PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa[Boerl.] Scheff.) TERHADAP SKALA NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH KOTA PADANG.

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN BUAH MAHKOTA

DEWA

(Phaleria macrocarpa[Boerl.] Scheff.)

TERHADAP

SKALA NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PAUH KOTA PADANG

Penelitian Keperawatan Komunitas

REISKY MIRANDA

BP. 1010323057

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2014


(2)

vii FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS Juli 2014

Nama : Reisky Miranda BP : 1010323057

Pengaruh Pemberian Rebusan Buah Mahkota Dewa(Phaleria macrocarpa [Boerl.]Scheff.)Terhadap Skala Nyeri Rheumatoid Arthritis

Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang ABSTRAK

Rheumatoid Arthritis merupakan salah satu penyakit autoimune yang sering mengenai penduduk pada usia produktif dan ditandai dengan nyeri sendi, pembengkakan sendi, kerusakan sinovial hingga hilangnya fungsi sendi dan dapat menyebabkan kematian dini. Hingga saat ini penggunaan OAINS (Obat Anti-inflamasi Non Steroid) memiliki efek samping berat seperti hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, ginjal dan lambung. Untuk itu pengobatan dapat dialihkan kepada terapi komplementer herbal yaitu buah Mahkota Dewa yang memiliki berbagai kandungan, salah satunya anti-inflamasi sehingga nyeri Rheumatoid Arthritis dapat berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental design dengan one group pre test and post test. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan 10 orang penderita Rheumatoid Arthritis di wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.]Scheff) terhadap skala nyeri penderita Rheumatoid Arthritis (p=0,004). Disarankan kepada penderita Rheumatoid Arthritis untuk menjadikan rebusan buah Mahkota Dewa sebagai terapi herbal pengurangan nyeri Rheumatoid Arthritis.

Kata kunci : Rheumatoid Arthritis, skala nyeri, rebusan buah mahkota dewa Daftar pustaka : 40 (1996-2014)


(3)

viii

FACULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY July 2014

Name : Reisky Miranda BP : 1010323057

The Effect of Fruit Stew Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff.)Against Rheumatoid Arthritis Pain Scale

Work Area Health Center in Padang Pauh ABSTRACT

Rheumatoid Arthritis is a disease that commonly affects the autoimmune of population of reproductive age, characterized by joint pain, joint swelling, and synovial damage to loss of function of the joints, and can cause a premature death. Up until now, the use of OAINS (Anti-Inflammatory Non Steroid Drug) has several side effects such as hypersensitivity, function disorder of liver, kidney, and stomach. Hence, the treatment can be converted into an herbal complementary therapy that is used Mahkota Dewa, which has a variety of content such as anti-inflammatory, that can decrease Rheumatoid Arhtritis. The purpose of this research is to determine level of pain and the effect of Mahkota Dewa fruit stew (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) given to Rheumatoid Arthritis. The research design is a quasi-experimental with one group pretest and posttest. The sampling technique is a purposive sampling with 10 people affected by Rheumatoid Arthritis within Puskesmas (Health Center) in Pauh, Padang. The result shows there is effect of giving Mahkota Dewa fruit stew (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) on pain level of patients with Rheumatoid Arthritis (p=0.004). It is advisable for patients with Rheumatoid Arthritis to make Mahkota Dewa fruit as an herbal therapy to reduce Rheumatoid Arthritis.

Keywords : Rheumatoid Arthritis, pain scale, Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff.)


(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya berbagai penyakit auto-imun yang menyerang semua umur, salah satunya yaitu Rheumatoid Arthritis. Rheumatoid Arthritis biasa menyerang pada usia produktif, sebab itulah yang menjadikan penyakit ini sebagai masalah kesehatan masyarakat, karena kecacatan yang ditimbulkan pada golongan masyarakat produktif memberi dampak ekonomi dan sosial yang besar (Nasution & Sumariyono, 2007; Nainggolan, 2009).

