Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus

(1)

PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC

UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yohanis Yani Watti NIM: 081124021

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan kepada Tarekat Hati Kudus Yesus (MSC)


(5)

v MOTTO

“IA HARUS MAKIN BESAR DAN AKU MAKIN KECIL” (Yoh 3:30)

“Di dalam Tarekat tidak seorang pun adalah orang asing, tidak seorang pun adalah pendatang, tetapi semua adalah saudara di dalam Hati Kristus”


(6)

vi


(7)

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS”. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para bruder yunior adalah tulang punggung dan masa depan tarekat MSC. Dan, mereka diharapkan menjadi pewarta kabar baik dan kegembiraan kepada umat yang dilayani berdasarkan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana pembinaan para bruder MSC Yunior dalam memahami dan menghayati spiritualitas Hati Kudus Yesus yang menjadi dasar pelayanan nanti? Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC? Bagaimana spiritualitas Hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC, khususnya bruder yunior? Bagaimana spiritualitas Hati diterapkan dalam pembinaan yunior bruder MSC? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan mengajukan pertanyaan refleksi yang diberikan kepada para bruder yunior.

Permasalahan tersebut dibandingkan dengan gaya hidup Yesus. Artinya, materi tentang gaya hidup Yesus disajikan agar para bruder MSC yunior dapat bercermin dan berpatokan pada Hati Yesus yang terwujud dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.

Hati Yesus adalah pusat dari spiritualitas Hati maka para bruder yunior yang menghayati spiritualitas Hati diharapkan mempunyai pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang kualitas-kualitas Hati Yesus yaitu lemah lembut, sederhana, rendah hati, berbelas kasih, dan berbelarasa. CerminanHati Yesus itu sesungguhnya menunjukkan cinta Allah Bapa. Pada Hati Yesus para bruder yunior dapat bercermin ketika mereka mewartakan cinta Allah kepada umat.

Skripsi ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana pembinaan yang sudah dilakukan Tarekat MSC kepada para bruder yunior dengan berpatokan pada lima aspek pembinaan, yaitu kemanusiaan, afektif, religius, komunio, dan hidup membiara.

Dari hasil refleksi para bruder yunior ditemukan bahwa pemahaman akan spiritualitas Hati sudah baik, namun perlu dikembangkan lagi baik pada sistem pembinaan maupun peserta bina. Pada umumnya, para bruder yunior mampu memahami perannya sebagai bruder dalam pelayanan demi memajukan Gereja sehingga identitas bruder menjadi jelas. Dan, para bruder membutuhkan pembinaan yang berkelanjutan sehingga kemampuan mereka dalam memahami dan menghayati spiritualitas Hati semakin berkembang, terutama mereka mampu menggali kembali spiritualitas Hati Yesus dalam hidup dan pelayanan.


(9)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “THE FORMATION OF THE JUNIORAT OF THE MSC BROTHERS FOR INSTILLING THE SPIRITUALITY OF THE SACRED HEART OF JESUS”. I chose this title based on the facts that the Junior brothers are the backbone and the future of the MSC congregation. They are supposedly to become ministers of the Good News and - based on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus - to bring happiness to people wherever they are sent.

This study will try to answer some questions about: how to guide the MSC Juniorat brothers to understand and to live out the spirituality of the Sacred Heart of Jesus as their foundation for ministry? What kind of formation that is appropriate for Juniorat brothers in MSC congregation? What kind of spirituality of the Sacred Heart of Jesus that is understood and practiced by the MSC Juniorat brothers? How the spirituality of the Sacred Heart of Jesus is applied in the formation of the MSC Juniorat brothers? To answer those questions I used a descriptive analytical research by asking some reflective questions to the MSC Juniorat brothers.

Those questions were compared to Jesus’ life. How Jesus lived his life was presented to the MSC Juniorat brothers as they reflected upon Jesus’ life so that the spirituality of Jesus, the spirituality his sacred heart, could be implemented in their attitude, words, and actions.

The Heart of Jesus is the center of the spirituality of the Heart. Therefore, the MSC Juniorat brothers need to identify and to know how to internalize the values of the spirituality of the Sacred Heart of Jesus which are humble, gentle, simple, solider and full of compassion. Jesus’ heart is a sign of the love of God. When the Juniorat brothers minister to people they need to reflect the Sacred Heart of Jesus for them.

The purpose of this paper is to describe how formation is done for the MSC Juniorat brothers based on the five aspects of the formation which are humanity, affectivity, religious, community, and ministry life.

The results of the reflection of the MSC Juniorat brothers found that the comprehension understanding on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus is good. Generally, brothers has understood clearly their identity and role in ministering to God’s people and to improve the church. However, the founding reflects that the system and the persons in it need to be improved. The MSC Juniorat brothers need an ongoing formation which can help them to deepen their understanding and ability to live out the spirituality of the Sacred Heart of Jesus, especially in their lives and ministry.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini berkat bantuan dari berbagai pihak.Maka penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

1. Dr. J. Darminta, SJ, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, pendampingan dan bimbingan kepada penulis dan dengan penuh kesabaran memberikan masukan dan kritikan yang membangun sehingga penulis termotivasi untuk menuangkan ide dalam penulisan skripsi ini.

2. P. Banyu Dewa HS.,S.Ag.,M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu penuh perhatian dan setia dalam mendampingi penulis dari awal studi sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji III yang mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,

M.Ed., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di kampus IPPAK ini dan terima kasih karena memberikan kepercayaan kepada penulis sehingga penulis mampu mengembangkan ilmu yang didapat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

xi

5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. P. Benedictus E. Untu MSC, selaku Provinsial MSC Indonesia yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

8. P. Yance Mangkey MSC, mantan provinsial MSC yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu di Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Para bruder yunior (Br. Fendy MSC, Br. Big MSC, Br. Rinto MSC dan Br. Iben MSC) yang dengan penuh kerendahan hati dan selalu siap sedia diminta bantuan terutama bantuannya dalam merefleksikan kehidupnnya sebagai bruder MSC.

10. Konfrater di Komunitas Studi Palagan Yogyakarta yang menjadi teman sekomunitas dalam studi dan hidup sehari-hari.

11. Konfrater dan Postulan di Purworejo yang mendukung dalam setiap kegiatan. 12. Teman-teman angkatan 2008 yang telah berjuang bersama-sama dari awal

sampai selesai studi.

13. Kedua Orang tua dan keluarga yang dengan penuh cinta memperhatikan dan mendoakan sampai penulis menyelesaikan studi.


(12)

xii


(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR SINGKATAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penulisan ... 7

D.Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II DINAMIKA MASA YUNIORAT ... 10

A.PEMBINAAN ... 10

1. Pengertian Pembinaan ... 10

2. Tujuan Pembinaan ... 11

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC ... 13

1. Postulat ... 13

2. Pranovisiat ... 14

3. Novisiat ... 15


(14)

xiv

5. Kaul Kekal ... 18

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC ... 19

1. Hidup Kemanusiaan ... 20

2. Hidup Afektif ... 21

3. Hidup Religius ... 22

4. Hidup Komunitas ... 22

5. Hidup Membiara ... 23

D.Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 26

1. Budaya ... 26

2. Hidup dalam Zaman Modern ... 27

3. Keluarga ... 28

4. Pribadi ... 29

E. Pergulatan dalam Pembinaan YuniorBruder MSC ... 30

1. Program Pembinaan Belum Efektif ... 30

2. Kurangnya Tenaga Pembina ... 32

3. Pengintegrasian Antara Pembinaan dan Karya ... 33

F. Upaya Mengatasi Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 34

1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner ... 34

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal ... 35

3. Pembinaan Pendampingan Personal ... 35

4. Pembinaan Dialog Partisipatif ... 36

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif ... 37

BAB III SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC ... 38

A.Tarekat Hati Kudus Yesus ... 38

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus ... 38

2. Sejarah Berdirinya Tarekat MSC... 41

3. Makna Nama MSC ... 42

B.Spiritualitas Hati Kudus Yesus ... 44

1. Pengertian Hati ... 44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

xv

a. Hati dalam Kitab Suci ... 44

b. Hati Kudus Yesus ... 46

2. Pengertian Spiritualitas ... 47

a. Spiritualitas Hati dalam Kitab Suci ... 49

b. Spiritualitas Hati Menurut MSC ... 50

3. Spiritualitas Tarekat MSC Menurut Konstitusi ... 52

a. Hidup Doa ... 52

b. Hidup akan Penghayatan Kaul-kaul ... 54

1) Kaul Ketaatan ... 54

2) Kaul Kemiskinan ... 56

3) Kaul Kemurnian ... 58

c. Hidup Komunitas ... 59

d. Karya Kerasulan ... 60

e. Kepemimpinan ... 61

f. Harta Benda ... 62

g. Pembinaan ... 64

4. Spiritualitas Hati dalam Hidup MSC ... 64

C.Spiritualitas Hati dalam Panggilan Hidup Bruder MSC ... 67

1. Hidup Religius ... 67

2. Hidup Kenabian ... 68

3. Hidup Mistikus ... 69

BAB IV PENGHAYATAN SPIRITUALITAS DALAM PEMBINAAN YUNIORAT BRUDER MSC ... 71

A.Latar Belakang Pengamatan ... 71

B.Tujuan pengamatan ... 72

C.Jenis Pengamatan ... 73

D.Responden pengamatan ... 73

E. Waktu, Tempat dan Pelaksanaan Pengamatan ... 73

F. Pertanyaan Refleksi ... 74


(16)

xvi

H.Pembahasan Refleksi ... 84

I. Harapan-harapan ... 87

BAB V PENUTUP ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B.Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 96

Pertanyaan Refleksi untuk Para Bruder Yunior ... (1)

Hasil Refleksi Bruder Yunior, MSC ... (2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci Mat : Matius Mrk : Markus

Luk : Lukas

Yoh : Yohanes

Kis : Kisah Para Rasul

Rom : Roma

1 kor : 1 Korintus Ef : Efesus Fil : Filipi Ibr : Ibrani Yeh : Yehezkiel

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), 25 Januari 1983. ET : Evangelica Testificatio, Petujuk Tentang Pembaharuan Hidup Religius, 29 Juni 1971.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti Bagi Para Religius, 25 maret 1996.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1965


(18)

xviii

Tentang Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman Sekarang, 25 Maret 1992.

PC : Perfectae Caritatis, DekritKonsili Vatikan II tentang

Pembaharuan Dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965. LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

C. Singkatan Lain

MSC : Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (Misionaris Hati Kudus Yesus)

SJ : Societas Jesu (Serikat Yesus) Bdk : Bandingkan

Kons. : Konstitusi Art. : Artikel

No : Nomor

PPLR : Pedoman Pedoman Pembinaan Dalam Lembaga-lembaga Religius Hp : Handphone


(19)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pembinaan merupakan suatu keharusan dalam setiap tarekat untuk membentuk calon religius. Pembinaan dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai atau semangat Kristiani dari Gereja maupun tarekat. Namun bukan hanya menghayati semangat Kristiani yang harus didalami tetapi juga semangat dalam pengabdian dan pelayanan kepada sesama yang harus diajarkan. Pembinaan awal terutama masa yuniorat adalah awal seorang religius memahami dan mampu melaksanakan dalam karyanya.

