IMPLEMENTASI INTEGRASI SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN :Studi kasus pada masyarakat di kelurahan Gadang kota Banjarmasin.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

……….

i

UCAPAN TERIMA KASIH

……….

ii

ABSTRAK

………..

v

ABSTRACT ………

vi

DAFTAR ISI

………..

vii

DAFTAR TABEL

………..

xi

DAFTAR GAMBAR

……….

xii

BAB I PENDAHULUAN ………...

1

A.

Latar Belakang Penelitian ………...

1

B.

Rumusan Masalah ………..

8

C.

Tujuan Penelitian ………

9

D.

Manfaat Penelitian ………...

9

E.

Definisi Operasional ………..

10

F.

Metodologi Penelitian……….

12

G.

Paradigma Penelitian………..

14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………...

15

A.

Hubungan Antar Etnik………

15

1.

Interaksi Sosial dalam Hubungan Antar Etnik..……….

19

2.

Bentuk-bentuk Interaksi dalam Hubungan Antar Etnik ……..

26

3.

Teori-teori dalam Hubungan Antar Etnik………

37

B.

Fenomena Konflik Sosial di Masyarakat ……….…………. 43

C.

Integrasi Sosial………. ………. 49

1.

Pengertian Integrasi Sosial……… 49

2.

Bentuk-bentuk Integrasi Sosial………... 51


(2)

D.

Budaya Kewarganegaraan……….. 58

1.

Batasan Budaya Kewarganegaraan..………. 58

2.

Ciri-ciri Budaya Kewarganegaraan……… 64

3.

Pengembangan Budaya Kewarganegaraan.……….. 68

E.

Peranan PKn Kemasyarakatan (Community civic education)…… 72

F.

Hasil Penelitian Terdahulu ……… 74

BAB III METODE PENELITIAN ……….

79

A.

Pendekatan Penelitian .………….………

79

B.

Metode Penelitian……….. 83

C.

Subjek Penelitian dan Sumber Data..……….

85

1.

Subjek Penelitian ………..

85

2.

Sumber Data ………..

87

D.

Teknik Pengumpulan Data……….

89

1.

Wawancara……….

89

2.

Observasi……….………..

90

3.

Studi Dokumentasi……….………

92

4.

Studi Literatur ………

92

E.

Analisa Data Penelitian………. ………..

93

1.

Reduksi Data………..

96

2.

Penyajian Data…… ………

97

3.

Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi……….. 97

F.

Keabsahan Temuan Penelitian ……… 98

G.

Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ………... 101

1.

Tahap Orientasi……. ……… 101

2.

Tahap Eksplorasi……… 104

3.

Tahap Member-check……… ……… 105

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 106

A.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 106


(3)

2.

Komposisi Masyarakat di Kelurahan Gadang………

109

3.

Pendidikan Masyarakat……….. 112

B.

Hasil Temuan Penelitian………

112

1.

Kondisi sosial di wilayah yang baik dan harmonis dalam

mewujudkan integrasi sosial….. ………. 113

2.

Faktor yang berperan dalam menanamkan nilai-nilai integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan……… 117

3.

Nilai-nilai Integrasi Sosial yang ada untuk menghindari

Konflik Sosial………..……….

121

4.

Mekanisme Penanaman nilai-nilai Integrasi Sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan………

132

C.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN……… 140

1.

Kehidupan yang baik dan Harmonis dalam mewujudkan

Integrasi Sosial ……… 140

2.

Hal-hal yang berperan dalam mengembangkan Integrasi

Sosial……….

143

3.

Nilai-Nilai Masyarakat untuk Mewujudkan Integrasi

Sosial……….

148

4.

Cara Penerapan Nilai-nilai Integrasi Sosial dalam

Pengembangan Budaya Kewarganegaraan………

156

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……… 160

A.

Kesimpulan………. 160

1.

Kesimpulan Umum……….. 160

2.

Kesimpulan Khusus……….. 163


(4)

DAFTAR PUSTAKA ……….

165

LAMPIRAN

A.

HASIL PENGUMPULAN DATA

B.

ADMINISTRASI PENELITIAN

C.

FOTO-FOTO PENELITIAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Orbitasi, waktu tempuh kelurahan ... 107

Tabel 4.2 Luas Wilayah Kelurahan ... 108

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk menurut jenis kelamin ... 110

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk menurut agama ... 111

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk berdasarkan Etnis ... 111

Tabel 4.6 Hal-hal yang berperan dalam mengembangkan Integrasi sosial ... 147


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar1.1 Paradigma Penelitian ……….. 14

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data ... 95


(7)

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Kita ketahui bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan

yang secara demografis dan sosiologis memiliki keragaman masyarakat yang

dicirikan oleh adanya keragaman budaya, perbedaan ras, etnis dan agama.

Pada satu sisi kemajemukan masyarakat ini merupakan kekayaan bangsa yang

sangat bernilai, namun pada sisi lain pluralitas kultural ini memiliki potensi

disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas masyarakat ini seringkali

dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik suku, agama, ras dan antar

golongan (sara).

Masyarakat Indonesia yang majemuk potensial terjadinya konflik

karena masyarakat terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan

identitasnya masing-masing. Masyarakat yang terbagi ke dalam

kelompok-kelompok

itu

kemudian

melakukan

identifikasi

kultural

(cultural

identification), yaitu masing-masing orang mempertimbangkan diri mereka

sebagai representasi dari sebuah budaya partikular. Identifikasi inilah yang

menentukan individu-individu yang termasuk dalam ingroup dan outgroup

(Soekanto,1990:148). Seseorang akan cenderung bertingkah laku ditentukan

oleh budaya tertentu. Dalam kehidupan yang demikian akan sulit mencapai

integrasi sosial (social integration) karena usaha untuk membentuk suatu


(9)

kehendak bersama (common will) tidak tercapai. Ketika realitas perbedaan

sosial ditambah dengan perbenturan kepentingan serta ikatan primordialisme

yang begitu kuat antara masing-masing kelompok, bukan tidak mungkin

konflik akan timbul dan bahkan bukan tidak mungkin akan menjadi konflik

yang terbuka. Kita sadari bahwa perbedaan sosial pada satu sisi berpotensi

terjadinya perselisihan dan konflik. Namun pada sisi lain, perbedaan sosial

dalam masyarakat apabila dikelola dengan baik, maka dapat menjadi suatu

kekuatan yang saling bersinergis untuk mencapai tujuan bersama.

Multikulturalisme bukanlah doktrin politik pragmatik melainkan

sebagai cara pandang kehidupan manusia untuk bisa saling menghargai

keanekaragaman budaya yang harus diwujudkan secara konkrit dalam

kehidupan

sosial

mereka.

Terminologi

multikulturalisme

menurut

Stavenhagen (Supardan, 2004:48) mengandung dua pengertian. Pertama, ia

merupakan realitas sosial dalam masyarakat yang heterogen, dan kedua

multikulturalisme berarti keyakinan, ideologi, sikap, atau kebijakan yang

menghargai pluralisme etnik dan budayanya sebagai sesuatu yang berharga,

potensial, yang harus dipelihara dan ditumbuhkembangkan, sejalan dengan

terminologi tersebut, Supardan (2004:8) mengemukakan bahwa kata kunci

dalam multikulturalisme ini adalah ”perbedaan” dan ”penghargaan”, dua kata

yang selama ini sering dikonfrontasikan.

Sementara menurut Parson (Johnson, 1986: 106) inti pemikiran

adalah bahwa : (1) tindakan itu diarahkan pada tujuan (atau memiliki suatu


(10)

tujuan): (2) tindakan terjadi dalam suatu situasi, di mana beberapa elemennya

sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak

itu sebagai alat menuju tujuan; (3) secara normatif tindakan diatur sehubungan

dengan penentuan alat dan tujuannya. Tindakan itu dilihat dari sebagai

kenyataan sosial yang paling kecil dan fundamental.

Menurut kamus filosofi Belanda yang diungkapkan oleh Duverger

(Taneko, 1986: 112) integrasi adalah suatu usaha untuk membangun

interdependensi yang lebih erat antara bagian-bagian atau unsur-unsur dari

masyarakat, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis, yang

memungkinkan terjalinnya kerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang

telah disepakati bersama.

Ranjabar (2006: 228) menyatakan bahwa secara teori, integrasi sosial dapat

diciptakan paling sedikit tiga kekuatan, yaitu:

Pertama, adanya kesepakatan nilai-nilai yang telah mendarah daging

pada masyarakat bangsa tertentu. Masyarakat yang memiliki integrasi

tipe ini (integrasi normatif) menjunjung tinggi kesatuan bangsa bukan

saja sebagai alat yang ampuh untuk mencapai cita-cita bangsa, tetapi

bahkan kesatuan merupakan tujuan itu sendiri. Sering kali integrasi

sebagai tujuan yang “disucikan” melalui berbagai ritus kenegaraan.

