NILAI BUDAYA SUMANG SEBAGI SUMBER NILAI DALAM PEMBELAJARAN IPS PADA MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN ACEH TENGAH.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..………….……… i

KATA PENGANTAR……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH……….. v

PERNYATAN……….… . vi

DAFTAR ISI………..……….. vii

DAFTAR TABEL / BAGAN……….. ix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 14

C. TujuanPenelitian ……… 15

D. Manfaat Penelitian .…..………. 16

E. Klarisifikasi Konsep……….. 17

F. Hasil Penelitian Terdahulu…...……….. 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….………. 22

A. Nilai Budaya dan Masyarakat …...……….. 22

1. Pengertian Nilai Budaya……….……….…………. 22

2. Peranan Nilai dalam Masyarakat……....………..… 28

3. Masyarakat dan Kebudayaan.………... 31

4. Pewarisan Budaya (Enkulturasi)……...……….. 36

5. Budaya Sumang…..………... 44

B. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial…..……… 52

1. Pengertian Pendidikan IPS…..………. 52


(2)

3. Peranan Nilai Dalam Pendidikan IPS……… 62

4. Tujuan Nilai dalam IPS……….. 74

5. Tujuan Pendidikan Budaya dalam IPS……… 77

6. Sumber Pembelajaran IPS…...………. 83

7. Pendidikan , Masyarakat dan kebudayaan…..………. 87

8. Perbedaan Ilmu Sosial dan IPS Serta Hubungan keduanya……… 91

BAB III METODE PENELITIAN……… 93

A. Metode penelitian ……….………. 93

B. Sumber Data dan Teknik Penelitian ……….…………. 95

C. Instrumen Penelitian ……….……. 99

D. Teknik Analisis Data ………... 99

E. Verifikasi Data………...…….…... 101

F. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian …...………... 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….………… 104

A. Gambaran lokasi Penelitian………..……….... 104

B. Temuan Penelitian……… 108

1. Perkembangan Budaya Sumang…..………. 108

2. Bentuk-bentuk Sumang ….……….………... 118

3. Gambaran Pembelajaran IPS pada M A di Aceh Tengah………… 128

4. Nilai-nilai Budaya Sumang...……….... 130

C. Pembahasan………...……… 132

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……….. 163

A. Kesimpulan ……….……... 163

B. Rekomendasi……….………. 163

DAFTAR PUSTAKA………..……….. 165 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

halaman Tabel 4.1. Nilai sosial dalam budaya Sumang………..………..141

Tabel 4.2 . Nilai-nilai religius dalam Budaya sumang …………. ………142


(4)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

Fenomena kenakalan remaja yang sering dilansir media massa baik surat kabar maupun televisi tanah air merupakan bukti telah terjadi kecenderungan pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusian, terlebih kenyataan ini dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Semakin maraknya penyimpangan perilaku di kalangan remaja, seperti minum keras, mengkonsumsi narkoba, mengakses film porno, pergaulan bebas dan tindakan penyimpangan amoral lainnya. Potret tersebut tentu menjadi bagian dari keprihatinan bersama, terutama oleh para pelaku pendidikan. Selanjutnya sebagai suatu bentuk refleksi, apa mungkin masalah tersebut disebabkan karena adanya kesalahan dalam mendesain pendidikan. Apa mungkin dewasa ini pada praktiknya pendidikan masih berorientasi kepada ratio atau pencapaian kemampuan intelektual sementara kemampuan lain diabaikan bahkan dianggap kurang penting.

Dewasa ini para remaja khususnya, gaya pacarannya sudah melanggar norma agama, moral, etika, dan nilai budaya. mereka melakukan hubungan seksual di luar nikah (berzina). Padahal zina menurut agama merupakan dosa besar, dan bertentangan dengan nilai moral, etika dan budaya. Yusuf.LN, dkk (2010 : 41-42) menyebutkan di Indonesia beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain: 1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Biran Afandi di Jakarta, tentang remaja


(5)

melakukan hubungan sek bebas di rumah, sisanya di hotel, disekolah, di mobil, di taman dan di tempat parkir.

2. Berdasarkan data dari pusat data informasi kesejahtraan sosial DEPSOS RI tahun 2000 populasi WTS di seluruh Indoesia berjumlah 73.037 orang. Kemudian tehun 2003 meningkat menjadi 81.893 orang, mereka tersebar tidak sebatas kota besar tetapi meluas ke kota-kota kecil, mereka rata berusia 17 sampai 25 tahun, notabennya dalah remaja.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), (Jawa Pos, 21 Desember 2008) sebesar 63 % remaja Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Hasil survei dilakukan di 33 provinsi sepanjang 2008. Angka sebesar itu meningkat cukup tajam dari tahun 2005-2006 yang “hanya” berada pada kisaran 47,54 %. Prihatin dan miris rasanya melihat hasil penelitian tersebut. Namun, sekedar merasa miris dan prihatin saja tidak akan pernah memberikan solusi. Maka, cara yang terbaik adalah menelusuri sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan moral remaja, lalu memberikan solusi yang solutif.

Dalam satu dasawarsa terakhir ini tidak dapat di pungkiri bahwa perkembangan media masa serta teknologi informasi begitu cepat. Sekat-sekat batas negara menjadi hampir tidak ada karena kemajuan teknologi. Hanya dengan mengakses internet ataupun menonton media televisi, setiap orang dengan mudah mendapatkan informasi dari belahan dunia dalam hitungan detik. Namun, kemajuan media informasi tersebut ibarat pisau bermata dua. Bisa menguntungkan dan juga


(6)

merugikan. Salah satu dampak kerugian yang kita rasakan saat ini salah satunya fakta yang dirilis di atas. Krisis moral diatas tidak hanya terjadi di perkotaan, bahkan di daerah-daerah juga terjadi hal yang sama.

Kemerosotan moral dan jati diri bangsa, sedikit banyak ada hubungannya dengan penyelenggaraan pendidikan yang kurang bermakna bagi kehidupan yang utuh dan asasi. Berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional terus di lakukan. misalnya, adanya peningkatan anggaran pendidikan, pembudayaan informasi dan teknologi (IT), adanya sekolah berstandar internasional, dilaksanakannya ujian nasional (sekalipun ada pro dan kontra), program sertifikasi guru (yang juga belum sepenuhnya memenuhi sasaran sebagai upaya peningkatan kualitas), juga adanya revisi kurikulum terkait dengan di keluarkannya Permen No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, dan Permen No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang kemudian dimunculkan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), termasuk sudah barang tentu untuk mata pelajaran IPS. Namun kenyataannya, perbaikan Standar Isi untuk bidang IPS belum begitu memuaskan bila dikaitkan dengan pengertian dan tujuan pembelajaran IPS. Rumusannya baru, tetapi esensi substansinya tidak jauh berbeda. Kurikulum itu masih tetap menitik beratkan pada penguasaan materi. Kritik pun kembali terdengar bahwa pelajaran IPS terlalu sarat materi, bersifat kognitif, dan hafalan. Karena berorientasi pada materi ajar, pembelajaran IPS akan terjebak pada proses mengumpulkan informasi dan mengakumulasi fakta. Ada fihak yang memandang bahwa pelajaran IPS tidak penting, apalagi mata pelajaran tersebut tidak masuk


(7)

dalam Ujian Nasional (UN) .

