Identifikasi dan Penilaian Resiko pada Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalan Nasional di Provinsi Bali.

(1)

LAPORAN PENELITIAN

HIBAH KETEKNIKSIPILAN

IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN

RISIKO PADA PELAKSANAAN

PROYEK PENINGKATAN JALAN

NASIONAL DI PROVINSI BALI

Nama Peneliti :

Ir. Ida Bagus Rai Adnyana, MT.

Ir. Gde Putu Joni, MT.

Ir. A A Gde Asmara, MT.

Dr. Ir. Dewa Ketut Sudarsana, MT.

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Udayana


(2)

(3)

ABSTRAK

Akibat adanya zona kerja pelaksanaan peningkatan jalan selalu timbul dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Kerugian moneter akibat dampak negatif atau risiko ini dikenal dengan biaya sosial. Risiko sosial ini terdiri dari banyak faktor. Faktor faktor ini secara umum dikelompokkan menjadi empat aspek meliputi aspek lalu lintas, polusi, ekonomi dan ekologi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menilai risiko pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang terjadi, dan penilian risiko menggunakan matrik risiko. Responden adalah stakeholder terkalit pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali yang juga sebagai pengguna jalan. Hasil identifikasi ditemukan sebanyak 17 faktor terdiri dari 5 faktor aspek yaitu lalu lintas, 4 faktor aspek ekonomi, 4 faktor aspek polusi dan 4 faktor aspek ekologi. Hasil penilaian risiko ditemukan ada empat faktor risiko dominan yaitu: 1) meningkatnya konsumsi BBM; 2) tertundanya perjalanan; 3) meningkatnya kecelakaan dan 4) berkurangnya pendapatan pelaku bisnis sepanjang zona kerja. Dalam upaya pencapaian green construction para stakeholder terkait diharapak berupaya meminimakan risiko dominan ini.

Kata kunci : risiko, proyek peningkatan jalan, lalu lintas, keselamatan,


(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN ... i

ABSTRAK... ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifikasi, Bagian dan Ruang ... 3

2.1.1 Klasifikasi menurut Status Jalan……… 4

2.1.2 Bagian Bagian Jalan ……… 4

2.1.3 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) ……… 4

2.1.4 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)……… 5

2.1.5 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)……….. 5

2.2 Jalan Nasional di Provinsi Bali ... 5

2.3 Pengertian Proyek... ... 6

2.4 Kajian Transportasi ….... 6

2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas……… 6

2.4.2 Kapasitas Jalan ………... 7

2.4.3 Derajat Kejenuhan…….………. 8

2.5 Infrastruktur Jalan Ramah Lingkungan ………. 8

2.6 Zona Kerja (Work Zone) ……… 10

2.7 Matrik Risiko ……… 10

BAB III METODE PENELITIAN……… 13

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 13

3.2 Metode Pengumpulan Data……… 14

3.3 Analisa Data……… 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 15

4.1 Identifikasi Faktor Risiko ……… 15

4.2 Pengumpulan Data, Analisis dan Pembahasan .……… 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 21

5.1 Kesimpulan ……… 21

5.2 Saran ………. 21

DAFTAR PUSTAKA ……….. 22

LAMPIRAN ……… 24

Lampiran A: SK Penelitian ……… 24


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan infrastruktur jalan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pembangunan jalan dan jembatan sebagai infrastruktur transportasi mengacu pada tata ruang, terintegrasi sistem transportasi nasional (sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan, dan berwawasan lingkungan. Pembangunan infrastruktur jalan harus pula memperhatikan 3 aspek penting sekaligus yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (pro green). Menjawab tuntutan zaman, teknologi yang pro environment dengan prinsip reuse, reduce & recycle pada pekerjaan jalan perlu semakin dikembangkan.