Gejolak-gejolak yang muncul dalam perjalanan bangsa dianggap

merupakan dinamika dari sistem yang nanti akan bermuara kembali ke

dalam suatu equilibrium.

Kedua, integrasi yang dihasilkan oleh suatu kekuatan yang memaksa

dari suatu kelompok yang dominan. Integrasi seperti ini perlu

mendasarkan pada ada tidaknya sistem nilai integrasi yang hidup dan

berkembang pada masyarakat pendukungnya. Kalaupun ada, sistem

nilai yang seolah-olah hidup di dalam masyarakat itu sebenarnya


(11)

hanya hasil rekayasa kelompok dominan melalui suatu ideology

hegemony yang bertujuan menanamkan suatu kesadaran palsu pada

masyarakat akan tujuan dan manfaat dari kesatuan itu. Bertahannya

integrasi ini amat bergantung dari seberapa besar kekuatan kelompok

dominan.

Ketiga, integrasi yang muncul dan bertahan karena anggota

masyarakat menyadari secara rasional bahwa integrasi tersebut amat

mereka butuhkan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam

integrasi jenis ini, setiap kelompok harus merasa diuntungkan oleh

fungsi yang dijalankan oleh kelompok lain. Namun yang penting juga

adalah bahwa setiap kelompok harus merasa diuntungkan oleh fungsi

yang dijalankan oleh orang lain. Tanpa adanya saling ketergantungan

fungsional seperti itu, integrasi jenis ini tidak dapat dipertahankan.

Masyarakat juga harus yakin bahwa tanpa integrasi itu, tujuan bersama

tidak mungkin dicapai.

Dari pendapat Ranjabar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada tiga

kekuatan yang mampu menciptakan integrasi sosial yaitu adanya kesepakatan

bersama berupa nilai-nilai kemasyarakatan, adanya pihak-pihak yang

mempunyai kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut serta perlunya

saling ketergantungan fungsional di antara kelompok masyarakat sehingga

mekanisme apapun yang ditetapkan akan dipatuhi bersama demi tercapainya

tujuan bersama.

Suatu sistem budaya memiliki sifat-sifat yang menyebabkan budaya

dapat berfungsi secara mandiri. Sifat-sifat itu terdiri atas : (1) mekanisme

batas budaya, (2) fleksibilitas struktur internal, dan (3) mekanisme pemulihan

budaya. Batas budaya merupakan ciri-ciri khas essensial yang menentukan

identitas suatu budaya dan membedakannya dari budaya masyarakat lainnya.


(12)

Ciri-ciri yang essensial tersebut biasanya akan dipertahankan dengan gigih

oleh pemangku budaya, sedangkan ciri-ciri yang tidak essensial dapat berubah

sesuai keperluan pergaulan hidup. Fleksibilitas struktur internal sangat

berperan terhadap penerimaan unsur-unsur eksternal kedalam budaya.

Semakin rigit struktur internal semakin sulit pula unsur-unsur budaya lain

diterima oleh pemangku budaya, dan semakin lamban pula proses integrasi

budaya. Mekanisme pemulihan budaya berfungsi memelihara harmoni dalam

kehidupan dan menetralisir goncangan-goncangan yang terjadi karena

pengaruh kontak budaya.

Situasi kontak yang dimaksud di sini terutama terdiri atas variabel

ekologi dan demografi. Kondisi lingkungan fisik sangat berperan atas

keharmonisan hubungan silang budaya karena pada masyarakat tradisional

yang sering terjadi objek studi akulturasi, kehidupan sangat tergantung kepada

kondisi dan distribusi sumber daya alam yang menjadi arena kontak. Suatu

kontak bisa saja menjadi gagal apabila timbul kompetisi yang

berlebih-lebihan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas.

Pada hakekatnya hubungan etnis adalah hubungan individu-individu

yang berasal dari etnis yang berbeda. Hubungan individu yang berlangsung

dalam jumlah yang banyak dan berlangsung dalam waktu yang lama akan

memberikan nuansa terhadap hubungan etnis secara keseluruhan. Dalam

kenyataannya hubungan individu muncul karena adanya komunikasi dan

interaksi di antara mereka.


(13)

Sebuah studi yang dilakukan FISIP Universitas Airlangga (Narwoko

dan Suyanto, 2005: 204), menunjukkan paling tidak ada tiga faktor sosial

yang berfungsi positif mengeliminasi agar perbedaan antar etnis yang ada

tidak meruncing menjadi pergesekan sosial yang manifest, yaitu: pertama,

karena adanya pola hubungan yang bersifat”simbiosis mutualisme” antar etnis

yang berbeda dalam kegiatan produksi. Kedua, karena adanya forum atau

zona netral yang dapat dijadikan pertemuan antar etnis yang secara kultural

berbeda yang berfungsi dan melahirkan cross-cutting loyalities. Ketiga,

karena dukungan dan sense belonging yang tinggi dari tokoh masyarakat dan

agama serta lembaga sosial untuk tetap menjaga kemungkinan terjadinya

konflik horizontal yang terbuka.

Menurut Soekanto ( 1990: 140) terjadinya komunikasi antar budaya

bersumber dari inti pemikiran sebagai berikut : (a) Kelompok budaya

menerima berbagai pesan mengenai kebudayaan, politik, ekonomi, dan sosial;

(b) Kelompok budaya tidak terisolir dari kelompok budaya lain; (c) Pesan

tidak sertamerta diterima, melainkan setelah melalui semacam filter.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan perilaku

masyarakat demokratis yang menyadari pentingnya partisipasi sebagai

penggerak demokrasi dalam masyarakat, kemudian warga negara melakukan

segala konsekuensi perilaku tersebut. Perilaku ini merupakan pengakuan atas

potensi manusia yang memiliki rasa, karsa dan karya secara sadar dan saling

menghormati diantara pribadi masyarakat dan antar masyarakat. Dalam


(14)

konteks ini budaya masyarakat yang diharapkan ada dalam pribadi individu

adalah masyarakat yang tidak hanya berdiri dan berbicara saja, maupun

masyarakat yang hanya diam terpaku, melainkan masyarakat yang secara

sadar siap terlibat dengan keberadaannya di masyarakat.

Dalam hal inilah masyarakat dapat menjalankan fungsinya sebagai

integrasi sosial mendapat tantangan tersendiri untuk menciptakan integrasi

sosial masyarakat yang berbeda-beda baik dari segi ras, etnis maupun agama.

Dengan terciptanya integrasi sosial di masyarakat, maka akan terwujud

kelancaran bermasyarakat, sehingga dengan begitu tujuan bersama akan

tercapai.

Dari studi awal yang dilakukan pada bulan Agustus 2010 di kota

Banjarmasin dengan observasi dan wawancara ditemukan bahwa masyarakat

yang bertempat tinggal di daerah ini berasal dari ras dan etnis yang

berbeda-beda misalnya etnis Banjar, etnis Jawa, etnis Cina, etnis Bali, etnis Batak dan

lain-lain. Dan masyarakat pendatang yang tinggal diwilayah tersebut, secara

berkelompok, masyarakat pendatang di wilayah ini yang paling heterogen.

Dari data awal di atas terlihat bahwa kehidupan sosial masyarakat di

lingkungan tempat tinggal ini bersifat heterogen. Namun demikian, dalam

kehidupan sosial masyarakat tercipta kebersamaan yang harmonis dan

integrasi sosial yang baik di antara semua masyarakat. Kondisi sosial yang

terintegrasi dengan baik ini sudah berlangsung sejak lama ini karena di daerah

ini tidak pernah terjadi konflik rasial, konflik agama maupun konflik antar


(15)

etnis. Walaupun di daerah lain menunjukkan fenomena bahwa konflik rasial

yang terjadi dimana-mana, diantaranya konflik Sambas, konflik Sampit,

konflik Tarakan, yang disebabkan berbagai faktor, oleh sebab itu peneliti

tertarik melakukan penelitian ini untuk mengantisipasi supaya konflik rasial

tidak terjadi diwilayah ini.

B.

Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka masalah

penelitian yang dikemukakan yaitu ”Bagaimana Implementasi nilai Integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture)” dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1.

Bagaimana kondisi sosial di wilayah yang baik dan harmonis dapat

mewujudkan integrasi sosial di Kelurahan Gadang kota Banjarmasin ?