Uraian tersebut di atas memberikan isyarat bahwa pembelajaran sebagai reali-sasi dari penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada materi ajar, menjadi kurang bermakna bagi hidup dan kehidupan warga belajar. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan materi ajar seperti yang selama ini terjadi, cenderung mengabaikan nilai-nilai moral dan pengembangan karakter peserta didik. Pembelajaran yang mengabaikan pengembangan karakter telah kehilangan ruh dan esensinya sebagai proses pendidikan yang sesungguhnya, yakni sebuah proses untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat agar menjadi bangsa yang lebih bermartabat.

Demikian halnya pembelajaran IPS telah kehilangan ruhnya dalam proses pendidikan yang dapat memberikan sumbangsih terhadap pendidikan karakter bangsa, yakni untuk membentuk warga negara yang baik, warga negara yang memiliki kearifan dan keterampilan sosial, serta warga negara yang sadar akan jati dirinya. Maraknya perilaku menyimpang ini mendorong para pengamat sosial berfikir dan mencari penyebabnya, mengapa hal tersebut terjadi, pada hal bangsa Indonesia di kenal sebagai bangsa yang santun, berbudaya, beradab dan religius.

Di Aceh Tengah, maraknya perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas, hamil di luar nikah, dan menipisnya budaya malu, serta rendahnya antusias para remaja menjalankan syari’at agama. Kenyataan tersebut merupakan suatu indikator, bahwa pendidikan belum maksimal dapat membentuk karakter peserta didik, dan hal ini merupakan suatu penomena yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.


(8)

Sauri dan Firmansyah (2010 : 30) mengungkapkan, “Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dapat menghasilkan perubahan dalam segala aspek, termasuk perilaku, sikap dan perubahan intlektualnya”. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu mencapai tingkat kedewasaan, pola pikir dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya dan menanamkan nilai-nilai, sikap dan keterampilan agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai kemampuan dan kedudukannya masing-masing sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Melalui pendidikan akan terbentuk tatanan kehidupan masyarakat yang maju, tentram damai, dan sejahtra berdasarkan nilai-nilai dan norma budaya. Jiwa pendidikan perlu di fungsikan sebagai wahana pembelajaran yang dapat mewariskan dan menanamkan nilai budaya kepada peserta didik.

Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Penegasan yang menyebutkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan pembinaan watak sebagai tujuan (output) penyelenggaraan pendidikan tentu akan berkaitan dengan seperangkat acuan nilai dan norma yang


(9)

berkembang dan dijadikan pegangan oleh dan dalam masyarakat. Nilai sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan norma yang berfungsi mengatur hak dan kewajiban secara benar dan bertanggung jawab tentu harus menjadi panduan bagi pembinaan peserta didik. Muara dari usaha tersebut ditegaskan dengan kalimat bahwa tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tilaar (2004: 17) menjelaskan dalam upaya memperkuat jati diri dapat di lakukan melalui nilai-nilai budaya, dalam hal ini tugas pendidikan nasional ialah mengembangkan identitas peserta didik agar supaya dia bangga menjadi bangsa Indonesia dengan penuh percaya diri memasuki kehidupan global sebagai bagsa Indonesia yang berbudaya.

Somantri ( 2001: 101) “Pembelajaran IPS yang secara formal mulai diberlakukan dari jenjang sekolah dasar sampai SMA”, dituntut untuk mampu memediasi pengembangan dan pelatihan potensi siswa secara optimal, khususnya yang bertalian dengan transformasi nilai-nilai budaya dan norma sosial. Namun realitas yang ada di lapangan, ternyata masih jauh dari harapan sebagaimana ditegaskan dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003.

Sekolah sebagai salah satu wahana terjadinya proses transformasi nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa belum menjadi kenyataan. Salah satu program persekolahan yang memikul beban


(10)

dalam kaitannya dengan pembentukan dan pembekalan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan moral siswa sebagai warga negara potensial adalah mata pelajaran IPS.

Bersandar pada kondisi di atas, masih dipertanyakan peranan dan esensi dari pembelajaran IPS sebagai salah satu program pendidikan yang diperuntukkan untuk membangun dan membentuk karakter kebangsaan siswa secara dini. Pendidikan IPS sebagai salah satu bagian pendidikan dalam sistem pendidikan nasional diibaratkan sebagai gerbong untuk membawa misi menuju tujuan diatas. Gagalnya pendidikan IPS terutama dalam pembinaan sikap/nilai diyakini akan berdampak sistemik terhadap pendidikan nasional. Orientasi penyelenggaraan pendidikan IPS sangat menekankan pada pembinaan kepribadian, watak dan karakter peserta didik. Karena itu, integrasi pendidikan yang sarat dengan nilai dan pembentukan karakter sangat diperlukan untuk membekali peserta didik dalam mengantisipasi tantangan ke depan yang dipastikan akan semakin berat dan kompleks. Guru sebagai pengembang kurikulum selanjutnya dituntut untuk mampu secara terampil menghadirkan suasana dan aktivitas pembelajaran yang berorietansi pada penanaman dan pembinaan kepribadian, dan karakter. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasioanal Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara .


(11)

Berdasarkan dari pengertian pendidikan diatas dapat difahami bahwa dalam pendidikan, praktisi, guru, peserta didik, dan nilai-nilai dalam belajar merupakan faktor yang sangat penting untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Praktisi dan guru sebagai fihak yang mengemban tugas untuk mengemudikan tugas pendidikan guna membawa peserta didik untuk mewujudkan arah dan tujuan pendidikan tersebut. Peserta didik adalah fihak yang menjadi subyek dalam proses pembelajaran harus dapat memperoleh sesuatu yang berfaedah untuk memenuhi segala kebutuhan yang di perlukan sebagai bekal dalam kehidupannya. Sedangkan nilai-nilai sebagai hal yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada peserta didik. Dalam hal ini guru merupakan fasilitator harus sadar dan memahami apa yang harus di berikan dan peroleh peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengembangkan segala potensinya menjadi manusia yang memiliki sumberdaya yang berkualitas.

Sauri dan Firmansyah (2010:63) menyatakan bahwa”sebagai institusi sosial, sekolah memiliki peranan dan fungsi berperan membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami dan mengaktualisasikan pola hidup yang berlaku dalam masyarakat”. Dengan demikian sekolah pada hakekatnya adalah institusi yang mewariskan dan melestarikan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat. Pendidikan yang merupakan harapan semua fihak untuk menata kehidupan yang lebih baik harus mampu menjadi mediasi pengembang dan mentranspormasi nilai budaya dari lingkungan masyarakat kedalam lembaga


(12)

pendidikan, sehingga melalui media pendidikan nilai-nilai budaya tersebut dapat diwariskan dan diinternalisasikan kepada generasi berikutnya.

Mulyasa (2008:101) menjelaskan” bahwa dalam pembelajaran pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar”. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungannya. Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapat pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa yang ada dilingkungan sekitar , baik lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

Kegiatan pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan lingkungannya. Lingkungan bukan hanya sebagai akomodasi tetapi juga merupakan sumber belajar bagi peserta didik. Menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar bagi peserta didik merupakan tuntutan masayarakat, sehingga peserta didik dapat memahami arti dan fungsi lingkungannya dalam kehidupannya.