Hidup religius adalah hidup yang dikhususkan dan disucikan untuk Allah. Semuanya dipersembahkan hanya untuk kemuliaan Allah. Konstitusi Konsili Vatikan II (1993 : 258) dalam dekrit PC, artikel 2 e, berbunyi :

“Tujuan hidup religius pertama-tama supaya para anggotanya mengikuti Kristus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran nesehat-nasehat Injili. Maka perlu dipertimbangkan dengan serius bahwa penyesuaian-penyesuaian yang sebaik mungkin dengan kebutuhan-kebutuhan zaman kitapun tidak akan memperbuahkan hasil bila tidak dijiwai oleh pembaharuan rohani. Hendaknya pembaharuan rohani itu dalam pengembangan karya-karya di luar pun selalu diutamakan.”

Dalam hal ini manusia mendapat panggilan dari Allah untuk mampu mengikuti kehendak-Nya. Manusia menjawab panggilan Allah dengan memulai hidup dalam biara. Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup yang tetap, untuk mampu mengikuti kehendak Allah dan melaksanakan kehendak-Nya. Hidup membiara juga bertujuan untuk mencapai kesempurnaan. Untuk mencapai kesempurnaan maka perlulah adanya dukungan. Dukungan yang paling utama


(20)

2

datang dari Allah sendiri. Dukungan dari Allah harus dibalas dengan mencintai-Nya dengan sepenuh hati.

Menurut Jacob (1980 : 32), hidup membiara yang konkrit adalah ungkapan dan pernyataan semangat Injil dan sekaligus tanggapan konkrit terhadap situasi dan kebutuhan zaman. Sikap dasar adalah sikap Injil sendiri, tetapi sikap dasar itu dikonkritkan dalam cara atau bentuk kehidupan yang sungguh sesuai dengan kebutuhan zaman. Kebutuhan dan situasi zaman itu berganti-ganti terus-menerus. Maka terus-menerus dibutuhkan penyesuaian dan pembaharuan hidup membiara.

Dalam hidup membiara setiap ordo/tarekat mempunyai spiritualitas yang dijiwai dalam menjalankan misi perutusannya. Maka setiap anggota tarekat pun harus menjiwai spiritualitas tarekatnya. Spiritualitas tarekat perlu menjadi dasar untuk menyemangati anggotanya dalam menjalankan tugas perutusannya.

Semangat yang menjiwai tarekat MSC dalam menjalankan tugas perutusannya terdapat dalam konstitusi dan statuta MSC tahun 2000, bab 2 artikel 6, yang berbunyi: bersama Bapa Pendiri, kita merenungkan Yesus Kristus, yang bersatu dengan Bapa-Nya dalam ikatan cinta kasih dan kepercayaan. Dipenuhi oleh Roh Kudus, Yesus mengucap syukur kepada Bapa-Nya sebab Ia telah menyatakan diri-Nya kepada orang-orang kecil karena Dia adalah hamba-Nya yang amat melibatkan diri dengan kaum miskin dan berdosa. Dengan kata-kata Pater Chevalier “Ia bahagia kalau Ia dapat mencurahkan kelembutan hati-Nya kepada kaum kecil dan miskin kepada mereka yang menderita dan berdosa kepada umat manusia dalam segala macam kesengsaraan-Nya. Bila melihat kemalangan apapun Hati-Nya tergerak oleh belaskasih.


(21)

Semangat Bapa pendiri ini yang menjiwai setiap anggota MSC dalam menjalankan tugas perutusannya. Warisan ini terus dikembangkan sampai dengan zaman sekarang ini. Maka kiranya semangat ini juga harus diwarisi oleh para anggota MSC khusunya mereka yang masih dalam pembinaan. Di tengah zaman yang terus berubah ini kiranya semangat atau spiritualitas tarekat perlu disesuaikan juga dengan situasi, agar pembinaan sekarang dan dulu tetap sama dalam penghayatan spiritualitasnya sehingga tidak ada perbedaan pandangan tentang spiritualitas tarekat dan nilai yang diperjuangkan sama.

Spiritualitas hati bukanlah hanya milik satu tarekat saja, tetapi spiritualitas hati telah berkembang sejak abad ke dua puluh. Kapitel umum MSC tahun 1999 menyatakan bahwa anugerah berharga yang dapat disumbangkan tarekat kepada Gereja dan masyarakat dalam milenium baru ialah kesaksiannya tentang spiritualitas hati. Berbicara mengenai spiritualitas hati karena spiritualitas hati itu bergerak dari dalam yaitu dari dalam “Hati” yakni dari inti kepribadian Allah, Kristus, sesama dan dunia dan diri kita sendiri.

Tarekat MSC merupakan tarekat religius yang diharapkan ambil bagian dalam menyebarkan cinta Allah kepada manusia lewat spiritualitas hati-Nya. Kapitel umum tarekat MSC pada bulan Mei 1972 mengeluarkan surat umum kepada setiap anggota tarekat untuk memahami misinya bukan untuk menyebarkan devosi kepada Hati Kudus melainkan spiritualitas hati. Surat tersebut mencatat bahwa kata “Hati” harus dimengerti dalam arti biblis sebagai Hati Allah, Hati Kristus dan Hati manusia.


(22)

4

Untuk mampu menyebarkan spiritualitas hati diperlukan orang-orang yang sungguh-sungguh mempunyai hati yang peduli, berbela rasa dan prihatin terhadap perkembangan zaman. Hal ini bisa diperoleh lewat ikatan yang mesra dengan Allah. Dengan kata lain bahwa seseorang itu harus mampu mencintai Allah dengan hati yang tulus dan terbuka. Untuk mencapai tahap ini dibutuhkan proses yang terus menerus yang diawali dengan pembinaan awal. Pembinaan awal dimaksudkan agar orang itu mampu untuk mengerti, memahami dan melaksanakan dalam kehidupanya sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Dalam pembinaan ini diharapkan spiritualitas hati yang menjadi dasar dalam perutusanya kelak mulai disadari dan dirasakan akan kehadiran-Nya dalam diri. Perlu adanya refleksi terus-menerus untuk menghadirkan hati yang mempunyai semangat berkorban seperti yang telah Yesus wariskan kepada manusia bahwa Ia rela berkorban demi cinta-Nya pada manusia. Yesus telah membuktikan cinta-Nya yang besar kepada Bapa dan manusia dengan taat menerima kematian-Nya di kayu salib untuk keselamatan umat manusia “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa menurut kekayaan kasih-Nya yang dilimpahkan kepada kita” (bdk. Ef 1:7-8).

Pater Jules Chevalier dalam mendirikan tarekat MSC berusaha untuk mewujudkan visi dan misi Gereja universal dalam mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini dengan menyebarkan spiritualitas hati yang nampak dalam semboyan

tarekat MSC “Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum” (dikasihilah

Hati Kudus Yesus di seluruh dunia). Spiriualitas hati menjadi sumber untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang dalam menyembuhkan penyakit-penyakit zaman seperti acuh tak acuh dalam diri manusia.

Segala macam pemahaman mengenai spiritualitas hati kiranya harus mendapat porsi yang cukup dalam pembinaan awal tarekat. Karena spiritualitas hati menjadi dasar dan motivasi dalam menjalani hidup dan karya. Memang pemahaman tidak cukup harus diimbangi dengan penerapan tetapi sebagai pintu masuk hal ini harus diterapkan. Seorang yang dalam pembinaan dalam hal ini pembinaan yuniorat masih diperlukan masukan-masukan dan pengertian yang jelas akan semangat tarekat sehingga dalam pelaksanaan kedua hal tersebut pengertian dan pemahaman menjadi padu. Para MSC termasuk yunior harus mendapat pembinaan yang perlu, baik manusiawi maupun rohani yang terpadu untuk perkembangan pribadi dan orang lain (bdk. Kosn. 2000 : no. 73).

Sebagai seorang bruder MSC yang pernah menjalani pembinaan yuniorat merasakan betapa pentinya pemahamaan akan spiritualitas hati diberikan sejak awal sehingga dalam karyanya nanti mampu mengintegralkan niai-nilai spiritualitas hati dengan karyanya di tengah umat dan masyarakat. Spiritualitas hati menjadi motor penggerak dalam berkarya, karena hal ini yang membedakan dengan karya-karya lain artinya ada semangat di belakang dalam karya. Dalam berkarya tidak hanya sekedar yang terpenting umat senang tetapi semangat yang diusung yaitu spiritualitas hati harus masuk juga dalam karya sehingga umat mampu mengikuti keteladanan yang diberikan dan terutama membawa mereka kepada jalan keselamatan.


(24)

6

Di tengah dunia ini yang semakin banyak masalahnya berimbas juga kepada pembinaan. Pembinaan yang mengikuti perkembangan zaman dan mampu mewujudnyatakan program-program pembinaan dengan mengikuti perkembangan zaman akan semakin mudah untuk memahami permasalahan dan mampu menciptakan program yang bermutu dan berguna bukan hanya untuk para peserta bina namun untuk umat pada umumnya. Umat merindukan sosok atau figur yang mampu membantu membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam hal ini perlu dihasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas yang mampu hadir dan memahami umat bukan membebankan umat.

Spiritualitas hati adalah salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah. Dengan spiritualitas hati orang akan melihat hati yaitu hati Kristus yang lambung-Nya ditikam di atas kayu salib mengeluarkan darah dan air (bdk. Yoh 19:34,37). Darah dan air merupakan lambang Yesus memberikan cinta yang besar kepada manusia. Ia menganugerahkan Roh-Nya kepada kita, mencurahkan cinta kasih-Nya kepada kita (bdk. Kons. No. 9).

Menyadari akan pentingnya spiritualitas hati bagi pembinaan MSC muda, penulis mengharapkan para MSC muda khususnya para bruder untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas hati yang menjadi inspirasi dalam hidup sebagai MSC dan menjadi motor pengerak dalam karyanya nanti sehingga hal inilah yang membuat penulis merasa tergerak hati untuk menulis tentang “PEMBINAAN MASA YUNIOR BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS”


(25)

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang masalah yang ada maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC ?

2. Bagaimana spiritualitas hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC

khususnya para yunior bruder MSC ?

3. Bagaimana spiritualitas hati diterapkan dalam pembinaan pada yunior bruder MSC ?

C. TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan :

1. Untuk memaparkan pembinaan yang dilakukan dalam tarekat MSC.

2. Untuk mendeskripsikan penghayatan spiritualitas hati yang dilakukan oleh

para MSC khususnya yunior bruder MSC.

3. Untuk menemukan hubungan penghayatan spiritualitas hati dengan

pembinaan para yunior bruder MSC.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Membantu para pembina untuk menemukan pembinaan yunior bruder MSC

sesuai dengan spiritualitas tarekat.

2. Membantu para konfrater MSC khususnya para bruder MSC untuk semakin


(26)

8

3. Membantu para pembina khususnya yunior untuk menerapkan pembinaan

yang berpusat pada spiritualitas tarekat.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis dengan studi kepustakaan. Dengan kata lain penulis mengumpulkan, mengolah dan menganalisis tema-tema, tulisan atau teori-teori yang relevan. Penulis juga mengadakan wawancara dengan para yunior bruder.

F. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan ini adalah :

Bab I : berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : berisi tentang dinamika masa yuniorat yang meliputi pembinaan,

tahap-tahap pembinaan para bruder dalam tarekat MSC, pembinaan yuniorat bruder MSC, tantangan-tantangan dalam pembinaan, pergulatan dalam pembinaan yunior dan upaya mengatasi tantangan-tantangan dalam pembinaan.

