Perancangan Dan Uji Coba Modul Pelatihan Educational Resiliency Pada Siswa Kelas X Yang Tidak Naik Kelas di SMA Swasta "A" Bandung.

(1)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research steak out a training module in order to developed student Educational Resiliency who must repeating their X grade of Senior High School

“A” in Bandung. This research refers on needs assessment method with

involvement of real student for the appropriate module plan in regards for the purpose and intention of thi research. The training was held in two days programs, with first day training content on educational resiliency using experiential learning methods (lecture, games, discussion and sharing between participants with task on action plan for each participant). On second day training, continued from first day, watch movie and made action plan. Sample of this research are student X grade who must repeated their grade of Senior High

School “A” in Bandung.

Author of this research bench marking on Resiliency theory by Benard, 2004, to construct the Educational Resiliency training modules. Objectives of this training are to improve student awareness, ability to developing student insight on their self potential to determining goals for their future, solving their problems with their own capability and also support from their social environment to meet their needs.

Therefore, from data tabulation and research, conclusion of this method and training module, are effective to improve student for their ultimate goal of study strategies, in order to develop their insight, improvement of their autonomy and to use them for solving their problems. In general this Educational Resiliency module research considered positive by participants on the content, trainer and training schedule.


(2)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Penelitian ini merancang suatu modul pelatihan dalam upaya membantu meningkatkan derajat Educational Resiliency pada Siswa kelas X yang tidak naik

kelas di SMA Swasta “A” Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian

ini, maka penelitian ini menggunakan metoda needs assessment (analisa

kebutuhan) dengan melibatkan siswa dan pihak SMA Swasta “A” Bandung agar

didapatkan rancangan modul yang sesuai dengan kondisi siswa yang sudah digali. Pelatihan diadakan dalam waktu dua hari, dimana hari pertama berisi materi-materi inti dari Educational Resiliency yang diberikan melalui metoda experiential learning (lecture, games, diskusi, sharing dengan sesama peserta pelatihan). Kegiatan hari kedua melanjutkan materi yang belum disampaikan pada hari pertama dan membuat action plan yang dilakukan oleh masing-masing peserta pelatihan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Swasta

“A” yang tidak naik kelas.

Modul pelatihan Educational Resiliency disusun oleh penulis berdasarkan teori Resiliency yang dikemukakan oleh Benard, 2004. Pelatihan ini bertujuan untuk memunculkan kesadaran dan membangun insight peserta pelatihan akan potensi yang dimilikinya sehingga dapat menentukan tujuan yang jelas untuk masa depannya, dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya baik dengan kemampuan dirinya secara pribadi maupun dengan dukungan orang di sekitarnya.

Berdasarkan hasil dari pengolahan data dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa keseluruhan metoda dan modul pelatihan yang dilakukan sudah cukup efektif dalam membantu para siswa untuk meningkatkan derajat educational resiliency yang dimilikinya. Modul pelatihan Educational Resiliency yang dirancang ini secara umum dinilai positif oleh peserta, baik materi, trainer dan jadwal pelatihan.


(3)

Program Magister Psikologi i Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN………..1

1.2IDENTIFIKASI MASALAH………...14

1.3MAKSUD, TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ………15

1.4METODOLOGI………..…….16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 TEORI 2.1.1 RESILIENCY………18

2.1.1.1 Personal Strength Factors……….18

2.1.1.2 Protective Factors……….….33

2.1.2 REMAJA………..37

2.1.2.1 Pengertian Remaja………...………..37

2.1.2.2 Pembagian Masa Remaja………..……….…37

2.1.2.3 Perkembangan Remaja Secara Umum……….……..40

2.1.3 EXPERIENTIAL LEARNING……….….…….43

2.1.3.1 Karakteristik Experiential Learning………..45

2.1.3.2 Fase Experiential Learning………....47

2.1.4 TEORI DAN KONSEP YANG BERKAITAN DENGAN PELATIHAN..53

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN……….………..59

2.3 ASUMSI PENELITIAN………...68


(4)

Program Magister Psikologi ii Universitas Kristen Maranatha

3.1 RANCANGAN PENELITIAN………..71

3.2 VARIABEL PENELITIAN ……….…….……74

3.3 DEFINISI KONSEPTUAL VARIABEL INDEPENDEN ………….…..…74

3.4 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL INDEPENDEN..………….…....74

3.5 DEFINISI KONSEPTUAL VARIABEL DEPENDEN………….…….…...84

3.6 DEFINISI OPERASIONAL DEPENDEN VARIABEL ………….….…....85

3.7 ALAT UKUR……….86

3.8 SUBYEK PENELITIAN……….………..…92

3.9 WAKTU KEGIATAN PENELITIAN………..93

3.10TEKNIK ANALISIS DATA………..………...94

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN BERDASARKAN SKOR ASPEK.……….95

4.2 HASIL PENELITIAN BERDASARKAN REAKSI PESERTA………….99

4.3 KESIMPULAN ANAMNESA………109

4.4 PEMBAHASAN HASIL……….115

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN…...………..128

5.2 SARAN………129

DAFTAR PUSTAKA………131

DAFTAR RUJUKAN………..…..133


(5)

Program Magister Psikologi iii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Tabel Materi Pelatihan...77

TABEL 3.2 Tabel Siswa berdasarkan kategori Educational Resiliency...79

TABEL 3.3 Tabel Profil Siswa Dari Aspek-Aspek Educational Resiliency...79

TABEL 3.4 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur...87

TABEL 3.5 Tabel Sistem Penilaian...89

TABEL 3.6 Tabel Waktu Penelitian...93

TABEL 4.1 Tabel Skor Educational Resiliency...96

TABEL 4.2 Tabel Skor Aspek Social Competence...96

TABEL 4.3 Tabel Skor Aspek Problem Solving... 97

TABEL 4.4 Tabel Skor Aspek Autonomy...97

TABEL 4.5 Tabel Skor Aspek Sense Of Purpose...98

TABEL 4.6 Tabel Evaluasi Sesi 1...99

TABEL 4.7 Tabel Evaluasi Sesi 2...101

TABEL 4.8 Tabel Evaluasi Sesi 3...103

TABEL 4.9 Tabel Evaluasi Sesi 4...105

TABEL 4.10 Tabel Evaluasi Sesi 5...107


(6)

