JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
Makalah ini di susun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih mu’amalah
Dosen Pengampu Imam Mustofa, M.S.I.
Disusun oleh:
Eva Puspita Mailani
1502100176
Kelas C
S1 PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
2016
JUAL BELI KREDIT
A. Pengertian Jual beli Kredit
Kredit dalam bahasa latin “credere” artinya percaya. Kredit adalah
cara pembayaran dengan mengangsur. Definisi kredit adalah sesuatu yang
dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam
meminjam. Jadi kredit yaitu memberikan benda, jasa, uang, sekarang
dengan pembayaran atau jasa dikemudian hari.1Kredit juga dikenal istilah
bai‟ bit taqshid atau bai‟ bitstsaman „ajil.2
Menurut Suharwadi K. Lubis dalam bukunya Hukum Ekonomi Islam,
“pembelian dengan cara kredit” adalah suatu pembelian yang dilakukan
terhadap sesuatu barang yang pembayaran harga barang tersebut dilakukan
kedua belah pihak.3
Menurut Hasan Alwi dalam bukunya kamus Bahasa Indonesia Edisi
II, mengatakan bahwa kredit adalah cara menjual barang dengan
pembayaran secara tidak tunai.4
Hal ini termasuk dalam jual beli murabahaha yaitu pembiayaan
saling menguntungkan. Dengan konteks ini, harga yang disepakati dalam jual
beli kredit, bisa sama dengan harga pasar, lebih besar atau bahkan lebih
rendah. Namun demikian, yang lebih lazim berlaku adalah harga jual lebih
tinggi dari harga pasar yang sebenarnya. Cara jual ini tidak dilarang dalam
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.
86 sebagaimana dikutip oleh
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h.15
2
Hukum Kredit Dalam Pandangan Ekonomi Islam, Jual Beli Kredit, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jualbeli-kredit.html?m=1
3
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,2000)
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h.16
4
Sopian Hadi, “Muqaramah Fi Al-Mu‟amalah (Jual Beli Kredit)” (Institut Agama Islam
Negeri Mataram, Mataram,2015)
1
2
islam, karena dengan adanya sistem kredit dapat memudahkan seseorang
untuk mendapatkan barang yang diinginkan karena tidak perlu adanya uang
tunai untuk mendapatkannya. 5
Meskipun sistem ini adalah sistem klasik, namun terbukti hingga kini
masih menjadi trik yang sangat jitu untuk menjaring pasar, bahkan sistem ini
terus menerus dikembangkan dengan berbagai modifikasi. 6
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai jual beli kredit.
Persoalan hukum yang diperselisihkan mengerucut pada kekhawatiran akan
munculnya riba dalam jual beli kredit.7
Ulama
dari empat
mazhab,
Syafi‟iyah,
Hanafiyah,
Malikiyah,
Hanbaliyah,Zaid bin ali dan mayoritas ulama juga membolehkan jual beli
dengan sistem ini, baik harga yang menjadi objek transaksi sama dengan
harga cash maupun lebih tinggi. Namun demikian mereka mensyarakatkan
kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara penjual dan pembeli
bahwa jual beli itu memang dengan sistem kredit. Dalam transaksi semacam
ini biasanya si penjual menyebutkan dua harga, yaitu harga cash dan harga
kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli cash atau kredit. Memang ada
kemiripan antara riba dan tambahan harga dalam sistem jual beli kredit.
Namun, adanya penambahan harga dalam jual beli kredit adalah sebagai
ganti penundaan pembayaran barang. Ada perbedaan yang mendasar
antara jual beli kredit dengan riba. Allah menghalalkan jual beli termasuk jual
beli kredit karena adanya kebutuhan.8
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h. 16
6
Tinjauan Syariat Terhadapad Jual Beli Kredit, diakses pada tanggal 29 Oktober
2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jual-beli-kredit.html?m=1
7
Ibnu Rusyd, Bidayatul Muflaihid, Darul Fikr, Beirut, T.Th., h. 94 sebagaimana
dikutip oleh Nur Fatoni, “Kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit (Studi Pada Tukang
Kredit Di Kec. Cepiring Kabupaten Kendal)” (Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2014), h. 5
8
Baca Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatu…, V/147. Sebagaimana
dikutip oleh Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta: Rajawali Pers,
2016), h. 49
5
3
B. Dasar Hukum Jual Beli Kredit
Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang di bolehkan dalam islam,
baik disebutkan dalam Al-Quran dan al-Hadist.9
1. Al-Quran
Merupakan kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada
Nabi Muhamad SAW dengan perantara malaikat jibril untuk
mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan
umat manusia pada umumnya.