2.

Faktor apa saja yang berperan dalam menanamkan nilai-nilai integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di Kelurahan

Gadang kota Banjarmasin ?

3.

Nilai-nilai Integrasi sosial apa saja yang ada untuk menghindari konflik

sosial di Kelurahan Gadang kota Banjarmasin ?

4.

Bagaimana mekanisme penanaman nilai-nilai integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan pada masyarakat di Kelurahan

Gadang kota Banjarmasin ?


(16)

C.

Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan melakukan kajian tentang nilai

Integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan (civic

culture).

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengetahui,

mendeskripsikan dan mengkaji tentang :

1.

Kondisi sosial di wilayah yang baik dan harmonis dalam mewujudkan

integrasi sosial.

2.

Faktor yang berperan dalam menanamkan nilai-nilai integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan

3.

Nilai-nilai Integrasi sosial yang ada di masyarakat

4.

Mekanisme penanaman nilai-nilai integrasi sosial kepada masyarakat.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara

keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik,

penelitian ini menggali, mengkaji dan mengorganisasikan nilai integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture),

sehingga dapat diperoleh data mengenai hal-hal yang diatur, perlu diatur, dan

yang perlu dilengkapi.


(17)

Temuan penelitian ini manfaat secara praktis yang dicapai bagi

beberapa pihak adalah berikut:

1.

Para akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang

integrasi sosial sebagai bahan kontribusi ke arah pengembangan budaya

kewarganegaraan.

2.

Para masyarakat, supaya bisa mengetahui tentang integrasi sosial untuk

pengembangan budaya kewarganegaraan.

3.

Para pengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan program

integrasi sosial sebagai bahan kontribusi ke arah pengembangan budaya

kewarganegaraan.

E.

Definisi konseptual

Implementasi

Istilah ”implementasi” mengandung arti (1) keterlibatan atau

keadaan terlibat; (2) yang termasuk atau tersimpul; yang disugestikan, tetapi

tidak dinyatakan (KBBI, 2001: 427). Berimplementasi artinya mempunyai

implemantasi ; mempunyai hubungan keterlibatan. Misalnya, kepentingan

umum berimplementasi pada kepentingan pribadi sebagai anggota

masyarakat.

Integrasi Sosial

Pembentukan integrasi sosial di masyarakat ialah adanya konsensus di

dalam masyarakat mengenai adanya kesepakatan nilai-nilai kemayarakatan


(18)

tertentu. Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu yang diterima

masyarakat sebagai suatu kebenaran mutlak. Sistem nilai itulah yang menjadi

sumber dalam mengembangkan integrasi sosial dan sekaligus mampu

menstabilisir sistem sosial budaya itu sendiri.

Jadi, menurut pendekatan struktural fungsional bahwa yang paling

utama dalam pembentukan integrasi sosial di masyarakat ialah adanya

konsensus di dalam masyarakat mengenai adanya kesepakatan nilai-nilai

kemayarakatan tertentu.

Wriggins (Taneko, 1986: 118) memberikan suatu konsep yang dapat

dikembangkan untuk mencapai integrasi sosial, yaitu: (1) Penciptaan musuh

dari luar,(2) Gaya politik para pemimpin,(3) Ciri dari lembaga-lembaga

politik, (4) Ideologi nasional, dan (5) Kesempatan dan perluasan ekonomi.

Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture)

Budimansyah dan Suryadi (2008: 186-187) menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan

yang dibangun atas dasar nilai-nilai yang menekankan pentingnya hak

partisipasi warga negara untuk mengambil keputusan-keputusan yang

berkaitan dengan berbagai aspek kepentingan publik.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan perilaku

masyarakat demokratis yang menyadari pentingnya partisipasi sebagai


(19)

penggerak demokrasi dalam masyarakat, kemudian warga negara melakukan

segera konsekuensi perilaku tersebut.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) harus ditumbuhkan sebagai

proses nasionalisasi/Indonesiasi. Yang merupakan unsur pokok dari budaya

kewarganegaraan adalah kebajikan kewarganegaraan atau civic virtue yang

mencakup keterlibatan aktif warganegara, hubungan kesejajaran atau egaliter,

saling percaya dan toleran, kehidupan yang kooperatif, solidaritas, dan

semangat kemasyarakatan.

F.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Alasan menggunakan metode kualitatif karena konsep nilai bersifat

abstrak. Nilai merupakan sesuatu yang dibangun dan berada di dalam pikiran

atau budi, tidak dapat diraba dan dilihat secara langsung dengan panca indera.

Nilai hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan

materi yang dibuat manusia. Ucapan, perbuatan dan materi sendiri adalah

manifestasi dari nilai.

Pendapat Lincoln dan Guba (1985: 198), metode kualitatif menjadi

hal yang utama dalam paradigma penelitian naturalistik. Hal ini bukan

dikarenakan paradigma ini anti kuantitatif melainkan karena metode kualitatif

lebih menghendaki manusia sebagai instrumen. Karakteristik pokok yang

menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif adalah kepedulian terhadap

“makna”.


(20)

Semantara Creswell (1998:46) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

berikut.

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on

distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or

human problem. The researcher builds a complex, holistic picture,

analyses words, reports detailed views of informants, and conducts

the study in a natural setting.

Dalam penelitian kualitatif ini, pendekatan yang digunakan adalah

menggunakan pendekatan studi kasus, atau penelitian kasus (case study).

Nazir (2005: 57) mengemukakan bahwa

Studi kasus, atau penelitian kasus (case study), adalah penelitian

tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus

adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar

belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus,

ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di

atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Subjek penelitian yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

dapat dikategorikan sebagai berikut: Pertama, sumber informan utama,

semua individu yang menjadi bagian yang diteliti. Kedua, sumber bahan

cetak, meliputi buku teks, dokumen negara, makalah, kliping surat kabar,

majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain yang terkait tentang nilai

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan. Ketiga,

sumber informan pendukung, dipilih secara purposive dari berbagai

kalangan berdasarkan kepakaran yang terkait dengan bidang kajian dan

nantinya dihubungkan dengan hasil penelitian di lapangan kemudian ditarik

suatu kesimpulan.


(21)

Sebagaimana dikemukakan oleh peneliti bahwa penelitian ini

menggunakan purposive sehingga besarnya informan ditentukan oleh

adanya pertimbangan perolehan informasi. Penentuan informan dianggap

telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh seperti yang

dikemukakan oleh Nasution (1996:32-33) bahwa:

Untuk memperoleh informasi sampai dicapai taraf “redundancy”

ketentuan atau kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan

responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan

informasi baru yang dianggap berarti.

Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas maka subjek dalam penelitian

ini adalah masyarakat pendatang dan masyarakat asli (dari berbagai etnik

seperti cina, madura, jawa).

G.

Paradigma Penelitian

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian PERMASALAHAN

Konflik rasial terjadi dimana-mana, maka oleh sebab itu dicoba untuk melihat integrasi social dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan sebagai usaha preventif supaya konflik rasial tidak terjadi

Untuk mengetahui pelaksanaan nilai-nilai integrasi sosial di

masyarakat dilihat dengan pendekatan Socio-cultural development

Peran PKN kemasyarakatan sebagai perekat Integrasi sosial

Landasan

Pancasila UUD NRI 1945 Peraturan lainnya


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tentang implemantasi

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di kelurahan

Gadang kota Banjarmasin adalah pendekatan penelitian kualitatif, yaitu suatu

pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau

perhitungan-perhitungan statistik, melainkan lebih

menekankan

kepada kajian

interpretative.

Suatu pendekatan mengandung kriteria pemilihan yang digunakan

dalam menentukan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dan data

penelitian.

Menurut Creswell (1998:46) mendefinisikan penelitian kualitatif

sebagai berikut.

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on

distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or

human problem. The researcher builds a complex, holistic picture,

analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the

study in a natural setting.

Pendapat di atas dapat dijelaskan penelitian kualitatif adalah proses

penelitian untuk memahami berdasarkan trasidi metodologi penelitian tertentu

dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat


(23)

gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisa kata-kata, melaporkan

pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian

dalam situasi yang alamiah.

Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian

kualitatif adalah kepedulian terhadap ”makna”. Dalam hal ini penelitian

naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari obyek penelitian melainkan

sebaliknya mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang

yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna

yang ada dalam setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin

untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu

menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen.

