PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP, SIKAP ILMIAH, DAN KEMAMPUAN BERTANYA SISWA SMA PADA TOPIK KEANEKARAGAMAN HAYATI.

(1)

i DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian... 9

BAB II. PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH, PENGUASAAN KONSEP, SIKAP ILMIAH, DAN KEMAMPUAN BERTANYA SISWA. A. Pembelajaran Berbasis Masalah... 10

1. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah... 13

2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Hasil Belajar... 15

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah... 15

4. Lingkungan Belajar... 19

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah... 21

B. Penguasaan Konsep... 22

C. Sikap Ilmiah……… 25

D. Kemampuan Bertanya……… 25

E. Teori-Teori Belajar yang Berhubungan Dengan PBL……… 27

1. Teori Belajar Jean Piaget... 28

2. Teori Belajar Vygotsky... 29

3. Teori Belajar Jerome S. Bruner……….. 30

F. Pembelajaran Keanekaragaman Hayati di Sekolah Menengah Atas (SMA)... 31

G. Penelitian yang Relevan……….. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Subjek Penelitian... 38


(2)

ii

B. Metode dan Desain Penelitian... 38

C. Definisi Operasional ... 39

D. Instrumen Penelitian... 40

1. Observasi... 40

2. Satuan Pembelajaran dan Rencana Pembelajaran... 40

3. Angket/kuesioner... 41

4. Tes hasil belajar... 41

D. Prosedur Penelitian... 42

E. Validitas Test... 45

1. Uji Validitas test... 45

2. Uji Reliabilitas Butir Soal... 46

3. Indeks Kesukaran... 48

4. Daya Pembeda... 49

F. Tehnik Pengumpulan Data... 50

G. Tehnik Analisis Data... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN... 53

1. Analisis Data... 53

a. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa………. 54

b. Ketuntasan Belajar……….. 56

c. Sikap ilmiah……… 57

d. Kemampuan Bertanya Siswa………... 60

e. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah……… 62

f. Tanggapan dan Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru DalamMenerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah……….... 67

g. Hasil pengamatan langsung……..………... 69

2. Pengujian Perbedaan Antara Pre-Test dan Post Test Kelompok Experimen……….. 70

B. PEMBAHASAN………. 72

1. Peningkatan Penguasaan Konsep………... 72

2. Sikap Ilmiah……… 74

3. Kemanpuan Bertanya Siswa……… 77

4. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah….. 78

5. Kendala-kendala yang dihadapi Guru dalam Menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 82


(3)

iii

C. Implikasi……….. 84

DAFTAR PUSTAKA... 90

LAMPIRAN – LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN... .. 94

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... ... 94

B. Lembar Kerja Siswa... ... 112

C. Kisi-kisi Penguasaan Konsep... .... 117

D. Kisi-kisi Sikap ilmiah... .... 124

E. Tabel validitas,Reliabilitas,Indek Kesukaran dan Daya Pembeda... ... 139

2. DATA HASIL PENELITIAN... 143

A. Skor Pre-Post tes Penguasaan konsep siswa... ... 143

B. Ketuntasan Belajar... ... 147

C. Hasil Pembobotan Skor Uji Anates... ... 149

D. Denah Kelas Eksperimen... ... 162


(4)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 17

Tabel 2.2 Tabel KND ( Know Need Do )……….. 20

Table 3.1 Desain Penelitian... 38

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Item Pertanyaan Instrumen... 46

Tabel.3.5 Kategori Reliabilitas Butir soal... 47

Tabel 3.6 Reliabilitas……….. 48

Tabel 3.8 Kategori Daya Pembeda... 49

Tabel 3.10 Tehnik Pengumpulan Data... 50

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Tes Kemampuan Penguasaan Konsep…… 54

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Proporsi Skor Tes Kemampuan Penguasaan Konsep………. 54

Tabel 4.3 N-Gain pada Setiap Indikator Penguasaan Konsep... 56

Tabel 4.4 Ketuntasan belajar Penguasaan Konsep... 57

Tabel 4.5 Kemampuan bertanya siswa……… 61

Tabel 4.6 Tanggapan Guru terhadap Pembelajaran berbasis Masalah... 67


(5)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian... 44 Gambar 4.1 Diagram Batang Proporsi Skor Kemampuan Penguasaan

Konsep……… 55 Gambar 4.2 Sikap Ilmiah Siswa Berupa Sikap Ingin Tahu Terhadap

PembelajaranBerbasis Masalah... 58 Gambar 4.3 Sikap Ilmiah Siswa Berupa Peduli Lingkungan Terhadap

Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 59 Gambar 4.4 Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah……. 63 Gambar 4.5 Motivasi belajar siswa tentang Pembelajaran Berbasis Masalah... 64 Gambar 4.6 Kesukaan belajar siswa tentang Pembelajaran Berbasis

Masalah pada materi Keanekaragaman Hayati……….. 65 Gambar 4.7 Minat Belajar Siswa Dalam Mempelajari


(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Penguasaan ilmu-ilmu dasar (basic science) pada siswa, khususnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan pondasi bagi ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. Namun di sisi lain matapelajaran IPA sering dianggap sebagai materi sulit dan mejadi hal yang menakutkan bagi sebagian siswa, bahkan sebagian guru. Pembelajaran siswa disekolah kemudian sekedar menjadi kewajiban menjalankan kurikulum, kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).

Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih terfokus kepada guru sebagai sumber pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi mengajar (Depdiknas, 2003). Susanto (2002) mengemukakan bahwa belum adanya peningkatan mutu pendidikan Education Response Alliance (ERA) ada hubungannya dengan belum terpecahkannya masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran IPA. Menurut Susanto (2002) terdapat tiga permasalahan dalam pembelajaran IPA. Pertama, pendidikan sains masih berorientasi hanya pada produk pengetahuan, kurang berorientasi pada proses sains. Kedua, pengajaran sains hanya mencurahkan pengetahuan, dalam hal ini fakta, konsep, dan prinsip sains lebih banyak dicurahkan melalui ceramah,


(7)

2 tanya jawab, atau diskusi tanpa didasarkan pada hasil kerja praktek. Ketiga, pengajaran sains berfokus pada menjawab pertanyaan, guru cenderung untuk menggunakan metode tanya-jawab, sementara jawaban yang "harus" dikemukakan adalah fakta, konsep, dan prinsip baku yang telah diajarkan guru atau tertulis dalam buku ajar. Seharusnya siswa menggali masalah sendiri dan menemukan jawaban atas masalahnya melalui pengamatan atau percobaan. Akinoglu & Tandagon (2006) mengemukakan bahwa yang diharapkan dari pendidikan adalah membentuk individu-individu untuk menjadi pemecah masalah yang efektif dalam kehidupannya.

Dalam kurikulum berbasis kompetensi salah satu tujuan mata pelajaran biologi adalah mengembangkan kepekaan nalar untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses kehidupan dalam kejadian sehari-hari (Depdiknas, 2003). Beberapa alasan mengenai mengapa pembelajaran berbasis masalah perlu dikembangkan, menurut Sanjaya (2006 dalam Nurhasnah:2007) Pertama dilihat dari aspek psikologi belajar, pembelajaran berbasis masalah berdasarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui pembelajaran berbasis masalah perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif saja tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan masalah yang dihadapi. Kedua dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di


(8)

3 masyarakat, maka pembelajaran berbasis masalah sangat penting dikembangkan dalam rangka memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Ketiga dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran, dimana selama ini kemampuan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah kurang diperhatikan oleh guru.

Siswa dituntut untuk melakukan kerja ilmiah dengan mengembangkan sikap ilmiah terutama dalam memecahkan masalah. Sikap ilmiah perlu dikembangkan dalam diri siswa karena hakekat pendidikan IPA adalah ilmu pengetahuan yang mencakup ranah proses, produk dan sikap. Komponen sikap meliputi: rasa ingin tahu tinggi, kritis, kreatif, rendah hati, skeptis, berpandangan terbuka, keinginan membantu orang lain menggunakan pengetahuannya, mencintai lingkungan dan berkeinginan untuk berpartisipasi aktif menyelesaikan masalah lingkungan serta mengakui keteraturan alam sebagai cipataan Tuhan Yang Maha Esa (Poedjiadi, 2005). Untuk mengembangkan sikap ilmiah yang merupakan hakikat IPA dapat dilatihkan melalui pembelajaran berbasis masalah.

Salah satu komponen sikap ilmiah adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi dapat terlihat dari berbagai pertanyaan yang terlontar (Panggabean, 2001). Untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran salah satu caranya adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Menurut Hasibuan et al. (1995) pertanyaan bisa merupakan ucapan verbal yang meminta tanggapan dari seseorang yang dikenai, tanggapan yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan pertimbangan,


(9)

4 kesimpulannya bahwa pertanyaan sebagai stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir siswa. Pengajuan pertanyaan dari siswa terhadap guru sangat penting bagi guru, sebab dari pertanyaan itu guru dapat memprediksi sejauh mana pengetahuan awal siswa sebelum dimulai kegiatan pembelajaran.

Untuk penerapan di kelas hampir pada semua aktivitas belajar, bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktivitas bertanya juga dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, pada saat menemukan kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti itu akan menumbuhkan dorongan untuk siswa bertanya. Dalam kegiatan belajar siswa berlatih mengajukan pertanyaan dan memperbaiki ketrampilan bertanyanya, serta menjadikan stimulus untuk menghasilkan pertanyaan yang layak.

Pertanyaan yang diajukan siswa dapat memperlihatkan bahwa siswa menyadari adanya suatu masalah dan ingin melengkapi kekurangannya tersebut. Hal ini dipertegas oleh Rustaman (2005) yang mengatakan bahwa pengajuan pertanyaan oleh siswa ini merupakan suatu usaha dalam memenuhi rasa ingin tahunya serta memperjelas hal-hal yang kurang dipahami. Selain itu dengan mengajukan pertanyaan berarti siswa belajar aktif dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru saja, dengan demikian kemampuan akademis siswa akan berkembang. Dengan demikian melalui pembelajaran berbasis masalah kemampuan bertanya siswa untuk memiliki rasa ingin tahunya sangat perlu


(10)

5 dikembangkan dan dapat dilatih terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang diperoleh pada pembelajaran IPA dan kehidupan sehari-hari.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah oleh beberapa peneliti antara lain yang dilakukan Mursal et al.(2003) dalam pembelajaran medis,sedangkan dalam pembelajaran biologi antara lain Runi (2005), Suryawati (2006), dan Nurhasnah (2007) yang kesemuanya menyimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, berkomunikasi, dan pengetahuan dapat bertahan lebih lama (dalam pembelajaran medis). Dalam pembelajaran biologi, kesimpulannya bahwa pembelajaran berbasis masalah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah daripada siswa dengan pembelajaran konvensional, meningkatkan daya serap, ketuntasan belajar, penguasaan konsep, kemampuan berpikir kritis, sikap ilmiah dan aktivitas siswa mengalami peningkatan dalam kategori sedang dan rendah melalui pembelajaran berbasis masalah.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas maka penulis mencoba menerapkan pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa SMA pada topik keanekaragaman hayati. Penelitian ini dilakukan pada kelas X Semester dua(2) SMA untuk topik Keanekaragaman Hayati.