2. Hadits
Adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad
SAW, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan,
perbuatan yang pernah dilakukan pada masa hidupnya ataupun
segala hal yang dibiarkan berlaku.10
Jumhur ulama yang memperbolehkan jual beli kredit berhujjah
dengan ayat, hadis dan kaidah fiqihiyah :
1. Firman allah dalam surat al-baqarah aya 275, yang berbunyi :
“Padahal allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
Keumuman ayat ini menunjukkan dihalalkannya jual beli, baik
dilakukan dengan dua harga cash dan kredit maupun jual beli
hanya dengan harga cash.
2. Firman allah dalam surat al-Nisa ayat 29, yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
9
Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV penerbit Diponegoro, 2008), h. 47
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h.18
10
M. Arifin Hamid,Hukum Islam Persepektif Keindonesiaan. Op.cit. hlm. 141-142
sebagaimana dikutip oleh Andri Ridwansyah Bahar Putra, Disertasi Doktor:
“Transaksi Jual Beli Kendaraan Melalui Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad
Murabahah” (Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013),
h. 18
4
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara
kamu.”
Menurut jumhur, diantara sistem pembayaran dalam jual beli
adalah dengan sistem kredit. Jual beli dengan kredit merupakan
bagian dari cara untuk mendapatkan keuntungan. Kredit
merupakan bagian dari jual beli dan bukan bagian dari riba.
3. Firman allah dalam surat al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”.
Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo
atau waktu ditentukan dan jumlah pembayaran telah ditentukan
sesuai kesepakatan.
4. Hadist riwayat Aisyah ra, yang berbunyi :
“Dari Aisyah ra. Berkata “Burairah menebus dirinya dari majikan
dengan membayar Sembilan awaq setiap tahun, dan ini
merupakan pembayaran secara kredit”.
Hal
ini
tidak
diingkari
oleh
Nabi,
bahkan
beliau
menyetujuinnya. Tidak ada perbedaan, apakah harga sama
dengan harga kontan atau ditambah karena adanya tempo
pembayaran.
5. Hadis riwayat Abdullah bin Amr :
“Dari Abdullah Ibnu bin Amr Ibnu al-Ash Radliyallaahu „anhuma
bahwa Rasulullah Shallaahu „alaihi wa Sallan menyuruhnya untuk
menyiapkan pasukan tentara, tetapi unta-unta telah habis. Lalu
beliau menyuruhnya agar mengutang dari unta zakat. Ia berkata:
aku mengutang seekor unta akan dibayar dengan dua ekor unta
zakat.”
Hadis
ini
dengan
jelas
menunjukkan
diperbolehkan
menambah harga karena pembayaran yang ditunda (kredit).
5
6. Ulama yang memperbolehkan jual beli dengan sistem kredit juga
berhujjah dengan kaidah :
“Pada dasarnya hukum mu‟amalah adalah halal, kecuali ada dalil
yang melarangnya”
Tidak ada dalil yang melarang jual beli dengan sistem kredit,
berdasarkan kaidah diatas, maka berarti jual beli semacam ini
halal. Hal ini dikembalikan ke hukum dasar mu‟amalah, yaitu
halal. Transaksi semacam ini juga berbeda dengan riba nasi‟ah,
karena jual beli kredit pertambahan harga sebagai ganti atas
barang yang dijual dan tempo yang diberikan. Sementara dalam
riba nasi‟ah pertambahan uang hanya sebagai ganti atau
penundaan pembayaran utang.
7. Argumen lain yaitu dengan menggunakan mafhum muwafaqah ,
dari hadist :
“Dari Ibnu „abbas ra. Beliau berkata : ketika Nabi Shallahu „alaihi
wa sallam tiba dikota Madinah, sedangkan penduduk Madinah
telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun
dan tiga tahun, maka beliau bersabda, „Barangsiapa yang
memesan sesuatu maka hendaknya ia memesan dalam jumlah
takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) dan dalam
timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), serta
hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak)
pula.”
