernawati (1998: 26) yang menyatakan bahwa:
Tunarungu (hearing impairment) adalah istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan mendengar dari yang ringan
sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli (deaf) adalah seseorang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik
memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Sedangkan orang yang
kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang yang biasanya dengan
menggunakan alat bantu mendengar, sisa mendengarnya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Dampak dari ketunarunguan tersebut anak tunarungu terhambat komunikasi
verbalnya, baik secara reseptif (memahami pembicaraan orang lain) maupun
ekspresif (berbicara), sehingga
sulit berkomunikasi dengan lingkungan orang
mendengar. yang biasanya menggunakan bahasa verbal sebagai alat komunikasi.
1
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Hambatan dalam berkomunikasi pada siswa tunarungu, berakibat pula pada
hambatan dalam proses pendidikan dan pembelajarannya. Namun demikian siswa
tunarungu memiliki potensi untuk belajar berbicara dan berbahasa. Oleh karena
itu siswa tunarungu memerlukan layanan khusus untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa dan berbicara, sehingga dapat meminimalisasi dampak dari
ketunarunguan yang dialaminya
Perkembangan bahasa pada siswa tunarungu merupakan modal dasar dalam
pelaksanaan pembelajaran di sekolah untuk mempelajari mata pelajaran lainnya,
salah satunya mata pelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan program
pemerintah dalam bidang pendidikan yang
selalu berusaha menggiatkan
kemampuan dasar siswa melalui program kemampuan membaca, menulis dan
berhitung (calistung), terutama pada siswa kelas awal. Kemampuan ini merupakan
modal utama untuk belajar berbagai pengetahuan yang lebih luas bagi siswa
selanjutnya. Kemampuan calistung bisa dicapai dengan dua mata pelajaran yang
utama, yaitu untuk kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan kemampuan berhitung dalam matematika.
Pembelajaran matematika bagi siswa tunarungu diberikan mulai anak duduk
di tingkat dasar kelas satu. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
sangatlah penting bagi siswa tunarungu, hal ini nampak dari jumlah jam pelajaran
matematika di setiap kelas lebih banyak dibanding pelajaran lainnnya.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika cukup luas, salah satu ruang
lingkup matematika yaitu bilangan. Materi pecahan termasuk bagian dari ruang
lingkup bilangan, yang mulai diajarkan sejak siswa duduk di kelas 3 semester 2
dan terus berlanjut sampai kelas
tinggi. Ini menunjukkan betapa pentingnya
materi pecahan bagi siswa SDLB Tunarungu, sehingga materi pecahan harus
benar-benar dikuasai oleh siswa sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi, atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pecahan
di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
tunarungu
meliputi: konsep nilai pecahan, perbandingan pecahan, pecahan senilai,
2
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, perkalian pecahan dan
pembagian pecahan.
Materi penjumlahan pecahan bagi
siswa tunarungu tingkat dasar,
merupakan langkah awal dalam memahami operasi hitung pecahan, dalam
pembelajarannya diharapkan menggunakan hal-hal yang sifatnya konkrit, karena
mereka berada pada usia 7 – 12 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh Piaget
dalam Makmun, A.S. (1995), bahwa usia 7 – 12 tahun termasuk fase operasional
konkrit. Fase operasional konkrit, yaitu kemampuan anak dalam melakukan
proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika masih terikat dalam
obyek yang sifatnya konkrit, maka dalam proses pembelajaran pada anak usia ini,
diperlukan suatu pendekatan atau model yang dapat mengaitkan materi pelajaran
dengan benda nyata serta dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari supaya lebih
cepat dimengerti siswa.
Keterkaitan mata pelajaran matematika khususnya penjumlahan pecahan
dengan kehidupan sehari-hari ini sejalan dengan salah satu Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika SDLB tunarungu dalam kurikulum
2006, yaitu “Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan “.
Untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan tersebut,
Pemerintah mengharapkan agar gurunya memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai guru. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Kualifikasi guru yang diharapkan memiliki
pendidikan minimal S1 atau D IV kependidikan. Sedangkan kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru ada empat kompetensi, yaitu 1) kompetensi pedagogik 2)
kompetensi personal 3) kompetensi profesional, serta 4) kompetensi sosial.
Dari empat kompetensi tersebut terdapat indicator yang harus dimiliki oleh
seorang guru SLB atau sekolah khusus,
diantaranya
guru harus memahami
karakteristik siswa berkebutuhan khusus, mengidentifikasi kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus dalam setiap bidang pengembangan bersikap inklusif
3
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
tidak diskriminatif, menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan
yang
mendukung
mata
pelajaran
yang
diampu,
memilih
strategi/pendekatan/model pembelajaran.
Model pembelajaran yang dipilih oleh guru hendaknya dapat menciptakan
keaktifan siswa, mendorong siswa untuk bertanya, membimbing siswa untuk
menemukan konsep, menggunakan multi media sehingga terjadi suasana belajar
sambil bekerja,
sesuai dengan konteks materi serta menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari dimana anak tersebut tinggal.
Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model yang
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002).
Model pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan di SDLB tunarungu
pada kelas dan mata pelajaran apapun yang tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa. Termasuk mata pelajaran matematika.
Belajar matematika dikatakan berhasil jika siswa dapat menempuh nilai
berdasarkan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dihitung berdasarkan tiga Indikator, yaitu 1)
kompleksitas, yaitu kerumitan topic yang akan diajarkan, 2) Daya dukung, yaitu
dukungan dari guru dan sarana yang ada, dan 3) intake siswa yaitu kemampuan
siswa(Standar isi: 2006). Untuk anak tunarungu selain menggunakan tiga
indicator, juga dipengaruhi oleh hasil assessment yang dilakukan oleh guru,
meliputi kemampuan berbahasa dan tingkat kehilangan pendengaran.
Hasil pembelajaran yang berhasil apabila nilai yang di peroleh siswa sama
atau lebih besar dari KKM yang telah ditentukan oleh guru. Sebaliknya apabila
hasil belajar yang diperoleh oleh siswa di bawah KKM yang telah ditentukan
guru, hal ini menunjukkan kegiatan pembelajaran belum berhasil.
Hasil belajar siswa SDLB Tunarungu di kelas V pada mata pelajaran
matematika topic pecahan, menunjukkan nilai siswa di bawah KKM. Ini
4
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran topic pecahan mengalami kegagalan.
KKM yang ditentukan untuk lima siswa pada materi penjumlahan pecahan ini
berbeda yaitu satu orang 60, tiga orang 65, dan satu orang 70.
Pembelajaran matematika yang paling sulit bagi Peneliti dalam menyajikan
kegiatan pembelajaran matematika adalah
pecahan hal ini terlihat pada hasil
belajar sering memperoleh kegagalan khususnya pada penjumlahan pecahan.
Permasalahan lain yang dihadapi Peneliti dalam materi penjumlahan
pecahan adalah kemampuan menghubungkan antara materi pembelajaran yang
akan diajarkan dengan kehidupan
siswa sehari-hari sebagai tuntutan SKL
matematika, sehingga hal ini berakibat mata pelajaran matematika seolah-olah
asing bagi kehidupan siswa sehari-hari. Selain itu guru dalam pembelajaran sering
menggunakan metode ceramah, guru kurang menggunakan media, siswa tidak
tergiring untuk bertanya, siswa kurang terlibat dalam pembelajaran, sehingga
siswa merasa bosan dan tidak menyenangkan.
Setelah ditemukan analisis terhadap temuan hasil observasi dan informasi
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru, terungkap bahwa sekarang ini
hal yang mendesak yang harus dilakukan guru dan peneliti di SLB Kabupaten
Bandung adalah mencari alternative model pembelajaran yang tepat dalam
melaksanakan pembelajaran matematika khususnya materi penjumlahan pecahan.
Untuk itu guru harus paham betul berbagai model pembelajaran yang
mengarah kepada kehidupan nyata, serta dalam pembelajaran harus melibatkan
siswa sehingga siswa menemukan serta mengkontruksi pengetahuan itu melalui
proses bertanya, diskusi kelompok dan memecahkan masalah kehidupan seharihari dimana siswa tersebut tinggal.
Model pembelajaran kontekstual
pada hakekatnya merupakan suatu
model pembelajaran yang berusaha mengaitkan materi pembelajaran yang akan
disampaikan dengan aktifitas kehidupan sehari-hari, di mana siswa sering
berinteraksi lingkungan rumah, sekolah ataupun dengan masyarakat yang lebih
luas
5
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :“ Apakah Penggunaan Model Pembelajaran
Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa tunarungu pada pelajaran
Matematika materi
penjumlahan pecahan di kelas V SLB X Kabupaten
Bandung?”
