Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat T2 422012103 BAB IV

(1)

17

IV.

Hasil dan Pembahasan

A.

Hasil Penelitian

Pemanfaatan Sumberdaya alam oleh masyarakat lokal berdasarkan pengetahuan tradisional telah dikenal masyarakat Raja Ampat sejak dahulu. Budaya sasi yang berawal dari negeri Maluku telah mereka laksanakan secara turun menurun hingga saat ini. Sementara itu, Pemerintah Daerah Raja Ampat telah menetapkan enam Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yakni Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Wayag, Misool Timur, Misool Selatan, Batanta, Kofiau dan Ayau (Coremap, 2009).

Masyarakat adat Pulau Misool mengukuhkan kepedulian mereka kepada pelestarian sumber daya laut melaui upacara adat Timai untuk mendeklarasikan zonasi KKLD Misool Timur Selatan yang mencakup luasan sebesar 366.000 hektar. Dari luas total KKLD tersebut, sekitar 82 hektar didedikasikan untuk menjadi wilayah sasi oleh masyarakat kampung Folley (TNC, 2013). Peta wilayah Sasi Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada gambar 1.


(2)

18

Gambar 1. Peta Wilayah Sasi Kabupaten Raja Ampat (TNC, 2013)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sasi masih hidup dan berlaku dengan baik di Raja Ampat khususnya di Pulau Misool. Menurut pendeta Burdam melalui komunikasi pribadi mengatakan bahwa, terdapat 2 jenis sasi yaitu sasi darat dan sasi laut. Jenis-jenis sasi tersebut di antaranya; sasi kelapa, sasi lola, sasi teripang, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan


(3)

19

dengan tabel data base sasi yang ada di Pulau Misool Kabupaten Raja Ampat berikut.

Tabel 1. Data Base Sasi Misool

Kampung

Model Pengelolaan

Jenis

Sasi Adat/Ritual Kapatcol Sasi

tahunan (1-2 tahun) Teripang gosok Biasanya untuk membuka atau menutup sasi akan didoakan di gereja. Setelah itu dilakukan

pencabutan papan nama sasi dan barulah dilakukan panen hasil sasi

Kapatcol Sasi

tahunan (1-2 tahun) Lola, teripang, lobster Biasanya untuk membuka atau menutup sasi akan didoakan di gereja. Setelah itu dilakukan

pencabutan papan nama sasi dan barulah dilakukan panen hasil sasi

Lilinta Sasi

musiman (6 bulan) Lola, teripang, lobster, batu laga Distrik Misool Barat untuk membuka sasi atau menutup daerah sasi dilakukan oleh ketua/tokoh adat. Tokoh adat akan memberikan


(4)

20

informasi tentang kapan waktu yang tepat untuk membuka dan menutup area sasi. Saat buka sasi setiap kampung yang ada di misool barat akan

mendapat giliran mengambil hasil.

Biga Sasi

tahunan teripang gosok untuk membuka dan menutup area sasi,

dilakukan doa di gereja dan papan nama penanda area sasi pun ikut didoakan. Setelah itu baru papan nama tersebut dibawa dan ditancapkan di area sasi. Untuk membuka sasi setelah didoakan di gereja papan nama tersebut kemudian dibalik, barulah masyarakat dapat memanen hasilnya. Folley Sasi

tahunan (5 tahun) teripang gosok Biasanya untuk membuka atau menutup sasi akan didoakan di gereja. Setelah itu


(5)

21

dilakukan pencabutan papan nama sasi dan barulah dilakukan panen hasil sasi

(sumber: TNC, 2013)

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa budaya sasi masih diberlakukan di Pulau Misool Kabupaten Raja Ampat sebagai pelestarian alam.

B. Pembahasan Hasil Penelitan

Pengetahuan masyarakat Raja Ampat tentang sasi masih sangat baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan masyarakat, 100% responden mengetahui sistem sasi dan tersebar pada semua umur, baik responden generasi tua maupun yang muda. Hukum sasi adalah hukum adat yang berkaitan dengan larangan untuk mengambil, baik hasil hutan atau hasil laut dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah setempat (Cooley, 1987).