Logika yang dapat diambil dari hadis diatas yaitu dengan
mafhum muwafaqah. Hadis di atas menjadi dalil diperbolehkan
jual beli salam, jual beli dimana sang pembeli melunasi terlebih
dahulu harga barang, sementara barang masih dalam proses
pembuatan atau pemesannan (inden) dan akan diserahkan
sesuai dengan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Apabila membayar lunas terlebih dahulu dan penyerahan barang
dikemudian waktu diperbolehkan, berarti apabila yang terjadi
6
sebaliknya juga boleh, yaitu penyerahan barang terlebih dahulu,
kemudian pembayaran harga dikemudian waktu, baik harga
sama dengan harga cash maupun bertambah karena seiring
dengan berjalannya waktu.
Terlebih jual beli kredit harus memenuhi berbagai persyaratan
yang telah ditetapkan ulama. Persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut
1. Jual beli secara kredit jangan sampai mengarah keriba.
2. Penjual merupakan pemilik sempurna barang yang dijual.
Tidak diperbolehkan seseorang menjual barang yang bukan
miliknya, atau barang masih dalam penguasaan pihak lain.
Larangan
Ini berdasarkan hadis berikut ini :
“Dari Hakim bin Hizam, “beliau berkata kepada Rasulullah,
‟wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang
tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku,
barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan
barang
tertentu
yang
dia
inginkan
bertransaksi dengan orang
tersebut?,
dipasar
setelah
kemudian,
Nabi
bersabda, „janganlah engkau menjual barang yang belum kau
miliki.”
Konsekuensi dari adanya syarat diatas, maka sebuah
lembaga
pembiayaan
tidak
diperbolehkan
membuat
kesepakatan jual beli secara kredit dengan konsumen,
selama barang yang menjadi objek jual beli belum berada
dibawah kepemilikkan lembaga tersebut. Hal ini sama saja
menjual barang yang bukan hak miliknya.
3. Barang diserahkan kepada pembeli oleh sang penjual.
4. Hendaknya
barang
dan
harga
memungkinkan terjadinya riba nasi‟ah.
7
bukan
jenis
yang
5. Harga dalam jual beli kredit merupakan utang (tidak dibayar
kontan).
6. Barang yang diperjual belikan secara kredit diserahkan
secara langsung.
7. Waktu pembayaran jelas, sesuai dengan kesepakatan,
berapa kali angsuran, berapa pembayaran tiap angsuran dan
sampai kapan pembayaran berakhir harus jelas yang tidak
boleh dingkari oleh suatu pihak.
8. Hendaknya pembayaran dilakukan secara angsur, tidak boleh
dibayarkan secara langsung. Namun demikian, dalam kitab
al- Muntaqa min fatawa al-fauzan diperbolehkan membayar
sekaligus dalam jual beli kredit.11
9. Seseorang dilarang menjual barang yang tidak ada pada
dirinya.12
C. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit
yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benarbenar diterima kembali di masa tertentu di masa datang.
2. Kesepakatan
Sulaiman binTurki, Bai‟ al-Taqsith wa Ahkamuhu‟ (Saudi Arabia: Dar Isbiliya) II/351
sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), 55-58
12
Kasmudi Assidiq dan Ardito Bhinadi, “Berbagai Transaksi Yang Diharamkan dan
Akad-akad Produk Lembaga Keuangan Syariah” (Gresik dan Yogyakarta, 2013), h.
24
11
8
Di samping unsur percaya di dalam kredit juga
mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit
dengan si penerima kredit.
3. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian
kredit yang telah disepakati.
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu risiko tidak tertagihan/macet pemberian
kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya
demikian pula sebaliknya. 13
Adanya unsur-unsur kredit yang diuraikan diatas
sangat penting dalam melakun suatu transaksi kredit, karena
unsur-unsur tersebut untuk meyakinkan antara si pemberi
kredit dan penerima kredit, karena adanya rasa kepercayaan
sehingga kreditur yakin bahwa kredit yang diberikan benarbenar aman.
