Hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo

HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA GURU DAN KARYAWAN SMA NEGERI 1 SUKOHARJO SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH : BERTY DENNY HERMAWATI G0006057 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan Andropause dengan Depresi pada Guru dan

Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo

Berty Denny Hermawati, G0006057, Tahun 2010 Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari.................., Tanggal..............

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Endang GIE Sahir, M.Sc, A.And Dr. Nining Sri Wuryaningsih, dr., Sp. PK

NIP : 195001071979032001 NIP : 194602211976092001

Penguji I Penguji II

Dra. Fitriyah drg. Suhanantyo, M.Si. Med

NIP : 195206241980032002 NIP : 19510606198611001

Tim Skripsi

Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si.

NIP : 196804291999031001

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta,

Berty Denny Hermawati NIM. G0006057

I. Teknik Analisis Data ……………………………………………….

34 BAB IV : HASIL PENELITIAN ………………………………………………... 36

BAB V : PEMBAHASAN ……………………………………………………… 40 BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….. 46

A. Simpulan …………………………………………………………… 46

B. Saran ……………………………………………………………….. 46 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 47

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Skor dan Derajat Depresi ...........................................................

16 Tabel 2. Distribusi Umur Penderita Andropause yang Diteliti ………………….

26 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan

1 Sukoharjo ………………………………………………………...

SMA

Negeri

27

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Data Primer Hasil Penelitian Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program OpenEpi, Version 2, open source calculator—TwobyTwo Lampiran 4. Perhitungan Statistik Lampiran 5. Tabel chi square Lampiran 6. Surat ijin Penelitian dan Pengambilan Data

Lampiran 7. Surat Keterangan Ethical Clearance

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan

Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1

Sukoharjo” yang merupakan persyaratan guna menyelesaikan program studi S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Terlaksananya skripsi ini berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2. Dra. Endang GIE Sahir, M.Sc, A.And selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta saran hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Nining Sri Wuryaningsih, dr., Sp. PK selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan dan bimbingan demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Dra. Fitriyah selaku Penguji Utama yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Drg. Suhanantyo, Msi. Med selaku Anggota Penguji yang telah memberikan masukan-masukan.

6. Sri Wahyono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi.

7. Bapak, ibu, serta kakak tercinta yang tidak pernah berhenti membantu serta mendukung penulis.

8. Darmadi Joko Sumarah yang selalu menyalakan semangat bagi penulis serta banyak memberikan uluran tangan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data.

10. Teman-teman PBL D5 : Udin, Bheta, Cyntia, Devi, Sandra, Wulan, Nurcah, Danus, Ryan, dan Reza atas persahabatan, semangat, kerjasama, keceriaan, serta kenangan yang tak terhapus waktu.

11. Teman –teman angkatan 2006, adik serta kakak tingkat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan skripsi ini. Semoga amal baik dari berbagai pihak tersebut mendapat balasan setimpal

dari Allah SWT.Amin. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap adanya saran dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat terutama dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan aplikasinya dalam masyarakat luas.

Surakarta,

ABSTRAK

Hubungan Andropause dengan Depresi Pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo

Berty Denny Hermawati * ) , Endang GIE Sahir * , Nining Sri

Wuryaningsih* ) , Fitriyah* , Suhanantyo*

Dalam memasuki usia tua, pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda, dan keluhan mirip wanita menopause. Pada pria, sindroma ini sering disebut sebagai andropause. Akan terjadi berbagai manifestasi yang berkaitan dengan andropause ini, salah satunya adalah depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional dan subjek penelitian sejumlah 36 orang guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan alat penelitian berupa kuesioner.

2 Hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan X hitung = 6,959 sedangkan X 2 tabel = 3, 841 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil analisis data

menggunakan program OpenEpi Version 2 didapatkan OR = 12,7 ; P = 0,016.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara andropause dan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

Kata kunci : andropause - depresi

* ) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

The Relation between Andropause and Depression On Teachers and Staff at SMA

Negeri 1 Sukoharjo

Berty Denny Hermawati * ) , Endang Gie Sahir *), Nining Sri Wuryaningsih *),

Fitriyah *), Suhanantyo *)

In entering old age, men often experience various symptoms, signs, and similar complaints of menopausal women. In men, the syndrome is often referred to andropause. There will be a variety of manifestations associated with andropause, one of that is depression. This study aims to determine the relationship between andropause and depression on teachers and staff at SMA Negeri 1 Sukoharjo.

This research is an analytic observational study with cross sectional approach and research the subject of some 36 teachers and staff SMA Negeri 1 Sukoharjo who meet the criteria of inclusion and exclusion by means of a questionnaire study.

