INTERNALISASI NILAI-NILAI BUDAYA DATI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN SOLIDARITAS SISWA: Penelitian Tindakan Kelas Pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku-Kota Tidore Kepulauan.

(1)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Pernyataan iii

Abstrak iv

Kata Pengantar v

Ucapan Terimakasih vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel dan Gambar x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Klasifikasi Konsep 8

D. Tujuan Penelitian 10

E. Manfaat Penelitian 10

BAB II KAJIAN TEORETIK

A. Konsep Nilai Budaya Bagi Masyarakat. 14

B. Internalisasi Nilai Budaya Dalam Pembelajaran Sejarah 19

C. Makna Solidaritas Sosial. 21

D. Makna Pembelajaran Sejarah dalam Pendidikan IPS 31

E. Pendekatan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sejarah. 41

F. Makna, Implementasi dan Langkah-langkah

Cooperatif Learning Dalam Pembelajaran Sejarah. 48

G. Penelitian Terdahulu 56


(2)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Lokasi penelitian. 61

C. Subjek Penelitian. 63

D. Prosedur Penelitian. 64

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. 65

F. Kategorisasi Data 68

G. Analisis Data. 68

H. Validasi Data. 69

I . Interpretasi Data. 70

BAB IV. PEMBAHASAN HASIL TEMUAN PENELITIAN

A. Profil Sekolah MAS Mareku 71

B. Deskripsi Kelas Xc 80

C. Tahap Pembentukan Tema Pembelajaran Sejarah Kelas X 82

D. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian 87

E. Pelaksanaan Siklus Pertama 100

F. Pelaksanaan Siklus Kedua 110

G. Pelaksanaan Siklus Ketiga 119

H. Pelaksanaan Siklus Keempat 127

I. Analisis Hasil Penelitian 136

J. Temuan Hasil Penelitian 150

K. Contoh-contoh Folklore Lokal 156

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN 166

B. REKOMENDASI 167

DAFTAR PUSTAKA 168

DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(3)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halman

1: Perbedaan Solidaritas Mekanik Dengan Organik. 27 2: Standar Kompetensi Pelajaran Sejarah Kelas X. 83

3: Hasil Kegiatan Belajar Siklus 1 144

4: Hasil Kegiatan Belajar Siklus 2 dan 3 147

5: Hasil kegiatan belajar siklus 4 149

DAFTAR GAMBAR

No: Gambar Halaman

1. Cooperatif learning Model Dua Tinggal Dua Tamu. 55

2. Model Penelitian Tindakan Berbentuk Spiral

dari Kemmis dan Taggart. 64

3. Peta Pulau Tidore dan Lokasi Sekolah MAS Mareku 72

4. Denah Kelas Xc. 80

5. Jenis-jenis Folklore. 86

6. Dokumentasi KBM 1.1 98

7. Dokumentasi KBM 1.2 99

8. Dokumentasi KBM 2.1 108

9. Dokumentasi KBM 2.2 109

10. Dokumentasi KBM 2.3 118


(4)

Rusli Sin, 2011


(5)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonsia adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, oleh karenanya perlu mendapat dukungan serta kepedulian bersama dari semua pihak, kemajemukan tersebut baik dalam arti adat-istiadat, suku maupun agama yang dianutnya, dengan adanya keragaman dalam kehidupan masyarakat seperti ini maka akan menghasilkan suatu proses enkulturasi. Proses ini terjadi dalam bentuk pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.

Koentjaraningrat, (1990:110), menyatakan bahwa, proses pembudayaan melalui enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap dituakan dalam komunitas itu, seperti pewarisan nilai tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan untuk disampaikan kepada orang lain yang belum mengenal, penyampaian informasi sekaligus sebagai bentuk penyadaran akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian mengadopsi budaya tersebut untuk dijadikan sebagai budayanya.

Melalui jalur pendidikan proses pembudayaan dapat berkembang dan dipandang sebagai media untuk tujuan perubahan sikap. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal. Mengingat besarnya peran pendidikan dalam mengembangkan kebudayaan maka, pendidikan menjadi sarana


(6)

utama pengenalan beragam budaya yang diterima oleh anak didik kemudian dikembangkan serta dapat melestarikannya. Budaya-budaya yang dapat diterima oleh anak didik itu sangat beragam, mulai dari budaya yang dibawa oleh masing-masing peserta didik, budaya para guru yang mengajar, serta budaya yang ada pada sekolah. Agar para peserta didik tidak tercerabut dengan akar budaya yang dimilikinya maka, pemahaman nilai-nilai budaya Dati perlu dimasukan dalam pembelajaran sejarah pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.

Makna budaya Dati dalam tradisi lisan masyarakat di Kota Tidore berarti iuran atau “ sumbangan atas dasar suka rela sebagai suatu bentuk empati terhadap warga yang lain. Pentingnya internalisasi nilai-nilai dari budaya Dati perlu ditanamkan pada lingkungan pendidikan agar nilai solidaritas, kekeluargaan dan empati yang terkandung di dalamnya dapat menjadi suatu pembiasaan sikap dan etika/moral serta dapat dijadikan pemahaman awal dalam mengembangkan keterampilan sosial bagi anak didik baik dilingkungan sekolah maupun dalam masyarakatnya. Faktor tersebut harus dapat diaplikasikan agar menjadi salah satu langkah antisipasi untuk menghindari pengaruh-pengaruh negatif dari budaya luar sebagai dampak dari kemajuan teknologi yang mengglobal dewasa ini.

Proses pembelajaran dengan internalisasi budaya dapat menghasilkan suatu nilai jika hasilnya dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang timbul dalam komunitas atau masyarakat itu sendiri, dan jika lulusannya dapat berdayaguna bagi pelestarian budaya, serta dapat mengembangkannya dalam


(7)

wilayah sebagai tempat budaya lokal itu berada maupun secara nasional. Pembelajaran berbasis budaya dalam penelitian ini merupakan suatu pendekatan yang lebih mengutamakan aktivitas anak didik dengan berbagai latar belakang budaya yang diinternalisasikan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku sebagai bagian dari materi pembelajaran sejarah. Melalui pembelajaran berbasis budaya , anak didik bukan sekedar meniru dan menerima setiap informasi yang disampaikan, akan tetapi anak didik dapat mendalami suatu makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya. Untuk itu diharapkan dengan internalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran sejarah melalui metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menjadi salah satu solusi dari penciptaan makna untuk pengembangan pengetahuan anak didik dalam menyikapi nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya.