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan pada mata pelajaran biologi terdapat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa. Salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah memahami


(11)

6 manfaat keanekaragaman hayati. Diantara kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa adalah mengkomunikasikan keanekaragaman hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam (Depdiknas, 2006). Dalam pencapaian kompetensi dasar tersebut siswa dapat belajar melalui masalah-masalah yang terjadi terutama pada usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam, seperti pemanfaatan tumbuhan endemik (misal: tumbuhan matoa) sebagai bahan bangunan oleh masyarakat secara besar-besaran. Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah keanekaragaman hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam dapat dijadikan sarana untuk mempelajari topik keanekaragaman hayati, sehingga guru dalam mengajarkan topik keanekaragaman hayati tidak berupa transfer ilmu, tetapi siswa yang membangun pengetahuan mereka tentang topik keanekaragaman hayati melalui masalah yang dipecahkan.

Topik keanekaragaman hayati merupakan materi yang menarik untuk dijadikan dasar penelitian pembelajaran berbasis masalah karena pada keanekaragaman hayati terdapat masalah-masalah berupa gangguan usaha pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam seperti ancaman punah atau hilangnya spesies endemik. Gangguan pada usaha pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam ini disebabkan oleh faktor ulah manusia. Di Propinsi Papua Kabupaten Yapen tempat penelitian ini akan dilakukan, tumbuhan matoa (tumbuhan endemik) sekarang sudah jarang dilihat lagi pada sekitar daerah pinggiran kota dan untuk dapat melihat tumbuhan endemik ini harus berjalan memasuki hutan beberapa kilometer dari daerah pinggiran kota. Tumbuhan


(12)

7 endemik ini oleh masyarakat pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Dengan adanya masalah gangguan usaha pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam yang disebabkan oleh manusia ini dapat dijadikan sebagai masalah yang harus dipecahkan oleh siswa untuk mempelajari topik keanekaraaman hayati dalam pembelajaran berbasis masalah. Dalam pembelajaran ini siswa akan diarahkan untuk memecahkan masalah “ bagaimana usaha manusia untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya alam”. Dengan pemecahan masalah tersebut siswa mempelajari keanekaragaman hayati tidak hanya untuk menghafal konsep-konsep saja tetapi siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui pemecahan masalah sehingga dapat mengembangkan penguasaan konsep, sikap ilmiah dan kemampuan bertanya siswa.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang seperti yang sudah dikemukakan di atas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

” Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan konsep, sikap ilmiah dan kemampuan bertanya siswa SMA pada topik keanekaragaman hayati?”.

Untuk memperjelas masalah tersebut dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada topik keanekaragaman hayati.


(13)

8 2. Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah

siswa pada topik keanekaragaman hayati.

3. Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa pada topik keanekaragaman hayati.

4. Apa keunggulan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah pada topik keanekaragaman hayati.

5. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi pada beberapa hal seperti yang diuraikan sebagai berikut.

1. Penguasaan konsep dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep yang diukur berdasarkan taksonomi Bloom yang meliputi proses kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan), dan C4 (menganalisis).

2. Sikap ilmiah yang dikaji dalam penelitian ini adalah rasa ingin tahu, dan peduli terhadap lingkungan keanekaragaman.

3. Kemampuan bertanya siswa yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertanyaan siswa yang disampaikan secara tertulis untuk dikaji berdasarkan jenjang pertanyaan menurut Bloom yaitu jenjang pertanyaan C1, C2, C3, C4,dan C5.

4. Materi pembelajaran keanekaragaman hayati dalam penelitian ini difokuskan pada kompetensi dasar 3.2 yaitu mengkomunikasikan


(14)

9 keanekaragaman hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumberdaya alam.

D. Tujuan Penelitian.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah yang digunakan di SMA terhadap peningkatan Penguasaan konsep, Sikap ilmiah,dan Kemampuan Bertanya siswa pada topik keanekaragaman hayati.

E. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Pihak sekolah (guru) bahwa hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penerapan pembelajaran berbasis masalah pada konsep-konsep lain agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah.

2. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan kemampuan pemecahan masalah secara optimal untuk meningkatkan penguasaan konsep, sikap ilmiah dan kemampuan bertanya siswa pada topik keanekaragaman hayati.

3. Bagi peneliti lain, bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(15)

38

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Subjek Penelitian.

Penelitian ini dilakukan atau dilaksanakan di SMA Negeri 2 Serui, jalan flamboyan famboaman serui, Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Sekolah ini dipilih karena memiliki karakteristik sebagai berikut : (1). Memiliki fasilitas belajar yang relatif kurang, namun kualifikasi guru pada umumnya tamatan Strata 1, (2). sekolah tersebut berada di pinggiran kota. Jumlah kelas X ada sebanyak 6 (enam) kelas dan yang merupakan subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X.3 SMA Negeri 2 Serui, sebanyak 40 orang.

B. Metode dan Desain Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian The One Group Pre-test and Post-test (Tabel 3.1). Perbedaan antara tes awal dan tes akhir diasumsikan sebagai efek dari perlakuan. Data tentang penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa diperoleh pada saat sebelum dan sesudah pembelajaran. Sedangkan data kemampuan bertanya siswa diperoleh selama pembelajaran.

Table 3.1 Desain penelitian.

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir


(16)

39

C. Definisi Operasional.

Berikut ini dikemukakan beberapa definisi operasional yang terkait dalam penelitian ini.

1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang

menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah: mengorientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Ibrahim dan Nur, 2000).