Pendekatan penelitian kualitatif disebut juga pendekatan naturalistik

karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah, apa adanya,

dan tidak dimanipulasi (Cresswell, 1998; Nasution, 1992:18). Menurut

Bogdan dan Biklen (1992:27), pengumpulan data dalam penelitian kualitatif

hendaknya dilakukan sendiri oleh peneliti dan mendatangi sumbernya secara

langsung. Terkait dengan hal tersebut, Lincoln & Guba (1985:189)

menegaskan bahwa:

“We suggest that inquiry must be carried out in a natural

setting because phenomena of study, whatever they may be, take

their meaning as much from their context as they do from

themselves ... No phenomena can be understood out of

relationship to the time and context spawned, narored, and

supported it”.


(24)

Peneliti mencoba mengungkap implementasi integrasi sosial

dalam pengembangan budaya kewarganegaraan. Hal ini dapat diungkap

melalui penelitian pendekatan kualitatif sesuai dengan karakteristik kualitatif

yang dikemukakan oleh Bogdan & Biklen (1992:228); qualitative researchers

are concerned with process rather than simply with outcomes or product.

Penekanan kualitatif pada proses secara khusus memberi keuntungan dalam

penelitian di mana dapat memperoleh informasi berupa kejadian-kejadian

mengenai integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di

kelurahan Gadang kota Banjarmasin.

Dengan melakukan pendekatan penelitian kualitatif, peneliti dapat

leluasa mengetahui sejauh mana tentang implementasi integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan. Selain itu peneliti ingin

mengungkap perilaku persons, pengetahuan, gagasan dan pikirannya, sebab

penelitian kualitatif pada hakekatnya juga merupakan pengamatan kepada

orang-orang tertentu dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan

berusaha memahami bahasa mereka serta menafsirkannya sesuai dengan

dunianya (Nasution, 1992:5; Bogdan & Biklen, 1992:49; dan Lincoln &

Guba, 1985:3).

Alasan menggunakan metode kualitatif karena konsep nilai bersifat

abstrak. Nilai merupakan sesuatu yang dibangun dan berada di dalam pikiran

atau budi, tidak dapat diraba dan dilihat secara langsung dengan panca indera.

Nilai hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan


(25)

materi yang dibuat manusia. Ucapan, perbuatan dan materi sendiri adalah

manifestasi dari nilai.

Oleh karena itu, untuk memahami tentang nilai tersebut perlu

pemahaman dan analisis lebih mendalam tentang apa yang diucapkan,

perbuatan dan materi yang dibuat manusia. Dalam penelitian ini perlu

dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada sejumlah

masyarakat sehingga dapat dipahami seperti apa nilai-nilai yang dapat

mengintegrasikan masyarakat di kelurahan Gadang kota Banjarmasin.

Beberapa

literatur

menyebutkan

ciri-ciri

penelitian

kualitatif/naturalistik, antara lain, sumber data adalah situasi wajar (natural

setting), peneliti sebagai instrumen utama pengumpul data penelitian (key,

instrument), sangat deskriptif, mementingkan proses, mengutamakan data

langsung (first hand), triangulasi data (data dari satu sumber harus dicek

kebenarannya dengan cara memperoleh data yang sama dari sumber lain),

mementingkan perspektif emik (pandangan informan) audit-trail (apakah

laporan penelitian sesuai data yang terkumpul), partisipasi tanpa mengganggu

(passive participation), analisis dilakukan sejak awal dan selama melakukan

penelitian, dan desain penelitian muncul selama proses penelitian.


(26)

B.

Metode penelitian

Di samping menekankan pada faktor peneliti sebagai alat penelitian

utama, penelitian inipun memperhatikan pula metode yang digunakan agar

hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Burgess (Nasution, 1992: 17)

mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif sebenarnya meliputi

sejumlah metode penelitian, antara lain kerja lapangan, penelitian lapangan,

studi kasus, ethografi, prosedur interpretative dan lain-lain.

Hal di atas sedana dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto

(2002:120), yang menyatakan bahwa :

Penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif

terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala

tertentu. Ditinjau dari lingkup wilayahnya, maka penelitian kasus hanya

meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat

penelitian, penelitian kasus lebih mendalam dan membicarakan

kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan

mengumpulkan

data,

menyusun

dan

mengaplikasikannya

dan

menginterpretasikannya.

Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa

keuntungan. Lincoln dan Guba (Mulyana, 2002:201) mengemukakan bahwa

keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut :

1.

Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni

menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

2.

Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa

yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3.

Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan

antara peneliti dan informan.

4.

Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi

internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan

konsistensi faktual tetapi juaga keterpercayaan (trustworthiness).


(27)

5.

Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi

penilaian atau transferabilitas.

6.

Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan

bagi pemaknaan atas fenomerna dalam konteks tersebut.

Dari pendapat di atas digambarkan bahwa metode studi kasus lebih

menitik beratkan pada suatu kasus, adapun kasus yang dimaksud dalam

penelitian ini implemtasi integrasi sosial dalam pengembangan budaya

kewarganegaraan di kelurahan Gadang kota Banjarmasin. Kasus tersebut

dibatasi dalam suatu ruang lingkup masyarakat pendatang dan masyarakat asli

di kelurahan Gadang kota Banjarmasin. Penggunaan pendekatan kualitatif

dengan metode studi kasus diharapkan mampu mengungkap aspek-aspek yang

diteliti.

Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang obyektif dan

mendalam tentang fokus penelitian. Pendekatan studi kasus dipilih karena

permasalahan yang dijadikan fokus penelitian ini hanya terjadi di tempat

tertentu. (masyarakat etnis pendatang dan masyarakat asli kelurahan Gadang

kota Banjarmasin). Dalam pelaksanaannya, peneliti lebih banyak menggunakan

pendekatan antar personal di dalam penelitian ini, artinya selama proses

penelitian peneliti lebih banyak mengadakan kontak atau berhubungan dengan

orang-orang di lingkungan lokasi penelitian. Dengan demikian diharapkan

peneliti dapat lebih leluasa mencari informasi dan mendapatkan data yang lebih

terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.


(28)

Selain juga berusaha mendapatkan pandangan dari orang diluar sistem dari

subjek penelitian, atau dari pengamat, untuk menjaga obyektifitas hasil

penelitian.

C.

Subjek Penelitian dan Sumber Data

1.

Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan subjek penelitian dimaksudkan

agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi dengan segala

kompleksitas yang berkaitan dengan implementasi integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan. Meskipun demikian, pemilihan

subjek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang

mengarah pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari

informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan

unik.

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek

penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa

(events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1992:56) Kriteria

pertama adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat

berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam masyarakat,

wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal,

berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi. Kriteria kedua, pelaku,

yang dimaksud adalah pakar yang berlatar keilmuan terkait dengan dimensi


(29)

integrasi sosial dan budaya kewarganegaraan.. Kriteria ketiga adalah

peristiwa, yang dimaksud adalah pandangan, pendapat dan penilaian tentang

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di dalam

masyarakat. Kriteria keempat adalah proses, yang dimaksud wawancara

peneliti dengan subjek penelitian berkenaan dengan pendapat dan

pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.

Subjek penelitian yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

dapat dikategorikan sebagai berikut: Pertama, sumber informan utama,

semua individu yang menjadi bagian yang diteliti. Kedua, sumber bahan

cetak, meliputi buku teks, dokumen negara, makalah, kliping surat kabar,

majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain yang terkait tentang nilai

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan. Ketiga,

sumber informan pendukung, dipilih secara purposive dari berbagai

kalangan berdasarkan kepakaran yang terkait dengan bidang kajian dan

nantinya dihubungkan dengan hasil penelitian di lapangan kemudian ditarik

suatu kesimpulan. Sumber data ditentukan secara purposive sampling.

Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan, dipilih orang yang

memiliki power (kekuasaan) dan otoritas pada obyek yang diteliti, sehingga

mampu membuka pintu penelitian ke mana saja peneliti melakukan

pengumpulan data. Peneliti mencari sumber data kepada tokoh masyarakat

untuk mengetahui nilai-nilai integrasi sosial yang menjadi pedoman

masyarakat dalam berperilaku di kelurahan Gadang kota Banjarmasin


(30)

Sebagaimana dikemukakan oleh peneliti bahwa penelitian ini

menggunakan purposive sehingga besarnya informan ditentukan oleh

adanya pertimbangan perolehan informasi. Penentuan informan dianggap

telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh seperti yang

dikemukakan oleh Nasution (1992:32-33) bahwa:

Untuk memperoleh informasi sampai dicapai taraf “redundancy”

ketentuan atau kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan

responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan

informasi baru yang dianggap berarti.

Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas maka subjek dalam penelitian

ini adalah masyarakat pendatang dan masyarakat asli (dari berbagai etnik

seperti cina, madura, jawa).