Di dalam jual beli kredit memiliki rukun dan syarat yang
sama seperti pada jual beli biasanya, yaitu14
a. Akad
Yaitu ikatan kata antara penjual dan pembeli
ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual
beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul
dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.
87
14
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, Persada, 2005), h. 70
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h. 20
13
9
(keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan
dan tulisan.
b. Orang-orang yang berakad
Adanya 2 pihak yaitu bai‟ (penjual) dan mustari
(pembeli).
Ma „kud alaih (objek akad) / benda-benda yang
diperjual belikan. Ma „kud alaih adalah barangbarang
yang
bermanfaat
menurut
pandangan
15
syara‟
c. Ada harga yang disepakati kedua belah pihak yang
pembayarannya ditangguhkan.16
Kredit juga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan
daya guna uang maksudnya jika uang hanya
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu
yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang
tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan
barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. untuk meningkatkan daya guna barang
kredit yang diberikan oleh bank akan dapat
digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang
yang
tidak
berguna
menjadi
berguna
atau
bermanfaat.
3. Meningkatkan peredaran barang
Kredit
dapat
pula
menambah
atau
memperlancar arus barang dari satu wilayah ke
Nizarudin, “Fiqih Mu‟amalah” (Yogyakarta: Idea Sejahtera, 2013), h. 91-92
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2010). H. 111 sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor:
“Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro:
Stain Jurai Siwo Metro,2014), h.20
15
16
10
wilayah lainnya sehingga jumlah barang yang
beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan
jumlah barang yang beredar.
4. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan
sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya
kredit yang diberikan akan menambah jumlah
barang yang diperlukan oleh masyarakat. 17
D. Berakhirnya Akad Kredit
Suatu akad kredit akan berakhir apabila telah lunas cicilan kreditnya
atau terjadi kecacatan dalam kredit tersebut. Seperti yang disebutkan oleh
Mariawan Darus Badrulzaman, “apabila terjadi cavt pada kesepakatan maka
perjanjian dapat dibatalkan (pasal 1321 KUHP Perdata)”.18 Kredit merupakan
salah satu perjanjian jual beli yang ditangguhkan. Tentunya memiliki poinpoin kesepakatan yang harus dijalankan masing-masing pihak.19
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan…, h. 89-90
Muchadarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2000), h. 211 sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh
Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai
Siwo Metro,2014), h. 21
19
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih…, H. 111 sebagaimana dikutip oleh Dita
Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu
Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h. 22
17
18
11
DAFTAR PUSTAKA
Andri Ridwansyah Bahar Putra, Disertasi Doktor: “Transaksi Jual Beli Kendaraan
Melalui Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad Murabahah” (Makassar: Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013)
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: (2014) “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” Metro: Stain Jurai Siwo Metro
Hukum Kredit Dalam Pandangan Ekonomi Islam, Jual Beli Kredit, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jualbeli-kredit.html?m=1
Sopian Hadi, “Muqaramah Fi Al-Mu‟amalah (Jual Beli Kredit)” (Institut Agama Islam
Negeri Mataram, Mataram,2015)
Tinjauan Syariat Terhadapad Jual Beli Kredit, diakses pada tanggal 29 Oktober 2016
dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jual-beli-kredit.html?m=1
Kasmir, (2013) “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”Jakarta: Rajawali Pers
Nizarudin, “Fiqih Mu‟amalah” (Yogyakarta: Idea Sejahtera, 2013)
Kasmudi Assidiq dan Ardito Bhinadi, “Berbagai Transaksi Yang Diharamkan dan
Akad-akad Produk Lembaga Keuangan Syariah” (Gresik dan Yogyakarta, 2013)
Nur Fatoni, “Kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit (Studi Pada Tukang Kredit Di Kec.
Cepiring Kabupaten Kendal)” (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang, 2014)
Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta: Rajawali Pers, 2016)
12
Makalah ini di susun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih mu’amalah
Dosen Pengampu Imam Mustofa, M.S.I.