2. Penguasaan konsep adalah hasil belajar siswa pada aspek kognitif pada

jenjang taksonomi Bloom (C1, C2,C3, C4,dan C5) untuk memahami makna konsep keanekaragaman hayati secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang diambil sebelum dan sesudah pembelajaran berbasis masalah. Untuk mengukur penguasaan konsep siswa dijaring dengan menggunakan tes tertulis pilihan ganda yang diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (postes).

3. Sikap ilmiah adalah hasil yang diharapkan dari siswa untuk bertindak

secara ilmiah sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran berbasis masalah pada topik keanekaragaman hayati berdasarkan skor yang ada dan kecenderungan positif dan negatif pada pernyataan sikap. Untuk mengukur


(17)

40 sikap ilmiah siswa dijaring dengan menggunakan angket yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran.

4. Kemampuan bertanya adalah kemampuan mengungkapkan perasaan

untuk mengetahui sesuatu baik secara lisan maupun tulisan untuk meminta keterangan (penjelasan) atau meminta supaya diberi tahu. Dalam kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) siswa diharapkan dapat mengajukan pertanyaan selama mengikuti pembelajaran berbasis masalah pada topik keanekaragaman hayati berdasarkan jenjang pertanyaan menurut Bloom yaitu jenjang pertanyaan C1, C2, C3, C4, dan C5. Untuk mengukur kemampuan bertanya siswa dijaring dengan memberikan kesempatan bertanya kepada siswa untuk menyampaikan pertanyaannya dalam bentuk tertulis maupun lisan selama pembelajaran.

D. Instrumen Penelitian. 1. Observasi.

Observasi sebagai tehnik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi terhadap guru bidang studi Biologi, siswa, proses pembelajaran, sarana maupun lingkungan sekolah. Pada tahap observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara cermat terhadap semua hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

2. Satuan Pembelajaran dan Rencana Pembelajaran.

Dalam membuat Satuan Pembelajaran dan Rencana Pembelajaran pada topik Keanekaragaman Hayati dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah, ini


(18)

41 mengacu kepada kurikulum KTSP dan buku paket atau literatur lainnya yang relevan atau sesuai dengan kelas X SMA. Tujuan dibuatnya Satuan Pembelajaran dan Rencana Pembelajaran ini agar materi yang disampaikan lebih sistematis dan terencana serta tidak keluar dari ketentuan yang menjadi tujuan dari KTSP.

3. Angket/kuesioner.

Untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa mengenai pembelajaran yang dilakukan dan untuk memperoleh hasil/informasi dari responden dalam penelitian ini adalah dengan pemberian angket/kuesioner. Isi dari lembaran kuesioner ini adalah berupa pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan latar belakang siswa tentang cara-cara yang sering dilakukan dalam menghadapi pelajaran Biologi, lalu tanggapan terhadap model pembelajaran yang sering digunakan selama ini. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan berkaitan dengan sikap siswa selama mengikuti pembelajaran topik keanekaragaman hayati, pendapat tentang model yang digunakan, dan pengaruh dari model terhadap kondisi belajar siswa.

4. Tes hasil belajar.

Tes hasil belajar dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana tingkat penguasaan konsep keanekaragaman hayati sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran berbasis masalah, dan untuk mendapat data mengenai peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah diberikan pelakuan.


(19)

42

E. Prosedur Penelitian.

Penelitian ini direncanakan dalam tiga tahap.

1) Tahap persiapan, yaitu yang meliputi penyusunan proposal, studi pendahuluan, kajian teoritis tentang model pembelajaran, kurikulum biologi SMA, konsep keanekaragaman hayati, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, penyusunan instrument penelitian.

2) Tahap pelaksanaan, yaitu tahap tes awal, tahap perlakuan dan tahap tes akhir. Tahap tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, yaitu meliputi pelaksanaan pre-test penguasaan konsep keanekaragaman hayati, skala sikap untuk mengetahui penguasaan konsep dan sikap ilmiah awal siswa, dan kemampuan bertanya untuk mengetahui kemampuan bertanya tingkat rendah dan tingkat tinggi siswa.

Tahap perlakuan yang merupakan tahap kedua, yaitu meliputi pelaksanaan pemberian perlakuan pembelajaran berbasis masalah, dalam tahap ini siswa dikelompokkan menjadi 7-8 kelompok yang masing-masing terdiri dari lima orang. Masalah yang diberikan kepada siswa, yaitu masalah yang berkaitan dengan topik keanekaragaman hayati.

Tahap tes akhir dilakukan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa setelah dilakukan proses pembelajaran berbasis masalah, yaitu dilaksanakan post-tes soal-soal penguasaan konsep, sikap ilmiah dan kemampuan bertanya serta memberikan kuesioner terhadap guru dan


(20)

43 siswa tentang kendala yang dihadapi guru dan tanggapan siswa setelah selama pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan.

3) Tahap penyusunan laporan, yaitu yang meliputi hasil penelitian, analisis data dan kesimpulan.


(21)

44

Gambar 3.1. Alur Penelitian. Instrumen Penelitian

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Penguasaan Konsep, Sikap Ilmiah, Kemampuan Bertanya Persiapan

• Penyusunan proposal • Studi Pendahuluan

• Kajian teoritis tentang Pembelajaran

Berbasis Masalah, Kurikulum Biologi SMA, Topik Keanekaragaman Hayati

Uji coba instrumen

Pre test

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada topik Keanekaragaman Hayati

Postest

Analisis data

Tesis

Angket kendala yang dihadapi guru dan tanggapan siswa


(22)

45

F. Validitas Test. 1. Uji Validitas test.

Untuk mengetahui validitas terhadap butir-butir soal dicari dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing butir soal dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah korelasi product moment pearson :

{

2 2

}{

2 2

}

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ

= (Arikunto,2003:72)

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara variable X dan variable Y, dua variable yang

dikorelasikan N = jumlah siswa X = skor tiap butir soal Y = skor total

Kriteria validitas soal berdasarkan besarnya koefisien korelasi sebagai berikut : a. Antara 0,80 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi

b. Antara 0,60 sampai dengan 0,80 : tinggi c. Antara 0,40 sampai dngan 0,60 : cukup d. Antara 0,20 sampai dengan 0,40 : rendah

e. Antara 0,00 sampai dengan 0,20 : sangat rendah. ( Arikunto 2005: 75).