2.

Sumber Data

Informasi dalam bentuk lisan dan tulisan dalam penelitian kualitatif

berturut-turut menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yang

dikumpulkan mencakup persepsi dan pemahaman person serta deskripsi

lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian, sedangkan data sekunder

adalah data mengenai jumlah person dan kualifikasinya serta berkas kertas

kerja yang dapat mengungkapkan informasi, tentang implemtasi integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di kelurahan Gadang

kota Banjarmasin.


(31)

Sesuai dengan bentuk-bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini, maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda, dan

peristiwa. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data,

berstatus sebagai informan mengenai fenomena atau masalah sesuai dengan

fokus penelitian. Benda merupakan bukti fisik yang berhubungan dengan

fokus

penelitian,

sedangkan

peristiwa

merupakan

informasi

yang

menunjukkan kondisi yang berhubungan langsung dengan implementasi

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan.

Masyarakat yang dijadikan sebagai informan penelitian adalah

masyarakat kota Banjarmasin yang khususnya masyarakat yang berada di

kelurahan Gadang kecamatan Banjarmasin Tengah, karena wilayah ini

merupakan salah satu kelurahan yang memiliki keunikan, letaknya yang ada

ditengah-tengah kota, di daerah ini mayoritas masyarakatnya adalah

masyarakat pendatang dan juga di daerah ini ada kehidupan masyarakat

pendatang yang tinggal dalam satu komunitas dengan masyarakat asli.

Untuk mengetahui tentang nilai-nilai integrasi sosial di masyarakat

diperoleh melalui sumber data dengan kriteria mewakili etnis dan agama yang

berbeda. Mengetahui pihak-pihak yang berperan menanamkan nilai-nilai yang

diperoleh melalui sumber data dengan kriteria informan yaitu orang yang

terlibat dalam proses sosialisasi. sementara untuk mengetahui mekanisme

penanaman nilai integrasi sosial diperoleh dari sumber data yang memiliki

wewenang dalam melaksanakan kegiatan tersebut.


(32)

D.

Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, peneliti merupakan

intrumen utama (key instrument) dalam pengumpulan data, karena itu peneliti

memiliki peranan yang fleksibel dan adaptif. Artinya peneliti dapat

menggunakan seluruh alat indera yang dimiliki untuk memahami fenomena

sesuai dengan fokus penelitian (Cresswell, 1998; Lincoln dan Guba, 1985:4;

Bogdan dan Biklen, 1992:28). Sehubungan dengan hal itu, maka dalam

penelitian ini peneliti sendiri terjun langsung ke lapangan untuk

mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian.

Sesuai dengan peranan peneliti sebagai intrumen utama, maka teknik

pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut :

1.

Wawancara

Lincoln dan Guba ( 1985:268), mengartikan bahwa wawancara adalah

suatu percakapan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang

perorangan, kejadian, kegiatan, perasaan, motivasi, kepedulian, di samping itu

dapat mengalami dunia pikiran dan perasaan informan.

Teknik pengumpulan data ini berdasarkan pada laporan tentang diri

sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau

keyakinan pribadi. Dengan langkah-langkah sebagaimana Lincoln dan Guba

(1985:269), kemukakan sebagai berikut : 1) menetapkan kepada siapa

wawancara ini dilakukan, 2) menyiapkan pokok-pokok masalah yang menjadi

bahan pembicaraan, 3) membuka alur wawancara dan melangsungkan alur


(33)

wawancara,

4)

mengkonfirmasikan

ikhtisar

hasil

wawancara

dan

mengakhirinya, 5) menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan, 6)

mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

Wawancara dilakukan dengan bertemu secara langsung dengan

informan untuk mendapatkan informasi melalui tanya jawab. Informasi yang

diperoleh kemudian dikontruksikan untuk menemukan makna dari topik-topik

tertentu. Peneliti melakukan wawancara dengan sejumlah informan untuk

menggali informasi berkaitan dengan nilai-nilai integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan.

2.

Observasi

Marshal

(Sugiyono,2009:310)

menyatakan

bahwa:

”through

observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to

those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut. Dengan demikian dapat diambil manfaat

observasi sebagaimana menurut Patton (Nasution, 1992), manfaat observasi

adalah sebagai berikut :

a.

Dengan observasi dilapangan peneliti lebih mampu memahami konteks

data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan

yang holistik atau menyeluruh.

b.

Dengan observasi maka diperoleh pengalaman langsung, sehingga

memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak


(34)

dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif

membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.

c.

Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak

diamati orang lain, khususnya orang yang berbeda dalam lingkungan itu,

karena telah dianggap ”biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan

dalam wawancara.

d.

Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak

akan terungkapnya oleh informan dalam wawancara karena bersifat

sensitif atau ingin ditutupi karena merugikan nama lembaga.

e.

Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi

informan, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih

komprehensif.

Kegiatan observasi (pengamatan) dilakukan untuk mengamati terlebih

dahulu situasi sosial masyarakat di kelurahan Gadang kota Banjarmasin. Dari

hasil observasi kemudian dipilih satu fokus yakni integrasi sosial masyarakat.

Kemudian dilakukan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat

baik pada saat di rumah maupun di luar rumah ( dalam lingkungan tempat

tinggal) sedang bergaul dengan masyarakat lainnya.

Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan

data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan

suasana situasi sosial yang diteliti.


(35)

3.

Studi Dokumentasi

Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya

catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,

sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni,

yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumentasi

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif.

Kegiatan dalam mencari dokumentasi adalah mencari data sekunder

melalui dokumen-dokumen yang sudah ada baik yang berbentuk tulisan

maupun karya monumental yang relevan dengan topik yang diteliti yakni

implemtasi integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di

kelurahan Gadang kota Banjarmasin. Dokumentasi juga dilakukan dengan

cara mengumpulkan gambar-gambar kegiatan masyarakat seperti pada saat

keagamaan, pada saat kegiatan kemasyarakatan.

4.

Studi Literatur

Teknik studi literatur yang digunakan adalah mempelajari sejumlah

literatur yang berupa buku, jurnal, surat kabar dan sumber-sumber

kepustakaan lainnya guna mendapatkan informasi-informasi yang menjunjang

dan berhubungan dengan integrasi sosial dalam pengembangan budaya

kewarganegaraan.


(36)

E.

Analisa Data penelitian

Proses analisa data ini dilakukan secara sistematis untuk mencari dan

menemukan serta menyusun transkip wawancara, catatan-catatan lapangan

(fielt notes), dan bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan peneliti.

Dengan cara ini, diharapkan peneliti dapat meningkatkan pemahamannya

tentang data yang terkumpul dn memungkinkan menyajikan data tersebut

secara sistematis guna menginterprestasikan dan menarik kesimpulan.

Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis

terhadap transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang

terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa

yang telah ditemukan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen, 1992:145).

Dalam penelitian kualitatif, analisa data yang digunakan adalah

analisis data induktif, menurut Patton (1990:390) mengemukakan ”Inductive

analysis means that the patterns, themes, and categories of analysis come

from the data; they emerge aut of the data rather than imposed on them prior

to data collection and analysis”. Artinya analisis induktif meliputi pola-pola,

tema-tema dan kategori-kategori analisis yang berasal dari data; pola, tema

dan kategori ini berasal dari data bukan ditentukan sebelum pengumpulan dan

analisis data. Dengan demikian, analisis data adalah tahapan pembahasan

terhadap data dan informasi yang telah terkumpul agar bermakna baik berupa

pola-pola, tema-tema maupun kategori.


(37)

Dalam penelitian ini analisis data meliputi pekerjaan yang berkaitan

dengan data tentang integrasi sosial dalam pengembangan budaya

kewarganegaraan. Kegiatannya antara lain adalah menyusun data,

memasukkannya kedalam unit-unit secara teratur, mencari pola-pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, dan memutuskan

apa yang dikemukakan kepada orang lain. Seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan

dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan

sebagainya. Data tersebut banyak sekali, namun setelah dibaca dan dipelajari

serta ditelaah, peneliti kemudian melakukan reduksi data yang dilakukan

dengan jalan membuat abstraksi. Sebagaimana dikemukakan Moleong

(2004:190), abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses

dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di

dalamnya.