Kaitannya dengan upaya internalisasi nilai-nilai budaya kedalam lembaga pendidikan yang mengkaji tentang kehidupan sosial dan budaya maka, sebagai suatu kesimpulan awal adalah melalui aplikasi nilai-nilai budaya Dati diformulasikan dalam pembelajaran sejarah pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku di Kota Tidore Kepulauan diharapkan dapat mengurangi faktor kenakalan anak didik, pergaulan yang memilih-milih teman, serta bentuk ancaman atau tekanan sehingga terciptanya solidaritas antar sesama, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa melalui metode penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan pembelajaran cooperative learning model dua tinggal dua tamu. Hal ini sebagai suatu usaha untuk menghadapi tantangan


(8)

kemajuan dibidang teknologi masa sekarang, karena memudahkan siapa saja untuk mengakses perkembangan teknologi tersebut dari berbagai media, khususnya di kalangan anak didik yang lebih cenderung meniru ciri pergaulan bebas dan bahkan ada yang mengarah pada tindak kekerasan.

Masalah yang sering muncul dalam lembaga pendidikan, khususnya di sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku , seperti tawuran, tekanan dan ancaman antar sesama anak didik, serta ciri pergaulan yang memilah-milah sesama siswa. Dampak dari perilaku anak didik seperti ini mengakibatkan sebagian mereka menjadi takut untuk mengikuti kegiatan pembelajaran didalam kelas karena mendapat tekanan dan merasa rendah atau tersisihkan dari teman-teman sekolahnya. Contoh kasus ini jika dibiarkan maka anak didik tersebut semakin tertinggal dengan teman yang lain untuk mendapatkan serta mengembangkan pengetahuannya dalam proses belajar di kelas, disisi lain akibat dari kenakalan dan kekerasan antar anak didik ini juga menyebabkan aktivitas warga masyarakat juga menjadi terhambat, baik kegiatan perkantoran maupun kegiatan rutinitas lain sebab, apabila tujuan aktifitasnya melewati kelurahan yang dalam keadaan berselisih.

Faktor lain yang menjadi alasan bagi peneliti untuk menerapkan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan cooperative learning model dua tinggal dua tamu sebagai salah satu cara agar proses pembelajaran sejarah menjadi lebih bervariasi dengan langkah-langkah yang inovatif dalam menentukan pendekatan dan strategi proses belajar mengajar. Karena itu guru IPS khususnya dalam pendidikan sejarah diusahakan untuk menggunakan pendekatan


(9)

pembelajaran dari teacher centre (guru sebagai pusat pembelajaran), dan beralih menjadi student centre (siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran).

Supriatna (2007:136), menyarankan bahwa dalam pembelajaran sejarah yang perlu dilakukan oleh guru yaitu, pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan siswa adalah strategi kontruktivistik dengan pendekatan-pendekatan seperti cooperative learning dan inquiry. Strategi konstruktivistik mencoba peserta didik dengan diajak untuk mengembangkan dan menganalisa sumber pembelajaran sejarah secara mandiri. Pendekatan Inquiry membiasakan peserta didik untuk mencari, melakukan investigasi dan mengumpulkan sejumlah informasi yang sesuai dengan tema pembelajaran di kelas, sedangkan pendekatan Coperative learning adalah dengan melatih praktek secara langsung dari siswa agar terbiasa untuk berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok.

Model pembelajaran yang masih menerapkan metode konvensional seperti pada Madrasah Aliyah Swasta Mareku, sebagaian besar guru pendidikan IPS khususnya pelajaran sejarah masih lebih dekat dengan buku sumber pegangannya daripada kebutuhan dan tuntutan dalam kurikulum, serta kurang mengangkat masalah sosial budaya yang tumbuh di masyarakatnya. Guru IPS lebih banyak menyampaikan informasi teoritik daripada masalah-masalah aktual dan kontekstual di sekitarnya. Akibatnya peserta didik dilatih untuk berpikir tekstual daripada berpikir kritis terhadap masalah sehari-hari yang di hadapi oleh anak didik itu sendiri baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakatnya.


(10)

Peran peserta didik untuk lebih meningkatkan kemampuan kognitifnya terutama dalam menggali dan mengembangkan nilai-nilai sosial budaya yang bermanfaat untuk kehidupan peserta didik itu sendiri kurang tersentuh. Kondisi demikian menciptakan siswa tidak terbiasa membuat sumber pembelajaran secara mandiri. Peserta didik selalu tergantung pada kehadiran guru di kelas serta buku teks pelajaran. Terjadi kesenjangan antara kualitas proses pembelajaran sejarah dalam kenyataan di lapangan dengan tuntutan ideal yang tertulis dalam kurikulum sehingga menuntut guru untuk selalu berinovasi. Salah satu bentuk inovasi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan solidaritas siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nialai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah.

Pentingnya internalisasi nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah bertujuan agar, anak didik dapat mengenal lebih dekat dengan tradisi-tradisi lokal yang ada disekitar tempat tinggalnya. Selain pengenalan dengan tradisi lokal, diharapkan anak didik juga dapat memaknai nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menciptakan suasana kekeluargaan, saling peduli, saling menghargai yang diaplikasikan dalam pergaulan baik dilingkungan sekolah maupun di masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang bermakna membutuhkan peran guru yang aktif dalam mendesain model-model pembelajaran yang inovatif guna menghasilkan mutu dan peningkatan prestasi anak didik dalam mengembangkan keterampilannya, demi tercapai tujuan dari pendidikan nasional.


