TESIS EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Oleh: FAY FERRY NIM.5805002

Pembimbing: Dr. H. Tri Budi Wiryanto, Sp.OG (K) Dr. Docang Tjiptosisworo, Sp.OG (K), MMR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET - RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2011

MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini telah disetujui Tanggal:

Oleh

Pembimbing I:

H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) NIP. 19510421 198011 1 002

Pembimbing II:

Docang Tjiptosisworo, Sp. OG (K), MMR NIP

Pada tanggal : 10 - 2 - 2011

Panitia Penguji Tesis Koordinator tesis (ketua): DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG Pembimbing (anggota) :

1. H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K)

2. Docang Tjiptosisworo, dr., Sp.OG (K), MMR Penguji (anggota) :

3. Wuryatno, dr., Sp.OG

4. Mochammad Arief TQ, dr., MS

Telah diuji pada ujian tesis Pada tanggal : 28 - 5 - 2011

Panitia Penguji Tesis Koordinator tesis (ketua): DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG Penguji (anggota) :

1. Wuryatno, dr., Sp.OG

2. Mochammad Arief Tq, dr., MS

3. DR.Supriyadi Hari Respati,dr.,SpOG Pembimbing (anggota) :

4. H .Tri Budi Wiryanto, dr., SpOG (K)

5. Docang Tjiptosisworo,dr.,SpOG(K), MMR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan tesis dengan judul efektivitas balon Foley dalam induksi persalinan menggunakan oksitosin pada kehamilan lewat waktu telah selesai. Pada kesempatan ini pertama kali saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Docang Tjiptosisworo, dr., Sp.OG (K), MMR sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sebelas Maret Ravik Karasidi, Prof.DR.dr.Msc.,yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sehingga dapat menyelesaikan program ini

Terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Zaenal Arifin, Prof.DR.dr.SpPD-KR.,yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sehingga dapat menyelesaikan menyelesaikan program ini.

Terima kasih yang yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Mochammad Arief TQ, dr., MS yang telah berkenan memberikan waktu yang seluas-luasnya sebagai konsultan metodologi penelitian dan statistik dalam proses penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada DR. Supriyadi, dr., Sp.OG sebagai koordinator tesis yang telah memberikan dorongan dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam proses penyelesaian tesis ini.

juga saya sampaikan kepada DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG dan Wuryatno, dr., Sp.OG, sebagai tim penguji, yang telah berkenan memberikan waktu dan tenaga dalam proses penyelesaian tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Suprayitno, dr., Direktur RSUD Kebumen.

2. Rustam Sunaryo, dr., Sp.OG, Ka. Bag./ SMF. Obgin FK. UNS.

3. Dr. Sri Sulistyawati, dr., Sp.OG (K), KPS Obgin FK. UNS.

4. Abdulrahman Laqief, dr., Sp.OG (K), SPS Obgin FK. UNS.

5. Soeroso, dr., Sp.OG, Ka. SMF Obgin RSUD Kebumen

6. Palupi, dr., Sp.OG, staf RSUD Kebumen

7. Budiadi, dr., Sp.OG, Ka. SMF Obgin RSUD Boyolali

8. Haris,dr., Sp.OG, Staf RSUD Boyolali

9. Seluruh Staf PPDS I bag. Obgin FK. UNS.

10. Semua rekan residen PPDS I Obgin FK. UNS. yang banyak membantu pelaksanaan tesis ini.

11. Ayahanda Muller Simanjuntak, Drs. (almarhum) dan Ibunda Jojor Ervina yang telah membesarkan dan mengasuh serta mendidik disiplin kepada saya dengan penuh kasih sayang.

12. Istri saya tercinta Probowati Praptitawangsariningrum yang telah banyak berkorban selama saya mengikuti pendidikan PPDS I Obgin, tetap mendorong dan memberikan semangat sampai saya dapat menyelesaikan tesis ini.

13. Kedua anak saya Grace dan Audrey, yang dapat menerima dan memahami kesibukan saya dan juga mendorong semangat saya untuk menyelesaikan tugas tesis ini.

14. Semua ibu primigravida dan multigravida yang saya pergunakan sebagai peserta penelitian tesis ini, yang dengan iklas memberikan pengorbanan demi kesuksesan ilmu pengetahuan.

banyak membantu saya menyelesaikan tugas tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi umat manusia, khususnya ibu-ibu yang akan melakukan persalinan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.

Fay Ferry S

EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Fay Ferry S

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan.