Dalam hal ini Moleong (2004:190) memberikan arahan bahwa

satuan-satuan ini kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori

itu dilakukan membuat coding. Tahap akhir dari analisis data ini, peneliti

kemudian memasuki tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara

menjadi substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu. Proses

analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk mendeskripsikan dan

mengeksplanasi peristiwa berdasarkan data atau informasi yang terkumpul,


(38)

maka harus dilakukan kegiatan-kegiatan yang identik dan sekaligus sebagai

pengganti pengukuran dan pengolahan data yang lazim dilakukan dalam

tradisi penelitian kuantitatif. Miles dan Huberman (1992;16-18), menganalisis

data dengan langkah-langkah yang terdiri dari alur kegiatan yang terjadi

secara bersama, yaitu; reduksi data, penyajian dan dan penarikan kesimpulan.

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus

menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

merupakan rangkain analisis yang saling susul menyusul.

.

Bagan 3.1 Komponen-komponen Analisis Data

(Miles dan Huberman, 1992:20)

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama

pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan)

merupakan proses siklus interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

Penyajian data


(39)

empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak

bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan.

1.

Reduksi Data

Reduksi data (data reduction) diartikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi

data ”kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang

diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan

pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih

hal-hal yang pokok dan penting. Reduksi data dilakukan dengan cara

mengelompokkan data sesuai dengan aspek-aspek permasalahan penelitian.

Dengan cara melakukan pengelompokan tersebut maka peneliti dapat dengan

menentukan unit-unit analisis data penelitiannya.

Peneliti

melakukan

penggabungan,

menggolongkan

dan

mengklasifikasikan, memilah-milah atau mengelompokkan data dari temuan

di lapangan. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah

integrasi sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan di kelurahan

Gadang kota Banjrmasin. Dalam reduksi data ini peneliti memilah dan

menggolongkan hasil-hasil temuan di lapangan ke dalam kategori-kategori

seperti kondisi sosial masyarakat, faktor-faktor yang berperan dalam

menanamkan nilai-nilai integrasi sosial, nilai-nilai integrasi sosial masyarakat

serta mekanisme penanaman nilai-nilai integrasi sosial di masyarakat.


(40)

2.

Penyajian Data

Setelah mereduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan

data dalam bentuk naratif. Melalui penyajian data tersebut, maka semua data

tersusun dalam pola hubungan sistematis yang disajikan dalam bentuk uraian

singkat, laporan tulisan yang dijelaskan dalam bentuk naratif.

3.

Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan

kesimpulan

dan

verifikasi

dilakukan

berdasarkan

pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan hakekat

penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan secara bertahap.

Pertama menarik kesimpulan sementara atau tentatif, namun seiring dengan

bertambahnya data maka harus dilakukan verifikasi data dengan cara

mempelajari kembali data yang telah ada. Kemudian, verifikasi data juga

dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak lain yang ada

keterkaitannya dengan penelitian, yaitu dengan meminta pertimbangan dari

pihak-pihak yang terkait, atau dengan cara membandingkan data yang

diperoleh dari sumber tertentu dengan sumber-sumber lain. Akhirnya peneliti

menarik kesimpulan akhir untuk mengungkapkan temuan-temuan dalam

penelitian ini.


(41)

F.

Keabsahan Temuan Penelitian

Secara umum, untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian

kualitatif (Lincoln & Guba, 1985:260), peneliti menggunakan kriteria truth

value, applicability, consistentency, dan netrality yang sering juga disebut

dengan

istilah-istilah

credibility,

transferability,

dependability

dan

confirinbility. Keempat kriteria ini merupakan atribut-atribut yang

membedakan penelitian kualitatif berturut-turut dengan validitas internal,

validitas eksternal, reliabilitas, dan objektivitas dalam tradisi atau paradigma

penelitian positivistik.

Selain itu peneliti juga melakukan triangulasi dengan melakukan

cross-check yang bertujuan untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian

ini, yaitu membandingkan data yang terkumpul dengan cara memeriksa

kesesuaian hasil analisis dengan kelengkapan data. Triangulasi merupakan

pengecekan kebenaran data yang dikumpulkan dari suatu sumber berdasarkan

kebenarannya dari sumber-sumber lain. Sesuai dengan konteks penelitian ini,

suatu data atau informasi penelitian, dicek kebenarannya dari sumber-sumber

lain yang juga terlibat dalam penelitian ini. Dalam uraian-uraian di bawah ini

dijelaskan lebih jauh tentang pengujian keabsahan temuan penelitian.

1.

Credibility (derajat kepercayaan-validitas internal)

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif ini identik dengan validitas

internal dalam tradisi penelitian positivistik. Untuk meningkatkan derajat

kepercayaan dalam penelitian ini dapat dicapai dengan cara-cara: (1) peneliti


(42)

cukup lama di lapangan; (2) triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data

dengan cara mengecek atau membandingkan data melalui pemanfaatan

sumber-sumber lain: (3) peer debriefing (pembicaraan dengan kolega,

termasuk pembicaraan dengan rekan-rekan kuliah yang tidak memiliki

kepentingan langsung dengan penelitian yang dilakukan peneliti; (4)

melakukan member-check.

2.

Transferability (derajat keteralihan – validitas eksternal)

Suatu temuan penelitian naturalistik berpeluang untuk diterapkan pada

konteks lain apabila ada kesamaan karakteristik antara setting penelitian

dengan setting penerapan. Lincoln dan Guba (1985:316) menerangkan :

” The naturalist cannot specify the external validity of an inquiry, he

or she can provide only the thick description necessary to enable some

one interested in making a transfer to reach a conclusion about

whether transfer to reach a conclusion about whether transfer can be

contempaled as a possibility”.

Ini berarti bahwa dalam konteks transferability, dengan permasalahan

dalam kemampuan terapan adalah permasalahan bersama antara peneliti

dengan pemakai. Dalam hal ini, tugas peneliti adalah mendeskripsikan setting

utuh, menyeluruh, lengkap, mendalam dan rinci. Sementara tugas pemakai

adalah menerapkannya jika terdapat kesamaan antara setting penelitian

dengan setting penerapan.

Derajat keteralihan atau transferability ini identik dengan validitas

eksternal dalam tradisi penelitian kuantitatif. Transferability yang tinggi

dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan menyajikan deskripsi yang


(43)

relatif banyak, karena ini tidak dapat menerapkan validitas eksternal dalam

arti yang tepat. Dalam hal ini, peneliti mencoba mendeskripsikan informasi

atau data penelitian secara luas yang mendalam tentang integrasi sosial dalam

pengembangan budaya kewarganegaraan.

3.

Dependability ( derajat keterandalan)

Dependability (reliabilitas) temuan penelitian ini dapat diuji melalui

pengujian proses dan produk (Lincoln dan Guba, 1985:515). Pengujian

produk adalah pengujian data, temuan-temuan, interpretasi-interpretasi,

rekomendasi-rekomendasi dan pembuktian kebenarannya bahwa hal itu

didukung oleh data yang diperoleh langsung dari lapangan. Keterandalan

dalam penelitian ini identik dengan validitas internal dalam tradisi penelitian

kuantitatif. Dalam penelitian ini melakukan uji dependability dengan cara

menggunakan catatan-catatan tentang seluruh proses dan hasil penelitian.

4.

Confirmability ( derajatan penegasan – objektivitas)

Lincoln dan Guba (1985:515) menyebutkan bahwa teknik utama

menentukan penegasan atau konfirmabilitas adalah melalui audit trial ( baik

proses maupun produk). Teknik yang lain yaitu triangulasi dan membuat

jurnal reperatif sendiri. Dengan audit trial, peneliti dapat mendeteksi

catatan-catatan di lapangan sehingga dapat ditelusuri kembali, peneliti juga dapat

melakukan triangulasi dengan dosen pembimbing sehingga diperoleh

penafsiran yang akurat.


(44)

Pada hakekatnya, teknik utama untuk menentukan derajat penegasan

atau confirmability (objektivitas adalah dengan cara melakukan audit trial,

baik terhadap proses maupun mendeteksi catatan-catatan lapangan sehingga

dapat ditelusuri kembali dengan mudah.

G.

Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu tahap orientasi,

tahap eksplorasi dan tahap member check .

1.

Tahap Orientasi

Tahap orientasi pada penelitian ini dilakukan sejak memasuki lapangan

penelitian, untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik-karakteristik

yang dikaji berkaitan dengan fokus masalah. Peneliti melakukan pendekatan

dengan tokoh masyarakat, pemerintah, serta masyarakat agar terjadi

keharmonisan/familiarisasi dengan lingkungan tersebut. Pada tahap awal ini

peneliti tidak langsung membicarakan mengenai masalah penelitian, tetapi

lebih banyak menampung berbagai permasalahan atau informasi yang

diungkapkan oleh masyarakat, tokoh masyarakat.

