Kajian Strategi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Di Kelurahan Tugusari Kabupaten Lampung Barat.

(1)

1

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN

(HKm) DI KELURAHAN TUGUSARI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Miftahul Hayati1, Johan Iskandar2, Chay Asdak3 Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Lampung Barat adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Lampung yang memiliki luas hutan lindung sebesar 39.181,27 hektar. Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya aktifitas ekonomi menyebabkan tekanan terhadap lahan hutan dan meningkatnya aliran permukaan. Penyelenggaraan program HKm merupakan terobosan yang dilakukan pemerintah dalam mempertahankan fungsi hutan lindung dengan cara memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Kelurahan Tugusari merupakan salah satu kelurahan yang melaksanakan program HKm yang telah mendapatkan izin kelola HKm selama 35 tahun pada tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktifitas pengelolaan hutan kemasyarakatan (HKm) di Kelurahan Tugusari, keberlanjutan pengelolaan program HKm ditinjau dari aspek-aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan, serta membuat strategi pola pengelolaan berkelanjutan kedepan.

Rancangan penelitian ini menggunakan metode kombinasi (mixed) dominan kualitatif dan kurang dominan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan proses pengelolaan Hkm, keberlanjutan program HKm dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan gambaran yang lebih mendalam dari masyarakat yang ikut program HKm. Untuk memprediksi tingkat erosi mengacu pada metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dan untuk merumuskan strategi dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dengan menggunakan analisa SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan Keberlanjutan program dari aspek ekologi cenderung berkelanjutan, meskipun masih harus ada upaya dalam menurunkan tingkat erosi yang ada. Aspek ekonomi cenderung belum berkelanjutan dimana peningkatan pendapatan masih dibawah nilai upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Aspek sosial, cenderung berkelanjutan ditandai dengan adanya partisipasi aktif anggota kelompok, pengambilan keputusan kelompok dilakukan secara partisipatif. Aspek kelembagaan, kelompok tani di Kelurahan Tugusari belum masuk dalam kategori berlanjut, baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi maupun manajemen keuangan. Strategi dirumuskan dengan menggunakan metode SWOT dan menghasilkan 6 (enam) rumusan strategi yang dapat dilakukan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat, menjalin hubungan kerjasama dengan PT. PLN, Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait retribusi, penataan kelembagaan dan penegakan hukum sesuai aturan yang ada.

Kata Kunci : Hutan Kemasyarakatan (HKm), pengelolaan program, keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, keberlanjutan kelembagaan.

1

Staf Dinas ESDM Kab. Lampung Barat, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Konsentrasi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, E -mail: myristica02@gmail.com

2

Ketua Tim Pembimbing Tesis, Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

3


(2)

2 ABSTRACT

West lampung is one of districts in Lampung Province with 39.181,27 ha of protected forest. Population growth and economic activities development has led to forest land pressure as well as run off escalation. The HKm implementation is a breakthrough of government to preserve the function of protected forest by empowering the society around the forest. Tugusari vilage is one of vilages that implements HKm Program with 35 years-lisence in 2010. The objectives of this research are (1) to describe the activities of HKm in Tugusari Vilage (2) to identify the sustainability of HKm Program in term of social, economical, ecological, and institutional aspect and (3) to create the strategy of sustainable management in the future.

This research aplies two methodologies such as dominant qualitative combination and less dominant quantitative. Qualitative methode is used to describe several aspects such as the process of HKm management, sustainability of HKm program in term of social, economic, ecology and institution aspect. The quantitative methode is used to recognize the economic income of society and other deatil of farmer activities within the HKm organization. To predict the erossion level, this research uses USLE (Universal Soil Loss Equation) methode, as for formulating the strategy, it aplies SWOT analysis methode by identify several factors sistimatically.

The research result shows that The aspect of ecological program is still in a good progress within the organization, although some efforts have to be done to minimize the erosion. The economic program is still stagnant which is indicated by the income of the farmer which is lower than the regional minimum wage that is determined by the government. On the other hand, the social aspect has a good progress, which is indicated by the participatory of the organization member in term making the decision. Furthermore, the result shows that the institution aspect of HKm program in Tugusari Village is not categorized as a good institution in term organization management as well as financial arrangement. The strategy has been formulated by SWOT method and it has resulted in 6 formulations that is : increasing peoples income, establish of cooperative relationship with PT. PLN, developing and increasing of human resources capacity, coordination with relevant government levy, institutional arrangement and appropriate enforcement of existing rules.

Keyword : community forest, program management, ecological sustainability, economical sustainability, social sustainability, institutional sustainability.

Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Lampung, yang merupakan daerah hulu di provinsi ini. Lampung Barat berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) khususnya untuk DAS Tulang Bawang dan Way Semangka. Luas hutan lindung di Lampung Barat adalah 39.181,27 hektar. Saat ini hutan lindung yang mempunyai tutupan vegetasi hutan alami hanya sebesar 8.836,62 hektar atau sekitar 22,55% dari luas hutan lindung yang seharusnya ada (Dinas Kehutanan, 2014).

Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya aktifitas ekonomi di Lampung Barat, menyebabkan tekanan terhadap lahan hutan dan meningkatnya aliran permukaan. Mata pencaharian penduduk Lampung Barat sebagian besar adalah petani. Dengan kondisi luas


(3)

3

lahan untuk budidaya hanya 38,53%, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini yang menyebabkan perambahan lahan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan pada tahun 1970 an sampai 1980 an, dimana luas hutan lindung dan kawasan mengalami penurunan sedangkan luas kebun kopi meningkat (Budidarsono dan Wijaya, 2004 dalam Soeharto, 2012).

Upaya penyelesaian perambahan kawasan hutan lindung sudah sering dilakukan, namun upaya yang dilakukan menimbulkan masalah sosial yang serius. Pada tahun 1980an dilakukan upaya penghutanan kembali dengan cara memangkas dan mencabuti pohon kopi dan digantikan dengan kaliandra serta memindahkan secara paksa penduduk yang bermukim di kawasan lindung. Namun hal ini tidak menyurutkan petani untuk kembali ke kawasan ini (Kusworo, 2000). Penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/KPTS-II/2001 tentang penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan (HKm) merupakan terobosan yang dilakukan Pemerintah dalam mempertahankan fungsi hutan lindung sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan namun disisi lain daerah dituntut untuk mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki untuk mempercepat pembangunan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan mengembangkan Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan pola agroforestri.

Salah satu kelurahan yang melaksanakan program hutan kemasyarakatan (HKm) di Sub DAS Way Besai adalah Kelurahan Tugusari. Di Kelurahan Tugusari ini terdapat 7(tujuh) kelompok tani yang mendapatkan izin pengelolaan hutan kemasyarakatan dalam waktu yang bersamaan selama 5 tahun ditahun 2006 dan izin definif selama 35 tahun pada tahun 2010. Total areal hutan kemasyarakatan di Kelurahan Tugusari sebesar 1.138,024 Ha.

