Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Picture and Picture dan Think Pair Share (TPS)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam
Kardi dan Nur dalam Trianto (2010: 136) mengemukakan bahwa IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera.
Menurut H. W. Fowler dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala- gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Adapun Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Trianto (2010: 136) menjelaskan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang mempelajari alam semesta beserta isinya, dan berkembang melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah.
2.1.2 Pentingnya IPA Diajarkan di SD
Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di sekolah dasar. Menurut Samatowa (2011: 4) ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan sebagai berikut. a) Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan.
Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA. Orang tidak menjadi insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas megenai berbagai gejala alam.
b) Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya IPA diajarkan dengan metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikia n ”Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
c) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan sendiri yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.
d) Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasionla dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, dapat diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.
2.1.3 Pembelajaran IPA di SD
Menurut Sanjaya (2006: 101) pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan/kompetensi baru. Ketika seorang guru berpikir informasi dan kompetensi apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai
Pembelajaran menurut Hamalik (2011: 50) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran menurut Komalasari (2011: 3) adalah suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dari beberapa pengertian pembelajaran meurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses penambahan informasi dan kemampuan baru pada seseorang sebagai sebuah strategi yang direncanakan atau didesain dan digunakan oleh guru untuk menyusun sebuah kombinasi meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pembelajaran IPA dalam BNSP (2006: 161) menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Dapat pula dikatakan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto 2010: 141).
Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah berupa konsep, prinsip, dan teori yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah untuk mengembangkan potensi siswa.
Menurut BNSP (2006: 162) tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadan, keinahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya. 2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4)
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5)
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6)
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7)
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut BNSP (2006: 162) ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1)
Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
Berdasarkan penjabaran di atas maka Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang tercantum dalam silabus yang akan digunakan dalam mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD)
10.10.1 berbagai Memahami perubahan Mendeskripsikan lingkungan fisik dan penyebab perubahan lingkungan pengaruhnya terhadap fisik (angin, hujan, cahaya daratan. matahari, gelombang laut, gempa bumi, dan gunung meletus).
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).
2.2 Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2009: 45-46) model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Menurut Arends dalam Suprijono (2009: 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam Pengertian di atas sesuai dengan pemikiran Joyce dalam Trianto (2010: 51) bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various
objectives
”. Maksud kutipan di atas adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Joyce & Weil dalam Rusman (2011: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan- bahan pelajaran dan membimbing pelajaran di kelas atau yang lain.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah rencana atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dan mengarahkan guru untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
2.2.1 Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Suprijono (2009: 43) bahwa model pembelajaran Picture and
Picture adalah salah satu model pembelajaran aktif yang menggunakan gambar
dan dipasangkan atau diurutkan menjadi sistematis, seperti menyusun gambar secara berurutan, menunjukkan gambar, memberi keterangan pada gambar, dan menjelaskan gambar.
Menurut Ahmadi (2011: 58) Picture and Picture adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Picture and Picture ini berbeda dengan media gambar, dimana Picture and
Picture berupa gambar yang belum disusun secara berurutan dan yang
menggunakan adalah siswa, sedangkan media gambar berupa gambar utuh yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dengan adanya penyusunan gambar, guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep materi dan melatih berfikir logis dan sistematis.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model menggunakan gambar sebagai media pembelajarannya dengan cara siswa memasangkan atau mengurutkan gambar menjadi sistematis, seperti menyusun gambar secara berurutan, menunjukkan gambar, memberi keterangan pada gambar, dan menjelaskan gambar.
Model pembelajaran Picture and Picture termasuk model pembelajaran yang modern karena model pembelajaran ini dipopulerkan sekitar tahun 2002 dan memiliki ciri-ciri model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran yang berbeda pada setiap kali proses belajar mengajar maka pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan. Sehingga tidak hanya guru yang aktif di depan kelas, tetapi dengan menggunakan model pembelajaran Picture and Picture siswa juga ikut berpartisipasi di dalam kelas.
2.2.1.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Picture and Picture
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture menurut Istarani (2011: 7) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.
2. Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan.
3. Guru menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan dengan materi).
4. Guru menunjuk siswa secara bergilir untuk mengurutkan atau memasangkan gambar-gambar yang ada.
5. Guru memberikan pertanyaan mengenai alasan siswa dalam menentukan urutan gambar.
6. Dari alasan tersebut guru akan mengembangkan materi dan menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Guru menyampaikan kesimpulan.
Sedangkan menurut Hamdani (2010) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Pada langkah ini guru diharapkan mampu menyampaikan apa yang menjadi kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian siswa mampu mengukur sampai sejauh mana materi yang harus dikuasai. Selain itu guru juga menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi dasar, sehinggasampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai drai sini.