Bab III : berisi tentang spiritualitas Hati Kudus Yesus yang meliputi pendiri tarekat MSC, sejarah berdirinya tarekat MSC, makna nama MSC, spiritualitas hati kudus Yesus, pengertian hati, pengertian spiritualitas tarekat MSC, spiritualitas MSC menurut konstitusi, spiritualitas hati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

dalam hidup MSC dan spiritualitas hati dalam panggilan dan hidup bruder MSC.

Bab IV : berisi penghayatan spiritualitas dalam pembinaan masa yuniorat

bruder MSC yang meliputi latar belakang pengamatan, tujuan pengamatan, jenis pengamatan, responden pengamatan, waktu, tempat dan pelaksanaan pengamatan, pertanyaan refleksi, hasil refleksi, pembahasan refleksi, harapan-harapan.


(28)

BAB II

DINAMIKA MASA YUNIORAT

A. PEMBINAAN

1. Pengertian Pembinaan

Menurut Mangunhardjana (1986 : 11-12) pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata Inggris training, yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan. Sejauh berhubungan dengan pengembangan manusia, pembinaan merupakan bagian dari pendidikan. Namun karena tekanan pengembangan dalam pembinaan berbeda dari pengembangan dalam pendidikan, pembinaan dibedakan dari pendidikan. Sebagaimana dipraktekan dewasa ini, pembinaan menekankan pengembangan manusia dari segi praktis : pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Sedang pendidikan menekankan pengembangan manusia dari segi teoritis : pengembangan pengetahuan dan ilmu.

Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekan. Tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam pembinaan orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, attitude dan kecakapan, skill.

Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki, delearning, berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat hidup dan kerja dan mempelajari, learning, pengetahuan dan praktek


(29)

baru yang meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya.

Kalau dirumuskan dalam bentuk definisi pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja, yang sedang dijalani, secara lebih efektif.

2. Tujuan Pembinaan

Setiap tarekat mempunyai tujuan dalam pembinaan anggotanya sehingga setiap anggota mengetahui untuk apa dia dibina. Setiap tujuan pasti ada maksud yang akan dicapai, sehingga maksud pembinaannya tidak sia-sia. Dalam Tarekat MSC tujuan pembinaan sesuai dengan Konstitusi Tarekat MSC art. 73 berbunyi :

“Para Misionaris Hati Kudus akan mendapat pembinaan apa saja yang perlu demi suatu pertumbuhan manusiawi dan kristiani yang terpadu, baik demi perkembangan mereka pribadi, maupun demi kebaikan orang lain. Pembinaan tersebut hendaknya membantu mereka khususnya untuk memperdalam pembaktian diri mereka dengan segenap hati, memperkuat rasa keterlibatan dalam kelompok mereka, dan mendapat suatu persiapan yang memadai bagi hidup kerasulan mereka”.

Berdasarkan Konstitusi Tarekat MSC art. 73 dapat disimpulkan bahwa pembinaan dalam tarekat MSC terbagi dalam tiga dimensi yaitu pertama dimensi manusiawi dan kristiani terpadu, kedua dimensi perkembangan pribadi dan demi kebaikan orang lain dan ketiga dimensi pembaktian religius yang meliputi kaul-kaul, komunitas rasuli. Ketiga dimensi ini saling berkaitan dan mendukung dalam


(30)

12

upaya untuk menghasilkan pembinaan yang efektif dan terarah. Ketiga dimensi ini dilengkapi dengan pembinaan rohani dan laku tapa serta mempelajari sejarah tarekat beserta konstitusi dan statuta tarekat agar mampu bekerja dan bertanggungjawab dalam karya (kons. 74).

Sedangkan dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga religius (1992:10), artikel 1 tujuan pembinaan adalah :

“Pembinaan para calon yang langsung bertujuan untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan secara harmoni unsur-unsur rohani, apostolik, doktrinal dan praktis.”

Penegasan tentang tujuan utama pembinaan dikatakan dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga religius (1992:14), artikel 6, berbunyi :

“Adapun tujuan utama pembinaan ialah memungkinkan para calon hidup religius dan angota-anggota muda yang sudah berprofesi, pertama-tama menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan memperdalam apa yang merupakan jatidiri religius. Hanya dalam keadaan seperti itulah orang yang dipersembahkan kepada Allah dapat terjun ke dalam dunia sebagai saksi yang berarti, berdayaguna lagi setia. Oleh karena itu, tepatlah mengingatkan, pada awal dokumen tentang pembinaan, apa yang ditujukan oleh rahmat hidup bakti religius kepada Gereja.”

Dalam hal ini nampak jelas bahwa pembinaan itu menyeluruh dalam setiap dimensi hidup manusia yang berupaya membangun manusia menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, bertangungjawab.


(31)

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC 1. Postulat

Kata postulat berasal dari bahasa latin “postulare” yang berarti “mengajukan permohonan”. Mengajukan permohonan dapat dimengerti sebagai permohonan awal masuk dalam biara dan mengajukan permohonan untuk dibina dalam hidup membiara.

Masa pembinaan postulan bruder MSC merupakan suatu masa peralihan dari cara hidup dalam keluarga ke cara hidup dalam biara khususnya memperkenalkan tarekat MSC. Tahap peralihan ini dapat dilihat sebagai tahap peralihan dari hidup di luar masuk ke dalam hidup membiara. Dalam tahap ini calon perlu ditolong dalam upaya untuk memurnikan motivasi untuk menjadi seorang Biarawan. Motivasi si calon sangat memegang peranan untuk pembinaan selanjutnya. Motivasi seseorang untuk memasuki hidup membiara bermacam-macam : ada motivasi tidak sadar, motivasi pribadi yang sadar dan motivasi adikodrati (Agudo, 1989:55). Motivasi tidak sadar disebabkan karena pengalaman yang dialami seseorang karena latar belakang keluarga, lingkungan dan juga

pengalaman intelektual dan spiritual semua dapat dipakai untuk menjalani

panggilan. Namun sulit menegaskan apakah panggilan ini asli atau buatan sendiri saja. Kebutuhan akan rasa aman begitu kuat sehingga kebutuhan ini dijadikan sebagai panggilan. Motivasi tidak sadar ini mempunyai akar pada kebutuhan yang tidak diakui sedih karena kehilangan orang tercinta, perasaan kurang aman, rasa salah, takut akan hukuman Tuhan, cemas untuk menghadapi kenyataan hidup, takut akan beban dalam hidup berkeluarga. Motivasi pribadi yang sadar adalah


(32)

14

motivasi yang dimiliki si calon karena adanya perkembangan yang matang dari faktor intelektual dan emosional. Motivasi adikodrati adalah motivasi yang dimiliki oleh si calon karena kematangan hidup rohani. Si calon mampu mengembangakan hidup doa dan hubungan pribadinya dengan Tuhan serta mempunyai keinginan untuk melakukan kehendak Tuhan dalam seluruh peristiwa hidupnya. Sedangkan menurut Harjawiyata (1979:16) mengatakan mengenai motivasi ada motivasi utama, ada motivasi samping, ada motivasi baik dan ada motivasi yang tidak dapat dipuji. Perlu disadari juga bahwa setelah menyelesaikan masa pembinaan ini motivasi si calon belum benar-benar murni. Oleh karena itu dalam pembinaan postulat ini motivasi si calon mulai perlu disadarkan dan mulai dimurnikan. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan bahwa tiada seorangpun bisa diterima tanpa persiapan yang memadai.

2. Pranovisiat

Maksud pranovisiat menurut Konstitusi Tarekat MSC art. 80 dikatakan bahwa maksud pranovisiat adalah untuk membantu para calon dalam menentukan suatu pilihan yang bebas dan masak diantara pelbagai status hidup kristiani yang berbeda-beda, dan untuk memungkinkan komunitas menilai motivasi dan kerelaan si calon untuk hidup religius.

Maka calon bruder MSC adalah suatu masa orientasi dan perkenalan diri timbal balik antara calon dan tarekat. Calon perlu mengenal makna hidup bakti pada umumnya dan hidup bakti tarekat MSC pada khusunya, yaitu sejarah, semangat, kharisma dan spiritualitas. Tarekat perlu mengenal calon , yaitu pribadi


(33)

dan latar belakangnya (keluarga dan kebudayaan), sifat dan watak, motivasi dan kemampuannya. Adapun tujuan dari pembinaan pranovis ini adalah agar si calon bertumbuh dan berkembang sehingga makin matang dan utuh, agar calon menjadi pribadi yang makin matang dalam iman dan hidup kerohaniannya, agar calon memiliki landasan yang kokoh dalam mengambil keputusan secara bebas tentang hidup dan panggilannya.

3. Novisiat

Novisiat adalah masa yang istimewa untuk mulai masuk dalam kehidupan membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Dalam pembinaan ini dimulailah hidup religius yang sesungguhnya. Mereka yang menjalani tahap ini di sebut “Novis”. Kata “Novis” berasal dari kata Latin “Novicius” yang berarti : orang baru. Tahap ini mutlak perlu. Seseorang yang mau menjalani hidup membiara harus menjalani masa ini. Biara tempat mereka disebut “Novisiat”. Menurut Heuken (1993:221) selama masa novisiat diharapkan. Para novis tumbuh dalam iman dan cinta kasih akan Tuhan dan sesama manusia, mempelajari dan mulai mengamalkan cita-cita kongregasi yang bersangkutan serta membiasakan diri menjalankan hidup menurut nasehat injil sesuai peraturan yang berlaku dalam Novisiat.

Masa novisiat menurut ketentuan gereja sekurang-kurangnya 1 tahun, tetapi terbuka kemungkinan untuk menambah menjadi 2 tahun. Tahun pertama disebut dengan masa kanonik. Dalam tahun ini para novis diajak untuk mendalami tentang kongregasinya apakah cita-citanya sesuai dengan cita-cita kongregasi


(34)

16

(KHK, kanon, 646). Dengan demikian tekanan terletak pada pembentukan hidup religius melalui pendalaman konstitusi dan pendalaman hidup rohani. Sedangkan tahun kedua para novis diajak menghayati cita-cita kongregasi dalam hidup dan karyanya yang kongkrit. Namun ada kongregasi yang hanya menjalankan masa novisiat selama 1 tahun. Untuk tarekat MSC masa novisiat berlaku selama 1 tahun. Sedikit demi sedikit para novis harus belajar melepaskan segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Allah artinya mereka harus belajar untuk melakuan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kerajaan Allah. Mereka harus mempraktekan kerendahan hati, ketaatan, kemiskinan, doa dan persatuan tetap dengan Allah.

Novisiat adalah suatu komunitas bina, sebagai masa pembinaan sebagai calon anggota MSC yang telah menyelesaikan masa pembinaan pranovisiat dan mempersiapkan diri untuk profesi pertama.

Menurut Konstitusi Tarekat MSC no. 86, maksud utama novisiat adalah Agar menjadi masa inisiasi ke dalam kehidupan, semangat dan tugas perutusan tarekat. Inisiasi ini harus memampukan si novis untuk bertumbuh dalam kedewasaan, mengembangkan suatu kehidupan berdoa yang sungguh, mendalami panggilannya sebagai seorang religius dan memperoleh suatu kepastian tentang kemampuannya untuk menjalani hidup bakti dalam komunitas sebagai seorang Misionaris Hati Kudus. Sedangkan dalam pedoman-pedoman pembinaan dalam lembaga-lembaga religius (1992:43) artikel 45 berbunyi : hidup dalam lembaga dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khusunya yang khas dari lembaga yang bersangkutan, mengalami


(35)

cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, dan agar terbuktikan niat serta kecakapan mereka.