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang penyebabnya tidak diketahui. Adanya pemicu eksternal seperi merokok, infeksi, atau trauma yang memicu reaksi autoimun dapat menyebabkan hipertrofi sinovial dan peradangan sendi kronis. Hal ini terjadi pada individu yang rentan secara genetik (Temprano, 2014), dan banyak dialami mulai dari usia 20an maupun usia 30an (Arthritis Foundation, 2008). Gejala yang timbul berupa nyeri sendi, pembengkakan sendi, kerusakan sinovial sendi, hingga hilangnya fungsi sendi dan dapat menyebabkan kematian dini (Aletahaet al,2010).

Rheumatoid Arthritis sering mengenai penduduk pada usia produktif sehingga akan memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar bila tidak dilakukan penatalaksaan yang tepat sedini mungkin (Nasution & Sumariyono,


(5)

2

2007). Karena hingga kini belum ada obat yang diketahui untuk mencegah terjadinya kerusakan oleh Arthritis Rheumatoid, American College of Rheumatology merekomendasikan adanya diagnosis sedini mungkin dengan memodifikasi agen anti-rematik untuk membatasi tingkat kerusakan sendi (Soeken, Miller & Ernst, 2003).

Saat ini belum didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan Rheumatoid Arthritis yang sempurna. Namun diketahui konsep pengobatan dari Rheumatoid Arthritis diantaranya yaitu menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik, mencegah terjadinya destruksi jaringan, mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik, serta mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali(Daud, 2007).

Dalam mencapai tahap pengobatan yang sesuai dengan konsep pengurangan nyeri dan mencegah kerusakan sendi digunakan obat-obatan konvensional dalam pengobatan Rheumatoid Arthritis. Obat-obat tersebut berupaDisease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) dengan cara kerja memperlambat perkembangan penyakit, sebagai pengubah respon biologis untuk mengurangi peradangan, kerusakan struktural sendi, obat anti-inflamasi (OAINS) / NSAID dan kortikosteroid untuk mengurangi peradangan (U.S. Department of Health and Human Services, 2013). Namun terdapat efek samping yang cukup berat dari pemakaian OAINS ini, seperti hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem hematopoetik (Daud, 2007).


(6)

3

Efek samping dari pemakaian terapi farmakologi cukup berbahaya dan sebaiknya dihindari. Karena alasan tersebut banyak pasien mulai melihat kepada terapi non-farmakologi alternatif obat dan terapi komplementer / Complementary and Alternative Medicine (CAM) sebagai pilihan dalam mengatasi penyakit. Menurut Soeken, Miller & Ernst (2003) dalam penelitian tentang terapi herbal sebagai obat Rheumatoid Arthritis menunjukkan bahwa orang yang menderita sakit kronis, seperti Rheumatoid Arthritis merasa puas dengan pengobatan saat ini yang menggunakan pengobatan alternatif dan diperkirakan 60-90% orang dengan arthritis menggunakan terapi komplementer (Soeken, Miller & Ernst 2003).

Perawat sebagai profesi yang melakukan perawatan secara holistik tentunya memiliki andil terhadap terapi non-farmakologis untuk mengurangi nyeri sehingga dapat meningkatkan kenyamanan. Menurut Potter & Perry (2006) perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai keadaan dan situasi. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan utama pemberian asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2006).

Salah satu penatalaksanaan yang dapat diberikan perawat berupa terapi komplementer. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) RI tentang penyelenggaraan praktik perawat bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan salah satunyan berupa terapi komplementer (Menteri Kesehatan RI, 2010). Menurut Antigoni (2009) dalam jurnal tentang perilaku perawat terhadap terapi komplementer menjelaskan bahwa perawat diminta untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap positif tentang terapi komplementer, karena jika perawat


(7)

4

antusias, ini akan memberikan kasus yang kuat bagi rumah sakit dan lembaga pendidikan untuk memasukkannya kedalam pelayanan utama (Antigoni, 2009).