Menurut hasil monitoring yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2013, lima dari tujuh kelompok yang melaksanakan program HKm di Kelurahan Tugusari menunjukkan indikasi belum berhasil. Hal ini terlihat dari hasil nilai monitoring yang masih berada pada kisaran 53,13 – 66%. Nilai ini dihitung berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam Keputusan Bupati Lampung Barat nomor 225 tahun 2005 tentang Panduan Teknis Penghitungan Skor dan Bobot Kriteria dan Indikator Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Program HKm di Kabupaten Lampung Barat. Pelaksanaan program HKm dianggap berhasil jika nilai skor yang didapat > 66%. Hal ini menarik untuk dikaji mengapa program yang telah berjalan selama 9 (sembilan) tahun jika dihitung dari pemberian izin sementara dan 5 (lima) tahun jika dihitung dari izin


(4)

4

definitif ini belum menunjukkan indikasi keberhasilan. Keberlanjutan program ini sangat penting mengingat sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah hutan lindung yang telah berubah fungsi menjadi kebun kopi. Dengan adanya program ini diharapkan areal hutan lindung kembali berfungsi sebagaimana mestinya dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu penulis tertarik untuk mengevaluasi keberlanjutan program HKm di Kelurahan Tugusari ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan untuk kemudian dibuat strategi pengelolaannya kedepan.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini menggunakan metode kombinasi (mixed) dominan kualitatif dan kurang dominan kuantitatif (Creswell, 2010). Metode kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan proses pengelolaan Hkm, keberlanjutan program HKm dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan yang berada di Kelurahan Tugusari Kabupaten Lampung Barat. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan gambaran yang lebih mendalam dari masyarakat yang ikut program HKm terhadap keberlanjutan program dilihat dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan.

Untuk memprediksi tingkat erosi mengacu pada metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith, 1978 (Asdak, 2014). Dalam penghitungan tingkat erosi sangat dipengaruhi oleh curah hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan lahan serta tindakannya. Rumus yang digunakan untuk menghitung perkiraan erosi seperti yang dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith (1978) (dalam Asdak, 2014) sebagai berikut :

A = RKLSCP (1.1)

A = besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan dalam ton/ha/tahun R = faktor erosivitas curah hujan dan limpasan air dalam cm

K = faktor erodibilitas tanah L = faktor kemiringan lereng S = faktor gradien kemiringan C = faktor pengelolaan

P = faktor praktek konservasi tanah

Untuk merumuskan strategi dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dengan menggunakan analisa SWOT. Analisa ini didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Berdasarkan faktor-faktor eksternal dan internal akan disusun formulasi strategi dengan matriks SWOT


(5)

5

(Rangkuti, 2014). Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Penggalian informasi berkaitan dengan unsur-unsur internal dan eksternal dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner dengan para informan.

Pengumpulan data dilakukan selama 2 (dua) bulan. Data primer adalah yang didapat langsung dari lapangan melalui observasi, wawancara dengan informan kunci dan quesioner. Data yang didapat berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data ini digunakan untuk mengetahui proses pengelolaan hutan kemasyarakatan, mengetahui keberlanjutan program HKm di Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kelembagaan. Data diharapkan dapat diperoleh dari key informan. Adapun informan berasal dari Dinas Kehutanan, BP2KP, UPTD Kehutanan, Kecamatan, Aparat Desa, Pengurus kelompok tani, LSM, dan anggota kelompok tani. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber secara tidak langsung. Data ini diperoleh melalui kajian pustaka, dokumen kelembagaan kelompok tani, laporan tahunan kelompok tani, peta lokasi, peta tofografi/kelas kemiringan, peta penggunaan lahan, data curah hujan dan peta jenis tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keberlanjutan Program HKm di Kelurahan Tugusari

a. KondisiEkologi

- Tingkat Erosi Tanah

Dalam menghitung besaran erosi dengan metode USLE hal-hal yang harus diperhatikan adalah erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS) dan penggunaan dan pengelolaan tanah (CP).

Data erosivitas hujan didapat dari 3 stasiun yang berada di Kecamatan Sumber Jaya pada tahun 2003 hingga 2012. Data yang didapat berupa data curah hujan bulanan. Data curah hujan kemudian dihitung erosivitas hujannya dengan hasil terlihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Hitungan Erosivitas Hujan

Stasiun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Cipta waras (R1) 156,7 126,6 243,0 172,7 91,8 50,2 35,0 43,4 57,3 115,0 183,8 231,7 Karang Agung (R4) 151,8 123,4 257,9 182,0 99,8 50,7 48,2 40,8 57,1 107,6 176,4 236,8 Bodong (R5) 157,3 123,7 249,6 180,4 89,4 45,8 42,6 42,8 60,6 119,8 191,1 239,6


(6)

6

Dalam menentukan nilai erodibilitas tanah Kelurahan Tugusari, nilai K diperoleh dari peta tanah yang dibuat oleh ICRAF Sumber Jaya. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah adalah podsolik dengan nilai 0,16 dan podsolik merah kuning dengan nilai 0,32.

Faktor kemiringan lereng areal kelola HKm Kelurahan Tugusari juga didapat berdasarkan peta kemiringan lereng yang dibuat oleh ICRAF Sumber Jaya. Areal kelola HKm kelurahan Tugusari memiliki kemiringan lereng yang besar dari kelas I – V dengan nilai LS 0,4 – 9,5.

Faktor pengelolaan tanah dan teknik konservasi tanah diperoleh dari data ICRAF dan Dinas Kehutanan Lampung Barat. Data penggunaan lahan di Kelurahan Tugusari beraneka ragam dari sawah, kebun campuran dengan kerapatan 25 – 50%, kebun campuran dengan kerapatan 50 – 75%, kebun campuran dengan kerapatan >75% dan hutan terganggu. Untuk kebun campuran, tanaman yang dominan adalah kopi dengan tanaman penyela adalah kayu dan buah-buahan. Pada tahun 2006, setelah diterbitkannya izin HKm di Kelurahan Tugusari masyarakat mulai menanami kebunnya dengan kewajiban 400 batang tiap hektarnya dengan jenis tanaman kayu-kayuan dan MPTS. Dengan keberhasilan penanaman rata-rata 72% tiap hektarnya, saat ini kebun campuran hampir seluruhnya memiliki kerapatan > 75%. Masyarakat saat ini menerapkan praktek-praktek konservasi tradisional dengan menggunakan teras sederhana dan rumput strip. namun belum semua masyarakat melakukan konservasi ini.