2 Test results using chi-square statistics obtained X 2 = 6.959, while table X = 3, 841 with a significance level α = 0.05. The results of data analysis using OpenEpi

program Version

From this research can be concluded that there is a significant relationship between andropause and depression on teachers and staff at Sekolah Menengah Atas

Negeri

1 Sukoharjo.

Keywords:andropause-depression

*) Medical Faculty of 11 th March University Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penuaan adalah proses fisiologis yang akan dialami oleh seluruh makhluk hidup, jika makhluk itu diberi kesempatan berumur panjang. Terjadinya berbeda dan kecepatan usia mulai proses juga berbeda. Dalam memasuki usia tua, seorang pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda, dan keluhan mirip wanita menopause. Kumpulan gejala, tanda, dan keluhan tersebut umumnya disebut dengan satu kata yaitu sindroma. Sindroma pada pria menua ini sering disebut sebagai sindroma Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM) atau andropause (Wibowo, 2003). Tapi tidak seperti menopause, dimana tanda- tandanya dapat diamati dengan gejala khas berhentinya haid, proses andropause pada pria usia lanjut terjadi penurunan fungsi testis secara perlahan, bertahap, sedikit demi sedikit sehingga terjadi penurunan kadar total testosteron dan perubahan irama sekresi sirkadian testosteron (Soewondo, 2006). Hormon yang turun pada andropause ternyata tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon dehydroepiandrosteron (DHEA), dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS), melantonin, growth hormone, dan insulin like growth factors (IGFs ) (Setiawan, 2007).

Data di negara barat menyebutkan bahwa sindroma andropause ini dialami oleh sekitar 15 % pria umur 40-60 tahun, sebagian lagi telah dialami dan dimulai pada umur sekitar 30 tahun dengan penderita kurang dari 5 %. Data di negara

Indonesia sampai saat ini belum ada, walaupun UNDIP telah melakukan penelitian, tetapi dengan population base study saja (Wibowo, 2003). Menurut laporan Massachussets Male Aging (1991) dan Vermeulen (1992), mulai usia 40 tahun pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 1,2 % per tahun dan setelah mencapai usia 70 tahun pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sebanyak 35 % dari kadar semula (Hidayati, 2006). Cepat atau lambatnya proses andropause dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor genetik, bisa juga disertai sindroma metabolik misalnya darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas, dan kencing manis. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan, polusi, kebisingan, stres, gaya hidup tidak sehat, merokok, pola tidur, dan pola makan tidak seimbang (Isnawati, 2008).

Akan terjadi berbagai manifestasi yang lazim berkaitan dengan andropause yaitu mudah letih, lesu, lemah, kaku pada otot, sendi dan tulang, mengalami osteoporosis, rambut rontok, kulit kering, gairah seksual menurun, bahkan bisa terjadi impotensi, dan masalah sirkulasi darah. Akibat manifestasi tersebut pada seorang pria, akan timbul rasa cemas, kurang percaya diri, sulit tidur, mudah marah, yang berlanjut dengan depresi (Zainal, 2001).

Berkaitan dengan depresi yang dapat timbul sebagai manifestasi dari andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berhubungan dengan gejala depresi disertai gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam Berkaitan dengan depresi yang dapat timbul sebagai manifestasi dari andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berhubungan dengan gejala depresi disertai gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam

Depresi merupakan suatu kelainan jiwa yang bisa dialami siapa saja. Data dari berbagai penelitian epidemiologi psikiatri menunjukkan sekitar 5 % penduduk Indonesia pernah mengalami depresi pada suatu masa tertentu. Dan, sekitar 25 % penduduk Indonesia pernah mengalami depresi semasa hidupnya (Etty, 2001). Sedangkan untuk depresi berat yang merupakan suatu penyakit serius, diderita 5% populasi pria pertahun, serta 17% pria selama kehidupannya. Frekuensi depresi berat meningkat sesuai pertambahan umur dan menjadi lebih sering setelah usia 40 tahun, sebanding dengan penurunan kadar testosteron (Bexton, 2001).

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara andropause dengan depresi.

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Utama

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo, sehingga dapat menjadi dasar dalam pemahaman serta penanganan andropause.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan bukti-bukti empiris tentang hubungan teoritis andropause dengan depresi, sehingga memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan reproduksi pria.