(11)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana guru merencanakan untuk meningkatkan solidaritas siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah pada Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.?

b. Bagaimana guru melaksanakan upaya peningkatan solidaritas siswa dengan menggali dan merefleksikan pengalamannya dari Nilai-nilai budaya Dati yag diaplikasikan dalam pembelajaran sejarah di kelas X Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.?

c. Bagaimana guru melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar di kelas untuk mengetahui sejauh mana perubahan solidaritas siswa setelah menggali dan merefleksikan pengalamannya dari Nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.?


(12)

C. Klasifikasi Konsep

1. Konsep Internalisasi Nilai Budaya.

Internalisasi menurut Kamarulzaman, (2005: 27) adalah pendalaman atau penghayatan tentang suatu pemahaman. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penghayatan, proses mendalami suatu falsafah secara mendalam berlangsung lewat penyuluhan atau penataran, yang berkenaan dengan penghayatan terhadap suatu aturan. Internalisasi nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang sangat penting karena dengan hal itulah kita tidak akan terkurung oleh serangan dari budaya luar, baik yang positif maupun negatif, karena itu nilai-nilai budaya Dati perlu dilestarikan karena menjadi karakter pergaulan masyarakat di Kota Tidore sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai solidaritas dan kekeluargaan. Jika tidak ada upaya internalisasi nilai-nilai berbasis budaya maka paradigma masyarakat akan terus menerus menurun tentang susuatu yang bernilai tentang kebudayaan, ia hanya akan memandang kebudayaan tidak lebih dari sekedar sikap pragmatisme dan bersifat monumentalisme saja.

Internalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam penulisan ini bermakna bahwa, melalui pemaknaan dari nilai-nilai tradisi Dati dapat meningkatkan solidaritas siswa melalui pembelajaran sejarah dikelas X sehingga kelak dapat diaktualisasikan dalam pergaulan hidup anak didik, baik di lingkungan sekolah maupun di masayarakatnya. Budaya Dati juga dapat dikatakan sebagai proses pemaknaan nilai-nilai yang diinternalisasikan pada pembelajaran sejarah di sekolah agar anak didik beserta guru dapat merasakan sendiri, mengetahui dan


(13)

dapat memaknai Dati sebagai budaya yang mencerminkan toleransi antar sesama, supaya menjadi manusia yang berguna bagi lingkungan dan bangsanya.

2. Makna Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas di Indonesia belum dikenal, baru sekitar tahun 90-an pemerintah menggalakkannya untuk dilaksanakan oleh guru sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas berkembang dari penelitian tindakan. Karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu ditelusuri melalui penelitian tindakan. Menurut Kemmis, 1988 (dalam Sanjaya, 2009: 24), penelitian tindakan adalah suatu penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka.

Cohen, 1994 (dalam Sanjaya, 2009: 24) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah intervensi dalam dunia nyata serta pemeriksaan terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari intervensi tersebut. Berbeda dengan pendapat dari Cohen, Burns, 1999 (dalam Sanjaya, 2009:25 ), yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk memecahkan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama para peneliti dan praktisi.

Menurut pendapat Elliot, 1991( dalam E, Mulyasa, 2010: 11), penelitian tindakan adalah kajian tentang sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan mempelajarai pengaruh yang ditimbulkannya. Sedangkan menurut pendapat W.


(14)

Sanjaya (2009: 25), menyatakan bahwa ciri utama dari penelitian tindakan adalah adanya intervensi atau perlakuan tertentu untuk perbaikan kinerja guru dalam dunia nyata.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui perencanaan guru dalam meningkatkan solidaritas siswa dengan menggali dan merefleksikan nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.

b. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peningkatan solidaritas antar siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.

c. Mengetahui hasil evaluasi pembelajaran sejarah untuk meningkatkan solidaritas antar siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai Budaya Dati di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.

E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoretis

1). Meningkatkan kecakapan siswa dalam aspek keterampilan menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai Budaya Dati sehingga dapat ditingatkan solidaritas melalui pembelajaran sejarah.


(15)

2).Menumbuhkan inovasi pembelajaran baik guru maupun siswa, khususnya pada peningkatan solidaritas antar sesama melalui pembelajaran sejarah. 3). Menemukan rancangan model yang tepat dan dapat dimanfaatkan dalam

pembelajaran sejarah.

4). Memberikan kontribusi dalam membangun pembelajaran sejarah melalui muatan lokal dalam pengembangan gagasan, konsep, generalisasi, dan teori yang berkenaan dengan budaya melalui pendekatan ilmu sosial.

2. Secara Empirik

a). Bagi Siswa

Penerapan pembelajaran berbasis budaya dengan pendekatan cooperative

learning model dua tamu dua tinggal dapat lebih menggairahkan siswa dalam

proses pembelajaran sejarah di kelas. Mereka akan lebih mudah lagi dalam menuangkan ide-ide dan menggali pengalamannya berupa masalah yang muncul di masyarakat sekitarnya atau informasi yang diperoleh tentang nilai-nilai budaya khususnya tentang tradisi Dati, sehingga dapat meningkatkan solidaritas sebagai salah satu faktor penunjang berhasilnya proses pembelajarn sejarah.

b). Bagi Guru

Pekerjaan guru menjadi evektif dengan adanya kerja sama dan keterlibatan anak didik dalam proses pembelajaran, anak didik dapat lebih aktif dengan berbagai pendekatan-pendekata inovatif yang diterapkan guru dalam proses belajar. Kedekatan guru dengan siswa akan lebih intens dan lebih


(16)

komunikatif dengan suasana belajar yang lebih akrab. Di samping itu, guru lebih terbiasa untuk menyusun program pembelajaran dengan langkah-langkah yang tepat, yakni sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kebutuhan para siswanya.

c). Bagi Sekolah

Pembelajaran nilai-nilai budaya Dati untuk meningkatkan rasa solidaritas dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya menciptakan suasana kekeluargaan di sekolah sebagai komunitas masyarakat terpelajar. Lingkungan di sekitar sekolah merupakan sumber yang sangat kaya dengan budaya-budaya dan tidak akan habis untuk dijadikan bahan pembelajaran. Sekolah juga dapat mengambil kebijakan yang berhubungan dengan sumber belajar di masyarakat sehingga bermanfaat bagi kepentingan siswa dengan merancang strategi-strategi pembelajaran sebagai suatu model dalam mengolah sumber belajar yang tepat.

d). Bagi Masyarakat

- Menunjukan pemahaman pada semua warga masyarakat di Kota Tidore tentang pentingnya membina rasa solidaritas, kekeluargaan, persatuan dan empati antar sesama manusia.