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang menggunakan oksitosin saja sudah mulai ditinggalkan karena masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan. Walaupun masih dimungkinkan penambahan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan. Cara pematangan serviks bisa secara mekanis maupun medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley, sedangkan secara medikamentosa yaitu Prostaglandin, Oksitosin, dan Estradiol. Balon Foley secara mekanis dapat bekerja menurunkan kegagalan induksi karena berperan mematangkan serviks

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botolinfus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botolinfus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan

Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida maupun secara keseluruhan.

Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.

THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY

Fay Ferry S

Delivery induction during post-term pregnancy is an integral part of modern obstetric practice. Delivery induction during post-term pregnancy often fails because of immature cervix. Cervix maturity is an underlying factor in the successful delivery induction. Delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix using oxytoxin has been abandoned, because of the high delivery induction failure rate. Although it is still possible to add other preparation use in cervix maturation and delivery induction. Cervix maturation method can be carried out both mechanically and medicamentosa. Mechanically it is carried out using laminaria stem and Folley balloon, while in medicamentosa manner using prostaglandin, oxitoxin, and estradiol. Foley Balloon can mechanically work to reduce induction failure because it serves to mature cervix and inductor.

In the research conducted in Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals the researcher employed Foley-oxytoxin and oxytoxin in post-term pregnancy with 200 post-term pregnant patients participating in the research, 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foley- oxytoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of

Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Both primigravida, multigravida, and overall with immature cervix in the Foley-oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the Mann- Whitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall. Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05

EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Fay Ferry S Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo

Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta

Tujuan: Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley – oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang..

Metode: 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian berasal dari RSUD Pandan Arang Boyolali dan RSUD Kebumen pada kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2010 dengan rancangan penelitian kohort retrospektif. Dari 200 sampel tersebut 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida : kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm.

Hasil: Setelah dilakukan uji statistik dengan Mann-Whitney hasilnya adalah keberhasilan induksi persalinan menggunakan Foley-oksitosin lebih tinggi daripada menggunakan oksitosin saja pada primigravida,multigravida maupun keseluruhan dengan didapatkan hasil bermakna dengan p< 0,05.

Kesimpulan: Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu pada primigravida (p=0.009), multigravida (p=0.001), dan secara keseluruhan (p=0.001), dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.

Kata kunci: Kehamilan lewat waktu, pematangan serviks, balon Foley, oksitosin

THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLOON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY

Fay Ferry S

H. Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo

Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta

Objective: To find out the difference between oxytoxin and Foley Balloon–oxytoxin success in delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix.

Methods: 200 post-term pregnant patients participate in the research which from Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospital in January to December 2010 period with cohort retrospective research design. Out of 200 samples 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foley- Oxitoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in Oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups.

Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Results: From the Mann-Whitney test,the significant result was the successful induction of labor with Foley- Oxytocin is higher than oxytocin groups in primigravide, multigravide,even in overall with p<0,05.

Conclusion: Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy such as primigravide (p=0.009), multigravide (p=0.001), and overall (p=0.001), compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05.

Keywords: Post-term pregnancy, cervix, Foley-balloon, oxytoxin

Halaman

Gambar 1.1 Kontraksi Sel Miometrium .........................................................

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Balon Foley-Oksitosin ..............................

29

Halaman

Tabel 1.1 Tabel Skor Bishop ...........................................................................

18

Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Umur ............................................

37

Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan .......................

37

Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ......................................

38

Tabel 5.4. Distribusi Kelompok Sampel ..........................................................

38 Tabel 5.5. Uji Beda Keberhasilan Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida ...........................................................

39 Tabel 5.6. Uji Beda Keberhasilan Jenis Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Multigravida ...........................................................

39

Tabel 5.7. Uji Beda Keberhasilan Induksi secara Keseluruhan .......................

40

Lampiran 1 Persetujuan Persetujuan Ibu Hamil untuk Ikut Penelitian ............

47

Lampiran 2 Data Penelitian..............................................................................

48

Lampiran 3 Hasil Uji Beda pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida .......

50

Lampiran 4 Hasil Uji Beda pada Kehamilan Lewat Waktu Multigravida .......

51

Lampiran 5 Hasil Uji Beda secara Keseluruhan ..............................................