Gilchrist A. et al (2005), Andrew et al (2005), Hunken et al (2006), Allauche et al (2004), Ting et al (2010), Borchrdt et al (2009), Matthews Jon C et al (2010), menyatakan dampak lain adanya zona kerja adalah kerugian pelaku ekonomi masyarakat dan tercemarnya lingkungan disekitarnya. Bahkan Borchardt et al (2009) mendapatkan adanya peningkatan partikel emisi mendekati 40% dan tereduksinya kapasitas jalan mencapai 20% pada zona kerja IH35 di San Antonio. Hasil pengamatan Greenwood I.D. (2007) pada ruas jalan 2 lajur di Thailand, mendapatkan bahwa jika terjadi kemacetan berindikasi terjadinya peningkatan percepatan kebisingan dari 0.1 m/s2 menjadi 0,7 m/s2. Antara tahun 1999 sampai 2003 Federation of Highway Administration (FHWA) (2006) mendapatkan bahwa pada zona kerja setiap tahunnya terjadi 41.000 kecelakaan dan sekitar 1000 orang meninggal. Menurut catatan Midwest Trasportation Consortium (MTC) 2010, tahun 2001-2008 pada zona kerja di Iowa statewide terjadi kejadian sebanyak 5.405 tabrakan, yang mengakibatkan kecelakaan 10.639 kendaraan atau rata-rata kecelakaan adalah 1,9 kendaraan setiap kejadian tabrakan. Menurut Bai Young et al (2006) menemukan bahwa di Kansas Departemen of Trasportation prosentase terjadi tabrakan yang signifikan (32%) pada malam hari, dimana jalan pada zona kerja tanpa penerangan. Allauche


(6)

pada pelaksanaan pemeliharaan jalan ini sebagai kerugian biaya sosial (social cost).

Penelitian tentang kerugian terkait adanya zona kerja oleh Allouche et al (2004), Huen et al (2006), Choi et al (2010), Jiang et al (2010), Yang, (2010) meperhitungkan kerugian biaya pengguna jalan (user cost) dan kerugian akibat kecelakaan lalu-lintas. Masa konstruksi penanganan jalan menimbulkan dampak kerugian ekonomi masyarakat dan lingkungan atau kerugian sosial (social cost) seperti peningkatan biaya pengguna jalan (road user cost /RUC), kerugian pelaku ekonomi sepanjang ruas jalan yang ditangani, keselamatan, polusi dan bising (Hunken et al, 2006; Andrew et al, 2005

Di Indonesia penelitian terkait risiko atau dampak merugikan akibat adanya zona kerja belum banyak dilakukan. Secara khusus pada tahap awal penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menilai faktor-faktor risiko akibat adanya zona kerja pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di Bali.

1.2 Perumusan Masalah.

Permasalahan yang dapat diangkat pada penelitian ini adalah:

1) Faktor-faktor apa saja yang terkait risiko pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali?

2) Faktor-faktor risiko apa saja yang dominan pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali?

1.3 Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan:

1. Sebagai referensi bagi pengelola proyek peningkatan jalan dalam manajemen pelaksanaan proyek peningkatan jalan nasional.

2. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang berkaitan risiko-risiko pada pelaksanaan proyek peningkatan jalan Nasional.


(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi, Bagian dan Ruang Jalan

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat, yang meliputi segala bagiannya, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel

Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan definisi Jalan Nasional beserta aturannya.

2.1.1 Klasifikasi Menurut Status Jalan

Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut:

a) Jalan Nasional b) Jalan Provinsi c) Jalan Kabupaten d) Jalan Kota e) Jalan Desa


(8)

2.1.2 Bagian-bagian Jalan

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

2.1.3 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)

Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.

2.1.4 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)

Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum RUMIJA, seperti sebagai berikut:


(9)

a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter b. Jalan Raya : 25 meter c. Jalan Sedang : 15 meter d. Jalan Kecil : 11 meter

2.1.5 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut: a. Jalan Arteri Primer : 15 meter

b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter c. Jalan Lokal Primer : 7 meter d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.

Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan.

2.2 Jalan Nasional di Provinsi Bali

Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal 19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan,


(10)

Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.

2.3 Pengertian Proyek

Proyek merupakan kombinasi sumberdaya manusia dan non manusia yang bekerja sama dalam suatu organisasi yang bersifat sementara untuk mencapai tujuan tertentu. Proyek dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu, dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Soeharto, 1995).

Ciri-ciri proyek sebagai berikut:

1) Memiliki tujuan yang khusus berupa produk atau hasil akhir

2) Jumlah biaya, sasaran jadwal serta mutu dalam proses mencapai tujuan telah ditentukan

3) Waktu awal dan akhir ditentukan jelas

4) Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung 5) Bersifat kompleks.