Selama masa novisiat, para novis akan dibantu dalam menghidupi semangat dan perutusan tarekat selama pengalaman hidup berkomunitas dan terlibat dalam karya kerasulan yang wajar sesuai dengan peraturan-peraturan Gereja dan tarekat. Mereka dibantu dalam hidup doa, studi dan bimbingan pribadi agar mereka semakin mendalami kasih Allah dalam Hati Yesus, bertumbuh dan berkembang dalam persaudaraan dengan Yesus serta mengembangkan rasa keterlibatan dalam hidup berkomunitas, semakin membiasakan diri dengan hidup, sejarah dan semangat bapa pendiri tarekat dan semangat mantap menjadi anggota MSC, mengenal anggota-anggota dan karya-karya MSC.

4. Yuniorat Bruder

Yuniorat bruder adalah masa pembinaan selama tiga tahun sesudah profesi

pertama yang dijalankan dalam komunitas bina bruder-bruder dan komunitas

basis hidup bakti. Yang menjalankan masa yuniorat adalah para bruder yang

sudah mengucapkan profesi pertama.

Hidup di komunitas yuniorat berbeda dengan dengan hidup di novisiat. Maka para yunior yang baru saja meninggalkan novisiat harus menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, walaupun masih dalam pembinaan. Keadaan baru ini menyangkut hidup bersama dan kerja. Maka para yunior perlu ditolong untuk merefleksikan, mengolah dan mengatasi tantangan-tantangan yang mereka hadapi, dan juga mereka harus memperdalam pengetahuan-pengetahuan hidup rohaninya.


(36)

18

Adapun tujuan dari pembinaan yuniorat bruder MSC adalah agar para bruder yunior mendalami semangat serta cara hidup dalam komunitas basis hidup

bakti dengan memberikan kesaksian hidup sebagai bruder MSC. Para bruder

yunior diharapkan mengembangkan keterlibatannya pada perutusan Gereja

partikular dan Gereja setempat. Para bruder yunior diharapkan

mengaktualisasikan kemampuan dan mengembangkan karisma-karisma pribadi. Sehubungan dengan masa yuniorat, Mardi Prasetya (1992:298) mengatakan masa yuniorat adalah kelanjutan dari eksperimen dan pendalaman semangat serta cara hidup tarekat sampai calon betul-betul mempunyai sikap mencintai tarekat secara mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai cukup alasan untuk menerimanya secara definitif sebagai anggota tarekat dalam profesi kekal.

Pembinaan para bruder yunior harus memiliki daya dan kekuatan di dalam diri mereka sendiri yang memberi mereka daya untuk berkembang. Maka para bruder yunior jangan hanya dilihat sebagai objek pembinaan semata. Di dalam diri mereka sudah tertanam benih hidup religius yang sudah cukup berkembang karena sudah melalui tahap novisiat. Maka pembina harus menaruh kepercayaan akan kekuatan-kekuatan yang terpendam di dalam diri para yunior.

5. Kaul Kekal

Pengikraran kaul kekal dilaksanakan setelah melewati masa-masa dalam pembinaan atau melewati masa yuniorat. Pengikraran kaul kekal dilaksankan setelah dilihat si calon layak untuk diterima.


(37)

Pengikraran kaul kekal sering disebut sebagai akhir masa pembinaan. Ia sudah menamatkan masa-masa pembinaannya. Ia dianggap sudah dewasa dan mampu mengolah hidup rohaninya. Dalam arti tertentu bisa juga dibenarkan tetapi sebernarnya pengikraran kaul kekal adalah suatu lembaran baru sebagai seorang religius. Ia masih memerlukan pembentukan. Hal ini makin disadari dengan berbagai masalah dunia. Ia harus berhadapan dengan suasana baru di tengah-tengah masyarakat dengan pelbagai tantangan-tantangan. J. Darminta (1983:80) mengatakan bahwa, seseorang yang akan mengucapkan kaul kekal dapat dipastikan memang sudah menerima bahwa ketiga nasihat injil itu sungguh merupakan nilai yang tak dapat ditawar lagi bagi hidupnya..dia mampu secara realistis menghayatinya menurut kondisi manusiawinya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dengan penghayatan ketiga nasihat Injil ini tantangan ke depan semakin banyak, sehingga masih dibutuhkan pembinaan yang berkelanjutan.

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC

Pembinaan yuniorat bruder adalah masa kelanjutan pembinaan setelah novisiat. Dalam pembinaan lanjutan ini para bruder dipersiapkan dirinya untuk persiapan kaul kekal dengan meneruskan, memperdalam dan mengembangkan penghargaan dan pertumbuhan dalam pembinaan kemanusiaan, rohani, intelektual, hidup bersama, apostolat dan hidup MSC demi tugas perutusan. Untuk pembinaan lebih efektif maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :


(38)

20

1. Hidup Kemanusiaan

Menurut J. Darminta (2008 : 33-34) kematangan atau kedewasaan manusiawi berarti orang tahu melaksanakan tanggungjawabnya dengan kompetensi, kebijaksanaan dan keteguhan. Seorang dewasa mampu menilai manusia yang lain, peristiwanya tanpa keraguan dan banyak prasangka serta mampu mengambil keputusan bijaksana. Tanda kebijaksanaan orang mampu mengambil keputusan dengan tidak emosional tanpa memikirkan kesukaran-kesukaran yang mungkin muncul belakangan. Dengan demikian orang dewasa mampu memutuskan sendiri permasalahan yang dihadapi dan mampu melaksanakan keputusan itu.

Belajar dari pengalaman tentang kehidupan adalah modal orang untuk mampu bertahan akan tantangan yang dihadapi. Maka kedewasaan diharapkan memiliki pendidikan yang integral sehingga pencapaiannya harus melalui proses tahap demi tahap. Kedewasaan seseorang tidak langsung jadi tapi harus melalui perjalanan umurnya, perkembangan dan pengalaman hidup. Kedewasaan akan membuat orang untuk berani menghadapi dan mengambil segala tanggungjawab atas tindakan dan perbuatan. Jadi dia bertindak bukan hanya ikut arus saja tetapi karena ada sesuatu yang diperjuangkan dalam hidup. Orang yang memiliki kedewasaan batin akan membuahkan kemerdekaan batin yang merupakan tujuan dari seluruh perjalanan hidup. Dia mengambil keputusan karena diterangi oleh akal dan iman. Dia mampu menggunakan kemerdekaan untuk hal-hal baik terutama untuk mengabdi sesama.


(39)

2. Hidup Afektif

Menurut J. Darminta (2008 : 28-29) hidup afektif adalah suasana hati beserta kecenderungan untuk menanggapi diri, hidup keadaan dan peristiwa-peristiwa hidup. Landasan dinamika hidup afektif ialah kerinduan manusia. Tetapi landasan hidup manusia ini dapat dibelokan oleh kuasa jahat dan kodrat manusia karena dosa. Hidup afektif akan menimbulkan perasaan-perasaan manusia yaitu menerima atau menolak terhadap apa yang dihadapi. Manusia akan menerima jika membawa keuntungan bagi dirinya dan menolak jika merugikan dirinya. Ini merupakan sifat alamiah manusia.

Perasaaan afektif akan memunculkan berbagai keutamaan seperti rasa kagum, syukur, simpati, belaskasih ataupun rasa marah, takut, tak pantas, gentar. Namun semua perasaan itu akan membawa manusia pada pengalaman hidup dan memperkembangan kepribadian dan merupakan sumber kekuatan. Hidup afektif merupakan tempat orang membangun hubungan dengan Allah dan sesama. Hidup afektif yang matang ialah hidup yang selalu terarah kepada kebaikan ilahi . Dalam hidup afektif orang akan teruji kelekatan dan keterpautan kepada Allah demi Allah dan sesama.

Dalam hal hidup afektif orang perlu mengatur dan mengolah hidup afektifnya, baik dalam relasi dengan sesama dalam persahabatan maupun dalam permusuhan. Kematangan afektif akan nampak dalam kemampuan untuk mencintai yang harus dicintai dengan benar atau bagaimana mencintai menurut keadaan atau kebutuhan.


(40)

22

3. Hidup Religius

Hidup religius pada pokoknya ialah hidup yang mengikatkan diri secara ekskusif kepada Allah. Dimensi ini secara konkrit dihayati dengan cara praksis berdoa. Doa sendiri sebagai sarana pemupukan batin (ET no.45). Lebih dalam lagi berdoa merupakan ungkapan kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah . Praksis berdoa didasarkan oleh kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah (ET no.42). Berdoa merupakan kegiatan orang Allah yang merasakan betapa dirinya sendiri miskin dan tak mampu dari dirinya sendiri berhadapan dengan Allah (ET. No. 43). Berdoa merupakan keberanian untuk percaya dan beriman. Doa berarti mau membangun hidup beriman, hidup menyerahkan diri dengan penuh kepercayaan karena merasakan dan menemukan bahwa Allah kuasa dan sedemikian mencintai sehingga menjadikan kita baik dan utuh (Mrk 7 :37). Maka berdoa merupakan praksis penghayatan hidup religius yang selalu mau terbuka kepada kehendak Allah . Maka dari itu praksis berdoa seperti perayaan Ekaristi, doa harian, doa pribadi maupun doa bersama yang sudah menjadi praksis berdoa dalam hidup religius perlu diperhatikan. Hanya ada satu keselamatan hanya ada satu doa. Selamat berarti semakin bebas dari rasa takut karena semakin mampu hidup dalam kepercayaan .

4. Hidup Komunitas

Pada zaman sekarang sangat terasa kebutuhan diantara kaum religius suatu komunitas persaudaraan yang sungguh-sungguh, terlebih dengan dibentuknya komunitas-komunitas kecil (ET.no. 37). Hidup bersama ini dipusatkan pada


(41)

Kristus. Pembinaan itu sebagian besar tergantung pada mutu komunitas. Komunitas didirikan dan bertahan bukan karena para anggotanya menemukan bahwa mereka berbahagia bersama-sama berkat persamaan pikiran, watak atau sikap, melaikan karena Tuhan telah menghimpun dan mempersatukan mereka oleh pembaktian bersama dan demi tugas perutusan bersama di dalam Gereja.” (PPLR 26).

Pada masa sekarang komunitas semakin berusaha untuk meningkatkan cara hidupnya sehingga bisa menjadi komunitas yang semakin cinta akan persaudaraan. Komunitas yang dibangun dalam relasi persaudaraan yang erat akan membuat komunitas itu menjadi hidup dan memiliki semangat kerendahan hati. Dalam komunitas orang belajar saling menerima apa adanya dengan sifat positif dan negatif, perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan masing-masing. Tiap anggota ditantang untuk memberikan yang terbaik yang ada padanya (bdk. 1 Kor 12 : 7).

Proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beriman anggota komunitas tergantung juga pada mutu hidup komunitas. Mutu hidup komunitas pada umumnya merupakan buah dari iklim dan gaya hidup anggotanya. Hal ini bisa dilihat dari semangat persaudaraan, saling menerima, saling pengertian, saling mendukung dan juga dilihat dari cara menghayati hidup kaulnya.

5. Hidup Membiara

Dalam hidup membiara penghayatan kaul merupakan inti dari hidup membiara, meskipun tidak seluruhnya. Dasar penghayatan kaul adalah cinta (ET.