Pengujian tingkat validitas tiap item dipergunakan analisis item, artinya mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor item. Menurut Sugiyono (1999:46), item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Persyaratan minimum agar dapat dianggap


(23)

46 valid apabila r = 0,3. Sehingga apabila korelasi antar item dengan skor total kurang dari 0,3 maka item dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan test eksperimen terdiri dari 20 butir soal dan kuesioner yang terdiri dari 16 item pernyataan sehingga diperoleh informasi mengenai tingkat validitas item mana saja yang dinyatakan valid dan digunakan untuk penelitian.

Adapun hasil uji coba mengenai tingkat validitas butir pertanyaan disajikan dalam tabel 3.2 (lampiran 1.E.1:139) dan tabel 3.3 (lampiran 1.E.2:140)

Rekapitulasi tingkat validitas item pertanyaan instrumen penelitian disajikan dalam tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Item Pertanyaan Instrumen

Soal/Angket VALID TIDAK VALID TOTAL

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Soal 20 100 - - 20 100

Angket 16 100 - - 16 100

Sumber : lampiran uji validitas reliabilitas

Dari tabel tersebut di atas, ternyata seluruh item pernyataan merupakan item terpilih.

2. Uji Reliabilitas Butir Soal.

Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat evaluasi dalam mengukur ketepatan siswa dalam menjawab soal yang diujikan lebih dari satu kali. Rumus yang digunakan adalah Spearman-Brown sebagai berikut :


(24)

47       + = 2 1 2 1 2 1 2 1 11 1 2 r r

r (Arikunto, 2003:93)

dimana: r : koefesien reliabilitas yang telah disesuaikan 11

2 1 2 1

r : Koefesien antara skor-skor setiap belahan tes Harga dari

2 1 2 1

r dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi product

moment Pearson. Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes menurut Guilford ( Suherman dan Sukjaya, 1990: 177) adalah sebagai berikut:

Tabel.3.5 Kategori Reliabilitas Butir soal

Penelitian dilakukan dengan menggunakan test eksperimen terdiri dari 20 butir soal dan kuesioner yang terdiri dari 16 item pernyataan.

Dari pengujian reliabilitas teknik Cronbach Alpha nampak bahwa masing-masing instrumen pengukuran adalah reliabel dengan tingkat reliabilitas yang tinggi (koefisien rata-rata diatas 0,7) dengan koefisien internal Cronbach Alpha sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Guilford ( Suherman dan Sukjaya, 1990: 177) yang menyatakan bahwa koefisien 0,60<r 11 ≤ 0,80, tergolong tinggi/ baik).

Reliabilitas untuk kuesioner masing-masing butir soal dan kuesioner disajikan pada tabel di bawah ini :

Batasan Kategori

0,80< r11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik)

0,60<r 11 ≤ 0,80 tinggi (baik) 0,40< r11≤ 0,60 cukup(sedang) 0,20< r11≤ 0,40 rendah (kurang)


(25)

48

Tabel 3.6 Reliabilitas Soal dan

Angket Reliabilitas Kriteria

Soal 0,722 Reliabilitas Tinggi (Baik)

Angket 0,704 Reliabilitas Tinggi (Baik)

3. Indeks Kesukaran.

Indeks kesukaran menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal, besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,0. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah, harganya dihitung dengan rumus ( Suherman dan sukjaya, 1990:213).

A B A JS JB JB IK 2 + = atau B B A JB JB JB IK 2 + = Keterangan :

IK : indeks kesukaran

JBA : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas

JBB : jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah

JSA : Jumlah siswa kelompok atas JSB : Jumlah siswa kelompok bawah

Kategori interpretasi indeks kesukaran menurut Suherman dan Sukjaya (1990:213) adalah :

IK < 0,00 : terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 : sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 : sedang 0,70 < IK ≤ 1,00 : mudah


(26)

49 Tingkat kesukaran untuk setiap item menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang, atau mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan program Anatest. Berdasarkan hasil uji coba bahwa rata-rata kesukaran soal berada di kisaran sedang. Hasilnya tampak pada tabel 3.7 ( lampiran 1.E.3:141).

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut Indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:

A B B

B A A

P P J B J B

D= − = − (Arikunto, 2003:213)

dengan

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar PA: proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek 0,20 < D ≤ 0,40 Cukup 0,40 < D ≤ 0,70 Baik 0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali


(27)

50 Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Berdasarkan hasil pengujian, sebagian besar butir soal mempunyai indeks pembeda dengan kategori cukup (0,20 - 0,40), sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Arikunto, (2003:213), bahwa indeks dengan range 0,20 < D ≤ 0,40 , dikategorikan Cukup. Hasilnya tampak pada tabel 3.9 (lampiran 1.E.4:142)

G. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.10 berikut.

Tabel 3.10 Tehnik Pengumpulan Data

Sumber Data

Jenis Data Tehnik

Pengumpulan Data

Instrumen Siswa Penguasaan Konsep, Sikap

Ilmiah, dan Kemampuan bertanya sebelum dan setelah pembelajaran.