2.4 Kajian Transportasi

Kajian transportasi pada dasarnya berisi tentang acuan dan pedoman dalam penyusunan rencana suatu proyek yang akan dilaksanakan, sehingga menghasilkan suatu rencana yang baik. Dalam kajian ini, akan diperoleh besarnya nilai kapasitas jalan, tingkat pelayanan jalan, kecepatan perjalanan, dan besarnya volume lalu lintas.

2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan


(11)

menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:

1) Kendaraan Ringan/Light Vehicle (LV) (meliputi kendaraan penumpang, minibus, truk pick-up, dan jeep)

2) Sepeda Motor/Motor Cycle (MC)

3) Kendaraan Berat/Heavy Vehicle (HV) (termasuk truk dan bus)

4) Kendaraan Menengah Berat/Medium Heavy Vehicle (MHV) (Truk 2 as dan Bus kecil)

5) Bus Besar/Large Buss (LB)

6) Truk Besar/Large Truck (LT) (Truk 3 as dan Truk kombinasi)

Untuk Kendaraan Ringan (LV), nilai emp selalu 1,0. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe jalan dan arus lalu lintas total yang disyaratkan dalam kend./jam.

2.4.2 Kapasitas Jalan

Kapasitas suatu ruas jalan didefinisikan sebagai volume lalu lintas maksimum yang melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan waktu pada kondisi tertentu. Ukuran kapasitas umumnya adalah kendaraan/jam atau smp/jam. Kapasitas jalan dihitung berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (DPU, 1997)

1. Kapasitas Jalan Perkotaan

Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah:

C = Co x FCw x FCSP x FCsf x FCcs (smp/jam) (2.1) dimana:

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/jam) FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP = Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (untuk jalan tak

terbagi)

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota


(12)

Kapasitas dasar untuk jalan lebih dari 4 lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur, walaupun lajur tersebut tidak mempunyai lebar yang standar.

2.4.3 Derajat Kejenuhan

Derajat Kejenuhan (DS) adalah rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja berdasarkan tundaan dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Persamaan umum derajat kejenuhan adalah:

DS = Q/C ….. (2.2)

dimana:

DS = Derajat Kejenuhan

Q = Arus Lalu Lintas (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)

2.5 Infrastruktur Jalan Ramah Lingkungan

Permintaan masyarakat untuk transportasi jalan yang bersih , lebih tenang dan lebih hemat energi dengan dampak minimal pada masyarakat dan habitat alami , menimbulkan tantangan mengatasi kesenjangan yang saling bertentangan antara keinginan masyarakat dengan industri yang terlibat dengan transportasi jalan . Melalui desain, konstruksi dan penggunaan bahan , rekayasa sektor jalan dapat memberikan kontribusi yang ramah lingkungan (green) infrastruktur .

Inovasi konsep infrastruktu yang ramah lingkungan yang dikembangkan di Eropa dikenal dengan New Road Construction Concept (NR2C) visi Eropa 2040 (fehrl.org,2010). Visi ini didasarkan pada empat kunci konsep yang mewakili karakteristik dominan dari harapan masyarakat untuk infrastruktur jalan masa depan :


(13)

2. Infrastruktur Hijau/ ramah lingkungan (green) , berpijak untuk mengurangi dampak lingkungan lalu lintas dan pada masyarakat, sehinnga menjadi infrastruktur berkelanjutan.

2) Infrastruktur yang aman dan cerdas (safe and smart), berpijak untuk mengoptimalkan arus lalu lintas dari semua kategori pengguna jalan dan konstruksi jalan yang berkeselamatan.

3) Infrastruktur manusiawi (human), berpijak untuk menyelaraskan infrastruktur dengan dimensi manusia

Keempat konsep berlaku untuk tiga bidang proyek NR2C : jalan perkotaan dan antarkota dan konstruksi . Masyarakat kandang-kadang menuntut komposisi infrastruktur handal, hijau, manusia, aman dan cerdas. Keempat konsep konstruksi membentuk kerangka berpikir tentang solusi teknis dan program penelitian. Pada Gambar 2.1, digambar dan dijabarkan visi NR2C, yang meliputi 4 konsep NR2C yaitu konsep infrastruktur yang handal, ramah lingkungan, aman serta cerdas dan humanitis.