Sejak beberapa tahun terakhir, dengan datangnya generasi sekarang yang lebih berpendidikan, masyarakat kampung Folley bersama dengan pemuda-pemuda kampung kembali menghidupkan tradisi adat sasi yang sempat menghilang bertahun-tahun lamanya. Kebiasaan orang tua terdahulu menjadi alasan mengapa mereka memilih sasi untuk melindungi


(6)

22

sumberdaya alam mereka, dan kemudian agama dijadikan patokan utama dalam melaksanakan sasi tersebut sehingga sasi adat yang pernah ada ditransfer kedalamnya ajaran agama Kristen dan berganti nama menjadi sasi gereja. Sasi gereja adalah adat sasi yang pelaksanaannya didoakan dan diumumkan di dalam gereja. Sasi gereja adalah sasi yang pelaksanaannya dilakukan di dalam Gereja, didoakan, kemudian diumumkan dalam ibadah minggu Gereja. Sasi gereja dipasang dengan jangka waktu tertentu, tergantung berapa lama tanaman atau lautnya bisa dipanen. Pelaksanaan sasi dimulai dengan dilakukannya rapat bersama masyarakat, pemuka kampung, tokoh adat, dan tokoh agama, untuk menentukan zona wilayah sasi. Melalui rapat tersebut ditetapkan sumberdaya atau wilayah yang tertutup dari kegiatan eksploitasi, dan hal tersebut dinamakan tutup sasi. Artinya, selama tutup sasi tidak diperkenankan seorangpun untuk mengambil atau merusak habitat sumberdaya tersebut, sampai waktu yang kemudian diperbolehkan kembali atau biasa disebut dengan masa buka sasi (Burdam 2013, komunikasi pribadi).

Bagi masyarakat pesisir seperti penduduk kampung Folley, menjaga, melindungi, dan memanfaatkan lingkungan laut pesisir adalah hal yang harus dilakukan demi keberlajutan hidup yang lebih


(7)

23

baik. Untuk itu, masyarakat kampung Folley bersama dengan tokoh adat, tokoh agama, dan The Nature Conservancy (TNC) sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menetapkan wilayah perlindungan untuk sasi laut di kampung Folley. Syarat wilayah yang akan disasi yaitu wilayah tersebut memiliki potensi hasil laut yang lebih baik seperti lebih banyak terdapat teripang di kampung Folley, maka yang akan disasi adalah teripang. Dengan ditetapkannya wilayah sasi tersebut, selanjutnya diadakan upacara tutup sasi yang dipimpin oleh seorang pendeta, diikuti oleh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama. Kemudian diumumkan kepada seluruh masyarakat kampung bahwa wilayah tersebut sedang dalam masa sasi.

Masyarakat Raja Ampat melakukan sasi pada tanamannya dengan beberapa alasan yaitu untuk mendapatkan hasil panen yang lebih baik (kuantitas dan kualitas) mencegah pencurian.

Sasi telah menjadi pengamanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, mendidik dan membentuk sikap serta perilaku masyarakat yang merupakan upaya untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumberdaya alam kepada seluruh masyarakat (Kissya, 1993).


(8)

24

Kerukunan antar umat beragama di Kampung Folley yang penduduknya terbagi dua agama yaitu Kristen dan Islam menjadikan hukum sasi berjalan dengan baik dan tanpa terkendala. Masyarakat yang beragama Kristen maupun Islam bersama-sama menjaga dan mentaati semua hukum yang berlaku, mereka percaya bahwa hukum sasi memiliki tujuan yang baik dan berguna bagi kelangsungan hidup di masa yang akan datang.

Praktek sasi bukan hanya dilaksanakan di kampung-kampung yang penduduknya beragama Kristen, tetapi juga dilaksanakan di beberapa kampung wilayah Raja Ampat yang penduduknya beragama Islam. Perlindungan terhadap alam mereka dilaksanakan dengan cara sasi adat. Sama seperti sasi gereja, sasi yang dilaksanakan mereka juga berasal dari sasi adat yang dimasukkan ke dalamnya ajaran agama Islam yang dipimpin oleh ketua adat dan Imam masjid untuk mendoakan dalam setiap upacara buka dan tutup sasi. Sebelum datangnya agama, perlindungan terhadap tanaman mereka dilakukan dengan cara sasi adat dengan mempersembahkan kepala babi kepada pemimpin adat. Setelah masuknya agama barulah persembahan tersebut diganti dengan hasil hutan berupa buah-buahan. Jadi setelah buah-buahan di hutan seperti durian, cempedak, dan langsat kalau


(9)

25

sudah masak masyarakat adat boleh memakannya dengan syarat kulitnya tidak boleh sampai hanyut di pantai, apalagi dijual keluar pulau sebelum diberikan persembahan kepada pemimpinnya untuk dicicipi terlebih dahulu, istilah tersebut dinamakan dengan Soum (persembahan). Setelah itu barulah diperbolehkan untuk dijual bebas keluar pulau. (Wihel 2013, komunikasi pribadi).