52

ACTH

: Adreno Cortico Trophic Hormone

CRH : Cortico Tropin Releasing Hormon c-AMP : Cyclo–Adeno Mono Phospat DHEAS : Dehidropiandrosterone

Ins P : Inositol Triphospat

MLCK : Miosine Light Chain Kinase MMP : Matriks Metalloproteinase PG : Prostaglandin PLC : Phopolipase PGDH : Prostaglandin Dehidronase N : Besar sampel

MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU DENGAN SERVIKS BELUM MATANG

Fay Ferry S

H. Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo

Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta

Tujuan: Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley – oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang.

Tempat dan Waktu Penelitian : RSUD Pandan Arang Boyolali dan RSUD Kebumen pada kurun waktu Januari sampai denganDesember 2010

Rancangan Penelitian: Observasional analitik dengan rancangan penelitian kohort retrospektif.

Bahan dan Cara: 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian. Dari 200 sampel tersebut 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida : kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi

10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm.

Hasil: Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan.

Kesimpulan:

Foley-oksitosin dapat

meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu pada primigravida (p=0.009), multigravida (p=0.001), dan secara keseluruhan (p=0.001), dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.

Kata kunci: Kehamilan lewat waktu, pematangan serviks, balon Foley, oksitosin

Objective: To find out the difference between oxytoxin and Foley Balloon–oxytoxin success in delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix.

Research Design: Analytical observation with cohort retrospective research design.

Setting and time: Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals in January to December 2010 period.

Materials and Methods: 200 post-term pregnant patients participate in the research. Out of 200 samples 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in Oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups. Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm.

Results: Both primigravida, multigravida and overall with immature cervix in the Foley-Oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the Mann-Whitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall.

Conclusion: Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy such as primigravide (p=0.009), multigravide (p=0.001), and overall (p=0.001), compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05.

Keywords: Post-term pregnancy, cervix, Foley-balloon, oxytoxin.

EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU DENGAN SERVIKS BELUM MATANG

Fay Ferry S

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan.

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang menggunakan oksitosin saja sudah mulai ditinggalkan karena masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan. Walaupun masih dimungkinkan penambahan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan. Cara pematangan serviks bisa secara mekanis maupun medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley, sedangkan secara medikamentosa yaitu Prostaglandin, Oksitosin, dan Estradiol. Balon Foley secara mekanis dapat bekerja menurunkan kegagalan induksi karena berperan mematangkan serviks

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2

Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida maupun secara keseluruhan.

Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.

THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY WITH UNRIPENING CERVIX

Fay Ferry S

Delivery induction during post-term pregnancy is an integral part of modern obstetric practice. Delivery induction during post-term pregnancy often fails because of immature cervix. Cervix maturity is an underlying factor in the successful delivery induction. Delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix using oxytoxin has been abandoned, because of the high delivery induction failure rate. Although it is still possible to add other preparation use in cervix maturation and delivery induction. Cervix maturation method can be carried out both mechanically and medicamentosa. Mechanically it is carried out using laminaria stem and Folley balloon, while in medicamentosa manner using prostaglandin, oxitoxin, and estradiol. Foley Balloon can mechanically work to reduce induction failure because it serves to mature cervix and inductor.

In the research conducted in Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals the researcher employed Foley-oxytoxin and oxytoxin in post-term pregnancy with 200 post-term pregnant patients participating in the research, 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foley- oxytoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to

Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Both primigravida, multigravida, and overall with immature cervix in the Foley-oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the Mann- Whitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall. Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan (Cunningham, 2005).

Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu biasanya mulai dilakukan pada umur kehamilan 41 minggu. Proses pematangan serviks memegang peranan penting dalam proses persalinan, dimana serviks dengan nilai Bishop ≥ 6 atau dilatasi serviks ≥ 3 cm, maka tingkat keberhasilan induksi semakin besar (Oakes, 2009).

Oksitosin digunakan secara serial untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktudan diharapkan juga terjadi pematangan serviks. Permasalahan yang sering terjadi yaitu angka kegagalan induksi menggunakan oksitosin pada kehamilan lewat waktumasih tinggi apabila nilai Bishop masih rendah. Masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan pada kehamilanlewat waktuberakibat meningkatnya persalinan secara seksio sesaria(Cunningham, 2005).

Penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu, namun pada saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Masih ada

dimungkinkan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan. Sampai saat sekarang induksi persalinan masih selalu menarik untuk didiskusikan, terutama induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu. Hal tersebut berkaitan dengan kontraksi uterus dan kesejahteraan janin sehingga induksi persalinan pada kehamilan harus lewat waktu dilakukan secara hati-hati dan teliti. Usaha pematangan serviks dan induksi secara prinsip dibedakan menjadi 3, yaitu merangsang timbulnya kontraksi uterus semata; mematangkan serviks, dan merangsang timbulnya kontraksi uterus, misalnya prostaglandin; mematangkan serviks tanpa merangsang timbulnya kontraksi uterus, misalnya estrogen.

Cara pematangan serviks bisa secara mekanis maupun medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley sedangkan secara medikamentosa yaitu prostaglandin, oksitosin dan estradiol(Oakes, 2009).

Infus oksitosin dosis rendah dapat digunakan dalam pematangan serviks. Titrasi infus oksitosin ditingkatkan mulai 1 hingga 4 mU/menit. Ferguson (2007) menunjukkan bahwa metode ini dapat dibandingkan dengan misoprostol pervaginam dalam pematangan serviks. Infus oksitosin relatif aman digunakan karena mudah dihentikan titrasinya sehingga Ferguson (2007) menyarankan penggunaan titrasi oksitosin dosis rendah dalam pematangan serviks, terutama untuk pasien berisiko tinggi di mana janin tidak toleran selama persalinan (Rai, 2008).

sebagai pematangan serviks dan induktor dipercaya dapat menurunkan kegagalan induksi.

Beberapa penelitian yang ada sebelumnya dengan pemberian balon Foley diisi dengan NaCl 30 cc dan pemberian bersamaan oksitosin sebagai induktor memberikan keberhasilan induksi meningkat dibanding dengan oksitosin saja.

Oleh karena itu peneliti inginmenilai efektivitas balon Foley dalam pematangan serviks bersamaan dilakukan induksi oksitosin persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley– oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley-oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang.

a. Mengetahui keberhasilan oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu.

b. Mengetahui keberhasilan balon Foley–oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan induksi dengan menggunakan balon Foley–oksitosin pada kehamilan lewat waktu.

E. Keaslian Penelitian

Sebelumnya telah beberapa penelitian yang membandingkan efektifitas balon Foley dengan oksitosin misalnya :

1. Pennell, 2009 dalam penelitian berjudul Single Balloon Catheters Preferred for Cervical Ripening in Primigravide . Pennell meneliti efektivitas pemasangan satu balon kateter, dua balon kateter, dan balon kateter ditambah oksitosin. Pemasangan balon Foley ditambah oksitosin menunjukkan luaran yang lebih baik. Dengan perbedaan balon foley diisi

30 ml dan dilanjutkan oksitosin drip 5IU setelah balon foley ekspulsi, sedangkan pada penelitian kami balon foley diisi 50 ml NaCL.dan pemberian oksitosin drip secara bersamaan

2. Pettker, 2008 dalam penelitian berjudul Transcervical Foley catheter with and without oxytocin for cervical ripening: a randomized controlled trial.

oksitosin drip secara bersamaan pada pemasangan balon Foley trans servikal. Balon Foley diisi dengan cairan nomal salin 30 ml, sedangkan pada penelitian kami balon foley diisi 50 ml NaCL.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Lama Kehamilan

Lama kehamilan umumnya berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir dengan simpang baku sekitar dua minggu. Deviasi dua minggu ditentukan berdasarkan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari ke-14 pada siklus haid 28 hari. Sekitar 50% ibu hamil akan melahirkan pada umur kehamilan yang sesuai dengan hari pekiraan lahir. Namun 35 – 40 % ibu hamil akan melahirkan dalam waktu melebihi perkiraan lahir hingga 2 minggu, dan sisanya sekitar 10 – 15% ibu hamil akan melahirkan pada umur kehamilan lebih dari 43 minggu (Diana, 2001).

Umur kehamilan dan hari perkiraan lahir biasanya ditentukan dengan menggunakan rumus Naegele. Cara penggunaan rumus Naegele adalah menambah hari pertama menstruasi terakhir dengan tujuh hari, bulan dikurangi tiga, dan tahun ditambah satu. Umur kehamilan juga dapat ditentukan dengan beberapa pemeriksaan klinis, laboratoris, radiologis, kimiawi, dan ultrasonografi (Diana, 2001).