Karena guru dapat memberikan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi sehingga akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjuk atau memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajak siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukkan. Dengan gambar tersebut siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
4. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian untuk memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Dalam langkah ini guru harus melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kurang efektif dan siswa merasa hal itu adalah hukuman. Salah satu caranya yaitu dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang sudah diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk mengurutkan.
5. Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menentukan tuntutan kompetensi dasar dengan indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berjalan situasi yang terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan.
6. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guru mulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam prosesdiskusi dan pembacaan gambar ini, guru harus memberikan penekanan-penekanan dalam hal dicapainya dengan meminta siswa lain untuk mengulangi menuliskan atau bentuk lain, dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dan indikator yang telah ditetapkan.
7. Kesimpulan dan rangkuman Kesimpulan dan rangkuman bersama dengan siswa. Guru membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman.
Dari beberapa pendapat di atas, maka secara keseluruhan dapat disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture sebagai berikut :
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2)
Guru memberikan materi pengantar sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. 3)
Guru menunjukan gambar-gambar berkaitan dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa. 4)
Siswa bergiliran mengambil undian untuk mengurutkan gambar di depan kelas. 5)
Guru mengajukan pertanyaan mengenai alasan siswa mengurutkan gambar. 6)
Setelah mengetahui alasan siswa, guru menanamkan konsep/materi yang akan diajarkan kepada siswa. 7)
Siswa dibantu oleh guru bersama-sama membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.
2.2.1.2 Kelebihan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani dalam Aprudin (2012) kelebihan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut : 1)
Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu. 2)
Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari. 3)
Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa diminta oleh guru untuk menganalisis gambar yang ada. 4)
Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan siswa alasan siswa mengurutkan gambar. 5)
Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamanti langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.
2.2.1.3 Kelemahan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani dalam Aprudin (2012) kelemahan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut : 1)
Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkualitas serta sesuai dengan materi pelajaran. 2)
Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki. 3)
Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran. 4)
Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-gambar yang diinginkan.
2.2.2 Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland tahun 1985 (dalam Salvin). Menurut Lie (2002: 56), Think Pair Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Think Pair
Share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak
untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2007: 10).
Model pembelajaran Think Pair Share merupakan model pembelajaran yang sederhana namun sangat bermanfaat. Ketika guru menyampaikan materi di depan kelas, siswa duduk berpasangan dengan tim/temannya masing-masing. Guru memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa. Lalu siswa diminta untuk memikirkan (thinking) sebuah jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh guru, setelah itu siswa bersama pasangannya (pairing) mendiskusikan jawaban yang menurutnya dianggap benar dan sesuai, setelah menemukan jawaban yang sudah didiskusikan dengan pasangannya lalu siswa berbagi (sharing) jawaban yang telah mereka sepakati di depan kelas.
2.2.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaranb.
Adapun penjelasan dari setiap langkah-langkah di atas adalah sebagai berikut : a.
Nilai yang paling tinggi diberi penghargaan oleh guru.
b.
Siswa yang sudah memprsentasikan jawaban di depan kelas dinilai oleh teman-temannya.
Penghargaan/Reward a.
Tahap 5
Satu pasangan siswa/kelompok dipilih dengan undian untuk membagikan hasil diskusinya di depan kelas.
Tahap 4 Share a.
Siswa berdiskusi dengan kelompoknya/pasangannya mengenai pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Siswa dibagi kelompok oleh guru.
Think Pair Share (TPS) Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Tahap I
Tahap 3 Pair a.
Guru memberikan pertanyan kepada seluruh siswa.
b.
Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui video pembelajaran dan gambar-gambar yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas.
Tahap 2 Think a.
Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa
b.
Guru menjelaskan aturan main pada pembelajaran yang akan dilakukan, memberikan motivasi supaya siswa semangat untuk mengikuti pembelajaran.
Pendahuluan a.
Tahap pendahuluan Awal pembelajaran guru memberikan motivasi belajar supaya siswa semangat dalam mengikuti pembelajaran dan dapat terlibat aktif di dalam kelas. Lalu guru menggali pengetahuan awal siswa mengenai kompetensi yang harus dicapai, menjelaskan aturan main dan batasan waktu dalam setiap kegiatan pembelajaran.
b.
Tahap think (berpikir) Proses ini dimulai ketika guru memberikan pertanyaan seputar materi yang sedang dipelajari oleh siswa, lalu siswa diberikan waktu untuk memikirkan jawaban yang tepat dengan tim/kelompoknya.
c.