Disusun oleh:
Eva Puspita Mailani
1502100176
Kelas C
S1 PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
2016
JUAL BELI KREDIT
A. Pengertian Jual beli Kredit
Kredit dalam bahasa latin “credere” artinya percaya. Kredit adalah
cara pembayaran dengan mengangsur. Definisi kredit adalah sesuatu yang
dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam
meminjam. Jadi kredit yaitu memberikan benda, jasa, uang, sekarang
dengan pembayaran atau jasa dikemudian hari.1Kredit juga dikenal istilah
bai‟ bit taqshid atau bai‟ bitstsaman „ajil.2
Menurut Suharwadi K. Lubis dalam bukunya Hukum Ekonomi Islam,
“pembelian dengan cara kredit” adalah suatu pembelian yang dilakukan
terhadap sesuatu barang yang pembayaran harga barang tersebut dilakukan
kedua belah pihak.3
Menurut Hasan Alwi dalam bukunya kamus Bahasa Indonesia Edisi
II, mengatakan bahwa kredit adalah cara menjual barang dengan
pembayaran secara tidak tunai.4
Hal ini termasuk dalam jual beli murabahaha yaitu pembiayaan
saling menguntungkan. Dengan konteks ini, harga yang disepakati dalam jual
beli kredit, bisa sama dengan harga pasar, lebih besar atau bahkan lebih
rendah. Namun demikian, yang lebih lazim berlaku adalah harga jual lebih
tinggi dari harga pasar yang sebenarnya. Cara jual ini tidak dilarang dalam
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.
86 sebagaimana dikutip oleh
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h.15
2
Hukum Kredit Dalam Pandangan Ekonomi Islam, Jual Beli Kredit, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jualbeli-kredit.html?m=1
3
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,2000)
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h.16
4
Sopian Hadi, “Muqaramah Fi Al-Mu‟amalah (Jual Beli Kredit)” (Institut Agama Islam
Negeri Mataram, Mataram,2015)
1
2
islam, karena dengan adanya sistem kredit dapat memudahkan seseorang
untuk mendapatkan barang yang diinginkan karena tidak perlu adanya uang
tunai untuk mendapatkannya. 5
Meskipun sistem ini adalah sistem klasik, namun terbukti hingga kini
masih menjadi trik yang sangat jitu untuk menjaring pasar, bahkan sistem ini
terus menerus dikembangkan dengan berbagai modifikasi. 6
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai jual beli kredit.
Persoalan hukum yang diperselisihkan mengerucut pada kekhawatiran akan
munculnya riba dalam jual beli kredit.7
Ulama
dari empat
mazhab,
Syafi‟iyah,
Hanafiyah,
Malikiyah,
Hanbaliyah,Zaid bin ali dan mayoritas ulama juga membolehkan jual beli
dengan sistem ini, baik harga yang menjadi objek transaksi sama dengan
harga cash maupun lebih tinggi. Namun demikian mereka mensyarakatkan
kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara penjual dan pembeli
bahwa jual beli itu memang dengan sistem kredit. Dalam transaksi semacam
ini biasanya si penjual menyebutkan dua harga, yaitu harga cash dan harga
kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli cash atau kredit. Memang ada
kemiripan antara riba dan tambahan harga dalam sistem jual beli kredit.
Namun, adanya penambahan harga dalam jual beli kredit adalah sebagai
ganti penundaan pembayaran barang. Ada perbedaan yang mendasar
antara jual beli kredit dengan riba. Allah menghalalkan jual beli termasuk jual
beli kredit karena adanya kebutuhan.8
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h. 16
6
Tinjauan Syariat Terhadapad Jual Beli Kredit, diakses pada tanggal 29 Oktober
2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jual-beli-kredit.html?m=1
7
Ibnu Rusyd, Bidayatul Muflaihid, Darul Fikr, Beirut, T.Th., h. 94 sebagaimana
dikutip oleh Nur Fatoni, “Kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit (Studi Pada Tukang
Kredit Di Kec. Cepiring Kabupaten Kendal)” (Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2014), h. 5
8
Baca Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatu…, V/147. Sebagaimana
dikutip oleh Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta: Rajawali Pers,
2016), h. 49
5
3
B. Dasar Hukum Jual Beli Kredit
Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang di bolehkan dalam islam,
baik disebutkan dalam Al-Quran dan al-Hadist.9
1. Al-Quran
Merupakan kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada
Nabi Muhamad SAW dengan perantara malaikat jibril untuk
mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan
umat manusia pada umumnya.