B. Onset Persalinan

Onset persalinan dapat diterangkan dengan mengetahui dasar-dasar perubahan morfologi, biokimia dan fisik uterus yang berkembang selama dan akhir kehamilan. Pada akhir bulan ke empat, periode utama perkembangan Onset persalinan dapat diterangkan dengan mengetahui dasar-dasar perubahan morfologi, biokimia dan fisik uterus yang berkembang selama dan akhir kehamilan. Pada akhir bulan ke empat, periode utama perkembangan

Walaupun korpus uteri dan serviks uteri merupakan bagian dari satu organ, tetapi memberikan reaksi yang sangat berbeda terhadap kondisi yang memungkinkan timbulnya persalinan. Saat implantasi blastosis dan selama kehamilan, miometrium dapat berkembang namun tetap dalam keadaan relaksasi, sedangkan serviks tetap kaku dan tak dapat diregangkan. Pada waktu proses persalinan terjadi, serviks harus melunak, dapat diregangkan, dan membuka. Fundus mengalami perubahan dari organ yang relaks dan lunak selama kehamilan, namun menjadi mampu mendorong janin melalui serviks dan jalan lahir. Kegagalan dalam koordinasi dari fungsi serviks dan fundus dapat menimbulkan kerugian pada hasil kehamilan. Meskipun tampaknya peranan serviks dan fundus selama persalinan bertentangan, tetapi terdapat bukti bahwa kedua proses ini diatur oleh bahan yang sama (Cunningham, 2005).

Gap junction adalah kontak dari sel ke sel yang diduga terdiri dari bagian simetrik membran plasma dari dua sel yang berhadapan. Diduga komunikasi antara sel-sel yang berhadapan diluruskan sehingga terbentuk

berhubungan untuk mempermudah penyaluran aliran (listrik atau ion) atau metabolit antara sel-sel. Pada saat ini keberadaan gap junction di jaringan miometrium dapat ditunjukkan. Dari penelitian Garfield dan kawan-kawan diketahui bahwa gap junction di antara sel-sel miometrium baru terbentuk selama proses persalinan. Dari penelitian berbagai spesies, termasuk manusia gap junction selama kehamilan tidak dapat ditemukan (atau sedikit sekali). Pada kehamilan cukup bulan jumlah gap junction bertambah dan pertambahan ini berjalan terus baik dalam jumlah ataupun ukuran selama proses persalinan. Gap junction mulai menghilang dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Gap junction ditemukan pada persalinan prematur, baik yang persalinannya secara spontan atau karena diinduksi (Cunningham, 2005).

Faktor-faktor yang menghalangi terbentuknya gap junction antara sel- sel miometrium adalah penting untuk mempertahankan uterus dalam keadaan tenang (tidak mengadakan kontraksi). Sebaliknya, terbentuknya gap junction secara cepat pada kehamilan cukup bulan dapat mempermudah timbulnya kontraksi uterus yang terpadu yang khas pada proses persalinan (Cunningham, 2005).

Oleh karena itu, pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan permasalahan yang penting. Penelitian baik in vitro maupun invivo pada hewan percobaan telah membuktikan bahwa progesteron menghambat dan estrogen merangsang pembentukan gap junction. Sintetis Oleh karena itu, pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan permasalahan yang penting. Penelitian baik in vitro maupun invivo pada hewan percobaan telah membuktikan bahwa progesteron menghambat dan estrogen merangsang pembentukan gap junction. Sintetis

jenis prostanoid, seperti PGE 2 , PGF 2 α , tromboksan, dan mungkin endoperoksid, memacu pembentukan gap junction in vitro, sedangkan yang lain prostanoid seperti prostasiklin dapat menghambat pembentukan gap junction dantidak meningkatkan pembentukan dari gap junction (Cunningham, 2005).

Otot polos dari miometrium mempunyai gambaran anatomi yang unik, berbeda dengan gambaran otot polos skelet. Perbedaan ini menimbulkan keuntungan khusus pada saat miometrium berkontraksi untuk keberhasilan melahirkan janin.Pertama, derajat pemendekan dari sel-sel otot polos lebih besar dari otot bergaris pada waktu kontraksi. Kedua, pada otot polos gaya kekuatan yang ditimbulkan dapat diarahkan ke segala jurusan, sedangkan pada otot bergaris gaya kekuatan terbatas searah dengan sumbu serat otot, otot polos tidak tersusun seperti otot bergaris. Kelompok filamen yang tebal dan tipis didalam miometrium terdapat memanjang dan tidak teratur diseluruh sel. Otot polos disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar pemendekannya dan memperbesar kekuatan yang ditimbulkan. Lain keuntungan adalah fakta bahwa otot polos dapat menimbulkan gaya kekuatan ke segala arah dan hal ini memberikan fleksibilitas terhadap arah gaya dorong yang ditimbulkan tanpa memperhatikan letak ataupun posisi janin (Wiknjosastro, 2006).