- Memberikan masukan yang jelas akan pentingnya peranan nilai-nilai budaya Dati sebagai perwujudan sikap solidaritas dan kekeluargaan sebagai suatu nilai budaya yang berkembang dari masyarakatnya dapat dimanfaatkan dalam proses pemebelajaran sejarah pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku di Kota Tidore Kepulauan.


(17)

- Memberikan masukan kepada pemerintah Provinsi, khususnya di Kota Tidore Kepulauan, dan lembaga pendidikan yang terkait agar memaknai pentingnya budaya Dati sebagai suatu asset yang perlu dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat.

- Memberikan kontribusi dan motivasi kepada lembaga ilmu pengetahuan dan ilmu penelitian, agar lebih banyak lagi menggali dan mengangkat tentang tema penelitian-penelitian kontemporer khususnya tentang budaya-budaya lokal dalam kehidupan masyarakat untuk memperkaya khasana budaya nasional.

- Memberikan gambaran positif kepada masyarakat secara nasional bahwa, pentingnya memahami dan mencintai budaya disekitar kita, selain itu untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, haruslah saling menjaga solidaritas dengan sikap tolong menolong dalam kaitannya dengan kepentingan bersama sebagai warga yang hidup berdampingan dengan warga yang lain. Sikap hidup seperti ini adalah ciri khas bangsa Indonesia, aka tetapi sekarang makin terkikis nilai-nilai solidaritas tersebut seiring dengan pesatnya kemajuan yang mengglobal sehingga kecenderungan indifidual makin besar.


(18)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang difokuskan kepada situasi kelas atau Classroom Action Research dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi secara mendalam tentang penerapan model

cooperative learning dalam pembelajaran sejarah sebagai upaya untuk

mengembangkan sikap solidaritas siswa. Menurut Depdikbud, (1996), menyatakan bahwa hakekat dari penelitian dikelas adalah suatu usaha berupa tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana dan sistematis untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi guru di kelas.

Elliot, (1993:49), mengatakan bahwa penelitian tindakan merupakan metode penelitian yang banyak diperhatikan oleh para peneliti bidang IPS dan humaniora termasuk bidang pendidikan. Penggunaan metode penelitian tindakan kelas diharapkan dapat membawa perbaikan pada situasi sistem pembelajaran sebagai hasil refleksi diri. Dalam penelitian tindakan kelas ini dipilih bentuk penelitian tindakan kelas kolaboratif partisipatoris, seperti apa yang disampaikan oleh Hopkins, (1993 :121), bahwa pendekatan kolabaoratif terjadi antara peneliti dan guru, di mana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan mengkritisi, sementara guru merupakan praktisi mitra kerja dilapangan bagi peneliti. Guru mitra dan peneliti akan bersama-sama diskusi mulai dari tahap perencanaan, tindakan dan refleksi dari hasil tindakan.


(19)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam penelitian ini diawali dengan melakukan penjajakan sebagai langkah awal penelitian atau tahap orientasi. Hasil dari temuan ini dilakukan refleksi dengan guru untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan penelitian.Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk mendapatkan model cooperative learning yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran sejarah di kelas, karena dalam penelitian tindakan merupakan sarana dalam upaya mengevaluasi diri guru untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

1. Lokasi penelitian.

Tema penulisan tesis yang dipilih dalam rencana pelaksanaan penelitian ini yaitu “Internalisasi Nilai-nilai Budaya Dati Dalam Pembelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Solidaritas Siswa Pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku di Kota Tidore Kepulauan. Dengan demikian lokasi penelitiannya adalah sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku di provinsi Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan Kecamatan Tidore Utara.

Menurut Nasution, (1992: 35), bahwa yang dimaksud dengan lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi sosial yang dicirikan oleh adanya tiga unsur yaitu, tempat, pelaku dan kegiatan. Maka, yang dimaksud dengan lokasi penelitian meliputi:

1). Dari unsur tempat yakni lokasi tempat berlangsungnya pembelajaran di kelas X 2 Pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku kelas di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara.


(20)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2).Unsur pelaku, yaitu guru dan siswa yang terlibat dalam tindakan pengembangan model pembelajaran cooperative learning.

3).Unsur kegiatan, yaitu pengembangan model cooperative learning dengan menginternalisasikan nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran sejarah didalam kelas.

Pemilihan lokasi (kelas) didasarkan pada pertimbangan pertama, penelitian kelas merupakan penelitian yang bersifat situasional, kontekstual dan tergantung pada realita konteks. Kedua, situasi sosial kelas bersifat crucial,konteks fisik dan sosial didalamnya melebur (guru, siswa dan bahan belajar) dengan segala keunikannya masing-masing. Selain itu pemilihan kelas X 2 pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku karena pada jenjang ini upaya pengembangan pembelajaran nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran IPS pada umumnya atau dalam pembelajaran sejarah. Alasan-alasan lain dalam pemilihan lokasi penelitian ini juga didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a). Peneliti juga sebagai guru mata pelajaran sejarah pada sekolah tersebut sehingga sudah mengenal karakteristik situasi sekolah, karenanya tidak lagi melakukan adabtasi baru terhadap lingkungan sekolah itu.

b). Anak didik di sekolah tersebut khususnya di X 2 karena kelasnya lebih berfariasi baik dari latar belakang ekonomi keluarganya, asal tempat tinggal serta jenis kelamin.


(21)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c). Fasilitas belajarnya belum lengkap dan tenaga pengajarnya terdiri tiga orang, yaitu peneliti, Pak Rauf dan Ibu Jena (calon Guru Mitra) guru yang baru diangkat dan masih kurang pengalaman dalam proses belajar mengajarnya. d). Anak didik yang terdapat disekolah tersebut adalah dari lingkungan

masyarakat yang menerapkan tradisi Dati sebagai budaya solidaritas antar warga.

2. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini kinerja guru dalam proses belajar mengajar menjadi subjek dalam penelitian dengan mengembangkan model cooperative

learning untuk menginternalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran

Sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku. Selain guru juga termasuk siswa-siswa dan peneliti itu sendiri karena sebagai instrument dalam penelitian tindakan kelas. Kondisi dan kejadian yang berlangsung dalam proses pembelajaran di dalam kelas ketika sedang melaksanakan suatu tindakan maupun sikap siswa dalam pergaulan di lingkungan sekolah di luar kelas akan menjadi pengamatan peneliti. Peneliti akan berusaha untuk memperoleh data, baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berhubungan dengan penelitian. Sehingga data yang diperlukan dalam penelitian ini bisa diperoleh dari guru, siswa maupun dari pihak-pihak lain yang dianggap perlu dan sesuai dengan kepentingan penelitian.


(22)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3. Prosedur Penelitian

Penelitian dirancang dengan menggunakan penelitian tindakan kelas yang kolaboratif dan partisipatorik. Dalam penelitian ini penulis akan mengunakan bentuk prosedur siklus yang mengacu pada model yang dikembangkan oleh Elliot dari Hopkins, 1993( dalam Wiriaatmadja 2005: 86). Tahap pertama dilakukan dengan penelitian pendahuluan untuk dapat mengidentifikasi permasalahan dan ide yang tepat dalam kemampuan guru mengembangkan bahan ajar dalam pembelajaran Sejarah sebelum siklus-silkus berikutnya dilaksanakan. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu merencanakan (pian), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi

(reflect), Kemmis dan Taggart, 1981 Hopkins, 1993(dalam Wiriaatmadja, 2005:

60). Siklus selanjutnya peneliti bersama guru memperbaiki rencana, pelaksanaan, mengobservasi dan refleksi seperti pada gambar bagan siklus dibawah ini.

Bagan: 3.1

Model Penelitian Tindakan Berbentuk Spiral dari Kemmis dan Taggart

Sumber: Wiriaatmadja, (2005: 66). Act O b s e r v

e Reflect

Plan

Revised Plan Act O b s e r v


(23)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Makna suatu siklus dalam PTK harus memperhatikan apakah dari siklus itu masalah semakin mengerucut ataukah sebaliknya, karena PTK dikatakan berhasil apabila masalah yang dikaji semakin mengerucut atau melalui tindakan setiap siklus masalah-masalah semakin dapat dipecahkan, sedangkan hasil belajar yang diperoleh anak didik semakin besar atau hasil belajar dari setiap tahapan dalam siklus menunjukan adanya peningkatan. Semakin kecilnya masalah dan semakin besarnya hasil belajar siswa, disebabkan oleh tindakan yang dilakukan guru pada setiap siklus yang didasarkan pada hasil refleksi.

Dari penelitian awal peneliti menemukan masalah-masalah yang menghambat berkembangnya proses belajar anak didik, baik itu masalah yang muncul dari dalam diri anak didik maupun dari lingkungannya. Masalah tersebut terjadi karena kurangnya inovasi belajar serta kurangnya kepekaan dari guru terhadap perkembangan anak didik sehingga menjadi penyebab permasalahan disekolah Madrasah Aliyah swasta Mareku. Melalui langkah-langkah selanjutnya masalah-masalah tadi menjadi mengerucut dan akan terciptanya hasil belajar yang semakin meningkat karena masalah-masalah yang ditemui dari setiap siklus yang telah ditetapkan diperiksa secara rinci untuk diperbaiki ke langkah-langkah selanjutnya.

B. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Hopkins, (1993), menyatakan bahwa instrumen dalam penelitian tindakan kelas adalah peneliti sendiri., sebagai"sole instrumen" sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara seperti observasi, wawancara dan


(24)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dokumentasi yang terfokus pada konsep-konsep pengembangan sikap solidaritas siswa. Adapun alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan melengkapi data agar lebih valid antara lain dengan menggunakan catatan lapangan (field notes), dokumen-dokumen seperti Satuan Pelajaran dan Rencana Pelajaran, alat perekam, alat pemotretan atau dokumentasi dan catatan lapangan.

Selanjutnya instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini penulis jelaskan sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu dengan cara mengamati keseluruhan kegiatan guru di kelas dalam pempelajaran sejarah dan siswa di dalam dan di luar kelas selama proses penelitian dan pengumpulan data juga disertai dengan lembar observasi. Data yang diperoleh dilapangan dikumpulkan dan dicatat dalam catatan lapangan

(field notes) untuk dianalisis, dikategorikan, dan diinterpretasikan.

2. Audio tape recorder dapat digunakan untuk kelengkapan catatan dilapangan melalui rekaman dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun untuk wawancara dengan guru maupun murid melalui kesepakatan bersama terlebih dahulu.

3. Wawancara, wawancara yang terencana baik terstruktur maupun tidak diperlukan dalam penelitian untuk menggali dan memperjelas informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan dalam penelitian melalui proses pembelajaran di dalam kelas. Wawancara ini dapat dilakukan dengan:

- Observer dengan Siswa - Observer dengan guru


(25)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4. Foto, untuk mendokumentasi dalam bentuk gambar selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung dalam penelitian yang merupakan peristiwa penting dalam pengumpulan data. Kegunaannya untuk alat ilustrasi dari kegiatan kritis dan diskusi yang bersifat lebih menarik perhatian.

5. Catatan Lapangan (Field Notes). Dalam penelitian kualitatif, field notes merupakan bagian yang penting sebagai alat pengumpul data. Field notes atau catatan lapangan adalah catatan mengenai peristiwa atau kejadian pada saat melakukan observasi baik mengenai perilaku, sikap mental maupun peristiwa yang tidak direncanakan sebelumnya. Peristiwa yang dimaksud adalah bisa berupa ucapan atau perkataan, sikap atau perilaku yang muncul secara spontan ataupun diorganisir.