Peneliti mengadakan pengamatan terhadap lokasi yang dijadikan

daerah penelitian yaitu Kota Banjarmasin yang terdiri 5 kecamatan dengan

melihat secara umum dan ditentukan 1 kelurahan yaitu kelurahan Gadang.

Kemudian peneliti mengadakan perkenalan sebagai langkah awal dimulainya

penelitian menurut Suryabrata (1983 ), tahap ini terdiri dari :


(45)

a.

Penyusunan rancangan penelitian, dimana peneliti menyusun mengenai

langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan penelitian.

b.

Pemilihan lapangan penelitian di mana untuk mencari jawaban atau

memecahkan permasalahan penelitian akan menentukan wilayah

penelitian mana yang diambil sehingga pelaksanaan penelitian akan

berjalan dengan baik.

c.

Pengurusan perizinan, dimana agar pelaksanaan penelitian ini diakui

kelegalan pelaksanaannya, perizinan meliputi selain formal meliputi

perizinan pihak terkait yang berwenang dengan penelitian ini maupun

informal yaitu kepada pihak yang dianggap mampu melancarkan

pelaksanaan penelitian.

d.

Penjajakan dan penilaian lapangan, di mana untuk menjunjung kesuksesan

penelitian maka peneliti harus mengenal wilayah penelitian dengan baik

dengan memperkirakan berbagai kemungkinan yang akan terjadi selama

penelitian berlangsung.

e.

Pemilahan dan pemanfaatan informan, di mana untuk melancarkan dan

mensukseskan penelitian diperlukan sistem sumber informasi agar

pelaksanaan penelitian berjalan lancar.

f.

Persiapan perlengkapan penelitian, di mana untuk menunjang kelancaran

pelaksanaan penelitian maka peneliti harus dilengkapi alat penelitian

seperti alat perekam, buku catatan dan lain-lain.


(46)

g.

Etika penelitian dalam penelitian kualitatif. Peneliti sebagai instrument

penelitian, persoalan etika penelitian harus diperhatikan agar penelitian

tidak akan menyinggung pihak tertentu tetapi akan membantu

penyelesaian permasalahan.

Secara riil yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini

dilakukan melalui tahap orientasi ini, meliputi beberapa hal sebagai berikut :

a.

Survey pendahuluan dan studi literatur

Sebelum menyusun rancangan penelitian, terlebih dahulu dilakukan

studi literatur dan survey pendahuluan. Melalui studi literatur dalam dokumen

tentang

implentasi

integrasi

sosial

dalam

pengembangan

budaya

kewarganegaraan. Kemudian untuk memantapkan substansi permasalahan,

terutama pada proses implementasinya dilakukan survey pendahuluan ke

masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, diperoleh

gambaran bahwa masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang kompleks

tinggal di wilayah tersebut, yang mana masyarakatnya secara berkomunitas

dalam daerah itu.

b.

Menyusun rancangan penelitian

Berdasarkan hasil survey pendahuluan, selanjutnya disusun rancangan

penelitian untuk diajukan kepada penilai dalam forum seminar pra disain.

Permasalahan yang diajukan pada prinsipnya disetujui dengan perbaikan.

c.

Mengurus perijinan


(47)

berikut:

Mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Rektor UPI.

Setelah perijinan keluar dari upi peneliti melakukan tembusan izin

penelitian, mengajukan izin penelitian pada Kesbang Linmas Kota

Banjarmasin

Kemudian peneliti menghubungi camat Banjarmasin Tengah dan lurah

Gadang untuk melakukan penelitian yang di wilayah yang dipimpinnya.

Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ini menghasilkan suatu

kondisi di mana pada akhirnya masyarakat menganggap peneliti sebagai

bagian dari lingkungan mereka. Dengan demikian, ketika peneliti memasuki

tahap eksplorasi, tidak lagi terjadi kecanggungan-kecanggungan di kalangan

masyarakat yang dijadikan informan penelitian.

2.

Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjawab

pertanyaan penelitian melalui wawancara. Observasi dalam lingkungan, dan

studi dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat, tokoh

masyarakat dan pemerintah setempat. Selain menggunakan buku catatan

peneliti juga menggunakan alat perekam.

Di samping wawancara peneliti melakukan kajian dokumentasi

mengenai data-data yang ada di pemerintahan seperti dalam profil masyarakat

setempat.


(48)

3.

Tahap Member-check

Dalam tahap member-check dilakukan pemantapan informasi atau

data penelitian yang telah terkumpul selama tahap eksplorasi atau studi

lapangan, dengan demikian hasil penelitiannya dapat diharapkan memiliki

tingkat kredibilitas, transferabilitas, depenbabilitas dan konfirmabilitas yang

tinggi. Dalam kaitan itu, data yang diperoleh melalui penggunaan teknik

wawancara dibuat dalam bentuk transkrip.

Demikian juga halnya dengan data yang diperoleh melalui penggunaan

teknik studi dokumentasi, dan data yang diperoleh melalui teknik observasi

dibuat dalam bentuk catatan-catatan lapangan.

Kemudian peneliti

menunjukkannya kepada informan penelitian. Peneliti meminta mereka

membaca dan memeriksa kesesuaian informasinya dengan apa yang telah

dilakukan. Apabila ditemukan ada infofrmasi yang tidak sesuai, maka peneliti

harus segera berusaha memodikasinyanya, apakah dengan cara menambah,

mengurangi, atau bahkan menghilangkannya sampai kebenarannya dapat

dipercaya.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

Kesimpulan

1.

Kesimpulan Umum

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan secara umum bahwa masyarakat

kelurahan Gadang Kota Banjarmasin adalah masyarakat yang majemuk.

Masyarakatnya mempunyai keragaman dari segi etnik, pekerjaan, bahasa, maupun

agamanya. Meskipun masyarakat kelurahan Gadang Kota Banjarmasin sangat

beragam tetapi masyarakatnya saling bekerja sama, saling menghormati saling

menghargai, dan toleransi terhadap keragaman. Keberagaman tidak hanya

dimiliki oleh individu yang berbeda etnik tetapi menunjukkan pula keberagaman

yang ada pada individu masing-masing etnik. Dengan keberagaman tersebut dapat

membawa manfaat positif yaitu menambah khasanah kekayaan budaya bangsa.

Interaksi sosial yang meliputi pembauran dan komunikasi antar etnis

sudah tampak pada masyarakat Gadang. Interaksi sosial dapat terjadi karena

adanya kontak sosial dan komunikasi. Anggota masyarakat berinteraksi antar

sesama dan dengan kelompok lain berdasarkan pengetahuan dan pemahaman

terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Membangunan interaksi sosial positif yang didasari semangat integrasi

sosial yang dimiliki masyarakat Gadang, tidak cukup dengan sikap mengakui dan

menerima kenyataan masyarakat yang majemuk tetapi harus disertai dengan sikap


(50)

yang tulus untuk menerima kemajemukan itu sebagai suatu hal bernilai positif

dan merupakan rahmat Tuhan kepada manusia.

Berdasarkan adanya interaksi sosial yang dimiliki masyarakat Gadang

menunjukkan bahwa identitas diri yang dimiliki tidak semata-mata ditunjukkan

oleh apa yang dimiliki, tetapi ditentukan oleh pengakuan semua orang atau

sekelompok lain terhadap kita dalam situasi tertentu. Hal inilah yang dimiliki oleh

masyarakat Gadang dalam mewujudkan integrasi sosial.

Integrasi sosial warga di kelurahan Gadang kota Banjarmasin dapat dilihat

dari adanya hubungan yang bersifat interdependensi yang lebih erat antara

bagian-bagian sehingga tercipta suasana harmonis yang memungkinkan terjalinnya

kerjasama antar warga dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Kondisi sosial demikian tercipta karena adanya nilai-nilai sosial yang menjadi

pedoman warga untuk bersikap dan bertingkah laku di masyarakat.

Berdasarkan telaah dari data lapangan, dapatlah dikatakan bahwa masyarakat

Gadang kota Banjarmasin telah berperan dalam menanamkan nilai-nilai integrasi

sosial dalam pengembangan budaya kewarganegaraan. Oleh karena itu peneliti

mengelaborasikan kembali bahwa masyarakat gadang telah berimplikasi positif

terhadap nilai-nilai integrasi sosial dengan karakter sebagai berikut :

a).Masyarakat Gadang mampu menerima adanya kemejemukan, b).Sikap toleran

telah diekspresikan dalam ruang privat masing-masing, c).Tenggang rasa dalam

mengekspresikan diri sehingga tidak mengganggu ruang privat lain tidak


(51)

mengganggu ruang publik, d).Hormati-menghormati dan menjalin hubungan baik

serta bekerja sama intern dan ekstern antar ruang privat.