akibat dari aktivitas miosin rantai-rantai kinase yang diaktifkan oleh kalsium, afinitas enzim terhadap kompleks kalsium kalmodulin, dan CAMP dependen fosforilasi dari enzim oleh protein kinase juga harus dipertimbangkan difosforilasi dari miosin rantai ringan kinase dengan bantuan mioisin rantai- rantai kinase. Jadi, kontraksi akan terjadi bila didapatkan interaksi antara miosin yang sudah mengalami fosforilasi dengan aktin dan terbentuk aktin miosin yang mengalami fosforilasi (Cunningham, 2005).

Gambar 1.1 Kontraksi sel miometrium (Cunningham, 2005).

Pengaturan kontraksi dan relaksasi sel otot polos miometrium. Terdapat sejumlah agonis yang mengikat reseptor permukaan sel dan mengaktifkan fosfolipase C dan produksnya dari inositol 1,4,5 trifosfat (IP3). IP3 akan mengikat reseptor-reseptor tersebut dalam retikulum sarkoplasma

dapat juga meningkat melalui tegangan atau pengaktivan saluran reseptor. Ion kalsium akan mengaktifkan kalmodulin yang memicu peningkatan aktifitas dari miosin light chain kinase (MLCkinase) dan fosforilasi dari miosin light chain (MLC). MLC yang terfosforilasi berinteraksi dengan aktin yang mengaktifasi adenosin trifosfat dan melalui hidrolisa dari adenosin trifosfat menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk kontraksi. Kontraksi dapat dipertahankan dengan aktifasi dari guanosin trifosfat yang mengikat protein, RhoA, dan Rhokinase, yang mana akan memfosforilasi dan menghambat miosin fosfat. Relaksasi diakibatkan kembalinya pelepasan ligand dari reseptornya. Relaksasi dapat juga terjadi melalui aktifitas hormon yang menginaktifkan MLC kinase, seperti agen yang mengaktifkan siklik adenosin mono fosfat (cAMP) atau pola sinyal siklik guanosin monofosfat (Cunningham, 2005).

Oksitosin merupakan hormon yang sangat kuat, dikeluarkan oleh neurohipofisis, yang mana merangsang secara langsung jaringan miometrium dan jaringan mioepitelial payudara. Oksitosin sangat cepat dimetabolisme dan waktu paruhnya berkisar antara 3-4 menit. Hanya ada sedikit bukti bahwa peningkatan kadar oksitosin maternal bertanggung jawab dalam memulai persalinan, tetapi kadar rendah oksitosin mungkin dibutuhkan sebagai faktor esensial. Sekali persalinan telah mulai, kadar oksitosin akan sangat meningkatkan kontraksi uterus yang intensif. Konsentrasi oksitosin yang ditemukan pada plasma ibu, janin, dan bayi yang baru dilahirkan tidak Oksitosin merupakan hormon yang sangat kuat, dikeluarkan oleh neurohipofisis, yang mana merangsang secara langsung jaringan miometrium dan jaringan mioepitelial payudara. Oksitosin sangat cepat dimetabolisme dan waktu paruhnya berkisar antara 3-4 menit. Hanya ada sedikit bukti bahwa peningkatan kadar oksitosin maternal bertanggung jawab dalam memulai persalinan, tetapi kadar rendah oksitosin mungkin dibutuhkan sebagai faktor esensial. Sekali persalinan telah mulai, kadar oksitosin akan sangat meningkatkan kontraksi uterus yang intensif. Konsentrasi oksitosin yang ditemukan pada plasma ibu, janin, dan bayi yang baru dilahirkan tidak

Satu-satunya bukti yang mendukung peran oksitosin sebagai penyebab terjadinya persalinan adalah secara tidak langsung dan tidak dapat disimpulkan secara pasti. Oksitosin meningkatkan kontraksi uterus dengan dua cara yaitu bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk berkontrasi dan merangsang pembentukan prostaglandin di lapisan desidua (Fuschs, 2002).

Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahwa konsentrasi Prostaglandin E (PGE) dan Prostaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin.Oksitosin juga menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia.Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk efisiensi kontraksi uterus selama persalinan (Bricker, 2002).