2. Hadits
Adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad
SAW, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan,
perbuatan yang pernah dilakukan pada masa hidupnya ataupun
segala hal yang dibiarkan berlaku.10
Jumhur ulama yang memperbolehkan jual beli kredit berhujjah
dengan ayat, hadis dan kaidah fiqihiyah :
1. Firman allah dalam surat al-baqarah aya 275, yang berbunyi :
“Padahal allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
Keumuman ayat ini menunjukkan dihalalkannya jual beli, baik
dilakukan dengan dua harga cash dan kredit maupun jual beli
hanya dengan harga cash.
2. Firman allah dalam surat al-Nisa ayat 29, yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
9
Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV penerbit Diponegoro, 2008), h. 47
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h.18
10
M. Arifin Hamid,Hukum Islam Persepektif Keindonesiaan. Op.cit. hlm. 141-142
sebagaimana dikutip oleh Andri Ridwansyah Bahar Putra, Disertasi Doktor:
“Transaksi Jual Beli Kendaraan Melalui Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad
Murabahah” (Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013),
h. 18
4
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara
kamu.”
Menurut jumhur, diantara sistem pembayaran dalam jual beli
adalah dengan sistem kredit. Jual beli dengan kredit merupakan
bagian dari cara untuk mendapatkan keuntungan. Kredit
merupakan bagian dari jual beli dan bukan bagian dari riba.
3. Firman allah dalam surat al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”.
Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo
atau waktu ditentukan dan jumlah pembayaran telah ditentukan
sesuai kesepakatan.
4. Hadist riwayat Aisyah ra, yang berbunyi :
“Dari Aisyah ra. Berkata “Burairah menebus dirinya dari majikan
dengan membayar Sembilan awaq setiap tahun, dan ini
merupakan pembayaran secara kredit”.
Hal
ini
tidak
diingkari
oleh
Nabi,
bahkan
beliau
menyetujuinnya. Tidak ada perbedaan, apakah harga sama
dengan harga kontan atau ditambah karena adanya tempo
pembayaran.
5. Hadis riwayat Abdullah bin Amr :
“Dari Abdullah Ibnu bin Amr Ibnu al-Ash Radliyallaahu „anhuma
bahwa Rasulullah Shallaahu „alaihi wa Sallan menyuruhnya untuk
menyiapkan pasukan tentara, tetapi unta-unta telah habis. Lalu
beliau menyuruhnya agar mengutang dari unta zakat. Ia berkata:
aku mengutang seekor unta akan dibayar dengan dua ekor unta
zakat.”
Hadis
ini
dengan
jelas
menunjukkan
diperbolehkan
menambah harga karena pembayaran yang ditunda (kredit).
5
6. Ulama yang memperbolehkan jual beli dengan sistem kredit juga
berhujjah dengan kaidah :
“Pada dasarnya hukum mu‟amalah adalah halal, kecuali ada dalil
yang melarangnya”
Tidak ada dalil yang melarang jual beli dengan sistem kredit,
berdasarkan kaidah diatas, maka berarti jual beli semacam ini
halal. Hal ini dikembalikan ke hukum dasar mu‟amalah, yaitu
halal. Transaksi semacam ini juga berbeda dengan riba nasi‟ah,
karena jual beli kredit pertambahan harga sebagai ganti atas
barang yang dijual dan tempo yang diberikan. Sementara dalam
riba nasi‟ah pertambahan uang hanya sebagai ganti atau
penundaan pembayaran utang.
7. Argumen lain yaitu dengan menggunakan mafhum muwafaqah ,
dari hadist :
“Dari Ibnu „abbas ra. Beliau berkata : ketika Nabi Shallahu „alaihi
wa sallam tiba dikota Madinah, sedangkan penduduk Madinah
telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun
dan tiga tahun, maka beliau bersabda, „Barangsiapa yang
memesan sesuatu maka hendaknya ia memesan dalam jumlah
takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) dan dalam
timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), serta
hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak)
pula.”