2. Manfaat Aplikatif

Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum, khususnya kaum pria mengenai hubungan andropause dengan depresi, sehingga dapat menjadi masukan dalam usaha pencegahan serta dalam menghadapi andropause untuk mempertahankan kualitas hidup yang sehat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Andropause a. Definisi Andropause

Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, secara harfiah andropause dapat diartikan sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria (Setiawati&Juwono, 2006). Akan tetapi, beberapa ahli masih memperdebatkan digunakannya istilah andropause pada pria karena tidak ada proses fisiologik yang terhenti. Profesor Eberhard Nieschlag, ahli fertilitas dari Universitas Munster, Jerman, adalah salah satu pakar yang menolak penggunaan istilah andropause untuk kaum pria. Nieschlag mengatakan, pada perempuan menopause ditandai berhentinya produksi sel telur yang dapat dilihat dengan gejala khas yaitu berhentinya siklus menstruasi. Sementara pada kaum pria, sepanjang hayatnya hormon testosteron tetap diproduksi meski kadarnya semakin menurun. Sejumlah ahli lebih sepakat untuk menggunakan istilah Partial Androgen Deficiency in Aging Male atau PADAM. Istilah ini dirasa lebih tepat karena menjelaskan bahwa pengurangan kadar testosteron hanya terjadi sebagian, bukan seluruhnya. Tetapi, penurunan kadar testosteron pada pria ini terlanjur dikenal dengan istilah andropause sehingga istilah ini tetap diterima sebagai istilah baku.

Andropause merupakan suatu istilah yang menjelaskan gejala kompleks pada pria menua yang mempunyai kadar testosteron rendah karena penurunan bertahap pada sekresinya (Verma et al., 2006). Andropause ditandai sebagai suatu sindrom dengan perubahan fisik dan intelektual yang berkaitan serta dapat dikoreksi dengan androgen (Djuwantoro, 2006). Beberapa istilah yang digunakan oleh berbagai literatur sebagai sinonim dari andropause yaitu klimakterium pada pria, Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM), Partial Testosterone Deficiency in Aging Male (PTDAM), Partial Androgen

Deficiency in Aging Male (PADAM), adrenopause (deficiency dehydroapiandrosteron/ DHEA dan DHEA Sulphate/ DHEAS), somatopause (deficiency growth hormon/GH dan Insulin like Growth Factor 1/IGF-1, penopause, dan viropause (Wibowo, 2003).

Hormon yang turun pada andropause tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon DHEA (dehydroepiandrosteron), DHEAS (dehydroepiandrosteron sulphate ), melantonin, growth hormone, dan IGFs (insulin like growth factors) (Setiawan, 2007).

Berdasarkan penelitian, diketahui 15 % lelaki berusia 40-60 tahun di negara-negara maju mengalami andropause dan kurang dari 5 % lelaki yang mengalami sindroma ini pada umur sekitar 30 tahun. Sedangkan di Indonesia tidak diketahui dengan pasti berapa jumlahnya (Wibowo, 2003).

b. Fisiologi Andropause

Baik testis maupun kelenjar adrenal menyekresikan beberapa hormon pria yang disebut androgen. Testosteron, andogen yang utama, merupakan hormon yang terbanyak dan yang paling berpengaruh. Produksi testosteron pada pria ini dimediasi oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH) berasal dari hipotalamus yang menstimulasi kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan luteinizing hormone (LH), yang mengaktivasi sel-sel testikular leydig untuk memproduksi testosteron. Jika terjadi peningkatan konsentrasi testosteron, maka mekanisme umpan balik negatif akan menghambat sekresi dari GnRH. GnRH juga menstimulasi pengeluaran dari follicle-stimulating hormone (FSH), yang terikat pada sel-sel sertoli dalam tubulus seminiferus. Hormon FSH ini meningkatkan spermatogenesis. Sekresi testosteron terjadi dalam semburan yang pulsatil (sekitar 6 kali/hari) puncaknya pada pagi hari serta awal malam. Dengan total sekitar 7 mg testosteron disekresikan perhari.

Gambar 1. Mekanism nisme Umpan Balik Testosteron (Cummings, 2001) s, 2001)

Faktor psikologis, ogis, sosial, musim, dan biologis mempengaruhi uhi sekresi dari testosteron. Kada darnya ditingkatkan pada waktu kemenangan gan dalam kompetisi, ketika status tus sosial meningkat, selama pergerakan mata ya yang cepat pada saat tidur, setelah lah aktifitas seksual, sesudah berolahraga, dan an selama musim gugur. Sedangka ngkan kadar testosteron menurun pada saat ke kekalahan, stres fisik dan emosi, pe osi, pecandu alkohol berat, dan selama musim sem semi. Pada umumnya kadar testost osteron kembali normal segera setelah stimulus (Bexton, 2001).