Untuk wilayah yang penduduknya terdapat dua kepercayaan Islam dan Kristen seperti di kampung Folley, mereka menerapkan sasi gereja untuk melindungi alamnya baik yang di darat maupun di laut, karena penduduknya mayoritas Kristen protestan. Tetapi ada juga beberapa kampung yang menerapkan sasi adat untuk wilayah yang terbagi menjadi dua kepercayaan. Tergantung dari kesepakatan bersama masyarakat kampung tersebut.

Penduduk kampung Folley yang beragama Islam, mereka tetap menggunakan sasi gereja untuk melindungi tanaman mereka, dengan cara membayar uang seikhlasnya kepada majelis gereja yang kemudian akan didoakan dan diumumkan digereja dan seluruh masyarakat kampung bahwa tanaman milik orang tersebut telah disasi, itu berarti tidak ada yang boleh mengambil hasil dari tanaman tersebut sekalipun pemilik tanaman itu sendiri, dan tugas gereja adalah


(10)

26

memasang tulisan di sekitar tanaman, contohnya “Dusun Kelapa Ini Telah Disasi Gereja”. Apabila musim panen tiba, pemilik tanaman memberitahukan kepada majelis gereja agar sasi gereja tersebut dilepas.

Setiap ada larangan, pasti akan ada sanksinya masing-masing. Pelanggaran atas pelaksanaan sasi akan memperoleh sanksi berdasarkan dunia spiritual dan saksi masyarakat (Lakollo 1998). Beberapa saksi di kampung Folley menyaksikan sendiri bagaimana seorang anak merasakan sakit akibat memakan buah yang telah disasi. Sakit perut yang berkepanjangan akibat memakan buah tersebut, mungkin bisa saja karena si anak lalai karena belum mencuci buah yang dimakannya. Tapi dampak yang selalu dan langsung muncul akibat melanggar sasi mereka percayai bahwa itu adalah akibat karena telah melanggar sasi, dan sakit tersebut tidak akan hilang selama sang pelanggar mengakui kesalahannya kemudian didoakan kembali oleh pendeta. Kepercayaaan tersebutlah yang selama ini menjadikan larangan sasi benar-benar ditaati oleh seluruh penduduk kampung, baik yang muda ataupun yang tua.

Di kampung Lilinta distrik Misool Selatan, mereka mempunyai cara yang berbeda untuk sanksi bagi pelanggar sasi. Orang yang melanggar sasi akan mendapat hukuman dengan cara dipasung dari pagi


(11)

27

hingga sore hari sampai pelanggar mengakui dan benar-benar bertaubat untuk tidak melakukan kesalahannya lagi (Wihel 2013, komunikasi pribadi). Hukuman tersebut dimaksudkan agar pelaku pelanggar sasi malu dan tidak akan melakukan kesalahannya kembali.

Nilai-nilai luhur yang tertanam sejak duhulu menjadikan semua orang mentaati dan tidak ada yang berani melanggar hukum adat sasi tersebut. Pendidikan yang telah didapat di sekolah maupun di rumah selalu diterapkan dengan baik oleh siswa-siswi di Kampung Folley.

Luasnya wilayah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di Pulau Misool yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat mendapat respon yang positif dan negatif oleh masyarakat. Sebagian masyarakat sepakat dengan adanya luasan wilayah KKLD, karena dapat menjadi sarana pelestarian dan berguna sebagai isolasi reproduksi agar tidak terjadi kepunahan, namun di sisi lain beberapa masyarakat yang bergantung dengan hasil laut tersebut menjadi kehilangan matapencaharian mereka. Semakin ke depan, banyak bertumbuh pula resort yang bisa menghasilkan pendapatan daerah, namun masyarakat juga menjadi tidak bisa mencari hasil laut di wilayah tersebut.


(12)

28

Masyarakat setempat berpendapat bahwa, sebelum ditetapkannya Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), merekapun memiliki cara tersendiri untuk melindungi laut mereka tanpa kehilangan hasil laut mereka sendiri yaitu dengan cara sasi. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan hasil dalam petikan wawancara berikut ini.

“Dengan adanya Kawasan Konservasi Laut

Daerah di Misool ada bagus, ada tidaknya. Ya..bagusnya pasti karna telah melindungi wilayah tersebut. Tapi ada juga masyarakat yang mengeluh dengan adanya kawasan

konservasi tersebut. Mengapa..? karna

masyarakat sendiri tidak bisa lagi mengambil dan memanen hasil laut di wilayah mereka

sendiri. Padahal dulu sebelum adanya

wilayah konservasi masyarakat kan punya

cara sendiri untuk melindungi wilayah

lautnya. Ya..dengan sasi itu. Wilayah laut mereka bisa terlindungi, namun mereka masih tetap bisa memanen hasil lautnya dan laut tersebut masih terjaga dengan baik hingga sekarang. Beda dengan wilayah konservasi, walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melindungi namun wilayah konservasi

tidak bisa diambil atau dipanen hasilnya”.

