Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Penelitian dan pengembangan atau Research and Devlopment (R&D) model pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika Sekolah Dasar (SD), maka teori yang dapat dikaji yaitu: a) hakikat matematika, b) variabel pengembangan: model pembelajaran problem solving, multimedia interaktif, Android, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving, c) model pengembangan 4D atau Four D Models, dan d) variabel dampak: hasil belajar matematika.

2.1.1 Hakikat Matematika

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno mathema, yang berarti pengkajian. Matematika adalah ilmu yang mengkaji tentang bentuk atau struktur bersifat abstrak yang memerlukan konsep. Melalui pemikiran logis, struktur dan konsep dapat saling terkait. Bermula dari struktur dan konsep yang tidak terdefinisikan, kemudian berkembang hingga dapat mendefinisikannya menjadi suatu unsur, lalu unsur tersebut diyakini kebenarannya tanpa menuntut bukti atau biasa disebut aksioma, hingga akhirnya kebenaran dari unsur tersebut dapat dibuktikan sebagai theorema (A. Ismunamto, 2011: 15-17). Jadi, secara umum matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan penalaran.

John A. Van de Walle dalam bukunya yang berjudul Elementary and Middle School Mathematics Sixth Edition yang diterjemahkan oleh Suyono, merumuskan bahwa matematika merupakan ilmu tentang pola dan urutan yang logis. Dimana ilmu ini dipandang bertentangan terhadap pandangan popular masyarakat yang memandang matematika John A. Van de Walle dalam bukunya yang berjudul Elementary and Middle School Mathematics Sixth Edition yang diterjemahkan oleh Suyono, merumuskan bahwa matematika merupakan ilmu tentang pola dan urutan yang logis. Dimana ilmu ini dipandang bertentangan terhadap pandangan popular masyarakat yang memandang matematika

Berdasarkan beberapa ahli, menurut Reys yang dikutip oleh A. Imunanto mengartikan bahwa matematika adalah telaah tentang suatu pola hubungan, suatu pola pikir, suatu bahasa, suatu seni, dan merupakan sebuah alat (2011: 6). Kline di dalam bukunya mengatakan bahwa matematika bukan suatu pengetahuan tersendiri melainkan dapat sempurna jika dapat membantu manusia untuk dapat memahami persoalan social, ekonomi, dan alam (A. Ismunamto, 2011: 3). Menurut Suhendri (2011: 32), matematika merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, bangun, hubungan antarkonsep, dan logika dengan penggunaan simbol atau bahasa lambang dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari. Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika berkaitan dengan ilmu pasti yang menggunakan logika berdasarkan urutan tertentu dengan pola yang saling berhubungan satu dengan lainnya sehingga berguna untuk kehidupan sehari-hari.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD

Kompetensi Dasar (KD) merupakan suatu kompetensi atau standar minimal yang dapat diobservasi dan dapat diukur untuk kemudian harus tercapai atau dikuasai oleh peserta didik. KD menjadi acuan dalam tujuan yang akan dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran. Maka dari itu, KD yang akan dicapai harus ditetapkan. KD lazimnya masih abstrak, maka perlu dijabarkan kedalam sejumlah indikator Kompetensi Dasar (KD) merupakan suatu kompetensi atau standar minimal yang dapat diobservasi dan dapat diukur untuk kemudian harus tercapai atau dikuasai oleh peserta didik. KD menjadi acuan dalam tujuan yang akan dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran. Maka dari itu, KD yang akan dicapai harus ditetapkan. KD lazimnya masih abstrak, maka perlu dijabarkan kedalam sejumlah indikator

KD dalam pembelajaran matematika di SD salah satunya yaitu menekankan pada kemampuan peserta didik dalam melakukan dan menggunakan operasi hitung untuk pemecahan masalah matematika. Dokumen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013, KD Matematika untuk SD Kelas 4 yang berkaitan dengan materi dan sub materi pecahan adalah sebagai berikut:

3.1 Menjelaskan pecahan-pecahan senilai dengan gambar

dan model konkret

4.1 Mengidentifikasi pecahan-pecahan senilai dengan

gambar dan model konkret

2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di SD dapat berkembang pesat baik masa lalu, masa sekarang, dan untuk kemungkinannya masa depan untuk membelajarakan peserta didik dalam hal materi dan kegunaannya. Peserta didik dapat diberi kesempatan untuk belajar dengan cara yang mereka senangi. Guru dapat mengajarkan matematika dengan upaya bahwa peserta didik dapat memahami materi yang sedang dipelajari dan memahami kegunaannya dengan baik.

Pembelajaran matematika SD idealnya menggunakan model yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengekspresikan diri secara bebas sehingga mampu membuat peserta didik merasa senang terhadap aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran tersebut hendaknya didesain agar peserta didik berperan aktif secara langsung mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui kegiatan pembelajaran.

2.1.1.4 Penilaian Matematika di SD

Penilaian matematika yang digunakan di SD bukan hanya sekedar menilai peserta didik saja melainkan harus dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas belajar peserta didik itu sendiri. Tujuan dilakukannya penilaian yaitu agar peserta didik tidak bergantung kepada peserta didik yang lain dan/atau lingkungan sekitar dalam memperoleh hasil belajar yang baik. Guru melakukan penilaian kepada peserta didik secara terus-menerus dengan menggunakan berbagai teknik yang dapat mendukung proses pembelajaran.

2.1.2 Model Pembelajaran

2.1.2.1 Pengertian

Model pembelajaran ialah suatu pola atau perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran di kelas (Darmadi, 2017: 42). Model pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran yang akan digunakan

pembelajaran, tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran (Trianto, 2010: 51). Model pembelajaran merupakan pola pilihan, dimana guru dapat mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman, 2017: 244). Jadi, model pembelajaran adalah pola perancanaan dalam pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru yang memuat tujuan pembelajaran, tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran.