Gambar 2.1 Karakteristik, Konsep Konstruksi dan Arahan Solusi dari NR2C visi Eropa 2040 (fehrl.org, 2010)


(14)

2.6 Zona Kerja (Work Zone)

Zona kerja (work zone) adalah suatu area atau segmen jalan dimana satu atau lebih lajur jalan ditutup untuk pelaksanaan konstruksi jalan yang mengakibatkan berkurangnya pergerakan lalu lintas dan menurunannya kapasitas jalan (Jiang et al, 2010; FHWA, 2011; MTI, 2012)

Proyek rekonstruksi jalan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat (Jiang et al, 2010). Namun selama masa konstruksi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat pengguna jalan dan lingkungan sekitarnya akibat adanya zona kerja (work zone). Zona kerja ini mengakibatkan para pengemudi mengalami stress, terganggunya lalu-lintas seperti tertundanya perjalanan, kemacetan dan juga terjadinya kecelakaan (Jiang et al, 2003). Dampak lainnya adalah kerugian pelaku ekonomi masyarakat pada zona kerja dan tercemarnya lingkungan disekitarnya (DJBM, 1991; Allauche et al, 2004). Dampak merugikan pelaksanaan rekonstruksi jalan digolongkan menjadi dampak lalu lintas, lingkungan dan ekologi/kesehatan (Allauche et al, 2004):

1) Dampak lalu lintas (traffic) meliputi dampak akibat penutupan lajur lebih panjang (prolonged closure of road space) yang diperuntukkan untuk proteksi tenaga kerja dan penempatan peralatan, dampak pengalihan arus (detours/altered traffic pattern), dampak terputusnya utilitas (utility cuts) infrastruktur seperti jaringan air bersih dan telekomunikasi yang tertanam pada jalan dan kecelakaan bagi pengendara dan pekerja

2) Dampak polusi (pollution) yang merugikan seperti bising (noise), debu (dust), getaran (vibration) dan polusi udara dan air (air/water pollution). 3) Dampak ekologi/sosial/kesehatan (ecologi/social/health) seperti kerusakan

permukaan dan sub permukaan (surface/subsurface disruption) misalnya terganggunya aliran drainase dan kerusakan fisik fasilitas rekreasi (physical damage to recreasional facilities).

2.7 Matrik Risiko

Metode atau alat terbaik untuk menilai risiko atau dampak yang merugikan pada zona kerja terutama untuk kecelakaan dinilai secara kualitatif menggunakan matrik risiko (Jennifer et al, 2009; Kelly, 2011). Matrik risiko ini


(15)

berdimensi dua dengan mengalikan frekuensi (frequency) kejadian terhadap risiko bahaya dari kejadiannya (severity). Frekuensi dan risiko bahaya diberi skor 1 sampai 5. Untuk menilai tingkat risiko adalah dengan mengalikan skor dari frekuensi kejadian dengan risiko bahayanya. Matrik risiko untuk menilai/ identifikasi tingkat risiko faktor kecelakan disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Matrik Penilaian Risiko.

(Sumber : Jennifer, 2009:33: Kelly, 2011:60)

Menurut Godfrey (1996) tingkat penerimaan risiko, dengan mempertimbangkan nilai risiko yang diperoleh dari skala consequences dan skala likelihood , dengan skor serupa Kelly (2009), dapat disusun skala penerimaan risiko (risk acceptability) seperti pada Tabel 2.1 (Suputra, 2009).

Tabel 2.1 Skala Penerimaan Risiko

Penerimaan Risiko (pr) Skala Penerimaan Unacceptable (tidak dapat diterima) pr > 12 Undesirable (tidak diharapkan) < 6 pr ≤ 12

Acceptable (dapat diterima) 2 < pr ≤ 6

Negligible (dapat diabaikan) pr ≤ 2


(16)

Berdasarkan penerimaan risiko, kemudian diadakan evaluasi terhadap risiko yang teridentifikasi pada kuisioner yang memerlukan tindakan mitigasi. Adapun kriteria risiko yang memerlukan tindakan mitigasi adalah risiko-risiko yang bersifat dominan (major risk), yaitu semua risiko yang tidak dapat diterima (unacceptable) dan tidak diharapkan (undesirable) (Suputra, 2005).