Dari data-data di atas, dilakukan tumpang tindih (overlay) data dan peta yang selanjutnya dapat diperoleh data dan peta unit lahan. Sebelum ada HKm didapat 18 unit lahan dan setelah ada HKm didapat 14 unit lahan. Hasil identifikasi faktor-faktor di atas, kemudian dikalikan dengan masing-masing luas lahan tiap unit lahan maka didapat perkiraan besarnya erosi bulanan. Hasil hitungan erosi lahan pertahun sebelum ada HKm dan hasil perhitungan erosi setelah HKm berjalan dengan kondisi tutupan 79,9% areal HKm adalah kebun campuran dengan kerapatan >75% dan menggunakan teknik konservasi tradisonal dan rumput strip adalah seperti pada Tabel 2

Tabel 2. Hasil hitungan erosi permukaan pertahun sebelum dan setelah HKm

No Bulan Luas Satuan

Lahan (Ha)

Erosi sebelum HKm (ton/bln)

Erosi setelah HKm (ton/bln)

1 Januari 1.236,64 39.781,03 14.230,87

2 Februari 1.236,64 31.959,82 11.396,92


(7)

7

4 April 1.236,64 46.947,86 16.721,499

5 Mei 1.236,64 24.879,18 8.777,37

6 Juni 1.236,64 12.674,74 4.475,72

7 Juli 1.236,64 11.960,98 4.213,01

8 Agustus 1.236,64 10.739,81 3.846,67

9 September 1.236,64 15.093,17 5.411,34

10 Oktober 1.236,64 28.952,11 10.429,24

11 November 1.236,64 46.982,06 16.878,78

12 Desember 1.236,64 61.528,57 21.958,67

A (ton/tahun) 1.236,64 397.478,1791 141.786,765

A (ton/ha/tahun) 321,42 114,65

Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder, 2015

Dari hasil hitungan di atas, terlihat besarnya nilai kehilangan tanah persatuan luasnya sebelum adanya program HKm adalah 321,42 ton/ha/tahun. Setelah adanya program HKm nilai erosi mengalami penurunan meskipun masih tinggi yaitu menjadi 114,65 ton/ha/tahun. Program HKm yang mewajibkan kelompok tani menanam MPTS dan Kayu-kayuan minimal 400 batang/ha, dikombinasikan dengan tanaman musiman kopi dan tanaman penyela (jahe, lengkuas, cabe, tomat, nanas, pisang dll) menyebabkan vegetasi di areal kelola menjadi multi strata. Kondisi vegetasi multi strata seperti ini efektif dalam melindungi tanah dari erosi percikan (Soemarwoto, 1994). Hal ini karena air hujan yang jatuh tidak langsung ketanah namun tertahan oleh tanaman yang bertingkat. Menurut Asdak (2004) energi kinetik air hujan yang tertahan oleh penutup tanah berupa seresah dan tumbuhan tajuk sedang dan rendah akan menurunkan jumlah partikel tanah yang terkelupas.

- Sumberdaya Air Terlindungi

Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan, sumberdaya air yang berada disekitar areal kelola HKm dilindungi keberadaannya dengan menjadikannya sebagai blok perlindungan. Sumberdaya air ini berupa mata air, sempadan sungai, rawa dan persawahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85,8% responden menyatakan memperoleh air sepanjang tahun di areal kelola HKm. Hal ini terlihat dengan tetap adanya pasokan air untuk kebutuhan masyarakat di areal kelola HKm berupa pengairan untuk sawah, kolam ikan dan kebutuhan air lainnya. Ketersediaan sumberdaya air ini berlangsung sebelum adanya program HKm. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa 83,9% responden mendapatkan pasokan air tiap tahunnya meskipun dalam kondisi musim hujan maupun kemarau sebelum adanya program HKm. Melalui program HKm, masyarakat lebih aktif memantau kondisi sumberdaya air yang ada di areal kelola. Hal ini terlihat dari penelitian


(8)

8

dimana 85,78% responden menyatakan bahwa pasokan air setelah program HKm berjalan mengalami peningkatan. Masyarakat saat ini tetap bisa menanam padi dan memperoleh manfaat air lainnya, meskipun pada saat musim kemarau.

Peningkatan vegetasi dengan penanaman multi strata dan adanya seresah di areal kelola HKm saat ini dapat meningkatkan jumlah ketersediaan air. Menurut Asdak (2004) vegetasi dan cara bercocok tanam dapat memperlambat air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah dan menurunkan laju air larian. Selain itu, adanya vegetasi dan seresah bisa memperbesar laju peresapan air kedalam tanah sehingga meningkatkan suplai air tanah dan mengurangi laju air larian (Soemarwoto 2009, Asdak 2004). Kondisi ini menyebabkan peningkatan ketersediaan air di Kelurahan Tugusari sepanjang tahun setelah adanya program HKm.

- Satwa Terancam Punah dilindungi

Berdasarkan data Dinas Kehutanan, data sekunder kelompok dan wawancara dengan responden, jenis satwa yang sering ditemui di areal kelola HKm dan hutan tua adalah jenis karnivora dan herbivora dan jenis burung. Jenis satwa dilindungi menurut Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 yang ada di areal kelola dan hutan tua adalah harimau (Panthera tigris), macan akar/kucing hutan (Felis bengalensis), beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor), kukang (Nyctecebus coucang), kijang (Muntiacus muntjak), sigung (Mydaus javanensis) dan rangkong (Buceros).

Sebagian besar responden yaitu 79,8% menyatakan ikut serta dalam melindungi satwa yang ada. Menurut hasil wawancara, sebelum ada program HKm, masyarakat sering melakukan perburuan liar dan melakukan penebangan kayu dikawasan hutan tua dan areal kelola HKm. Namun sejak adanya program HKm, masyarakat sudah tidak lagi melakukan perburuan satwa diareal kelola HKm dan hutan tua yang ada di bukit Rigis. Hal ini terjadi karena adanya perubahan perilaku masyarakat yang saat ini lebih fokus menggarap areal kelola HKm tanpa takut di usir oleh aparat pemerintah. Selain itu adanya sanksi dicabutnya hak kelola HKm jika tidak mentaati aturan pengelolaan HKm dan saat ini anggota kelompok HKm dilibatkan dalam menjaga dan melestarikan hutan tua sebagai salah satu kontribusi masyarakat setelah mendapatkan hak kelola HKm. Program HKm dari segi perlindungan satwa saat ini cenderung berkelanjutan.

- Keragaman tanaman pada areal kelola HKm

Tanaman yang ditanam pada areal kelola HKm selain tanaman utama komoditas kopi adalah jenis MPTS, kayu-kayuan dan obat-obatan. Hasil penelitian menyatakan bahwa


(9)

9

88,7% masyarakat kelompok tani HKm telah melakukan tanaman campuran tajuk tinggi, sedang dan rendah.

Menurut penelitian, 88% responden menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah tanaman kayu-kayuan dan MPTS di areal kelola setelah adanya program HKm, meskipun belum sebanyak yang diwajibkan Pemda yaitu 400 batang/hektar. 41% responden menyatakan bahwa jumlah tanaman kayu-kayuan dan MPTS antara 200 – 400 batang per-hektarnya. Program HKm dengan penanaman jenis kayu dan MPTS yang beragam jenis ini, ikut berperan serta dalam melestarikan keragaman sumberdaya hayati yang ada. Dari segi keragaman tanaman, program HKm di Kelurahan Tugusari cenderung berkelanjutan.

b. Kondisi Ekonomi

Program HKm di Kelurahan Tugusari menurut 88,9% responden memberikan lapangan pekerjaan dan penghasilan pada masyarakat. Pendapatan tunai masyarakat dari hasil kelola areal HKm masih didominasi oleh hasil panen kopi yang sifatnya musiman. Sedangkan untuk tanaman MPTS saat ini rata-rata belum menghasilkan pendapatan secara rutin, bahkan sekitar 40% responden saat ini belum mendapatkan manfaat dari tanaman MPTS baru mendapatkan hasil dari panen kopi saja. Hasil panen dari MPTS rata-rata dihasilkan dari lada, pisang, durian, alpukat, cengkeh, pinang, cabe, jengkol, petai, jahe, serai, lengkuas, salam, tomat, padi.