Program Magister Psikologi iv Universitas Kristen Maranatha

BAGAN 1.1 BAGAN RANCANGAN PENELITIAN ...17

BAGAN 2.1 BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN...70

BAGAN 3.1 BAGAN RANCANGAN PENELITIAN...72


(7)

Program Magister Psikologi v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 – ALAT UKUR PENELITIAN

LAMPIRAN 2 – DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG

LAMPIRAN 3 – HASIL PENGUJIAN VALIDITAS & RELIABILITAS LAMPIRAN 4 – LEMBAR KONTRAK BELAJAR

LAMPIRAN 5 – LEMBAR EVALUASI SESI

LAMPIRAN 6 – LEMBAR WRITTEN CONSENT UNTUK ORANGTUA SISWA

LAMPIRAN 7 – MODUL PELATIHAN EDUCATIONAL RESILIENCY LAMPIRAN 8 – INSTRUKSI GAMES

LAMPIRAN 9 – TABEL HASIL PRETEST & POSTTEST LAMPIRAN 10 – SLIDE POWER POINT PELATIHAN


(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat serta pembangunan bangsa. Remaja agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, tidak terlepas dari peranan pendidikan baik formal, informal, maupun nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998).

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan pendidikan bagaimana bersikap sesuai dengan aturan, bagaimana berhubungan dengan orang lain, bagaimana bersikap untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Selain di dalam keluarga, remaja juga mendapatkan pendidikan di luar keluarga, yaitu pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan wadah pendidikan formal yang berfungsi mendidik remaja dalam memeroleh ilmu pengetahuan yang tidak didapat di dalam keluarga. Misalnya belajar mengenai biologi, matematika, fisika, geografi dan mata pelajaran yang lain, kemudian belajar berorganisasi, dan sebagainya. (www.kompas.com, 2009)

Terjadinya perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan budaya ternyata berpengaruh pada pendidikan di Indonesia. Perubahan tersebut menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan


(9)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha nasional termasuk penyempurnaan kurikulum (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2004). Sistem pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia merupakan pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (www.depdiknas.go.id).

Pemerintah melalui departemen pendidikan nasional menyusun kurikulum pengajaran yang menjadi acuan bagi setiap sekolah dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah disebutkan di atas. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan / sekolah (Masnur Muslich, 2008). Sekolah dan instansi terkait lainnya akan lebih berperan dalam pengembangan dan penerapan kurikulum di sekolahnya masing-masing dengan menggunakan KTSP yang diterapkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu SD, SMP, SMA dan jenjang pendidikan formal yang sederajat.

Salah satu sekolah menengah atas (SMA) yang menerapkan KTSP sebagai


(10)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha sebagai sekolah favorit dan memiliki reputasi yang baik serta berkualitas dalam menghasilkan lulusan yang banyak diterima di Universitas atau Perguruan Tinggi favorit baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan dengan Kepala Sekolah SMA “A” Bandung, diketahui bahwa KTSP

merupakan kurikulum yang baru disosialisasikan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) kepada setiap sekolah dasar dan menengah. Pada dasarnya, Depdiknas memberikan panduan pengembangan kurikulum tersebut, sehingga bisa saja berbeda satu sekolah dengan sekolah lainnya. Bentuk dan proses pelaksanaan KTSP merupakan otonomi sekolah untuk mengembangkan program yang menjadi unggulan di sekolah tersebut. Besarnya nilai ketuntasan belajar yang harus dipenuhi dalam KTSP ini juga tergantung dari sekolah itu sendiri sehingga dapat berbeda antar mata pelajaran yang satu dengan yang lain dan juga khas

untuk sekolah itu. Misalnya saja, di SMA “A” ditentukan nilai ketuntasan belajar

untuk mata pelajaran Bahasa Inggris ditentukan sebesar 65,0 yang lebih tinggi daripada sekolah lain pada umumnya. Sekolah menentukan hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas peserta didik.

Selain tuntutan kurikulum KTSP yang berlaku di SMA “A” cukup tinggi, SMA “A” memiliki jadwal sekolah yang cukup panjang, dimulai dari pukul

setengah tujuh dan berakhir pada pukul lima belas. Dalam sehari kurang lebih mereka harus mengikuti 10 hingga 11 jam pelajaran yang terbagi menjadi beberapa mata pelajaran. Belum lagi mereka harus mengikuti kegiatan lain seperti olahraga, praktikum dan les pelajaran tambahan bagi siswa yang nilainya masih di bawah standar atau syarat ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh sekolah.


(11)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa SMA “A” kelas X ini sebanyak

13 mata pelajaran yang meliputi : Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Inggris, Kelas Percakapan Bahasa Inggris dengan Native, Pendidikan Agama Katolik, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Sejarah, Geografi dan Sosiologi. Siswa kelas X memang mendapatkan semua mata pelajaran sebelum mereka dijuruskan di kelas XI menjadi jurusan IPA dan IPS sehingga beban pelajaran yang mereka hadapi lebih berat dibandingkan dengan kelas XI maupun kelas XII. Siswa kelas X juga harus memenuhi syarat untuk penjurusan selain syarat untuk kenaikan kelas pada umumnya. Untuk dapat naik ke kelas XI jurusan IPA, siswa kelas X tidak diperkenankan mendapat nilai merah untuk mata pelajaran khas seperti Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi sedangkan untuk dapat naik ke kelas XI jurusan IPS mereka tidak diperbolehkan mendapat nilai merah untuk mata pelajaran khas IPS seperti Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan Sejarah. Persyaratan yang cukup berat ini harus dapat dipenuhi oleh siswa kelas X. Siswa kelas X walaupun memiliki jumlah nilai yang baik namun jika ia memiliki nilai merah pada salah satu dari kedua mata pelajaran yang khas tetap tidak dapat naik ke kelas XI. Seperti misalnya jika seorang siswa kelas X mendapat nilai merah pada pelajaran Matematika dan pelajaran Sosiologi, ia tidak dapat dijuruskan ke kelas XI jurusan IPA maupun IPS sehingga ia harus

mengulang di kelas X. (Guru BK SMA “A” Bandung, 2009)