Sedangkan pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:
1. Bagaimana Perencanaan
yang
dilakukan guru dalam
matematika materi penjumlahan pecahan
pelajaran
dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual pada siswa tunarungu?
2. Bagaimana pelaksanaan
pelajaran matematika materi penjumlahan
pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual pada siswa
tunarungu?
3. Bagaimana hasil belajar siswa tunarungu dalam pelajaran matematika
materi penjumlahan pecahan
dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual?
C. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh gambaran tentang perencanaan guru dengan menggunakan
model pembelajaran kontekstual
penjumlahan pecahan
dalam pelajaran matematika materi
pada siswa tunarungu kelas V di SLB BC
X
Kabupaten Bandung
2. Mengungkap pelaksanaan
pelajaran matematika materi penjumlahan
pecahan dengan menggunakan model Pembelajaran kontekstual
3. Mengetahui hasil belajar siswa tunarungu SLB BC X di Kabupaten
Bandung dalam pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan
dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis
6
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Untuk Guru SLB, dapat memperluas wawasan pengetahuan
model
pembelajaran dan guna memperbaiki pelaksanaan pembelajaran serta
meningkatkan pembelajaran matematika yang berkualitas.
2. Teoritis
Bagi pengelola pelatihan guru, sebagai bahan pertimbangan
dalam
penyusunan program pelatihan dalam rangka peningkatan mutu pendidik
terutama di lingkungan pendidikan luar biasa
E. Hipotesis Tindakan
Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, diduga dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mata pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan.
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional Variabel
1. Model Pembelajaran kontekstual
Menurut Ditjen Dikdasmen (2002) menyatakan: Model Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Model Pembelajaran Kontekstual dalam penelitian ini adalah pembelajaran
yang melibatkan
tujuh komponen utama yang yaitu: konstruktivisme
(Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), permodelan (Modeling) dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assesment).
7
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
2. Kemampuan Siswa dalam Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan
Pecahan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang menurut kamus bahasa
Indonesia mampu adalah sanggup. Jadi kemampuan adalah sebagai
keterampilan (skiil) yang dimiliki seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu
Kemampuan siswa adalah kesanggupan yang harus dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan sesuatu.
Menurut Depdikbud (2002: 1) matematika adalah ilmu pasti, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyatan dalam matematika
bersifat konsisten.
Menurut Heruman (2007: 2) menyatakan bahwa konsep-konsep pada
kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu
penanaman konsep, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan.
Pengertian pecahan menurut Heruman, (2007: 43) dinyatakan sebagai
bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud
adalah bagian yang diperhatikan, biasanya ditandai dengan bagian arsiran.
Bagian inilah yang disebut pembilang. Adapun bagian yang itu adalah bagian
yang dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut.
Materi penjumlahan pecahan dalam penelitian ini adalah pejumlahan
pecahan berpenyebut sama dan tidak sama di kelas V SDLB tunarungu.
Penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama yang dimaksud adalah,
penyebut dari salah satu pecahan merupakan kelipatan dari penyebut pecahan
yang satunya lagi.
Kemampuan siswa tunarungu
penjumlahan pecahan dalam
pada pelajaran matematika materi
penelitian ini adalah kesanggupan
siswa
tunarungu menyelasaikan soal yang berkaitan dengan penjumlahan pecahan
berpenyebut sama dan tidak sama di kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung.
8
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
G. Struktur Penulisan
Struktur penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis tindakan,
definisi operasional serta struktur penulisan,
Bab II : Kajian Pustaka, di dalamnya membahas tentang model pembelajaran
kontekstual meliputi pengertian, karakteristik, penerapan pembelajaran
kontekstual
dalam
pembelajaran,
Ketunarunguan
pengertian,klasifikasi, dampak, Pembelajaran matematika
meliputi
bagi siswa
tunarungu, penelitian yang relevan, kerangka berfikir,
Bab III Metodologi Penelitian, didalamnya membahas tentang jenis penelitian,
prinsip penelitian tindakan kelas, tempat dan waktu, subyek penelitian,
rancangan penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik
analisis data, dan jadwal penelitian
Bab IV Pemaparan dan Pembahasan Data, didalamnya memaparkan data yang
diperoleh dari tiap siklus hasil instrument yang digunakan, serta membahas
data masing-masing siklus, analisis kegiatan guru, analisis kegiatan siswa
tunarungu dan hasil belajar.
BAB V kesimpulan dan rekomendasi menyajikan tentang kesimpulan hasil
penelitian tindakan kelas dan rekomendasi terhadap guru, kepala sekolah dan
Dinas Pendidikan.
9
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah SLB swasta di
Kabupaten Bandung tempat peneliti bertugas sebagai guru, yang selanjutnya
disebut SLB X . Secara geografis sekolah ini berada di pusat kecamatan, tidak
jauh dari jalan raya dan dekat dengan tempat tinggal Peneliti. Sekolah ini berdiri
sejak tahun 2003, dan memiliki bangunan yang cukup memadai, sarana prasarana
baru-baru ini mendapat bantuan seperti seperangkat alat-alat untuk latihan bicara
siswa tunarungu, sarana keterampilan menjahit, alat musik (angklung dan organ)
serta fasilitas penjas adaptif. Selain itu sekolah ini strategis karena dikelilingi
oleh lembaga pendidikan lain yaitu SD, SMP dan SMA.
Peneliti memilih sekolah ini dikarenakan permasalahan pembelajaran yang
akan diteliti berada di kelas di mana peneliti mengajar, hal ini dirasakan oleh
Peneliti dalam melaksanakan pembelajaran belum optimal, dengan melihat hasil
belajar siswa yang selalu di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM), selain itu
dalam penelitian ini peneliti menggunakan kelas sendiri agar tidak mengganggu
pekerjaan, siswa tunarungu yang sudah dikenal dan diketahui katakteristiknya
serta permasalahan dirasakan oleh Peneliti sendiri.
2. Subyek penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Guru
Tunarungu di SLB X
dan siswa
kelas 5 SDLB
tersebut. Peneliti berperan sebagai pelaku tindakan
pembelajaran kontekstual, sedangkan yang menjadi observer adalah guru yang
mengajar di SDLB Tunarungu, yang dianggap oleh peneliti bisa memberikan
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
masukan dan membantu proses tindakan pembelajaran kontekstual. Berikut
adalah Profil siswa dan observer.
a. Profil Siswa
Siswa yang menjadi subyek penelitian adalah kelas D.5 SLB X Kabupaten
Bandung. Jumlah siswa semuanya 5 orang, terdiri dari 3 siswa laki-laki
berinisial Rl, Zfn, dan Wsn dan 2 siswa perempuan berinisial Np dan Wd. Umur
siswa antara 10-12 tahun,
kelima anak ini terdeteksi mengalami tunarungu
pada usia di bawah 1 tahun dengan membandingkan kemampuan bicara dengan
seusianya dan tidak mereaksi saat dipanggil nama dengan jarak lebih dari satu
meter . Dan dari kelima siswa memiliki riwayat ketunarunguan sama yaitu sejak
lahir, ada satu orang yang dinyatakan dokter THT mengalami 70 dB telinga
kanan dan kiri 85 dB dengan inisial Rl, yang lainnya sempat diperiksa akan tetapi
tidak berlanjut sehingga derajat pendengarannya tidak diketahui, akan tetapi
berdasarkan hasil pembelajaran Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
(BKPBI) diperoleh data hampir semua siswa dapat mereaksi terhadap suara
keras dengan 1 meter, seperti suara meja dipukul, kursi jatuh, atau suara petir
yang keras.
