MODEL KONSELING KOGNITIF-PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI MAHASISWA : Studi Terhadap Mahasiswa STAIN Ponorogo.

(1)

Umi Rohmah, 2014

MODEL KONSELING KOGNITIF-PERILAKU

UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI

MAHASISWA

(Studi Terhadap Mahasiswa STAIN Ponorogo)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Doktor

Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Promovendus

Umi Rohmah

0800826

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

(3)

(4)

Umi Rohmah, 2014

ABSTRAK

Umi Rohmah. 2014. Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa (Studi Terhadap Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri [STAIN] Ponorogo). Disertasi. Dibimbing oleh: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promotor), Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd. (Kopromotor), dan Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. (Anggota). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Metode penelitian menggunakan research and development, dengan one-group pretest-posttest design dan pretest-posttest control group design. Partisipan terdiri dari mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo jurusan Tarbiyah, Syari’ah, dan Ushuluddin. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket, dandianalisis dengan menggunakan berbagai analisis, yakni: deskriptif, kolaboratif, dan ancova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model konseling kognitif-perilaku efektif untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Model ini direkomendasikan untuk dipelajari secara utuh, dan diterapkan dalam rangka meningkatkan resiliensi mahasiswa.


(5)

Umi Rohmah, 2014

ABSTRACT

Umi Rohmah. 2014. Cognitive-Behavioral Counseling Model for Improving Students’ Resilience (A Study to Students of State Institute forIslamic Studies [STAIN] Ponorogo). Dissertation.Supervised by: Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja (Promoter), Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd. (Co-promoter), and Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. (Committee Member). Guidance and Counseling Study Program, School of Postgraduate Studies, Indonesia University of Education, Bandung.

The present study is aimed at developing Cognitive-Behavioral Counseling Model for Improving Students’ Resilience.The study applies research and development approach with mixed research methods design, using experimental one-group pretest-posttest design and pretest-posttest control group design. The study involves the second semester students of STAIN Ponorogo for the department of Tarbiyah, Syari’ah, and Ushuluddin. Research data were gathered using questionnaires, and analyzed using a number of techniques, including descriptive analysis, collaborative analysis, and ancova. The study comes up with the main finding that the constructed Cognitive-Behavioral Counseling Model is proven to be effective to improve students’ resilience. The model is recommended to be studied thoroughly, and then applied in the efforts to improve students’ resilience.


(6)

Umi Rohmah, 2014

DAFTAR ISI

Hlm.

LEMBAR PENGESAHAN i

MOTTO ii

PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMA KASIH viii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GRAFIK xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian……… 1

B.Rumusan Masalah ……….. 14

C.Tujuan Penelitian ……… 15

D.Manfaat Penelitian ………. 16

E. Asumsi Penelitian ……….. 17

BAB II KONSEP TENTANG KONSELING KOGNITIF- PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI MAHASISWA A.Resiliensi ………. 20

1. Definisi Resiliensi ……….. 21

2. Karakteristik Individu yang Resilien. ……... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi……... 22 4. Tingkatan Resiliensi dan Dampaknya Terhadap 29


(7)

Umi Rohmah, 2014

Perilaku………

5. Model untuk Mengembangkan Resiliensi …………... 30

B.Mahasiswa ……….. 47

1. Pengertian Mahasiswa ……… 47

2. Tugas Perkembangan Mahasiswa ……….. 47

3. Masalah-masalah Mahasiswa ………. 48

C.Konseling Kognitif-Perilaku………... 51

1. Sejarah Konseling Kognitif-Perilaku ………... 51

2. Pengertian Konseling Kognitif-Perilaku ………... 55

3. Karakteristik Konseling Kognitif-Perilaku……... 56

4. Tujuan dan Fokus Konseling Kognitif-Perilaku…... 60

5. Konseli yang Bisa Ditangani dengan Konseling Kognitif-Perilaku………... 61

6. Proses Konseling Kognitif-Perilaku……….... 61

7. Teknik Konseling Kognitif-Perilaku……… 63

D.PenelitianTerdahulu yang Relevan ………. 69

E. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Penelitian ……….. 79

F. Hipotesis Penelitian ……… 86

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Metode Penelitian………... 87

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel… 89 C.Pengembangan Instrumen Penelitian ……….. 92

D.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian……….. 104

E. Tahap-tahap Penelitian ………... 108

F. Analisis Data ………... 112

G.RancanganAwal Model KonselingKognitif-PerilakuuntukMeningkatkanResiliensiMahasiswa ……. 117


(8)

Umi Rohmah, 2014

A.Hasil Penelitian ………... 131

1.Profil Resiliensi Mahasiswa ………... 131

2.Profil Adversitas Mahasiswa ……….. 141

3.Profil Upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas ………... 148

4.PengembanganModel HipotetikKonseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa.. 152

5.Efektivitas Model Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ………. 176 B.Pembahasan Hasil Penelitian……… 224

1. Profil Resiliensi Mahasiswa ………... 224

2. Profil Adversitas Mahasiswa ………. 232

3. Upaya-upaya Mahasiswa dalam Meningkatkan Resiliensi ……… 235

4. Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ………. 241

5. Efektivitas Model Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa ……….. 243

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 256

B. Saran ………... 260

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ...…………... 260

2. Bagi Dosen BK dan Psikologi ………... 261

3. Bagi Lembaga ……… 261

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

SK Promotor


(9)

Umi Rohmah, 2014

Surat keterangan expert judgement untuk instrument penelitian Surat keterangan expert judgement untuk model

Surat permohonan izin melakukan penelitian di STAIN Ponorogo Surat permohonan untuk melakukan uji coba model

Surat keterangan telah melaksanakan penelitian di STAIN Ponorogo


(10)

Umi Rohmah, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel Hlm.

2.1 Proses Konseling kognitif-Perilaku ……… 62

2.2 Proses Konseling Kognitif-Perilaku yang Telah disesuaikan dengan Budaya Indonesia ………... 63

3.1 Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Sebelum Uji Coba) ………... 93

3.2 Angket Pengungkap Berbagai Masalah yang Dialami Mahasiswa ………... 95

3.3 Angket Pengungkap Upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas ……… . 97

3.4 Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi dari Nilai r (Reliabilitas Instrumen) ……….. 101

3.5 Tingkat Reliabilitas Instrumen ………... 101

3.6 Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Setelah Uji Coba) ……….. 102

3.7 Jumlah Sampel Penelitian ………... 107

3.8 Kriteria Skor Kompetensi Resiliensi Mahasiswa ………... 114

3.9 Kualifikasi Resiliensi Mahasiswa Sesuai Kategori ……… 114

3.10 Deskripsi Uji Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol ………. 116

4.1 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Secara Umum ……….. 132

4.2 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/ 2013 Berdasarkan Gender ………... 133

4.3 Hasil Uji Normalitas Data ………... 219

4.4 Hasil Uji Homogenitas Data ………... 220

4.5 Hasil Uji Efektifitas Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa . ……… 222

4.6 Rata-rata Tingkat Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2013/2014 setelah Mendapat Treatment ……… 223


(11)

Umi Rohmah, 2014

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hlm.

4.1 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Tahun Akademik 2012/2013 Secara Umum ……….. 132

4.2 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan Gender ……… 133

4.3 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 135

4.4 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Syari’ah STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 137

4.5 Profil Resiliensi Mahasiswa Semester Dua Jurusan Ushuluddin STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 Berdasarkan

Aspek Resiliensi ……… 140

4.6 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua STAIN Ponorogo

Secara Umum ………... 142 4.7 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan Tarbiyah

STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 ... 144 4.8 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan Syari’ah

STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 ……… 146

4.9 Profil Adversitas Mahasiswa Semester Dua Jurusan

Ushuluddin STAIN Ponorogo Tahun Akademik 2012/2013 … 148

4.10 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol

Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah ……… 212

4.11 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test kelompok Eksperimen

Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah ……… 212

4.12 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol

Pada Mahasiswa Jurusan Syari’ah ………. 214

4.13 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Eksperimen

Pada Mahasiswa Jurusan Syari’ah ………. 215

4.14 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol


(12)

Umi Rohmah, 2014

4.15 Gambaran Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Eksperimen Pada Mahasiswa Jurusan Ushuluddin ……… 217

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hlm.

2.1 ABCDE Form ………. 66

2.2 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Penelitian ………. 85


(13)

Umi Rohmah, 2014

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian.

A.Latar Belakang Penelitian

Mahasiswa merupakan sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Mereka diharapkan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam pendidikannya tersebut agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia.

Setiap tahun, puluhan bahkan ratusan ribu mahasiswa memasuki perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Mereka pada umumnya merupakan lulusan yang terpilih untuk melanjutkan studi, memperoleh gelar akademik tertentu beserta kemampuan yang mencerminkan keberhasilan studi, serta nantinya diharapkan dapat mengembangkan karir dan kehidupan yang lebih baik.

Sepanjang masa studinya, mahasiswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan yang mendukung keberhasilan studi. Idealnya, konsentrasi kegiatan diarahkan kepada keberhasilan studi. Kegiatan ekstra kurikuler pun sebaiknya diatur dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu atau menjadikan kegiatan utama terabaikan, bahkan diharapkan bisa menunjang keberhasilan kegiatan utama itu. Prayitno (2004: 59) memandang


(14)

keberhasilan itu sebagai keberhasilan yang tersimpul di dalam tri sukses: akademik, persiapan karir, dan sosial kemasyarakatan.