Testosteron berada da dalam tiga bentuk dalam aliran darah. Hanya ya 2% dari hormon ini yang berb berbentuk testosteron bebas. Sekitar satu setenga engah dari

hormone-binding globulin (SHBG). Bioavailabilitas testosteron mengacu pada bentuk ikatan non-SHBG termasuk testosteron bebas dan testosteron yang terikat lemah pada albumin. Bioavailabilitas testosteron ini merupakan fraksi biologis yang aktif. Antara umur 40-70 tahun, kadar testosteron bebas menurun rata-rata 1% per tahun. Penurunan ini semakin diperjelas dengan kenaikan konsentrasi dari SHBG kira-kira 1,2 % per tahun (Bexton, 2001). Penelitian lainnya dengan multiple cross sectional dan longitudinal, menunjukkan produksi testosteron mulai meningkat pesat pada saat pubertas dan setelah umur 40 tahun terdapat penurunan yang lambat pada kadar testosteron plasma yaitu 1-2% pertahun (Verma et al., 2006). Oleh karena jumlah dari testosterone-binding sites pada SHBG meningkat, fraksi hormon yang tidak terikat turun. Sebagai akibat dari penurunan fungsi sel-sel leydig, dan sensitivitas aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, pria yang menua cenderung tidak dapat mengkompensasi penurunan sirkulasi dari testosteron ini. Berdasarkan penelitian ditemukan 7% dari pria usia 40-60 tahun, 20% dari yang berumur 60-80 tahun, dan 35% pria diatas 80 tahun memiliki konsentrasi total testosteron di bawah nilai normal (350 mg/dL) (Bexton, 2001).

Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh, pembentukan organ kelamin pria, penghambat pembentukan organ kelamin wanita, serta penentu perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa (Guyton & Hall, 1997). Oleh sebab itu, akan timbul gejala-gejala andropause dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh, pembentukan organ kelamin pria, penghambat pembentukan organ kelamin wanita, serta penentu perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa (Guyton & Hall, 1997). Oleh sebab itu, akan timbul gejala-gejala andropause dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi

c. Gejala dan Tanda Andropause

Berbeda dengan menopause, andropause memiliki onset yang tersembunyi, progresinya lambat, dan juga gambaran klinisnya tidak sejelas menopause (Verma et al., 2006). Gejala dan tanda yang timbul pada pria andropause bersifat kompleks, meliputi (Kiagus, 2002):

1). Aspek vasomotor Gejolak panas, berkeringat, susah tidur (insomnia), rasa gelisah, dan takut. 2). Aspek fungsi kognitif dan suasana hati Mudah lelah, menurunnya well-being , menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental (intuisi), keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri, dan menurunnya rasa harga diri.

3). Aspek virilitas Menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, kehilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak daerah abdominal, serta osteoporosis.

4). Aspek seksual Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunya volume ejakulasi

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Andropause

1). Faktor Internal Pengaruh internal bisa dari dalam tubuhnya sendiri atau faktor genetik. Terjadi karena adanya perubahan hormonal/organik. Juga bisa karena sudah mengidap penyakit tertentu yang disebut sindroma metabolik seperti darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas atau kencing manis.

2). Faktor Eksternal Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Juga dapat karena faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa menyebabkan stres. Gaya hidup tak sehat juga ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok, suka begadang, dan pola makan yang tak seimbang (Sheilla, 2007 ; Isnawati, 2008).

e. Diagnosis andropause

1). Perubahan Hormonal, dengan pemeriksaan laboratorium mengukur kadar testosteron serum, total testosteron, testosteron bebas, SHBG, DHEA, DHEAs, dll.

2). Perubahan Mental dan Fisik, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, fungsi tubuh, dan pemeriksaan psikologi. 3). Perubahan Tingkah Laku, dikonfirmasi dengan alloanmnesa (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006)

Untuk mempermudah penegakan diagnosa andropause, dalam penelitian ini digunakan daftar pertanyaan mengenai gejala-gejala hipoandrogen yang dikembangkan oleh kelompok studi St. Louis-ADAM dari Canada. ADAM test memuat 10 pertanyaan tentang gejala andropause, ”ya/tidak’ yang dijawab oleh subjek penelitian. Bila menjawab ”ya” untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada

3 jawaban ”ya” selain nomor tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami andropause. Sepuluh daftar pertanyaan ADAM dari program St. Louis ini terbukti mempunyai sensitivitas 88% dan spesifitas 60% serta akan mengenal andropause simptomatik pada sebagian besar kasus (Djuwantoro, 2006). Selain ADAM test, terdapat pula AMS test yang dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006).

2. Depresi

a. Pengertian Depresi

Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan. Depresi sering berakar pada rasa salah yang tak sadar ( Maramis, 2005). Sumber lain mendefinisikan depresi sebagai salah satu terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan psikomotor, pola tidur dan nafsu makan, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock, 1995).