Kemampuan berbahasa dari 5 siswa ini pada umumnya dapat berbahasa
melalui komunikasi total, walaupun ada satu orang yang dominan menggunakan
isyarat, dan kemampuan oralnya masih terbatas pada kata-kata yang sederhana.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table 3.1
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
Tabel 3.1 Profil Siswa
Aspek
Nama Inisial Siswa
Rl
Zlp
Wsn
Np
Wd
Jenis kelamin
Umur
Riwayat
ketunarunguan
Ketajaman
pendengaran
Laki-laki
10 tahun
Sejak lahir
Laki-laki
12 tahun
Sejak lahir
Laki-laki
11tahun
Sejak lahir
Perempuan
10 tahun
Sejak lahir
Perempuan
11 tahun
Sejak lahir
Telingan
kanan 75dB
sedangkan
telingan kiri
85 dB
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan jarak
1meter
Tidak
mereaksi
terhadap
bunyi dengan
jarak 1 meter
Bahasa
Reseptif
Memahami
perintah
secara oral/
bahasa isyarat
Bahasa
Ekspresif
Pengucapan
artikulasi jelas
suara
keras
dalam
komunikasi
lebih banyak
menggunakan
oral
sedikit
isyarat
KKM
matematika
65
Memahami
perintah
secara oral
dan dibantu
dengan
isyarat
artikulasi
kurang jelas
Suara agak
sengau,
dalam
komunikasi
lebih banyak
mengguna
kan isyarat
dan sedikit
oral
65
60
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan
jarak
1meter
Memahami
perintah
dengan oral
/
bahasa
isyarat
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan
jarak
1meter
Memahami
Memahami
perintah
perintah
hanya
secara oral
dengan
dan dibantu
isyarat
dengan
isyarat
artikulasi
artikulasi
artikulasi
tidak jelas, jelas, suara kurang jelas
dan
cepreng
suara desah
komunikasi
dalam
komunikasi
lebih banyak komunikasi lebih
mengguna
lebih
banyak
kan isyarat
banyak oral isyarat dan
sedikit oral
70
65
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
b. Profil Observer
Observer dalam penelitian ini adalah salah seorang mitra guru yang ikut
terlibat dalam penelitian,
memiliki peranan sebagai pengamat kegiatan
pembelajaran guru dan siswa, serta membantu peneliti memecahkan masalah
pembelajaran yang ditemukan dalam tindakan pembelajaran kontekstual. Guru
yang menjadi observer ini adalah seorang guru berjenis kelamin wanita, usia 33
tahun, pangkat guru muda dengan golongan III/c, pengalaman mengajar siswa
tunarungu sejak tahun 2006
sampai sekarang, berlatarbelakang pendidikan
sarjana jurusan Pendidikan Luar Biasa UPI lulus tahun 2004, serta pelatihan
yang pernah diikuti diantaranya diklat tentang Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
(SIBI) dan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI).
Dilihat dari profil observer di atas yang memiliki pendidikan Sarjana PLB,
pengalaman mengajar 7 tahun 0 bulan, serta berbagai penataran yang pernah
diikuti, maka guru tersebut dipandang mampu untuk menjadi observer.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK);
hal ini karena permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan pembelajaran di
kelas. Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat melakukan penelitian secara
langsung untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta hasil belajar yang
lebih berkualitas.
Penelitian
tindakan kelas merupakan terjemahan dari classroom action
research yaitu action research yang dilakukan di kelas. Action research yang
diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr dan Kemmis (1991,p.2
dalam Wardani, 2006) didefinisikan sebagai berikut.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
Action research is a form of self – reflective enquiry undertaken by
partisipants (teacher, students, or principals, for example) in social (including
education) situation in order to improve the rationality and justice of(a) their
own social or educational practices, (2) their understanding of these
practices, and the situations (and institutions) in which the practices are
carried out.
Sedangkan Menurut Asrori (2007) Penelitian Tindakan Kelas adalah sebuah
penelitian yang dilakukan guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru sehingga hasil belajar
siswa dapat meningkat.
Selain itu menurut Tanireja, dkk (2012:16) mengatakan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas adalah penelitian yang mengangkat masalah-masalah yang aktual
yang dilakukan oleh para guru yang merupakan pencermatan kegiatan belajar
yang berupa tindakan untuk memperbaiki dan peningkatkan praktik pembelajaran
di kelas secara lebih professional.
Masalah yang diangkat untuk bahan penelitian tindakan kelas harus masalah
yang nyata agar guru dapat mengatasi masalah tersebut dengan tepat. Masalahmasalah yang dirasa sangat penting untuk diatasi secepatnya. Penelitian tindakan
kelas ini menekankan kepada perbaikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru. Hal ini akan menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa.
Penelitian Tindakan Kelas juga
memiliki karakteristik. Menurut Sudukin
dalam Tanireja (2012:19) karakteristik Penelitian Tindakan Kelas antara lain, (1)
problema yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat
dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru, adakalanya
dapat dilakukan kolaboratif dengan peneliti lain. (2) adanya tindakan-tindakan
atau aksi tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.
Selain itu karakteristik PTK menurut Wardani (2006:1.5) dilihat dari ciricirinya yaitu, pertama masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran diri
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
guru bahwa praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan mempunyai masalah
yang perlu diselesaikan; kedua self reflective atau penelitian melalui refleksi diri;
ketiga PTK dilakukan di dalam kelas; keempat PTK bertujuan untuk memperbaiki
pembelajaran.
Karakteristik PTK yang harus kita perhatikan adalah permasalahan yang
akan diatasi harus diangkat dari permasalahan dalam praktik pembelajaran seharihari yang dialami oleh guru di kelas yang perlu diselesaikan. Dalam menemukan
masalah, guru dapat meminta bantuan kepada guru-guru lain agar permasalahan
yang diangkat tersebut benar-benar tepat. Selain itu dalam PTK harus ada
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar. Kegiatankegiatan tersebut harus direncanakan secara matang karena akan mempengaruhi
keberhasilan PTK yang kita lakukan.
Dengan
demikian
melalui
peneltian
kelas,
guru
diharapkan
dapat
memperbaiki kinerja dalam melakukan pembelajaran. Guru akan senantiasa
terbiasa dengan pembelajaran yang baik dan bermakna. Hal ini akan berbanding
lurus dengan hasil belajar siswa, karena siswa dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik
C. Desain Penelitian
Desain
penelitian ini
terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut alur dalam
penelitian tindakan kelas pada diagram 3.1.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
Diagram 3.1. Desain Penelitian
permasalahan
Alternative Pemecahan
Pelaksanaan
Tindakan I
(Rencana Tindakan I
SIKLUS I
Refleksi I
Analisis Data
Observasi I
Pelaksanaan
Tindakan II
Belum
terselesaikan
Alternative Pemecahan
(Rencana Tindakan II)
SIKLUS II
Refleksi II
Belum
terselesaikan
Analisis Data II
Observasi II
SIKLUS SELANJUTNYA
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut
Membuat kisi-kisi dan instrumen
asesmen matematika dalam
topik
pecahan (terlampir)
Membuat silabus matematika penjumlahan pecahan
Membuat RPP
Membuat lembar observasi kegiatan guru dan siswa
Menyiapkan media pembelajaran
Menyiapkan perekaman dengan kamera digital
Membuat alat evaluasi pre tes dan post tes (terlampir)
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan RPP pada tiap siklus
pembelajaran. Akan tetapi pelaksanaannya fleksibel, disesuaikan dengan
situasi asal perubahan itu mendukung tercapainya perbaikan.
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Melakukan asesmen matematika topic pecahan
Melakukan pretes dengan tes kognitif untuk mengukur konsepsi awal
siswa tentang pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah serta tes
kinerja untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyajikan informasi secara kontekstual
Mengorganisasi siswa ke dalam dua kelompok belajar yang terdiri 2 atau
3 orang
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
Membimbing kelompok untuk bekerja sama dan belajar
Menggiring siswa untuk bertanya
Melakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa oleh observer
Melakukan refleksi pembelajaran
Melakukan evaluasi berupa postes yang soalnya sama dengan pretes
Melakukan perbandingan skor yang diperoleh pada setiap siklus,
juga
hasil pretes dan postes
Memberikan penghargaan kepada siswa yang telah menunjukkan
peningkatan sesuai dengan batas ketuntasan belajar yang telah ditetapkan
dalam KKM
Memberikan motivasi kepada siswa yang belum mencapai batas
ketuntasan belajar yang ditetapkan agar lebih serius lagi pada siklus
berikutnya.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan
dengan menggunakan lembar observasi terhadap kegiatan guru dan siswa.
Pelaksanaan observasi dilakukan berbarengan dengan tahap pelaksanaan.
Lembar observasi guru untuk melihat bagaimana aktivitas guru dalam
kegiatan
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kontekstual, sedangkan lembar observasi siswa untuk melihat bagaimana
aktivitas siswa dalam kegitan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual.
4. Refleksi
Kegiatan ini adalah melihat kembali, mencermati, mengkaji, dan
menganalisis secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah dilakukan
berdasarkan data yang telah terkumpul pada lembar observasi. Data yang
diperoleh dari hasil observasi dan penilaian hasil belajar pada setiap siklus
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
dikumpulkan serta dianalisis bersama, untuk melihat kelebihan dan
kelemahan dari hasil pembelajaran. Selanjutnya peneliti dan observer
membuat rencana skenario yang diinginkan untuk pembelajaran pada siklus
berikutnya.