Pembentukan proslaglandin oleh selaput janin dan desidua vera uterus diduga sebagai mekanisme biokimia akhir yang menyebabkan persalinan. Hal ini dapat diperlihatkan bahwa pemberian proslaglandin F 2 α atau prostaglandin

E 2 secara intravena, intraamniotik, atau ekstra ovular akan menyebabkan kontraksi miometrium pada setiap umur dari kehamilan. Komplek multienzim E 2 secara intravena, intraamniotik, atau ekstra ovular akan menyebabkan kontraksi miometrium pada setiap umur dari kehamilan. Komplek multienzim

Besar kemungkinan bahwa dengan melalui sistem komunikasi organ dilakukan pengaturan aktivitas dari enzim-enzim didalam amnion sedemikian rupa sehingga diduga isyarat yang berasal dari janin akan mempercepat pelepasan asam arakidonat dan meningkatkan biosintesis prostaglandin di dalam amnion. Ada suatu mekanisme pengaturan aktivitas dari fosfolipase

A 2 .Fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositol, diasilgliserol lipase dan dengan demikian monoasilgliserol lipase, di amnion dan khorion sehingga terbentuk asam-asam arakidonat yang selanjutnya terbentuk prostaglandin (Cunningham, 2005).

Pada percobaan in vitro ini, disamping adanya fosfatidiletanolamin yang mengandung asam arasidonat pada posisi sn-2, fosfolipase A 2 dalam melakukan aktivitasnya juga sangat membutuhkan pula ion Ca 2+ . Aktivitas dari fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositoljuga tergantung pada adanya ion kalsium. Diasilgliserol lipase melakukan katalisis terhadap diasilgliserol untuk melepaskan asam lemak pada posisi sn-1.Reaksi yang selanjutnya adalah pelepasan asamarakidonat dari arasidonogliserol pada posisi sn-2 dan reaksi ini dipacu oleh monoasiligliserol lipase. Sebaliknya Pada percobaan in vitro ini, disamping adanya fosfatidiletanolamin yang mengandung asam arasidonat pada posisi sn-2, fosfolipase A 2 dalam melakukan aktivitasnya juga sangat membutuhkan pula ion Ca 2+ . Aktivitas dari fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositoljuga tergantung pada adanya ion kalsium. Diasilgliserol lipase melakukan katalisis terhadap diasilgliserol untuk melepaskan asam lemak pada posisi sn-1.Reaksi yang selanjutnya adalah pelepasan asamarakidonat dari arasidonogliserol pada posisi sn-2 dan reaksi ini dipacu oleh monoasiligliserol lipase. Sebaliknya

melalui reaksi yang dipacu oleh fosfolipase A 2 . Pada sel-sel amnion manusia yang enzimatik disebar, produksi prostaglandin menurun bila tidak didapatkan kalsium atau bila diberi calsium channel blockers, tetapi produksi prostaglandin akan meningkat bila didapatkan kalsium atau diberi calsium channel blockers (Bricker, 2002).

Peningkatan sintesa PGE 2 di amnion merupakan perubahan pokok untukterjadinya inisiasi persalinan. Peningkatan sintetis pembentukan prostaglandin di amnion terjadi sebagai jawaban dari isyarat yang berasal dari janin. Isyarat janin ini diamnion akan menyebabkan peningkatan pelepasaan asam arakidonat dari gliserofosfolipid atau meningkatkan aktivitas enzim prostaglandin sintetis atau kedua-duanya (Oakes, 2009).

C. Kehamilan Lewat waktu

Kehamilan lewat waktu didefinisikan sebagai kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu dihitung dari hari pertama Kehamilan lewat waktu didefinisikan sebagai kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu dihitung dari hari pertama

28 hari kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Naegele (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2006). Angka kejadian kehamilan postterm bervariasi antara 3,5 - 14% dengan rata-rata 10%. Variasi yang luas ini disebabkan menstruasi terakhir yang tidak tercatat dengan baik atau tidak teraturnya pola menstruasi serta para ibu yang lupa akan haid terakhirnya. Namun kini dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6 – 12 minggu sehingga penyimpangan hanya 1 minggu. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu ialah meningkatnya risiko kematian dan kesakitan perinatal.