Kenyataan yang di hadapi selama di sekolah adalah siswa hanya menerima pelajaran yang diberikan oleh guru. Selama proses belajar mengajar berlangsung keaktifan siswa sangat kurang sekali. Hal ini menggambarkan belajar secara tradisional dimana siswa hanya mendengar penjelasan dari guru sebagai satu-satunya sumber. Sedangkan kita ketahui kemampuan guru terbatas baik dari segi keterampilan maupun dari pengetahuan. Walaupun di gunakan sumber buku teks,


(13)

namun sumber belajar tidak terbatas pada buku saja masih banyak sumber belajar lain yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar.

Fenomena yang terlihat dewasa ini, sumber-sumber belajar yang tersedia di lingkungan kita masih kurang di manfaatkan sehingga pelaksanaan proses belajar mengajar juga kurang optimal yang lebih jauh mengakibatkan mutu pendidikan yang kita harapkan belum tecapai. Hal senada diungkapkan oleh Almuchtar ( 2006 : 69) “bahwa sumber daya belajar yang terdapat dalam masyarakat lingkungan peserta didik belum banyak dipergunakan sebagai sumber belajar dalam pendidikan IPS”. Implikasinya bahan pelajaran tidak diperkaya dengan nilai-nilai dan budaya, sehingga peserta didik tidak akrab dengan lingkungan sosial budayanya.

Salah satu nilai budaya yang dapat diangkat sebagai sumber belajar IPS di Kabupaten Aceh Tengah ialah budaya Sumang. Sumang adalah perbuatan yang tabu dan sangat dilarang dilakukan oleh individu dalam masyarakat. Budaya Sumang adalah budaya yang sarat dengan nilai-nilai dan sangat bermanfaat untuk mewujudkan keteraturan dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat di Aceh Tengah. Budaya sumang merupakan media untuk mensosialisasikan ajaran agama tentang larangan bermaksiat (berzina/pergaulan bebas) dan perilaku tidak relevan dengan nilai etika, moral dan norma susila. Budaya Sumang sebagai metode mensosialisasikan ajaran Islam dijadikan media dalam masyarakat sehingga menjadi delik hukum adat yang disebut Adat Sumang. Pentingnya masalah budaya Sumang ini untuk diangkat dalam penelitian ini ada beberapa alasan, sebagai berikut:


(14)

Pertama, Budaya Sumang merupakan budaya yang mengandung nilai dan norma relevan dengan SK- KD pada pokok bahasan tentang penerapan nilai dan norma dalam pembentukan kepribadian pada IPS Sosiologi pada kelas X pada Madrasah Aliyah. Di samping itu materi nilai dan norma yang terdapat dalam buku paket sosiologi masih terlalu umum sehingga nilai-nilai dan norma tersebut bagi peserta didik kurang dapat memahaminya nilai secara riil dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, Materi nilai Budaya Sumang belum pernah diterapakan dalam pembelajaran IPS Sosiologi pada kelas X pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah, sehingga nilai budaya masyarakat belum terintegrasi dalam pendidikan IPS sebagai sumber nilai dan norma. Penerapan budaya Sumang ini dalam pembelajaran IPS pada MA di Aceh Tengah, (1) relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa, (2) dapat menumbuhkan keterampilan sosial siswa, (3) sumber belajar berbasis nilai budaya masyarakat, (4) pelanggaran Sumang adalah salah satu bentuk penyimpangan sosial dalam masyarakat yang sering di lakukan oleh pelajar.

Ketiga, Budaya Sumang sebagai budaya lokal yang memiliki nilai-nilai positif, harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda sebagai penerus kehidupan masyarakat. Di samping itu budaya Sumang dapat berkontribusi sebagai penunjang tegaknya syari’at agama Islam di Aceh Tengah.

Pelestarian nilai budaya merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh anggota masyarakat. Hal ini dalam pepatah Aceh di ungkapkan “ Meunyo gadeuh ma meupat jeurat, meunyo gadeuh adat ho tamita”, maksudnya, kalau ibu


(15)

meninggal ada kuburannya, kalau adat hilang kemana di cari”. Salah satu upaya pelestarian dan pewarisan budaya tersebut dilakukan melalui pendidikan. Dalam hal ini pendidikan IPS sebagai bagian dari pendidikan nasional memiliki andil, peran dan tanggung jawab untuk membudayakan nilai-nilai sosial budaya kepada generasi penerus melalui pembelajaran.

Keempat, kerisis moral remaja khususnya di kalangan pelajar sebagaimana yang tersebut pada awal latar belakang masalah ini, maka sangat relevan nilai budaya Sumang diangkat kedalam dunia pendidikan IPS di Aceh Tengah untuk meminimalisir dan sebagai usaha pereventif terhadap kenakalan remaja dari kalangan pelajar khususnya dalam hal pergaulan bebas atau pelanggaran Sumang. Sebagai tujuan dari penelitian ini kiranya nilai-nilai budaya yang terdapat dalam lingkungan masyarakat di Aceh Tengah dapat di reaktualisasi kembali sebagai pengetahuan dan keterampilan serta dapat diaplikasikan menjadi suatu solusi untuk membentuk karakter peserta didik sebagaimana yang sedang gencarnya dicanangkan oleh pemerintah dan akdemisi tentang pendidikan nilai atau pendidikan karakter di seluruh tanah air.

Kelima , dalam sejarah perkembangan kehidupam masyarakat suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, budaya Sumang mengalami degradasi lambat laun kekuatan nilai dari norma ini akan hilang, sehingga kurang efektif sebagai nilai dan norma untuk membentuk dan mengatur hubungan dalam pergaulan masyarakat khusunya kaum remaja. Melihat fenomena ini dalam perkembangannya batas-batas dan rambu-rambu pergaulan masyarakat semakin hari semakin kabur dari


(16)

ketentuan-ketentuan Adat dan Agama. Hal ini menimbulkan suatu kekhawatiran dan kegelisahan dari pihak orang tua, masyarakat, ulama dan pemerintah daerah, sehingga timbul suatu inisiatif untuk mengaktualisasikan kembali adat istiadat termasuk budaya Sumang dalam beberapa kebijakan pemerintaha Daerah.

Adapun realisasi kebijakan pemerintah Daerah Aceh Tengah sejak tahun 2000 ialah melaksanakan program Pilot Projek pelaksanaan syari’at dan pemberantasan Sumang. Namun pada kenyataannya Program ini kurang membuahkan hasil yang maksimal dan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari seringya pasangan muda mudi berkhalwat, hamil diluar nikah, dan perselingkuhan dan menipisnya rasa malu, serta hilangnya rasa takut dan hormat para remaja yang berkhalwat terhadap masyarakat lingkungan.

Sehubungan dengan uraian permasalah di atas, maka penelitian ini menawarkan salah satu solusi untuk mengaktualisasikan nilai budaya Sumang dengan menerapkan nilai budaya Sumang sebagai sumber belajar IPS. Menerapkan Nilai Budaya Sumang kedalam pembelajaran secara formal diasumsikan bahwa nilai budaya ini akan dapat difahami secara nyata oleh peserta didik sebagai remaja. Budaya Sumang perlu dilesatrikan, karena disamping nilainya cukup urgen sebagai tata kelakuan dalam pergaulan masyarakat, juga merupakan identitas diri sebagai bangsa yang beradab, berbudaya dan religius. Di samping itu potensi nilai budaya Sumang dapat menunjang proses pembangunan Daerah dalam bidang mental spritual serta menopang penegakkan Syari’at Islam. Melalui pendidikan IPS, di harapkan proses transformasi dan enkulturasi nilai budaya Sumang tersebut dapat


(17)

dikembangkan dengan mengintegrasikannya kedalam kegiatan pembelajaran di sekolah sebagai salah satu sumber nilai dalam pembelajaran IPS.