D. Instrumen Penelitian
Adapun Instrumen Penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar. .
Observasi dilakukan untuk melihat kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran. Pedoman observasi kegiatan guru dapat dilihat pada tabel 3.2
Table 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Guru
No
Skor
Aspek yang diamati
1
2
3
1. Membuka Pembelajaran
2. Menjelaskan materi
3. Kontruktivisme
4. Penggunaan media
5. Kemampuan bertanya
6. Memberi penguatan
7. Menghadirkan model
8 Pengorganisasian kelas
9 Penutup pembelajaran
10 Penilaian
Untuk menentukan kriteria keberhasilan hasil observasi kegiatan guru dalam
pembelajaran, peneliti menyusun Rubrik pengamatan sebagai pedoman observer.
Rubrik dapat dilihat pada table 3.3
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
Table 3.3 Rubrik Pengamatan Kegiatan Guru
1
2
Membuka pelajaran
-
Mengkondisikan siswa
-
Melakukan apersepsi melalui percakapan
-
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inkuiri
-
Menyelesaikan masalah melalui LKS dalam penemuan konsep
-
Menyusun langkah-langkah dalam kegiatan dalam menyelesaikan
masalah
3
Mengembangkan sikap rasa percaya diri
Konstruktivisme
-
Mengeksplor kemampuan siswa
dalam membina pengetahuan
baru pada lingkungan nyata
4
5
-
Memberikan pembelajaran secara kooperatip
-
Menggalakan siswa bertanya dengan siswa atau guru
Penggunaan media
-
Memperhatikan prinsip penggunaan jenis media
-
Tepat saat penggunaan media
-
Terampil dalam mengoperasikan
Kemampuan bertanya
-
Menyebarkan pertanyaan ke semua siswa
-
Memberi kesempatan siswa berfikir
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
-
6
7
Kejelasan pertanyaan
Pemberian penguatan
-
Mengucapkan kata bagus dengan isyarat ibu jari diangkat
-
Memberikan penguatan sentuhan/gestur
-
Memberikan hadiah berupa benda
Menghadirkan model
-
Kejelasan materi ajar yang disampaikan dengan materi lainnya
yang terkait
8
9
10
-
Kejelasan dalam memberikan contoh/ilustrasi
-
Kejelasan artikulasi dan keterarahwajahan
Pengelolaan kelas
-
Mengatur tempat duduk
-
Siswa aktif
-
Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan siswa
Kegiatan Penutup
-
Adanya kesimpulan
-
Adanya refleksi
-
Memberikan tindak lanjut
Melakukan Penilaian
-
Melakukan pre tes/postes
-
Melakukan Penilaian proses
-
Melakukan penilaian individual/ kelompok
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
Keterangan:
1 = kurang artinya guru melakukan satu aspek dari tiap-tiap kegiatan guru
2 = cukup, artinya guru melakukan 2 aspek dari tiap-tiap kegitan guru
3 = baik jika guru melakukan semua aspek dari tiap-tiap kegiatan guru
Pedoman observasi kegiatan siswa dapat dilihat pada table 3.4
Tabel 3.4 Pedoman Observasi Kegiatan Siswa
No
Aspek yang Diamati
Skor
1
1.
Keterlibatan siswa
2
Kegairahan belajar
3
Keterlibatan dalam diskusi kelompok
4
Mengkontruksikan pengetahuan sendiri
5
Keberanian untuk bertanya
6
Keberanian untuk menggunakan media
7
Kemampuan menjawab pertanyaan
2
3
Untuk menentukan kriteria keberhasilan hasil observasi kegiatan siswa dalam
pembelajaran, peneliti menyusun Rubrik pengamatan sebagai pedoman observer.
Rubrik dapat dilihat pada table 3.5
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
42
Table 3.5 Rubrik Pedoman Observasi Kegiatan Siswa
1.
2
3
4
Keterlibatan siswa
-
Keterlibatan secara individual
-
Keterlibatan secara kelompok
-
Keterlibatan dalam penemuan model
Kegairahan belajar
-
Menunjukkan minat dalam belajar
-
Memperhatikan guru
-
Antusias dalam belajar
Keterlibatan dalam diskusi kelompok
-
Memberikan masukan dalam kelompok
-
Keseriusan dalam kelompok
-
Bertanggungjawab terhadap tugas kelompok
Mengkontruksikan pengetahuan sendiri
-
Ketidaktergantungan belajar pada guru
-
Berani mencoba dalam pemecahan masalah
-
Mampu menemukan model penenyelesaian secara
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA
TUNARUNGU PADA PELAJARAN MATEMATIKA
MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas 5 SLB BC X Kabupaten Bandung)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh
Djuang Fitriani
Nim. 1104499
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA TUNARUNGU PADA
PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung)
Oleh
Djuang Fitriani
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan khusus
© Djuang Fitriani 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DJUANG FITRIANI
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA TUNARUNGU
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Dr. Didi Tarsidi, M.Pd
NIP. 195106011979031003
Pembimbing II,
Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd
NIP. 197004171994022001
Mengetahui :
KETUA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Dr. Djadja Rahardja, M.Ed.
NIP. 195904141985031005
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Abstrak
Djuang Fitriani (NIM 1104499) Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual untuk
Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu Pada Pelajaran Matematika Materi
Penjumlahan Pecahan. (Penelitian Tindakan Kelas di kelas V SLB BC X Kabupaten
Bandung). Tesis. Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pasca
sarjana UPI. (2013)
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kesulitan guru dalam menentukan model
pembelajaran yang
menghubungkan antara pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan dengan kehidupan siswa tunarungu sehari-hari sebagai
tuntutan Standar Kompetensi Lulusan, kesulitan siswa dalam memahami konsep
penjumlahan pecahan yang dijelaskan secara abstrak sehingga mempengaruhi hasil
belajar, hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang masih rendah di bawah
kriteria ketuntasan minimal(KKM). Adapun rumusan masalah adalah “Bagaimana
penggunaan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan siswa
tunarungu pada pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan?”, dengan tujuan
memperoleh gambaran perencanaan, pelaksanaan dan hasil belajar siswa tunarungu
kelas V di SLB BC X Kabupaten Bandung pada pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan melalui penggunaan model pembelajaran kontekstual.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). PTK ini terdiri dari dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, kegiatan observasi dan refleksi. Peneliti
melibatkan satu teman sejawat untuk menjadi observer dalam kegiatan pelaksanaan
pembelajaran. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SLB BC X Kabupaten
Bandung yang berjumlah 5 orang. Data diperoleh melalui observasi dan tes hasil
belajar. Hasil penelitian pada perencanaan menujukkan kelengkapan yang baik,
pelaksanaan kegiatan guru siklus satu menunjukkan ketercapaian 70% artinya cukup
dan siklus 2 mencapai 93% berarti baik, sedangkan kegiatan siswa siklus satu
menunjukkan ketercapaian 76,2% artinya cukup dan siklus kedua 90,4% artinya
baik, sedangkan hasil belajar menujukkan rata-rata nilai siklus satu 66 dan siklus dua
74 artinya melebihi KKM dari masing-masing siswa mata pelajaran matematika.
Hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa terjadi peningkatan arah positif
dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan pada hasil belajar terdapat peningkatan
yang signifikan dari setiap siklusnya. Dengan demikian penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan
siswa tunarungu pada pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan dikelas V
SLB BC X Kabupaten Bandung.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Djuang Fitriani. (NIM 1104499). The Use of Contextual Learning Model to Improve
the Ability of Students with Hearing Impairment in the Sum of Fractional Numbers
of Math Lesson (a Classroom Action Research in SLB BC X Grade V, Bandung
Regency). Thesis. Special Needs Education Program. School of Post Graduate Study.
Indonesia University of Education.