Nilai-nilai yang dikembangkan warga dalam kehidupan di masyarakat

yaitu saling hormat-menghormati antar warga, sikap sederhana dan rendah hati,

musyawarah dalam mengambil keputusan, menjalin hubungan yang demokratis,

sikap kejujuran, keadilan, menghargai hak asasi orang lain, kerjasama dan

gotong-royong, kasih sayang dan tanggung jawab.

Di masyarakat ini kerjasama antar warga dibangun dalam berbagai hal,

baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kegiatan kemasyarakatan. Dalam

kegiatan kemasyarakatan mereka sering terlibat dalam forum RT/RW, karang

taruna dan dasa wisma . Sementara dalam kegiatan ini kerjasama dibangun atas

dasar kesamaan warga untuk mengekspresikan minat dan bakat di dalam suatu

wadah organisasi. Dalam kehidupan sosial semua warga saling bekerjasama dan

bergotong royong untuk mencapai tujuan bersama.

Di masyarakat kelurahan Gadang kota Banjarmasin antar warga sering

terlibat dalam kegiatan bersama, saling bekerja sama dan bergotong royong dalam

berbagai kesempatan, misalnya kerja membersihkan lingkungan, dalam acara

perkawinan dan lain-lain. Dalam kegiatan ini semua warga yang berkepentingan

ikut berpartisipasi secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan dan

menjalankannya dengan penuh tanggung jawab karena mereka menyadari bahwa

kegiatan tersebut memang mereka butuhkan dan akan mendatangkan manfaat

bagi mereka. Dalam kegiatan kerjasama dan gotong royong ini, maka


(1)

165

4. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam pelaksanaannya. Kepada peneliti lain diharapkan dapat mengkaji lebih lanjut dari apa yang telah dihasilkan dalam penelitian terutama dalam hal pengembangan model percontohan dalam hubungan antar etnik yang berwawasan budaya kewarganegaraan yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai pancasila.


(2)

166

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Almond.A. Gabriel & Verba Sidney, (1990). Budaya Politik. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto,S, (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Azra,A. (2006), Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia Perspektif

Multikulturalisme, Dalam Restorasi Pancasila : mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas, Bogor

Budimansyah,D dan Karim Suryadi. (2008) PKN dan Masyarakat Multikultural, Bandung: Prodi PKn-SPs UPI

Budimansyah.D (2009). Membangun Karakter Bangsa di tengah arus Globalisasi

dan gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan sebagai guru besar dalam

bidang Sosiologi Kewarganegaraan pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Bogdan dan Biklen, (1992), Qualitatif Riserch Of Education: An Introduction

Theor and Metods. Baston: Allyn and Bacon

Creswell, John, (1998). Penelitian kualitatif dan kuantitatif: by Pearson Education. All rights reserved

Daulay, Zainuddin, (2001). Mereduksi Ekskalasi Konflik Antar Umat Beragama

Di Indonesia. Jakarta. Badan Litbang Agama dan diklat Keagamaan.

Frans Magnis Suseno, (1985). Etika Dasar masalah-masalah pokok Filsafat

Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Fredrik, Barth,(1988). Kelompok Etnis dan Batasannya. Jakarta: UI-Press.

Gillin, John lewis dan John Philip Gillin (1945). Cultural Sosiologi. Cetakan ketiga New York: The MacMillan company.

Geertz, Clifford, (1973). The Integrative Revolution: Primordial Sentiment and

Civil Politics in the New States. Dalam bukunya Interpretation of Culture,


(3)

167

Harsojo.(1984).Pengantar Antropologi.Bandung:Binacipta Horton, P.B. & Hunt, C.L.(1992). Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

Hefner,R.W, (2007). Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas Kebangsaan. Terjemahan oleh Bernardus Hidayat dari judul ”The Politics of Multiculralism, Pluralism and Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia”. Yogyakarta: Kanisius.

J.S. Furnivall, (1944), Netherlands India: Study of Plural Econom. Cambridge: Cambridge University Press.

John Doyle Paul, (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Terjemahan Robert, MZ. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka utama.

John Doyle Paul, (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Terjemahan Robert, MZ. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka utama.

Kalidjernih, Freddy.K, (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan (Persektif

Sosiologi dan Politikal), Jakarta, Widya Aksara Press.

Koentjaraningrat,( 2001). Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya

Masyarakat Multikultural. Yogyakarta. LKIS.

Megawangi,R.(2004). Pendidikan Karakter (Solusi yang tepat untuk membangun

Bangsa). Jakarta: Energy.

Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi

dari judul Qualitative Data Analysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong Lexy.J, (2004). Metodelogi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Muhaimin, Yahya, (1991). Masalah-masalah Konflik Sosial. Yogyakarta Pustaka Pelajar.

Mulyana.D, (2002), Metodelogi Peneiltian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu


(4)

Narwoko, J. Dwi dan Suyanto Bagong (Ed.), 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta: Prenada Media.

Nasikun, (2007). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. Nurmalina dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan. Laboratrium PKn.

F.IPS. Bandung.

Patton, M.Q (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. (2nd Ed). London: Sage Publication Ltd.

Parsudi, Suparlan, (2005). Sukubangsa dan Hubungan Antar-Sukubangsa. Jakarta: YPKIK.

Perdana,F, (2008). Integrasi Sosial Muslim-Tionghoa (Studi atas Partisipasi PITI

DIY dalam gerakan Pembauran). Yogyakarta : PITI DIY dan Mystico.

Pruit.G Dean dan Rubin Z. Jeffrey, (2004). Teori Konflik Sosial. Yogyakarta Pustaka Pelajar.

Rahardjo, Turnomo, (2005). Menghargai Perbedaan Kultural Mindfulness Dalam

Komunikasi Antar Etnis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ranjabar, Jacobus,(2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.

Robert Haas, (1998). Hak-hak Asasi Manusia dan Media. Jakarta : Yayasan Obor. Selo Sumarjan dan Soemardi Soeleman, (1974). Setangkai Bunga Sosiologi,

Jakarta: Yayasan Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerdjono,( 1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

Sudarsono. J.(1999). Fostering Democratic living : The Roles of Gofernmental


(5)

169

Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Supardan, D, (2004). Pembelajaran sejarah berbasis Multikultural dan Perspektif

Sejarah lokal, Nasional, Global untuk Integrasi Bangsa: StudiKasus Eksperimental terhadap siswa Sekolah Menengah Umum di Kota Bandung. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Supardan,D.(2009).Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan

Structural.Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, Sumadi. (1983). Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafido Persada.

Taneko, Soleman B, (1986). Konsep Sistem Sosial. Jakarta: Fajar Agung.

Wahyu,(2005). Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Hecca Publishing. Winataputra, (2008). Multikulturalisme Bhineka Tunggal Ika dalam Perspektif

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia dalam Dialog Multikultural. Bandung: Sekolah Pasca

Sarjana UPI.

Yanse, (2000). Pembangunan Masyarakat. Semarang Persada Press.

Yvonna.s. Lincoln & Egon G.Guba, (1998) Naturalistik Inquiry, Beverly Hills London New Delhi: Sace Publication

Jurnal

Afif HM, (2008). Interaksi social Antar umat Beragama pada masyarakat

sekolah. Jurnal Penamas, Vol. XXI No.1

Eli Karlina, (2009), Pembinaan Masyuarakat Multikultural dalam Meningkatkan

Integrasi Bangsa (Studi Kasus Hubungan antaretnik di kota Palangka Raya) Jurnal Acta Civicus Vol.3No.1.Oktober 2009

Aunurrahman,( 2010), Pendidikan Multikultural: Menuju Harmoni Sosial Dan

Pencegahan Konflik. Jurnal publikasi Ilmiah Pendidikan umum & nilai


(6)

Hemafitria (2009), Pengembangan wawasan multikultural dalam menciptakan

kerukunan antar beragama. Pontianak.

Humaidy & Irfan Noor,( 2010), Demokrasi dan Budaya Banjar Modal Kultural

untuk Menguatkan Masyarakat Sipil. Jurnal Kebudayaan Kandil No.5

Mei-Juli 2010.

Rajalon, (2009), Pergeseran nilai masyarakat Panca Konflik etnik di Maluku

Utara Implikasinya pada Integrasi Nasional.

Suwardi Lubis, (1998), Integrasi sosial dan komunikasi antar budaya. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, 2008. Sekretariat Jenderal dan Kementerian Mahkamah Konstitusi RI.