Depresi merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan fungsi otak dan berdampak pada seluruh organ tubuh. Studi epidemiologi menemukan sekitar 16% dari populasi pada umur sekitar 20-an pernah mengalami depresi (Purba, 2006). Depresi ini menempati urutan kedua setelah hipertensi sebagai kondisi kronis yang paling umum dalam praktik kedokteran. Paling sedikit 1 dari 10 pasien rawat jalan menderita depresi berat tetapi kebanyakan kasus tidak disadari atau tidak mendapat perawatan yg adekuat sehingga dapat menyebabkan kehilangan produktivitas, penurunan fungsional tubuh, dan peningkatan kematian (Whooley & Simon, 2000) Depresi merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan fungsi otak dan berdampak pada seluruh organ tubuh. Studi epidemiologi menemukan sekitar 16% dari populasi pada umur sekitar 20-an pernah mengalami depresi (Purba, 2006). Depresi ini menempati urutan kedua setelah hipertensi sebagai kondisi kronis yang paling umum dalam praktik kedokteran. Paling sedikit 1 dari 10 pasien rawat jalan menderita depresi berat tetapi kebanyakan kasus tidak disadari atau tidak mendapat perawatan yg adekuat sehingga dapat menyebabkan kehilangan produktivitas, penurunan fungsional tubuh, dan peningkatan kematian (Whooley & Simon, 2000)

Faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Ketiganya mungkin dapat berinteraksi antara satu dengan yang lain, yaitu:

1). Faktor biologis Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa mood kita diregulasi oleh

neurotransmiter yang mengirimkan impuls saraf dari satu neuron ke neuron lain. Sejumlah zat kimia berfungsi sebagai neurotransmiter di bagian sistem saraf yang berbeda, dan perilaku normal memerlukan keseimbangan yang cermat di antaranya. Dua neurotransmiter yang diyakini memiliki peranan penting dalam gangguan mood adalah norepinefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter itu, yang masuk ke kelas senyawa yang dinamakan amin biogenik, terletak di area otak yang meregulasi perilaku emosional (sistem limbik dan hipotalamus). Suatu hipotesis yang diterima secara luas adalah depresi berkaitan dengan defisiensi salah satu atau kedua neurotransmiter itu.

2). Faktor genetika Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di

dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika jelas melalui mekanisme yang kompleks, bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor nongenetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.

3). Faktor psikososial a). Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan. Beberapa klinisi sangat mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan primer atau utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset dan waktu depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. b). Faktor kepribadian pramorbid.

Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia, apapun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadian tertentu seperti obsesif kompulsif dan histerikal mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya. c). Faktor psikoanalitik dan psikodinamika.

Berikut pendapat beberapa pakar mengenai faktor psikoanalitik dan psikodinamika:

(1). Sigmund Freud Sigmun Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan

objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang berkabung tidak demikian.

(2). Melanie Klein Melanie Klein menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia

mengerti siklus manik depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memiliki objek cinta yang dihancurkan melalui destruksivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka mengalami penyiksaan oleh objek lain yang dibenci.

(3). E. Bibring

E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi

(4). Heinz Kohut Baru-baru ini, Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di

dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan. d). Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness).

Di dalam percobaan di mana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.

e). Teori kognitif Menurut

interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif pengalaman hidup, penilaian negatif, pesimisme,dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.

teori

kognitif,

c. Derajat Depresi (Maslim, 2001) 1). Gejala utama depresi adalah : a). Perasaan (afek) yang depresif. b). Hilangnya minat dan kegembiraan. c). Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.

2). Gejala lainnya adalah : a). Konsentrasi dan perhatian berkurang. b). Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c). Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. e). Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri f). Tidur terganggu g). Nafsu makan berkurang

Berdasarkan gejala tersebut di atas dapat dikatagorikan derajat depresi dengan menggunakan diagnostik sebagai berikut : 1). Depresi ringan a). Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama. b). Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya. c). Tidak ada gejala yang berat di antaranya. d). Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu. e). Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaaan dan kegiatan sosial

yang biasanya dilakukan. 2). Depresi sedang a). Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama. b). Ditambah minimal 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya. c). Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu d). Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga 3). Depresi berat a). Semua gejala utama depresi harus ada. b). Ditambah minimal 4 gejala lainnya, dan beberapa di antaranya

harus berintensitas berat. c). Bila ada gejala penting misalnya agitasi dan retardasi mental yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan gejalanya secara rinci.

d). Episode depresi harus berlangsung minimal 2 minggu, tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat cepat, maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

e). Penderita tidak mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

d. Gejala Depresi (Maramis, 2005) Manusia bereaksi secara holistik, sehingga pada depresi terdapat komponen psikologik dan komponen somatik. Gejala-gejala psikologik yaitu : menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan nafsu bergaul berkurang, tidak dapat mengambil keputusan, lekas lupa, timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Perlu dibedakan antara perasaan yang kadang-kadang timbul bahwa hidup ini tidak ada gunanya, dan pemikiran khusus tentang bunuh diri, serta rancangan bunuh diri yang sering.