This research is conducted due to the difficulty faced by the teacher in determining
the learning model that connects the materials about the sum of fractional numbers in
Math with the everyday life of students with hearing impairment, as the demands of
Competency Standards. Students face difficulties in understanding the concept of
fractional summation described in abstract manner, and the impact to the learning
outcomes can be seen from the average student learning outcomes are still below the
minimum standard (KKM). The formulation of the problem is "How does the use of
contextual learning model improve the ability of students with hearing impairment in
fractional summation of Math?". The aims of the study is to get a description of the
process of planning, implementation, and the learning outcomes of students with
hearing impairment at Grade V of SLB BC X Kabupaten Bandung in fractional
summation of Math, through the use of contextual learning model. The method of the
research was Classroom Action Research (CAR). This research consisted of two
cycles. In every cycle, there was four activities. Those were: planning, doing,
observing, and reflecting. The researcher involved a peer teacher to be an observer in
the learning process. The subject of the research were 5 students of the fifth grade at
SLB BC X, Kabupaten Bandung. The data were collected through observation and
the test of students achievements. The result of the study shows that: the planning
was good, the implementation of learning by the teacher in the first cycle achieved
70% means fair, and in the second cycle it achieved 93%, means good. Whereas the
students activities at the first cycle achieved 76,2%, means fair, and they got 90,4% at
the second cycle which was good. The average score of learning results at the first
cycle was 66 and in the second cycle was 74. It means that te score was above the
KKM. The observation to the teacher and students activities showed that there was a
positive improvement in the learning process, while in the result of the learning there
was a significant improvement at each cycle. Thus, the study suggests that the use of
contextual learning model can improve the ability of students with hearing
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
improvement in the the sum of fractional numbers of Math lesson, at Grade V, SLB
BC X Kabupaten Bandung.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
i
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………
ii
ABSTRAK……………………………………………………………………
iii
ABSTACT……………………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
vii
DAFTAR DIAGRAM………………………………………………………..
viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………
1
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….
5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….
6
E. HipotesisTindakan………………………………………………..
7
F. DefinisiOperasional ……………………………………………..
7
G. StrukturPenulisan………………………………………………..
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………
10
A. Model Pembelajaran Kontekstual………………………………..
10
B. Ketunarunguan…………………………………………………..
17
C. Pembelajaran Matematika pada Siswa Tunarungu………………
24
D. Penelitian yang Relevan………………………………………….
27
E. Kerangka Berfikir ……………………………………………….
27
v
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….
29
A. Lokasi dan Subyek Penelitian……………………………………
29
B. Metode Penelitian……………………………………………….
32
C. Desain Penelitian………………………………………………..
34
D. Instrumen Penelitian……………………………………………..
38
E. Proses PengembanganInstrumen…………………………………
44
F. Teknik Pengumpulan Data………………………………………
45
G. Analisis Data……………………………………………………..
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………
49
A. Hasil Penelitian…………………………………………………
49
B. Pembahasan…………………………………………………….
65
BAB V KESIMPUlAN DAN REKOMENDASI……………………………
83
A. Kesimpulan ………………………………………………….
83
B. Rekomendasi ……………………………………………….
84
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
86
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
88
Lampiran 1 Instrumen Rencana Pembelajaram………………………………
88
Lampiran 2 Intrumen Pengumpulan Data…………………………………….
104
Lampiran 3 Hasil Penelitian…………………………………………………..
118
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian………………………………………….
185
Lampiran 5 Surat Penelitian………………………………………………….
193
Lampiran 6 Riwayat Hidup…………………………………………………..
198
vi
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan diperuntukkan bagi semua warga negara, hal ini sesuai
dengan UU RI nomor 20 tentang Sisdiknas pasal 5 ayat 1 mennyatakan bahwa
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu” (Depdiknas, 2003: 12). Hal ini menunjukkan bahwa negara
memberi kesempatan yang sama pada warganya untuk memperoleh pendidikan
sesuai kemampuan warganya.
Kesempatan memperoleh pendidikan bermutu diupayakan juga untuk warga
yang memiliki kelainan. Hal ini sesuai
dengan UU RI nomor 20 tentang
Sisdiknas pasal 5 ayat 2 yang berbunyi “Warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau social berhak memperoleh
pendidikan khusus” (Depdiknas, 2003:12), termasuk anak tunarungu.
Pengertian tunarungu menurut Hallahan dan Kauffman dalam Somad dan
Hernawati (1998: 26) yang menyatakan bahwa:
Tunarungu (hearing impairment) adalah istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan mendengar dari yang ringan
sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli (deaf) adalah seseorang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik
memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Sedangkan orang yang
kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang yang biasanya dengan
menggunakan alat bantu mendengar, sisa mendengarnya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.
Dampak dari ketunarunguan tersebut anak tunarungu terhambat komunikasi
verbalnya, baik secara reseptif (memahami pembicaraan orang lain) maupun
ekspresif (berbicara), sehingga
sulit berkomunikasi dengan lingkungan orang
mendengar. yang biasanya menggunakan bahasa verbal sebagai alat komunikasi.
1
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Hambatan dalam berkomunikasi pada siswa tunarungu, berakibat pula pada
hambatan dalam proses pendidikan dan pembelajarannya. Namun demikian siswa
tunarungu memiliki potensi untuk belajar berbicara dan berbahasa. Oleh karena
itu siswa tunarungu memerlukan layanan khusus untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa dan berbicara, sehingga dapat meminimalisasi dampak dari
ketunarunguan yang dialaminya
Perkembangan bahasa pada siswa tunarungu merupakan modal dasar dalam
pelaksanaan pembelajaran di sekolah untuk mempelajari mata pelajaran lainnya,
salah satunya mata pelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan program
pemerintah dalam bidang pendidikan yang
selalu berusaha menggiatkan
kemampuan dasar siswa melalui program kemampuan membaca, menulis dan
berhitung (calistung), terutama pada siswa kelas awal. Kemampuan ini merupakan
modal utama untuk belajar berbagai pengetahuan yang lebih luas bagi siswa
selanjutnya. Kemampuan calistung bisa dicapai dengan dua mata pelajaran yang
utama, yaitu untuk kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia
dan kemampuan berhitung dalam matematika.
Pembelajaran matematika bagi siswa tunarungu diberikan mulai anak duduk
di tingkat dasar kelas satu. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika
sangatlah penting bagi siswa tunarungu, hal ini nampak dari jumlah jam pelajaran
matematika di setiap kelas lebih banyak dibanding pelajaran lainnnya.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika cukup luas, salah satu ruang
lingkup matematika yaitu bilangan. Materi pecahan termasuk bagian dari ruang
lingkup bilangan, yang mulai diajarkan sejak siswa duduk di kelas 3 semester 2
dan terus berlanjut sampai kelas
tinggi. Ini menunjukkan betapa pentingnya
materi pecahan bagi siswa SDLB Tunarungu, sehingga materi pecahan harus
benar-benar dikuasai oleh siswa sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi, atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pecahan
di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
tunarungu
meliputi: konsep nilai pecahan, perbandingan pecahan, pecahan senilai,
2
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, perkalian pecahan dan
pembagian pecahan.
Materi penjumlahan pecahan bagi
siswa tunarungu tingkat dasar,
merupakan langkah awal dalam memahami operasi hitung pecahan, dalam
pembelajarannya diharapkan menggunakan hal-hal yang sifatnya konkrit, karena
mereka berada pada usia 7 – 12 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh Piaget
dalam Makmun, A.S. (1995), bahwa usia 7 – 12 tahun termasuk fase operasional
konkrit. Fase operasional konkrit, yaitu kemampuan anak dalam melakukan
proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika masih terikat dalam
obyek yang sifatnya konkrit, maka dalam proses pembelajaran pada anak usia ini,
diperlukan suatu pendekatan atau model yang dapat mengaitkan materi pelajaran
dengan benda nyata serta dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari supaya lebih
cepat dimengerti siswa.
Keterkaitan mata pelajaran matematika khususnya penjumlahan pecahan
dengan kehidupan sehari-hari ini sejalan dengan salah satu Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) mata pelajaran matematika SDLB tunarungu dalam kurikulum
2006, yaitu “Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan “.
Untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan tersebut,
Pemerintah mengharapkan agar gurunya memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai guru. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Kualifikasi guru yang diharapkan memiliki
pendidikan minimal S1 atau D IV kependidikan. Sedangkan kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru ada empat kompetensi, yaitu 1) kompetensi pedagogik 2)
kompetensi personal 3) kompetensi profesional, serta 4) kompetensi sosial.
Dari empat kompetensi tersebut terdapat indicator yang harus dimiliki oleh
seorang guru SLB atau sekolah khusus,
diantaranya
guru harus memahami
karakteristik siswa berkebutuhan khusus, mengidentifikasi kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus dalam setiap bidang pengembangan bersikap inklusif
3
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
tidak diskriminatif, menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan
yang
mendukung
mata
pelajaran
yang
diampu,
memilih
strategi/pendekatan/model pembelajaran.