Dalam satu semester, SMA “A” mengadakan Pekan Ulangan (PU)

sebanyak tiga kali sebelum ujian akhir semester. Pekan Ulangan ini bobotnya dibedakan dari ulangan harian biasa dan hasilnya akan sangat berpengaruh


(12)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha terhadap nilai raport. Siswa yang tidak terbiasa dengan cara tersebut tentunya

akan merasa kesulitan mengikuti kegiatan belajar mengajar di SMA “A”. Siswa

juga tidak hanya diberikan penjelasan materi oleh guru namun ia lebih dituntut untuk dapat belajar mandiri baik di rumah maupun di sekolah sehingga saat di kelas guru hanya akan memberikan latihan-latihan soal dan langsung membahasnya. Siswa yang tidak dapat mengikuti ritme dan cara mengajar guru di sekolah juga akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan situasi

SMA “A”.

Selain beratnya kurikulum yang harus dipenuhi dan tuntutan akademis

yang tinggi, siswa SMA “A” juga harus mampu menyesuaikan diri dengan tata

cara dan peraturan sekolah yang sangat ketat. SMA “A” sebagai salah satu SMA favorit di kota Bandung sudah terkenal dari dulu mengenai kedisiplinan dan peraturan yang ketat. Warisan ketatnya peraturan ini sudah dimulai sejak SMA

“A” dibangun oleh para Bruder Katolik dari Belanda dan dikembangkan serta disesuaikan dengan perkembangan jaman saat ini. Aturan-aturan yang harus

ditaati oleh para siswa tercatat dalam sebuah buku yang bernama “Buku Siswa”. Buku tersebut wajib dimiliki oleh setiap siswa SMA “A” dan setiap kali siswa melakukan kelalaian ataupun pelanggaran akan dicatat dalam buku tersebut serta akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi-sanksi yang diberikan selain harus dilaksanakan juga akan mengurangi nilai sikap siswa yang nantinya akan berpengaruh terhadap nilai afektif siswa saat pembagian raport tiba. Pengurangan nilai sikap ini bervariasi tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan siswa. Jika siswa melakukan kesalahan yang sangat


(13)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha berat, ia akan diberikan peringatan dan jika ia melakukan peringatan sebanyak tiga kali ia harus keluar dari sekolah. Begitu pula mengenai keterlambatan, siswa

SMA “A” tidak boleh terlambat masuk ke kelas, walaupun jam pelajaran pertama

dimulai pada pukul setengah tujuh pagi, namun 5 menit sebelumnya siswa sudah harus berada di kelas dan mendengarkan renungan harian serta doa pagi yang akan dipimpin oleh guru. Siswa yang datang terlambat tidak diperbolehkan masuk ke kelas dan tidak boleh mengikuti jam pelajaran yang pertama. Jika siswa yang sama terlambat tiga kali dalam satu bulan ia akan di skors dan orang tua siswa

akan dipanggil menghadap wali kelas dan guru BK. (Guru BK SMA “A”, 2009) Laporan hasil belajar siswa SMA “A” diberikan setelah Pekan Ulangan berakhir

namun untuk ulangan harian pada umumnya guru yang bersangkutan akan langsung memberitahukan kepada siswa itu sendiri. Siswa yang nilai Pekan Ulangannya berada di bawah standar yang telah ditetapkan oleh sekolah biasanya akan mendapatkan pelajaran tambahan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Selain itu, siswa yang nilainya tidak memenuhi syarat kenaikan kelas, akan dipanggil orangtuanya untuk menghadap ke guru wali kelas dan ke

guru BK. (Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum SMA “A”, 2009)

Berdasarkan hasil wawancara dengan para siswa SMA “A” kelas X dan

Guru BK SMA “A” yang menangani siswa kelas X, didapatkan informasi bahwa

pada awal masuk sekolah ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan di dalam

menyesuaikan diri dengan program pelajaran di SMA “A” terutama mereka yang

berasal dari SMP luar walaupun siswa yang berasal dari SMP “A” yang satu sekolah pun tetap mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Misalnya harus


(14)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha menyesuaikan dengan jam sekolah yang lebih panjang, kemudian dalam hal kemandirian hampir seluruh siswa SMA “A” kelas X masih perlu dibantu dalam mengingatkan tugas-tugas yang harus dikerjakan serta kerapihan dan kelengkapan pakaian seragam. Beberapa siswa juga mengeluh dalam hal akademis, seperti merasa kesulitan dalam mata pelajaran tertentu. Siswa yang berasal dari luar Jawa Barat mengeluhkan mengenai kesulitan mereka untuk dapat mempelajari Bahasa Sunda. Selain itu ada beberapa siswa yang merasa kesulitan dengan tuntutan

standar nilai yang diberikan oleh SMA “A” karena setelah mereka menjadi siswa

SMA mereka tidak lagi dibantu oleh orang tuanya dalam hal pelajaran dan tugas-tugas. Beberapa siswa kelas X mulai menunjukkan kondisi fisik yang lelah dan jenuh karena harus terus menerus belajar dari jam setengah tujuh pagi hingga jam tiga sore yang masih harus dilanjutkan dengan les pelajaran di luar sekolah dan banyaknya mata pelajaran yang harus mereka kuasai. Mereka menjadi sering tertidur di kelas dan akhirnya mendapat teguran dari guru yang bersangkutan. Mereka juga sering melakukan pelanggaran karena lalai dalam kelengkapan seragam sekolah atau seragam yang tidak rapih. Terkadang para siswa juga sengaja datang terlambat masuk jam pelajaran setelah jam istirahat dengan alasan ke toilet.