Tahap pair (berpasangan) Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Hal ini dilakukan supaya siswa dapat berdiskusi dengan timnya dan dapat mengemukakan pendapatnya. Kemudian siswa mulai mendiskusikan jawabannya dengan pasangan masing-masing atas permasalahan/pertanyaan yang diajukan oleh guru secara bersama- sama.
d.
Tahap share (berbagi) Setelah siswa menemukan jawabannya, siswa dipilih berdasarkan undian dan mempresentasikan jawaban yang sudah didiskusikan bersama pasangannnya di depan kelas.
e.
Tahap penghargaan Setelah setiap kelompok/pasangan sudah mempresentasikan jawabannya, berdasarkan nilai dari kelompok lain maka guru mengumumkan pemenangnya dan akan diberikan penghargaan.
2.2.2.2 Kelebihan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Kelebihan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) menurut Hartina (2008: 12) adalah sebagai berikut: 1.
Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
2. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru,
3. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
4. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
5. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
6. Memungkinkan guru untuk lebih memantau siswa dala proses pembelajaran.
2.2.2.3 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) 1.
Kelemahan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) menurut Hartina (2008: 12) adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata- rata kemampuan siswanya rendah dengan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
2. Menurut Lie (2005: 46) kelemahan dari kelompok berpasangan adalah: a. banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, b. lebih sedikit ide yang muncul, dan c. tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
3. Menurut Ibrahim (2000: 18) sejumlah siswa akan menjadi bingung, sebagian kehilangan rasa percya diri, dan dapat saling mengganggu antar siswa.
2.3 Belajar dan Hasil Belajar
2.3.1 Belajar
Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Menurut Hamalik (2002: 154) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower dalam Purwanto (2002: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungannya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.
Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Winkel, 1999: 53 dalam Purwanto, 2008: 39). Sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas /kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dan perubahan-perubahan itu dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2.3.2 Hasil Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2013: 33) hasil belajar adalah bila seseorang belajar maka akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut Dimyati (2006: 40), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan mengajar atau belajar. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat dari belajar, dimana hasilnya dapat dilihat dari perubahan pada ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Meskipun demikian, dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksudkan lebih fokus pada hasil belajar mata pelajaran IPA, dimana perubahan yang lebih diharapkan adalah perubahan pada ranah pengetahuan.
2.3.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Merson dalam Tu'u (2004: 78) faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut : a.
Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar, meliputi : 1)
Kondisi fisiologis Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping itu yang tidak kalah penting adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran, karena sebagian besar yang dipelajari manusia adalah membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru. Jadi sangat jelas bahwa seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peran penting untuk menentukan hasil belajar seseorang. 2)
Kondisi psikologis Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu : a)
Kecerdasan Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan peljarn sama.
Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa, bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Misalnya seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya.
c) Minat dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu, sedangkan perhatian adalah melihat atau mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat.apabila seorang siswa menaruh minat pada satu mata pelajaran tertentu, biasanya cenderung lebih memperhatikannya dengan baik.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam belajar, apabila seseorang mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi prestasi belajarnya.
e) Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, mialnya siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran. f) Kemampuan kognitif
Maksud dari kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir, menalar yang dimiliki oleh siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan ingatan berpikir seorang siswa.
b.
Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar siswa yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Lingkungan alami, yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, yang termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, dan waktu kejadian yang sedang berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh langsung terhadap proses dan hasil belajar.
Misalnya hubungan murid dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik, mereka dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
2.3.2.2 Mengukur Hasil Belajar
Cara yang tepat untuk mengukur hasil belajar adalah dengan melakukan evaluasi hasil belajar setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Menurut Hamalik (2008: 159) evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar mengarah kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Tujuan evaluasi hasil belajar adalah sebagai berikut :
a) Memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajar melalui berbagai kegiatan. b) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan- kegiatan belajar siswa lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masing- masing individu.
c) Untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitannya dan menyarankan kegiata-kegiatan remedial (perbaikan).
d) Untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal kemajuan sendiri dan merangsangnya untuk melakukan upaya perbaikan.
e) Memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa, sehingga guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan pribadi yang berkualitas.
f) Untuk membimbing siswa memilih sekolah atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan minat dan bakatnya.
2.4 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan model pembelajaran Picture and Picture untuk memecahkan masalah pembelajaran di sekolah dasar, antara lain : a.