Menurut penelitian, 84,3% responden menyatakan bahwa ada peningkatan pendapatan setelah mengikuti program HKm ini. Namun naiknya pendapatan ini tidak menentu, tergantung harga pasaran kopi saat itu. Jika dirata-rata, pendapatan petani tiap bulannya sebelum dan sesudah ada HKm seperti terlampir pada Tabel 3 dan Tabel 4

Tabel 3 Pendapatan Sebelum ada HKm

No Pendapatan Jumlah Anggota

(orang)

Persentase (%)

1. 2. 3 4. 5. 6.

Tidak Tau

100.000 – 250.000 > 250.000 – 500.000 > 500.000 – 750.000 >750.000 – 1.000.000 > 1.000.000

17 25 19 3 14

5

20,84 30,12 22,89 3,61 16,87

6,02 Sumber : Pengolahan Data Primer, 2015


(10)

10

Tabel 4 Pendapatan Sesudah Ada HKm

No Pendapatan Jumlah Anggota

(orang)

Persentase (%)

1. 2. 3 4. 5. 6.

Meningkat tapi tidak menentu 100.000 – 250.000

> 250.000 – 500.000 > 500.000 – 750.000 >750.000 – 1.000.000 > 1.000.000

17 2 24 12 7 21

20,84 2,41 28,92 14,46 8,43 25,30 Sumber : Pengolahan Data Primer, 2015

Dari tabel di atas, rata-rata pendapatan masyarakat meningkat dimana persentase jumlah pendapatan masyarakat terbanyak sebelum ada HKm berada di Rp. 100.000 – 250.000 yaitu 30,12%, sesudah ada HKm pendapatan masyarakat mulai mengalami peningkatan dimana petani dengan pendapatan 100.000 – 250.000 hanya sekitar 2,41%. Setelah ada HKm ini, persentase penghasilan > Rp. 1.000.000 mengalami peningkatan dari 6,02% menjadi 25,30% responden. Peningkatan pendapatan ini dominan berasal dari hasil panen kopi, sedangkan dari tanaman MPTS dan tanaman tajuk rendah lainnya masih dimanfaatkan sendiri, mengingat hasilnya yang belum banyak. Berdasarkan segi pendapatan, program HKm di Kelurahan Tugusari saat ini cenderung berkelanjutan, namun harus diwaspadai terkait tanaman kayu dan MPTS yang semakin rimbun, dimana makin rimbunnya tanaman ini membuat produktivitas kopi di Kelurahan Tugusari makin menurun. Harus ada upaya pemangkasan dan peningkatan hasil produksi dari tanaman MPTS.

c. Kondisi Sosial

Partisipasi aktif masyarakat dalam program HKm dapat dilihat dari keikutsertaan anggota kelompok dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Dari hasil sensus ke responden, partisipasi masyarakat dalam mengikuti proses sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase dari kegiatan perencanaan dimana presentase keaktifan masyarakat 85,8%, dalam hal pengorganisasian 86,7%, pada saat pelaksanaan 86,5% dan saat evaluasi dan pengendalian 87,2%. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat ini karena dengan mengikuti program HKm ini mereka memiliki kejelasan hak mengelola areal tanpa takut diusir oleh aparat pemerintah, sehingga mereka mendapatkan manfaat ekonomi baik berupa uang tunai maupun pemenuhan kebutuhan langsung dari areal kelola HKm. Partisipasi aktif masyarakat membuat program ini berkelanjutan.

Untuk menunjang kegiatan program HKm, masing-masing kelompok tani telah membuat aturan kesepakatan internal. Aturan kesepakatan internal ini memuat tentang tugas


(11)

11

pengurus, hak anggota, kewajiban anggota, larangan dan sanksi. Aturan bersifat mengikat, dan jika melanggar maka hak kelolanya bisa gugur. Dengan adanya program HKm dan dengan adanya aturan kesepakatan kelompok, ini sangat efektif menjaga kondisi hutan tua (rimba) yang masih ada dari praktek illegal logging, perburuan liar, pembakaran dan menjaga zona perlindungan yang ditetapkan. Selain itu dengan adanya aturan ini sengketa antar anggota juga makin berkurang, hal ini juga di tegaskan oleh pihak Dinas Kehutanan dimana saat ini tidak ada laporan sengketa ke Dinas.

d. Kondisi Kelembagaan

Dari aspek kelembagaan, Kelompok tani di Kelurahan Tugusari belum masuk dalam kategori berlanjut, baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi maupun manajemen keuangan.

Dilihat dari tata kelola organisasi, semua kelompok tani belum berbadan hukum hanya berupa perkumpulan, pertemuan rutin semakin jarang dilakukan, keanggotan ada yang berasal bukan Kelurahan Tugusari dan belum semua dilengkapi dengan KTP/KK/SKT.

Dari manajemen organisasi, kelompok sudah memiliki struktur organisasi meskipun baru 2 kelompok yang melengkapinya dengan seksi-seksi. Perencanaan program pun baru 1 kelompok yang membuat hingga 35 tahun.

Dari manajemen keuangan, semua kelompok tidak memiliki rencana keuangan jangka pendek dan menengah, tidak memiliki anggaran tahunan, laporan keuangan tidak lengkap dan belum ada peningkatan kapasitas pendapatan berupa usaha bersama kelompok.

Hubungan keberlanjutan program HKm dari keempat aspek di atas, terlihat seperti dalam matrik keberlanjutan pengelolaan HKm dalam Lampiran 1. Berdasarkan matrik keberlanjutan program HKm dan merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, dimana tujuan hutan kemasyarakatan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup, maka dapat dijelaskan bahwa saat ini pengelolaan HKm di Kelurahan Tugusari belum sepenuhnya berkelanjutan.

Program HKm di Kelurahan Tugusari saat ini memberikan pengaruh terhadap sektor perdagangan dengan komoditas kopi, Perbankan dan pengentasan kemiskinan di Lampung Barat. Selain itu, program HKm berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31/kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan,


(12)

12

memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan untuk mengelola kawasan hutan lindung dengan adanya kepastian hukum mengelola tanpa menjadikan kawasan hutan sebagai hak milik. Dengan adanya kepastian hukum ini, program HKm memberikan kesempatan kerja untuk masyarakat sekitar hutan. IUP HKm diberikan pada kelompok masyarakat. Saat ini Kelurahan Tugusari memiliki 7 (tujuh) kelompok tani HKm, dimana saat awal-awal pelaksanaan program kelompok-kelompok tani ini di dampingi oleh ICRAF dan Watala. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok, aktif berpartisipasi dalam setiap tahapan dan program yang dijalankan kelompok. Program HKm di Kelurahan Tugusari berperan dalam pengelolaan lingkungan, dimana dengan adanya program ini, tingkat erosi turun meskipun masih tinggi, sumberdaya air mulai terlindungi, keanekaragaman hewan dan tumbuhan mulai terjaga. Selain ini penyelesaian konflik dalam sengketa yang terjadi di kelompok bisa diselesaikan dengan musyawarah.

Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi kelemahan pengelolaan program HKm di Kelurahan Tugusari yaitu tidak adanya koordinasi antara Pemerintah dengan Bank, sehingga IUP HKm saat ini bisa dijadikan sebagai agunan, penghasilan kelompok tani baru berasal dari komoditas kopi padahal dengan adanya penanaman MPTS diharapkan masyarakat tidak hanya mengandalkan kopi tapi juga dari hasil tanaman MPTS, organisasi sudah terbentuk namun saat ini tata kelola organisasi, manajemen organisasi dan manajemen keuangan belum berjalan dengan baik. Selain itu, masih tingginya tingkat erosi, metode konservasi masih sederhana, dan penanaman tidak mengikuti kontur bisa mengakibatkan produktivitas tanah terganggu.

B. Strategi Pengelolaan HKm

Perumusan strategi pengelolaan HKm di Kelurahan Tugusari menggunakan analisa SWOT. Dari uraian tentang aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan didapat beberapa faktor strategis untuk menentukan arah pengelolaan kedepan. Faktor- faktor itu berupa faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman.

Perumusan alternatif strategi pengelolaan HKm dengan analisa SWOT merupakan gabungan antara faktor eksternal dan faktor internal. Dari faktor-faktor ini dibuat matriks SWOT untuk menganalisa strategi. Identifikasi ini menggunakan matriks SWOT yang terdiri dari 4 sel. Setiap sel akan menghasilkan strategi yaitu strategi SO, strategi ST, Strategi WO dan strategi WT. Lebih rinci, matriks SWOT disajikan pada tabel 5


(13)

13

Tabel 5 Matriks SWOT Perumusan Alternatif Pengelolaan HKm

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S) 1. Sumberdaya air yang masih

terlindungi

2. Berkurangnya tingkat erosi permukaan

3. Kondisi satwa dilindungi yang berada di hutan tua Bukit Rigis masih terjaga

4. Adanya keanekaragaman tanaman budidaya diareal kelola HKm dan terjaganya tanaman di hutan tua Bukit Rigis

5. Adanya pendapatan tunai dan manfaat tidak tunai untuk pangan

6. Adanya partisipasi aktif masyarakat anggota kelompok 7. Koordinasi dengan Pemerintah

berjalan dengan baik

Kelemahan (W) 1. Masih kurangnya praktek

pengelolaan tanah

2. Pendapatan masyarakat anggota kelompok tani HKm masih dibawah upah minumum yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung 3. Belum adanya usaha bersama untuk meningkatkan kapasitas pendapatan kelompok

4. Kondisi tanaman kayu dan MPTS yang semakin rimbun, hal ini menyebabkan produktivitas kopi menurun

5. Tata kelola organisasi belum berjalan dengan baik 6. Manajemen keuangan belum

berjalan dengan baik

7. Di lapangan, areal kelola anggota bisa berpindah tangan dan SK bisa di agunkan

Peluang (O) 1. Adanya aturan pemerintah

tentang pengelolaan HKm 2. Adanya anggaran APBD

untuk Program pelatihan dan pengembangan usaha kehutanan, program penyuluhan, program peningkatan fungsi dan daya dukung DAS berbasis masyarakat dan program inventarisasi potensi jasa lingkungan dan wisata alam dalam areal kelola HKm 3. Kerjasama dengan pihak luar,

dalam hal ini kerjasama dengan perusahaan

4. Bantuan CSR dari PT. PLN Pembangkit Way Besay 5. Adanya Warem Tahu sebagai

wadah rembug petani hutan di Lampung Barat

Strategi S-O 1. Meningkatkan Pendapatan

Masyarakat (S3, S4, S5, S7,O2,O3)

2. Menjalin hubungan dengan pihak PT. PLN, adanya penurunan tingkat erosi meningkatkan posisi tawar Kelurahan Tugusari untuk mendapatkan bantuan CSR dari PT. PLN (S1,S2,S6, O4)

Strategi W-O 1. Pembinaan dan peningkatan

kapasitas SDM

Tantangan (T) 1. Aturan pemerintah untuk

menarik retribusi dari hasil pengelolaan HKm

2. Penghentian sementara kegiatan kelola HKm di lapangan

3. Pencabutan izin pengelolaan HKm

4. Aturan pemerintah terkait evaluasi dan monitoring pengelolaan HKm

Strategi S-T

1. Melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk

menyelaraskan aturan retribusi dengan pendapatan tunai anggota, sehingga Pemda memperoleh PAD tanpa membuat anggota kelompok tani terbebani

Strategi W-T

1. Melakukan penataan organisasi kelembagaan untuk menghindari sanksi berupa menghentian sementara kegiatan kelola HKm 2. Penegakan hukum sesuai peraturan

yang ada


(14)

14

Dari hasil analisa dan memperhatikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, dari keenam strategi yang telah dirumuskan, maka dipilih 2 strategi yang paling sesuai untuk keberlanjutan program HKm di Kelurahan Tugusari. Strategi yang dipilih yaitu : Penataan organisasi kelembagaan dan Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM.

Penataan organisasi kelembagaan penting karena saat ini kondisi kelembagaan organisasi kelompok tani HKm belum masuk dalam kategori berlanjut baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi dan manajemen keuangan. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, adanya ancaman sanksi penghentian sementara kegiatan kelola HKm menjadi kendala berlanjutnya program HKm secara keseluruhan. Menurut Nasdian (2014) pengembangan kelembagaan menunjukkan bahwa implementasi prinsip-prinsip kesetaraan, lebih bersifat informal, partisipatif, adanya motivasi yang kuat dan mensinergikan kekuatan yang ada sangat membantu memecahkan permasalahan dan menemukan solusi dalam upaya pengembangan usaha. Untuk itu, penguatan kelembagaan merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Awang dkk (2008) manfaat penataan organisasi kelembagaan ini adalah adanya panduan dalam pengembangan kelembagaan, peningkatkan kemampuan lembaga dalam mengelola kelembagaan, dan mendorong lembaga untuk memiliki kekuatan dalam menghadapi dan berinteraksi dengan pihak luar.

Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM perlu dilakukan, karena SDM merupakan modal dasar dalam pengembangan program HKm. Dalam hal pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk memfasilitasinya. Pembinaan dan peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan cara penyuluhan, pelatihan, penyebaran buku panduan maupun studi banding.