Berdasarkan wawancara dengan 25 siswa SMA “A” yang berasal dari

SMP luar didapatkan informasi bahwa mereka selain kesulitan mengikuti pelajaran yang dirasakan sulit dan tidak dimengerti, mereka juga kesulitan dalam hal pergaulan dengan teman-teman yang sebagian besar berasal dari SMP “A”. Mereka merasa kurang dianggap dan diikutsertakan jika ada kegiatan sekolah


(15)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha karena belum mengenal semua siswa yang berasal dari SMP asal kecenderungan

untuk membentuk „geng‟ bermain yang eksklusif.

Hasil wawancara dengan 12 siswa SMA “A” yang mendapatkan beasiswa

dari sekolah mengatakan bahwa tuntutan nilai yang harus dipenuhi di SMA sangat berbeda dari SMP karena guru-guru tidak menjelaskan materi secara rinci namun mereka lebih dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas dan persoalan yang diberikan sendiri. Mata pelajaran yang semakin banyak dibandingkan sewaktu SMP juga dirasakan menjadi hal yang sulit untuk dapat mempertahankan prestasi dan beasiswa di SMA bahkan ada siswa yang ketika SMP masuk ke dalam 5 besar mengalami penurunan nilai yang sangat drastis.

Peneliti melakukan survei awal dengan menggunakan open-ended

kuesioner kepada 132 siswa kelas X SMA “A” Bandung mengenai sejauhmana

siswa merasa mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di sekolah berkaitan dengan tuntutan akademis yang tinggi serta ketatnya aturan yang berlaku di sekolah. Survei awal dilakukan pada satu angkatan kelas X yang terdiri dari lima kelas dari kelas XA hingga XE. Hasilnya 45 siswa (34%) mengatakan tidak mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi di sekolah dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah yang dinilai sangat tinggi.

Berdasarkan hasil kuesioner tersebut juga didapat data bahwa dari 107

siswa (81%) yang berasal dari SMP “A”, 47 siswa (44%) memilih SMA “A”

karena teman-teman mereka juga memilih SMA yang sama, sedangkan 30 siswa

(28%) lainnya memilih SMA “A” karena dekat dengan rumah dan 30 siswa (28%) lainnya menganggap bahwa SMA “A” merupakan SMA yang bagus kualitasnya.


(16)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

21 siswa (84%) yang berasal dari luar SMP “A” mengatakan bahwa mereka memilih SMA “A” karena reputasinya yang bagus dan fasilitas sekolah memadai namun 4 orang siswa (16%) dari SMP luar mengatakan bahwa mereka hanya

mengikuti keinginan orang tua mereka untuk bersekolah di SMA “A”.

Dari hasil wawancara dengan tigapuluh orang siswa, semuanya menyatakan bahwa mereka merasa bangga dan senang ketika diterima di SMA

“A”, 19 siswa (63%) juga mengatakan ragu-ragu dan merasa takut tidak mampu

mengikuti pelajaran di SMA “A”. Mereka sebetulnya tahu bahwa kemampuan

yang mereka miliki cukup memadai untuk bisa mengikuti proses belajar di sekolah, namun mereka merasa tidak yakin dengan kemampuannya karena merasa banyak kesulitan selama proses belajar, salah satunya adalah banyaknya mata pelajaran yang harus mereka pelajari pada saat bersamaan.

Hal ini juga didukung oleh keterangan dari Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum, bahwa dengan kurikulum saat ini banyak kompetensi dasar dan materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sehingga siswa kesulitan untuk mengikuti proses belajar. Peneliti kemudian menanyakan lebih lanjut mengenai mata pelajaran apa saja yang dirasakan sulit bagi siswa, sepuluh siswa (33%) diantaranya menyatakan bahwa fisika adalah mata pelajaran yang cukup sulit karena harus menghafal rumus dan kemudian menerapkannya dalam persoalan. Sebelas siswa (37%) menyatakan matematika cukup sulit, sembilan siswa (30%) menyatakan sosiologi dan geografi sebagai mata pelajaran yang sulit. Siswa juga mengungkapkan bahwa hambatan yang dihadapi selama mengikuti proses belajar di sekolah diantaranya adalah kesulitan untuk menghafal (43%), menyimak


(17)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha penjelasan guru di kelas (33%), mencatat (7%) dan menghadapi ujian atau ulangan (17%).

Melihat kondisi seperti ini, diperlukan adanya kemampuan educational resiliency pada siswa kelas X SMA “A”. Educational resiliency merupakan kemampuan yang diperlukan siswa kelas X SMA “A” untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar nilai yang tinggi, mata pelajaran yang beranekaragam, dan

peraturan yang ketat. Selain itu agar siswa kelas X SMA “A” mampu melakukan

fungsinya sebagai remaja seperti dapat mengambil keputusan sendiri, berkurangnya ketergantungan kepada orang tua, berinteraksi sosial dengan teman sekolah dan teman sebaya, rasa tanggung jawab yang berlandaskan perencanaan, di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan. (Benard, 1991).

Siswa kelas X SMA “A” yang derajat educational resiliency nya tinggi, dalam situasi yang menekan mereka akan tetap mampu untuk menghargai pendapat teman, guru dan orangtua, berteman dengan teman sebaya, guru bahkan orangtua. Selain itu mereka mampu membantu teman yang sedang mengalami masalah, berani mengemukakan pendapat, mampu memaafkan orang lain yang bersalah kepada dirinya (social competence). Selain itu, dalam situasi yang menekan, mereka nampak mampu untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan ketika menghadapi masalah dengan pelajaran ataupun masalah dengan teman, mampu untuk mengungkapkan permasalahannya dan meminta bantuan kepada guru, orang tua dan teman ketika membutuhkan bantuan dalam masalah pelajaran dan masalah dengan teman yang suka mengganggu, mampu untuk


(18)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha mengetahui apa yang harus dilakukan ketika temannya meminta bantuan kepadanya (problem solving).