(42)

24

No. 13). Pengalaman mendalam bahwa Allah sedemikian besar cintaNya, sampai memberikan Putera Tunggal-Nya mendorong orang untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, meninggalkan segala-galanya dan taat kepada sabda dan kehendak-Nya. Penghayatan kaul merupakan penghayatan kerohanian ekaristis yaitu hidup syukur atas segala kebaikan dan cinta Tuhan, sehingga orang rela mengorbankan nyawanya untuk Tuhan. Praksis hidup ekaristis dalam hidup sehari-hari adalah penghayatan misteri salib dan kebangkitan Kristus.

Kaul kemurnian dimengerti sebagi persembahan diri seutuhnya kepada Tuhan (ET. No. 15), maka penghayatan kaul kemurnian harus didasarkan pada dua segi hidup religius yaitu kontemplatif dan apostolis. Segi kontemplatif hidup kemurnian dalam mengikuti Kristus ialah memusatkan diri pada kedatangan Kristus dan penyadaran terus menerus akan akhir jaman, karena pada saat itu kepenuhan cinta terlaksana. Kemurnian apostolis merupakan hidup yang memusatkan diri kepada penantian akan hari Tuhan, hari pemenuhan cinta. Dalam VC (88), dikatakan bahwa :

“ Tanggapan Hidup Bakti terutama terletak pada penghayatan kemurnian sempurna penuh kegembiraan sebagai kesaksian tentang kekuatan cinta kasih Allah yang nampak pada kelemahan kondisi manusiawi. Kesaksian itu disajikan kepada tiap orang untuk menunjukan bahwa kekuatan cinta kasih Allah dapat melaksanakan hal-hal besar justru dalam konteks cintakasih manusiawi”.

Kaul kemiskinan merupakan kesanggupan untuk melayani dengan kemerdekaan cinta. Kemerdekaan dalam cinta ini sering disebut miskin dalam Roh (Mat 5 : 3). Karena itu dia sungguh-sungguh hidup miskin, artinya tidak melekat pada sarana-sarana hidup dan tidak menjadikan sarana ini sebagai tujuan hidup di dunia. Sarana ini hanya sebagai alat untuk pelayanan kepada sesama. Ini


(43)

menunjukan suatu semangat pelayanan yang sungguh-sungguh hanya ditujukan untuk kemuliaan Kristus dan karya keselamatan Kristus. Oleh karena itu penghayatan kaul kemiskinan berarti harus solider kepada mereka yang miskin dan menderita ketidakadilan. Tantangan lain pada zaman sekarang yakni materialisme yang haus akan harta milik tanpa mengindahkan keperluan-keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah dan tanpa kepedulian manapun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam. Tanggapan hidup bakti terdapat dalam pengikraran kemiskinan injili yang dapat dihayati dengan pelbagai cara dan sering dicetuskan dalam keterlibatan aktif dalam usaha mengingatkan solidaritas dan cintakasih (VC. 89).

Kaul ketaatan merupakan kesanggupan dan kesediaan untuk melaksanakan tuntutan cinta. Ketaatan mempunyai dasar pada Yesus (Bdk Flp 2 :1 -11). Ketaatan pada Kristus adalah jalan menuju kepada Bapa. Ketaatan Yesus kepada Bapa ditunjukan lewat penderitaan-Nya. Derita kepada sesama merupakan ungkapan cinta kepada Allah dan kehendak-Nya. Ketaatan yang menderita membuat orang untuk dekat dengan sesama yang menderita dan teraniaya. Ketaatan ini harus dilandasi dengan semangat cinta artinya mau melakukan apa saja demi orang yang dicintainya. Dalam VC. no. 91 dikatakan bahwa :

“Tantangan ketiga bersumber pada faham-faham kebebasan yang menceraikan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar itu dari hubungannya yang hakiki dengan kebenaran dan norma-norma moral..tanggapan yang efektif terhadap situasi itu ialah ketaatan yang merupakan ciri hidup bakti. Dengan cara yang kuat sekali ketaatan itu menampilkan ulang ketaatan Kristus terhadap Bapa dan bertolak dari misteri itu memberi kesaksian, bahwa tidak ada pertentangan antara ketaatan dan kebebasan.”


(44)

26

D.Tantangan-tantangan dalam Pembinaan 1. Budaya

Indonesia memiliki ragam budaya yang majemuk. Iklim budaya membentuk karakter dari masing-masing orang yang hidup dalam satu kebudayaan. Hal ini membuat karakter orang bisa berbeda karena faktor budaya. Begitupun dalam hidup membiara, setiap individu yang masuk dalam biara membawa budayanya masing-masing. Dalam konteks tarekat MSC, setiap individu yang masuk dalam tarekat MSC berasal dari hampir seluruh pelosok Indonesia, maka secara otomatis ikut membawa budayanya. Dalam hal ini budaya sebenarnya bukan suatu halangan atau hambatan untuk masuk dalam hidup membiara. Dalam GS. Art. 53 dikatakan bahwa budaya itu menyempurnakan dan mengembangkan hidup manusia secara utuh. Dengan demikian budaya juga ikut membantu mengembangkan hidup dalam hidup membiara. Begitupun dalam PPLR no. 89 menunjuk hubungan yang erat antara hidup bakti dan kebudayaan bahwa setiap kebudayaan haruslah diuji, artinya harus dimurnikan dan disembuhkan dari luka-luka dosa. Serentak pula kebijaksanaan yang dikandung oleh kebudayaan-kebudayaan itu telah diungguli, diperkaya dan disempurnakan oleh kebijaksanaan salib.

Dalam pengertian ini mau dikatakan bahwa Yesus dan Injil-Nya mengatasi kebudayaan. Yesus mempersatukan setiap orang dengan berbagai macam latar belakang budayanya. Lalu yang menjadi pertanyaan dimana letak tantangannya ? Koentjaraningrat (2005:VI-VII) membagi tantangan kebudayaan menjadi 7 yaitu, bahasa suku bangsa, kesenian tradisional, teknologi tradisional, sistem-sistem


(45)

kekerabatan, kesatuan hidup, religi dan kepercayaan. Ini menjadi landasan untuk bisa melihat lebih mudah akan tantangan yang dihadapi dalam hal kebudayaan. Bagi penulis sendiri seperti yang dilihat dalam kehidupan sebagai anggota MSC yang menjadi tantangan dalam hal kebudayaan salah satu contoh adanya strata sosial dalam suatu budaya masyarakat atau tingkatan menurut kasta sehingga tanpa disadari atau disadari mempengaharui kehidupan baik dalam komunitas maupun karya. Memang ini tidak mempengaharui seluruh anggota tetapi berdampak pada sebagian anggota yang berasal dari suku tertentu.

2. Hidup dalam Zaman Modern

Generasi muda sekarang ini yang masuk dalam biara adalah generasi modern. Artinya generasi yang hidup dalam suasana atau alam yang serba canggih. Yang sangat menonjol sekarang ini adalah kemajuan teknologi yang serba cepat dan canggih seperti televisi, telepon, hp, internet. Dengan peralatan ini dunia serasa semakin sempit karena dari pelosok manapun di dunia ini bisa kita ketahui lewat televisi dan internet dan kita juga bisa berbicara seakan berhadap-hadapan lewat hp. Dengan demikian para biarawan muda yang masuk tarekat tahu akan perangkat-perangkat canggih tersebut. Hal ini membawa dampak pada sifat individualisme menjadi kuat. Dengan adanya alat-alat canggih tersebut anggota akan asyik sendiri dengan barang-barang yang dimilikinya. Hal ini akan berdampak pada kehidupan komunitas. Anggota komunitas tidak akan betah berlama-lama berdoa, yang dipikirkan hanya nonton tv atau internetan ataupun rekreasi komunitas hanya sebentar saja selanjutnya asyik sendiri berbicara dengan


(46)

28

orang lain lewat hp. Hal lain yang membawa dampak yaitu menimbulkan budaya instant. Sekarang ini banyak hal serba instant ada makanan dan minuman instant (mie, kopi) yang disajikan cepat. Memang budaya instant bisa membuat orang untuk bisa berpikir dan bekerja cepat namun dalam konteks membiara anggota tarekat tidak mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi masalah sehingga cepat-cepat untuk mundur.

3. Keluarga

Keluarga adalah dasar dalam membangun iman seseorang dan keluarga juga adalah dasar dalam pembinaan iman sehingga orang bisa tertarik menjadi seorang biarawan. Dalam GS.art. 52, mengatakan melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti sudah dewasa mereka mampu penuh tanggungjawab mengikuti panggilan mereka, juga panggilan hidup bakti serta memilih status hidup mereka.

Namun perlu disadari juga bahwa tidak semua keluarga memiliki pengalaman yang membahagiakan sehingga pembinaan iman dalam keluarga berjalan baik. Dan setiap keluarga mempunyai caranya masing-masing dalam membangun imannya. Dalam PDV. art 44 dikatakan, ada kalanya situasi keluarga-keluarga sendiri, tempat timbulnya panggilan-panggilan imam, akan menampilkan tidak sedikit kelemahan bahkan kadang-kadang kekurangan yang cukup serius.

Sebagai contoh ada yunior yang diijinkan untuk berlibur ke rumah orang tuanya tapi sekembalinya dari liburan menghadapi dilema karena tidak tahan


(47)

melihat kehidupan keluarga maka mengambil jalan untuk keluar dari biara. Dalam hal ini memang perlu dilihat lagi permasalahannya tetapi bukan menjadi alasan untuk keluar meninggalkan biara. Keluarga memang masih bisa menjadi tantangan dalam hidup membiara apabila keluarga mendapat masalah.

4. Pribadi

Pribadi dari setiap anggota tarekat mempunyai karakter yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena anggota tarekat berasal dari budaya yang berbeda dan tumbuh dalam suatu lingkungan yang berbeda. Namun perbedaaan ini bisa diatasi dengan saling mengenal dan memahami budaya serta karakteristik masing-masing orang. Namun dalam hal ini yang mau ditekankan adalah soal identitas diri. Dalam perjalanan panggilannya si calon begitu bersemangat dalam menjalani hidup panggilan terutama sewaktu dibina di novisiat. Banyak hal tentang kehidupan baik jasmani dan rohani diberikan untuk memperkuat panggilan. Namun yang diajarkan di novisiat akan berbeda setelah hidup dalam satu komunitas karya. Di novisiat diajarkan tentang semangat berkorban tetapi dalam komunitas karya kadang mengalami hal yang berbeda sehingga menimbulkan pertentangan, belum lagi menghadapi anggota yang lebih senior yang kurang menunjukan semangat tarekat. Hal-hal semacam ini akan menimbulkan pertanyaan dalam diri dan menimbulkan tantangan mengenai identitas dirinya. Identitas kabur menghasilkan kepribadian tidak menentu, identitas yang tidak diterima berakibat benci akan diri sendiri yang tidak disadari dan pribadi yang bersikap memusuhi orang lain. (Agudo, 1989 : 93).


(48)

30

Tantangan yang dihadapi juga adalah merasa tidak mampu menjalankan tugas perutusan tarekat walaupun sudah berusaha sekuat tenaga. Hal seperti ini menimbulkan keraguan dalam diri. Tantangan lain juga jika melihat anggota yang lebih senoir mampu menjalankan tugas perutusan dengan penuh semangat dan kegembiraan sedangkan diri sendiri tidak mampu untuk melakukan seperti annggota yang lain sehingga menimbulkan sifat minder karena tidak sanggup melakukan apa-apa. Tantangan-tantangan seperti ini sering dijumpai dalam diri para anggota yunior karena merasa belum dapat berbuat sesuatu untuk tarekat.