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1. Keberlanjutan program HKm di Kelurahan Tugusari belum sepenuhnya terjamin. Hal ini dilihat dari aspek :

a. Ekologi, dari aspek ekologi sudah ada penurunan tingkat erosi dari 321,42 ton/ha/tahun menjadi 114,65 ton/ha/tahun, sumberdaya air masih terlindungi dimana pasokan air makin meningkat setelah adanya program HKm tahun 2006 – 2014, masih beragamnya jenis satwa dan tumbuhan di areal kelola yang menjamin


(15)

15

keanekaragaman hayati di Kelurahan Tugusari. Masih tingginya tingkat erosi di areal kelola HKm disebabkan karena masih kurangnya praktek pengelolaan tanah dan penanaman belum mengikuti garis kontur.

b. Ekonomi, dari aspek ekonomi masyarakat sudah mendapatkan manfaat program HKm dengan meningkatnya pendapatan tunai anggota kelompok dan mendapatkan manfaat untuk pangan dari hasil buah-buahan, rempah dan obat. Namun peningkatan pendapatan ini masih dibawah nilai upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu, saat ini mulai ada keresahan anggota kelompok dengan menurunnya hasil produksi kopi.

c. Sosial, dari aspek sosial program HKm di Kelurahan Tugusari cenderung berkelanjutan, dengan adanya partisipasi aktif anggota kelompok, pengambilan keputusan kelompok dilakukan secara partisipatif, selain itu tidak adanya konflik di internal kelompok maupun konflik terkait illegal logging dan praktek pembakaran hutan.

d. Kelembagaan, dari aspek kelembagaan Kelompok tani di Kelurahan Tugusari belum masuk dalam kategori berlanjut, baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi maupun manajemen keuangan.

2. Strategi dirumuskan dengan menggunakan metode SWOT dan menghasilkan 6 (enam) rumusan strategi yang dapat dilakukan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat, menjalin hubungan kerjasama dengan PT. PLN, Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait retribusi, penataan kelembagaan dan penegakan hukum sesuai aturan yang ada.

3. Strategi yang dipilih sesuai untuk saat ini adalah Penataan organisasi kelembagaan dan Pembinaan dan Peningkatan Kapasitas SDM.

b. Saran

1. Untuk Pengambil Kebijakan, perlu dilakukan inventarisasi potensi HKm untuk pengembangan alternatif pengelolaan HKm selain dari pengelolaan HKm dari hasil tanaman non kayu. Dengan makin rapatnya vegetasi, akan membuat konflik baru di kelompok terkait pendapatan.

2. Untuk kelompok tani, perlu pengembangan kerjasama baik dengan kelompok tani yang lain maupun pihak luar. Sehingga keberhasilan pengelolaan HKm tidak hanya berada disalah satu kelompok tani namun merata di seluruh kelompok tani di Lampung Barat. Selain itu, perlu peningkatan kemampuan kapasitas bernegosiasi dengan pihak luar.


(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C, 2012. Kajian Lingkungan Hidup Strategis : Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Gadjah Mada University Press

________, 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press

________, 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press

Arsyad, S, 2012. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press

Awang S A, Widayanti W T, Himmah T B, Astuti A, 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan. French Agricultural Research Centre for International Development. CIFOR

Bambang S, Cecep K, Dudung D, Didik S, 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besay di Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9, No. 1

BAPEDDA Pemerintah Kab. Lampung Barat, 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030.

BAPEDDA Pemerintah Kab. Lampung Barat, 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kab. Lampung Barat 2012 - 2017.

BPS. 2014, Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2014. BPS Lampung Barat

Budidarsono S, Wijaya K, 2000. Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani. ICRAF, Bogor, Indonesia

Creswell J W, 2003. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches alih bahasa angkatan III dan IV. Penerbit KIK Press, Jakarta

Kemenhut, 2010. Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Nandini, Ryke, 2013. Evaluasi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Lombok. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 10, No. 1.

Nasdian, FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Nurka Cahyaningsih, Gamal Pasha, Warsito, 2006. Hutan Kemasyarakatan Lampung Barat. World Agroforestry Center

Prabhu R, Colfer, C J P dan Dudley R. G. 1999. Panduan Untuk Pengembangan, Pengujian dan Pemilihan Kriteria dan Indikator untuk Pengelolaan Hutan Lestari. CIFOR Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007, Tentang Hutan Kemasyarakatan Ritchie B, McDougall C, Haggith M dan Burford N, 2001. Pedoman Pendahuluan Kriteria

dan Indikator Kelestarian Hutan yang dikelola Oleh Masyarakat (Community Managed Forest). CIFOR

Rangkuti F, 2014. Analisa SWOT Cara Perhitungan Bobot, Rating dan OCAI. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wirawan, AP, 2009. Tesis : Studi Pengaruh Rahabilitasi Hutan Sub Das Besai Terhadap Kelestarian Operasional Bendungan PLTA Way Besai, Kabupaten Lampung Barat. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Winchell MF, Jackson SH, Wadley AM, Srinivasan R, 2008. Extension and Validation of a GIS Based Method For Calculating The Revised Universal Soil Loss Equation Length Slope Factor for Erosion Risk Assessments in Large Watersheds. Journal of Soil and Water Conservation. Proquest.


(17)

17

Lampiran 1. Matrik Keberlanjutan Program HKm di Kelurahan Tugusari

Kelembagaan

Aspek-aspek Hubungan Berkelanjutan

EKONOMI SOSIAL POLITIK LINGKUNGAN

1 2 3

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

a b c a b c a b c a b c d a b c a b c a b c d e a b c d a b c a b c 1. Pemerintah

Nasional

Provinsi

Kab./Kota

2. Sektor Swasta 3. Masyarakat

Ket :

Ekonomi Sosial Politik Lingkungan

1.Makro

a. Kebijakan Fiscal/Pajak b. Kebijakan Moneter/Keuangan c. Kebijakan Perdagangan 2Sektoral

a.Transportasi/Perhubungan b.Pariwisata

c.Perdagangan 3 Jasa a.Pariwisata b.Asuransi c. Perbankan

4 Kemiskinan dan Pemerataan

5 Demokratisasi 6 Desentraslisasi a.Hubungan Sosial b.Masyarakat Lokal c.Perkotaan/Desa d.Kepemilikan Sumberdaya 7 Kependudukan a.Kesehatan b.Kesempatan Kerja c.Mobilitas 8 Masyarakat a.Organisasi Sosial b.Organisasi Buruh/organda c.Oganisasi Non Pemerintah/LSM 9 Pemerintahan

a.Reformasi Hukum b.Koperasi c.Perbankan

d.Korupsi, Kolusi Nepotisme e.Kebijakan

10 Natural Resource a.Tanah

b.Air c.Hutan

d.Keanekaragaman hayati 11 Pencemaran a.Udara b.Air Tanah c.Tanah 12 Perdesaan

13 Kebutuhan Konsumen a.Penyeleseian Konflik b.Ekolabel

c.Sertifikasi d.ISO 14000

Memiliki hub kuat Memiliki hub sedang Memiliki hub lemah


(1)

12

memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan untuk mengelola kawasan hutan lindung dengan adanya kepastian hukum mengelola tanpa menjadikan kawasan hutan sebagai hak milik. Dengan adanya kepastian hukum ini, program HKm memberikan kesempatan kerja untuk masyarakat sekitar hutan. IUP HKm diberikan pada kelompok masyarakat. Saat ini Kelurahan Tugusari memiliki 7 (tujuh) kelompok tani HKm, dimana saat awal-awal pelaksanaan program kelompok-kelompok tani ini di dampingi oleh ICRAF dan Watala. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok, aktif berpartisipasi dalam setiap tahapan dan program yang dijalankan kelompok. Program HKm di Kelurahan Tugusari berperan dalam pengelolaan lingkungan, dimana dengan adanya program ini, tingkat erosi turun meskipun masih tinggi, sumberdaya air mulai terlindungi, keanekaragaman hewan dan tumbuhan mulai terjaga. Selain ini penyelesaian konflik dalam sengketa yang terjadi di kelompok bisa diselesaikan dengan musyawarah.

Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi kelemahan pengelolaan program HKm di Kelurahan Tugusari yaitu tidak adanya koordinasi antara Pemerintah dengan Bank, sehingga IUP HKm saat ini bisa dijadikan sebagai agunan, penghasilan kelompok tani baru berasal dari komoditas kopi padahal dengan adanya penanaman MPTS diharapkan masyarakat tidak hanya mengandalkan kopi tapi juga dari hasil tanaman MPTS, organisasi sudah terbentuk namun saat ini tata kelola organisasi, manajemen organisasi dan manajemen keuangan belum berjalan dengan baik. Selain itu, masih tingginya tingkat erosi, metode konservasi masih sederhana, dan penanaman tidak mengikuti kontur bisa mengakibatkan produktivitas tanah terganggu.

B. Strategi Pengelolaan HKm

Perumusan strategi pengelolaan HKm di Kelurahan Tugusari menggunakan analisa SWOT. Dari uraian tentang aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan didapat beberapa faktor strategis untuk menentukan arah pengelolaan kedepan. Faktor- faktor itu berupa faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman.

Perumusan alternatif strategi pengelolaan HKm dengan analisa SWOT merupakan gabungan antara faktor eksternal dan faktor internal. Dari faktor-faktor ini dibuat matriks SWOT untuk menganalisa strategi. Identifikasi ini menggunakan matriks SWOT yang terdiri dari 4 sel. Setiap sel akan menghasilkan strategi yaitu strategi SO, strategi ST, Strategi WO dan strategi WT. Lebih rinci, matriks SWOT disajikan pada tabel 5


(2)

13

Tabel 5 Matriks SWOT Perumusan Alternatif Pengelolaan HKm Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

1. Sumberdaya air yang masih terlindungi

2. Berkurangnya tingkat erosi permukaan

3. Kondisi satwa dilindungi yang berada di hutan tua Bukit Rigis masih terjaga

4. Adanya keanekaragaman tanaman budidaya diareal kelola HKm dan terjaganya tanaman di hutan tua Bukit Rigis

5. Adanya pendapatan tunai dan manfaat tidak tunai untuk pangan

6. Adanya partisipasi aktif masyarakat anggota kelompok 7. Koordinasi dengan Pemerintah

berjalan dengan baik

Kelemahan (W)

1. Masih kurangnya praktek pengelolaan tanah

2. Pendapatan masyarakat anggota kelompok tani HKm masih dibawah upah minumum yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung 3. Belum adanya usaha bersama untuk meningkatkan kapasitas pendapatan kelompok

4. Kondisi tanaman kayu dan MPTS yang semakin rimbun, hal ini menyebabkan produktivitas kopi menurun

5. Tata kelola organisasi belum berjalan dengan baik 6. Manajemen keuangan belum

berjalan dengan baik

7. Di lapangan, areal kelola anggota bisa berpindah tangan dan SK bisa di agunkan

Peluang (O)

1. Adanya aturan pemerintah tentang pengelolaan HKm 2. Adanya anggaran APBD

untuk Program pelatihan dan pengembangan usaha kehutanan, program penyuluhan, program peningkatan fungsi dan daya dukung DAS berbasis masyarakat dan program inventarisasi potensi jasa lingkungan dan wisata alam dalam areal kelola HKm 3. Kerjasama dengan pihak luar,

dalam hal ini kerjasama dengan perusahaan

4. Bantuan CSR dari PT. PLN Pembangkit Way Besay 5. Adanya Warem Tahu sebagai

wadah rembug petani hutan di Lampung Barat

Strategi S-O

1. Meningkatkan Pendapatan Masyarakat (S3, S4, S5, S7,O2,O3)

2. Menjalin hubungan dengan pihak PT. PLN, adanya penurunan tingkat erosi meningkatkan posisi tawar Kelurahan Tugusari untuk mendapatkan bantuan CSR dari PT. PLN (S1,S2,S6, O4)

Strategi W-O

1. Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM

Tantangan (T)

1. Aturan pemerintah untuk menarik retribusi dari hasil pengelolaan HKm

2. Penghentian sementara kegiatan kelola HKm di lapangan

3. Pencabutan izin pengelolaan HKm

4. Aturan pemerintah terkait evaluasi dan monitoring pengelolaan HKm

Strategi S-T

1. Melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk

menyelaraskan aturan retribusi dengan pendapatan tunai anggota, sehingga Pemda memperoleh PAD tanpa membuat anggota kelompok tani terbebani

Strategi W-T

1. Melakukan penataan organisasi kelembagaan untuk menghindari sanksi berupa menghentian sementara kegiatan kelola HKm 2. Penegakan hukum sesuai peraturan

yang ada


(3)

14

Dari hasil analisa dan memperhatikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, dari keenam strategi yang telah dirumuskan, maka dipilih 2 strategi yang paling sesuai untuk keberlanjutan program HKm di Kelurahan Tugusari. Strategi yang dipilih yaitu : Penataan organisasi kelembagaan dan Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM.

Penataan organisasi kelembagaan penting karena saat ini kondisi kelembagaan organisasi kelompok tani HKm belum masuk dalam kategori berlanjut baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi dan manajemen keuangan. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, adanya ancaman sanksi penghentian sementara kegiatan kelola HKm menjadi kendala berlanjutnya program HKm secara keseluruhan. Menurut Nasdian (2014) pengembangan kelembagaan menunjukkan bahwa implementasi prinsip-prinsip kesetaraan, lebih bersifat informal, partisipatif, adanya motivasi yang kuat dan mensinergikan kekuatan yang ada sangat membantu memecahkan permasalahan dan menemukan solusi dalam upaya pengembangan usaha. Untuk itu, penguatan kelembagaan merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Awang dkk (2008) manfaat penataan organisasi kelembagaan ini adalah adanya panduan dalam pengembangan kelembagaan, peningkatkan kemampuan lembaga dalam mengelola kelembagaan, dan mendorong lembaga untuk memiliki kekuatan dalam menghadapi dan berinteraksi dengan pihak luar.

Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM perlu dilakukan, karena SDM merupakan modal dasar dalam pengembangan program HKm. Dalam hal pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk memfasilitasinya. Pembinaan dan peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan cara penyuluhan, pelatihan, penyebaran buku panduan maupun studi banding.