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metoda yang dipergunakan adalah metoda deskriptif meliputi suvai langsung melalui wawancara. Responden adalah stakeholder sekaligus sebagai pengguna jalan. Jumlah responden ditentukan berdasarkan metode non probabality sampling jenis purposive. Kerangka penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 1 Kerangka Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Provinsi Bali. Responden adalah stakeholder yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait pelaksanaan proyek peningkatan jalan Nasional.

Studi Kasus: Proyek Peningkatan Jalan

Nasional, Bali

Identifikasi Faktor-faktor Risisko

Aspek Lalu Lintas Aspek Ekonomi

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Rekomendasi Pegumpulan data dengan quisioner

Aspek Polusi Aspek


(18)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung dengan menggunakan kuisioner.

3.3 Analisis Data

Analisis data secara deskriptif untuk mendeskripsikan tabel-tabel hasil pengolahan data.


(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Faktor Risiko

Identifikasi factor risiko terkait ekses akibat adanya zona kerja pelaksanaan jalan adalah terdiri dari 4 aspek dan 17 elemen yaitu aspek lalu lintas (5 unsur), aspek ekonomi (4 unsur), aspek polusi (4 unsur) dan aspek ekologi/sosial/kesehatan (4 unsur) ( Allauche et al, 2004). Keempat aspek dan 17 unsur dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Aspek, unsur risiko dan penilaian risiko

Nomor Uraian aspek dan unsur risiko

A Lalu lintas

1 Berkurangnya ruang parkir

2 Bertambahnya konsumsi BBM

3 Tertundanya perjalanan

4 Rata-rata kecelakaan meningkat 5 Konflik (kemarahan) antar pengguna

B Aspek Ekonomi

1 Kerugian pendapatan

2 Penurunan produktifitas

3 Penurunan pendapatan pajak

4 Penurunan mutu properti

C Aspek Polusi

1 Kebisingan

2 Pencemaran debu

3 Getaran-getaran alat berat

4 Polusi udara dan air

D Aspek Ekologi/Sosial/Kesehatan

1 Disrupsi lapisan perkerasan jalan 2 Penurunan kualitas tempat rekreasi 3 Kualitas hidup masyarakat menurun

4 Biaya restorasi


(20)

4.2 Pengumpulan Data, Analisis dan Pembahasan

Data dikumpulkan dari 21 responden yang memiliki pengalaman terkait proyek peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali, yang terdiri dari 6 dari Pelaksanana Jalan Nasional (PJN), 6 konsultan pengawas, 6 konsultan perencana dan 3 akademisi.

Dari kompilasi 21data penilaian responden, ditemukan modus frekuensi dan modus konsekuensi. Hasil kompilasi modus frekuensi penilaian/persepsi responden disajikan pada Tabel 4.2 dan modus konsekuensi disajikan pada table 4.3.

Tabel 4.2 Modus frekuensi penilaian risiko dari responden.

Uraian aspek dan unsur risiko Modus frekuensi A Lalu lintas

1 Berkurangnya ruang parkir 3

2 Bertambahnya konsumsi BBM 5

3 Tertundanya perjalanan 5

4 Rata-rata kecelakaan meningkat 4

5 Konflik (kemarahan) antar pengguna 3

B Aspek Ekonomi

1 Kerugian pendapatan 4

2 Penurunan produktifitas 3

3 Penurunan pendapatan pajak 3

4 Penurunan mutu properti 3

C Aspek Polusi

1 Kebisingan 4

2 Pencemaran debu 3

3 Getaran-getaran alat berat 4

4 Polusi udara dan air 3

D Aspek Ekologi/Sosial/Kesehatan

1 Disrupsi lapisan perkerasan jalan 4

2 Penurunan kualitas tempat rekreasi 3

3 Kualitas hidup masyarakat menurun 3

4 Biaya restorasi 3


(21)

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa ekses dari adanya zona kerja dampaknya sangat sering terjadi pada aspek lalu lintas bagi pengguna jalan terutama berupa pertambahan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dari penggunaan konsumsi BBM aspek A unsur 3 dan kerugian nilai waktu dari unsur 3 berupa tertundanya perjalanan. Hal ini terjadi akibat pengaturan lalu lintas dengan penggunaan satu lajur bergantian untuk kedua arah, akibat penutupan sebagian lajur jalan, terutama pada ruas jalan 2 lajur 2 arah