Logika yang dapat diambil dari hadis diatas yaitu dengan
mafhum muwafaqah. Hadis di atas menjadi dalil diperbolehkan
jual beli salam, jual beli dimana sang pembeli melunasi terlebih
dahulu harga barang, sementara barang masih dalam proses
pembuatan atau pemesannan (inden) dan akan diserahkan
sesuai dengan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Apabila membayar lunas terlebih dahulu dan penyerahan barang
dikemudian waktu diperbolehkan, berarti apabila yang terjadi
6
sebaliknya juga boleh, yaitu penyerahan barang terlebih dahulu,
kemudian pembayaran harga dikemudian waktu, baik harga
sama dengan harga cash maupun bertambah karena seiring
dengan berjalannya waktu.
Terlebih jual beli kredit harus memenuhi berbagai persyaratan
yang telah ditetapkan ulama. Persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut
1. Jual beli secara kredit jangan sampai mengarah keriba.
2. Penjual merupakan pemilik sempurna barang yang dijual.
Tidak diperbolehkan seseorang menjual barang yang bukan
miliknya, atau barang masih dalam penguasaan pihak lain.
Larangan
Ini berdasarkan hadis berikut ini :
“Dari Hakim bin Hizam, “beliau berkata kepada Rasulullah,
‟wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang
tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku,
barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan
barang
tertentu
yang
dia
inginkan
bertransaksi dengan orang
tersebut?,
dipasar
setelah
kemudian,
Nabi
bersabda, „janganlah engkau menjual barang yang belum kau
miliki.”
Konsekuensi dari adanya syarat diatas, maka sebuah
lembaga
pembiayaan
tidak
diperbolehkan
membuat
kesepakatan jual beli secara kredit dengan konsumen,
selama barang yang menjadi objek jual beli belum berada
dibawah kepemilikkan lembaga tersebut. Hal ini sama saja
menjual barang yang bukan hak miliknya.
3. Barang diserahkan kepada pembeli oleh sang penjual.
4. Hendaknya
barang
dan
harga
memungkinkan terjadinya riba nasi‟ah.
7
bukan
jenis
yang
5. Harga dalam jual beli kredit merupakan utang (tidak dibayar
kontan).
6. Barang yang diperjual belikan secara kredit diserahkan
secara langsung.
7. Waktu pembayaran jelas, sesuai dengan kesepakatan,
berapa kali angsuran, berapa pembayaran tiap angsuran dan
sampai kapan pembayaran berakhir harus jelas yang tidak
boleh dingkari oleh suatu pihak.
8. Hendaknya pembayaran dilakukan secara angsur, tidak boleh
dibayarkan secara langsung. Namun demikian, dalam kitab
al- Muntaqa min fatawa al-fauzan diperbolehkan membayar
sekaligus dalam jual beli kredit.11
9. Seseorang dilarang menjual barang yang tidak ada pada
dirinya.12
C. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit
yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benarbenar diterima kembali di masa tertentu di masa datang.
2. Kesepakatan
Sulaiman binTurki, Bai‟ al-Taqsith wa Ahkamuhu‟ (Saudi Arabia: Dar Isbiliya) II/351
sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), 55-58
12
Kasmudi Assidiq dan Ardito Bhinadi, “Berbagai Transaksi Yang Diharamkan dan
Akad-akad Produk Lembaga Keuangan Syariah” (Gresik dan Yogyakarta, 2013), h.
24
11
8
Di samping unsur percaya di dalam kredit juga
mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit
dengan si penerima kredit.
3. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian
kredit yang telah disepakati.
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu risiko tidak tertagihan/macet pemberian
kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya
demikian pula sebaliknya. 13
Adanya unsur-unsur kredit yang diuraikan diatas
sangat penting dalam melakun suatu transaksi kredit, karena
unsur-unsur tersebut untuk meyakinkan antara si pemberi
kredit dan penerima kredit, karena adanya rasa kepercayaan
sehingga kreditur yakin bahwa kredit yang diberikan benarbenar aman.
Di dalam jual beli kredit memiliki rukun dan syarat yang
sama seperti pada jual beli biasanya, yaitu14
a. Akad
Yaitu ikatan kata antara penjual dan pembeli
ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual
beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul
dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.