Dalam penyelesaian studinya, mahasiswa yang termasuk kategori remaja akhir atau dewasa awal ini, seringkali menghadapi berbagai masalah. Yusuf (2009: 9-11) mengidentifikasi ada lima masalah yang biasa dihadapi mahasiswa, yakni: masalah pribadi (personal problem), keluarga, masalah kelompok sebaya, belajar dan karir.

Gladding (2012: 507) mengidentifikasi ada 13 masalah yang biasa terjadi pada mahasiswa, seperti yang dikemukakannya sebagai berikut

Masalah-masalah yang biasa dihadapi mahasiswa antara lain: (1) penyesuaian pribadi dan sosial, (2) harga diri (masalah kepercayaan diri), (3) konflik nilai, (4) depresi (ingin bunuh diri), (5) pelecehan seksual, (6) masalah akademis, (7) karir, (8) sakit kepala, perut, insomnia, (9) fobia yang tidak masuk akal, (10) penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, (11) disfungsi seks, (12) kelainan pola makan, dan (13) perilaku yang tidak biasa (pengasingan sosial, pikiran paranoid, halusinasi).

Nurihsan (2006: 27) mengemukakan bahwa belajar di perguruan tinggi memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan belajar di sekolah lanjutan, seperti yang dikemukakannya sebagai berikut

Karakteristik utama dari studi pada tingkat ini adalah kemandirian, baik dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan pemilihan program studi, maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Seorang mahasiswa telah dipandang cukup dewasa untuk memilih dan menentukan program studi yang sesuai dengan bakat, minat dan cita-citanya. Mahasiswa juga dituntut untuk lebih banyak belajar sendiri, tanpa banyak diatur, diawasi dan dikendalikan oleh dosen-dosennya. Dalam mengelola hidupnya, mahasiswa dipandang telah cukup dewasa untuk dapat mengatur kehidupannya sendiri. Umumnya, mereka juga telah berkeluarga dan mempunyai anak.

Dalam usaha merealisasikan kemandirian tersebut, perkembangan mahasiswa tidak selalu mulus dan lancar, banyak hambatan dan problema yang


(15)

mereka hadapi. Di antara hambatan atau masalah terkait dengan kemandirian tersebut adalah, ketidakmampuan mahasiswa dalam mengungkapkan gagasan dan menemukan suatu gagasan atau masalah untuk bahan penulisan makalah, tugas akhir atau tulisan lainnya. Hal ini barangkali disebabkan proses belajar di kelas sampai tingkat akhir terlalu banyak ditekankan pada aspek doing, tetapi kurang penekanan pada aspek thinking atau reasoning. Apa yang diajarkan di kelas lebih

banyak berkaitan dengan masalah “diketahui dan hitung-hitungan” atau berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi bukan mengapa demikian dan apa implikasinya.

Mahasiswa yang pada waktu sekolah di tingkat SLTA terbiasa menerima pengetahuan yang telah ditransfer oleh guru tanpa masalah dan kontroversi, tiba-tiba pada tahun pertama di perguruan tinggi, mahasiswa harus mencari sendiri pengetahuan dan mengajukan masalah untuk karya tulisnya (makalah, tugas akhir dsb.). Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Mahasiswa tidak mampu mengidentifikasi masalah yang menjadi perhatiannya yang layak untuk diangkat menjadi tulisan karya ilmiah.

Sementara itu Gultom (2011: 3) mengemukakan bahwa, akar masalah mahasiswa sebenarnya ada pada pola penggunaan waktu yang kurang efisien, dan masalah mental, yakni: motivasi rendah, konsep diri tidak sehat, etos belajar rendah, ekspektasi rendah dan resiliensi rendah.

Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa STAIN Ponorogo berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 285 mahasiswa semester dua tahun akademik 2012/2013 pada jurusan Tarbiyah, Syari’ah dan Ushuluddin adalah


(16)

sebagai berikut: (1) kehilangan orang yang berarti (ayah, ibu, nenek, kakek, adik, dsb.) karena meninggal dunia sebanyak 31,94%, (2) terbebani dengan tugas-tugas kuliah sebanyak 19,16%, (3) kesulitan finansial sebanyak 9,58%, (4) mempunyai penyakit di kepala (migren, tumor, dsb.) sebanyak 9,09%, (5) putus hubungan dengan pacar sebanyak 5,89%, (6) ketergantungan pada rokok sebanyak 4,66%, (7) mempunyai penyakit di perut (maag) sebanyak 4,42%, (8) pindah rumah sebanyak 3,93%, (9) orang tua bercerai sebanyak 3,19%, (10) dipaksa kuliah di STAIN Ponorogo oleh orang tua sebanyak 2,70%, (11) kehilangan pekerjaan sebanyak 2,21%, (12) cinta ditolak sebanyak 1,96%, (13) patah tulang karena kecelakaan motor sebanyak 0,73%, dan (14) bisnis mengalami kebangkrutan sebanyak 0,49%.

Berbagai masalah yang dialami mahasiswa tersebut apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan dapat memicu konflik dalam dirinya yang membuat mereka rentan terhadap berbagai perilaku maladaptif. Schoon (2006: 5) mengemukakan bahwa adversitas dapat membawa pada resiko. Individu yang beresiko biasanya menjadi individu yang rentan dan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi individu yang bermasalah.

Beberapa laporan hasil survei mengungkapkan bahwa, pengalaman terhadap adversitas berkaitan dengan kerentanan individu terhadap penggunaan obat terlarang dan berbagai bentuk perilaku maladaptif lainnya. Hasil penelitian Suyasa dan Wijaya (2006: 102) membuktikan bahwa, pemberontakan atau ekspresi dari ketidakpuasan terhadap norma, tekanan dari keluarga dan lingkungan, konflik


(17)

parental berkelanjutan, dan minimnya supervisi dari orang tua memiliki pengaruh terhadap penyalahgunaan napza oleh remaja usia 15-25 tahun.

Harian Kabar Cirebon melansir sekitar 3362 juta jiwa penduduk Indonesia teridentifikasi menggunakan narkoba dan 1355 juta atau 40,3% di antaranya merupakan pelajar dan mahasiswa. Dari jumlah tersebut terungkap bahwa, 90% pelajar menggunakan narkoba sebagai akibat dari masalah keluarga atau broken home, mereka melampiaskan kekesalan atas perpecahan keluarga dengan cara menjadi pecandu narkoba.

Selain berakibat pada kecenderungan terjadinya kenakalan remaja, pengalaman terhadap adversitas juga dapat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Orang yang baru mengalami adversitas biasanya akan menjadi rapuh dan sangat beresiko terhadap berbagai masalah kejiwaan yang patologis seperti frustrasi, depresi, paranoid, kesedihan berkepanjangan, histeria, stres berat, schizofrenia, dan akibat fatal lainnya, seperti bunuh diri (Edward & Warelow, 2005: 47).

Hasil penelitian Klibert, dkk. (2010: 75) terhadap 413 mahasiswa tahun pertama pada Georgia Southern University juga memperkuat temuan Edward & Warelow. Menurut Klibert, dkk., berbagai adversitas yang dihadapi mahasiswa tahun pertama seperti: masalah finansial, hubungan pertemanan, terbebani dengan tugas-tugas kuliah, kehilangan orang yang dicintai, dan rindu pada keluarga berdampak pada problem mental seperti depresi dan kecemasan.

Dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, ada beragam reaksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Sebagian mahasiswa emosinya meledak keluar.


(18)

Mereka menjadi sering marah, dan merusak lingkungan sekitar. Emosi negatifnya meluap-luap bahkan ada yang berusaha menyakiti orang lain secara fisik. Sebagian mahasiswa yang lain melakukan hal sebaliknya. Emosi mereka meledak di dalam. Mereka menjadi mati rasa, merasa tidak berdaya, dan bahkan tidak bisa mencoba untuk menghadapi apa yang telah terjadi. Ada juga yang menggambarkan diri mereka sebagai korban. Mereka menyalahkan orang lain untuk menghancurkan kehidupan mereka. Kondisi mentalnya terus menurun, tenggelam dalam pikiran dan perasaan tidak bahagia, dan mereka juga mengeluh terus-menerus.

Namun ada juga sekelompok mahasiswa yang melewati kesusahan mereka dengan mengarahkan dengan cepat terhadap kehidupan baru, dan mengatasi langsung sebuah tantangan. Mereka bangkit kembali, dan merasa yakin akan tujuannya. Mereka memiliki bakat untuk menciptakan keberuntungan yang baik dari keadaan yang menurut orang lain adalah sebaliknya. Kemampuan ini lah yang disebut resiliensi.

Resiliensi merupakan salah satu faktor psikologis yang berkontribusi pada kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang (Chambers, 2005: 30). Resiliensi juga merupakan salah satu sumber kebahagiaan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Seligmen (dalam Al Siebert, 2005: 58), ada lima aspek sumber kebahagiaan, yakni: (1) menjalin hubungan positif dengan orang lain, (2) keterlibatan penuh, yakni bagaimana individu melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan yang mereka tekuni, (3) bisa menemukan makna dalam kehidupan sehari-hari, (4) optimis tetapi tetap realistis, dan (5) menjadi pribadi yang resilien.


(19)

Penelitian yang dilakukan oleh Reivich dan Shatte (2002: 11) juga menegaskan bahwa resiliensi mempunyai peran yang sangat penting dalam meraih kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan diselenggarakannya bimbingan dan konseling, yaitu agar individu meraih kebahagiaan.