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1. Keberlanjutan program HKm di Kelurahan Tugusari belum sepenuhnya terjamin. Hal ini dilihat dari aspek :

a. Ekologi, dari aspek ekologi sudah ada penurunan tingkat erosi dari 321,42 ton/ha/tahun menjadi 114,65 ton/ha/tahun, sumberdaya air masih terlindungi dimana pasokan air makin meningkat setelah adanya program HKm tahun 2006 – 2014, masih beragamnya jenis satwa dan tumbuhan di areal kelola yang menjamin


(4)

15

keanekaragaman hayati di Kelurahan Tugusari. Masih tingginya tingkat erosi di areal kelola HKm disebabkan karena masih kurangnya praktek pengelolaan tanah dan penanaman belum mengikuti garis kontur.

b. Ekonomi, dari aspek ekonomi masyarakat sudah mendapatkan manfaat program HKm dengan meningkatnya pendapatan tunai anggota kelompok dan mendapatkan manfaat untuk pangan dari hasil buah-buahan, rempah dan obat. Namun peningkatan pendapatan ini masih dibawah nilai upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu, saat ini mulai ada keresahan anggota kelompok dengan menurunnya hasil produksi kopi.

c. Sosial, dari aspek sosial program HKm di Kelurahan Tugusari cenderung berkelanjutan, dengan adanya partisipasi aktif anggota kelompok, pengambilan keputusan kelompok dilakukan secara partisipatif, selain itu tidak adanya konflik di internal kelompok maupun konflik terkait illegal logging dan praktek pembakaran hutan.

d. Kelembagaan, dari aspek kelembagaan Kelompok tani di Kelurahan Tugusari belum masuk dalam kategori berlanjut, baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi maupun manajemen keuangan.

2. Strategi dirumuskan dengan menggunakan metode SWOT dan menghasilkan 6 (enam) rumusan strategi yang dapat dilakukan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat, menjalin hubungan kerjasama dengan PT. PLN, Pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait retribusi, penataan kelembagaan dan penegakan hukum sesuai aturan yang ada.

3. Strategi yang dipilih sesuai untuk saat ini adalah Penataan organisasi kelembagaan dan Pembinaan dan Peningkatan Kapasitas SDM.

b. Saran

1. Untuk Pengambil Kebijakan, perlu dilakukan inventarisasi potensi HKm untuk pengembangan alternatif pengelolaan HKm selain dari pengelolaan HKm dari hasil tanaman non kayu. Dengan makin rapatnya vegetasi, akan membuat konflik baru di kelompok terkait pendapatan.

2. Untuk kelompok tani, perlu pengembangan kerjasama baik dengan kelompok tani yang lain maupun pihak luar. Sehingga keberhasilan pengelolaan HKm tidak hanya berada disalah satu kelompok tani namun merata di seluruh kelompok tani di Lampung Barat. Selain itu, perlu peningkatan kemampuan kapasitas bernegosiasi dengan pihak luar.


(5)

16

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C, 2012. Kajian Lingkungan Hidup Strategis : Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Gadjah Mada University Press

________, 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press

________, 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press

Arsyad, S, 2012. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press

Awang S A, Widayanti W T, Himmah T B, Astuti A, 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan. French Agricultural Research Centre for International Development. CIFOR

Bambang S, Cecep K, Dudung D, Didik S, 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besay di Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9, No. 1

BAPEDDA Pemerintah Kab. Lampung Barat, 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030.

BAPEDDA Pemerintah Kab. Lampung Barat, 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kab. Lampung Barat 2012 - 2017.

BPS. 2014, Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2014. BPS Lampung Barat

Budidarsono S, Wijaya K, 2000. Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani. ICRAF, Bogor, Indonesia

Creswell J W, 2003. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches alih bahasa angkatan III dan IV. Penerbit KIK Press, Jakarta

Kemenhut, 2010. Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Nandini, Ryke, 2013. Evaluasi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Lombok. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 10, No. 1.

Nasdian, FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Nurka Cahyaningsih, Gamal Pasha, Warsito, 2006. Hutan Kemasyarakatan Lampung Barat. World Agroforestry Center

Prabhu R, Colfer, C J P dan Dudley R. G. 1999. Panduan Untuk Pengembangan, Pengujian dan Pemilihan Kriteria dan Indikator untuk Pengelolaan Hutan Lestari. CIFOR Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007, Tentang Hutan Kemasyarakatan Ritchie B, McDougall C, Haggith M dan Burford N, 2001. Pedoman Pendahuluan Kriteria

dan Indikator Kelestarian Hutan yang dikelola Oleh Masyarakat (Community Managed Forest). CIFOR

Rangkuti F, 2014. Analisa SWOT Cara Perhitungan Bobot, Rating dan OCAI. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wirawan, AP, 2009. Tesis : Studi Pengaruh Rahabilitasi Hutan Sub Das Besai Terhadap Kelestarian Operasional Bendungan PLTA Way Besai, Kabupaten Lampung Barat. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Winchell MF, Jackson SH, Wadley AM, Srinivasan R, 2008. Extension and Validation of a GIS Based Method For Calculating The Revised Universal Soil Loss Equation Length Slope Factor for Erosion Risk Assessments in Large Watersheds. Journal of Soil and Water Conservation. Proquest.


(6)

17

Lampiran 1. Matrik Keberlanjutan Program HKm di Kelurahan Tugusari

Kelembagaan

Aspek-aspek Hubungan Berkelanjutan

EKONOMI SOSIAL POLITIK LINGKUNGAN

1 2 3

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

a b c a b c a b c a b c d a b c a b c a b c d e a b c d a b c a b c 1. Pemerintah Nasional Provinsi Kab./Kota

2. Sektor Swasta

3. Masyarakat

Ket :

Ekonomi Sosial Politik Lingkungan

1.Makro

a. Kebijakan Fiscal/Pajak b. Kebijakan Moneter/Keuangan c. Kebijakan Perdagangan

2Sektoral

a.Transportasi/Perhubungan b.Pariwisata

c.Perdagangan

3 Jasa a.Pariwisata b.Asuransi c. Perbankan

4 Kemiskinan dan Pemerataan

5 Demokratisasi

6 Desentraslisasi a. Hubungan Sosial b. Masyarakat Lokal c.Perkotaan/Desa d.Kepemilikan Sumberdaya

7 Kependudukan a.Kesehatan b.Kesempatan Kerja c.Mobilitas

8 Masyarakat a. Organisasi Sosial b.Organisasi Buruh/organda c.Oganisasi Non Pemerintah/LSM

9 Pemerintahan a. Reformasi Hukum b.Koperasi c.Perbankan

d.Korupsi, Kolusi Nepotisme e.Kebijakan

10 Natural Resource a.Tanah

b.Air c. Hutan

d. Keanekaragaman hayati 11 Pencemaran a.Udara b.Air Tanah c.Tanah

12 Perdesaan

13 Kebutuhan Konsumen

a.Penyeleseian Konflik b.Ekolabel

c.Sertifikasi d.ISO 14000

Memiliki hub kuat Memiliki hub sedang Memiliki hub lemah