Terapi komplementer yang paling banyak digunakan adalah pengobatan herbal (Soeken, Miller & Ernst 2003).Obat herbal terstandar (herbal medicine) merupakan salah satu bentuk pengobatan komplementer-alternatif yang merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan diluar dari jalur ilmu kedokteran konvensional. Sejak zaman dahulu telah banyak digunakan obat herbal yang berasal dari tumbuhan sebagai intervensi untuk menyembuhkan penyakit dan pengobatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penggunaan obat herbal memberikan manfaat yang besar dalam pemakaiannya. Secara umum, obat herbal lebih aman digunakan dan efisien (Soeken., Miller & Ernst 2003). Beberapa pendapat juga mengatakan memilih pengobatan komplementer karena lebih mandiri, tidak infasiv dan pembiayaan yang lebih murah (Passarelli, 2008).

Legalitas dalam penggunaan terapi herbal ini juga telah diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK RI) Nomor 121 menyebutkan terdapatnya 30 jenis tanaman berkhasiat obat terdiri dari 7 jenis fitofarmaka dan obat herbal terstandar yang bisa digunakan dalam mengatasi berbagai macam penyakit. Salah satu jenis tanaman berkhasiat obat tersebut adalah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [scheff][boerl.]) yang didalamnya mengandung berbagai jenis kandungan seperti alkaloid, saponin, polifenol dan flavanoid (Mentri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).


(8)

5

Saat ini produk siap pakai dari ekstrak Mahkota Dewa telah banyak beredar dipasaran. Namun penggunaan langsung dari Mahkota Dewa yang tumbuh disekitar lingkungan masyarakat perlu disosialisasikan, sehingga dapat diperoleh manfaat yang besar dengan memanfaatkan bahan alam dilingkungan sekitar karena setiap bagian yang berbeda dari buah Mahkota Dewa diketahui memiliki berbagai kandungan. Menurut Hendra (2011) dalam penelitian tentang efek anti-oksidan, anti-inflamasi dan toksisitas buah Mahkota Dewa,ekstrak buah Mahkota Dewa ampuh sebagai agen anti-inflamasi karena terdapat kandungan senyawa flavonoid didalamnya (Hendra dkk., 2011).

Flavonoid berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler. Flavonoid terutama bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Nijveldi, 2001; Altaf, 2013). Dikatakan juga bahwa inhibitor COX-2 yang berperan sebagai mediator anti-inflamasi dan terdapat didalam buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) dapat digunakan dalam pengobatan Rheumatoid Arthritis (Nijveldi, 2001; Tjandrawinata, Aripin, Arifin & Rahmi,2011)

Secara etnofarmakologi, di Nagari Suayan, Kabupaten Limapuluh Kota, buah Mahkota Dewa telah banyak digunakan sebagai obat herbal dalam penyakit Diabetes Melitus, keletihan, dan reumatik. Sedangkan di Kota Padang sendiri,


(9)

6

tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memiliki angka tertinggi dalam penyakit gangguan sendi termasuk rematik (Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang, 2012), Mahkota Dewa belum banyak dimanfaatkan sebagai terapi herbal Rheumatoid Arthritis. Bahkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 April 2014, 4 dari 5 penderita reumatik di Posyandu Lansia Koto Lua mengaku belum sepenuhnya mengetahui dan memanfaatkan buah Mahkota Dewa yang banyak tumbuh disekitar rumah.

Berdasarkan pengalaman empiris serta didukung oleh teori-teori dari hasil penelitian terhadap efektifitas kandungan didalam Mahkota Dewa terhadap anti-inflamasi pada pasien Rheumatoid Arthritis inilah, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Rebusan Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap Skala Nyeri Rheumatoid Arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang”.

B. Penetapan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang?


(10)

7

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata skala nyeri Rheumatoid Arthritis sebelum mengkonsumsi rebusan buah Mahkota Dewa.

b. Untuk mengetahui rerata skala nyeri Rheumatoid Arthritis setelah mengkonsumsi rebusan buah Mahkota Dewa.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis.

D. Manfaat Penelitian 1. Institusi Pendidikan

Sebagai masukan bagi bidang keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada Rheumatoid Arthritis.