Selama beberapa waktu, resiliensi dianggap sebagai karakteristik yang relatif stabil, seperti kepribadian atau intelegensi, sehingga membentuk sebuah trait yaitu sebuah karakteristik internal yang permanen (sifat). Namun penelitian-penelitian terbaru menemukan bahwa resiliensi individu juga dapat berfluktuasi secara umum atau dalam situasi-situasi tertentu (Hooper, 2009: 20).

Resiliensi menurut Al Siebert (2005: 17) memiliki derajat tinggi, sedang, dan rendah. Individu yang memiliki resiliensi tingkat tinggi memiliki ciri-ciri: bersikap tenang dalam mengatasi masalah, memiliki keterampilan memecahkan masalah, memiliki sikap percaya diri dalam menghadapi masalah, bisa menerima realitas baru dengan cepat, memandang masalah dari berbagai sudut pandang, memiliki sikap optimis dalam menghadapi masalah, mampu bersinergi dengan orang lain, mampu mengambil peluang dari tantangan, dan mampu mengambil hikmah di balik musibah.

Individu dengan tingkat resiliensi sedang memiliki ciri-ciri: bersikap tenang dalam menghadapi masalah, memiliki keterampilan pemecahan masalah, dan memiliki sikap percaya diri dalam menghadapi masalah. Sedangkan individu dengan resiliensi tingkat rendah memiliki ciri-ciri: melakukan penyerangan/pelukaan terhadap diri sendiri atau orang lain, mati rasa, merasa


(20)

bingung dalam menghadapi masalah, sering marah-marah, merasa diri sebagai korban, tidak mempunyai harapan positif, merasa sakit hati ketika ada orang mengkritiknya, tidak berani menghadapi tantangan baru, tidak memiliki keterampilan pemecahan masalah, dan merasa tidak tenang (Al Siebert, 2005: 18-19).

Resiliensi merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi individu untuk dapat berfungsi secara efektif. Berbeda dengan kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman yang dapat mengganggu fungsi fisik individu, ketiadaan resiliensi dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi psikologis individu. Terdapat berbagai permasalahan yang bisa muncul jika individu memiliki resiliensi yang tidak memadai atau rendah. Permasalahan-permasalahan itu bisa terkait dengan hubungan interpersonal, masalah dalam studi, pekerjaan, bahkan dapat menimbulkan dampak psikologis dan perilaku yang lebih serius seperti ketergantungan pada obat-obatan terlarang, depresi, atau gangguan mental lainnya (Amelia, Asni, dan Chairilsyah, 2013: 3). Penelitian Hjemdal (2011: 316) juga menunjukkan bahwa, resiliensi yang rendah dapat menjadi faktor etiologi pada gangguan-gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan obsessive-compulsive.

Resiliensi berkembang sejak masa anak hingga dewasa. Baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa bisa saja memiliki resiliensi yang rendah maupun tinggi. Hal ini terbukti berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 285 mahasiswa STAIN Ponorogo semester dua tahun akademik 2012/2013 menunjukkan bahwa, terdapat 43 mahasiswa (15,08%) memiliki kecenderungan


(21)

tingkat resiliensi rendah, 196 mahasiswa (68,77%) memiliki kecenderungan tingkat resiliensi sedang, dan 46 mahasiswa (16,14%) memiliki kecenderungan tingkat resiliensi tinggi. Data ini menunjukkan bahwa, meskipun mahasiswa semester dua termasuk kategori dewasa awal, tetapi tingkat resiliensi mereka tidak semuanya tinggi, melainkan ada yang sedang bahkan rendah.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian dengan rentang usia dewasa awal (mahasiswa tahun pertama). Alasan pengambilan sampel karena pada usia tersebut, banyak tantangan hidup yang harus dijalani oleh individu, misalnya tugas-tugas kuliah yang banyak, karir, menjalin hubungan percintaan yang serius, keuangan, keluarga, dan lain-lain. Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, maka penting bagi individu untuk memiliki resiliensi yang baik pada rentang usia tersebut. Weiss (2008: 128) mengemukakan bahwa, resiliensi dipandang sebagai salah satu faktor yang menentukan kesuksesan perkembangan kesejahteraan psikologis dan emosional individu pada dewasa awal.

Beberapa penelitian yang dilakukan pada remaja dan dewasa awal menunjukkan bahwa, individu yang memiliki resiliensi rendah pada rentang usia tersebut lebih rentan terhadap masalah-masalah seperti drop out dari kuliah, kehamilan dini, ketergantungan pada obat-obat terlarang, stres, depresi, kesulitan membentuk dan mempertahankan hubungan, perilaku anti sosial, dan munculnya ide percobaan bunuh diri (Wayman, 2002: 168). Fakta tentang individu pada usia dewasa awal sering mengalami stres dan depresi juga dilaporkan oleh Gallup (dalam Brooks dan Goldstein, 2009: 12). Berdasarkan penelitiannya, sebanyak


(22)

52% orang dewasa yang disurvei mengaku “sering” mengalami stress, dan 48%

mengaku kadang-kadang mengalami stress.

Riset yang dilakukan oleh lembaga National Institute of Mental Health juga menunjukkan bahwa, terdapat hampir 19 juta orang dewasa Amerika berusia 19 tahun dan lebih, menderita gangguan depresi, dan kecemasan (Perez, dkk., 2009: 21). Di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) terhadap individu yang berusia 18 tahun, menyebutkan sekitar 94% masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai tingkat ringan hingga paling berat (Lubis, 2009: 37).

Penggunaan obat-obat penenang dan obat-obat terlarang sebagai dampak dari rendahnya tingkat resiliensi juga dialami oleh 1,5 juta orang Amerika (Al Siebert, 2005: 4). Kondisi ini tidak berbeda pada mahasiswa STAIN Ponorogo semester dua tahun akademik 2012/2013, meskipun persentasenya sangat kecil, yakni 0,23% atau hanya dua orang yang mengkonsumsi alkohol ketika menghadapi masalah.

Menurut Al Siebert (2005: 25) dan juga Neenan (2009: 20-21), esensi dari resiliensi rendah ada pada pola pikir negatif, kurang terkontrol, dan kurang terstruktur dengan baik dalam menghadapi masalah yang ada. Ketika pola pikir terhadap diri dan masalah negatif, maka konsekuensi yang terjadi adalah munculnya perasaan, dan perilaku yang negatif, sehingga individu yang demikian bisa disebut resiliensinya rendah.

Pada individu yang memiliki resiliensi rendah, maka penanganan atau intervensi untuk meningkatkan resiliensi menjadi penting sebelum timbul


(23)

masalah-masalah psikologis yang lebih berat, bahkan hingga menimbulkan gangguan mental. Terdapat beberapa jenis pendekatan untuk meningkatkan resiliensi individu yang dapat dilakukan oleh konselor dalam membantu konseli yang memiliki resiliensi rendah.

Dari berbagai pendekatan yang ada, peneliti tertarik untuk menggunakan salah satu jenis pendekatan konseling yang mengusung pembenahan pola pikir yaitu konseling kognitif-perilaku. Pemilihan ini didasari oleh latar belakang bahwa resiliensi rendah esensinya terletak pada pola pikir yang negatif terhadap diri dan masalah yang sedang dihadapi. Oleh karena itu peneliti memandang bahwa intervensi yang melibatkan fungsi kognitif individu seperti Cognitive- Behaviour Theraphy (CBT) lebih sesuai untuk meningkatkan resiliensi.

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan sebuah pendekatan terapi yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson dan Ollendick (dalam Rusmana, 2009: 100) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Lebih lanjut Matson dan Olendick mendefinisikan cognitive-behavior therapy sebagai pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari


(24)

cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan (Rusmana, 2009: 100).

Bush (dalam Rusmana, 2009: 100) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individu terlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation. Pada dasarnya pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

Cognitive-Behavior Therapy merupakan pendekatan terapi yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Terapi ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi


(25)

permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak (Rusmana, 2009: 101).

Menurut Perry (2010: 235), terapi kognitif efektif menangani beraneka ragam problem, mulai dari gangguan suasana perasaan, gangguan kecemasan hingga gangguan kepribadian. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa terapi kognitif yang berbasis aspek-aspek dari resiliensi sangat efektif dalam mengatasi depresi dan kegelisahan (Reivich dan Shatte, 2002: 53). Resiliensi memungkinkan individu untuk tetap fokus pada persoalan yang sesungguhnya, dan tidak menyimpang ke dalam perasaan dan pikiran negatif, sehingga individu bisa mengatasi resiko depresi dan banyak tantangan. Pikiran dan perasaan adalah inti dalam memahami individu dalam rangka meningkatkan resiliensi.

Dobson (dalam Sunberg, 2007: 211) mengatakan bahwa, konseling kognitif-perilaku didasarkan pada tiga proposisi fundamental: (1) aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku, (2) aktivitas kognitif dapat dimonitor dan diubah, dan (3) perubahan perilaku yang diinginkan dapat dipengaruhi melalui perubahan kognitif. Dengan demikian, resiliensi yang kurang baik bisa dikembangkan dengan pendekatan konseling kognitif-perilaku.

Pertimbangan lain dalam penggunaan konseling kognitif-perilaku adalah, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki


(26)

kesempatan (waktu) yang sifatnya terbatas dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada mahasiswa, sehingga dengan pendekatan konseling kognitif-perilaku ini, target perubahan atau perbaikan perilaku dapat diupayakan hanya dengan beberapa sesi saja. Menurut Curwen, Palmer, dan Ruddel (2008: 67) bisa dengan Brief Counseling yaitu 3, 5, 7 atau hingga 12 sesi konseling, dan bahkan hanya dengan satu sesi konseling.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan kognitif-perilaku, sebagaimana yang telah peneliti sebutkan, maka peneliti berasumsi bahwa pendekatan ini bisa meningkatkan resiliensi mahasiswa STAIN Ponorogo.