E.Pergulatan dalam Pembinaan Yunior Bruder MSC 1. Program Pembinaan Belum Efektif

Setiap tempat pembinaan pasti memiliki program pembinaan masing-masing yang disesuaikan dengan keadaan tarekat. Program ini disusun begitu baik dan ada hasil yang nantinya akan dicapai. Program disusun oleh orang-orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman dalam pembinaan. Dalam Konstitusi MSC art. 78 dikatakan bahwa, pemimpin propinsi dan Dewannya akan memandang sebagai salah satu kewajiban mereka yang lebih penting untuk menjamin bahwa program-program pembinaan disusun dengan baik dan isinya sesuai dengan kebutuhan para anggota pada masing-masing tingkat pembinaan mereka.

Semua program pembinaan berfungsi untuk mempersiapkan para yunior dalam menghadapi hidup dan permasalahannya. Para yunior diharapkan mampu menjadi orang yang bertanggungjawab, mandiri, sederhana, berbelaskasih terhadap siapa saja. Namun terkadang program yang sudah ada tidak berjalan


(49)

sebagaimana yang telah dibuat. Ada beberapa kendala yang membuat program tidak berjalan.

a. Faktor pertama adalah team pembina. Di bawah akan disampaikan tentang

faktor tenaga pembina tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa team pembina juga merupakan satu pergulatan yang besar. Di dalam yuniorat sudah ada team pembina namun team ini tidak berjalan dengan baik karena team yang terbentuk masih memegang jabatan lain sehingga fokus terhadap pembinaan kurang. Waktu untuk pembinaan terbagi-bagi menyebabkan program ada namun belum berjalan baik.

b. Faktor kedua adalah faktor jarak antara pembina dan yunior. Tarekat MSC

berkarya hampir di semua pulau di Indonesia dengan demikian tidak menutup kemungkinan para bruder yuniorpun diutus dimana tarekat berkarya. Setelah mereka berkarya otomatis mereka berada jauh dari tempat pembinaan yuniorat. Padahal mereka masih dalam pembinaan walaupun setelah mereka dikaryakan yang menjadi pembina adalah pemimpin komunitas setempat. Tidak mudah mempertemukan para yunior yang tersebar untuk mendapat pembinaan bersama-sama.

c. Faktor ketiga adalah komunikasi antara bruder yunior yang sedang studi

dengan pembina. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dengan kemajuan teknologi semua bisa diatasi namun dalam pembinaan, kemajuan teknologi tidak bisa dipakai semuanya. Misalnya dalam bimbingan tidak hanya cukup lewat Hp (handphone) atau media elektronik lain (email). Si yunior harus behadapan langsung dengan pembina sehingga banyak hal yang bisa


(50)

32

diungkapkan. Kontak antara yunior dengan pembina juga kurang. Selama ini jarang pembina datang ke rumah studi ataupun kalau yunior yang pergi ke yuniorat, pembinanya tidak ada ataupun kalau ada bukan maksud untuk bertemu. Dengan kata lain saling menunggu panggilan dari pembina atau pembina menunggu yunior datang.

Faktor-faktor di atas merupakan suatu pengalaman yang dialami dan dilihat langsung oleh penulis tentang yuniorat. Hal ini bukan berarti melihat dari segi negatifnya tetapi kiranya menjadi suatu masukan untuk pembina dalam menjalankan programnya agar mampu menjangkau semua yunior.

2. Kurangnya Tenaga Pembina

Pembinaan anggota adalah suatu karya yang sangat penting, karena lewat pembinaan maka anggota tarekat akan semakin menjadi orang yang sungguh memahami tarekatnya dan juga anggota akan semakin menjadi orang yang lebih dewasa, matang dan bijaksana. Dalam pembinaan juga diharapkan akan hadirnya orang-orang yang berkualitas dalam menangani karya-karya tarekat. Dalam Konstitusi Tarekat MSC art. 77 dikatakan bahwa, anggota-anggota yang diberi kepercayaan untuk melakssanakan pembinaan pada segala tingkatannya harus sudah berkaul kekal dan diangkat oleh Pemimpin Propinsi bersama Dewan. Mereka dipilih berdasarkan kemampuan dan dipersiapkan secara memadai untuk tugas mereka.

Namun pada kenyataanya tidak banyak orang yang mau terlibat dalam pembinaan. Tidak jarang terjadi yang mau tidak mampu tapi yang mampu tidak


(51)

mau. Sebenarnya masalah ini dapat diatasi karena setiap biarawan mengikrarkan kaul ketaatan maka sudah sepantasnyalah setiap anggota untuk taat pada perutusan tarekat. Namun demikian jika sipembina mampu ia tidak hanya diberi kepercayaan sebagai tenaga pembina. Ia masih harus merangkap jabatan lain misalnya masih menangani karya atau duduk dalam dewan propinsi. Hal ini tidak bisa dihindari karena tidak ada orang lain yang mau.

Tugas pembinaan biasanya lebih dihindari daripada dicari. Anggota lebih menghindari untuk menjadi seorang pembina karena merasa tidak mampu. Hal lain juga yaitu ada yang bisa menjadi pembina tetapi mengundurkan diri dari tarekat sehingga makin berkurang anggota untuk menjadi pembina yang handal. Selain itu faktor kejenuhan dalam pembinaan. Karena hanya hal-hal dalam pembinaan yang dihadapi sehingga merasa jenuh. Jika sampai pada titik kejenuhan maka ia akan segera untuk pergi meninggalkan tempat pembinaan dan mencari karya lain.

3. Pengintegrasian antara Pembinaan dan Karya

Pembinaan dan karya tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena antara pembinaan dan karya sangat berkaitan. Seorang anggota tarekat sebelum berkarya akan melewati masa-masa pembinaan awal untuk memperkuat diri dan sebagai bekal dalam menghadapi suka duka dalam karya. Dalam Konstitusi Tarekat MSC art. 145.2 mengatakan kegiatan kerasulan termasuk inti hakekat kita sebagai Tarekat yang dibaktikan kepada karya-karya kerasulan. Itulah sebabnya seluruh


(52)

34

hidup kita harus diresapi oleh suatu semangat kerasulan, sama seperti seluruh kegiatan kerasulan kita harus dijiwai oleh suatu semangat religius.

Pembinaaan hanya bersifat teori saja tetapi praktek sesungguhnya ada dalam karya. Mungkin seorang anggota tarekat dalam pembinaan begitu baik dan bersemangat tetapi setelah terjun dalam karya berubah menjadi orang yang tidak bersemangat dan pesimistis. Hal ini mungkin saja terjadi karena apa yang dialami dan didapatkan dalam pembinaan berbeda dengan yang dialami dalam karya. Belum lagi faktor komunitas yang ikut mempengaharui anggota dalam karya. Komunitas yang baik dan kondusif akan mendukung karya yang baik tapi sebaliknya akan membuat karya dan bahkan anggotanya tidak betah dan mundur dari karya yang dijalani. Maka dalam pembinaan perlu dimasukan program yang menunjang karya tarekat dan mulai melibatkan subjek bina dalam pengenalan akan karya tarekat bisa bisa seperti live-in atau ekspousure. Sehingga anggota tarekat mulai mengenal dari awal yang menjadi karya tarekat sehingga mereka tidak ragu dalam menjalankan karya tarekat setelah berkarya.

F. Upaya Mengatasi Tantangan - tantangan dalam Pembinaan 1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner

Ciri dan corak pembinaan dalam tarekat adalah pembinaan religius. Ciri dan corak religius tersebut dirumuskan secara padat dalam tiga sifat dasar hidup bakti yakni, concecratio-communio-missio. Ciri dan corak religius ini sangat penting dan mendasar sehingga mewarnai seluruh jenjang pembinaan dalam tarekat. Dengan kata lain, corak religius ini yakni keterpaduan antara


(53)

communio-missio, tidak hanya berhenti pada pembinaan awal, melainkan secara terus-menerus diperhatikan dan dirumuskan dalam seluruh kehidupan demi tugas perutusan tarekat.

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal

Dalam konteks pembinaan religius, upaya pembinaan dalam tarekat merupakan suatu proses interaksi personal bertahap dan berkesinambungan. Maksudnya suatu proses yang memungkinkan adanya perkembangan dan pertumbuhan dalam setiap dimensi pembinaan, kepribadian, kerohanian, intelektual, pastoral komunitas dan ke-MSC-an demi tugas perutusan tarekat. Hal ini berarti bahwa dalam seluruh proses pembinaan setiap tahap/jenjang pembinaan saling melengkapi.

Selanjutnya dikatakan bahwa pembinaan suatu proses terjadi dalam suatu interaksi personal. Maksudnya bahwa interaksi tersebut terjadi antara yang membimbing dan yang dibimbing. Menyangkut hal ini Konstitusi Tarekat MSC art. 76 mengatakan proses pembinaan menuntut adanya suatu keikutsertaan aktif dari mereka yang saling dibina, dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

3. Pembinaan Pendampingan Personal

Pendampingan merupakan pokok yang paling penting dan sentral dalam seluruh proses pembinaan. Gagasan pendampingan, oleh konstitusi dirumuskan secara sederhana bahwa antara yang dibina dengan pembina perlu adanya komunikasi yang baik. Para subjek bina perlu didampangi dengan baik. Salah satu


(54)

36

cara pendampingan dengan adanya bimbingan rohani. Bimbingan rohani diupayakan agar subjek bina dapat secara intensif mengungkapkan perkembangan rohaninya agar mampu bertahan dalam menjalani hidup membiara. Dalam bimbingan rohani diupayakan juga agar subjek bina mendaptkan kekuatan baru baik jasmani maupun rohani sehingga perkembangan hidupnya berjalan bersama.

4. Pembinaan Dialog Partisipatif

Pembinaan bercorak partisipatif maksudnya ialah bahwa seluruh sistem dan proses pembinaan dalam tarekat menuntut adanya suatu tanggungjawab bersama dari para pembina dan yang dibina. Tanggungjawab bersama ini terwujud antara lain dalam hal penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program pembinaan. Dalam hal ini Konstitusi Tarekat MSC art. 76 dengan jelas menegaskan bahwa : Proses pembinaan menuntut adanya suatu keikitsertaan aktif dari mereka yang sedang dibina dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

Ide tentang tanggungjawab bersama dalam sistem dan proses pembinaan melahirkan gagasan tentang pendampingan personal. Tekanan terutama pada upaya mendampingi para calon atau anggota bina dalam pengalaman hidup

rohani, yakni intimitas dengan Allah dan solidaritas dengan sesama sebagai

seorang religius dalam terang tugas perutusan tarekat.


(55)

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif

Konstitusi Tarekat MSC art.77 berbunyi sepanjang seluruh masa pembinaan hendaknya dipelihara hubungan dengan dunia nyata dan lingkungan kultur/budaya para calon/anggota.