Sedangkan gejala-gejala somatik yaitu : penderita kelihatan tidak senang, lelah, tak bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup, terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian), insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi.

e. Epidemiologi (Kaplan dkk, 1997) 1). Jenis Kelamin

Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.

2). Usia Rata-rata onset untuk gangguan depresif berat adalah kira- kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.

3). Ras Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain. 4). Status Perkawinan Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan intrapersonal yang erat atau bercerai atau berpisah

5). Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural Gangguan depresif yang lebih tinggi dari biasanya ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang rendah. Depresi mungkin lebih sering ditemukan di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan.

f. Diagnosa

Pada penelitian ini untuk mendiagnosis depresi dan mengukur derajat depresi menggunakan alat ukur HRS-D (Hamilton Rating Scale for Depression ) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya serta mempunyai Pada penelitian ini untuk mendiagnosis depresi dan mengukur derajat depresi menggunakan alat ukur HRS-D (Hamilton Rating Scale for Depression ) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya serta mempunyai

Untuk perhitungan total dilakukan dengan menjumlah nilai yang diperoleh dari masing-masing item sehingga hasil yang didapatkan sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah Skor dan Derajat Depresi

Nilai

Tingkat Depresi

0-6

Tidak ada

lebih dari 24

Berat

3. Hubungan Andropause dengan Depresi

Andropause merupakan suatu kondisi menurunnya kemampuan fisik, seksual, dan psikologi yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon testosteron dalam plasma darah. Andropause ini dapat menimbulkan beberapa gejala, salah satu diantaranya yaitu depresi dan nervous yang terjadi pada 70% kasus.

Gejala-gejala andropause berhubungan dengan berkurangnya kadar testosteron dalam plasma yang diakibatkan oleh adanya penurunan massa sel leydig, disfungsi testikular (hipogonad primer), disfungsi yang mengontrol homeostasis hipotalamus-hipofisis (hipogonad sekunder), peningkatan protein pengikat hormon seks yaitu Sex Hormone Binding Globulin (SHGB), dan berkurangnya bioavailabilitas testosteron.

Pada pria hipotestosteronemia akan terjadi tekanan jiwa yang secara signifikan berhubungan dengan turunnya konsentrasi bioavailabilitas testosteron pada pria usia lanjut. Beberapa studi longitudinal menunjukkan bahwa pria hipotestosteronemia terdapat gejala-gejala depresi, mudah marah, sedih, nervous dan fatig (Anita&Moeloek, 2002).

Sumber lain juga menyebutkan ada kaitan depresi yang merupakan salah satu gejala dari munculnya andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, perubahan suasana hati, Sumber lain juga menyebutkan ada kaitan depresi yang merupakan salah satu gejala dari munculnya andropause, penelitian yang akhir-akhir ini dipublikasikan menyatakan bahwa kadar testosteron yang rendah berkaitan dengan gejala depresi dan gangguan psikologis lainnya. Beberapa laporan menyatakan efek dari rendahnya kadar testosteron dapat menyebabkan kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, perubahan suasana hati,

Andropause berhubungan langsung dengan depresi, pemeran utama dalam buruknya periode krisis tengah kehidupan (mid-life crisis period) dari kaum adam pada jelang usia 40 atau 50 tahunan. Ada berbagai gejala dan kondisi akibat terganggunya hormon lelaki selama masa transisi tengah kehidupan, mulai dari segi mental yaitu lekas marah sampai ke segi fisik yaitu kehilangan libido, kekurangan energi, dan pertambahan berat badan. Depresi bisa saja terjadi menyertai andropause jika keadaan ini dibiarkan tanpa perawatan. Depresi yang menyertai andropause dapat disebabkan oleh penurunan tingkat testosteron sehingga rendahnya tingkat testosteron dapat menyebabkan banyak gejala depresif (Tailor, 2008).

Depresi berat yang merupakan suatu penyakit serius, mengenai 5% populasi pria pertahun, serta 17% pria selama kehidupannya. Frekuensi depresi berat meningkat sesuai pertambahan umur dan menjadi lebih sering setelah usia 40 tahun, sebanding dengan penurunan kadar testosteron (Bexton, 2001).