Berdasarkan uraian di atas yang memaparkan dampak masalah terhadap individu, urgensi resiliensi mahasiswa, dampak negatif dari resiliensi yang rendah, serta berbagai kasus yang bisa ditangani dengan pendekatan kognitif-perilaku,

maka penelitian dengan judul “Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk

Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa”, dipandang penting untuk dilakukan.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud menghasilkan rumusan model konseling kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan kemampuan resiliensi mahasiswa.

Agar penelitian lebih berfokus, terdapat masalah-masalah yang menarik untuk dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013?


(27)

2. Adversitas apa saja yang pernah/sedang dialami mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 yang berpengaruh terhadap resiliensi mereka?

3. Apakah upaya-upaya yang dilakukan oleh mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 dalam menghadapi adversitas?

4. Bagaimanakah bentuk model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2013/ 2014?

5. Apakah model konseling kognitif-perilaku efektif untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2013/2014?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah menghasilkan model konseling kognitif-perilaku yang memiliki kehandalan dan layak diimplementasikan sebagai layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, khususnya untuk membantu mahasiswa mengembangkan resiliensinya. Tujuan umum ini akan dicapai melalui tujuan khusus penelitian yaitu:

1. Mengetahui profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/ 2013.

2. Mengetahui berbagai adversitas yang pernah/sedang dialami mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 yang berpengaruh terhadap resiliensi mereka.


(28)

3. Mengetahui upaya mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 dalam menghadapi adversitas.

4. Menemukan model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2013/2014.

5. Mengetahui efektivitas model konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2013/2014.

D.Manfaat Penelitian

Sasaran utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ditemukannya model konseling kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan kemampuan resiliensi mahasiswa. Dengan memiliki kemampuan resiliensi yang baik, para mahasiswa diharapkan dapat meraih kesuksesan dalam akademik, karir, keluarga, sosial, dan kebahagiaan yang hakiki dalam hidupnya.

Hasil penelitian berupa model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa diharapkan mempunyai kegunaan dalam pengembangan ilmu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan khasanah teori resiliensi dan melengkapi berbagai model intervensi bimbingan dan konseling untuk meningkatkan resiliensi.


(29)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh dosen Pembimbing Akademik (PA) maupun konselor perguruan tinggi sebagai rujukan dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada mahasiswa sehingga dapat mengembangkan resiliensinya. Bagi lembaga, hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan kebijakan dan fokus layanan bimbingan dan konseling pada mahasiswa STAIN Ponorogo.

E.Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas dasar beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Berbagai adversitas yang dialami mahasiswa dapat memicu konflik dalam dirinya yang membuat mereka rentan terhadap berbagai perilaku maladaptif (Schoon, 2006: 5).

2. Mahasiswa memerlukan resiliensi untuk menghadapi berbagai adversitas yang menimpa pada dirinya. Resiliensi merupakan salah satu faktor psikologis yang berkontribusi terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup seseorang (Chambers, 2005: 30)

3. Resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat mengembangkan kompetensi sosial, akademis dan vokasional sekalipun berada di tengah kondisi stres hebat yang inheren dalam kehidupan dunia dewasa ini (Desmita, 2009: 201).


(30)

4. Tidak semua mahasiswa berhasil mengembangkan resiliensinya dengan baik. Ada sebagian mahasiswa yang masih memiliki resiliensi tingkat rendah. Mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah rentan terhadap masalah-masalah seperti drop out dari kuliah, kehamilan dini, ketergantungan pada obat-obat terlarang, stres, depresi, kesulitan membentuk dan mempertahankan hubungan, perilaku anti sosial, dan munculnya ide percobaan bunuh diri (Wayman, 2002: 168)

5. Resiliensi rendah esensinya disebabkan oleh pola pikir negatif terhadap diri dan masalah yang sedang dihadapinya (Al Siebert, 2005: 25; Neenan, 2009: 20-21).

6. Pada mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah, maka penanganan atau intervensi untuk meningkatkan resiliensi menjadi penting sebelum timbul masalah-masalah psikologis yang lebih berat, bahkan hingga menimbulkan gangguan mental.

7. Salah satu pendekatan yang dipandang sesuai untuk meningkatkan resiliensi adalah pendekatan konseling kognitif-perilaku. Pemilihan ini didasari oleh latar belakang bahwa resiliensi rendah esensinya terletak pada pola pikir yang negatif terhadap diri dan masalah yang sedang dihadapi (Al Siebert, 2005: 25; Neenan, 2009: 20-21).

8. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki kesempatan (waktu) yang sifatnya terbatas dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling bagi mahasiswa, sehingga dengan model konseling kognitif-perilaku ini, target perubahan atau perbaikan perilaku dapat


(31)

diupayakan hanya dengan beberapa sesi saja. Menurut Curwen, Palmer, dan Ruddel (2008: 67) bisa dengan Brief Counseling yaitu 3, 5, 7 atau hingga 12 sesi konseling, dan bahkan hanya dengan satu sesi konseling.


(32)

Umi Rohmah, 2014

B A B III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang metode yang digunakan dalam penelitian, di dalamnya dibahas antara lain pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, lokasi, populasi, sampel penelitian, tahap-tahap penelitian, analisis data, dan rancangan awal model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa.

A.Pendekatan dan Metode Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah tersusunnya model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Kerangka isi dan komponen model disusun berdasarkan kajian teori tentang resiliensi, konseling kognitif-perilaku, kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan, analisis permasalahan resiliensi, dan hasil studi pendahuluan terhadap mahasiswa STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 terkait dengan resiliensi mahasiswa.

Sesuai dengan fokus, permasalahan dan tujuan penelitian, pendekatan penelitian ini menggunakan research and development. Penelitian pengembangan

diarahkan sebagai “process used to develop and validate educational product

(Borg dan Gall, 2003: 271). Produk dimaksud adalah model konseling kognitif-perilaku yang efektif untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Selanjutnya, menurut Borg dan Gall (2003: 271) langkah-langkah yang seyogyanya ditempuh


(33)

dalam penelitian pengembangan meliputi: (1) studi pendahuluan, (2) merancang model hipotetik, (3) penelaahan model hipotetik, (4) revisi model hipotetik, (5) uji coba model terbatas, (6) revisi hasil uji coba model terbatas, (7) uji coba model lebih luas, (8) model akhir dan (9) diseminasi dan sosialisasi.

Dalam penelitian ini, metode kuantitatif dan kualitatif digunakan secara bersama-sama. Menurut Creswell (2008: 516), terdapat tiga model kualitatif-kuantitatif, yaitu: (1) two-phase design, (2) dominant-less dominant design, dan (3) mixed method design sequence. Dalam penelitian ini dipilih mixed method design sequence karena metode kuantitatif dan kualitatif digunakan secara terpadu dan saling mendukung. Metode kuantitatif digunakan untuk mengkaji dinamika resiliensi mahasiswa dan keefektifan model konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa. Sementara itu, metode kualitatif digunakan untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Pada tataran teknis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: metode analisis deskriptif, metode partisipatif kolaboratif dan metode quasi eksperimen.

Metode analisis deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, faktual, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian. Dalam hal ini dilakukan untuk menganalisis profil resiliensi mahasiswa, adversitas yang dialami mahasiswa, dan upaya-upaya yang dilakukan mahasiswa ketika dihadapkan pada adversitas.

Metode partisipatif kolaboratif dilaksanakan dalam proses uji kelayakan model hipotetik konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi


(34)

mahasiswa. Uji kelayakan model dilaksanakan dengan uji rasional, uji keterbacaan, uji kepraktisan dan uji coba terbatas. Uji rasional melibatkan tiga orang pakar konseling, uji keterbacaan melibatkan tiga mahasiswa STAIN Ponorogo, sedangkan uji kepraktisan dilaksanakan melalui diskusi terfokus dengan melibatkan para dosen bimbingan dan konseling, serta dosen psikologi STAIN Ponorogo.

Metode quasi eksperimen dengan design pre-test dan post-test dilaksanakan dalam uji lapangan model hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang efektivitas model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa (Sugiyono, 2006: 118).

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas: (1) variabel bebas, yaitu Model Konseling Kognitif-Perilaku, dan (2) variabel terikat, yaitu resiliensi mahasiswa. Variabel bebas (independent variable) berfungsi sebagai strategi fasilitasi pengembangan resiliensi, sedangkan variabel terikat berfungsi sebagai perilaku sasaran.

Masing-masing variabel didefinisikan secara operasional sebagai berikut:

1. Model Konseling Kognitif-Perilaku

Menurut Kartadinata (dalam Agustin, 2009: 84) model adalah (a) seperangkat proposisi untuk mendeskripsikan sesuatu dalam bentuk yang sederhana, (b) didasarkan pada suatu teori, (c) suatu tipe saran, skema atau prosedur yang digunakan dalam analisis sistem untuk memprediksi


(35)

konsekuensi-konsekuensi dari tindakan, dan (d) aspirasi untuk merepresentasikan dunia nyata yang membutuhkan analisis.