Mereka juga dalam situasi yang menekan mampu berinisiatif bertanya kepada guru dan orang tua ketika menghadapi kesulitan dalam pelajaran, mampu untuk mengingatkan diri sendiri jika ada pekerjaan rumah atau ulangan, mampu mengambil keputusan sendiri atau memiliki kemandirian (autonomy). Siswa kelas

X SMA “A” yang derajat educational resiliency-nya tinggi, dalam situasi yang menekan juga terlihat yakin dapat naik kelas, yakin mewujudkan cita-citanya dengan kemampuan yang dimilikinya, tidak putus asa ketika tidak bisa mengerjakan tugas sekolah, merasa dapat mencapai nilai yang sudah ditargetkan (sense of purpose). (Benard, 2004).

Bila siswa kelas X SMA “A” derajat educational resiliency-nya rendah, akan terlihat mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dalam pelajaran, lebih sering dimotivasi dan diingatkan guru dan orangtua mengenai tugas, ulangan, seragam sekolah, prestasi di sekolah cenderung menurun, kesulitan untuk menjalin relasi dengan teman. Selain itu juga mereka cenderung kurang memiliki inisiatif untuk meminta bantuan atau bertanya kepada guru dan orangtua ketika menghadapi kesulitan dalam pelajaran, cenderung berdiam diri ketika menghadapi masalah walaupun sebenarnya ia tahu apa yang harus ia lakukan. (Benard, 2004).

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua puluh siswa kelas X SMA “A”

didapatkan informasi bahwa ketika mereka mengalami kesulitan dan stress karena tuntutan akademis yang tinggi dan peraturan sekolah yang ketat, dalam aspek social competence-nya terdapat 60% siswa yang menjalin persahabatan dengan


(19)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha teman-temannya dan dekat dengan guru-guru yang mengajarnya dengan alasan mereka dapat meminta bantuan bila mereka menghadapi kesulitan belajar serta mampu membantu temannya pada saat temannya mengalami masalah, mampu untuk bertanya atau mengungkapkan pendapat di kelas. Selain itu, terdapat 40% siswa yang menjalin hubungan pertemanan namun tidak dapat membantu temannya yang sedang menghadapi masalah.

Dari dua puluh siswa kelas X SMA “A” ketika mereka mengalami

kesulitan dan stress dalam hal tuntutan akademis yang tinggi dan ketatnya peraturan yang berlaku di sekolah dalam problem solving-nya terdapat 80% siswa yang bercerita dan meminta bantuan kepada guru dan orang tua ketika mereka mengalami kesulitan pelajaran atau bermasalah dengan teman dan 20% siswa menyelesaikan sendiri ketika mengalami kesulitan dalam pelajaran atau ketika mereka bermasalah dengan temannya. Selain itu, terdapat 40% siswa yang sengaja datang terlambat yaitu masuk setelah jam istirahat dan sengaja ke luar kelas ketika pelajaran belum berakhir, sedangkan 60% siswa lainnya berusaha untuk masuk tepat waktu dengan alasan takut ditegur dan kena hukuman.

Dalam hal autonomy-nya terdapat 75% siswa yang harus dimotivasi dan dibantu untuk mengingatkan membuat pekerjaan rumah, belajar untuk ulangan serta kelengkapan dan kerapihan dalam berseragam sedangkan 25% siswa lainnya sudah tidak perlu diingatkan lagi oleh guru wali kelas dan guru BK. Selain itu, terdapat 70% siswa yang memiliki inisiatif untuk meminta bantuan kepada guru, orang tua maupun guru les ketika menghadapi kesulitan pelajaran sedangkan 30% siswa lainnya belajar sendiri di rumah dengan alasan di sekolah sudah diajarkan


(20)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha oleh guru sehingga oleh orangtuanya dianggap mampu walaupun sebenarnya ingin sekali dibantu karena merasa kesulitan.

Dari sense of purpose, terdapat 80% siswa yang merasa ragu atau kurang yakin mereka dapat mencapai nilai yang sudah mereka targetkan dalam Pekan Ulangan namun 20% siswa lainnya merasa yakin mencapai nilai yang sudah mereka targetkan. Selain itu, terdapat 30% siswa yang merasa yakin meningkatkan prestasi mereka walaupun mereka merasa lelah dan bosan karena takut tidak naik kelas sedangkan 70% siswa lainnya merasa tidak yakin karena sering lupa mencatat jadwal ulangan dan tugas di agenda dan bila mereka merasa lelah dan bosan, mereka memilih untuk tidak belajar.

Derajat educational resiliency siswa SMA “A” kelas X yang tidak naik kelas dapat dilihat dari personal strength yang dimilikinya. Benard (2004) mengemukakan bahwa personal strength seseorang dapat meningkat jika faktor yang berperan diberikan kepada siswa tersebut. Salah satu yang berperan penting dalam mengembangkan personal strength adalah protective factors. Protective factors ini terdiri dari caring relationship, high expectations dan opportunities for participation and contribution. (Benard, 2004).

Salah satu bentuk intervensi yang dapat digunakan untuk memengaruhi derajat educational resiliency siswa adalah pelatihan. Pelatihan yang diberikan merupakan suatu bentuk experiential learning, yang merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran, diskusi, analisis dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert, 1970, pp 234-282). Dalam hal ini pelatihan yang


(21)

14

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

diberikan kepada siswa kelas X SMA “A” Bandung yang tidak naik kelas bertujuan memberikan meningkatkan educational resiliency dalam menghadapi proses belajar sehari-hari dan bagaimana mereka dapat menerapkannya di sekolah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, melihat fakta ditunjang dengan teori yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk tetap dapat sukses secara akademis walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan yang menghalangi mereka sangat memengaruhi performance belajar

siswa kelas X SMA “A” yang tidak naik kelas ini, peneliti merasa tertarik untuk melakukan pelatihan educational resiliency terhadap siswa kelas X SMA “A” Bandung yang tidak naik kelas dengan harapan dapat meningkatkan derajat educational resiliency siswa sehingga bisa membantu mereka untuk menjadi

siswa yang “resilient”.