Karakteristik model pembelajaran menurut Rusman (2017: 244-245) yaitu:

1. Memiliki dasar teori belajar dan teori pendidikan dari

2. Memiliki tujuan.

3. Memiliki bagian: urutan langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip reaksi, ada system social, dan ada system pendukung.

4. Memiliki dampak sebagai akibat terapannya, yaitu: hasil belajar yang dapat diukur dan hasil belajar jangka panjang.

5. Dapat dijadikan pedoman pembelajaran sehingga dapat dipersiapkan sebelum pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran menurut Suyanto dan Asep Jihad,

(2013: 137) memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki prosedur sistematis

Model pembelajaran bukan sekedar gabungan fakta yang tersusun sembarangan, namun model pembelajaran memiliki prosedur atau langkah-langkah sistematis agar perilaku peserta didik dapat dimodifikasi dengan asumsi tertentu.

2. Hasil belajar dirumuskan secara khusus Model pembelajaran harus memiliki tujuan khusus agar dapat dicapai peserta didik. Pencapaian dilaksanakan melalui rincian-rincian kegiatan peserta didik sehingga dapat diamati.

3. Penetapan lingkungan secara khusus Model pembelajaran secara spesifik menetapkan keadaan lingkungan yang secara spesifik agar peserta didik dapat belajar dengan kondusif.

4. Ukuran keberhasilan

Model pembelajaran biasanya terdapat kriteria keberhasilan dari kegiatan peserta didik sehingga dapat tergambar hasil belajar peserta didik dengan jelas

5. Interaksi dengan lingkungan

Model pembelajaran terdapat cara yang menetap sehingga peserta didik dapat melakukan berbagai interaksi dengan lingkungan-lingkungan belajarnya.

2.1.2.3 Fungsi

Menurut Chauhan yang dikutip oleh Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137-138), fungsi model pembelajaran yaitu:

1. Sebagai pedoman

Sebagai pedoman, model pembelajaran harus dapat menjelaskan apa yang dapat dilaksanakan oleh guru di dalam kelas sehingga kegiatan mengajar menjadi suatu yang terencana dan memiliki tujuan tertentu.

2. Sebagai pengembangan kurikulum

dapat membantu mengembangkan kurikulum yang sedang berlangsung dalam lingkup kelas, sehingga model pembelajaran juga dapat dilaksanakan di kelas yang berbeda dalam pendidikan.

Model

pembelajaran

3. Sebagai penempatan bahan pembelajaran Model pembelajaran secara rinci menetapkan bahan pembelajaran dalam bentuk-bentuk berbeda sehingga guru dapat membantu mengubah kepribadian peserta didik yang lebih baik lagi.

4. Sebagai perbaikan pembelajaran

sebagai perbaikan pembelajaran dapat membantu proses-proses dalam pembelajaran sehingga meningkatkan keefektifan pembelajaran tersebut.

Model

pembelajaran

2.1.3 Model Pembelajaran Problem Solving

2.1.3.1 Pengertian

Istilah problem solving jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam bahasa Indonesia juga dapat memiliki makna ganda, yaitu proses memcahkan masalah dan hasil dari upaya memecahkan masalah atau solusi (solution). Secara umum, istilah pemecahan masalah dapat diartikan sebagai bentuk proses untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada atau sedang terjadi (Bambang Suteng Sulasmono, 2012: 162).

Menurut Winastwan Gora & Sunarto (2010: 94), model pembelajaran problem solving yaitu suatu model memecahkan masalah yang memberikan struktur untuk mendukung peserta didik belajar secara logis menuju ke arah solusi atau cara penyelesaian masalah (seperti: melalui diskusi, observasi, klasifikasi, pengukuran, penarika kesimpulan, dan pembuktian hipotesis). Bey dan Asriani menjelaskan bahwa problem solving merupakan pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatih peserta didik memecahkan permasalahan matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah-langkah pemecahan masalah yang ada (2013: 226).

Menurut Krulik & Rudnick yang dikutip oleh Tri Wijayanti dan Sugiman menyatakan bahwa “problem solving is the means by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy the demands of an unfamiliar situation” (2013: 217). Menurut Hanlie Murray, Alwyn Oliver, dan Piet Human yang dikutip oleh Miftahul Huda, problem solving merupakan salah satu dasar teori yang menganggap masalah sebagai isu utama dalam Menurut Krulik & Rudnick yang dikutip oleh Tri Wijayanti dan Sugiman menyatakan bahwa “problem solving is the means by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to satisfy the demands of an unfamiliar situation” (2013: 217). Menurut Hanlie Murray, Alwyn Oliver, dan Piet Human yang dikutip oleh Miftahul Huda, problem solving merupakan salah satu dasar teori yang menganggap masalah sebagai isu utama dalam

2.1.3.2 Tujuan

Masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang rutin dan belum ditemukan secara pasti cara penyelesainnya. Tujuan problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaiaan dari masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran. Menurut Pujiriyanto, pembelajaran problem solving juga mendorong peserta didik dapat bergerak melalui pengetahuan yang terbatas terhadap suatu masalah melalui kolaborasi sebaya, riset, dan konsultasi ahli sehingga pengetahuan peserta didik berkembang dan mengetahui posisi masalah yang dihadapi (2012: 125). Model pembelajaran problem solving dilaksanakan dengan tujuan memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian oleh peserta didik dapat dilakukan pemecahan masalahnya sehingga dapat menambah keterampilan dalam mencapai materi pembelajaran (Darmadi, 2017: 118).