Penelitian yang dilakukan oleh Silvia Dewi Nugraheni (2013) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Melalui Model Pembelajaran Picture and Picture pada Siswa Kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Penelitian ini adalah penelitian tindak kelas yang dilakukan melalui 2 siklus. Subjek yang digunakan sebagai penelitian adalah seluruh siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir Salatiga yang berjumlah 28 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi kegiatan guru dan siswa, serta lembar soal tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebelum diberi tindakan, dari 28 siswa terdapat siswa yang tuntas sebanyak 46,42% atau 13 siswa dan tidak tuntas sebanyak 53,57% atau 15 siswa dengan rata-rata 73,71. Setelah diberikan tindakan dengan model pembelajaran Picture and Picture hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 82,14% atau 23 siswa dan yang tidak tuntas adalah 17,85% atau 5 siswa saja, dengan nilai rata-rata 77,32. Pada siklus 2 ketuntasan klasikal belajar siswa meningkat mencapai 100% atau 28 siswa tuntas dengan niai rata- rata 84,64. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir Salatiga.
b.
Penelitian yang dilakukan oleh Daryono (2013) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Picture and Picture Dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5
Sekolah Dasar Negeri 2 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2013/2014
.” Penelitian ini adalah penelitian tindak kelas yang dilakukan melalui 2 siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil belajar IPA meningkat setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture. Peningkatan dapat terlihat dari nilai rata-rata kelas dan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu ≥ 70 atau dapat dilihat dari indikator ketuntasan yaitu sebesar ≥ 85%. Nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dalam kondisi awal yaitu sebesar 67,37, siklus I meningkat menjadi 68,75 dan siklus II lebih meningkat menjadi 84,37. Jumlah siswa yang sudah tuntas pun meningkat. Pada kondisi awal ketuntasan hasil belajar IPA hanya 46,87%, pada siklus I naik menjadi 53,13%, dan pada siklus II naik menjadi 96,87%. Berdasarkan dari hasil penelitian ini disrankan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture perlu disosialisasikan kepada guru dan diterapkan dalam pembelajaran IPA terutama untuk meningkatkan hasil pengembangan diri sehingga dapat mengembangkan penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas.
c.
Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Citra Dewi (2016) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Picture and Picture Berbantuan Gambar Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri 02 Simo Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Semester
2 Tahun Pelajaran 2015/2016 .” Penelitian ini menggunakan model
Kemmis & Mc Taggart tiap siklus terdiri dari 3 tahap yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan dan tahap observasi, tahap refleksi, dan menggunakan 2 siklus. Siklus I dilaksanakan tiga kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan. Subjek penelitian siswa kelas V SD Negeri 02. Variabel terikat yaitu hasil belajar dan variabel bebasyaitu model Picture and Picture. Analisis data hasil belajar menggunakan data kuantitatif yaitu mengguakan hasil evaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar yang dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi pada pra siklus sampai dengan siklus
II. Pra siklus dari 25 siswa terdapat 11 siswa yang belum tuntas atau 44,00% sedangkan untuk siswa yang tuntas sebanyak 14 siswa atau 56,00%. Pada siklus I dari 24 siswa 9 siswa atau 37,00% yang belum tuntas dan 15 siswa atau 63,00% siswa tuntas. Siklus II dari 25 sisw terdapat 3 siswa atau 12,00% belum tuntas dan sebanyak 22 siswa atau 88,00% tuntas. Dengan demikian disimpulkan melalui pembelajaran
Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa, pada siswa
kelas V SD Negeri 02 Simo, Kecamatan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016.
Sedangkan penelitian yang didasarkan pada penelitian lain dan dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair
Share (TPS) untuk memecahkan masalah pembelajaran di sekolah dasar, antara
lain : a.
Penelitian yang dilakukan oleh Nike Winarni (2013) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA (Sains) Melalui Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas 4 (Empat) Sekolah Dasar Negeri Sraten 01 Kecamatan Tuntang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013
.” Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan tindak kelas (PTK), berlangsung 2 siklus yang setiap siklusnya melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi, dan metode tes. Metode analisis data penelitian menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe TPS, ternyata dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SDN Sraten 01 Salatiga. Hal ini dibuktikan dengan perolehan skor hasil belajar pada siklus I 65%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 85%. Nilai rata-rata kelas pda siklus I 68 dan pada siklus II menigkat menjadi 80. Mengacu pada hasil penelitian ini disimpulkan bahwa melalui penerapan model cooperative learning tipe TPS, dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SDN Sraten 01 Salatiga. Dengan hasil ini maka disarankan untuk guru dapat menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe TPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pelajaran IPA.
b.
Penelitian yang dilakukan oleh Sandewa Hendra Samudra (2013) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) Disertai Pemanfaatan Media Audio Visual dalam Pembelajaran IPA Kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Salatiga Tahun Pelajaran 2012.
” Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindak kelas. Rancangan penelitian tindakan yang digunakan adalah model spiral, dari C. Kemmis dan Mc. Taggart melalui 2 siklus masing-masing siklus terdiri dari 3 tahap yakni 1) perencanaan tindakan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (action) dan pengamatan (observation), dan 3) refleksi (reflection). Teknik pengumpulan data deskriptif komparatif yakni teknik statistik dengan membandingkan skor antar siklus rata-rata, skor maksimal, skor minimal dan presentase ketuntasan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Salatiga, hal ini nampak pada peningkatan hasil belajar IPA yakni skor rata-rata pada kondisi pra siklus sebesar 66,1, siklus I meningkat menjadi 78,8 dan pada siklus II meningkat menjadi 90,6. Atau terjadi peningkatan skor rata-rata dari pra siklus ke siklus I sebesar 19,2% pra siklus ke siklus II sebesar 37,1%. Adapun ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 40%, siklus I meningkat menjadi 67% dan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Sedangkan skor minimal pada kondisi pra siklus sebesar 60, pada siklus I meningkat menjadi 64 dan pada siklus II meningkat menjadi 76. Atau terjadi peningkatan skor minimal dari pra siklus ke siklus I sebesar 6,6% dan pra siklus ke siklus II sebesar 26,6%. Sedangkan skor maksimal pada kondisi pra siklus 85, siklus I meningkat menjadi 96, dan siklus II menjadi 100 atau terjadi peningkatan skor maksimal dari pra siklus ke siklus I sebesar 12,9% dan pra siklus ke siklus Iisebesar 17,6%, dengan KKM 70. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA SD sesuai dengan KD yang dicapai terutama dalam menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair
Share (TPS) disertai dengan pemanfaatan media audio visual dan
dikembangkan dalam penelitian yang terkait dengan pendekatan pembelajaran dan penelitian hasil belajar siswa.
c.
Penelitian yang dilakukan oleh Heni Pranita (2014) dalam Penelitian Tindak Kelas dengan judul
“Upaya Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas IV SDN Kutowinangun 11 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Semester 2 Tahun 2013/2014.
” Desain penelitian ini adalah penelitian tindak kelas. Variabel penelitian yaitu variabel bebas IPA siswa). Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, evaluasi, dan angket. Instrumen pengumpulan data dengan lembar observasi, tes tertulis pilihan ganda, dan lembar angket. Teknik analisis data dengan cara presentase untuk data kualitatif (motivasi belajar siswa). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa upaya peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar IPA menggunakan pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas IV SDN Kutowinangun 11 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Semester 2 Tahun 2013/2014, berhasil. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis yang menyatakan bahwa sebelum tindakan siswa yang tuntas belajar adalah 10 (38,5%) dari 26 siswa. Pada siklus I, siswa yang tuntas menjadi 17 (78,3%). Pada siklus II, motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran Think Pair Share (TPS) berada pada kategori tinggi (81,3%). Disarankan guru menggunakan pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran tidak hanya dalam mata
pelajaran IPA saja. Siswa disarankan saling bekerjasama, berbagi pengetahuan, dan saling memahami karakteristik yang berbeda.
2.5 Kerangka Pikir
Alur kerangka berpikir yang dibuat untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalan, maka kerangka berpikir digambarkan pada sebuah skema agar peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema yang dibuat adalah sebagai berikut :
Hasil belajar kurang dalam mata pelajaran Kondisi Awal IPA dengan metode konvensional.
Tindakan Penggunaan model pembelajaran Picture
andPicture dan Think Pair Share (TPS) padamata pelajaran IPA.
Siklus I
Hasil belajar
(Think) Siswa berpikir jawaban dari pertanyaan
meningkat namun yang diajukan oleh guru. masih terdapat
(Pair) Siswa berpasangan mendiskusikan jawaban
kekurangan saat
dari pertanyaan guru
proses pembelajaran
(Share) Pasangan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
(Picture and Picture ) siswa mengurutkan gambar bersama pasangannya.
Siklus II (Perbaikan)
Diduga hasil belajar
(Think) Siswa berpikir jawaban dari pertanyaan
siswa meningkat yang diajukan oleh guru.
(Pair) Siswa berpasangan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan guru (Share) Pasangan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
(Picture and Picture ) siswa mengurutkan gambar bersama pasangannya.
Hasil belajar siswa Siswa ikut Kondisi Akhir meningkat pada mata berpartisipasi dan
pelajaran IPA. aktif di dalam kelas. Gambar 2.3
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis tindakan bahwa kegiatan belajar dengan menggunakan model pembelajaran Picture and Picture dan Think Pair Share (TPS) pada mata
pelajaran IPA diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 02 Duren Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, Jawa Tengah semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.