Sedangkan ekses lainnya sering terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas (unsur A, elemen 4) hal ini akibat dari kerusakan perkerasan pada zona pendekat, masih ada perambuan peringatan dan petunjuk yang terpasang. Kerugian pendapatan masyarakat pelaku bisnis pada aspek ekonomi (B) unsur 1 sering terjadi akibat akses konsumnen yang sulit. Pada aspek polusi (C) sering terjadi kebisingan akibat dari kemacetan karena pengaturan lalu lintas buka tutup bergantian. Dan pada aspek Ekologi (D) unsure 1 sering berdampak disrupsi perkerasan pada lajur yang besebelahan zona kerja.


(22)

Tabel 4.3 Modus frekuensi penilaian risiko dari responden

Uraian aspek dan unsur risiko Modus konsekuensi A Lalu lintas

1 Berkurangnya ruang parkir 2

2 Bertambahnya konsumsi BBM 4

3 Tertundanya perjalanan 4

4 Rata-rata kecelakaan meningkat 5

5 Konflik (kemarahan) antar pengguna 2

B Aspek Ekonomi

1 Kerugian pendapatan 4

2 Penurunan produktifitas 3

3 Penurunan pendapatan pajak 3

4 Penurunan mutu properti 3

C Aspek Polusi

1 Kebisingan 3

2 Pencemaran debu 4

3 Getaran-getaran alat berat 3

4 Polusi udara dan air 4

D Aspek Ekologi/Sosial/Kesehatan

1 Disrupsi lapisan perkerasan jalan 3

2 Penurunan kualitas tempat rekreasi 3

3 Kualitas hidup masyarakat menurun 4

4 Biaya restorasi 2

Sumber: Analisis, 2015

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat konsekuensi dari risiko yang teridensifikasi dengan dengan penilaian tertinggi oleh responden pada aspek lalu lintas adalah akibat terjadinya kecelakaan bagi pengguna jalan (A.4). Sedangkan dampak tinggi pada aspek lalu lintas adalah akibat bertambahnya konsumsi BBM dan tertundanya perjalanan (A.2 dan A.3). Pada aspek ekonomi konsekuensi adanya zona kerja bagi pelaku bisinis disekitar zona kerja adalah berupa kerugian pendapatan (B.1). Ekses polusi berupa pencemaran debu (C.2) diberikan penilaian tinggi oleh responden. Sedangkan aspek ekologi/social/kesehatan terjadi penurunan kualitas hidup masyarakat menurun (D.3).


(23)

Penilaian risiko yang merupakan hasil perkalian antara frekuensi dengan konsistensi disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Penilaian Risisko

Uraian aspek dan unsur risiko Modus frekuensi Modus konsekuensi Penilaian risiko

(1) (2) (3) (4)=(2)*(3)

A Lalu lintas

1 Berkurangnya ruang parkir 3 2 6

2

Bertambahnya konsumsi

BBM 5 4 20

3 Tertundanya perjalanan 5 4 20

4

Rata-rata kecelakaan

meningkat 4 5 20

5

Konflik (kemarahan) antar

pengguna 3 2 6

B Aspek Ekonomi

1 Kerugian pendapatan 4 4 16

2 Penurunan produktifitas 3 3 9

3 Penurunan pendapatan pajak 3 3 9

4 Penurunan mutu property 3 3 9

C Aspek Polusi

1 Kebisingan 4 3 12

2 Pencemaran debu 3 4 12

3 Getaran-getaran alat berat 4 3 12

4 Polusi udara dan air 3 4 12

D

Aspek

Ekologi/Sosial/Kesehatan 1

Disrupsi lapisan perkerasan

jalan 4 3 12

2

Penurunan kualitas tempat

rekreasi 3 3 9

3

Kualitas hidup masyarakat

menurun 3 4 12

4 Biaya restorasi 3 2 6

Sumber: Analisis, 2015

Dari hasil penilaian risiko pada Tabel 4.4, ditemukan 4 unsur kategori risiko dominan/ tidak dapat diterima , 10 unsur risiko yang tidak diharapkan (6 unsur elevated risk dan 4 unsur moderate risk), dan 4 unsur dapat diterima atau reduce risk. Adapun penilaian risiko-risiko ini adalah:


(24)

a) Ttidak dapat diterima (Unacceptable) atau high risk terdiri dari : 1) Bertambahnya konsumsi BBM

2) Tertundanya perjalanan

3) Rata-rata kecelakaan meningkat 4) Kerugian pendapatan

b) Tidak diharapkan (Undesirable ) atau Elevated risk: 1) Kebisingan

2) Pencemaran debu

3) Getaran-getaran alat berat 4) Polusi udara dan air

5) Kualitas hidup masyarakat menurun 6) Disrupsi lapisan perkerasan jalan

Dan Moderate risk:

1) Penurunan produktifitas 2) Penurunan pendapatan pajak

3) Penurunan mutu properti

4) Penurunan kualitas tempat rekreasi

c) Dapat diterima (Acceptable) atau (Reduce riks) 1) Berkurangnya ruang parkir

2) Konflik (kemarahan) antar pengguna 3) Biaya restorasi


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil identifikasi dan penilaian risiko akibat adanya zona kerja pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali:

1. Teridentifikasi ada 4 aspek risiko yaitu aspek lalu lintas dengan 5 unsur, aspek ekonomi dengan 4 unsur, aspek polusi dengan 4 unsur dan ekologi/kesehatan dengan 4 unsur.

2. Risiko dominan atau risiko tinggi ditemukan 4 unsur yaitu bertambahnya penggunaan konsumsi BBM, tertundanya perjalanan, rata-rata kecelakaan meningkat dan kerugian pendapatan pelaku ekonomi disekitar zona kerja.

5.2 Saran

Hal yang dapat disarankan dari kajian penilaian risiko secara kulalitatif ini adalah:

1) Para stakeholders perlu dilakukan upaya mitigasi risiko dominan yang muncul akiabt zona kerja peningkatan jalan.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia

Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan Umum. Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia

AHB45. 2001. Traffic Flow Theory A State-of-the-Art Report.

http://www.tft.pdx.edu/docs/ revised_monograph_2001.pdf

DPU (Departemen Perhubungan). 2004. Undang-undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta.

DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI), Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta

FEHRL. Org. 2010. New Road Construction Concepts: Vision 2040. http://nr2c.fehrl.org/?m=23&id_directory=429

IndII (Indonesia Infrastructure Inisiatives). 2011. Petunjuk Praktis- Keselamatan Jalan Pada Zona Kerja Di Jalan, Dalam Mendukung Proyek-Proyek EINRIP.

Jennifer Shane, Kelly Strong, Daniel Enz. 2009. Construction Project Administration and Management for Mitigating Work Zone. Crashes and Fatalities: An Integrated Risk Management Model. MTC (Midwest Transportation Consortium) Report 2008-02

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga). 2012. Serial Rekayasa Keselamatan Jalan, Panduan Teknis 3 Keselamatan Di Lokasi Pekerjaan, “Mewujudkan lokasi pekerjaan jalan yang lebih berkeselamatan” Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII)- SMEC-AusAID.


(27)

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga).2010. Dokumen Pelelangan Nasional Penyedia Jasa an Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi).

Kelly C. Strong and Jennifer S. Shane, 2011. Risk Mitigation Strategies for Operations and Maintenance Activities. Report from Institute for Transportation Iowa State University, 2711 South Loop Drive, Suite 4700 Ames, IA 50010-8664

Suputra Oka, IGN. 2005. Manajemen Risiko Pada Pelaksanaan Pembangunan Denpasar Sewerage Development Project (DSDP). (Tesis) Denpasar : Universitas Udayana

.Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.


(28)

LAMPIRAN


(1)

Penilaian risiko yang merupakan hasil perkalian antara frekuensi dengan konsistensi disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Penilaian Risisko

Uraian aspek dan unsur risiko Modus frekuensi Modus konsekuensi Penilaian risiko

(1) (2) (3) (4)=(2)*(3)