Hal yang menjadi pertimbangan penting untuk para psikiater yaitu penelitian akhir-akhir ini menyatakan bahwa pria-pria yang menderita depresi mempunyai tingkat testosteron yang lebih rendah daripada pria tanpa depresi. Bagi beberapa pria, peningkatan level testosteron bebas dapat terbukti Hal yang menjadi pertimbangan penting untuk para psikiater yaitu penelitian akhir-akhir ini menyatakan bahwa pria-pria yang menderita depresi mempunyai tingkat testosteron yang lebih rendah daripada pria tanpa depresi. Bagi beberapa pria, peningkatan level testosteron bebas dapat terbukti

B. Kerangka Pemikiran

Pria 30-60 tahun

Faktor eksternal : Gejala dan keluhan andropause lain :

Faktor internal :

bahan kimia, gaya Berkeringat, penurunan libido,

genetik, kelainan

hidup tidak sehat, dll disfungsi ereksi, fatig, penurunan

testis, dll

konsentrasi dan memori, dll

Penurunan kadar hormon testosteron, DHEA/DHEAS, Melatonin, GH, IGFs

Andropause

kadar testosteron yang rendah

berkaitan dengan gejala depresi dan

gangguan psikologis lainnya

Depresi

Hal yang berhubungan dan hal yang diteliti Gejala dan keluhan andropause lain tetapi tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi :

a. Berstatus telah menikah

b. Berusia 30-60 tahun

c. Bekerja di SMA Negeri 1 Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo

d. Bersedia menjalani penelitian dengan sukarela

2. Kriteria eksklusi

a. Menderita penyakit berat dan kronis

b. Mempunyai riwayat kelainan psikiatri yang disebabkan oleh gangguan organik lain seperti cedera otak dan epilepsi.

D. Teknik Sampling

Data dalam penelitian ini berdasarkan fixed exposure sampling, yaitu skema pencuplikan dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek (Murti, 2006). Jumlah sampel yang diambil adalah 40. Sampel tersebut telah memenuhi syarat pengambilan sampel penelitian yang berjumlah minimal 30 (Murti, 1997).

E. Rancangan Penelitian

Sampel

Data pribadi

L - MMPI

jujur

Tidak jujur

Kuesioner ADAM dan AMS

Andropause Tidak Andropause

Kuesioner Kuesioner

Depresi : Tidak ringan,

Tidak

Depresi sedang,

Depresi

ringan,

sedang,

berat

berat

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

: andropause

2. Variabel tergantung

: depresi

3. Variabel pengganggu

a. Terkendali : Usia, status perkawinan

b. Tak terkendali : Faktor psikis, faktor keturunan

G. Definisi Operasional Variabel

1. Andropause

Andropause merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan berkurangnya hormon testosteron (Anita & Moeloek, 2002). Hormon yang turun pada andropause tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multihormonal yaitu penurunan hormon DHEA (dehydroepiandrosteron), DHEAS (dehydroepiandrosteron sulphate), melantonin, growth hormone, dan IGFs (insulin like growth factors) (Setiawan, 2007). Sehingga muncul beberapa gejala andropause antara lain yaitu depresi dan nervous, keringat, penurunan libido, disfungsi ereksi, fatig, penurunan konsentrasi dan memori, penurunan potensi seks, penuaan dini, perubahan pada pertumbuhan rambut dan kualitas kulit (Anita & Moeloek, 2002).

Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM Test berisi 10 pertanyaan ‘ya/tidak’ yang dijawab oleh subjek penelitian. Bila menjawab ”ya” untuk pertanyaan 1 dan 7 atau ada 3 jawaban ”ya” selain nomor tersebut, maka kemungkinan besar pria tersebut mengalami andropause. (Zitzmann, et al., 2006;

Claupauch, et al., 2008). Selain ADAM test, terdapat pula AMS test yang dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual (Sheilla, 2007 ; Soewondo, 2006). Koresponden digolongkan tidak mengalami andropause jika skor kurang dari 27, sedangkan koresponden digolongkan mengalami andropause jika skor lebih dari atau sama dengan 27. Skala data bersifat nominal.

2. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan. Depresi sering berakar pada rasa salah yang tak sadar ( Maramis, 2005).

Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) adalah skala depresif yang digunakan secara luas. Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaan tidur, dan gejala depresi lainnya (Kaplan dkk, 1997).

Untuk mengetahui adanya depresi, dapat dilakukan uji kuesioner tentang gejala psikis maupun fisik yang akan diukur dalam bentuk interval dengan parameter kuesioner HRS-D dengan skala yang digolongkan menjadi beberapa tingkat :

Jumlah Skor dan Derajat Depresi

Nilai

Tingkat Depresi

0-6

Tidak ada

lebih dari 24

Berat

Koresponden dinyatakan tidak mengalami depresi jika skor tingkat depresi kurang dari 7, sedangkan koresponden dinyatakan mengalami depresi jika skor yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 7. Skala yang didapat adalah skala nominal.