2.1.3.3 Sintaks

Bey dan Asriani (2013: 226) menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran problem solving yaitu:

1. Memahami masalah

2. Perencanaan penyelesaian masalah

3. Melaksanakan perencanaan

4. Melihat kembali penyelesaian.

Six step problem solving process 1) Identify and select the problem, 2) Analyze the problem, 3) Generate potential solution, 4) Select and plan the solution, 5) Implement the solution, and 6) Evaluate the solution (www.cls.utk.edu). Jika diterjemahkan secara bebas, model pembelajaran problem solving memiliki enam langkah yaitu: 1) Identifikasi dan pilih masalah, 2) Analisis masalahnya, 3) Kerucutkan potensi dan solusi, 4) Pilih dan rencanakan solusinya, 5) Terapkan solusi, dan 6) Evaluasi solusi.

Langkah-langkah pembelajaran problem solving dapat disarikan sebagai berikut (Darmadi, 2017: 235):

1. Adanya masalah yang dipandang penting.

2. Merumuskan masalah.

3. Menganalis hipotesis.

4. Mengumpulkan data.

5. Menganalisis data.

6. Mengambil keputusan.

7. Mengaplikasikan kesimpulan yang diperoleh.

8. Menilai kembali seluruh proses pemecahan masalah. Menurut Deb Russel yang dikutip oleh Miftahul Huda

(2014: 274-275) sintaks dari pembelajaran problem solving meliputi:

1. Clues

a. Membaca masalah dengan sangat hati-hati.

b. Menggarisbawahi isyarat yang menjadi masalah.

c. Meminta peserta didik menemukan masalah.

d. Meminta peserta didik merencanakan kegiatan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah.

e. Meminta peserta didik menemukan fakta-fakta yang mendasari masalah.

2. Game plan

a. Membuat

rencana

permainan untuk

menyelesaikan masalah.

b. Meminta peserta didik menyesuaikan permainan tersebut dengan masalah yang disajikan.

c. Meminta peserta didik mengidentifikasi kegiatan yang dilaksanakan.

d. Meminta peserta didik menjelaskan strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

e. Meminta peserta didik mengujicoba strategi yang digunakannya.

f. Apabila strategi yang dipakai tidak bekrja efektif, peserta didik boleh memikirkan ulang strateginya.

3. Solve

a. Meminta peserta didik menggunakan strategi- strateginya dalam menyelesaikan masalah.

4. Reflect

a. Meminta peserta didik melihat kembali strategi yang digunakan.

b. Meminta peserta didik mendiskusikan tentang kemungkinan menggunakan strategi tersebut di masa yang akan datang.

c. Memeriksa apakah strategi yang dipakai peserta didik dapat menjawab masalah yang diajukan.

d. Memastikan bahwa strategi tersebut aplikatif dan dapat menjadi solusi untuk masalah yang sama.

Menurut Lefudin (2014: 235-236) tahapan-tahapan pembelajaran problem solving seperti Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Tahapan-tahapan Pembelajaran Problem Solving

Tahapan

Kegiatan Guru

Tahap 1:

Guru menjelaskan tujuan

Orientasi peserta didik

pembelajaran, menjelaskan

kepada masalah

berbagai perangkat yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik agar terlibat dalam kegiatan pemeblajaran.

Tahap 2:

Guru membantu peserta didik Mengorganisasi peserta mendefinisikan dan mengorgani- didik untuk belajar

sasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah

Tahap 3:

Guru mendorong peserta didik

Membimbing peserta

untuk dapat mengumpulkan

didik

informasi, melaksanakan uji coba agar mendapatkan penjelasan dalam memecahkan masalah.

Tahap 4:

Guru membantu peserta didik

Mengembangkan dan

merencanakan dan menyiapkan menyajikan hasil karya strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah.

Tahap 5:

Guru membantu peserta didik

Menganalisis dan

melakukan refleksi atau evaluasi

mengevaluasi proses

terhadap proses yang dilakukan

peserta didik. Sementara itu, penulis lebih memilih sintaks pembelajaran problem solving yang dikutip dari

pemecahan masalah

Analyze the problem, 3) Generate potential solution, 4) Select and plan the solution, 5) Implement the solution, and 6) Evaluate the solution. Alasannya, karena kompleksitas langkah-langkah yang digunakan sehingga penulis dapat mengandalkan prosedur perspektif yang sudah ada untuk pemechan masalah matematika SD.

2.1.3.4 Kelebihan

Kelebihan pembelajaran problem solving menurut Nur Hamiyah dan Mohammad Jauhar (2014: 130-131), yaitu:

1. Meningkatkan potensi intelektual dari dalam diri peserta didik.

2. Meningkatkan motivasi interenal dalam diri peserta didik.

3. Materi yang telah dipelajari dapat bertahan lebih lama.

4. Peserta didik dapat mengungkapkan pendapatnya sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri.

5. Peserta didik dapat lebih menghargai orang lain.

6. Peserta didik mengembangkan rasa bertanggungjawab.

7. Peserta didik dapat diajak berpikir secara rasional dan bersifat aktif dan kreatif.

8. Peserta didik dapat mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

9. Peserta didik dapat menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

10. Peserta didik dapat memecahkan masalah yang

dihadapi secara realistis.

11. Melihat kemampuan peserta didik yang beragam dalam

mendesain suatu permasalahan.

2.1.3.5 Kekurangan

Kekurangan pembelajaran problem solving menurut

1. Bagi peserta didik yang kurang memahami, maka model pembelajaran ini dapat menghilangkan semangat belajarnya.

2. Bila guru tidak berhati-hati dalam memilih soal pemecahan maslah atau tidak memahami konsep yang terkandung dalam soal-soal tersebut, fungsinya menjadi latihan.

3. Apabila guru tidak melihat kualitas pendapat yang disampaikan peserta didik, maka penguasaan materi kadang sering diabaikan.

4. Model pembelajaran dapat menyulitkan peserta didik yang malu mengutarakan pendapatnya secara lisan.

5. Memakan waktu lama.

2.1.4 Multimedia Interaktif

2.1.4.1 Pengertian

Multimedia interaktif mengandung dua unsur kata yaitu “multimedia” dan “interaktif”. Dimana kata multimedia berasal dari kata multi dan media. Bahasa Latin, “multi” yaitu nouns yang berarti beragam atau banyak dan “media” yaitu medium berarti sarana atau alat yang berfungsi sebagai penyampai pesan atau informasi dan komunikasi (Munir, 2012: 2). Sedangkan kata “interaktif” berarti interaksi dua arah atau lebih antara pengguna media dengan media itu sendiri (Dwi Maryani, 2014: 19).