Untuk meningkatkan kualitas dan tujuan pembelajaran pendidikan IPS sebagaimana yang diamanahkan UU SISDIKNAS serta memenuhi tuntutan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) sebagai wahana yang memberi ruang untuk mengimplementasikan kebutuhan masyarakat lingkungan dan tujuan pendidikan IPS. Maka hal ini merupakan bahan kajian yang perlu untuk di teliti.

Dari latar belakang masalah tersebut diatas peneliti akan mengungkap, nilai budaya Sumang melalui tulisan ini dalam bentuk tesis, maka penelitian ini berjudul ” Nilai budaya Sumang sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah” Bagaimana Nilai Budaya Sumang dapat di jadikan sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah”.

Dari rumusan masalah di atas, secara khusus rumusan masalah dapat dirincikan sebagai berikut:


(18)

1. Bagaimana bentuk nilai-nilai sosial dalam budaya Sumang yang dapat di jadikan sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah ?

2. Bagaimana bentuk nilai-nilai religius dalam budaya Sumang yang dapat di jadikan sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah ?

3. Bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai budaya Sumang dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai-nilai budaya Adat Sumang dapat di integrasikan pada pembelajaran IPS Aliyah Negeri Pegasing Kabupaten Aceh Tengah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk nilai-nilai sosial dalam budaya Sumang yang dapat di jadikan sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS di Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah.

2. Mendeskripsikan bentuk nilai-nilai religius dalam budaya Sumang yang dapat di jadikan sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah

3. Mendeskripsikan bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai budaya Sumang dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah.


(19)

D. Manfaat penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi pengembangan penerapan Nilai-nilai budaya sebagai salah satu sumber pembelajaran IPS dipersekolahan. diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang budaya lokal kepada peserta didik. Unsur-unsur budaya lokal yang positif masih banyak yang terpendam bahkan telah punah dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak ada kepedulian untuk melestarikan dan mewariskannya oleh suatu generasi ke genersi berikutnya. Budaya lokal sebagai kearifan lokal dan unsur-unsur kebudayaan Nasional perlu dilestarikan. Salah satu cara untuk melestarikan dan mewarisankannya kepada generasi berikutnya ialah melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan.

Secara praktis manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menggali dan mengembangkan nilai budaya Sumang serta menerapkannya ke dalam pendidikan agar peserta didik dapat memahami nilai budaya Sumang secara nyata dan dapat menerapkannya dalam pergaulan sehari-hari.

2. Merupakan suatu proses sosial atau pembudayaan yang direncana secara sadar dan terarah tentang nilai-nilai kearifan lokal sekaligus suatu upaya melestarikan unsur-unsur kebudayaan Nasional.

3. Menjadi sumber Nilai dalam pembelajaran Pendidikan IPS untuk pengembangan kepribadian dan karakter bagi peserta didik.

4. Menjadi sumber pengetahuan dan acuan bagi guru-guru IPS untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran IPS


(20)

5. Menjadi input bagi pemerintah daerah, masyarakat dan pengelola pendidikan yang terkait dalam melestarikan kebudayaan daerah sebagai kearifan lokal sebagai salah satu sumber nilai dalam pendidikan.

6. Menjadi bahan kajian untuk penelitian selanjutnya.

E. Klarisifikasi Konsep

Untuk memperjelas arah penelitian ini penulis membuat klarisifikasi konsep atau pembatasan masalah agar penelitian ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah bagaimana potensi nilai-nilai budaya Sumang sebagai sumber pembelajaran dalam pendidikan IPS, sehingga peserta didik dapat memahami nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dilingkungannya. Dengan demikian titik berat pelestarian budaya melalui pendidikan IPS adalah berkembangnya individu agar dapat memahami lingkungan sosialnya.

1. Nilai

Darmadi ( 2007) Nilai (value) berasal dari bahasa Latin “valere” secara harfiah berarti baik/buruk yang kemudian diperluas menjadi segala sesuatu yang di senangi, di inginkan, di cita-citakan dan disepakati. Kupperman 1983 (Mulyana. 2004: 9) menjelaskan, nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan plihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

Menurut Almuchtar (2008 : 244), Nilai meliputi rujukan untuk menyatakan sesuatu yang baik, buruk, bagus, jelek, pantas tidak pantas, wajar tidak wajar sopan


(21)

atau kurang ajar“. Sumantri ( Sauri dan Firmansyah. 2010 : 3) Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani manusia lebih memberi dasar daan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisien atau keutuhan kata hati (potensi). Gunakaya (Sumaatmadja, dkk.2002:7.41) Nilai adalah kumpulan sikap dan perasaan-perasaan yang selalu di perlihatkan dan diekpresikan melalui perilaku manusia sebagai perorang, kelompok ataupun masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut tidak patut terhadap objek material maupun non material. Dari uraian beberapa pendapat diatas bahwa nilai adalah sesuatu yang baik, berharga, bermanfaat dan di cita-citakan sebagai standar perilaku. Nilai yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu yang baik, berharga dan bermanfaat sebagai pedoman dalam pergaulan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.

2. Budaya

Menurut Yunidar (Mutakin.2008 : 72 ) Budaya adalah hal ikhwal yang berkenaan akal budhi . Dengan demikian Kebudayaan dapat diartikan suatu hal baik berwujud benda ataupun non benda yang dihasilkan oleh manusia baik secara induvidu atau kelompok berdasarkan kemampuan akal, ide atau gagasan. Koentjaraningrat (1984: 180) budaya merupakan “Keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.

Berhubungan dengan nilai budaya Koentjaraningrat (1984 ; 189) menjelaskan bahwa, “ Nilai-Nilai budaya adalah konsep-konsep mengenai apa yang


(22)

hidup dalam fikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tersebut”. Nilai budaya yang menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota masyarakat berada dalam alam pikiran mereka dan sulit diterangkan secara rasional.

3. Budaya Sumang

Menurut Syukri ( 2008 : 184) Budaya Sumang adalah Budaya yang berbentuk peraturan-peraturan tentang perbuatan atau tindakan yang menyimpang dari konvensi-konvensi tata kerama yang berlaku. Sumang berati perbuatan yang tabu dan dilarang selain bertentangan dengan adat juga bertentang dengan agama, moralitas dan merupakan tindakan atau perbuatan yang terpuji. Adat Sumang yang dimaksukan disini adalah adat yang mengatur tata kerama dalam pergaulan terutama yang meliputi Sumang penengonen (larangan penglihatan), Sumang perceraken (larangan perkataan), Sumang pelangkahen (larangan perjalanan), dan Sumang kenunulen (larangan tempat duduk). Kesemua Sumang ini merupakan suatu bentuk larang yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat dalam lingkungan sosial. Larangan ini bertujuan untuk menghindari dan mengantisipasi agar tidak terjadinya pergaulan bebas (free sex/mesum), pelecehan seksual, sikap tidak santun dan sikap tidak hormat dalam pergaulan.