Dalam penelitian tindakan kelas field notes digunakan untuk mencatat peristiwayang berkaitan dengan aktivitas guru ataupun siswa pada proses pembelajaran berlangsung atau juga di luar proses pembelajaran berlangsung, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada hasil penelitian yang diharapkan, karena pada dasarnya yang berkaitan dengan aspek sikap atau perilaku manusia selalu berubah setiap saat dan dengan field notes bisa diabadikan meski tidak seoptimal alat perekam. Menurut Nasution (1992:92) menjelaskan bahwa, catatan itu terdiri dari dua bagian yakni:

(1) deskripsi tentang apa yang sesungguhnya kita amati, yang benar-benar terjadi menurut apa yang kita lihat, dengar atau amati dengan alat dari kita. (2) komentar, tafsiran, refleksi, pemikiran atau pandangan kita tentang apa


(26)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam penelitian ini, deskripsi adalah berupa catatan seluruh kegiatan siklus pembelajaran dari aktivitas guru dan siswa dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir pembelajaran serta persitiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan penelitian. Sedangkan komentar, tafsiran atau refleksi merupakan kegiatan kedua yang dilakukan oleh peneliti setelah membuat catatan lapangan atau hasil observasi sebagai tanggapan dari kegiatan yang telah terjadi atau dilaksanakan.

1. Kategorisasi Data

Data-data yang telah direduksi dibubuhi kode tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya. Selanjutnya peneliti mendekripsikannya kemudian melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data, kegiatan ini dilakukan berdasarkan pengkodean dalam analsis data kualitatif. Menurut Wiriaatmadja (2005:142) kode dan koding adalah kegiatan memberi label dan mencari data yang sangat efisien, serta mempercepat dan memberdayakan analisis data.

2. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data ini dilakukan pada setiap tahap refleksi sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diperoleh alternatif pemecahan masalah untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya. Hal yang paling baik untuk menganalisis data ini karena adanya kerjasama antara peneliti dengan mitra yang diteliti. Instrumen bantu seperti


(27)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

catatan lapangan, panduan observasi, serta pedoman wawancara digunakan untuk menganalisis data.

3. Validasi Data

Validasi data dilakukan melalui empat tahapan yaitu: triangulation,

member-chek, audit trail dan expert opinion.

a. Triangulasi, memeriksa kesahihan data dengan menggunakan sumber lain, misalnya guru sebagai mitra dan siswa dengan didasarkan pada prinsip reflektif kolaboratif antara guru, siswa, peneliti dan mitra peneliti. Seperti dijelaskan Moleong; (1989) bahwa "proses triangulasi ini dilakukan untuk memeriksa kebenaran data dengan menggunakan sumber lain, misalnya mermbandingkan kebenaran data dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain, siswa) atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang diperoleh melalui observasi dan seterusnya sehingga diperoleh derajat kepercayaan yang maksimal".

b. Member Chek, menurut Miles & Huberman; 1992, (dalam Nasution; 1992), adalah dengan meninjau kembali kebenaran dan keshahihan data penelitian dengan mengkonfirmasikannya pada sumber data.

c. Audit Trail, menurut Nasution (1992:46) bahwa audit trail adalah mencek kebenaran hasil penelitian sementara, beserta prosedur dan metode pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikannya pada bukti-bukti


(28)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

temuan (evidences) yang telah diperiksa dan dicek keshahihannya pada sumber data tangan pertama.

d. Expert Opinion, menurut Nasution (1992:46), adalah mengkonsultasikan hasil temuan peneliti dilapangan kepada para ahli seperti halnya pembimbing.

4. Interpretasi Data

Pada tahap ini peneliti berusaha menginterpretasikan temuan-temuan penelitian atau hasil dengan merujuk atau menghubungkannya dengan teori dan norma-norma lainnya yang telah diterima secara umum. Disamping itu setiap temuan lapangan yang diperoleh dari catatan lapangan dan beberapa instrument lainnya tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan pendekatan

cooperative learning model dua tamu dua tinggal untuk meningkatkan solidaritas

siswa sehingga memiliki keterampilan sosial, dan dihubungkan dengan temuan para peneliti atau penulis sebelumnya sebagai sumber rujukan.

Semua interpretasi diatas dijadikan bahan dalam memperbaiki atau dijadikan tolak ukur untuk melakukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan kinerja guru, aktivitas siswa atau aktivitas lainnya. Semua hasil tersebut dapat membantu penulis dalam penelitian ini, hasil interpretasi ini dapat dijadikan referensi yang dapat memberikan makna terhadapnya, referensi ini juga digunakan untuk melakukan tindakana selanjutnya.


(29)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN

Upaya meningkatkan solidaritas siswa melalui pendekatan cooperative

learning model dua tamu dua tinggal pada pembelajaran sejarah di Sekolah

Madrasah Aliyah Swasta Mareku diawali dengan perencanaan yang dilakukan oleh guru mitra dalam pembelajaran sejarah dikelas Xc. Perencanaan itu didasarkan atas latar belakang masalah yang dihadapi oleh anak didik dan guru dalam proses belajar sejarah dikelas. Dari masalah tersebut guru mitra membuat perencanaan pembelajaran yang lebih memperdayakan kemampuan siswa dan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran dikelas, sehingga diharapkan proses belajar sejarah menjadi lebih bermakna.

Setelah perencanaan tersebut, guru mitra melaksanakan tindakan lanjutan melalui pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal melalui diskusi kelompok pada pembelajaran sejarah yang berlandaskan pada tema yang ada pada kehidupan nyata di masyarakat. Tema tersebut adalah tentang tradisi Dati sebagai bagian dari folklore untuk dapat diinternalisasikan nilai-nilainya agar dapat meningkatkan solidaritas anak didik, sehingga kelak mereka memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan sosialnya.

Kegiatan evaluasi dilakukan guru dalam proses belajar dengan memberi latihan-latihan soal yang dikerjakan secara kelompok oleh anak didik untuk dinilai sejauh mana kerjasama mereka dalam berdiskusi, bagaimana sikap saling menghargai untuk meningkatkan solidaritas sebagai wujud dari pemaknaan nilai-nilai tradisi Dati.