Kemudian keduanya digabungkan hingga membentuk frasa baru yaitu multimedia interaktif. Menurut Reddi & Mishra yang dikutip oleh Munir menerangkan bahwa multimedia interaktif merupakan pengintegrasian dari beberapa media (audio, video, grafik, teks, animasi) yang menjadi satu kesatuan sehingga menghasilkan manfaat lebih Kemudian keduanya digabungkan hingga membentuk frasa baru yaitu multimedia interaktif. Menurut Reddi & Mishra yang dikutip oleh Munir menerangkan bahwa multimedia interaktif merupakan pengintegrasian dari beberapa media (audio, video, grafik, teks, animasi) yang menjadi satu kesatuan sehingga menghasilkan manfaat lebih

2.1.4.2 Karakteristik

Menurut Munir (2012: 135-136), karakteristik multimedia interaktif dalam pembelajaran diantaranya adalah:

1. Mempunyai lebih dari satu unsur, misalnya menggabungkan antara unsur audio dan unsur visual.

2. Bersifat interaktif, artinya memiliki kemampuan untuk mengakomodasi dalam merespon pengguna (user).

3. Bersifat mandiri, artinya memberi kemudahan dan member kelengkapan isi sehingga pengguna (user) bisa menggunakannya tanpa bimbingan dari orang lain. Menurut Rudi Susilana & Cepi Riyana (2009: 127-130)

karakteristik multimedia interaktif yaitu:

1. Self instructional.

Media yang dikembangkan harus memenuhi karakter-karakter berikut ini:

a. terdapat tujuan yang jelas

b. materi spesifik

c. terdapat ilustrasi yang mendukung pembelajaran

d. terdapat soal-soal atau latihan soal, tugas, dan sejenisnya yang dapat mengukur penguasaan peserta didik

e. materi kontekstual terkait dengan lingkungan peserta didik

f. bahasa sederhana dan komunikatif

g. terdapat rangkuman

h. terdapat penilaian h. terdapat penilaian

instrumen yang digunakan dapat menetapkan kegiatan belajar selanjutnya

j.

tersedia informasi tentang rujukan atau referensi dan pengayaan yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

2. Self contained.

Seluruh materi yang disajikan dari satu kompetensi atau subkompetensi dapat dipelajari secara utuh. Tujuannya adalah memberi kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi secara tuntas. Jika terdapat sajian pemisahan materi maka harus dilakukan dengan hati-hati dan tetap memperhatikan kompetensi atau subkompetensi yang dipilih.

3. Stand alone (berdiri sendiri).

Media yang ditampilkan tidak tergantung dengan bahan ajar yang lainnya. Jika masih bergantung pada bahan ajar yang lain berarti media tersebut belum bisa dikategorikan sebagai media yang dapat berdiri sendiri.

4. Adaptif.

Dikatakan adaptif, pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tersebut dapat menyesuaikan dengan TIK serta fleksibel digunakan di berbagai tempat. Materi yang disajikan dapat digunakan dalam kurun waktu tertentu.

5. User friendly.

Sajian dalam media hendaknya memenuhi kaidah bersahabat/akrab kepada pengguna (user). Tiap-tiap instruksi dan sajian informasi yang ditampilkan dapat membantu pengguna (user) dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan. Penggunaan bahasa yang Sajian dalam media hendaknya memenuhi kaidah bersahabat/akrab kepada pengguna (user). Tiap-tiap instruksi dan sajian informasi yang ditampilkan dapat membantu pengguna (user) dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan. Penggunaan bahasa yang

6. Representasi isi.

Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tidak hanya sekedar memindahkan materi dari buku atau modul pembelajaran, tetapi dapat diseleksi yang benar-benar representatif untuk disajkan dalam multimedia interaktif berbasis smartphone. Peserta didik tidak hanya membaca teks saja melainkan peserta didik dapat melihat animasi tentang proses yang menyerupai objek nyata sehingga mempermudah pemahaman dengan biaya yang relatif lebih rendah.

7. Visualisasi dengan multimedia.

Media dikemas didalamnya terdapat video, animasi, suara, teks, dan gambar sesuai materi.

8. Menggunakan variasi menarik dan kualitas resolusi tinggi.

Memperbanyak image dan objek sesuai dengan materi untuk meningkatkan ketertarikan peserta didik sehingga tidak membuat jenuh dan bahkan bisa menjadi menyenangkan. Penggunaan banyak warna untuk peserta didik tingkat SD cenderung lebih diminati karena sesuai dengan tingkat perkembangannya.

9. Dapat diterapkan dalam tipe-tipe pembelajaran yang variatif.

Terdapat 4 tipe pembelajaran yang dapat diterapkan

pula pada

pembelajaran dengan

menggunakan smartphone yaitu:

a. tipe pembelajaran tutorial

b. tipe pembelajaran simulasi b. tipe pembelajaran simulasi

10. Memberikan respon terhadap pembelajaran dan memberikan penguatan terhadap peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif dapat memberi respon kepada peserta didik pada saat pengoperasian. Setiap respon dimungkinkan untuk memberikan penguatan secara otomatis terhadap jawaban benar dan jawaban salah dari peserta didik. Penguatan diberikan untuk memberikan motivasi kepada peserta didik sehingga dapat tertarik kepada penggunaan media.

11. Dapat digunakan secara individual maupun klasikal. Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif tidak hanya digunakan peserta didik secara individual dalam setting sekolah tetapi juga di rumah. Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif secara klasikal maksimal 50 peserta didik di dalam ruang kelas dan dapat pula dipandu oleh guru pengajar.