Dari pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian masyarakat Raja Ampat kurang menyetujui adanya luasan KKLD, dengan alasan bahwa laut yang mereka gunakan sebagai mata pencaharian mereka tidak bisa diambil hasilnya lagi. Padahal masyarakat sendiri hingga saat ini masih


(13)

29

melaksanakan budaya sasi yang sebenarnya adalah praktek konservasi yang dilaksanakan secara tradisional.

Dengan ditetapkannya KKLD wilayah Raja Ampat, masyarakat berharap kepada pemerintah setempat agar mau membuka lapangan pekerjaan sebagai ganti matapencaharian mereka yang mayoritas hidupnya bergantung dengan hasil laut.


(1)

24

Kerukunan antar umat beragama di Kampung Folley yang penduduknya terbagi dua agama yaitu Kristen dan Islam menjadikan hukum sasi berjalan dengan baik dan tanpa terkendala. Masyarakat yang beragama Kristen maupun Islam bersama-sama menjaga dan mentaati semua hukum yang berlaku, mereka percaya bahwa hukum sasi memiliki tujuan yang baik dan berguna bagi kelangsungan hidup di masa yang akan datang.

Praktek sasi bukan hanya dilaksanakan di kampung-kampung yang penduduknya beragama Kristen, tetapi juga dilaksanakan di beberapa kampung wilayah Raja Ampat yang penduduknya beragama Islam. Perlindungan terhadap alam mereka dilaksanakan dengan cara sasi adat. Sama seperti sasi gereja, sasi yang dilaksanakan mereka juga berasal dari sasi adat yang dimasukkan ke dalamnya ajaran agama Islam yang dipimpin oleh ketua adat dan Imam masjid untuk mendoakan dalam setiap upacara buka dan tutup sasi. Sebelum datangnya agama, perlindungan terhadap tanaman mereka dilakukan dengan cara sasi adat dengan mempersembahkan kepala babi kepada pemimpin adat. Setelah masuknya agama barulah persembahan tersebut diganti dengan hasil hutan berupa buah-buahan. Jadi setelah buah-buahan di hutan seperti durian, cempedak, dan langsat kalau


(2)

25

sudah masak masyarakat adat boleh memakannya dengan syarat kulitnya tidak boleh sampai hanyut di pantai, apalagi dijual keluar pulau sebelum diberikan persembahan kepada pemimpinnya untuk dicicipi terlebih dahulu, istilah tersebut dinamakan dengan Soum (persembahan). Setelah itu barulah diperbolehkan untuk dijual bebas keluar pulau. (Wihel 2013, komunikasi pribadi).

Untuk wilayah yang penduduknya terdapat dua kepercayaan Islam dan Kristen seperti di kampung Folley, mereka menerapkan sasi gereja untuk melindungi alamnya baik yang di darat maupun di laut, karena penduduknya mayoritas Kristen protestan. Tetapi ada juga beberapa kampung yang menerapkan sasi adat untuk wilayah yang terbagi menjadi dua kepercayaan. Tergantung dari kesepakatan bersama masyarakat kampung tersebut.

Penduduk kampung Folley yang beragama Islam, mereka tetap menggunakan sasi gereja untuk melindungi tanaman mereka, dengan cara membayar uang seikhlasnya kepada majelis gereja yang kemudian akan didoakan dan diumumkan digereja dan seluruh masyarakat kampung bahwa tanaman milik orang tersebut telah disasi, itu berarti tidak ada yang boleh mengambil hasil dari tanaman tersebut sekalipun pemilik tanaman itu sendiri, dan tugas gereja adalah


(3)

26

memasang tulisan di sekitar tanaman, contohnya “Dusun Kelapa Ini Telah Disasi Gereja”. Apabila musim panen tiba, pemilik tanaman memberitahukan kepada majelis gereja agar sasi gereja tersebut dilepas.

Setiap ada larangan, pasti akan ada sanksinya masing-masing. Pelanggaran atas pelaksanaan sasi akan memperoleh sanksi berdasarkan dunia spiritual dan saksi masyarakat (Lakollo 1998). Beberapa saksi di kampung Folley menyaksikan sendiri bagaimana seorang anak merasakan sakit akibat memakan buah yang telah disasi. Sakit perut yang berkepanjangan akibat memakan buah tersebut, mungkin bisa saja karena si anak lalai karena belum mencuci buah yang dimakannya. Tapi dampak yang selalu dan langsung muncul akibat melanggar sasi mereka percayai bahwa itu adalah akibat karena telah melanggar sasi, dan sakit tersebut tidak akan hilang selama sang pelanggar mengakui kesalahannya kemudian didoakan kembali oleh pendeta. Kepercayaaan tersebutlah yang selama ini menjadikan larangan sasi benar-benar ditaati oleh seluruh penduduk kampung, baik yang muda ataupun yang tua.