1.2 Identifikasi masalah

Identifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah rancangan modul pelatihan educational resiliency dapat dipakai untuk meningkatkan derajat educational resiliency pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA “A” Bandung.


(22)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Maksud penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hasil uji coba modul pelatihan educational resiliency untuk meningkatkan derajat educational resiliency pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA “A” kota Bandung

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan derajat educational resiliency sebelum dan sesudah pelatihan pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA “A” kota Bandung. 1.3.3 Kegunaan penelitian

1.3.3.1Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini digunakan sebagai upaya pengembangan ilmu psikologi umumnya dan psikologi pendidikan khususnya. Melalui penelitian ini akan diperoleh pendalaman pengetahuan mengenai educational resiliency pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA

“A” dan memahami proses peningkatan educational resiliency melalui pelatihan.

1.3.3.2Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

- Para guru dan guru BK tentang kemampuan educational resiliency pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA “A”, untuk dapat membantu mengoptimalkan proses belajar mengajar di sekolah dengan


(23)

16

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha memperhatikan aspek-aspek kemampuan educational resiliency pada siswanya

- Para orang tua siswa mengenai educational resiliency sebagai bahan pertimbangan untuk membantu para siswa dalam meningkatkan prestasi akademik

- Para siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA “A” mengenai kemampuan educational resiliency untuk dapat membantu mengoptimalkan potensi diri mereka dan mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tanggung jawab dari sekolah.

1.4 Metodologi

Penelitian ini untuk menghasilkan modul pelatihan educational resilience dan melihat signifikansinya terhadap perubahan derajat educational resiliency sebelum dan sesudah pelatihan pada siswa kelas X yang tidak naik kelas di SMA

“A” Bandung. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Group Pre-Test and Post-Test Design (Before-After). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner mengenai educational resilience yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari teori resiliency Benard, 2002. Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Sampel


(24)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 1.1 Rancangan Penelitian Siswa kelas X

yang tidak naik kelas di

SMA “A”

Bandung Pre Test

Educational Resiliency

Diberikan pelatihan

Hasil Post Test Educational resiliency pada siswa SMA “A” kelas X setelah pelatihan


(25)

Program Magister Psikologi 128 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA “A” yang tidak naik kelas, diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan metode dan pelatihan yang dilakukan dapat membantu para siswa untuk meningkatkan educational resiliency yang dimilikinya. Sebelum pelatihan, siswa kelas X SMA “A” yang tidak naik kelas memiliki derajat educational resiliency yang rendah, setelah pelatihan hampir semua mengalami peningkatan derajat educational resiliency 2. Pada sesi pertama untuk meningkatkan aspek social competence, peserta

diberikan games One Way & Two Way Communication. Pada sesi ini, sebagian peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai komunikasi karena peserta merasa materi mudah dipahami, menarik dan cukup dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pada sesi kedua untuk meningkatkan aspek problem solving, peserta diberikan games mengenai Problem Solving Skills. Pada sesi ini, sebagian besar peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai cara-cara yang diperlukan untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya karena sebagian peserta merasa materi mudah dipahami dan jelas


(26)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 4. Pada sesi ketiga untuk meningkatkan aspek autonomy, peserta menonton

bersama film “Facing The Giant”. Pada sesi ini, sebagian peserta mengalami peningkatan pemahaman bahwa untuk dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapi di sekolah mereka perlu memiliki citra diri yang positif. Peningkatan ini terjadi karena hampir semua peserta beranggapan bahwa sesi ini menarik, berguna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian peserta merasa materi mudah dipahami, cukup jelas dan waktu yang digunakan cukup.

5. Pada sesi keempat untuk meningkatkan aspek sense of purpose, peserta diberikan Ring Toss Games. Pada sesi ini, semua peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai pentingnya memiliki target yang ingin dicapainya karena peserta merasa sesi ini berguna dan jelas. Hampir seluruh peserta merasa waktu cukup dan materi cukup dapat dipahami. 6. Pada sesi kelima, action plan peserta diminta membuat rencana yang akan

dilakukannya setelah pelatihan selesai. Dalam sesi ini semua peserta pelatihan mampu membuat rencana secara SMART (Specific, Measureable, Attainable, Realistic dan Timely).

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah :

1. Sebelum pelatihan diadakan, seharusnya dilakukan wawancara secara lebih mendalam untuk melokalisasi masalah agar menjadi lebih rinci pada masalah yang paling berpengaruh terhadap derajat educational resiliency.


(27)

130

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 2. Idealnya selama pelatihan berlangsung, siswa dibimbing oleh guru BP

yang akan memantau perkembangan pelaksanaan action plan yang dilakukan oleh siswa.

3. Bagi SMA “A” di kota Bandung agar dapat memanfaatkan informasi mengenai educational resiliency untuk digunakan sebagai evaluasi sekolah dalam membantu mengembangkan kemampuan educational resiliency melalui kegiatan camping, outbond, training.

4. Bagi para orang tua siswa agar dapat memanfaatkan informasi mengenai educational resiliency dalam membina, membimbing, mengajar, mendukung dan meningkatkan perhatian kepada remaja melalui kegiatan dalam keluarga.

5. Bagi siswa SMA “A” kelas X yang tidak naik kelas di kota Bandung dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman dan evaluasi diri mengenai educational resiliency terutama dalam menentukan tujuan yang ingin dicapainya.

6. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan penelitian secara time series agar lebih hasil penelitian lebih akurat dengan melakukan follow up secara terus menerus.

7. Untuk metode yang dipakai dalam penelitian ini, pada sesi kelima Ring Toss Games, gelang yang digunakan sebaiknya tidak terlalu kecil dan jarak tidak terlalu jauh.