(23)

Sumber belajar merupakan daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar-mengajar, baik secara langsusng maupun secara tidak langsung. Sumaatmadja (1984:13) mengatakan bahwa sumber belajar meliputi segala, masalah, dan peristiwa tentang kehidupan manusia di masyarakat, dapat dijadikan sumber dan materi IPS.

AECT (Association of Education Communication Technology) (Sujarwo. 1989 : 141) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah mapun secara kombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar. Yang dimaksud sumber belajar dalam penelitian ini adalah nilai budaya Sumang digunakan sebagai sumber nilai dalam dalam pembelajaran sosiologi pada Madrasah Aliyah kelas X di Kabupaten Aceh Tengah.

5. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Sumaatmadja,dkk ( 2002: 1.9) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak lain adalah “ mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajarai kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora”.

Menurut Somantri (2001:45) IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial dengan konsep Pendidikan yang disajikan secara sistematik, psikologi dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. IPS yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Sosiologi pada kelas X Madrasah Aliyah.


(24)

F. Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil tulisan tentang budaya Sumang yang pernah di teliti antara lain:

1. Ibrahim dan Hakim, dalam bukunya yang berjudul Syaria’at dan Adat Istiadat jilid 2, menjelaskan bahwa Sumang terdapat dalam hukum adat terdiri dari empat macam yang disebut Sumang opat yaitu:

a. Sumang perceraken ialah seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berbicara di tempat yang tidak patut.

b. Sumang pelangkahan ialah seorang laku-laki dan perempuan yang bukan muhrim/ suami istri berjalan bersama atau pergi kesuatu tempat tertentu, c. Sumang kenunulen ialah larangan seseorang laki-laki dan perempuan yang

bukan muhrimnya berada di tempat yang sunyi.

d. Sumang penengonen ialah seoarang laki-laki atau perempuan saling memandang lawan jenis secara terus menerus secara birahi.

2. Syukri dalam bukunya berjudul; Sarak Opat Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan relevansinya Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bahwa Sumang adalah adat pergaulan yang amat dilarang di lakukan oleh anggota masyarakat dalam pergaulan sehari-hari dalam system sosial masyarakat Gayo. Sumang yang deskripsikan meliputi Sumang penengonen, Sumang perceraken, Sumang pelangkahan, dan Sumang kenunulen. Kesemua jenis Sumang ini merupakan suatu bentuk larang yang tujuannya adalah untuk membina dan memlihara akhlakul karimah, dan etika masyarakat serta menjaga terjadinya fitnah dalam keluarga dan masyarakat, yang pada gilirannya akan menimbulkan permusuhan dan akan merusak persatuan.

Dalam penelitian ini posisi peneliti dalam penulisan tesis ini tentang Budaya Sumang ialah, penulis meneliti tentang nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Sumang yang belum ada di teliti oleh orang lain. Nilai-nilai budaya Sumang yang peneliti identifikasi dari hasil penelitian ini di implementasikannya sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS di persekolahan/Madrasah.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Untuk mengkaji Nilai Budaya Adat Sumang sebagai sumber nilai dalam pembelajaran IPS, sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Menurut Sumadinata (2005:60), Penelitian kualitatif (Qualitatif Research) adalah penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan dan menganalisi fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, pemikiran orang secara idividu maupun secara kelompok. Sementara, Bogdan dan Taylor ( Basrowi dan Suwandi. 2008: 1), mendefenisikan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam metode penelitian kualitatif terdapat beberapa jenis yang dapat di lakukansesuai masalahnya. Iskandar (2009: 203) menjelaskan jenis pendekatan kualitatif meliputi, pendekatan fenomenologi, penelitian sejarah ,studi kasus (case study) grounded theory, etnografi,dan penelitian tindakan. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini, maka penelitian ini di lakukan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Penggunaan fenomenologi pada penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memberi ekplanasi secara detail tentang fenomena yang dimaksud adalah berkenaan dengan nilai-nilai, keyakinan, norma-norma, symbol, bahasa, dan praktek kehidupan sehari-hari.


(26)

Iskandar (2009 : 204) menjelaskan bahwa penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu. Ini biasa di sebut dengan penelitian kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial alamiah (nateru), di gunakan sebagai sumber data, pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan (empiris).

Menurut Bogdan dan Biklen (Iskandar. 2009: 204) “ penelitian dengan fenomenologi berusaha memahami makna dari suatu peristiwa atau fenomena yang saling mempengaruhi dengan manusia dalam situasi tertentu”.

Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Hakikat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, mendekati atau berinteraksi dengan orang-orang yang berhubungan dengan fokus penelitian untuk tujuan memahami, menggali pandangan dan pengalaman mereka untuk mendapatkan informasi atau data yang di perlukan.

Pendekatan kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan yang secara signifikan mempengaruhi penajaman substansi penelitian. Petimbangan itu adalah , metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat


(27)

hubungan antara peneliti dan informan, objek dan subjek penelitian bersentuhan langsung. Jadi penelitian kualitatif merupakan suatu cara penelitian langsung tanpa rekayasa, sehingga memperoleh data deskriptif tentang objek yang diteliti.

Pelaksanaan metode kualitatif menempuh beberapa langkah kerja, yaitu pengumpulan data, klarifikasi, data, pengolahan atau penganalisisan data, penyusunan laporan , serta pembuatan kesimpulan dengan tujuan utama membuat gambaran hasil penelitian secara objektif. Dengan pendekatan tersebut diatas diharapkan dapat mengungkapkan fenomena-fenomena yang ditemukan berdasakan prespektif partisipan .

B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tujuan penelitian diatas ,maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lopland ( Moleong. 2010 : 157) ialah” kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber utama, sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis, perekamana audio tape dan pengambilan foto”. Dalam penelitian ini, sumber data selain kata-kata dan tindakan, juga kalimat, paragraf dan wacana yang terdapat dalam literature-literatur atau dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.


(28)

Dalam penelitian ini , peneliti berada pada posisi pengumpul data. Data yang telah dimiliki bersifat kualitatif dan kemudian di interpretasikan. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara) dan studi dokumentasi.

Menurut Creswel (1994: 148)” The collection steps involve (a) setting the boundaries for the study, (b) collecting information through observations, interviews, document, and visual materials, and (c) establisting the protocol for recording informations”. Maksudnya langkah-langkah mengkoleksi melibatkan (a) menetapkan batas-batas untuk penelitian, (b) mengumpulkan informasi melalui pengamatan, wawancara, dokumen, dan materi visual, dan (c) establis protokol untuk merekam informasi "

Dalam pengumpulan data dilakukan teknik sebagai berikut: a. Observasi Partisipasitif

Hadi (1992: 136) menjelaskan bahwa “ observasi sebagai pengamatan dan pencaharian dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki”. observasi yakni mengamati dan mendengarkan perilaku seseorang selama beberapa waktu, tanpa melakukan manupulasi atau pengendalian serta mencatat penemuan yang mungkin atau memenuhi syarat untuk di gunakan kedalam tindakan penafsiran analisis.

Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung terhadap objek yang akan diteliti, sehingga peneliti memperoleh data yang dibutuhkan secara langsung. Peneliti melakukan observasi dilapangan


(29)

untuk memperoleh informasi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Budaya Adat Sumang.

b. Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung berhadapan dengan responden untuk mendapat informasi yang jelas dan lengakap. Afifuddin dan Saebani (2009: 131) menjelaskan bahwa:“Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden”.

Nasution (1998: 69) mengemukan bahwa observasi saja tidak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya observasi harus di lengkapi dengan wawancara. Wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian kualitatif , karena menggunakan komunikasi dua arah antara peneliti dan informan dalam penelitian ini. Dalam wawancara peneliti menyusun pedoman wawancara dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan pada waktu melaksanakan wawancara.

wawancara dalam penelitian ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang Nilai budaya adat Sumang. Materi yang ditanyakakan dalam wawancara adalah segala hal yang berkaitan dengan potensi nilai yang terdapat dalam budaya adat Sumang yang dapat dijadikan sumber nilai dalam pembelajaran pendidikan IPS. c. Studi Dokumentasi

Arikunto (1998:188) mengemukakan bahwa “Dukomentasi adalah usaha mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,


(30)

majalah, prasasti, notulen rapat, agenda ,dan sebagainya”. Teknik ini dilakukan dengan jalan menelaah atau mengkaji dokumen yang berhubungan dengan masalah yang dikaji agar data yang dikumpulkan lebih sempurna.

Penggunaan teknik studi dokumentasi ini dimaksud untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi, dengan cara menelusuri , mempelajari dan menganalisa berbagai dokumen agar data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.

Peneliti dalam pengumpulan data pada penelitian ini ditempuh melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1) Menetapkan batas-batas penelitian, yaitu yang berkaitan dengan potensi nilai budaya Adat Sumang sebagai sumber nilai dalam Pembelajaran IPS.

2) Mengumpulkan informasi melalui wawancara dan studi dokumentasi tentang nilai-nilai Budaya Adat Sumang.

3) Menetapkan aturan untuk mencatat informasi yang diperoleh digunakan dalam catatan lapangan secara terperinci.

Peneliti mengumpulkan data dengan sengaja memilih informan, mengumpulkan data dan mempelajari dokumen tersebut agar dapat memberikan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan dalam wawancara kepada informan tentang nilai budaya Sumang sebagai sumber nilai pembelajaran dalam pendidikan IPS pada Madrasah Aliyah (MA) di Kabupaten Aceh Tengah.


(31)

C. Instrumen Penelitian

Pendekatan penelitian kualitatif dalam mengumpulkan data penelitian di lapangan, peran peneliti merupakan intrumen utama. oleh karena itu dalam penelitian ini yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri.

D. Teknik analisa data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data model interaktif dari Melis dan Huberman (1992 : 15-21), terdiri dari:

1. Reduksi data (data reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum , memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas.

2. Penyajian data (data disply )

Dalam penelitian kualitatif , penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dalan hal ini Miles dan Huberman, menyatakan “ the most frequent from of disply data for qualitative research data in the has been narrative text”. Maksudnya yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam pemelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi ( conclution drawing and verification)

Langkah yang ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Hubermas adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersefat sementara, dan akan berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika kesimpulan yang dikemukana pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengupulkan data , maka kesimpulan yang kemudian merupakan kesimpulan yang kredibel.


(32)

1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan. 2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai

data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data. 3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan

oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan). 4. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu

ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.

5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).

6 Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.


(33)

E. Verifikasi Data

Dalam hal ini peneliti menyimpulkan semua dat yang telh di temukan dilapangan untuk mendapatkaan data yang akurat, maka peneliti melakukan chek dan recheck data dan cross chek data. Peneliti menchek data dengan melakukan wawancara ulang denga dua atau lebih subyek penelitian yang berbeda dengan pertanyaan yang sama. Me recheck data berarti peneliti melakukan wawancara ulang kepada subyek yang sama dalam waktu yang berbeda, sedangkan meng-cross chek data berarti peneliti menggali keterangan keadaan yang sesungguhnya dari subyek yang satu kepada subyek yang lain.

Agar data betul-betul meyakinkan , repsentatif, akurat, dan valid, peneliti melakukan tringulasi data. Tringulasi di lakukan untuk mengurangi bias penelitian dan memudahkan peneliti melihat keleluasan penjelasan yang di kemukakan. Dalam melakukan tringulasi data di tempuh melalui empat cara, yaitu: 1) membendingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang di sampaikan informan di depan umum dengan apa yang di sampaikan secara pribadi, 3) membandingkan data yang di katakan orang dalam penelitian dengan data yang di sampaikan sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan pendapat informan dengan pendapat dan pandangan orang lain dalam latar belakang yang berbeda.


(34)

F. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan penelitian ini adalah Kabupaten Aceh Tengah yaitu kecamatan pegasing, Lut Tawar dan Kebayakan. Pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Kabupaten Aceh Tengah merupakan yang satu-satunya daerah memproduk dan mengkonsumsi budaya Adat Sumang

b) Kecamatan Pegasing, Lut Tawar dan Kebayakan pada tahun 2000/2001 pernah merupakan daerah Pilot Pengembangan Nuansa Islam dan pemberantasan Sumang dan ketiga kecamatan ini di jadikan sebagai sampel lokasi penelitian).

c) Ketiga Kecamatan ini merupakan daerah kawasan wisata yang rawan terjadi perbuatan Sumang.

d) Madrasah Aliyah Negeri yang ada di Kabupaten Aceh Tengah yaitu MAN Takengon I, MAN Takengon II dan MAN Pegasing.

2. Subyek Penelitian

Dalam penelitan ini sumber data dipilih secara purposive dn bersifat Snoball Sampling. Sumber data pada tahat awal memasuki lapangan di plij orang yang memili kompeten dan otoriritas pada objek yang diteliti, sehingga dapat memberikan petunjuk kemana saja peneliti akan mengumpulkan data. Adapun yang menjadi subjek dari penelitian ni adalah sebagai berikut:


(35)

Informan Pangkal Informan Pokok/Kunci Tokoh Adat: meliputi Ketua

Lembaga Majelis Adat

Komunitas Masyarakat, meliputi: Ulama, Tokoh Adat, tokoh masyarakat dan Guru IPS

Karena penelitian ini sumber data di pilih secara porposif dan, bersifat Snowball Sampling, maka informan yang sengaja ditetapkan oleh peneliti, mungkin saja dapat berubah dan berkembang di lapangan, apabila peneliti menemukan informan yang lebih mengetahui tentang permasalahan yang akan di teliti.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

A. KESIMPULAN

Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk nilai-nilai sosial Budaya Sumang adalah tanggung jawab, jujur,harga diri, pengendalian diri, kepedulian sosial, kerja keras, disiplin, cinta damai dan nilai moral etika. Nilai sosial tersebut berpotensi sebagai sumber belajar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial siswa dalam mewujudkan tujuan pendidikan IPS.

2. Bentuk nilai-nilai religius dalam budaya Sumang adalah nilai taqwa, nilai iman, akhlak, iffah, syari’at dan nilai dakwah. Nilai religius tersebut sebagai sumber nilai spiritual berpotensi mengembangkan kepribadian siswa sebagai insan yang beriman dan bertaqwa.