Model pembelajaran yang dipilih oleh guru hendaknya dapat menciptakan
keaktifan siswa, mendorong siswa untuk bertanya, membimbing siswa untuk
menemukan konsep, menggunakan multi media sehingga terjadi suasana belajar
sambil bekerja,
sesuai dengan konteks materi serta menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari dimana anak tersebut tinggal.
Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model yang
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002).
Model pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan di SDLB tunarungu
pada kelas dan mata pelajaran apapun yang tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan siswa. Termasuk mata pelajaran matematika.
Belajar matematika dikatakan berhasil jika siswa dapat menempuh nilai
berdasarkan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dihitung berdasarkan tiga Indikator, yaitu 1)
kompleksitas, yaitu kerumitan topic yang akan diajarkan, 2) Daya dukung, yaitu
dukungan dari guru dan sarana yang ada, dan 3) intake siswa yaitu kemampuan
siswa(Standar isi: 2006). Untuk anak tunarungu selain menggunakan tiga
indicator, juga dipengaruhi oleh hasil assessment yang dilakukan oleh guru,
meliputi kemampuan berbahasa dan tingkat kehilangan pendengaran.
Hasil pembelajaran yang berhasil apabila nilai yang di peroleh siswa sama
atau lebih besar dari KKM yang telah ditentukan oleh guru. Sebaliknya apabila
hasil belajar yang diperoleh oleh siswa di bawah KKM yang telah ditentukan
guru, hal ini menunjukkan kegiatan pembelajaran belum berhasil.
Hasil belajar siswa SDLB Tunarungu di kelas V pada mata pelajaran
matematika topic pecahan, menunjukkan nilai siswa di bawah KKM. Ini
4
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran topic pecahan mengalami kegagalan.
KKM yang ditentukan untuk lima siswa pada materi penjumlahan pecahan ini
berbeda yaitu satu orang 60, tiga orang 65, dan satu orang 70.
Pembelajaran matematika yang paling sulit bagi Peneliti dalam menyajikan
kegiatan pembelajaran matematika adalah
pecahan hal ini terlihat pada hasil
belajar sering memperoleh kegagalan khususnya pada penjumlahan pecahan.
Permasalahan lain yang dihadapi Peneliti dalam materi penjumlahan
pecahan adalah kemampuan menghubungkan antara materi pembelajaran yang
akan diajarkan dengan kehidupan
siswa sehari-hari sebagai tuntutan SKL
matematika, sehingga hal ini berakibat mata pelajaran matematika seolah-olah
asing bagi kehidupan siswa sehari-hari. Selain itu guru dalam pembelajaran sering
menggunakan metode ceramah, guru kurang menggunakan media, siswa tidak
tergiring untuk bertanya, siswa kurang terlibat dalam pembelajaran, sehingga
siswa merasa bosan dan tidak menyenangkan.
Setelah ditemukan analisis terhadap temuan hasil observasi dan informasi
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru, terungkap bahwa sekarang ini
hal yang mendesak yang harus dilakukan guru dan peneliti di SLB Kabupaten
Bandung adalah mencari alternative model pembelajaran yang tepat dalam
melaksanakan pembelajaran matematika khususnya materi penjumlahan pecahan.
Untuk itu guru harus paham betul berbagai model pembelajaran yang
mengarah kepada kehidupan nyata, serta dalam pembelajaran harus melibatkan
siswa sehingga siswa menemukan serta mengkontruksi pengetahuan itu melalui
proses bertanya, diskusi kelompok dan memecahkan masalah kehidupan seharihari dimana siswa tersebut tinggal.
Model pembelajaran kontekstual
pada hakekatnya merupakan suatu
model pembelajaran yang berusaha mengaitkan materi pembelajaran yang akan
disampaikan dengan aktifitas kehidupan sehari-hari, di mana siswa sering
berinteraksi lingkungan rumah, sekolah ataupun dengan masyarakat yang lebih
luas
5
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :“ Apakah Penggunaan Model Pembelajaran
Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa tunarungu pada pelajaran
Matematika materi
penjumlahan pecahan di kelas V SLB X Kabupaten
Bandung?”
Sedangkan pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:
1. Bagaimana Perencanaan
yang
dilakukan guru dalam
matematika materi penjumlahan pecahan
pelajaran
dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual pada siswa tunarungu?
2. Bagaimana pelaksanaan
pelajaran matematika materi penjumlahan
pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual pada siswa
tunarungu?
3. Bagaimana hasil belajar siswa tunarungu dalam pelajaran matematika
materi penjumlahan pecahan
dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual?
C. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh gambaran tentang perencanaan guru dengan menggunakan
model pembelajaran kontekstual
penjumlahan pecahan
dalam pelajaran matematika materi
pada siswa tunarungu kelas V di SLB BC
X
Kabupaten Bandung
2. Mengungkap pelaksanaan
pelajaran matematika materi penjumlahan
pecahan dengan menggunakan model Pembelajaran kontekstual
3. Mengetahui hasil belajar siswa tunarungu SLB BC X di Kabupaten
Bandung dalam pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan
dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis
6
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Untuk Guru SLB, dapat memperluas wawasan pengetahuan
model
pembelajaran dan guna memperbaiki pelaksanaan pembelajaran serta
meningkatkan pembelajaran matematika yang berkualitas.
2. Teoritis
Bagi pengelola pelatihan guru, sebagai bahan pertimbangan
dalam
penyusunan program pelatihan dalam rangka peningkatan mutu pendidik
terutama di lingkungan pendidikan luar biasa
E. Hipotesis Tindakan
Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, diduga dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mata pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan.
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional Variabel
1. Model Pembelajaran kontekstual
Menurut Ditjen Dikdasmen (2002) menyatakan: Model Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Model Pembelajaran Kontekstual dalam penelitian ini adalah pembelajaran
yang melibatkan
tujuh komponen utama yang yaitu: konstruktivisme
(Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), permodelan (Modeling) dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assesment).
7
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
2. Kemampuan Siswa dalam Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan
Pecahan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang menurut kamus bahasa
Indonesia mampu adalah sanggup. Jadi kemampuan adalah sebagai
keterampilan (skiil) yang dimiliki seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu
Kemampuan siswa adalah kesanggupan yang harus dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan sesuatu.
Menurut Depdikbud (2002: 1) matematika adalah ilmu pasti, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyatan dalam matematika
bersifat konsisten.
Menurut Heruman (2007: 2) menyatakan bahwa konsep-konsep pada
kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu
penanaman konsep, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan.
Pengertian pecahan menurut Heruman, (2007: 43) dinyatakan sebagai
bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud
adalah bagian yang diperhatikan, biasanya ditandai dengan bagian arsiran.
Bagian inilah yang disebut pembilang. Adapun bagian yang itu adalah bagian
yang dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut.
Materi penjumlahan pecahan dalam penelitian ini adalah pejumlahan
pecahan berpenyebut sama dan tidak sama di kelas V SDLB tunarungu.
Penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama yang dimaksud adalah,
penyebut dari salah satu pecahan merupakan kelipatan dari penyebut pecahan
yang satunya lagi.
Kemampuan siswa tunarungu
penjumlahan pecahan dalam
pada pelajaran matematika materi
penelitian ini adalah kesanggupan
siswa
tunarungu menyelasaikan soal yang berkaitan dengan penjumlahan pecahan
berpenyebut sama dan tidak sama di kelas V SLB BC X Kabupaten Bandung.
8
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
G. Struktur Penulisan
Struktur penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis tindakan,
definisi operasional serta struktur penulisan,
Bab II : Kajian Pustaka, di dalamnya membahas tentang model pembelajaran
kontekstual meliputi pengertian, karakteristik, penerapan pembelajaran
kontekstual
dalam
pembelajaran,
Ketunarunguan
pengertian,klasifikasi, dampak, Pembelajaran matematika
meliputi
bagi siswa
tunarungu, penelitian yang relevan, kerangka berfikir,
Bab III Metodologi Penelitian, didalamnya membahas tentang jenis penelitian,
prinsip penelitian tindakan kelas, tempat dan waktu, subyek penelitian,
rancangan penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik
analisis data, dan jadwal penelitian
Bab IV Pemaparan dan Pembahasan Data, didalamnya memaparkan data yang
diperoleh dari tiap siklus hasil instrument yang digunakan, serta membahas
data masing-masing siklus, analisis kegiatan guru, analisis kegiatan siswa
tunarungu dan hasil belajar.
BAB V kesimpulan dan rekomendasi menyajikan tentang kesimpulan hasil
penelitian tindakan kelas dan rekomendasi terhadap guru, kepala sekolah dan
Dinas Pendidikan.