87
14
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, Persada, 2005), h. 70
sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli
Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo
Metro,2014), h. 20
13
9
(keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan
dan tulisan.
b. Orang-orang yang berakad
Adanya 2 pihak yaitu bai‟ (penjual) dan mustari
(pembeli).
Ma „kud alaih (objek akad) / benda-benda yang
diperjual belikan. Ma „kud alaih adalah barangbarang
yang
bermanfaat
menurut
pandangan
15
syara‟
c. Ada harga yang disepakati kedua belah pihak yang
pembayarannya ditangguhkan.16
Kredit juga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan
daya guna uang maksudnya jika uang hanya
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu
yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang
tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan
barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. untuk meningkatkan daya guna barang
kredit yang diberikan oleh bank akan dapat
digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang
yang
tidak
berguna
menjadi
berguna
atau
bermanfaat.
3. Meningkatkan peredaran barang
Kredit
dapat
pula
menambah
atau
memperlancar arus barang dari satu wilayah ke
Nizarudin, “Fiqih Mu‟amalah” (Yogyakarta: Idea Sejahtera, 2013), h. 91-92
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2010). H. 111 sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor:
“Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro:
Stain Jurai Siwo Metro,2014), h.20
15
16
10
wilayah lainnya sehingga jumlah barang yang
beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan
jumlah barang yang beredar.
4. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan
sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya
kredit yang diberikan akan menambah jumlah
barang yang diperlukan oleh masyarakat. 17
D. Berakhirnya Akad Kredit
Suatu akad kredit akan berakhir apabila telah lunas cicilan kreditnya
atau terjadi kecacatan dalam kredit tersebut. Seperti yang disebutkan oleh
Mariawan Darus Badrulzaman, “apabila terjadi cavt pada kesepakatan maka
perjanjian dapat dibatalkan (pasal 1321 KUHP Perdata)”.18 Kredit merupakan
salah satu perjanjian jual beli yang ditangguhkan. Tentunya memiliki poinpoin kesepakatan yang harus dijalankan masing-masing pihak.19
Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan…, h. 89-90
Muchadarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2000), h. 211 sebagaimana dikutip oleh Dita Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh
Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai
Siwo Metro,2014), h. 21
19
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih…, H. 111 sebagaimana dikutip oleh Dita
Septiyani, Disertasi Doctor: “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola Konsumtif Ibu
Rumah Tangga” (Metro: Stain Jurai Siwo Metro,2014), h. 22
17
18
11
DAFTAR PUSTAKA
Andri Ridwansyah Bahar Putra, Disertasi Doktor: “Transaksi Jual Beli Kendaraan
Melalui Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad Murabahah” (Makassar: Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013)
Dita Septiyani, Disertasi Doctor: (2014) “Pengaruh Jual Beli Kredit Terhadap Pola
Konsumtif Ibu Rumah Tangga” Metro: Stain Jurai Siwo Metro
Hukum Kredit Dalam Pandangan Ekonomi Islam, Jual Beli Kredit, diakses pada
tanggal 29 Oktober 2016 dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jualbeli-kredit.html?m=1
Sopian Hadi, “Muqaramah Fi Al-Mu‟amalah (Jual Beli Kredit)” (Institut Agama Islam
Negeri Mataram, Mataram,2015)
Tinjauan Syariat Terhadapad Jual Beli Kredit, diakses pada tanggal 29 Oktober 2016
dari http://yandera.blogspot.co.id/2015/12/makalah-jual-beli-kredit.html?m=1
Kasmir, (2013) “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”Jakarta: Rajawali Pers
Nizarudin, “Fiqih Mu‟amalah” (Yogyakarta: Idea Sejahtera, 2013)
Kasmudi Assidiq dan Ardito Bhinadi, “Berbagai Transaksi Yang Diharamkan dan
Akad-akad Produk Lembaga Keuangan Syariah” (Gresik dan Yogyakarta, 2013)
Nur Fatoni, “Kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit (Studi Pada Tukang Kredit Di Kec.
Cepiring Kabupaten Kendal)” (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang, 2014)
Imam Mustofa,” Fiqih Mu‟amalah Kontemporer” (Jakarta: Rajawali Pers, 2016)
12