Di kampung Lilinta distrik Misool Selatan, mereka mempunyai cara yang berbeda untuk sanksi bagi pelanggar sasi. Orang yang melanggar sasi akan mendapat hukuman dengan cara dipasung dari pagi


(4)

27

hingga sore hari sampai pelanggar mengakui dan benar-benar bertaubat untuk tidak melakukan kesalahannya lagi (Wihel 2013, komunikasi pribadi). Hukuman tersebut dimaksudkan agar pelaku pelanggar sasi malu dan tidak akan melakukan kesalahannya kembali.

Nilai-nilai luhur yang tertanam sejak duhulu menjadikan semua orang mentaati dan tidak ada yang berani melanggar hukum adat sasi tersebut. Pendidikan yang telah didapat di sekolah maupun di rumah selalu diterapkan dengan baik oleh siswa-siswi di Kampung Folley.

Luasnya wilayah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di Pulau Misool yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat mendapat respon yang positif dan negatif oleh masyarakat. Sebagian masyarakat sepakat dengan adanya luasan wilayah KKLD, karena dapat menjadi sarana pelestarian dan berguna sebagai isolasi reproduksi agar tidak terjadi kepunahan, namun di sisi lain beberapa masyarakat yang bergantung dengan hasil laut tersebut menjadi kehilangan matapencaharian mereka. Semakin ke depan, banyak bertumbuh pula resort yang bisa menghasilkan pendapatan daerah, namun masyarakat juga menjadi tidak bisa mencari hasil laut di wilayah tersebut.


(5)

28

Masyarakat setempat berpendapat bahwa, sebelum ditetapkannya Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), merekapun memiliki cara tersendiri untuk melindungi laut mereka tanpa kehilangan hasil laut mereka sendiri yaitu dengan cara sasi. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan hasil dalam petikan wawancara berikut ini.

“Dengan adanya Kawasan Konservasi Laut Daerah di Misool ada bagus, ada tidaknya. Ya..bagusnya pasti karna telah melindungi wilayah tersebut. Tapi ada juga masyarakat yang mengeluh dengan adanya kawasan konservasi tersebut. Mengapa..? karna masyarakat sendiri tidak bisa lagi mengambil dan memanen hasil laut di wilayah mereka sendiri. Padahal dulu sebelum adanya wilayah konservasi masyarakat kan punya cara sendiri untuk melindungi wilayah lautnya. Ya..dengan sasi itu. Wilayah laut mereka bisa terlindungi, namun mereka masih tetap bisa memanen hasil lautnya dan laut tersebut masih terjaga dengan baik hingga sekarang. Beda dengan wilayah konservasi, walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melindungi namun wilayah konservasi tidak bisa diambil atau dipanen hasilnya”.

Dari pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian masyarakat Raja Ampat kurang menyetujui adanya luasan KKLD, dengan alasan bahwa laut yang mereka gunakan sebagai mata pencaharian mereka tidak bisa diambil hasilnya lagi. Padahal masyarakat sendiri hingga saat ini masih


(6)

29

melaksanakan budaya sasi yang sebenarnya adalah praktek konservasi yang dilaksanakan secara tradisional.

Dengan ditetapkannya KKLD wilayah Raja Ampat, masyarakat berharap kepada pemerintah setempat agar mau membuka lapangan pekerjaan sebagai ganti matapencaharian mereka yang mayoritas hidupnya bergantung dengan hasil laut.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan dan Keanekaragaman Bulu Babi di Pulau Saonek, Kabupaten Raja Ampat T2 422012114 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat T2 422012103 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat T2 422012103 BAB II

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat T2 422012103 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konservasi Berbasis Kearifan Lokal: studi kasus Sasi di Kabupaten Raja Ampat

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Flora Mangrove di Pantai Sungai Gamta, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat T2 422012108 BAB IV

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB IV

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keanekaragaman Jenis Ikan di Padang Lamun Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat T2 422012123 BAB IV

0 0 7

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Kearifan Lokal Sasi: Studi Kasus terhadap Pelaksanaan Sasi Gereja di Negeri Administratif Hatuhenuecamatan Amahaiabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku T2

0 2 17