3. Pengintegrasian Nilai sosial dan religius budaya Sumang dalam pembelajaran IPS pada Madrasah Aliyah menjadi mediasi untuk menggali dan melestarikan serta menjadi proses pembudayaan nilai budaya Sumang kepada siswa.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan temuan penelitian bahwa di Kabupaten Aceh Tengah, budaya Sumang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat, disamping mengandung nilai


(37)

dan norma juga berfungsi sebagai penunjang tegaknya syari’at Islam. Oleh sebab itu budaya Sumang perlu di lestarikan dan di internalisasikan kepada siswa lewat pendidikan. Melalui proses pembelajaran siswa sebagai anggota masyarakat mereka akan mengenal dan memahami nilai budaya secara lebih dekat dan nyata di lingkungannya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peneliti merekomendasikan kepada :

1. Guru IPS, bahwa hasil penelitian ini dapat di implementasikan sebagai salah satu sumber belajar untuk mewujudkan pembelajaran IPS yang bermakna bagi peserta didik.

2. Para peneliti bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam mengenggali dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya lain di masyarakat yang relevan sebagai sumber pelajaran dan sebagai upaya melestarikan budaya bangsa.

3. Kepala sekolah hasil penelitian ini dapat dijaikan bahan kajian untuk mengembangkan wawasan guru IPS melalui forum musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk mengkaji upaya dalam mengembangkan dan memperkaya sumber pembelajaran berbasis nilai sosial budaya, sehingga pembelajaran IPS dapat bermutu dan bermakna bagi siswa dan masyarakat. 4. Kelemahan-kelemahan sebagai hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Aceh Tengah dalan Angka, (2010). BAPPEDA Kabupaten Aceh Tengah.

Afifuddin dan Saebani, Beni Ahmad.(2009). Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia

Ahmadi, Abu.( 2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Renika Cipta.

Al Muchtar, Suwarma, dkk. (2007). Pendidikan IPS. Jakarta: Universitas Terbuka Al Muchtar, Suwarma. (2008). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia Perss.

_______(2004). Pendidikan dan masalah sosial budaya. Bandug : Gelar Pustaka Mandiri

Albilali, Abdul Hamid.(2005). Dari Mana Masuknya Syaithan. Jakarta: Gema Insani Alma, Buchari dan Harlasgunawan, AP, M. (2003). Hakekat Studi Sosial (Saduran

The Nature of social studies, by Robert Barr, et). Bandung: Alfabeta Alma, Buchari.dkk. (2010). Pembelajaran Studi Sosial. Bandung : Alfabeta Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Bank, A. James. (1990). Teaching Strategies for The Social Studies-Inquiry, Valuing, and Decision Making. Longman New York and London

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih,Asri. (2004). Pembelajaran Moral berpijak pada Karakteristik Siswa dan

Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitatif anquantitative Aproach. Thousand Oaks: Sage publication.

Darmadi, Hamid. (2007). Dasar konsep Pendidikan Moral landasan Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.


(39)

Elmubarok, Zaim. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta.

Faiz Almath, Muhammad.(1991). 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad, Jakarta: Gema Insani

Hadi , Sutrisno. (1992). Metodologi research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offcet.

Hakam, Kama Abdul. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia Prss.

Hammadin,( 2005). Visiklopedia Negeri Antara. Bandung Cipta pustaka Media. Hasan, Said Hamid. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial,Jakarta, Depdikbud.

Hasan, Said Hamid, dkk.(2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Balitbang Puskur.

Ibrahim, Mahmud, dan Hakim,AR, (2002). Syariat dan adat Istiadat. Takengon : Maqamam mahmuda

---, (2003). Syariat dan adat Istiadat. Takengon : Maqamam mahmuda

Iskandar. (2009). Metodologi penelitian Pendidikan dan Sosial( Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan, Mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

--- ( 2005). Pengantar Antropologi I. Jakarta : Renika Cipta

Majid, Abdul. (2008). Peranan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya

.

Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya

Miles, Mattew B. dan Huberman, A Michael. (1992). Analisi Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.


(40)

Mulyasa, E. (2008). Menjadi guru Profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Murphy, R.F( 1989). Cultur & Sosial Antropology: An Overture. New Jerse: Prentice Hall,Inc.

Mutaqin, Awan. (2008). Individu , Masyarakat dan Perubahan Sosial, Bandung : Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Bandung.

Nasution, S.(1998). Metodoligi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito. Narwoko,J.D. dan Suyanto, B. (2006). Sosiologi. Teks Pengantar dan

Terapan.Jakarta: Prenada Media Group.

Raharjo. (2004). Persoalan-Persoalan Pendidikan Indonesia. Jakarta : Grafiti Pers. Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Rasyidin, Waini. (2007). Landasan Filosofis Pendidikan Dasar. Bandung: SPs UPI Rohani, Ahmad,(1997). Media Intruksional Edukatif. Jakarta: Renika Cipta.

Sadullah, Uyoh. (2010). Pedagogik ( Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful (.2009). Kemampuan Profesional guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Bandung: SPs UPI.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Saudagar, Fachruddin dan Idrus,Ali. (2009). Pengembangan profesionalitas Guru. Jakarta: GP Press.

Sauri, Sofyan dan Firmansyah, Herlan.( 2010). Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfino Raya.

Sauri, Sofyan. (2009). Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pedagogik dan Penyusunan Unsur-unsurnya. Bandung: SPs PU UPI.


(41)

Somantri ,M. Numan,( 2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosdakarya.

Sujarwo, (1989). Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa.

Sugiono.( 2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sumadinata, N. S. . (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Sumaatmadja, Nursid.(1984). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS). Bandung: Alumni.

Sumaatmadja, Nursid. (2005). Manusia dalam Kontek Sosial, Budaya, dan Lingkungan hidup( edisi revisi). Bandung : Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid.dkk (2002). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sumiati dan Asra. (2007). Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima. Syafa’at. Racmad, dkk. (2008). Negara, Mayarakat Adat dan Kearifan Lokal. Malang

: In Trans Publising.

Syukri .(2009). Sarak Opat Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan relevansinya Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama. Tilaar. H.A.R. (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Tim Regina. (2007). Atlas Tematik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bogor :

Regina.

Undang-undang No. 20 Tahun (2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Uno, Hamzah.B (2009). Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara


(42)

Wahab,Abdul Azis. (2007). Metode dan Mode-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung : Alfabeta.

Wiraatmadja, R. (1992). Peranan Pengajaran Sejarah Nasiona Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional. Disertasi Doktor PPs IKIP Bandung. Yusuf LN, Syamsu, dkk.(2010). Bimbingan Etika Pergaulan Bagi Pengembangan

Karakter Remaja. Bandung: Rizqi Perss.

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zariah, Nurul. (2008) Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta :Bumi Aksara.

Supriyoko, K. (2003). Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Budaya dalam Pembangunan Berkelanjutan, Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. Denpasar: 14-8-2003.

Sardiman. (2010). Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakterbangsa. (Online) Tersedia :.http://journal.uny.ac.id/index. php/ index. Php /cparti c/view/242/pdf. Di akses tanggal, 10-1-2011.