2. Bagi Wilayah Kerja Penelitian

Memberikan masukan bagi pelayanan keperawatan berupa penatalaksanaan terapi komplementer - herbal pada Rheumatoid Arthritis dengan memanfaatkan tanaman di lingkungan sekitar.


(11)

8

3. Bagi Perawat

Memberikan pengetahuan baru dalam sosialisasi tentang penerapan terapi komplementer – herbal dalam praktik perawatan kesehatan pada penyakit Rheumatoid Artritis.

4. Bagi Riset Penelitian

a. Memberikan sumbangan ilmiah bagi mahasiswa dan institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

b. Sebagai data dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pengurangan nyeri Rheumatoid Arthritis.

5. Bagi Pasien

Sebagai media sosialisasi pemanfaatan tanaman herbal yang ada dilingkungan sekitar dalam penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis.


(1)

Efek samping dari pemakaian terapi farmakologi cukup berbahaya dan sebaiknya dihindari. Karena alasan tersebut banyak pasien mulai melihat kepada terapi non-farmakologi alternatif obat dan terapi komplementer / Complementary and Alternative Medicine (CAM) sebagai pilihan dalam mengatasi penyakit. Menurut Soeken, Miller & Ernst (2003) dalam penelitian tentang terapi herbal sebagai obat Rheumatoid Arthritis menunjukkan bahwa orang yang menderita sakit kronis, seperti Rheumatoid Arthritis merasa puas dengan pengobatan saat ini yang menggunakan pengobatan alternatif dan diperkirakan 60-90% orang dengan arthritis menggunakan terapi komplementer (Soeken, Miller & Ernst 2003).

Perawat sebagai profesi yang melakukan perawatan secara holistik tentunya memiliki andil terhadap terapi non-farmakologis untuk mengurangi nyeri sehingga dapat meningkatkan kenyamanan. Menurut Potter & Perry (2006) perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai keadaan dan situasi. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan utama pemberian asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2006).

Salah satu penatalaksanaan yang dapat diberikan perawat berupa terapi komplementer. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) RI tentang penyelenggaraan praktik perawat bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan salah satunyan berupa terapi komplementer (Menteri Kesehatan RI, 2010). Menurut Antigoni (2009) dalam jurnal tentang perilaku perawat terhadap terapi komplementer menjelaskan bahwa perawat diminta untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap positif tentang terapi komplementer, karena jika perawat


(2)

antusias, ini akan memberikan kasus yang kuat bagi rumah sakit dan lembaga pendidikan untuk memasukkannya kedalam pelayanan utama (Antigoni, 2009).

Terapi komplementer yang paling banyak digunakan adalah pengobatan herbal (Soeken, Miller & Ernst 2003).Obat herbal terstandar (herbal medicine) merupakan salah satu bentuk pengobatan komplementer-alternatif yang merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan diluar dari jalur ilmu kedokteran konvensional. Sejak zaman dahulu telah banyak digunakan obat herbal yang berasal dari tumbuhan sebagai intervensi untuk menyembuhkan penyakit dan pengobatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penggunaan obat herbal memberikan manfaat yang besar dalam pemakaiannya. Secara umum, obat herbal lebih aman digunakan dan efisien (Soeken., Miller & Ernst 2003). Beberapa pendapat juga mengatakan memilih pengobatan komplementer karena lebih mandiri, tidak infasiv dan pembiayaan yang lebih murah (Passarelli, 2008).

Legalitas dalam penggunaan terapi herbal ini juga telah diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK RI) Nomor 121 menyebutkan terdapatnya 30 jenis tanaman berkhasiat obat terdiri dari 7 jenis fitofarmaka dan obat herbal terstandar yang bisa digunakan dalam mengatasi berbagai macam penyakit. Salah satu jenis tanaman berkhasiat obat tersebut adalah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [scheff][boerl.]) yang didalamnya mengandung berbagai jenis kandungan seperti alkaloid, saponin, polifenol dan flavanoid (Mentri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).