2.1.4.3 Langkah Penyusunan

Munir (2012: 181-183) dalam menyusun, mengadakan, atau membuat sendiri multimedia interaktif (multimedia by design) perlu melakukan langkah-langkah berikut:

1. Mempelajari kurikulum yang berlaku. Kemampuan dan kompetensi yang harus dicapai dapat dilihat dalam kurikulum yang berlaku, agar 1. Mempelajari kurikulum yang berlaku. Kemampuan dan kompetensi yang harus dicapai dapat dilihat dalam kurikulum yang berlaku, agar

2. Menganalisis kurikulum.

Perlu menganalisis kurikulum untuk mengetahui hubungan antara kemampuan atau kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dengan kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam multimedia interaktif nantinya.

3. Menentukan alat dan bahan dalam penyusunan dan penggunaan multimedia interaktif.

Alat dan bahan perlu dicek kelengkapannya dari segi jenis, jumlah, dan fungsinya. Alat dan bahan tersebut sebaiknya mudah didapatkan tanpa memberatkan peserta didik sebagai pengguna (user).

4. Merancang multimedia interaktif sesuai kebutuhan. Membuat pola dasar agar dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi), aktivitas, kreativitas, dan minat peserta didik sebagai pengguna (user) sehingga dapat diketahui apakah multimedia interaktif tersebut untuk individu atau kelompok.

5. Membuat multimedia interaktif.

Multimedia interaktif dibuat dengan cara mengaplikasikan pola dasar yang sudah dirancang ke dalam perangkat atau software pembuatan multimedia interaktif.

6. Penggunaan dan pengadaan multimedia. Pengadaan dilakukan untuk disebarluaskan dan digunakan oleh pengguna (user). Namun, pembuat dan pendidik (guru) dapat mencoba terlebih dahulu multimedia interkatif untuk mengetahui apakah sudah 6. Penggunaan dan pengadaan multimedia. Pengadaan dilakukan untuk disebarluaskan dan digunakan oleh pengguna (user). Namun, pembuat dan pendidik (guru) dapat mencoba terlebih dahulu multimedia interkatif untuk mengetahui apakah sudah

7. Memberikan bimbingan dan pengawasan. Pendidik dapat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap pengguna (user) agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidik juga perlu memperhatikan keamanan peserta didik sebagai pengguna (user) selama multimedia interaktif digunakan pada saat pembelajaran berlangsung.

8. Memelihara dan merawat multimedia interaktif. Memelihara dan merawat multimedia interaktif selama dan sesudah digunakan serta menyimpannya pada tempat yang telah ditentukan. Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2009: 132-

138) prosedur pengembangan multimedia interaktif yaitu:

1. Pembuatan Garis Besar Program Media (GBPM) GPBM adalah kegiatan melakukan identifikasi terhadap program yang akan dikembangkan. Identifikasi berupa penentuan judul, sasaran, tujuan, dan materipokok yang akan dimasukkan dalam multimedia interaktif.

2. Pembuatan flowchart

Flowchart merupakan suatu alur dari program yang dikembangkan dimulai dari bagian pembuka (start), bagian isi, dan sampai pada keluar program (ext/quit). Skenario multimedia interaktif tergambar jelas pada flowchart yang akan dikembangkan

3. Pembuatan storyboard

Storyboard merupakan suatu uraian berisi visual dan audio yang dapat menjelaskani masing-masing alur Storyboard merupakan suatu uraian berisi visual dan audio yang dapat menjelaskani masing-masing alur

4. Pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan Pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam mengembangkan multimedia interaktif yaitu berupa teks, gambar/grafik, audio, video, dan animasi (gambar bergerak).

5. Pemrograman

Prosedur ini dilaksanakan dengan seluruh perangkaian bahan-bahan yang telah terkumpul sesuai dengan naskah dan berakhir dengan dihasilkannya sebuah produk multimedia interaktif.

6. Finishing

Prosedur ini dilaksanakan untuk review dan uji keterbacaan program sesuai dengan target multimedia interaktif yang diharapkan berupa uji coba sempit dan uji coba luas. Pengemasan menjadi akhir dari prosedur finishing.

2.1.4.4 Komponen

Ada lima komponen dalam multimedia interaktif yaitu: teks, grafik, audio, video, dan animasi (Munir, 2012: 130). Menurut Koderi Rukimin (2015: 6-7) terdapat beberapa komponen multimedia interaktif yaitu:

1. Teks

Teks merupakan suatu simbol yang berguna sebagai bentuk penjelasan dari bahasa lisan. Teks memiliki macam dan bentuk (seperti: Times New Roman, Arial, Calibri), warna, dan ukuran.

2. Audio

Audio merupakan suatu komponen yang dapat berupa suara. Audio dapat ditangkap oleh indera pendengaran. Contoh audio ialah: sound effect, narasi, back sound.

3. Video

Video merupakan perpaduan antara komponen gambar dengan komponen suara. Video dapat diperindah dengan memberikan efek pada video tersebut.

4. Image

Image jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia memiliki arti gambar. Image dapat berupa foto.

5. Animasi

Animasi merupakan suatu komponen yang dapat menunjukkan beberapa atau serangkaian dari gambar yang ditampilkan secara cepat dan berturut-turut, sehingga gambar tersebut dapat bergerak. Animasi terdapat dua jenis, yaitu animasi dua dimensi, dan animasi tiga dimensi.

6. Interaktivitas

Interaktivitas merupakan rancangan dari suatu program multimedia. Interaktivitas terbagi dalam dua macam struktur, yaitu struktur linear dan struktur nonlinier. Struktur linear hanya dapat menyediakan terhadap satu pilihan situasi saja, sedangkan struktur nonlinear dapat menyediakan berbagai macam pilihan situasi.