Sudarajat.(2008). Sumber Belajar Untuk Mengefektifkan Pembelajaran Siswa (Online). Tersedia (http://akhmadsudrajat.wordpress. com/2008/04/15 /sumber-belajar-untuk-mengefektifkan-pembelajaran-siswa/).Diakes tanggal, 1-1- 2011.


(1)

dan norma juga berfungsi sebagai penunjang tegaknya syari’at Islam. Oleh sebab itu budaya Sumang perlu di lestarikan dan di internalisasikan kepada siswa lewat pendidikan. Melalui proses pembelajaran siswa sebagai anggota masyarakat mereka akan mengenal dan memahami nilai budaya secara lebih dekat dan nyata di lingkungannya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peneliti merekomendasikan kepada :

1. Guru IPS, bahwa hasil penelitian ini dapat di implementasikan sebagai salah satu sumber belajar untuk mewujudkan pembelajaran IPS yang bermakna bagi peserta didik.

2. Para peneliti bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam mengenggali dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya lain di masyarakat yang relevan sebagai sumber pelajaran dan sebagai upaya melestarikan budaya bangsa.

3. Kepala sekolah hasil penelitian ini dapat dijaikan bahan kajian untuk mengembangkan wawasan guru IPS melalui forum musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk mengkaji upaya dalam mengembangkan dan memperkaya sumber pembelajaran berbasis nilai sosial budaya, sehingga pembelajaran IPS dapat bermutu dan bermakna bagi siswa dan masyarakat. 4. Kelemahan-kelemahan sebagai hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aceh Tengah dalan Angka, (2010). BAPPEDA Kabupaten Aceh Tengah.

Afifuddin dan Saebani, Beni Ahmad.(2009). Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia

Ahmadi, Abu.( 2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Renika Cipta.

Al Muchtar, Suwarma, dkk. (2007). Pendidikan IPS. Jakarta: Universitas Terbuka Al Muchtar, Suwarma. (2008). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia Perss.

_______(2004). Pendidikan dan masalah sosial budaya. Bandug : Gelar Pustaka Mandiri

Albilali, Abdul Hamid.(2005). Dari Mana Masuknya Syaithan. Jakarta: Gema Insani Alma, Buchari dan Harlasgunawan, AP, M. (2003). Hakekat Studi Sosial (Saduran

The Nature of social studies, by Robert Barr, et). Bandung: Alfabeta Alma, Buchari.dkk. (2010). Pembelajaran Studi Sosial. Bandung : Alfabeta Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Bank, A. James. (1990). Teaching Strategies for The Social Studies-Inquiry, Valuing, and Decision Making. Longman New York and London

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih,Asri. (2004). Pembelajaran Moral berpijak pada Karakteristik Siswa dan

Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitatif anquantitative Aproach. Thousand Oaks: Sage publication.

Darmadi, Hamid. (2007). Dasar konsep Pendidikan Moral landasan Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.


(3)

Elmubarok, Zaim. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta.

Faiz Almath, Muhammad.(1991). 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad, Jakarta: Gema Insani

Hadi , Sutrisno. (1992). Metodologi research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offcet.

Hakam, Kama Abdul. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas pendidikan Indonesia Prss.

Hammadin,( 2005). Visiklopedia Negeri Antara. Bandung Cipta pustaka Media. Hasan, Said Hamid. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial,Jakarta, Depdikbud.

Hasan, Said Hamid, dkk.(2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Balitbang Puskur.

Ibrahim, Mahmud, dan Hakim,AR, (2002). Syariat dan adat Istiadat. Takengon : Maqamam mahmuda

---, (2003). Syariat dan adat Istiadat. Takengon : Maqamam mahmuda

Iskandar. (2009). Metodologi penelitian Pendidikan dan Sosial( Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan, Mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia

--- ( 2005). Pengantar Antropologi I. Jakarta : Renika Cipta

Majid, Abdul. (2008). Peranan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya

.

Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya

Miles, Mattew B. dan Huberman, A Michael. (1992). Analisi Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.


(4)

Mulyasa, E. (2008). Menjadi guru Profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Murphy, R.F( 1989). Cultur & Sosial Antropology: An Overture. New Jerse: Prentice Hall,Inc.

Mutaqin, Awan. (2008). Individu , Masyarakat dan Perubahan Sosial, Bandung : Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Bandung.

Nasution, S.(1998). Metodoligi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito. Narwoko,J.D. dan Suyanto, B. (2006). Sosiologi. Teks Pengantar dan

Terapan.Jakarta: Prenada Media Group.

Raharjo. (2004). Persoalan-Persoalan Pendidikan Indonesia. Jakarta : Grafiti Pers. Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Rasyidin, Waini. (2007). Landasan Filosofis Pendidikan Dasar. Bandung: SPs UPI Rohani, Ahmad,(1997). Media Intruksional Edukatif. Jakarta: Renika Cipta.

Sadullah, Uyoh. (2010). Pedagogik ( Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful (.2009). Kemampuan Profesional guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Bandung: SPs UPI.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Saudagar, Fachruddin dan Idrus,Ali. (2009). Pengembangan profesionalitas Guru. Jakarta: GP Press.

Sauri, Sofyan dan Firmansyah, Herlan.( 2010). Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfino Raya.

Sauri, Sofyan. (2009). Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pedagogik dan Penyusunan Unsur-unsurnya. Bandung: SPs PU UPI.


(5)

Somantri ,M. Numan,( 2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosdakarya.

Sujarwo, (1989). Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa.

Sugiono.( 2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sumadinata, N. S. . (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Sumaatmadja, Nursid.(1984). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS). Bandung: Alumni.

Sumaatmadja, Nursid. (2005). Manusia dalam Kontek Sosial, Budaya, dan Lingkungan hidup( edisi revisi). Bandung : Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid.dkk (2002). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sumiati dan Asra. (2007). Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima. Syafa’at. Racmad, dkk. (2008). Negara, Mayarakat Adat dan Kearifan Lokal. Malang

: In Trans Publising.

Syukri .(2009). Sarak Opat Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan relevansinya Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama. Tilaar. H.A.R. (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Tim Regina. (2007). Atlas Tematik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bogor :

Regina.

Undang-undang No. 20 Tahun (2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Uno, Hamzah.B (2009). Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara


(6)

Wahab,Abdul Azis. (2007). Metode dan Mode-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung : Alfabeta.

Wiraatmadja, R. (1992). Peranan Pengajaran Sejarah Nasiona Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional. Disertasi Doktor PPs IKIP Bandung. Yusuf LN, Syamsu, dkk.(2010). Bimbingan Etika Pergaulan Bagi Pengembangan

Karakter Remaja. Bandung: Rizqi Perss.

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zariah, Nurul. (2008) Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta :Bumi Aksara.

Supriyoko, K. (2003). Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Budaya dalam Pembangunan Berkelanjutan, Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. Denpasar: 14-8-2003.

Sardiman. (2010). Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan Karakterbangsa. (Online) Tersedia :.http://journal.uny.ac.id/index. php/ index. Php /cparti c/view/242/pdf. Di akses tanggal, 10-1-2011.

Sudarajat.(2008). Sumber Belajar Untuk Mengefektifkan Pembelajaran Siswa (Online). Tersedia (http://akhmadsudrajat.wordpress. com/2008/04/15 /sumber-belajar-untuk-mengefektifkan-pembelajaran-siswa/).Diakes tanggal, 1-1- 2011.