(3)

Saat ini produk siap pakai dari ekstrak Mahkota Dewa telah banyak beredar dipasaran. Namun penggunaan langsung dari Mahkota Dewa yang tumbuh disekitar lingkungan masyarakat perlu disosialisasikan, sehingga dapat diperoleh manfaat yang besar dengan memanfaatkan bahan alam dilingkungan sekitar karena setiap bagian yang berbeda dari buah Mahkota Dewa diketahui memiliki berbagai kandungan. Menurut Hendra (2011) dalam penelitian tentang efek anti-oksidan, anti-inflamasi dan toksisitas buah Mahkota Dewa,ekstrak buah Mahkota Dewa ampuh sebagai agen anti-inflamasi karena terdapat kandungan senyawa flavonoid didalamnya (Hendra dkk., 2011).

Flavonoid berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler. Flavonoid terutama bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Nijveldi, 2001; Altaf, 2013). Dikatakan juga bahwa inhibitor COX-2 yang berperan sebagai mediator anti-inflamasi dan terdapat didalam buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) dapat digunakan dalam pengobatan Rheumatoid Arthritis (Nijveldi, 2001; Tjandrawinata, Aripin, Arifin & Rahmi,2011)

Secara etnofarmakologi, di Nagari Suayan, Kabupaten Limapuluh Kota, buah Mahkota Dewa telah banyak digunakan sebagai obat herbal dalam penyakit Diabetes Melitus, keletihan, dan reumatik. Sedangkan di Kota Padang sendiri,


(4)

tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memiliki angka tertinggi dalam penyakit gangguan sendi termasuk rematik (Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang, 2012), Mahkota Dewa belum banyak dimanfaatkan sebagai terapi herbal Rheumatoid Arthritis. Bahkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 April 2014, 4 dari 5 penderita reumatik di Posyandu Lansia Koto Lua mengaku belum sepenuhnya mengetahui dan memanfaatkan buah Mahkota Dewa yang banyak tumbuh disekitar rumah.

Berdasarkan pengalaman empiris serta didukung oleh teori-teori dari hasil penelitian terhadap efektifitas kandungan didalam Mahkota Dewa terhadap anti-inflamasi pada pasien Rheumatoid Arthritis inilah, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Rebusan Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap Skala Nyeri Rheumatoid Arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang”.

B. Penetapan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang?


(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Boerl.] Scheff) terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rerata skala nyeri Rheumatoid Arthritis sebelum mengkonsumsi rebusan buah Mahkota Dewa.

b. Untuk mengetahui rerata skala nyeri Rheumatoid Arthritis setelah mengkonsumsi rebusan buah Mahkota Dewa.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan buah Mahkota Dewa terhadap skala nyeri Rheumatoid Arthritis.

D. Manfaat Penelitian 1. Institusi Pendidikan

Sebagai masukan bagi bidang keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada Rheumatoid Arthritis.

2. Bagi Wilayah Kerja Penelitian

Memberikan masukan bagi pelayanan keperawatan berupa penatalaksanaan terapi komplementer - herbal pada Rheumatoid Arthritis dengan memanfaatkan tanaman di lingkungan sekitar.


(6)

3. Bagi Perawat

Memberikan pengetahuan baru dalam sosialisasi tentang penerapan terapi komplementer – herbal dalam praktik perawatan kesehatan pada penyakit Rheumatoid Artritis.

4. Bagi Riset Penelitian

a. Memberikan sumbangan ilmiah bagi mahasiswa dan institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

b. Sebagai data dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pengurangan nyeri Rheumatoid Arthritis.

5. Bagi Pasien

Sebagai media sosialisasi pemanfaatan tanaman herbal yang ada dilingkungan sekitar dalam penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MUDA MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP KADAR BILIRUBIN TOTAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

1 12 19

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN MAKROSKOPIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 11 58

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

4 40 83

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarfa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norwegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

1 12 49

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) (ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROID FROM THE FRUIT OF MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa))

20 140 47

PENGARUH EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA Aedes aegypti INSTAR III

1 18 57

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

4 28 56

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

4 21 67

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN SALAM TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA GOUT ARTRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU

0 6 8