Resiko penanganan kehamilan lewat waktu masih diperdebatkan. Bahkan tanpa adanya komplikasi maternal yang dapat dikenali sekalipun, masih terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus lebih dari 42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami morbiditas yang serius atau bahkan kematian. Tindakan yang menguntungkan bagi janin semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42 minggu. Sebagian ahli menganjurkan pemilihan metode konservatif dalam penanganan kehamilan ini dengan pengawasan terhadap kesejahteraan janin yang ketat. Fasilitas yang diperlukan untuk penilaian Resiko penanganan kehamilan lewat waktu masih diperdebatkan. Bahkan tanpa adanya komplikasi maternal yang dapat dikenali sekalipun, masih terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus lebih dari 42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami morbiditas yang serius atau bahkan kematian. Tindakan yang menguntungkan bagi janin semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42 minggu. Sebagian ahli menganjurkan pemilihan metode konservatif dalam penanganan kehamilan ini dengan pengawasan terhadap kesejahteraan janin yang ketat. Fasilitas yang diperlukan untuk penilaian

Janin lewat waktu dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan terjadi makrosomia serta kalsifikasi dari tulang tengkorak yang dapat menimbulkan trauma persalinan. Keadaan lain adalah terjadinya insufisiensi uteroplasenter yang mengakibatkan pertumbuhan terhenti bahkan janin mengalami restriksi pertumbuhan yang diikuti dengan pelepasan mekonium dalam air ketuban karena hipoksia kronis. Kondisi ini bila dibiarkan dapat terjadi gawat janin bahkan sampai kematian terutama bila terjadi sindroma aspirasi mekonium (Cunningham, 2005).

D. Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab pasti kehamilan lewat waktu belum diketahui, akan tetapi beberapa kejadian yang dianggap berhubungan dengan peristiwa ini adalah anensefalus, hipoplasi adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin, defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan ekstra uterina. Keadaan klinis ini memberikan suatu gambaran umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan normal umumnya tinggi. Pada kasus insufisiensi hipofisis atau adrenal janin menyebabkan hormon prekursor yaitu Penyebab pasti kehamilan lewat waktu belum diketahui, akan tetapi beberapa kejadian yang dianggap berhubungan dengan peristiwa ini adalah anensefalus, hipoplasi adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin, defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan ekstra uterina. Keadaan klinis ini memberikan suatu gambaran umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan normal umumnya tinggi. Pada kasus insufisiensi hipofisis atau adrenal janin menyebabkan hormon prekursor yaitu

Oksitosinmerangsang kontraksi myometrium pada uterusmelalui mekanisme gap junction dan sensitivitas reseptor oksitosin yang meningkat, progesteron yang menurun serta estrogen yang meningkat. Keseimbangan estrogen meningkat dan progesteron menurun akan menyebabkan asam arakidonat meningkat dan terjadi pembentukan prostaglandin yang menyebabkan pematangan serviks dengan meningkatnya asam hialuronidase, penurunan kolagen, dan dilatasi kapiler serviks. Apabila keseimbangan kenaikan estrogen dan progesteron tidak terjadi maka tidak terjadi pematangan serviks sehingga kehamilan memanjang (Cunningham, 2005).

E. Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu

Penatalaksanaan antepartum pasien dengan kehamilan posterm yang adekuat memerlukan informasi klinis dan laboratoris. Pada kondisi antepartum biasanya komplikasi maternal tidak ada sehingga keputusan memberikan tindakan optimal pada kehamilan dipertimbangkan terhadap Penatalaksanaan antepartum pasien dengan kehamilan posterm yang adekuat memerlukan informasi klinis dan laboratoris. Pada kondisi antepartum biasanya komplikasi maternal tidak ada sehingga keputusan memberikan tindakan optimal pada kehamilan dipertimbangkan terhadap

Identifikasi keadaan janin sebelum induksi merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan antepartum. Manning pada tahun 1987 merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan profil biofisik dua kali seminggu pada janin lewat waktu dan mengusulkan persalinan janin tersebut bila terdapat oligohidramnion (Cunningham, 2005). Persalinan merupakan waktu yang berbahaya bagi janin lewat waktu. Oleh karena itu, wanita hamil lewat waktu harus segera memeriksakan diri ke rumah sakit begitu merasa berada dalam proses persalinan untuk mendapatkan pemantauan dengan alat elektronik frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus secara konsisten. Pemecahan ketuban masih kontroversi karena sebagian ahli berpendapat bahwa tindakan ini akan memperberat oligohidramnion sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kompresi talipusat, tetapi di lain pihak amniotomi memungkinkan kita untuk mengenali adanya mekonium yang kental. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini menentukan dalam manajemen selanjutnya (Cunningham, 2005).