Terdapat beragam strategi intervensi dalam konseling kognitif-perilaku. Intervensi kognitif-perilaku menggunakan kombinasi teknik kognitif dan perilaku untuk mengubah kognisi, perilaku atau keduanya (Bond, 2002: 40). Teknik konseling kognitif-perilaku yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ABC Form, problem solving, visualisasi, dan tugas rumah. Secara umum, intervensi kognitif-perilaku memiliki ciri: bersifat direktif, terstruktur, berorientasi tujuan, waktunya terbatas, menggunakan teknik pekerjaan rumah, praktek keterampilan, dan berfokus pada pemecahan masalah, serta merupakan hubungan kolaboratif antara konselor dan konseli.

Secara operasional yang dimaksud dengan model konseling kognitif-perilaku dalam penelitian ini adalah pedoman/prosedur yang digunakan untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo yang teridentifikasi memiliki tingkat kecenderungan resiliensi rendah dan sedang, yang dilakukan oleh konselor, dalam setting kelompok serta melibatkan penggunaan teknik-teknik dari pendekatan konseling kognitif-perilaku yakni: ABC form (pada sesi kesatu, kedua, kelima, dan keenam), problem solving (pada sesi keempat), visualisasi (pada sesi ketiga), dan tugas rumah (pada semua sesi).

2. Resiliensi Mahasiswa

Resiliensi mahasiswa dalam penelitian ini merupakan kemampuan internal mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo untuk bangkit, dan menghadapi


(36)

kesulitan-kesulitan hidup, sehingga menghasilkan kemampuan penyesuaian diri dan outcome yang positif. Kemampuan internal yang dimaksud terdiri dari:

a. Kemampuan dalam menerima perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup.

b. Kemampuan dalam memperkuat potensi yang dimilikinya untuk mengatasi perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

c. Kemampuan dalam mengembangkan kebiasaan hidup sehat ketika menghadapi masalah

d. Kemampuan dalam melakukan kegiatan-kegiatan positif ketika menghadapi masalah.

e. Kemampuan dalam menumbuhkan sikap percaya diri ketika dalam keadaan terpuruk

f. Kemampuan dalam menumbuhkan sikap optimis ketika dalam keadaan terpuruk.

g. Kemampuan untuk belajar dari kegagalan sendiri ketika dalam keadaan terpuruk

h. Kemampuan dalam mengidentifikasi penyebab dari masalah i. Kemampuan dalam mengidentifikasi akibat dari masalah

j. Kemampuan dalam mempertimbangkan sumber-sumber kredibel untuk pemecahan masalah

k. Kemampuan dalam mengidentifikasi berbagai strategi untuk pemecahan masalah


(37)

l. Kemampuan dalam merubah cara berpikir ketika cara berpikir yang lama tidak berhasil dalam mengatasi masalah

m.Kemampuan dalam mencari strategi yang lain ketika strategi yang lama tidak berhasil dalam mengatasi masalah

n. Kemampuan dalam menghindari diri dari mengkonsumsi zat terlarang

o. Kemampuan dalam menghindari diri dari melukai diri sendiri/orang lain ketika menghadapi masalah.

C.Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Jenis Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan resiliensi mahasiswa berupa angket. Angket digunakan atas dasar jumlah responden besar, dapat membaca dengan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia (Sugiyono, 2006: 172).

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Sarwono (2006: 96) mengatakan bahwa, skala Likert menilai sikap atau perilaku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Skala sikap dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo.

2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen pengumpul data dibuat untuk menyusun tiga perangkat instrumen penelitian, yaitu: (1) angket pengungkap resiliensi mahasiswa, digunakan untuk menjaring data resiliensi mahasiswa sebelum dan setelah mengikuti konseling, (2) angket pengungkap berbagai adversitas yang pernah


(38)

dialami mahasiswa, (3) angket pengungkap upaya-upaya yang dilakukan mahasiswa ketika menghadapi adversitas.

Kisi-kisi instrumen pengungkap resiliensi mahasiswa disajikan pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Sebelum Uji Coba)

Variabel Aspek Indikator No.

Item

Jumlah Item

Resiliensi 1.Kemampuan mengatasi

perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

1. Mampu menerima perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

1, 2, 3 3

2. Mampu memperkuat potensi yang dimiliki untuk mengatasi perubahan-perubahan yang menganggu dalam hidup

4, 5, 6 3

2.Kemampuan mempertahan kan kesehatan dan energi yang baik ketika menghadapi masalah

3. Mampu mengembang kan kebiasaan hidup

sehat ketika

menghadapi masalah

7, 8, 9 3

4. Mampu melakukan kegiatan-kegiatan positif ketika menghadapi masalah

10, 11, 12

3

3.Kemampuan untuk bangkit dari

keterpurukan

5. Mempunyai sikap percaya diri ketika dalam keadaan terpuruk

13, 14, 15

3

6. Mempunyai sikap optimis ketika dalam keadaan terpuruk

16, 17, 18

3

7. Mampu belajar dari kegagalan sendiri ketika dalam keadaan terpuruk

19, 20, 21


(39)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Aspek Indikator No.

Item Jumlah Item 4. Kemampuan dalam memecahkan masalah 8. Mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah

22, 23, 24

3

9. Mampu

mengidentifikasi akibat dari masalah

25, 26 2

10.Mampu

mempertimbangkan sumber-sumber kredibel untuk pemecahan masalah 27, 28, 29 3 11.Mampu mengidentifikasi

berbagai strategi untuk pemecahan masalah 30, 31, 32 3 5.Kemampuan dalam

merubah cara berpikir dan cara

mengatasi masalah ketika cara berpikir dan cara

mengatasi masalah yang lama tidak berhasil

12.Mampu merubah cara berpikir ketika cara berpikir yang lama tidak berhasil dalam mengatasi masalah

33, 34, 35

3

13.Mampu mencari strategi yang lain ketika strategi yang lama tidak berhasil dalam mengatasi masalah

36, 37, 38

3

6. Kemampuan untuk tidak melakukan tindakan yang berbahaya ketika menghadapi masalah

14.Mampu menghindari diri dari mengkonsumsi zat terlarang (alkohol, narkoba, obat penenang, dsb.) ketika menghadapi masalah

39, 40, 41


(40)

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Aspek Indikator No.

Item

Jumlah Item

15. Mampu menghindari diri dari melukai diri sendiri/orang lain ketika menghadapi masalah

42, 43, 44

3

Jumlah butir pertanyaan (item) 44

Angket pengungkap berbagai masalah yang pernah dialami mahasiswa tersaji pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Angket Pengungkap Berbagai Masalah yang Pernah Dialami Mahasiswa

Pertanyaan Jawaban

Berilah tanda centang (√) pada kotak di samping yang menyatakan berbagai adversitas (masalah) yang pernah/sedang anda alami. Anda dapat menuliskan tambahan pada tempat yang telah disediakan

Putus hubungan dengan pacar Kematian orang yang berarti (ayah, ibu, istri, suami, anak, kakek, nenek, pacar, dll.)

Sulit mendapat teman

Konflik nilai (berbeda pendapat dengan orang tua)

Mengalami pelecehan seksual Prestasi belajar rendah

Penundaan tugas-tugas Kemampuan belajar rendah Karir yang tidak jelas

Punya penyakit di kepala (sering pusing, migren, dll.)

Punya penyakit di perut (maag, infeksi usus, dll.)

Ketergantungan pada rokok Pindah tempat tinggal Masalah gairah seksual Impotensi

Materi kuliah yang sulit

Penjelasan dosen sulit difahami Rindu pada keluarga


(41)

Lanjutan Tabel 3.2

Pertanyaan Jawaban

Sulit menerima perilaku teman Teringat kampung halaman

Sulit berkomunikasi dengan orang lain

Sulit menyesuaikan diri dengan norma warga setempat

Sulit bergaul dengan orang lain Masalah keuangan

Masalah disiplin diri Masalah pengaturan waktu

Situasi lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan sebelumnya Sulit bertemu dengan dosen pembimbing

_____________________________ _____________________________ _____________________________ _____________________________

Apa saja dampak berbagai adversitas (masalah) di atas dalam kehidupan anda?

______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________

Instrumen pengumpul data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah angket untuk mendapatkan informasi tentang upaya-upaya mahasiswa dalam menghadapi adversitas. Kisi-kisi instrumen yang dikembangkan disajikan pada tabel 3.3 berikut.


(42)

Tabel 3.3

Angket Pengungkap Upaya-upaya Mahasiswa dalam Menghadapi Adversitas

Pertanyaan Jawaban

Berilah tanda centang (√) pada kotak di samping yang selama ini merupakan upaya anda dalam menghadapi berbagai adversitas (masalah) dalam kehidupan anda. Anda dapat menuliskan tambahan pada tempat yang telah disediakan

Ngobrol dengan orang tua Ngobrol dengan saudara Konsultasi dengan kyai Konsultasi dengan dosen Konsultasi dengan konselor Konsultasi dengan psikolog Menuliskannya dalam buku diary Mendekatkan diri kepada Allah (shalat, berdoa, puasa, membaca al-Qur’an, dsb.)