(28)

Program Magister Psikologi 131 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, B. Resiliency : What We Have Learned. San Fransisco : WestEd, 2004 ---, Fostering Resiliency in Kids : Protective Factors in the Family, School and Community. Portland, OR : Northwest Regional Educational Laboratory, 1991 ---, Turning the Corner : From Risk to Resilience. Minneapolis : National Resilience Resource Centre, University of Minnesota, 2004

Brookfield, S. Understanding and Facilitating Adult Learning. San Fransisco : Jossey-Bass, 1986

Campbell, Donald T. & Julian C Stanley. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Chicago : Rand Mc Nally College Publishing Company, 1963.

Christensen, L. B. Experimental Methodology, 10th ed. New Jersey : Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs, 2007

Cobb, N. Adolescence, Continuity, Change and Diversity. New York : McGraw-Hill, 2007

Eipstein, R, Ph.D. & Rogers, J. The Big Book of Motivation Games : Quick, Fun Activities for Energizing People at Work and at Home. New York : McGraw-Hill, 2001

Friedenberg, L. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Massachusetts : Allyn & Bacon A. Simon & Schuster Company, 1995.

Graziano, A.M & M.L Raulin. Research Methods, A Process of Inquiry, 4th ed. Boston : Allyn & Bacon, 2000

Henderson, N & Milstein, M.M. Resiliency In School : Making It Happen For Students and Educators. California : Corwin Press, Inc., 2003

Johnson, D. W. & Johnson, F.P. Joining Together : Group Theory and Group Skills. New Jersey : Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs, 1975

Kroehnert, G. 102 Extra Training Games. Australia : McGraw-Hill, 2000

Krovetz, M L. Fostering Resiliency : Expecting All Students to Use Their Minds and Hearts Well. California : Corwin Press, 1999


(29)

132

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Langan, J. College Writing Skills with Readings, 5th ed. New York :

McGraw-Hill, 2002

Kerlinger, F.N. Foundation of Behavioral Research, 3rd ed. Winston, Inc., 1986 Pfeiffer, J.W. Reference Guide to Handbooks and Annuals (1985 edition),

Volumes i-x and ’72-’85 annuals. California : University Associates Publishers and Consultants, 1985

Santrock, J W. Adolescence. New York : McGraw-Hill Companies, Inc, 1998 Siegel, S. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta : PT.

Gramedia, 1994

Silberman, M. Active Training. New York : Lexington Books, 1990 Steinberg, L. Adolescence. USA : McGraw-Hill Companies, Inc., 1993 Sudjana, Metoda Statistik, edisi Keempat. Bandung : Tarsito, 1988

Walter, G A. & Stephen E.M. Experiential Learning and Change : Theory Design and Practice. New York : John Wiley & Sons, 1981

Werner, E & Smith, R. Overcoming The Odds : High Risk Children from Birth to Adulthood. Ithaca, New York : Cornell University Press, 1992

Weston, Denise C. & Mark S. Weston. Playwise : 365 Fun-Filled Activitites for Building Character, Conscience and Emotional Intelligent in Children. New


(30)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Leach, J.A. “Characteristics of Trainers.” ejournal. 7 Sep 2004,

<http://scholar.lib.vt.edu/ejournal/JVTE/v12n2/leach.html>

Lesson, “Research Sampling.” 14 Jan 2008,

<http://jan.ucc.nau.edu/~mezza/nur390/Mod3/sampling/lesson.html> Maya Sari. Studi Deskriptif mengenai Resiliency Pada Siswa SMP “X” Kelas VII

Di Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, 2007

http://resilient.uiuc.edu/library/benard95.html http://www.cce.umn.edu/nrrc

http://projectresilience.com www.depdiknas.go.id www.des.emory.edu


(1)

Program Magister Psikologi 128 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA “A” yang tidak naik kelas, diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan metode dan pelatihan yang dilakukan dapat membantu para siswa untuk meningkatkan educational resiliency yang dimilikinya. Sebelum pelatihan, siswa kelas X SMA “A” yang tidak naik kelas memiliki derajat educational resiliency yang rendah, setelah pelatihan hampir semua mengalami peningkatan derajat educational resiliency 2. Pada sesi pertama untuk meningkatkan aspek social competence, peserta

diberikan games One Way & Two Way Communication. Pada sesi ini, sebagian peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai komunikasi karena peserta merasa materi mudah dipahami, menarik dan cukup dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pada sesi kedua untuk meningkatkan aspek problem solving, peserta diberikan games mengenai Problem Solving Skills. Pada sesi ini, sebagian besar peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai cara-cara yang diperlukan untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya karena sebagian peserta merasa materi mudah dipahami dan jelas


(2)

4. Pada sesi ketiga untuk meningkatkan aspek autonomy, peserta menonton bersama film “Facing The Giant”. Pada sesi ini, sebagian peserta mengalami peningkatan pemahaman bahwa untuk dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapi di sekolah mereka perlu memiliki citra diri yang positif. Peningkatan ini terjadi karena hampir semua peserta beranggapan bahwa sesi ini menarik, berguna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian peserta merasa materi mudah dipahami, cukup jelas dan waktu yang digunakan cukup.

5. Pada sesi keempat untuk meningkatkan aspek sense of purpose, peserta diberikan Ring Toss Games. Pada sesi ini, semua peserta mengalami peningkatan pemahaman mengenai pentingnya memiliki target yang ingin dicapainya karena peserta merasa sesi ini berguna dan jelas. Hampir seluruh peserta merasa waktu cukup dan materi cukup dapat dipahami. 6. Pada sesi kelima, action plan peserta diminta membuat rencana yang akan

dilakukannya setelah pelatihan selesai. Dalam sesi ini semua peserta pelatihan mampu membuat rencana secara SMART (Specific, Measureable, Attainable, Realistic dan Timely).

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah :

1. Sebelum pelatihan diadakan, seharusnya dilakukan wawancara secara lebih mendalam untuk melokalisasi masalah agar menjadi lebih rinci pada masalah yang paling berpengaruh terhadap derajat educational resiliency.


(3)

130

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 2. Idealnya selama pelatihan berlangsung, siswa dibimbing oleh guru BP

yang akan memantau perkembangan pelaksanaan action plan yang dilakukan oleh siswa.