Konstitusi dengan demikian mengingatkan bahwa pembinaan dalam tarekat MSC bersifat kontekstual dan kultur maksudnya pembinaan para anggota berakar dalam budaya mereka sendiri. Pembinaan harus membantu para anggota mampu mengerti, memahami dan menghargai kultur mereka dalam arti kata yang luas, baik kultur asli maupun kultur modern demi tugas perutusan tarekat. Dalam

arti ini juga diharapkan pemahaman tentang kultur secara menyeluruh artinya

bukan hanya kultur sendiri yang dimengerti tapi juga mampu belajar untuk memahami kultur oran lain.

Pembinaan yang kontekstual harus segera dihubungan dengan coraknya yang transformatif . Disinilah ditemukan aspek misioner dan proses pembinaan. Pembinaan tidak hanya berakar di dalam budaya melainkan juga merubah manusia dan kebudayaannya dari dalam. Dengan kata lain pembinaan pada hakekatnya merupakan suatu proses evangelisasi baik pribadi maupun kelompok.


(56)

BAB III

SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC

A. Tarekat Hati Kudus Yesus

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus

Pada tanggal 15 maret 1824 di kota Richelieu, lahirlah seorang anak yang diberi nama Jules Chevalier. Bapaknya bernama Jean Charles Chevalier, ibunya bernama Louise Ory. Jules mempunyai 2 orang kakak, Charles Chevalier dan Louise Chevalier. Beda umur antara kakaknya laki-laki Charles adalah 12 tahun sedangkan kakaknya perempuan Louise adalah 12 tahun. Keluarga Chevalier adalah keluarga miskin namun orang tuanya dibaptis katolik dan menerima sakramen-sakramen sampai mereka meninggal. Jules kecil mendapat pendidikan dan kesalehan dari ibunya. Ia mendidik Jules dengan baik dalam hal nilai-nilai kristiani dan manusiawi. Sebagai contoh ibunya mengajarinya untuk tidak mencuri dan pendidikan itu sangat berhasil. Sebagai contoh suatu hari Jules diajak ibunya ke pasar, di saat ibunya membelakanginya Jules mencuri apel dari seorang pedangang. Sesampai di rumah ketika Jules memakan apel tersebut ibunya melihat buah curiannya, maka ibunya membawa Jules kembali ke pasar dan meminta maaf karena telah mencuri. Ibunya juga mengajarkan hal-hal mengatasi watak yang panas dan galak yang ia warisi dari ayahnya. Ia mulai berani dan tabah.


(57)

Pada usia 12 tahun, Jules terpaksa meninggalkan dunia anak-anak karena keluarganya miskin. Ayahnya mula-mula berdagang biji-bijian kemudian berjualan roti. Usaha ayahnya tidak berhasil.

Pada tanggal 29 Mei 1836, Jules memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang keputusannya untuk menjadi Imam. Ia meminta kepada orang tuanya untuk membawanya ke seminari di Tours. Tetapi ibunya menasehatinya bahwa mereka tidak mampu untuk membiayainya maka ibunya menyarankan untuk bekerja. Dengan berat hati Jules memenuhi perkataan ibunya. Ia mulai bekerja sebagai tukang sepatu. Sejak saat itu Jules menjadi seorang tukang sepatu, namun demikian Jules masih menemukan waktu untuk belajar bahasa Latin dengan bantuan Pastor Parokinya. Walaupun masih belasan tahun namun Jules berusaha untuk mandiri dan mengambil langkah untuk masa depannya.

Pada bulan Maret 1841, keluarga Chevalier meninggalkan Richelieu dan pindah ke Vatan dalam propinsi Berry untuk bekerja sebagai penjaga hutan. Ketika berumur 17 tahun terbuka bagi Jules kesempatan untuk masuk Seminari Menengah St. Gaultier dalam Keuskupan Bourges. Hal ini dikarenakan majikan dari ayahnya mandor dari penjaga hutan bersedia menanggung uang sekolah dan asrama Seminari Menengah untuk Jules. Maka keinginan untuk masuk seminari yang diimpikan Jules bisa terwujud.

Di Seminari menengah keinginan berelasi dengan teman-temannya dan serentak untuk mengejar cita-citanya diuji secara berat. Pada waktu itu umur Jules 17 tahun sedangkan teman-temannya masih berumur 12 tahun. Karena sudah lama kira-kira 5 tahun Jules tidak bersekolah lagi maka Jules terbelakang dalam


(58)

40

pelajaran. Teman-temannya rata-rata setelah tamat Sekolah Dasar langsung melanjutkan ke seminari. Hal lain juga Jules berasal dari daerah yang berbeda dengan teman-temannya. Ia berasal dari Richelieu sedangkan teman-temannya berasal dari Berry. Jules merasa sendirian, sehingga mempengaharui panggilannya dan Jules hampir putus asa dan menyerah karena pergumulannya sangat berat. Seandainya Jules tidak ditahan oleh rektor Seminari maka ia sudah meninggalkan panggilannya. Rektor seminari menahan Jules karena melihat dalam diri Jules seorang calon imam yang baik.

Pada umur 22 tahun bulan Oktober 1846 Jules masuk seminari agung di Bourges, ibukota propinsi Berry. Selama 5 tahun di Seminari Tinggi Jules memperlihatkan bakat kepemimpinan. Hal ini dibuktikan dengan kepinteran Jules dalam berelasi dan mempunyai pendirian yang teguh serta berusaha tidak memihak.

Di Seminari Jules mengambil inisiatif untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan nama “Chevaliers du Sacre Coeur” (Para Ksatria Hati Kudus). Nama ini diambil dari namanya sendiri, namun nama ini menunjukkan semangat seorang Ksatria dalam perjuangan untuk memerangi “penyakit-penyakit jaman’ pasca revolusi Prancis.

Di Seminari Jules pernah membaca sebuah bulletin yang diterbitkan oleh Vatikan tentang penyebaran Injil ke tanah misi. Hal ini membuat hati jules tergerak untuk menjadi seorang misionaris. Hal ini begitu kuat dalam dirinya sehingga Jules selalu berkonsultasi dengan Rektor untuk melamar nantinya dalam konggregasi misi untuk menjadi missionaris. Namun keinginan Jules tidak


(59)

tersampaikan karena Rektor membutuhkan imam-imam seperti Jules untuk mengembangkan Paroki. Namun keinginan kuat dalam diri Jules untuk menjadi missionaris tetap ada. Dan akhirnya pada tanggal 14 Juni 1851 Jules ditahbiskan menjadi seorang Imam. Walaupun pada saat itu Jules ditahbiskan menjadi Imam Projo tetapi hatinya selalu berkobar-kobar untuk menjadi seorang misionaris.

2. Sejarah Berdirinya Tarekat MSC

Pada waktu Pater Jules Chevalier masih di seminari Agung ia telah mengangan-agankan tugasnya sebagai seorang pendiri. Malahan Jules sudah memiliki gambaran mengenai tarekat yang akan didirikannya. Pada waktu di seminari Jules sudah mendirikan suatu perkumpulan dengan nama “Ksatria-ksatria Hati Kudus”. Setelah Jules ditahbiskan menjadi seorang Imam, perasaan untuk mewujudkan keinginan hatinya semakin besar.

Setelah 3 tahun ditahbiskan menjadi Imam, Jules ditugaskan di Issoudun sebuah kota yang tenang yang jaraknya kira-kira 300 km jauhnya dari Paris. Di sana Jules menemukan temannya dari seminari tinggi yaitu Pastor Emile Sebastien Maugenest yang sudah lebih dahulu menjadi Pastor pembantu di Issoudun. Pada akhir november Jules berbicara dengan Maugenest mengenai cita-citanya untuk mendirikan sebuah Tarekat Misionaris Hati Kudus di Issoudun. Maugenest langsung mendukung ide tersebut dan menjelang tanggal 8 Desember mereka berdua mengadakan novena untuk memohon restu daru Bunda Maria. Pada tanggal, 8 Desember 1854 lahir sebuah tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus, ketika dogma Maria Tak Bernoda dimaklumkan secara resmi oleh Pius IX,


(60)

42

permohonan mereka dikabulkan. Tanggal itu oleh Pater Chevalier dijadikan hari berdirinya tarekat MSC.

3. Makna Nama MSC

`MSC merupakan kepanjangan dari Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (bahasa Latin) yang dalam bahasa Indonesia adalah Misionaris Hati Kudus Yesus. Dari arti katanya mau menunjukkan bahwa Tarekat MSC adalah tarekat misionaris yang siap sedia diutus kemanapun di dunia ini.

Nama Tarekat MSC dijelaskan dalam Konstitusi dan Statuta tarekat MSC art. 1 dan 2 yang mengatakan, nama Tarekat kita adalah Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus. Kita adalah suatu Tarekat Religius yang membaktikan diri pada karya-karya kerasulan. Kita menjadi anggota dengan mengikrarkan kaul-kaul publik, yakni ketaatan, kemurnian dan kemiskinan sebagai jawaban atas panggilan Allah. Melalui pembaktian diri kepada Tuhan ini, kita mewajibkan diri untuk menghayati semangat Tarekat, mengambil bagian dalam tugas perutusannya dan di dalamnya menjalani hidup kita bersama sebagai saudara, dalam kesetiaan kepada konstitusi ini.

Sebagai MSC yang telah membaktikan diri untuk menjadi seorang misionaris dengan kesetiaan dan ketaatan siap sedia diutus kemanapun untuk melayani umat. Tugas perutusan ini harus dijalani dengan keterbukaan dan semangat melayani dengan dilandasi persaudaraan. Dalam menjalankan tugas perutusan ini kesadaran untuk membangun suatu komunitas yang dilandasi


(61)

semangat persaudaraan menjadi kunci dalam menghayati kereligiusan sebagai MSC.

Sebagai MSC yang mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan kemurnian, kesucian dan ketaatan merupakan ungkapan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Semua yang dilakukan dan dikerjakan untuk dan demi kemuliaan Tuhan. Sebagai MSC yang berspiritualitas hati sebagai dasar dalam pelayanan mampu menunjukkan semangat hati kepada siapapun yang dijumpai. Semangat untuk berbelarasa kepada yang kecil dan tertindas menjadi salah satu tujuan dalam perutusan. Semangat ini mengikuti Yesus yang diutus untuk memberikan kabar baik kepada orang-orang miskin (Luk 4:18).

Keberpihakan kepada yang lemah, miskin dan tertindas inilah yang membuat Pater pendiri Tarekat MSC, Pater Chevalier untuk membentuk kelompok orang yang dengan penuh kesetiaan merelakan segenap jiwa raganya untuk melayani sesama. Gambaran yang menyentuh hati Pater Chevalier adalah gambaran hati Yesus yang mencintai manusia dengan hati manusiawinya. Yesus sebagai Gembala yang baik tidak merelakan domba-domba-Nya untuk hilang dan sesat. Hati-Nya akan tergerak oleh belaskasihan ketika melihat orang banyak sebagai kawanan tanpa gembala (Mat 9:36).

Semangat ini yang diharapkan oleh Pater Jules Chevalier menjadi landasan untuk dihayati dan dilaksanakan dalam tugas perutusan sebagai MSC, agar semua orang terinspirasi untuk mampu membantu sesama yang menderita.


(1)

(4)

3. Apa ciri khas kita sebagai Bruder MSC jika dibandingkan dengan Tarekat lain?

Kesetiaan pada hidup doa. Kehadiran serta tindakan dan perbuatan kita, sebagai salah satu hal yang dapat mengingatkan para Imam akan hakikat kita sebagai MSC.