Bermain game Merokok

Ngopi di warung Nonton film di bioskop Nonton TV

Jalan-jalan ke mall Tamasya

Mendengarkan musik Olah raga

Menyalurkan hobi

Mengkonsumsi obat penenang Minum-minuman keras Memperbanyak makan/minum Menangis Marah Teriak sekeras-kerasnya Berkebun Merenung

Sms-an dengan teman Face book-an Berpikir positif Mencari kesibukan Berorganisasi ____________________________ ____________________________ ____________________________ ____________________________


(43)

(44)

Terdapat beberapa tahap pengujian dalam mendapatkan instrumen kemampuan resiliensi mahasiswa yang layak sebagai alat pengumpul data, yaitu dengan uji kelayakan instrumen, uji keterbacaan serta uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Kelayakan Instrumen

Untuk melihat kesesuaian antara konstruk, konten/isi dan redaksi instrumen dengan landasan teoretis, ketepatan bahasa baku dan karakteristik subjek yang menjadi responden maka dilakukan telaah butir-butir pertanyaan instrumen atau yang lebih dikenal dengan penimbangan (judgment) instrumen. Judgment dapat juga berfungsi sebagai uji validitas internal instrumen atau alat pengumpul data.

Dari enam aspek resiliensi menghasilkan 15 indikator, yang kemudian dikembangkan menjadi 44 butir pertanyaan. Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga orang penimbang untuk dikaji kesesuaian setiap butir pertanyaan dengan aspek-aspek dan indikator yang akan diungkap. Penimbangan (judgment) terhadap instrumen penelitian dilakukan oleh tiga orang pakar bimbingan dan konseling, yaitu Bapak Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L.N., Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., dan Bapak Dr. Ilfiandra, M.Pd.

Berdasarkan penimbangan instrumen penelitian, masing-masing pertanyaan dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM). Kategori antara memadai atau tidak memadai sebuah instrumen dilihat dari konstruk instrumen, konten/isi instrumen, dan redaksi instrumen tersebut. Pertanyaan yang berkualifikasi memadai (M) dapat langsung digunakan sebagai butir item dalam instrumen penelitian sementara pertanyaan yang berkualifikasi tidak memadai (TM) perlu direvisi dan diperbaiki. Untuk saran/masukan dari


(45)

pakar terkait dengan instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 272 s.d. 274.

b.Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan instrumen dilakukan kepada tiga orang mahasiswa STAIN Ponorogo yang berasal dari semester dua tahun akademik 2012/2013 dalam rangka mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Melalui uji keterbacaan ini dapat diketahui kata-kata yang kurang difahami serta kalimat yang rancu dan kurang jelas sehingga butir pertanyaan dalam instrumen dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pertanyaan tersebut.

Setelah dilakukan uji keterbacaan, butir pertanyaan instrumen yang kurang jelas diperbaiki sesuai kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh responden. Untuk saran/masukan dari mahasiswa terkait dengan instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 275.

c. Uji Validitas

Instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Semakin tinggi nilai validitas, semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.

Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan terhadap mahasiswa yang bukan subjek penelitian sebenarnya, namun memiliki karakteristik yang relatif sama dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Untuk keperluan uji coba instrumen penelitian, diambil responden sebanyak 30 mahasiswa dari semester dua tahun


(46)

akademik 2012/2013. Dasar pengambilan responden sebanyak 30 mahasiswa adalah untuk memenuhi rule of thumb kenormalan data (Mustafa, 2009: 164).

Langkah uji validitas butir pertanyaan dilakukan dengan menggunakan teknik pengolahan statistik, yakni korelasi item–total Product Moment (Pearson). Penghitungan validitas butir pertanyaan dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS 17.0 for windows. Untuk hasil uji validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 288 s.d. 321. Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh butir pertanyaan yang tidak valid sebanyak 10 butir. Item pertanyaan yang tidak valid adalah nomer 2, 3, 10, 12, 17, 22, 24, 28, 31 dan 33. Oleh karena itu jumlah item instrumen yang semula 44 item setelah diuji cobakan menjadi 34 item. Untuk instrumen penelitian sebelum uji coba dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 276 s.d. 287.

d. Uji Reliabilitas

Menurut Mustafa (2009: 224), reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.

Dalam menentukan koefisien reliabilitasnya, digunakan kriteria interpretasi nilai r sebagai berikut:


(47)

Tabel 3.4

Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi dari Nilai r (Reliabilitas Instrumen)

Besarnya Nilai r Interpretasi

0.800-1.00 Hubungan tinggi 0.600-0.800 Hubungan cukup 0.400-0.600 Hubungan agak rendah 0.200-0.400 Hubungan rendah

0.000-0.200 Hubungan sangat rendah (tidak berkorelasi) Sumber: Arikunto (2006: 276)

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.0 for Windows diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5

Tingkat Reliabilitas Instrumen

Total ganjil Total genap

Total ganjil Pearson Correlation 1 .895**

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

Total genap Pearson Correlation .895** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

Pada tabel 3.5 disajikan interpretasi ketercapaian tingkat reliabilitas instrumen. Dari hasil perhitungan data menggunakan software SPSS 17.0 pada 44 pertanyaan diperoleh harga r sebesar 0.895 pada =0.05. Untuk hasil uji reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 324. Berdasarkan tabel 3.5 diketahui harga reliabilitas instrumen berada pada tingkat


(48)

hubungan yang tinggi. Hubungan yang tinggi menandakan bahwa instrumen yang digunakan baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data kemampuan resiliensi mahasiswa.

e. Revisi Akhir dan Pengemasan Instrumen Final

Butir item yang memenuhi syarat dihimpun dan direvisi sesuai kebutuhan, dengan demikian dapat dihasilkan seperangkat instrumen siap pakai untuk pengumpulan data mengenai profil resiliensi mahasiswa serta dapat digunakan sebagai instrumen pre test dan post test. Untuk instrumen penelitian setelah uji coba dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 325 s.d. 335.

Berikut disajikan kisi-kisi instrumen skala resiliensi mahasiswa setelah uji coba dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6

Matriks Kisi-kisi Instrumen Skala Resiliensi Mahasiswa (Setelah Uji Coba)

Variabel Aspek Indikator No.

Item

Jumlah Item

Resiliensi 1.Kemampuan mengatasi perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

1. Mampu menerima setiap perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

1 1

2. Mampu memperkuat potensi yang dimiliki untuk mengatasi perubahan-perubahan yang mengganggu dalam hidup

2, 3, 4 3

2.Kemampuan mempertahanka n kesehatan dan energi yang baik ketika menghadapi

3. Mampu

mengembangkan kebiasaan hidup sehat ketika menghadapi masalah


(49)

masalah Lanjutan Tabel 3.6

Variabel Aspek Indikator No.

Item

Jumlah item

4. Mampu melakukan kegiatan-kegiatan positif ketika menghadapi masalah

8 1

3.Kemampuan untuk bangkit dari

keterpurukan

5. Mempunyai sikap percaya diri ketika dalam keadaan terpuruk

9, 10, 11

3

6. Mempunyai sikap optimis ketika dalam keadaan terpuruk

12, 13 2

7. Mampu belajar dari kegagalan sendiri ketika dalam keadaan terpuruk

14, 15, 16

3

4.Kemampuan dalam memecahkan masalah 8. Mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah

17 1

9. Mampu

mengidentifikasi akibat dari masalah

18, 19 2

10. Mampu

mempertimbangkan sumber-sumber

kredibel untuk pemecahan masalah

20, 21 2

11. Mampu

mengidentifikasi berbagai strategi untuk pemecahan masalah

22, 23 2

5. Kemampuan dalam merubah cara berpikir dan cara mengatasi masalah ketika cara yang lama tidak berhasil

12. Mampu mencari strategi yang lain ketika strategi yang lama tidak berhasil dalam mengatasi masalah


(50)

Lanjutan Tabel 3.6

Variabel Aspek Indikator No.

Item

Jumlah Item

13.Mampu merubah cara berpikir ketika cara berpikir yang lama tidak efektif dalam mengatasi masalah

26, 27, 28

3

6.Kemampuan untuk tidak melakukan

tindakan yang berbahaya ketika menghadapi masalah

14.Kemampuan untuk tidak mengkonsumsi zat terlarang (alkohol, narkoba, obat penenang, dsb.) dalam menghadapi masalah

29, 30, 31

3

15.Kemampuan untuk tidak

melukai/menyakiti diri sendiri dan orang

lain dalam

menghadapi masalah

32, 33, 34

3

Jumlah butir pertanyaan (item) 34

D.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di STAIN Ponorogo yang berlokasi di Jalan Pramuka No. 156 Ponorogo, Jawa Timur. Perguruan tinggi ini memiliki tujuan menjadi perguruan tinggi yang lebih maju, berkualitas dan egaliter. Perguruan tinggi akan menjadi lebih maju, berkualitas, dan egaliter jika pihak-pihak yang berperan di dalamnya juga berkualitas. Kualitas mahasiswa sebagai bagian dari STAIN Ponorogo juga merupakan salah satu indikator majunya lembaga ini. Oleh karena itu, untuk memenuhi tujuan tersebut salah satu caranya adalah


(51)

dengan mengembangkan kemampuan resiliensi mahasiswa. Hal ini yang menjadi salah satu alasan peneliti melakukan penelitian di STAIN Ponorogo.

2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 berjumlah 1052 orang yang meliputi jurusan Syari’ah, Tarbiyah dan Ushuluddin. Untuk jumlah mahasiswa aktif semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 336. Penentuan anggota populasi didasarkan atas pertimbangan bahwa mahasiswa yang duduk di tahun pertama adalah mahasiswa yang berada dalam masa transisi dari Sekolah Menengah Atas (SMA) ke perguruan tinggi, dimana pada masa ini mereka sedang mengalami tantangan yang cukup banyak, baik secara tahap perkembangan, adaptasi dengan teman baru, budaya dan tempat yang baru, hubungan dengan lawan jenis maupun perencanaan karir setelah selesai studi. Tantangan-tantangan ini lah yang dipandang sebagai bagian dari episode kehidupan yang menuntut kemampuan resiliensi dan memanfaatkan tantangan menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Diharapkan dengan mendapat intervensi konseling kognitif-perilaku, mahasiswa semester dua akan meningkat kemampuan resiliensinya untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi selama proses penyelesaian studi dan kehidupannya di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan fungsi bimbingan dan konseling yaitu fungsi preventif, kuratif dan pengembangan.