(30)

B. REKOMENDASI

Atas dasar temuan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi guru mitra secara khusus, agar dapat merealisasikan perencanaan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk diaplikasikan dalam proses belajar sejarah dikelas agar dapat meningkatkan solidaritas siswa dengan mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan tradisi-tradisi yang ada disekitarnya sebagai sumber belajar.

2. Bagi guru mitra, agar dapat melaksanakan perencanaan tersebut dengan pendekatan cooperative learning model dua tinggal dua tamu yang diterapkan melalui diskusi secara kelompok. Kegiatan pelaksanaan ini dengan tujuan agar dapat memotivasi proses belajar anak didik maupun kinerja guru dalam kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan solidaritas sesama anak didik. 3. Bagi guru sekolah Madrasah Aliyah, proses dan hasil studi tentang penggunaan pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal untuk meningkatkan solidaritas peserta didik pada pembelajaran sejarah dapat dievaluasi dengan baik agar ditindaklanjuti pada kegaiatan-kegiatan belajar selanjutnya oleh guru secara kreatif dan inovatif.

4. Berhubung karena, hasil dari penelitian ini belum lengkap dan secara rinci mengangkat tema-tema folklore lokal yang berkembang di masyarakat, serta pendekatan dan model belajar yang diterapkan masih terdapat kekurangan-kekuarangan maka, perlu untuk ditindaklanjuti oleh peneliti-peneliti lain yang berkompeten untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.


(31)

Rusli sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar S. (1995). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Calne, Donald, B. (2004), Batas Nalar, Terjemahan Cuk Ananta, Jakarta: Gramedia.

Comb Arthur, W. (1978), Affective Education or None At All, Values Education Journal.

Depdiknas. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi

Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Fraenkel and Wallen. (1983), Haw to Desaign and Evaluate Research in

Education. New York: Mc Graw- Hill Inc.

Hasan H.S. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti Depdikbud.

Ibrahim, J. Tarik. (2003), Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Ismaun. (1980), Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah Lokal. Jakarta: Rineka Cipta.

Jarolimek. (1997), Social Studies Competencies and Skills. New York: Mac Millan Publishing.

Jones P. (2009). Pengantar Teori-teori Sosial. Dari Teori Fungsional Hingga

Post-Modernisme. Diterjemahkan oleh A. F. Saifuddin.Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Kamarulzaman, Aka dan M. Dahlan Y. Al Barry. (2005). Kamus Ilmiah Serapan. Yogjakarta: Absolut.

Kaplan, D dan Roberts A. Manners. (2002). Teori Budaya diterjemahkan oleh

Landung Simatupang. Judul asli The Theory Of Culture.

Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. (1977), Sistim Gotong Royong dan Jiwa Gotong Royong. Jakarta: Berita Anthropologi.

______ (1983). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.


(32)

Rusli sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

______ (1990). Pengantar Ilmu Anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Laiya, Banibowo. (1983). Solidaritas Keluarga Dalam Salah Satu Masyarakat

Desa Nias Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lie Anita. (2010) Cooperatif Lerning. Mempraktekan Cooperatif Learning di

Ruang-ruang kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

Maftuh B, dkk. (2007). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Maulana. Martorella, P. (2005), Teaching Soscial Studies in Meddle and Secondary Schools.

US: Person.

Mendiknas. (2005), Kurikulum Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan. Jakarta: Depdiknas.

_________ (2007). Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Untuk SD/

MI. Jakarta: Depdiknas.

Miles M.B. Hubberman A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UIP Universitas Indonesia Press (UIP).

Moleong J.L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mudjianto, S. (2005), Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana. A dan Restu Gunawan. (2007), Sejarah Lokal.Penulisan dan

Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press Bandung.

Mulyana, R. (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mulyasa, E. (2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Menciptakan Perbaikan

Berkeseinambungan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. (1998). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.

_________ (2003), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, Z. (2009), Solidaritas Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Desa

Transisi. Suatu Tinjauan Sosiologi. Malang: UMM Press.

Sajogyo. (1987), Ekologi Pedesaan Sebuah Bunga Rampai. Semarang: P.T. Rajawali.


(33)

Rusli sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sanjaya W. (2009), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, S. (2002), Pengantar Ilmu Antropologi. Yogjakarta: Kanisius. Soedjatmoko. (1997), Kesadaran sejarah dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Sugiyono.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Syaodih Nana, (2006), Metode Penelitian Sebuah Pendekatan. Bandung: Rosda

Karya.

Veeger, K.J. (1985), Realitas Sosial. Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan

Indifdual Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi.

Jakarta: P.T. Gramedia.

Wiriaatmadja, R. (2005), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk meningkatkan

Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(1)

70

Rusli Sin, 2011

repository.upi.edu

temuan (evidences) yang telah diperiksa dan dicek keshahihannya pada sumber data tangan pertama.

d. Expert Opinion, menurut Nasution (1992:46), adalah mengkonsultasikan hasil temuan peneliti dilapangan kepada para ahli seperti halnya pembimbing.

4. Interpretasi Data

Pada tahap ini peneliti berusaha menginterpretasikan temuan-temuan penelitian atau hasil dengan merujuk atau menghubungkannya dengan teori dan norma-norma lainnya yang telah diterima secara umum. Disamping itu setiap temuan lapangan yang diperoleh dari catatan lapangan dan beberapa instrument lainnya tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal untuk meningkatkan solidaritas siswa sehingga memiliki keterampilan sosial, dan dihubungkan dengan temuan para peneliti atau penulis sebelumnya sebagai sumber rujukan.

Semua interpretasi diatas dijadikan bahan dalam memperbaiki atau dijadikan tolak ukur untuk melakukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan kinerja guru, aktivitas siswa atau aktivitas lainnya. Semua hasil tersebut dapat membantu penulis dalam penelitian ini, hasil interpretasi ini dapat dijadikan referensi yang dapat memberikan makna terhadapnya, referensi ini juga digunakan untuk melakukan tindakana selanjutnya.