Test awal dan tes akhir penguasaan konsep, sikap ilmiah dan kemampuan bertanya

Butir soal objektif penguasaan konsep, skala sikap, dan kemampuan bertanya. Siswa Tanggapan tentang

pembelajaran dan aktifitas selama pembelajaran Pengisian angket, observasi Angket Tanggapan Siswa, dan lembar observasi Guru Kendala selama

pembelajaran dan aktivitas selama pembelajaran Wawancara, dan observasi Format wawancara, dan lembar observasi


(28)

51

H. Tehnik Analisis Data

Melalui soal penguasan konsep, pernyataan sikap ilmiah dan kemampuan bertanya siswa diperoleh skor penguasaan konsep, dan sikap ilmiah pada tes awal dan tes akhir sedangkan kemampuan bertanya siswa pada selama pembelajaran berbasis masalah . Untuk melihat peningkatan penguasaan konsep antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menghitung indek gain (gain ternormalisasi) skor siswa dengan rumus yang dikembangkan oleh (Meltzer,2002:1260) :

pre maks

pre post

S S

S S g

− − =

keterangan :

S pre = Skor Pre-test S post = Skor Pos-test

S maks = Skor Maksimum Ideal Kategori indek gain :

Tinggi : g > 0,7 Sedang : 0,3 < g ≤ 0,7 Rendah : g ≤ 0,3

Subjek penelitian berjumlah antara 35 – 40 orang. Menurut Stevenson dan Mnium (1987,dalam Russefendi, 1998:273) sampel disebut besar apabila jumlah sampel paling sedikit 30 atau ukuran sampel yang besar berada di antara 25 dan 30. Ukuran sampel yang besar dapat diasumsikan berdistribusi normal maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian rerata satu sampel dengan uji t one sampel test sebagai pendukung N-Gain khusus pada penguasaan konsep sedangkan pernyataan sikap ilmiah tidak dilanjutkan dengan pengujian rerata satu sampel dengan uji t one sampel test. Hal tersebut karena kriteria skor tuntas belajar baru


(29)

52 diketahui pada penguasaan konsep belum diperoleh informasi pada pernyataan sikap.

Rumus t = X S

o X −µ

(Russefendi,1993:393)

X

S =S / n

µ hipotesis mengacu pada ketuntasan belajar penguasaan konsep dari Depdiknas (1995 dalam Suhendra,2005) yaitu jika siswa memperoleh hasil tesnya atau menguasai pelajaran ≥ 65 % dari skor total, maka siswa tersebut mencapai ketuntasan belajar atau telah belajar dengan tuntas. Sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar dicapai jika jumlah siswa yang memiliki nilai ≥ 65 lebih dari 85% jumlah siswa keseluruhan.


(30)

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan :

Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL) telah terbukti lebih berhasil dalam penguasaan konsep dan materi pelajaran siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang biasa dilakuan guru saat ini, yaitu dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan, tanpa menggunakan metode PBL.

Penguasaan konsep sebelum pembelajaran tergolong rendah (rata-rata = 35,50%), sesudah pembelajaran tergolong sedang (rata-rata = 66,88%). Peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran berbasis masalah memiliki indeks rata-rata = 0,49, maka peningkatan penguasaan konsep sebelum dan sesudah pembelajaran dikategorikan sedang, karena soal-soal pada indikator mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda.

Pembelajaran berbasis masalah pada topik keanekaragaman hayati dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dengan kategori baik. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan bertanya dengan kategori tinggi. Pembelajaran berbasis masalah pada topik keanekaragaman hayati dapat meningkatkan motivasi, kesukaan dan minat belajar siswa karena tanggapan siswa positif , tetapi masih terdapat beberapa kendala yang dirasakan oleh guru dalam


(31)

83 menerapkan pembelajaran berbasis masalah yaitu sarana pembelajaran dan pengelolaan waktu.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan, berkaitan dengan hasil penelitian diantaranya :

1. Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah (PBL), memiliki peran yang konstruktif dalam meningkatkan aktivitas, daya kreatif maupun pemahaman siswa, untuk itu perlu dipertimbangkan dalam penerapannya di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Tingkat Atas.

2. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran inovatif yang jika dipraktekkan akan memiliki peluang yang besar untuk memfasilitasi siswa lebih bertanggung jawab pada proses dan hasil belajarnya.

3. Diharapkan guru mata pelajaran mampu merancang, mengimplementasikan,

mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mampu

mengorganisasikan kelas secara fleksibel.

4. Bagi Guru bidang studi hendaknya perlu mempertimbangkan waktu pembelajaran yang tepat. Guru harus memiliki keterampilan mengajukan pertanyaan untuk mengembangkan proses kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan.

5. Bagi Siswa harus memiliki kesiapan menerima materi baru dengan membaca dan mempelajari modul terlebih dahulu di rumah dan pemantapan konsep selama proses pembelajaran.


(32)

84 6. Siswa tidak tergesa-gesa dalam mengemukakan pendapat dan mengerjakan tes

atau evaluasi.

7. Bagi peneliti berikutnya, hendaknya dapat melakukan penelitian serupa dalam pembelajaran Biologi materi pelajaran yang lain dengan memperhatikan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman menarik dan dorongan mengajukan strategi pemecahan masalah.

5.3 Implikasi

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik, multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003) mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian.


(33)

85 b) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan

mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi. c) Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.

d) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2003). Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah (tidak terdefinisi dengan baik) atau open ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan.

Menurut Ismail (Ratnaningsih 2003) pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

a. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.


(34)

86 c. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok dengan cara guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan cara guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses yang digunakan.