(52)

3. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: (a) pengambilan sampel untuk mengungkap profil kompetensi resiliensi dengan menggunakan tehnik cluster sampling (Sukmadinata, 2012: 259), dengan pertimbangan bahwa kompetensi keahlian merupakan klaster-klaster, tidak berbeda dalam tingkatan strata, tetapi masing-masing klaster memiliki karakteristik sendiri, dan (b) pengambilan sampel untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan tehnik incidental sampling, sampel dipilih berdasarkan kesediaan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Kiddler, 1986: 60). Adapun karakteristik subyek penelitian dalam penelitian ini adalah: (1) mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo strata satu, (2) berusia antara 18-20 tahun, (3) memiliki tingkat resiliensi rendah dan sedang, (4) pria dan wanita, serta (5) bersedia mengikuti kegiatan intervensi sampai dengan selesai. Berdasarkan kelima karakteristik subyek penelitian tersebut, maka peneliti mendapatkan sebanyak 10 orang untuk kelompok eksperimen, dan 10 orang untuk kelompok kontrol pada masing-masing jurusan (Tarbiyah, Syari’ah, dan Ushuluddin). Jadi jumlah sampel penelitian untuk ketiga jurusan pada kelompok eksperimen ada 30 orang, dan demikian juga untuk kelompok kontrol berjumlah 30 orang. Pertimbangan menentukan jumlah 10 orang pada masing-masing kelompok adalah mengacu pendapatnya Weiner (dalam Natawidjaja, 2009: 82) bahwa


(53)

jumlah anggota kelompok yang dianggap baik adalah antara lima sampai 10 orang.

Ukuran sampel untuk mengungkap profil resiliensi mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2012/2013 merujuk pada penentuan jumlah sampel dari Issac dan Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10% (Sugiyono, 2006: 126) sebagai berikut:

Keterangan:

α2

dengan dk = 1, taraf kesalahan 1%, 5%, 10% P = Q = 0,5 d = 0.05 s = jumlah sampel

Dari perhitungan di atas, ukuran sampel untuk kesalahan 5% (tingkat kesalahan untuk penelitian sosial) dengan jumlah populasi 1052 orang yaitu 285. Adapun rincian dari sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Jumlah Sampel Penelitian

No Tahap

Penelitian

Subyek Penelitian

Jurusan Prodi Juml.

mhsw

Juml. sampel

1. Pre-test (untuk

mengungkap profil

resiliensi mahasiswa semester dua thn.

Akademik 2012/2013)

Syari’ah Ahwal al-Syakhshiyyah 80 21

Mu’amalah 198 53

Tarbiyah Pendidikan Agama Islam 267 73 Pendidikan Bahasa Arab 101 28 Pendidikan Guru MI 144 39 Pendidikan Bahasa

Inggris 211 57

Ushuluddi n

Tafsir Hadits 35 9

KPI 16 5


(54)

Lanjutan Tabel 3.7

No Tahap Penelitian Subyek Penelitian

2. Uji coba model (untuk mengetahui keefektifan model konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa semester dua tahun akademik 2013/2014)

Kelompok eksperimen

Rendah dan sedang

30

Kelompok kontrol

Rendah dan sedang

30

Jumlah 60

E.Tahap-tahap Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, penelitian ini dilaksanakan dalam sembilan tahap kegiatan, yaitu: tahap kesatu persiapan, tahap kedua merancang model hipotetik, tahap ketiga uji kelayakan model hipotetik, tahap keempat perbaikan model hipotetik, tahap kelima uji coba terbatas, tahap keenam revisi hasil uji coba terbatas, tahap ketujuh uji lapangan model, tahap kedelapan merancang model akhir dan tahap kesembilan diseminasi model.

Rancangan kegiatan setiap tahap adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Pengembangan Model

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi:

a. Kajian konseptual dan analisis penelitian terdahulu

b. Survei lapangan untuk memperoleh informasi kondisi obyektif resiliensi mahasiswa

c. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan model konseling kognitif- perilaku


(55)

d. Mengkaji pendekatan dan strategi konseling dalam menerapkan model

2. Merancang Model Hipotetik

Berdasarkan kajian teoretik, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil studi pendahuluan, berikutnya disusun Model Hipotetik Konseling Kognitif-Perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa.

3. Uji Kelayakan Model Hipotetik

Uji kelayakan model dilakukan untuk mendapatkan Model Konseling Kognitif-Perilaku dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa yang memiliki keterandalan ini dilakukan kegiatan berupa konsultasi dengan pembimbing ahli yakni Bapak Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf, L.N, Bapak Dr. Ilfiandra, M.Pd., dan Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. Untuk saran/masukan dari pakar dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 337 s.d. 339.

4. Perbaikan Model Hipotetik

Berdasarkan hasil uji kelayakan model, kegiatan berikutnya adalah: a. Mengevaluasi dan menginventarisasi hasil uji kelayakan model b. Memperbaiki redaksi dan isi model hipotetik

c. Tersusun model hipotetik yang sudah direvisi

5. Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilaksanakan untuk mendapatkan masukan kritis dari mahasiswa sebagai subyek dalam membantu meningkatkan resiliensi mahasiswa. Kegiatan dalam tahap ini meliputi:


(56)

b.Mencari mahasiswa yang bersedia untuk dijadikan sebagai target intervensi. Peneliti mendapatkan tujuh mahasiswa semester dua STAIN Ponorogo tahun akademik 2013/2014 yang bersedia untuk dijadikan target intervensi.

c.Melaksanakan uji coba terbatas. Uji coba terbatas dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2013 s.d. 31 Desember 2014. Untuk data hasil uji coba model secara terbatas dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 340 s.d. 365.

d.Diskusi dan refleksi sebagai masukan untuk perbaikan model. Untuk saran/ masukan dari pelaksana uji coba model dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 366.

6. Revisi Hasil Uji Coba Terbatas

Berdasarkan masukan dalam diskusi dan refleksi dari hasil uji coba terbatas, model hipotetik direvisi lagi dari segi konstruksi, materi dan pelaksanaan konseling.

7. Uji Coba Diperluas

Pada tahap ini dilaksanakan uji lapangan model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa, meliputi:

a. Menyusun rencana kegiatan uji lapangan

b.Menyiapkan konselor. Pada uji coba diperluas ini, peneliti bertindak sebagai observer, sedangkan untuk pelaksana uji coba model dilaksanakan oleh salah seorang dosen Psikologi STAIN Ponorogo, yaitu ibu Lia Amalia, M.Si.

c. Untuk uji coba model diperluas ini dilakukan pada mahasiswa jurusan


(57)

mahasiswa kelompok eksperimen, dan 10 orang mahasiswa kelompok kontrol.

d.Melaksanakan uji coba model.

e. Mendeskripsikan hasil pelaksanaan uji coba model. Untuk hasil uji coba model lebih luas pada jurusan Tarbiyah dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 367 s.d. 393; untuk jurusan Syari’ah pada Lampiran 12 halaman 394 s.d. 420; dan untuk jurusan Ushuluddin pada Lampiran 13 halaman 421 s.d. 445.

8. Merancang Model Akhir

Kegiatan penelitian pada tahap ini meliputi:

a. Mengevaluasi dan menganalisis hasil uji coba model diperluas.

b. Merevisi dan merumuskan kembali model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa berdasarkan hasil pengujian lapangan. Untuk saran/masukan dari pelaksana uji coba model diperluas dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 446.

c. Tersusun model akhir yang dikemas dalam pedoman konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa. Untuk model akhir dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 447 s.d. 545.

d. Mendeskripsikan hasil pelaksanaan uji coba model

9. Diseminasi Model

Kegiatan pada tahap ini adalah mempublikasikan model pada khalayak profesi melalui jurnal dan forum ilmiah. Visualisasi tahap-tahap pengembangan model


(58)

konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1

Alur Proses Pengembangan Model

F. Analisis Data

Data yang diperoleh terdiri dari tiga data yaitu data tentang profil resiliensi mahasiswa, data tentang profil masalah yang pernah atau sedang dialami mahasiswa, dan data tentang profil upaya-upaya mahasiswa dalam menghadapi masalah.

Tahap I

1. Kondisi objektif di lapangan

2. Kajian teoritik 3. Kajian hasil penelitian

Tahap II

Merancang model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa Tahap III Uji kelayakan model dengan meminta penimbangan dari pakar Tahap VI Revisi Hasil Uji Coba

Terbatas

Tahap V Uji Coba Terbatas

Tahap IV Revisi Model

Hipotetik

Tahap VII Uji Lapangan Model

Tahap VIII Merancang Model Akhir Tahap IX Desiminasi Model


(59)

1.Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jumlah angket yang akan disebar sebelum dan setelah pelaksanaan. Selain itu, dilakukan pemeriksaan identitas mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian yaitu nama lengkap, jurusan, prodi dan kelengkapan jawaban.