3. Bagi SMA “A” di kota Bandung agar dapat memanfaatkan informasi mengenai educational resiliency untuk digunakan sebagai evaluasi sekolah dalam membantu mengembangkan kemampuan educational resiliency melalui kegiatan camping, outbond, training.

4. Bagi para orang tua siswa agar dapat memanfaatkan informasi mengenai educational resiliency dalam membina, membimbing, mengajar, mendukung dan meningkatkan perhatian kepada remaja melalui kegiatan dalam keluarga.

5. Bagi siswa SMA “A” kelas X yang tidak naik kelas di kota Bandung dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman dan evaluasi diri mengenai educational resiliency terutama dalam menentukan tujuan yang ingin dicapainya.

6. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan penelitian secara time series agar lebih hasil penelitian lebih akurat dengan melakukan follow up secara terus menerus.

7. Untuk metode yang dipakai dalam penelitian ini, pada sesi kelima Ring Toss Games, gelang yang digunakan sebaiknya tidak terlalu kecil dan jarak tidak terlalu jauh.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Benard, B. Resiliency : What We Have Learned. San Fransisco : WestEd, 2004 ---, Fostering Resiliency in Kids : Protective Factors in the Family, School and Community. Portland, OR : Northwest Regional Educational Laboratory, 1991 ---, Turning the Corner : From Risk to Resilience. Minneapolis : National Resilience Resource Centre, University of Minnesota, 2004

Brookfield, S. Understanding and Facilitating Adult Learning. San Fransisco : Jossey-Bass, 1986

Campbell, Donald T. & Julian C Stanley. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Chicago : Rand Mc Nally College Publishing Company, 1963.

Christensen, L. B. Experimental Methodology, 10th ed. New Jersey : Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs, 2007

Cobb, N. Adolescence, Continuity, Change and Diversity. New York : McGraw-Hill, 2007

Eipstein, R, Ph.D. & Rogers, J. The Big Book of Motivation Games : Quick, Fun Activities for Energizing People at Work and at Home. New York : McGraw-Hill, 2001

Friedenberg, L. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Massachusetts : Allyn & Bacon A. Simon & Schuster Company, 1995.

Graziano, A.M & M.L Raulin. Research Methods, A Process of Inquiry, 4th ed. Boston : Allyn & Bacon, 2000

Henderson, N & Milstein, M.M. Resiliency In School : Making It Happen For Students and Educators. California : Corwin Press, Inc., 2003

Johnson, D. W. & Johnson, F.P. Joining Together : Group Theory and Group Skills. New Jersey : Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs, 1975

Kroehnert, G. 102 Extra Training Games. Australia : McGraw-Hill, 2000

Krovetz, M L. Fostering Resiliency : Expecting All Students to Use Their Minds and Hearts Well. California : Corwin Press, 1999


(5)

132

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Langan, J. College Writing Skills with Readings, 5th ed. New York :

McGraw-Hill, 2002

Kerlinger, F.N. Foundation of Behavioral Research, 3rd ed. Winston, Inc., 1986 Pfeiffer, J.W. Reference Guide to Handbooks and Annuals (1985 edition),

Volumes i-x and ’72-’85 annuals. California : University Associates Publishers and Consultants, 1985

Santrock, J W. Adolescence. New York : McGraw-Hill Companies, Inc, 1998 Siegel, S. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta : PT.

Gramedia, 1994

Silberman, M. Active Training. New York : Lexington Books, 1990 Steinberg, L. Adolescence. USA : McGraw-Hill Companies, Inc., 1993 Sudjana, Metoda Statistik, edisi Keempat. Bandung : Tarsito, 1988

Walter, G A. & Stephen E.M. Experiential Learning and Change : Theory Design and Practice. New York : John Wiley & Sons, 1981

Werner, E & Smith, R. Overcoming The Odds : High Risk Children from Birth to Adulthood. Ithaca, New York : Cornell University Press, 1992

Weston, Denise C. & Mark S. Weston. Playwise : 365 Fun-Filled Activitites for Building Character, Conscience and Emotional Intelligent in Children. New


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Leach, J.A. “Characteristics of Trainers.” ejournal. 7 Sep 2004, <http://scholar.lib.vt.edu/ejournal/JVTE/v12n2/leach.html>

Lesson, “Research Sampling.” 14 Jan 2008,

<http://jan.ucc.nau.edu/~mezza/nur390/Mod3/sampling/lesson.html> Maya Sari. Studi Deskriptif mengenai Resiliency Pada Siswa SMP “X” Kelas VII

Di Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, 2007

http://resilient.uiuc.edu/library/benard95.html http://www.cce.umn.edu/nrrc

http://projectresilience.com www.depdiknas.go.id www.des.emory.edu


Dokumen yang terkait

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain Higher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung.

0 0 18

Perancangan Dan Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Pada Siswa-siswi Underachiever Kelas X SMA Kristen BPPK Bandung.

0 0 27

Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Untuk Siswa Kelas XII di SMA "X" Bandung.

0 0 24

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain HIgher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung.

0 1 24

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain Higher Education pada Siswa Kelas XI SMA "X" Bandung.

2 3 24

Perancangan dan UJi Coba Modul Pelatihan untuk Meningkatkan Derajat Educational Resiliency pada Siswa-Siswi Underachiever yang Berasal dari Keluarga Broken Home di SMP "X" Bogor.

0 1 28

Uji Coba Modul Pelatihan Dalam Menangani Masalah Academic Buoyancy Pada Siswa Kelas XII di SMA "X" Bandung.

0 0 34

Perancangan Dan Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Pada Siswa Kelas VIII di SMP "X" Bandung.

0 0 28

Perancangan Modul Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung di SMA "X" Bandung (Uji Coba Modul Pelatihan Educational Coping Resources Dalam Rangka Meningkatkan Derajat Coping Resources Siswa Kelas X Yang

0 0 37

Uji Coba Modul Pelatihan Menyimak Aktif pada Guru Wali Kelas SMA 'X' Bandung.

0 0 27