9
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah SLB swasta di
Kabupaten Bandung tempat peneliti bertugas sebagai guru, yang selanjutnya
disebut SLB X . Secara geografis sekolah ini berada di pusat kecamatan, tidak
jauh dari jalan raya dan dekat dengan tempat tinggal Peneliti. Sekolah ini berdiri
sejak tahun 2003, dan memiliki bangunan yang cukup memadai, sarana prasarana
baru-baru ini mendapat bantuan seperti seperangkat alat-alat untuk latihan bicara
siswa tunarungu, sarana keterampilan menjahit, alat musik (angklung dan organ)
serta fasilitas penjas adaptif. Selain itu sekolah ini strategis karena dikelilingi
oleh lembaga pendidikan lain yaitu SD, SMP dan SMA.
Peneliti memilih sekolah ini dikarenakan permasalahan pembelajaran yang
akan diteliti berada di kelas di mana peneliti mengajar, hal ini dirasakan oleh
Peneliti dalam melaksanakan pembelajaran belum optimal, dengan melihat hasil
belajar siswa yang selalu di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM), selain itu
dalam penelitian ini peneliti menggunakan kelas sendiri agar tidak mengganggu
pekerjaan, siswa tunarungu yang sudah dikenal dan diketahui katakteristiknya
serta permasalahan dirasakan oleh Peneliti sendiri.
2. Subyek penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Guru
Tunarungu di SLB X
dan siswa
kelas 5 SDLB
tersebut. Peneliti berperan sebagai pelaku tindakan
pembelajaran kontekstual, sedangkan yang menjadi observer adalah guru yang
mengajar di SDLB Tunarungu, yang dianggap oleh peneliti bisa memberikan
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
masukan dan membantu proses tindakan pembelajaran kontekstual. Berikut
adalah Profil siswa dan observer.
a. Profil Siswa
Siswa yang menjadi subyek penelitian adalah kelas D.5 SLB X Kabupaten
Bandung. Jumlah siswa semuanya 5 orang, terdiri dari 3 siswa laki-laki
berinisial Rl, Zfn, dan Wsn dan 2 siswa perempuan berinisial Np dan Wd. Umur
siswa antara 10-12 tahun,
kelima anak ini terdeteksi mengalami tunarungu
pada usia di bawah 1 tahun dengan membandingkan kemampuan bicara dengan
seusianya dan tidak mereaksi saat dipanggil nama dengan jarak lebih dari satu
meter . Dan dari kelima siswa memiliki riwayat ketunarunguan sama yaitu sejak
lahir, ada satu orang yang dinyatakan dokter THT mengalami 70 dB telinga
kanan dan kiri 85 dB dengan inisial Rl, yang lainnya sempat diperiksa akan tetapi
tidak berlanjut sehingga derajat pendengarannya tidak diketahui, akan tetapi
berdasarkan hasil pembelajaran Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
(BKPBI) diperoleh data hampir semua siswa dapat mereaksi terhadap suara
keras dengan 1 meter, seperti suara meja dipukul, kursi jatuh, atau suara petir
yang keras.
Kemampuan berbahasa dari 5 siswa ini pada umumnya dapat berbahasa
melalui komunikasi total, walaupun ada satu orang yang dominan menggunakan
isyarat, dan kemampuan oralnya masih terbatas pada kata-kata yang sederhana.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table 3.1
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
Tabel 3.1 Profil Siswa
Aspek
Nama Inisial Siswa
Rl
Zlp
Wsn
Np
Wd
Jenis kelamin
Umur
Riwayat
ketunarunguan
Ketajaman
pendengaran
Laki-laki
10 tahun
Sejak lahir
Laki-laki
12 tahun
Sejak lahir
Laki-laki
11tahun
Sejak lahir
Perempuan
10 tahun
Sejak lahir
Perempuan
11 tahun
Sejak lahir
Telingan
kanan 75dB
sedangkan
telingan kiri
85 dB
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan jarak
1meter
Tidak
mereaksi
terhadap
bunyi dengan
jarak 1 meter
Bahasa
Reseptif
Memahami
perintah
secara oral/
bahasa isyarat
Bahasa
Ekspresif
Pengucapan
artikulasi jelas
suara
keras
dalam
komunikasi
lebih banyak
menggunakan
oral
sedikit
isyarat
KKM
matematika
65
Memahami
perintah
secara oral
dan dibantu
dengan
isyarat
artikulasi
kurang jelas
Suara agak
sengau,
dalam
komunikasi
lebih banyak
mengguna
kan isyarat
dan sedikit
oral
65
60
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan
jarak
1meter
Memahami
perintah
dengan oral
/
bahasa
isyarat
dapat
mereaksi
terhadap
bunyi keras
dengan
jarak
1meter
Memahami
Memahami
perintah
perintah
hanya
secara oral
dengan
dan dibantu
isyarat
dengan
isyarat
artikulasi
artikulasi
artikulasi
tidak jelas, jelas, suara kurang jelas
dan
cepreng
suara desah
komunikasi
dalam
komunikasi
lebih banyak komunikasi lebih
mengguna
lebih
banyak
kan isyarat
banyak oral isyarat dan
sedikit oral
70
65
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
b. Profil Observer
Observer dalam penelitian ini adalah salah seorang mitra guru yang ikut
terlibat dalam penelitian,
memiliki peranan sebagai pengamat kegiatan
pembelajaran guru dan siswa, serta membantu peneliti memecahkan masalah
pembelajaran yang ditemukan dalam tindakan pembelajaran kontekstual. Guru
yang menjadi observer ini adalah seorang guru berjenis kelamin wanita, usia 33
tahun, pangkat guru muda dengan golongan III/c, pengalaman mengajar siswa
tunarungu sejak tahun 2006
sampai sekarang, berlatarbelakang pendidikan
sarjana jurusan Pendidikan Luar Biasa UPI lulus tahun 2004, serta pelatihan
yang pernah diikuti diantaranya diklat tentang Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
(SIBI) dan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI).
Dilihat dari profil observer di atas yang memiliki pendidikan Sarjana PLB,
pengalaman mengajar 7 tahun 0 bulan, serta berbagai penataran yang pernah
diikuti, maka guru tersebut dipandang mampu untuk menjadi observer.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK);
hal ini karena permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan pembelajaran di
kelas. Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat melakukan penelitian secara
langsung untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta hasil belajar yang
lebih berkualitas.
Penelitian
tindakan kelas merupakan terjemahan dari classroom action
research yaitu action research yang dilakukan di kelas. Action research yang
diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr dan Kemmis (1991,p.2
dalam Wardani, 2006) didefinisikan sebagai berikut.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
Action research is a form of self – reflective enquiry undertaken by
partisipants (teacher, students, or principals, for example) in social (including
education) situation in order to improve the rationality and justice of(a) their
own social or educational practices, (2) their understanding of these
practices, and the situations (and institutions) in which the practices are
carried out.
Sedangkan Menurut Asrori (2007) Penelitian Tindakan Kelas adalah sebuah
penelitian yang dilakukan guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru sehingga hasil belajar
siswa dapat meningkat.
Selain itu menurut Tanireja, dkk (2012:16) mengatakan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas adalah penelitian yang mengangkat masalah-masalah yang aktual
yang dilakukan oleh para guru yang merupakan pencermatan kegiatan belajar
yang berupa tindakan untuk memperbaiki dan peningkatkan praktik pembelajaran
di kelas secara lebih professional.
Masalah yang diangkat untuk bahan penelitian tindakan kelas harus masalah
yang nyata agar guru dapat mengatasi masalah tersebut dengan tepat. Masalahmasalah yang dirasa sangat penting untuk diatasi secepatnya. Penelitian tindakan
kelas ini menekankan kepada perbaikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru. Hal ini akan menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa.
Penelitian Tindakan Kelas juga
memiliki karakteristik. Menurut Sudukin
dalam Tanireja (2012:19) karakteristik Penelitian Tindakan Kelas antara lain, (1)
problema yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat
dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru, adakalanya
dapat dilakukan kolaboratif dengan peneliti lain. (2) adanya tindakan-tindakan
atau aksi tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.
Selain itu karakteristik PTK menurut Wardani (2006:1.5) dilihat dari ciricirinya yaitu, pertama masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran diri
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
guru bahwa praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan mempunyai masalah
yang perlu diselesaikan; kedua self reflective atau penelitian melalui refleksi diri;
ketiga PTK dilakukan di dalam kelas; keempat PTK bertujuan untuk memperbaiki
pembelajaran.