Pada intinya pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah tersebut. Menurut Torrance (1976) model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah seperti pada pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa, salah satunya adalah kreativitas siswa. Situasi masalah yang disajikan dalam pembelajaran tersebut merupakan suatu stimulus yang dapat mendorong potensi kreativitas dari siswa terutama dalam hal pemecahan masalah yang dimunculkan. Kreativitas yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis masalah ini bukan hanya aspek kognitifnya saja (kemampuan berfikir kreatif) tetapi juga diharapkan melalui pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat mengembangkan aspek non-kognitif dari kreatifitas yakni kepribadian kreatif dan sikap kreatif siswa.


(35)

87 Pembelajaran Berbasis Masalah berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu mahasiswa (siswa) memerlukan pengetahuan baru. Awalnya Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan sekitar 25 tahun yang lalu dalam dunia pendidikan kedokteran, dan sekarang telah dipakai pada semua tingkatan pendidikan, dalam sekolah profesional berskala luas, maupun universitas. Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada siswa, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah juga mendukung siswa untuk memperoleh struktur pengetahuan yang terintegrasi dalam masalah dunia nyata, masalah yang akan dihadapi siswa dalam dunia kerja atau profesi, komunitas dan kehidupan pribadi.

Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru). Menurut Stepien (1997), Pembelajaran Berbasis Masalah juga dapat mengubah pola proses belajar-mengajar tradisional di mana sebuah proses yang memberikan topik demi topik kepada siswa sehingga mereka terjadi proses asimilasi dan akomodasi bagian demi bagian pengetahuan untuk membantu siswa sampai ia menjadi profesional dalam bidang tertentu. Pendekatan pembelajaran


(36)

88 tradisional seperti ini kurang efektif, mengingat perkembangan pengetahuan semakin banyak dan kompleks sehingga semakin sukar untuk memilih materi mana yang harus diberikan kepada siswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.

Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari siswa, peralatan yang diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan pengalaman mengelola kelas, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab pada pembelajaran mereka melalui penyeleselasian masalah dan melakukan kegiatan inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber.


(37)

89 Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan).


(38)

90

DAFTAR PUSTAKA

Akinoglu, O. & Tandagon, R. O. (2006). The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, 3(1), 71-81. Tersedia [On line] : http:

www.ejmdte.com. [01 Mei 2007]

Amin, M (1987). Mengajar IPA Dengan Menggunakan Metode Discovery Dan Inquiri. Jakarta: Depdikbud

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aryulina, D., Muslim. C., Manaf. S., dan Winarni. E.W. (2007). Biologi 1 SMA

dan MA untuk Kelas X. Jakarta: Essis.

Chin, C. & Chia, L. (2004). Implementing Project Work in Biology through Problem-Based Learning. Journal of Biological Education.38(2),69-75.

http://www.Iob.org/downloads/277.pdf. [ 14 Pebruari 2007]

______________. ( 2005). Problem-based Learning : Using Ill-Structured

Problems in Biology Project Work. Wiley InterScience (

www.Interscience.wiley.com).

Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas, (2002). Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

______________, (2003 a), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Kimia, Jakarta, Depdiknas.

______________. (2003 b). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

_______________,(2003 c).Kurikulum 2004 StandarKompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menegah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

_______________, (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.


(39)

91 Dasna I.Wayan dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada http://www.lubisgrafura.wordpress.com.2007/09/19/pembelajaran-berbasis masalah. Diakses tanggal 26 Maret 2008.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah,S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Duch, B.J., Groh, S.E. and Allen, D.E. (2001). The Power of Problem-Based Learning A Practical ”How To” for Teaching Undergraduate Courses in Any Discipline. Virginia: Stylus Publishing.

Endri, H. (2003). Penerapan Model Cooperative Learning pada Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasibuan, JJ., Ibrahim,. Toenlie. (1988). Proses Belajar Mengajar Ketrampilan Dasar Pengajaran Mikr. Bandung Remaja Karya.

Hasibuan, et al. (1995). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya.

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2002). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Ibrahim, M. (2004). Kumpulan Makalah Pengenalan Strategi Pembelajaran Biologi Di Perguruan Tinggi. Pekanbaru : Universitas Riau.

Ismail. (2002). Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction). Makalah disajikan pada pelatihn TOT Pembelajaran kontekstual. Surabaya: Tidak diterbitkan.

Joyce, et al. (1992). Models of Teaching. Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Jarvis, M. (2006). Teori-teori Psikologi Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia. Bandung : Nusa Media.

Liu, M. (2005). Motivating Students Through Problem-Based Learning. University of Texas. Tersedia [On line] Mliu@mail.utexas.edu. [01 Mei 2007].


(40)

92 Meltzer, D.E. (2002). The relation between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics : a posible hidden veriable in diagnostic pretest score journal of atm J.phys 70 (12), December 2002. Mursal, B., Taksiran, C. And Kelson, A. (2003). Opinion of Tutor and Students

about Effectiveness of PBL in Dokuz Eylul University School of Medicine.

Med.Educ [Online] : http://www. Med.ed.online.org.[01 September

2006]

Nasution. (2000). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nurhasnah (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Sistem Respirasi

Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep,Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA. Tesis PPs UPI : Tidak diterbitkan.

Panggabean, L. P. H. (2001). Hakikat IPA dan Metode Ilmiah. Bandung: IKIP. Pannen, E.A. (2001). Thinking, Problem Solving, and Cognition. New York :

Freeman.

Poedjiadi, A. (2005). Pendidikan Sains dan Pembangunan Moral Bangsa. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Runi (2005). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata Pelajaran Sains Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPs UPI : Tidak diterbitkan.

Rustaman, N., Dirjosoemarto, S., Ahmad, Y., Yudianto, S.A., Rochintaniawati, D., Nuryani, K.M., dan Subekti, R. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, et al. (2004). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.