A Lalu lintas

1 Berkurangnya ruang parkir 3 2 6

2

Bertambahnya konsumsi

BBM 5 4 20

3 Tertundanya perjalanan 5 4 20

4

Rata-rata kecelakaan

meningkat 4 5 20

5

Konflik (kemarahan) antar

pengguna 3 2 6

B Aspek Ekonomi

1 Kerugian pendapatan 4 4 16

2 Penurunan produktifitas 3 3 9

3 Penurunan pendapatan pajak 3 3 9

4 Penurunan mutu property 3 3 9

C Aspek Polusi

1 Kebisingan 4 3 12

2 Pencemaran debu 3 4 12

3 Getaran-getaran alat berat 4 3 12

4 Polusi udara dan air 3 4 12

D

Aspek

Ekologi/Sosial/Kesehatan 1

Disrupsi lapisan perkerasan

jalan 4 3 12

2

Penurunan kualitas tempat

rekreasi 3 3 9

3

Kualitas hidup masyarakat


(2)

20 a) Ttidak dapat diterima (Unacceptable) atau high risk terdiri dari :

1) Bertambahnya konsumsi BBM 2) Tertundanya perjalanan

3) Rata-rata kecelakaan meningkat 4) Kerugian pendapatan

b) Tidak diharapkan (Undesirable ) atau Elevated risk: 1) Kebisingan

2) Pencemaran debu

3) Getaran-getaran alat berat 4) Polusi udara dan air

5) Kualitas hidup masyarakat menurun 6) Disrupsi lapisan perkerasan jalan

Dan Moderate risk:

1) Penurunan produktifitas 2) Penurunan pendapatan pajak

3) Penurunan mutu properti

4) Penurunan kualitas tempat rekreasi

c) Dapat diterima (Acceptable) atau (Reduce riks) 1) Berkurangnya ruang parkir

2) Konflik (kemarahan) antar pengguna 3) Biaya restorasi


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil identifikasi dan penilaian risiko akibat adanya zona kerja pada pelaksanaan peningkatan jalan Nasional di provinsi Bali:

1. Teridentifikasi ada 4 aspek risiko yaitu aspek lalu lintas dengan 5 unsur, aspek ekonomi dengan 4 unsur, aspek polusi dengan 4 unsur dan ekologi/kesehatan dengan 4 unsur.

2. Risiko dominan atau risiko tinggi ditemukan 4 unsur yaitu bertambahnya penggunaan konsumsi BBM, tertundanya perjalanan, rata-rata kecelakaan meningkat dan kerugian pendapatan pelaku ekonomi disekitar zona kerja.

5.2 Saran

Hal yang dapat disarankan dari kajian penilaian risiko secara kulalitatif ini adalah:

1) Para stakeholders perlu dilakukan upaya mitigasi risiko dominan yang muncul akiabt zona kerja peningkatan jalan.


(4)

22 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia

Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan Umum. Dewan Perwalikan Rakyat Republik Indonesia

AHB45. 2001. Traffic Flow Theory A State-of-the-Art Report.

http://www.tft.pdx.edu/docs/ revised_monograph_2001.pdf

DPU (Departemen Perhubungan). 2004. Undang-undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta.

DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta

FEHRL. Org. 2010. New Road Construction Concepts: Vision 2040. http://nr2c.fehrl.org/?m=23&id_directory=429

IndII (Indonesia Infrastructure Inisiatives). 2011. Petunjuk Praktis- Keselamatan Jalan Pada Zona Kerja Di Jalan, Dalam Mendukung Proyek-Proyek EINRIP.

Jennifer Shane, Kelly Strong, Daniel Enz. 2009. Construction Project Administration and Management for Mitigating Work Zone. Crashes and Fatalities: An Integrated Risk Management Model. MTC (Midwest Transportation Consortium) Report 2008-02

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga). 2012. Serial Rekayasa Keselamatan Jalan, Panduan Teknis 3 Keselamatan Di Lokasi Pekerjaan, “Mewujudkan lokasi pekerjaan jalan yang lebih berkeselamatan” Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII)- SMEC-AusAID.


(5)

KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga).2010. Dokumen Pelelangan Nasional Penyedia Jasa an Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Bab VII Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi).

Kelly C. Strong and Jennifer S. Shane, 2011. Risk Mitigation Strategies for Operations and Maintenance Activities. Report from Institute for Transportation Iowa State University, 2711 South Loop Drive, Suite 4700 Ames, IA 50010-8664

Suputra Oka, IGN. 2005. Manajemen Risiko Pada Pelaksanaan Pembangunan Denpasar Sewerage Development Project (DSDP). (Tesis) Denpasar : Universitas Udayana

.Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.


(6)

24 LAMPIRAN