H. Instrumen Penelitian

1. Isian data pribadi Untuk mengetahui identitas responden

2. Kuesioner Lie Minessota Multiphasic Personality Inventory (Skala L- MMPI) Skala kebohongan L-MMPI dimana jika jawaban ”tidak” lebih dari sepuluh atau sama dengan sepuluh maka dinyatakan gugur.

3. Kuesioner ADAM dan AMS Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM Test berisi

10 pertanyaan ‘ya/tidak’ yang dijawab oleh subjek penelitian. Sedangkan AMS test pertanyaannya berjumlah 17 buah dan mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual.

4. Hamilton Rating Scale for depression (HRS-D) Untuk memperoleh variabel derajat depresi digunakan instrumen HRS-D yang telah dibuat dalam bentuk daftar pertanyaan yang telah dibakukan oleh laboratorium jiwa. HRS-D terdiri atas 17 item yang diskala antara 0, 1, 2, 3, 4 kemudian nilai seluruh item dijumlahkan.

I. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan : 1. Uji Statistik

Uji statistik chi square untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan di depan yaitu untuk mengetahui hubungan 2 variabel. Taraf signifikansi yang

dipakai pada penelitian ini α = 0,05 atau dalam tabel interval kepercayaan 95%.

Tabel data yang diperoleh dinyatakan sebagai berikut : Depresi

Tidak Andropause Ya

Ya

a b Tidak

Dengan rumus :

2 X 2 = N (ad-bc)

(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

2. Ukuran Hubungan Menggunakan Odds ratio yang disingkat dengan OR. Odds adalah istilah bahasa Inggris yang artinya kemungkinan suatu peristiwa untuk terjadi dibandingkan peristiwa itu untuk tidak terjadi (Murti, 2006). OR = ad

bc

BAB IV HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada hari Selasa 19 Januari 2010 dan hari Rabu 20 Januari 2010, setelah mendapat ijin untuk mengadakan penelitian dari Kepala SMA Negeri 1 Sukoharjo.

Data diperoleh dengan membagikan kuesioner pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 40 orang. Dari

40 data kuesioner yang terkumpul, terdapat 3 data kuesioner yang tidak sesuai dengan kriteria eksklusi dan terdapat 1 data kuesioner yang tidak memenuhi kriteria tingkat kebohongan yang rendah. Sehingga subjek penelitian yang dipakai sejumlah 36 saja. Didapatkan variabel bebas yaitu andropause dan variabel tergantung yaitu depresi.

Dari hasil penelitian didapatkan 36 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, 30 orang di antaranya mengalami andropause dengan distribusi umur sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi Umur Penderita Andropause yang Diteliti No.

Kelompok Umur ( Tahun)

Dari tabel 2 diatas dapat diketahui distribusi umur guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause. Pada kelompok umur 30 sampai 40 tahun terdapat sebanyak 6 orang (20%) yang menderita andropause. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 tahun sampai 60 tahun terdapat sebanyak 24 orang (80%) yang menderita andropause.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Andropause dengan Depresi pada Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

X P (%)

Depres Ya

Andropaus Ya

Dari tabel 3 terlihat hasil guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause sejumlah 30 orang dan yang tidak mengalami andropause sejumlah 6 orang. Dari 30 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang mengalami andropause, 22 orang (61,11%) mengalami depresi dan 8 orang (22,22%) lainnya tidak mengalami depresi. Dari 6 guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo yang tidak mengalami andropause, terdapat 1 orang (2,78%) dengan depresi dan terdapat 5 orang (13, 89%) yang tidak mengalami depresi.

Data penelitian diuji dengan rumus chi square. Berdasarkan data pada tabel 2 diatas, diperoleh nilai X 2 hitung sebesar 6,959. Dengan menetapkan taraf

signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan (db) = 1, diperoleh nilai X 2 tabel sebesar 3, 841.

2 Sehingga diperoleh nilai X 2 hitung lebih besar X tabel, dengan demikian hipotesis nol (H ₀) yang berbunyi “tidak terdapat hubungan andropause dengan

depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo” ditolak. Dengan kata lain terdapat hubungan andropause dengan depresi pada guru dan karyawan SMA Negeri 1 Sukoharjo.

Dari hasil analisis data menggunakan program OpenEpi, Version 2 didapatkan OR = 12,65 ; P = 0,01608. Hal ini berarti pria dengan andropause memiliki resiko (probabilitas kemungkinan) untuk mengalami depresi 13 kali lebih besar daripada yang tidak andropause dan hubungan secara statistik signifikan ( OR = 12,7 ; P = 0,016).

BAB V PEMBAHASAN