Karakteristik PTK yang harus kita perhatikan adalah permasalahan yang
akan diatasi harus diangkat dari permasalahan dalam praktik pembelajaran seharihari yang dialami oleh guru di kelas yang perlu diselesaikan. Dalam menemukan
masalah, guru dapat meminta bantuan kepada guru-guru lain agar permasalahan
yang diangkat tersebut benar-benar tepat. Selain itu dalam PTK harus ada
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar. Kegiatankegiatan tersebut harus direncanakan secara matang karena akan mempengaruhi
keberhasilan PTK yang kita lakukan.
Dengan
demikian
melalui
peneltian
kelas,
guru
diharapkan
dapat
memperbaiki kinerja dalam melakukan pembelajaran. Guru akan senantiasa
terbiasa dengan pembelajaran yang baik dan bermakna. Hal ini akan berbanding
lurus dengan hasil belajar siswa, karena siswa dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik
C. Desain Penelitian
Desain
penelitian ini
terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut alur dalam
penelitian tindakan kelas pada diagram 3.1.
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
Diagram 3.1. Desain Penelitian
permasalahan
Alternative Pemecahan
Pelaksanaan
Tindakan I
(Rencana Tindakan I
SIKLUS I
Refleksi I
Analisis Data
Observasi I
Pelaksanaan
Tindakan II
Belum
terselesaikan
Alternative Pemecahan
(Rencana Tindakan II)
SIKLUS II
Refleksi II
Belum
terselesaikan
Analisis Data II
Observasi II
SIKLUS SELANJUTNYA
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut
Membuat kisi-kisi dan instrumen
asesmen matematika dalam
topik
pecahan (terlampir)
Membuat silabus matematika penjumlahan pecahan
Membuat RPP
Membuat lembar observasi kegiatan guru dan siswa
Menyiapkan media pembelajaran
Menyiapkan perekaman dengan kamera digital
Membuat alat evaluasi pre tes dan post tes (terlampir)
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan RPP pada tiap siklus
pembelajaran. Akan tetapi pelaksanaannya fleksibel, disesuaikan dengan
situasi asal perubahan itu mendukung tercapainya perbaikan.
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Melakukan asesmen matematika topic pecahan
Melakukan pretes dengan tes kognitif untuk mengukur konsepsi awal
siswa tentang pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah serta tes
kinerja untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyajikan informasi secara kontekstual
Mengorganisasi siswa ke dalam dua kelompok belajar yang terdiri 2 atau
3 orang
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
Membimbing kelompok untuk bekerja sama dan belajar
Menggiring siswa untuk bertanya
Melakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa oleh observer
Melakukan refleksi pembelajaran
Melakukan evaluasi berupa postes yang soalnya sama dengan pretes
Melakukan perbandingan skor yang diperoleh pada setiap siklus,
juga
hasil pretes dan postes
Memberikan penghargaan kepada siswa yang telah menunjukkan
peningkatan sesuai dengan batas ketuntasan belajar yang telah ditetapkan
dalam KKM
Memberikan motivasi kepada siswa yang belum mencapai batas
ketuntasan belajar yang ditetapkan agar lebih serius lagi pada siklus
berikutnya.
3. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan
dengan menggunakan lembar observasi terhadap kegiatan guru dan siswa.
Pelaksanaan observasi dilakukan berbarengan dengan tahap pelaksanaan.
Lembar observasi guru untuk melihat bagaimana aktivitas guru dalam
kegiatan
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kontekstual, sedangkan lembar observasi siswa untuk melihat bagaimana
aktivitas siswa dalam kegitan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual.
4. Refleksi
Kegiatan ini adalah melihat kembali, mencermati, mengkaji, dan
menganalisis secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah dilakukan
berdasarkan data yang telah terkumpul pada lembar observasi. Data yang
diperoleh dari hasil observasi dan penilaian hasil belajar pada setiap siklus
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
dikumpulkan serta dianalisis bersama, untuk melihat kelebihan dan
kelemahan dari hasil pembelajaran. Selanjutnya peneliti dan observer
membuat rencana skenario yang diinginkan untuk pembelajaran pada siklus
berikutnya.
D. Instrumen Penelitian
Adapun Instrumen Penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar. .
Observasi dilakukan untuk melihat kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran. Pedoman observasi kegiatan guru dapat dilihat pada tabel 3.2
Table 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Guru
No
Skor
Aspek yang diamati
1
2
3
1. Membuka Pembelajaran
2. Menjelaskan materi
3. Kontruktivisme
4. Penggunaan media
5. Kemampuan bertanya
6. Memberi penguatan
7. Menghadirkan model
8 Pengorganisasian kelas
9 Penutup pembelajaran
10 Penilaian
Untuk menentukan kriteria keberhasilan hasil observasi kegiatan guru dalam
pembelajaran, peneliti menyusun Rubrik pengamatan sebagai pedoman observer.
Rubrik dapat dilihat pada table 3.3
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
Table 3.3 Rubrik Pengamatan Kegiatan Guru
1
2
Membuka pelajaran
-
Mengkondisikan siswa
-
Melakukan apersepsi melalui percakapan
-
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inkuiri
-
Menyelesaikan masalah melalui LKS dalam penemuan konsep
-
Menyusun langkah-langkah dalam kegiatan dalam menyelesaikan
masalah
3
Mengembangkan sikap rasa percaya diri
Konstruktivisme
-
Mengeksplor kemampuan siswa
dalam membina pengetahuan
baru pada lingkungan nyata
4
5
-
Memberikan pembelajaran secara kooperatip
-
Menggalakan siswa bertanya dengan siswa atau guru
Penggunaan media
-
Memperhatikan prinsip penggunaan jenis media
-
Tepat saat penggunaan media
-
Terampil dalam mengoperasikan
Kemampuan bertanya
-
Menyebarkan pertanyaan ke semua siswa
-
Memberi kesempatan siswa berfikir
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
-
6
7
Kejelasan pertanyaan
Pemberian penguatan
-
Mengucapkan kata bagus dengan isyarat ibu jari diangkat
-
Memberikan penguatan sentuhan/gestur
-
Memberikan hadiah berupa benda
Menghadirkan model
-
Kejelasan materi ajar yang disampaikan dengan materi lainnya
yang terkait
8
9
10
-
Kejelasan dalam memberikan contoh/ilustrasi
-
Kejelasan artikulasi dan keterarahwajahan
Pengelolaan kelas
-
Mengatur tempat duduk
-
Siswa aktif
-
Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan siswa
Kegiatan Penutup
-
Adanya kesimpulan
-
Adanya refleksi
-
Memberikan tindak lanjut
Melakukan Penilaian
-
Melakukan pre tes/postes
-
Melakukan Penilaian proses
-
Melakukan penilaian individual/ kelompok
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
Keterangan:
1 = kurang artinya guru melakukan satu aspek dari tiap-tiap kegiatan guru
2 = cukup, artinya guru melakukan 2 aspek dari tiap-tiap kegitan guru
3 = baik jika guru melakukan semua aspek dari tiap-tiap kegiatan guru
Pedoman observasi kegiatan siswa dapat dilihat pada table 3.4
Tabel 3.4 Pedoman Observasi Kegiatan Siswa
No
Aspek yang Diamati
Skor
1
1.
Keterlibatan siswa
2
Kegairahan belajar
3
Keterlibatan dalam diskusi kelompok
4
Mengkontruksikan pengetahuan sendiri
5
Keberanian untuk bertanya
6
Keberanian untuk menggunakan media
7
Kemampuan menjawab pertanyaan
2
3
Untuk menentukan kriteria keberhasilan hasil observasi kegiatan siswa dalam
pembelajaran, peneliti menyusun Rubrik pengamatan sebagai pedoman observer.
Rubrik dapat dilihat pada table 3.5
Djuang Fitriani, 2013
Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Tunarungu
Pada Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan Pecahan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
42
Table 3.5 Rubrik Pedoman Observasi Kegiatan Siswa
1.
2
3
4
Keterlibatan siswa
-
Keterlibatan secara individual
-
Keterlibatan secara kelompok
-
Keterlibatan dalam penemuan model
Kegairahan belajar
-
Menunjukkan minat dalam belajar
-
Memperhatikan guru
-
Antusias dalam belajar
Keterlibatan dalam diskusi kelompok
-
Memberikan masukan dalam kelompok
-
Keseriusan dalam kelompok
-
Bertanggungjawab terhadap tugas kelompok
Mengkontruksikan pengetahuan sendiri
-
Ketidaktergantungan belajar pada guru
-
Berani mencoba dalam pemecahan masalah
-
Mampu menemukan model penenyelesaian secara