(41)

93 Sonmez, D & Lee, H (2003). Problem-Based Learning in Science. Tersedia [On

line] di http: www.ericse.org. [01 Mei 2007].

Stepien, R. (1997). Proble-Based Learning and Other Currculum Models for The Multiple Intellegences Classroom. Arlington Heights, Illionis: SkyLight. Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematika. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E & Sukajaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika Untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijayakesuma.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanasius.

Suryawati, E. (2006). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Biologi melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Bandung : Proseding Seminar Nasional Pendidikan IPA 2006.

Susanto, P. (2002). Ketrampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang : Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Press.

Torrance, E.P & Khatena, J. (1976). Khatena-Torrance Creative Perception Inventory. Chicago: Stoelting Company

Widodo, A. (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.


(1)

88 tradisional seperti ini kurang efektif, mengingat perkembangan pengetahuan semakin banyak dan kompleks sehingga semakin sukar untuk memilih materi mana yang harus diberikan kepada siswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.

Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari siswa, peralatan yang diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan pengalaman mengelola kelas, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab pada pembelajaran mereka melalui penyeleselasian masalah dan melakukan kegiatan inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber.


(2)

89 Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan).


(3)

90 DAFTAR PUSTAKA

Akinoglu, O. & Tandagon, R. O. (2006). The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, 3(1), 71-81. Tersedia [On line] : http: www.ejmdte.com. [01 Mei 2007]

Amin, M (1987). Mengajar IPA Dengan Menggunakan Metode Discovery Dan Inquiri. Jakarta: Depdikbud

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aryulina, D., Muslim. C., Manaf. S., dan Winarni. E.W. (2007). Biologi 1 SMA

dan MA untuk Kelas X. Jakarta: Essis.

Chin, C. & Chia, L. (2004). Implementing Project Work in Biology through Problem-Based Learning. Journal of Biological Education.38(2),69-75. http://www.Iob.org/downloads/277.pdf. [ 14 Pebruari 2007]

______________. ( 2005). Problem-based Learning : Using Ill-Structured Problems in Biology Project Work. Wiley InterScience ( www.Interscience.wiley.com).

Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas, (2002). Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

______________, (2003 a), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Kimia, Jakarta, Depdiknas.

______________. (2003 b). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

_______________,(2003 c).Kurikulum 2004 StandarKompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menegah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

_______________, (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.


(4)

91 Dasna I.Wayan dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada http://www.lubisgrafura.wordpress.com.2007/09/19/pembelajaran-berbasis masalah. Diakses tanggal 26 Maret 2008.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah,S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Duch, B.J., Groh, S.E. and Allen, D.E. (2001). The Power of Problem-Based Learning A Practical ”How To” for Teaching Undergraduate Courses in Any Discipline. Virginia: Stylus Publishing.

Endri, H. (2003). Penerapan Model Cooperative Learning pada Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasibuan, JJ., Ibrahim,. Toenlie. (1988). Proses Belajar Mengajar Ketrampilan Dasar Pengajaran Mikr. Bandung Remaja Karya.

Hasibuan, et al. (1995). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya.

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2002). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Ibrahim, M. (2004). Kumpulan Makalah Pengenalan Strategi Pembelajaran Biologi Di Perguruan Tinggi. Pekanbaru : Universitas Riau.

Ismail. (2002). Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction). Makalah disajikan pada pelatihn TOT Pembelajaran kontekstual. Surabaya: Tidak diterbitkan.

Joyce, et al. (1992). Models of Teaching. Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Jarvis, M. (2006). Teori-teori Psikologi Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia. Bandung : Nusa Media.

Liu, M. (2005). Motivating Students Through Problem-Based Learning. University of Texas. Tersedia [On line] Mliu@mail.utexas.edu. [01 Mei 2007].


(5)

92 Meltzer, D.E. (2002). The relation between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics : a posible hidden veriable in diagnostic pretest score journal of atm J.phys 70 (12), December 2002. Mursal, B., Taksiran, C. And Kelson, A. (2003). Opinion of Tutor and Students

about Effectiveness of PBL in Dokuz Eylul University School of Medicine. Med.Educ [Online] : http://www. Med.ed.online.org.[01 September 2006]

Nasution. (2000). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nurhasnah (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Sistem Respirasi

Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep,Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA. Tesis PPs UPI : Tidak diterbitkan.

Panggabean, L. P. H. (2001). Hakikat IPA dan Metode Ilmiah. Bandung: IKIP. Pannen, E.A. (2001). Thinking, Problem Solving, and Cognition. New York :

Freeman.

Poedjiadi, A. (2005). Pendidikan Sains dan Pembangunan Moral Bangsa. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Runi (2005). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata Pelajaran Sains Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPs UPI : Tidak diterbitkan.

Rustaman, N., Dirjosoemarto, S., Ahmad, Y., Yudianto, S.A., Rochintaniawati, D., Nuryani, K.M., dan Subekti, R. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, et al. (2004). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.


(6)

93 Sonmez, D & Lee, H (2003). Problem-Based Learning in Science. Tersedia [On

line] di http: www.ericse.org. [01 Mei 2007].

Stepien, R. (1997). Proble-Based Learning and Other Currculum Models for The Multiple Intellegences Classroom. Arlington Heights, Illionis: SkyLight. Sugiyono. (1999). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematika. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E & Sukajaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika Untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijayakesuma.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanasius.

Suryawati, E. (2006). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Biologi melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Bandung : Proseding Seminar Nasional Pendidikan IPA 2006.

Susanto, P. (2002). Ketrampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang : Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Press.

Torrance, E.P & Khatena, J. (1976). Khatena-Torrance Creative Perception Inventory. Chicago: Stoelting Company

Widodo, A. (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.