2.1.4.5 Keistimewaan

Kemampuan multimedia interaktif dalam pembelajaran menurut Munir (2012: 136) mempunyai beberapa kemampuan yang tidak dimiliki oleh media lain, diantaranya:

1. Multimedia menyediakan proses interaktif dan dapat memberi kemudahan serta umpan balik.

2. Multimedia dapat memberi kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan topik proses pembelajaran.

3. Multimedia dapat memberi kemudahan dalam mengontrol secara sistematis pada proses pembelajaran. Menurut Munir (2012: 136), keunggulan multimedia

interaktif dalam proses pengembangannya perlu mengingat bahwa media ini terdapat:

1. Daya coba tinggi dan latihan.

2. Menumbuhkan kreatifitas peserta didik.

3. Visualisasi informasi/proses yang bersifat abstrak (tidak kasat mata). Kelebihan menggunakan multimedia interaktif dalam

pembelajaran menurut Munir (2012: 132-133) diantaranya:

1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif.

2. Pendidik dituntut untuk selalu berpikir kreatif dan inovatif dalam mencari terobosan pada pembelajaran.

3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran.

4. Menumbuhkan motivasi peserta didik selama proses pembelajaran hingga didapatkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

5. Mampu menvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional.

6. Melatih peserta didik lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

2.1.5 Android

2.1.5.1 Pengertian

Menurut wikipedia berbahasa Indonesia yang dikutip oleh Rahadi (2014: 662), Android merupakan suatu sistem operasi berbasis Linux yang dirancang untuk keperluan perangkat seluler layar sentuh (touchscreen) seperti smartphone atau tablet. Menurut Wicak Hidayat & Sudarma S. Android adalah sistem operasi untuk perangkat mobile yang bersifat open source dan dikembangkan berdasarkan kernel Linux. Android mulanya dikembangkan oleh Android Inc., namun sekarang pengembangannya dipimpin oleh Google mulai tahun 2005 (2011: 192).

Menurut Sholecul Aziz (2012: 5), Android adalah sistem operasi untuk smartphone layar sentuh seperti iOS iPhone dan OS Blackberry. Menurut Yuliandi Kusuma, Android dikenal dengan sistem berlambang robot hijau (2011: 9). Android merupakan sistem yang siap pakai untuk keperluan sehari-hari menyesuaikan aktivitas pengguna dengan mudah tanpa perlu mengutak-atik (Yuliandi Kusuma, 2011: 12). Jadi, Android merupakan sistem operasi pada smartphone yang siap dipakai oleh penggunanya.

2.1.5.2 Fitur

Menurut Sholecul Aziz (2012: 11), fitur yang tersedia pada Android adalah sebagai berikut:

1. Kerangka aplikasi: memungkinkan penggunaan dan

2. Dalvik mesin virtual: dioptimalkan untuk perangkat mobile.

3. Grafik: grafik 2D dan 3D berdasarkan pustaka OpenGL.

4. SQLite: sebagai penyimpanan data.

5. Mendukung media: audio, video, format gambar (seperti: MPEG4, H.264, MP3, AAC, AMR, JPG, PNG, GIF).

6. GSM, Bluetooth, EDGE, 3G, dan Wifi (hardware dependent).

7. Kamera, Global Positioning System (GPS), kompas, dan accelerometer (tergantung hardware).

2.1.5.3 Kelebihan

Menurut Sholecul Aziz (2012: 13), kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Android adalah:

1. Sistem operasi yang sangat baik, cepat, kuat, serta memiliki antarmuka pengguna intuitif yang dikemas dengan pilihan-pilihan dan fleksibelitas.

2. Bersifat terbuka: open source yang menjadikan penggunanya bebas melakukan apapun perihal aplikasinya dan bisa dikembangkan oleh siapa saja.

3. Akses mudah: dengan Google Android App Market, pengguna dapat mengunduh berbagai aplikasi dengan gratis.

4. Sistem operasi yang merakyat, artinya Android memiliki banyak produsen.

5. Fasilitas penuh Universal Serial Bus (USB): pengguna dapat mengganti baterai, mass storage, diskdrive, dan USB tathering.

6. Mudah dalam hal notifikasi: memberitahukan adanya 6. Mudah dalam hal notifikasi: memberitahukan adanya

7. Mendukung semua layanan Google.

2.1.5.4 Kekurangan

Menurut Sholecul Aziz (2012: 14), Android juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya:

1. Memerlukan koneksi internet yang aktif, agar siap pakai untuk online sesuai dengan kebutuhan.

2. Terkadang pihak perusahaan lambat mengeluarkan versi resmi.

3. Android Market kurang mengontrol sehingga seringkali terdapat malware.

4. Sebagai penyedia layanan langsung, terkadang sebagai pengguna sulit terhubung dengan pihak Google.

5. Terdapat iklan sehingga terkadang secara tampilan dapat mengganggu kinerja aplikasi yang sedang dijalankan.

6. Install Read Only Memory (ROM) modifikasi: kadang sebagai pengguna mendapati ROM tidak resmi, maksudnya versi yang telah rilis tidak sesuai dengan spesifikasi smartphone yang dimiliki akhirnya sebagai pengguna yang dilakukan ialah memodifikasi. Jadi, ada banyak Custom ROM (yaitu sebuah image dari sistem operasi yang sudah dikustomisasi sedemikian rupa oleh developer pihak ketiga) yang bisa dipilih dan dipakai sehingga tidak membahayakan perangkat pengguna.

2.1.6 Model Pembelajaran MITRA berbasis Problem Solving

Model pembelajaran MITRA (Multimedia Interaktif Android) berbasis problem solving adalah model pembelajaran yang berisi pemecahan terhadap suatu masalah melalui multimedia interkatif dengan pemanfaatan TIK berupa smartphone sistem operasi Android. Pelajaran ini mencakup proses dengan menggunakan contoh program dengan masalah atau masalah yang dibelajarkan kepada peserta didik. Peserta didik dapat menggunakan proses tersebut untuk mengembangkan solusi.

Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dikembangkan dengan tujuan pendidikan: yaitu agar setiap peserta didik memiliki pemahaman atas proses pemecahan masalah dan dapat menghargai nilai proses pemecahan masalah apa yang dapat peserta didik lakukan untuk dirinya sendiri. Secara kognitif, peserta didik dapat menjelaskan proses pemecahan masalah dengan menunjukkan penggunaan proses pemecahan masalah. Secara afektif, peserta didik dapat menghargai penggunaan proses pemecahan masalah dengan mengevaluasi keefektifannya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat memberikan pengalaman belajar otentik kepada peserta didik sehingga dapat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran matematika SD menggunakan smartphone sistem operasi Android.

Sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang diadobsi dari six step problem solving process (www.cls.utk.edu) dan prosedur pengembangan multimedia interaktif (Rudi Susilana dan Cepi Riyana, 2009: 132-138) dapat dilihat dari melalui Tabel 2.2 berikut.

Pengg Evaluasi Terapkan

Pilih dan

Kerucutkan Analisis

Identifikasi Problem solving

solusi solusinya

rencanakan potensi dan masalahnya

dan pilih

gan Sintaks

Multimedia Interaktif Android (MITRA)

Pembuatan Garis Besar Program Media (GBPM)

MI

Problem Solv

TRA d Ta

Pembuatan flowchart

en

be gan Sintaks M l 2.2

ing

Pembuatan storyboard

Pengumpulan bahanbahan

odel Pembela *

yang dibutuhkan

Pemrograman

* jar

Finishing

an

Tabel 2.2 di atas adalah hasil modifikasi data tabel dari sintaks MITRA dan sintaks problem solving sehingga menghasilkan primary key yang membentuk sintaks baru yaitu sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Sintaks tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi informasi yang tidak relevan atau tidak memadai

masalah, atau untuk mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab dengan menggunakan peraturan yang diberikan oleh guru.

dalam

pemecahan

2. Terapkan MITRA Langkah ini diperlukan untuk memilih solusi berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk pemecahan masalah, yaitu dengan menerapkan MITRA.

3. Evaluasi MITRA Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk mengidentifikasi kembali masalah yang dapat dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan. Tahap-tahap implementasi model pembelajaran MITRA

berbasis problem solving dapat dilihat pada Tabel 2.3 yaitu: Tabel 2.3

Implementasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem Solving Tahapan

Kegiatan Peserta Didik Tahap 1:

Kegiatan Guru

1. Siap secara fisik dan Identifikasi

1. Menyiapkan fisik

psikis Masalah

dan psikis peserta

didik

Tahapan

Kegiatan Guru

Kegiatan Peserta Didik

2. Memotivasi

2. Termotivasi untuk

peserta didik agar

terlibat dalam

terlibat dalam

3. Menerima informasi

informasi yang

yang tidak relevan atau

tidak relevan atau

tidak memadai atau

tidak memadai

menjawab pertanyaan

atau memberikan

dengan menggunakan

pertanyaan dengan

peraturan tertentu

menggunakan peraturan tertentu

4. Menentukan

4. Mengikuti prosedur

5. Menjelaskan tujuan

5. Memahami tujuan

pembelajaran

pembelajaran

6. Menyiapkan materi

6. Menerima materi

pokok pembelajaran Tahap 2:

pokok pembelajaran

7. Melihat representasi Terapkan

7. Menyajikan

visual atau tugas yang MITRA

representasi visual

atau tugas yang

akan dikerjakan

diberikan

8. Menjelaskan konsep

8. Mengakses MITRA

atau keterampilan baru pada MITRA

Kegiatan Peserta Didik Tahap 3:

Tahapan

Kegiatan Guru

9. Mengungkapkan Evaluasi

9. Mendorong peserta

perasaan secara bebas MITRA

didik

mengungkapkan perasaannya

10. Menerima dan

10. Menerima umpan balik

mengapresiasi

atas perasaan yang

perasaan peserta

telah diungkapkan

peserta didik

kembali masalah yang

merencanakan

dapat dipecahkan

rangkaian proses pengambilan

keputusan

12. Menjelaskan

12. Memahami keputusan

keputusan yang

yang akan diambil

akan diambil

Kelebihan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving adalah:

1. Bersifat menyenangkan dan interaktif dapat merangsang peserta didik untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

2. Memecahkan topik yang sulit sampai pada potongan informasi yang dapat diatur.

3. Membantu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap berbagai topik pemecahan masalah.

4. Peserta didik dapat belajar mempraktikkan berbagai keterampilan.

5. Dikembangkan sesuai dengan kurikulum nasional yang berlaku

6. Menggabungkan warna-warni dan pendekatan visual untuk belajar dengan konten sederhana namun informatif sehingga memberikan pengalaman belajar peserta didik yang sangat efektif.

7. Memuat evauasi teori yang dapat membantu peserta didik reflek berpikir cepat, mengontrol emosi, tidak melakukan kecurangan (supportive), dan kreatif dalam mengatur strategi yang berpengaruh terhadap perilaku peserta didik.

8. Membantu peserta didik terbuka dengan pengalaman- pengalaman baru.

9. Membantu peserta didik mengembangkan tujuan pembelajaran.

10. Meningkatkan harga diri peserta didik dalam memahami dirinya secara utuh.

2.1.7 Model Pengembangan

Model-model pengembangan biasanya digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan atau (R&D). Model penegmbangan diperlukan karena adanya prosedur atau langkah-langkah dalam pengerjaannya. Jenis model-model pengembangan yaitu: model ADDIE, model ASSURE, model Hannafin and Peck, model Gagne and Briggs, model Dick and Carry, model Borg and Gall, dan model 4D atau Four D Models (Kukuh Andri Aka, 2013). Model pengembangan yang akan digunakan oleh penulis adalah model 4D atau Four D Models.