4. Bagaimana relasi anda sebagai Bruder MSC dengan para Imam MSC?

Membangun nilai konfraternitas sebagai MSC, meskipun berbeda fungsi. Adanya kesadaran dalam diri diri saya bahwa kita adalah MSC, bukan saya sebagai Bruder atau Pastor. Hal ini yang mendukung bagi saya untuk mampu hidup bersama dengan konfrater saya. Hal lain juga adalah kemampuan untuk menerima dan mensyukuri segala perbedaan yang ada.

5. Bagaimana anda sebagai Bruder MSC memahami dan menghayati hidup doa, hidup komunitas, hidup karya (kerasulan), hidup kaul dalam kehidupan sehari-hari?

Selalu membangun kesadaran dalam diri bahwa saya adalah MSC, yang membaktikan diri pada Hati Kudus. Baik hidup doa, komunitas, karya, hidup kaul menjadi suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bagi saya semuanya saling mengandaikan dan saling mendukung. Dalam kehidupan karya dan komunitas, kaul menjadi dasar yang mendorong seluruh tindakan.

--- Forwarded message ---

From: yerinto penteno <73121nt0p3nt3n0@gmail.com> Date: 2013-09-14

Subject: refleksi

To: Yohanis Yanni Wati <yohanisyanni@gmail.com>

1. Apa yang anda ketahui tentang Spiritualitas Hati?

Yang saya pahami, spiritualitas hati yaitu semangat yang menjiwai kita sebagai Misionaris Hati Kudus. Dengan bersumber pada hati Yesus yang muda tergerak oleh belaskasihan, berbela rasa untuk kaum kecil, dan juga hati yang terbuka untuk kita semua.


(2)

(5)

2. Apa peran kita sebagai Bruder MSC di dalam hidup menggereja sekarang ini? Saya merasa kita telah berperan banyak dalam hidup menggereja dimasa sekarang ini. Dimana banyak hal telah kita buat baik itu memberdayakan orang (umat), memberikan diri kita menjadi bak sampah untuk orang lain dan,tentunya menjadi pendengar bagi mereka yang ingin di dengarkan. Mungkin dikalangan kita sebagai Biarawan Bruder belum nampak dikalangan masyarakat pada umumnya namun saya yakin, kita telah berbuat banyak meskipun itu kecil dan tersembunyi dikalangan masyarakat.

3. Apa ciri khas kita sebagai bruder MSC jika dibandingkan dengan tarekat lain? Sejauh ini, saya belum temukan ciri khas kita yang lebih menonjol sebagai Bruder MSC, namun ciri kita yang khas sebagai MSC yakni nilai persaudaraan yang akrab satu sama lain dan sence of humor ini menjadi ke khasan kita sebagai MSC. sebagai MSC ini saya rasakan dikalangan kita sebagai MSC. Namun satu kebanggaan bagi saya sebagai Bruder MSC, mendengar ungkapan, sharing dari para konfrater Bruder tentang pengalaman karya baik itu karya yang diemban atau studi yang dipercayakan, memberikaan wawasan atau cara pandang saya tentang Bruder kedepan dan ini memotifasi saya untuk melihat kualitas diri saya yang berguna untuk diri, Tarekat, dan Gereja.

4. Bagaimana relasi anda sebagai bruder MSC dengan para imam MSC?

Tentunya saya belum lama menjadi seorang Biarawan MSC dan belum banyak mengalami perjumpaan dengan para konfrater lainnya, relasi saya dengan para konfrater terlebih para pastor sejauh ini terjalin baik bahkan sangat baik. Prinsip saya saat menjadi Biarawan MSC yakni baik Bruder maupun Pastor mereka adalah saudara saya. Tentunya bayak perbedaan yang mencolok dikalangan umat dan masyarakat secara luas namun kiranya jangan di kalangan kita sebagai Biarawan MSC.


(3)

(6)

5. Bagaimana anda sebagai Bruder MSC memahami dan menghayati hidup Doa, hidup komunitas, hidup karya (kerasulan),hidup kaul dalam kehidupan sehari- hari?

Saya sadari ketika awal masuk menjadi calon Biarawan Bruder MSC, saya telah diarakan untuk setia mengikuti doa harian, ekaristi, kunjungan sakramen,dan Silentium, semua ini wujud doa yang telah saya temukan di tempat pembinaan, yang tentunya menjadi pegangan, bekal saya sebagai biarawan dimanapun saya berada. Tentunya tidak mudah juga untuk mempertahankan yang telah ada terkadang ada alpanya, bolos pun sering, tetapi saya sadari ,bahwa saya masih manusia namun saya butuh pembaharuan yakni penyadaran diri bahwa saya Biarawan yang MSC, dan juga ada saudara-saudara saya yang bisa menjadi teman untuk berbagi pengalaman rohani yang membangun/ memotifasi saya untuk melihat kembali motifasi awal saya.

Menghidupi ketiga kaul sebagai gaya hidup yang harus dihidupi, saya sadari setiap hari saya tertantang untuk melihat kualitas diri saya terlebih nilai dari ketiga kaul ini dalam diri, terlebih saat ini,namun tidak menjadi tolak ukur untuk memudarkan panggilan saya, saya kembalikan lagi bahwa saya adalah manusia yang Biarawan.

Hasil refleksi Br. Iben MSC

1. Apa yang anda ketahui tentang Spiritualitas Hati?

Spiritualitas hati mempunya dua arti kata yang berbeda. Yang menjadi bahan refleksi saya tentanng spiritualitas hati adalah: Spirit, yang artinya Roh atau lebih sederhana lagi adalah Roh Kudus. Maka, Roh kudus inilah yang menjiwai dan menuntut kita, mengubah gaya hidup kita sebagai MSC. Sedangkan, hati berarti pusat dari segalah kehidupan manusia. Yang, di dalamnya terdapat kejahatan dan kebaikan kita sebagai manusia lemah. Biasanya, hati di gunakan sebagai sesuatu yang baik di dalam diri kita. Misalnya, hati yang mencintai, hati yang rendah hati, hati yang berbelah rasa, hati yang peduli, hati yang peka serta juga melalui hati, kita bisa berpikir dan


(4)

(7)

bekerja. Sehingga, jika dihubungkan Spiritualitas Hati berarti cara atau gaya hidup menurut hati.

2. Apa peran kita sebagai Bruder MSC di dalam hidup menggereja sekarang ini? Peran kita di dalam hidup menggereja saat ini adalah, sebagai rasul yang menghidupkan. Bukan dengan cara berkhotbah di dalam Gereja atau di depan umat tetapi dengan cara memberdayakan umat serta mewarnai kehidupan mereka dengan semangat yang menjiwai dan membangun kehidupan mereka melalui kemampuan- kemampuan yang kita miliki. Kehadiran kita di tengah- tengah hidup menggereja sebagai Bruder MSC, bukan untuk mempimpin misa tetapi mengangkat kehidupan umat dan menggerakan mereka dengan potensi- potensi yang kita miliki, baik dengan cara berkatekse di tengah- tengah umat atau pun melalui bidang pendidikan maupun bidang pertania. Sehingga, dari sini akan nampak peran kita sebagai bruder MSC di tengah- tengah hidup menggeraja saat ini.

3. Apa ciri khas kita sebagai bruder MSC jika dibandingkan dengan tarekat lain? Ciri khas kita sebagai bruder MSC adalah semangat persaudaraan. Memang, dalam hal ini saya sangat bangga dengan MSC. Karena, sampai saat ini saya tidak pernah menemukan di tarekat lain. Dan, semangat persaudaraan MSC di kenal di mana- mana. Apalagi, di saat kita berkumpul atau ada kegiatan bersama. Masing- masing pribadi dengan keunikan tersendiri. Dan, keunikan- keunikan ini muncul dengan melahirkan jiwa- jiwa humoris di antara kita. Hal ini juga, yang di tekankan di dalam konstitusi kita. Salah satu hal yang saya banggakan dari MSC/ Bruder, tidak ada perbedaan antara tua dan muda. Bahkan yang tua lebih senang bertemu dengan yang muda bahkan bersharing seperti teman seangkatan. Hal ini, yang membuat saya merasa lebih dekat, lebih enjoy dan terasa lebih akrab.


(5)

(8)

4. Bagaimana relasi anda sebagai bruder MSC dengan para imam MSC?

Sejauh ini, relasi saya dengan para imam MSC, tidak ada hambatan. Semuanya berjalan lancar. Membangun relasi dengan para imam, rasanya sangat mudah dan tidak ada jarak antara saya dengan mereka. Dalam berelasi, saya selalu menghargai mereka sebagai imam bukan karena malu atau minder tetapi menghargai mereka sebagai saudara saya sendiri. Yang, membuat saya senang dan mudah berelasi dengan para imam adalah bisa bercanda dan bersharing bersama bahkan dari persaudaraan inilah saya bisa belajar banyak hal dari mereka. Cara saya memahami dan menghayati hidup Doa saya adalah saya menggibaratkan sebagai orang yang haus akan minuman dan lapar akan makanan. Doa bukanlah suatu aturan atau kewajiban tetapi doa merupakan suatu kerinduan saya yang mendalam akan Tuhan.

Sampai saat ini, saya menyadari bahwa saya kuat bukan karena saya tetapi karena doa- doa saya kepada Tuhan. Sering saya merasa tidak mampu dalam mengerjakan tugas- tugas yang di percayakan kepadaku, tapi,ternyata itu bisa,sehingga dari pengalaman- pengalaman ini menyadarkan saya bahwa ternyata doa adalah kekuatan dalam hidupku. Sehingga di dalam situasi maupun keadaan apapun itu saya berusaha mengambil waktu untuk berdoa karena dengan melalui doa saya bisa menimbah kekuatan baru. Dengan, melalui hidup doaku yang semakin kuat, membuat hidup berkomunitasku semakin baik dan semakin bertanggung jawab. Di dalam hidup berkomunitas saya selalu berusaha untuk ada bersama dengan konfrater yang lain di saat ada kegiatan komunitas maupun saat rekreasi bersama. Mungkin, hal ini kelihatan sangat sederhana tetapi bagi saya sangat bermakna. karena, justru benih- benih persaudaraan dan kekeluargaan serta kepedulian terhadap konfrater yang lain semakin tumbuh melalui kegiatan komunitas maupun rekreasi bersama. Kepedulian inilah yang menghatar saya dalam menjawab hidup panggilan saya sebagai seorang Bruder MSC, dengan kelebihan dan kekurangan saya. Hal kongrit yang bisa saya lakukan adalah menjalani tugas- tugas harian saya di dalam komunitas dengan hati yang terbuka dan penuh tanggung jawab. Saya menyadari, bahwa dengan setiapa tugas yang di jalani dengan hati yang terbuka dan penuh tanggung jawab maka terasa semuanya bisa terselesaikan dengan baik.


(6)

(9)

Dampak dari pengayatanku ini mengantar saya pada suatu kesadaran bahwa menjadi Bruder MSC berarti berani untuk menerima tugas yang di percayakan tarekat, baik itu di tugas yang kecil maupun tugas yang besar.Semua ini tidak lepas dari kaul ketaatan. Dan, cara saya menghayati kaul-kaul saya selama ini adalah dengan mencoba menghayati hidup yang sederhana. Hidup sederhana yang saya maksudkan di sini adalah merawat dan menjaga barang- barang pribadi dan barang- barang komunitas dengan baik. Tidak banyak menuntut, tetapi lebih banyak melakukan apa yang bisa saya lakukan dan memakai yang bisa dipakai.