(2)

Rusli Sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN

Upaya meningkatkan solidaritas siswa melalui pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal pada pembelajaran sejarah di Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku diawali dengan perencanaan yang dilakukan oleh guru mitra dalam pembelajaran sejarah dikelas Xc. Perencanaan itu didasarkan atas latar belakang masalah yang dihadapi oleh anak didik dan guru dalam proses belajar sejarah dikelas. Dari masalah tersebut guru mitra membuat perencanaan pembelajaran yang lebih memperdayakan kemampuan siswa dan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran dikelas, sehingga diharapkan proses belajar sejarah menjadi lebih bermakna.

Setelah perencanaan tersebut, guru mitra melaksanakan tindakan lanjutan melalui pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal melalui diskusi kelompok pada pembelajaran sejarah yang berlandaskan pada tema yang ada pada kehidupan nyata di masyarakat. Tema tersebut adalah tentang tradisi Dati sebagai bagian dari folklore untuk dapat diinternalisasikan nilai-nilainya agar dapat meningkatkan solidaritas anak didik, sehingga kelak mereka memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan sosialnya.

Kegiatan evaluasi dilakukan guru dalam proses belajar dengan memberi latihan-latihan soal yang dikerjakan secara kelompok oleh anak didik untuk dinilai sejauh mana kerjasama mereka dalam berdiskusi, bagaimana sikap saling menghargai untuk meningkatkan solidaritas sebagai wujud dari pemaknaan nilai-nilai tradisi Dati.


(3)

166

B. REKOMENDASI

Atas dasar temuan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi guru mitra secara khusus, agar dapat merealisasikan perencanaan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk diaplikasikan dalam proses belajar sejarah dikelas agar dapat meningkatkan solidaritas siswa dengan mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan tradisi-tradisi yang ada disekitarnya sebagai sumber belajar.

2. Bagi guru mitra, agar dapat melaksanakan perencanaan tersebut dengan pendekatan cooperative learning model dua tinggal dua tamu yang diterapkan melalui diskusi secara kelompok. Kegiatan pelaksanaan ini dengan tujuan agar dapat memotivasi proses belajar anak didik maupun kinerja guru dalam kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan solidaritas sesama anak didik. 3. Bagi guru sekolah Madrasah Aliyah, proses dan hasil studi tentang penggunaan pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal untuk meningkatkan solidaritas peserta didik pada pembelajaran sejarah dapat dievaluasi dengan baik agar ditindaklanjuti pada kegaiatan-kegiatan belajar selanjutnya oleh guru secara kreatif dan inovatif.

4. Berhubung karena, hasil dari penelitian ini belum lengkap dan secara rinci mengangkat tema-tema folklore lokal yang berkembang di masyarakat, serta pendekatan dan model belajar yang diterapkan masih terdapat kekurangan-kekuarangan maka, perlu untuk ditindaklanjuti oleh peneliti-peneliti lain yang berkompeten untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.


(4)

Rusli sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar S. (1995). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Calne, Donald, B. (2004), Batas Nalar, Terjemahan Cuk Ananta, Jakarta: Gramedia.

Comb Arthur, W. (1978), Affective Education or None At All, Values Education Journal.

Depdiknas. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Fraenkel and Wallen. (1983), Haw to Desaign and Evaluate Research in Education. New York: Mc Graw- Hill Inc.

Hasan H.S. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti Depdikbud.

Ibrahim, J. Tarik. (2003), Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Ismaun. (1980), Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah Lokal. Jakarta: Rineka Cipta.

Jarolimek. (1997), Social Studies Competencies and Skills. New York: Mac Millan Publishing.

Jones P. (2009). Pengantar Teori-teori Sosial. Dari Teori Fungsional Hingga Post-Modernisme. Diterjemahkan oleh A. F. Saifuddin.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kamarulzaman, Aka dan M. Dahlan Y. Al Barry. (2005). Kamus Ilmiah Serapan. Yogjakarta: Absolut.

Kaplan, D dan Roberts A. Manners. (2002). Teori Budaya diterjemahkan oleh Landung Simatupang. Judul asli The Theory Of Culture. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. (1977), Sistim Gotong Royong dan Jiwa Gotong Royong. Jakarta: Berita Anthropologi.

______ (1983). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.


(5)

168

Rusli sin, 2011

repository.upi.edu

______ (1990). Pengantar Ilmu Anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Laiya, Banibowo. (1983). Solidaritas Keluarga Dalam Salah Satu Masyarakat

Desa Nias Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lie Anita. (2010) Cooperatif Lerning. Mempraktekan Cooperatif Learning di

Ruang-ruang kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

Maftuh B, dkk. (2007). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Maulana. Martorella, P. (2005), Teaching Soscial Studies in Meddle and Secondary Schools.

US: Person.

Mendiknas. (2005), Kurikulum Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan. Jakarta: Depdiknas.

_________ (2007). Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Untuk SD/ MI. Jakarta: Depdiknas.

Miles M.B. Hubberman A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UIP Universitas Indonesia Press (UIP).

Moleong J.L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mudjianto, S. (2005), Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana. A dan Restu Gunawan. (2007), Sejarah Lokal.Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press Bandung. Mulyana, R. (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mulyasa, E. (2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Menciptakan Perbaikan

Berkeseinambungan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution, S. (1998). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.

_________ (2003), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, Z. (2009), Solidaritas Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Desa

Transisi. Suatu Tinjauan Sosiologi. Malang: UMM Press.

Sajogyo. (1987), Ekologi Pedesaan Sebuah Bunga Rampai. Semarang: P.T. Rajawali.


(6)

Rusli sin, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sanjaya W. (2009), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, S. (2002), Pengantar Ilmu Antropologi. Yogjakarta: Kanisius. Soedjatmoko. (1997), Kesadaran sejarah dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Sugiyono.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Syaodih Nana, (2006), Metode Penelitian Sebuah Pendekatan. Bandung: Rosda

Karya.

Veeger, K.J. (1985), Realitas Sosial. Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Indifdual Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: P.T. Gramedia.

Wiriaatmadja, R. (2005), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.