Menurut Bito (2009: 56), Four D Models memiliki tahapan yakni: pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan (develop). Tahap penyebaran (disseminate) tidak dilakukan karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan

1. Tahap pendefinisian (define) Tahap pendefinisian dilaksanakan dengan cara analisis konsep dan analisis tugas yang semula paralel kemudian diubah menjadi berurutan yaitu dari analisis konsep ke analisis tugas. Kondisi ini dilakukan karena dalam pelajaran utamanya matematika, materinya dapat terstruktur sehingga urutan tugas- tugas akan bergantung pada urutan konsep yang ada.

2. Tahap perancangan (design) Istilah analisis konsep diubah dengan analisis materi yang memiliki cakupan lebih luas dari konsep.

3. Tahap pengembangan (develop) Pada tahapan pengembangan dilakukan uji keterbacaan dan audio-visual. Hal tersebut dilakukan karena yang dikembangkan adalah media berbasis video, sehingga uji komponen video diperlukan untuk mengetahui apakah peserta didik tertarik dan memahami isi video tersebut. Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 179-183) model 4D ini

terdapat empat tahap utama yang terdiri atas:

1. Define (Pendefinisian) Tahap pendefinisian (define) adalah tahapan yang berguna untuk mendefinisikan, menjabarkan, dan menentukan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam proses pembelajaran dan mengumpulkan

berkaitan dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran. Tahap ini dilakukan untuk mendefinisikan syarat-syarat pengembangan sebagai analisis kebutuhan. Ada 5 kegiatan analisis kebutuhan yaitu:

informasi-informasi

a. Front and analysis: guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada pembelajaran. Fakta-fakta dimunculkan dan akan menjadi alternatif a. Front and analysis: guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada pembelajaran. Fakta-fakta dimunculkan dan akan menjadi alternatif

b. Learner analysis: guru mempelajari karakteristik peserta didik yang dimilikinya. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan mempertimbangkan ciri-ciri, kemampuan, dan pengalaman peserta didik baik karakteristik dalam usia, akademik, dan motivasi peserta didik terhadap mata pelajaran.

c. Task analysis: guru menganalisis tugas pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Analisis tugas dilaksanakan guna mengetahui tugas-tugas utama peserta didik yang mengacu pada KD dan materi yang akan disajikan dalam pengembangan.

d. Concept analysis: guru menganalisis konsep yang akan diajarkan kepada peserta didik dan menyusun langkah- langkah yang akan dilakukan secara rasional. Analisis konsep dilaksanakan guna mengetahui konten atau isi materi yang relevan dalam pengembangan

e. Specifying instructional objectives: guru menulis tujuan pembelajaran dan apa saja perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional (KKO). Selain itu, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau

materi pembelajaran (seperti: modul, buku, LKS), tahap pendefinisian dapat dilakukan dengan cara:

a. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan kompetensi yang ingin dicapai pada kurikulum yang berlaku. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan bahwa tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan kompetensi yang ingin dicapai pada kurikulum yang berlaku. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan bahwa tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum

Analisis karakter peserta didik dilakukan karena semua proses pembelajaran harus disesuaikan dapat dengan karakteristik peserta didik itu sendiri dianaranya: karakteristik fisik, motivasi belajar, kemampuan akademik individu, kemampuan bekerja secara kelompok, latar belakang ekonomi dan sosial, serta pengalaman belajar. Terkait dengan pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran, karakteristik peserta didik perlu diketahui yakni untuk proses penyusunannya agar sesuai dengan kemampuan akademiknya.

c. Analisis materi

Analisis materi dilakukan yakni dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis

d. Merumuskan tujuan

Sebelum menulis atau membuat bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak diajarkkan dan dicapai perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula.

2. Design (Perancangan) Tahap perancangan (design) adalah tahapan yang dilakukan setelah mendapatkan definisi-definisi dan analisis berbagai permasalahan yang ada. Tahap ini juga bertujuan untuk merancang pengembangan yang meliputi:

a. Menyusun kriteria tes, sebagai bentuk tindakan yang pertama yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik serta sebagai alat evaluasi setelah a. Menyusun kriteria tes, sebagai bentuk tindakan yang pertama yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik serta sebagai alat evaluasi setelah

c. Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang digunakan. Apabila guru menggunakan media audio visual pada saat pembelajaran, maka peserta didik diminta untuk melihat dan mengapresiasi tayangan media audio visual tersebut.

d. Mensimulasikan penyajian materi dengan media beserta langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang. Saat simulasi pembelajaran berlangsung maka ada penilaian dari teman sejawat Tahap perancangan ini, penulis sudah dapat membuat

produk awal (prototype) atau rancangan produk seperti kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi atau dapat juga berisi kegiatan untuk menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, dan alat evaluasi). Baru setelah itu mensimulasikan penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut ke dalam lingkup kecil. Langkah berikutnya yaitu memvalidasi rancangan produk tersebut yang dapat dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan dari hasil validasi tersebut, maka dimungkinkan rancangan produk tersebut masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.

3. Development (Pengembangan) Terdapat 2 kegiatan yakni: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal adalah teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan sebuah produk. Kegiatan ini dilaksanakanlah sebuah evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan oleh ahli tersebut digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan 3. Development (Pengembangan) Terdapat 2 kegiatan yakni: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal adalah teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan sebuah produk. Kegiatan ini dilaksanakanlah sebuah evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan oleh ahli tersebut digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan

Selanjutnya, dalam konteks pengembangan bahan ajar atau materi pembelajaran tahap pengembangan dapat dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan produk tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakannya. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga produk benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Cara mengetahui efektivitas produk bahan ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, yaitu melalui kegiatan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil dari buku ajar atau materi pembelajaran yang dikembangkan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

0 1 103

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Semester I Tahun

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori. 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Think Pair Share (TPS) dan Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Kumpulrejo 03 Salatiga Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Mitra Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD

0 0 8