2. Pengelompokan dan Penafsiran Data Kompetensi Resiliensi

Penskoran atau mengubah data ke dalam bentuk-bentuk kuantitatif dimaksudkan agar memungkinkan dilakukannya analisis dengan menggunakan teknik statistik. Untuk menetapkan batas lulus aktual tersebut perlu dicari X (rata-rata) dan S (Simpangan baku atau standar deviasi). Analisis profil kompetensi resiliensi mahasiswa STAIN Ponorogo dilakukan melalui tahapan berikut:

a. Menghitung rentang ( r ) = skor maximal – skor minimal b. Menghitung banyak kelas interval ( k ) = 1+ 3.3 log n c. Menghitung panjang kelas ( i ) = r / k

d. Membuat tabel distribusi frekuensi e. Menentukan rata-rata (x) = ∑fi.xi / ∑fi

f. Menentukan standar deviasi (s) = p

Dari langkah-langkah di atas, kemudian didapatkan kriteria sebagai mana terlihat pada tabel 3.8 berikut.


(60)

Tabel 3.8

Kriteria Skor Resiliensi Mahasiswa

No. Kriteria Kategori

1. X ≥ (X+1,0Sd) Tinggi

2. (X-1,0Sd) ≤X<(X+1,0Sd) Sedang

3. X<(X-1,0Sd) Rendah

(Sumber: Saefuddin, 2011: 109)

Adapun penafsiran profil resiliensi mahasiswa STAIN Ponorogo semester dua tahun akademik 2012/2013 ditinjau dari kategori dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut ini:

Tabel 3.9

Kualifikasi Resiliensi Mahasiswa Sesuai Kategori

No. Kategori Kualifikasi

1. Tinggi

Pada kategori ini, individu benar-benar mahir untuk bangkit dari keterpurukan. Ia mampu bersikap tenang, mengelola emosinya dengan baik, memiliki keterampilan menyelesaikan masalah, mampu menumbuhkan sikap percaya diri, optimis, bersinergi dengan orang lain, mencari peluang-peluang di balik tantangan, dan mampu mengambil hikmah di balik musibah.

2. Sedang

Pada kategori ini, individu sudah mampu mengelola emosinya dengan baik, mempunyai keterampilan memecahkan masalah, dan mampu menumbuhkan sikap percaya diri ketika menghadapi masalah

3. Rendah

Pada kategori ini, individu belum mampu mengatasi sebuah masalah/tekanan dengan baik. Ia tidak mau belajar dari pengalaman kegagalan yang pernah dialaminya, merasa sakit hati ketika ada orang mengkritiknya, cepat merasa putus asa, menyalahkan orang lain jika terjadi kemalangan pada dirinya, dan merasa diri sebagai korban. Pada kategori ini perlu mendapat prioritas untuk diberi intervensi


(61)

Sumber: (Al Siebert, 2005: 17-18)

3. Analisis Kelayakan Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa

Dimensi-dimensi Model Hipotetik Konseling Kognitif-Perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa yang dianalisis adalah: rumusan judul, penggunaan istilah, sistematika model, rumusan rasional model, rumusan tujuan model, rumusan asumsi model, rumusan teknik intervensi, rumusan kompetensi konselor, kesesuaian antar komponen model, struktur intervensi, garis besar sesi intervensi kesatu sampai ketujuh, teknik evaluasi dan rumusan indikator keberhasilan.

Berikut teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan model: a. Uji rasional model melibatkan pakar konseling

b. Uji kepraktisan (usebility) model konseling kogniti-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa dilakukan dalam diskusi terfokus, membahas:

1) Konstribusi model terhadap pencapaian tujuan bimbingan dan konseling 2) Peluang keterlaksanaan penerapan model

3) Kesesuaian model dengan kebutuhan mahasiswa 4) Kemampuan konselor untuk menerapkan model 5) Pemahaman pengelola model


(62)

4. Analisis Efektivitas Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa

Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui efektivitas model konseling kognitif-perilaku untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa adalah teknik Ancova. Salah satu tujuan rancangan eksperimental adalah meyakinkan bahwa hasil yang diobservasi merupakan akibat variabel perlakuan, dan bukan oleh faktor penyebab lain yang berasal dari lingkungan. Namun, situasi yang muncul adalah adanya satu atau lebih variabel yang tidak dikontrol. Metode statistik yang dapat dipakai untuk mengontrol atau menyesuaikan efek dari satu atau lebih variabel yang tidak dikontrol dan dianggap valid untuk mengevaluasi hasil suatu eksperimen adalah analisis kovarian (Ancova) (Djudin, 2013: 181).

Senada dengan Djudin, Supardi (2013: 398) juga mengemukakan bahwa sebuah penelitian eksperimen yang membandingkan antara hasil post test pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, setelah mengendalikan pengaruh dari pre test (pengetahuan awal) merupakan contoh desain penelitian dengan pendekatan Ancova. Desain penelitian eksperimen dari model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.10

Deskripsi Uji Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok Pra-Tes Perlakuan Pos Tes

Eksperimen O1 X O3


(63)

Keterangan:

O1 dan O2 adalah variabel kovariat (pre test) O3 dan O4 adalah variabel tergantung (post test)

X adalah kegiatan perlakuan (treatment) pada kelompok eksperimen

Analisis data secara keseluruhan dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 17.0 for Windows.

H.Rancangan Awal Model Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa

1. Rasional

Mahasiswa merupakan sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Mereka diharapkan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam pendidikannya tersebut agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia.

Sepanjang masa studinya, mahasiswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan yang mendukung keberhasilan studi. Namun pada kenyataannya, selama proses penyelesaian studinya, mahasiswa yang termasuk kategori remaja akhir atau dewasa awal ini, seringkali menghadapi berbagai masalah atau adversitas yang terkadang menghambat keberhasilan studi. Berbagai masalah yang umumnya dihadapi mahasiswa adalah: masalah pribadi (personal problem), keluarga, kelompok sebaya, belajar dan karir (Yusuf, 2009: 9-11).


(1)

283

c. Pulang menjenguk keluarga

42. Apa yang dilakukan jika anda tinggal di daerah rawan konflik akibat peperangan?

a. Merasa cemas dan selalu ingin mati saja b. Ikut berperang melawan musuh

c. Mengungsi ke tempat yang aman

43. Apa yang dilakukan jika rumah anda didatangi komplotan perampok bersenjata tajam?

a. Melawannya dengan menggunakan senjata seadanya b. Bersembunyi di tempat aman

c. Keluar rumah minta bantuan tetangga, dan telpon polisi

44. Apa yang dilakukan jika dokter memvonis umur anda tinggal satu bulan? a. Dari pada menanggung rasa sakit lebih baik meminta kepada dokter untuk

mempercepat kematian dengan eutanasia.

b. Berusaha tabah

c. Menjalani hidup seperti biasa sembari berdoa semoga masih diberi kesembuhan


(2)

Petunjuk : Lingkarilah pada nomor di bawah ini yang menyatakan berbagai macam situasi bermasalah yang pernah/sedang anda alami. Anda dapat menuliskan tambahan pada tempat yang telah disediakan.

1. Putus hubungan dengan pacar 2. Sulit mendapat teman

3. Konflik nilai (berbeda pendapat dengan orang tua) 4. Mengalami pelecehan seksual

5. Prestasi belajar rendah 6. Penundaan tugas-tugas 7. Kemampuan belajar rendah 8. Karir yang tidak jelas

9. Punya penyakit di kepala: sering pusing, migren 10. Punya penyakit di perut: maag, infeksi usus dsb. 11. Ketergantungan pada rokok

12. Pindah tempat tinggal 13. Masalah gairah seksual


(3)

285

17. Rindu pada keluarga

18. Sulit menerima perilaku teman 19. Teringat kampung halaman

20. Sulit berkomunikasi dengan orang lain

21. Sulit menyesuaikan diri dengan norma warga setempat 22. Sulit bergaul dengan orang lain

23. Masalah keuangan 24. Masalah disiplin diri 25. Masalah pengaturan waktu

26. Situasi lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan sebelumnya 27. Sulit bertemu dengan dosen pembimbing

28. Kematian orang yang berarti (ayah, ibu, istri, suami, anak, kakek, nenek, dsb) 29. _________________________________ 30. _________________________________ 31. _________________________________ 32. _________________________________ 33. _________________________________

Apa saja dampak berbagai adversitas (masalah) di atas dalam kehidupan anda? ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________


(4)

Petunjuk : Lingkarilah pada nomor di bawah ini yang selama ini merupakan cara anda dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan anda. Anda dapat menuliskan tambahan pada tempat yang telah disediakan.

1.Ngobrol dengan orang tua 2.Ngobrol dengan saudara 3.Ngobrol dengan kyai

4.Ngobrol dengan teman dekat 5.Konsultasi dengan konselor 6.Konsultasi dengan psikolog 7.Konsultasi dengan dosen

8.Menuliskannya dalam buku diary

9.Mendekatkan diri kepada Allah (berdoa, sholat, puasa, membaca Al-Qur’an dll)


(5)

287

15.Jalan-jalan ke supermarket/ mall 16.Menangis

17.Marah 18.Tamasya

19.Teriak sekeras-kerasnya 20.Ingin bunuh diri

21.Olah raga

22.Menyalurkan hobi

23.Mengkonsumsi obat penenang 24.Minum-minuman keras

25.Face book an dengan teman 26.Sms-an dengan teman 27.Mendengarkan musik 28.Mencari kesibukan 29.Menyalahkan diri sendiri 30.Menyalahkan orang lain

31.Menganggap diri sebagai korban

32.____________________________________ 33.____________________________________ 34.____________________________________


(6)