Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

BAB IV PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH

Pada bab ini disajikan berbagai permasalahan pembangunan daerah dan isu-isu strategis baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi kehidupan masyarakat dan pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya.

merupakan “gap expectation” antara kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai di masa mendatang dengan kondisi riil saat perencanaan dibuat. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi.

Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Identifikasi faktor-faktor tersebut dilakukan terhadap lingkungan internal maupun eksternal dengan mempertimbangkan masukan dari Perangkat Daerah dan pemangku kepentingan lainnya.

Identifikasi permasalahan pembangunan diuraikan dengan pendekatan urusan wajib dan pilihan. Hal ini dimaksudkan agar dapat dipetakan berbagai permasalahan yang terkait dengan urusan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan

daerah guna menentukan isu-isu strategis pembangunan jangka menengah daerah.

4.1. Permasalahan Pembangunan Urusan Pendidikan

Permasalahan pendidikan mencakup:

1) Masih rendahnya rata-rata Lama Sekolah, sekitar 7,2 tahun

2) Belum ditetapkannya SPM Layanan Pendidikan Dasar

IV - 1

3) Belum tersedianya BOS, BSM, Beasiswa berprestasi, beasiswa transisi yang didanai dari APBD Kab Tasikmalaya

4) Rendahnya mutu dan tata kelola pendidikan dasar yang dicirikan dengan nilai akreditasi sekolah, rata-rata nilai UN dan Ujian Kompetensi Guru.

Urusan Kesehatan

Permasalahan bidang kesehatan, antara lain:

1) Belum ditetapkannya SPM Bidang Kesehatan

2) Rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan dasar dan rujukan sesuai dengan standard akreditasi nasional

3) Masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) serta Balita Kurang Gizi di masyarakat.

4) Masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular di masyarakat

5) Keterbatasan akses terhadap pelayanan rujukan (RS) bagi masyarakat di wilayah Tasikmalaya selatan

6) Keterbatasan fasilitas kesehatan yang melayani rawat inap dikarenakan jumlah tempat tidur yang kurang mencukupi kebutuhan pelayanan masyarakat sekitar 1.400 TT

7) Keterbatasan tenaga kesehatan terutama Dokter Spesialis di RSUD dan tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringannya

8) Rendahnya cakupan PHBS di tataran Rumah Tangga dan Tempat-tempat Umum

9) Belum optimalnya pengelolaan limbah medis dan non medis di puskesmas dan jaringannya

10) Belum optimalnya promosi kesehatan terutama masih rendahnya cakupan desa siaga aktif

11) Belum tersedianya RSUD yang representatif setingkat tipe B.

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

1) Belum ditetapkannya SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

IV - 2

2) Kondisi rusak berat jalan sepanjang 156,609 km (12 persen), kondisi rusak sedang sepanjang 293,145 km (22,5%0 dan kondisi rusak ringan sepanjang 195,498 km (15%).

3) Belum tuntasnya infrastruktur jalan Ciawi-Singaparna

4) Masih banyak jembatan yang rusak dan belum terbangun

5) Belum semua kawasan perkotaaan didukung dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan zonasi sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang dan perijinan.

6) Belum terselesaikannya perwujudan ruang kawasan Ibu Kota dan kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

7) Belum terpenuhinya kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30% (persen) dari luas wilayah kota di Kabupaten Tasikmalaya.

8) Belum terbangunnya pasar dan terminal di jalan Ciawi- Singaparna.

9) Belum

dan pengawasan pemanfaatan ruang

optimalnya

pengendalian

10) Belum adanya PPNS penataan ruang.

11) Masih rendahnya cakupan pelayanan air minum baik perpipaan (4,6 persen) maupun non perpipaan.

12) Belum memadainya infrastruktur sumber daya air dan irigasi dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.

13) Belum tuntasnya pembangunan 11 (sebelas) kantor pemerintahan.

Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman

1) Belum ditetapkannya SPM bidang Perumahan Rakyat dan Permukiman

2) Banyaknya permukiman di daerah rawan bencana

3) Masih banyaknya rumah tidak layak huni di perdesaan (data pendukung)

IV - 3

4) Terbatasnya Prasarana, Sarana dan Utilitas perumahan dan permukiman.

5) Lemahnya pengawasan dan pengendalian ketersediaan dan penyerahan PSU perumahan dan permukiman.

Urusan Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat

1) Makin menurunya perlindungan dan hak atas rasa aman serta ketenteraman masyarakat.

2) menurunnya wawasan kebangsaan dan kesadaran bela negara

3) Makin tinggi dan beragam tingkat kriminalitas di masyarakat

4) Keterbatasan jumlah anggota satpol PP dan PPNS

5) Belum optimalnya pembinaan Satuan LINMAS

Urusan Bidang Sosial

1) Kecenderungan peningkatan jenis dan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

2) Penanganan PMKS masih rendah karena terbatasnya sarana dan prasarana, sumberdaya manusia dan keberpihakan anggaran pemerintah untuk penanganan masalah-masalah sosial

3) Belum optimalnya pemberdayaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK).

4) Data PMKS dan penduduk miskin belum akurat dan aktual

5) Belum ada kebijakan pagu indikatif anggaran kemiskinan dan pronangkis sesuai karakteristik kemiskinan daerah

Urusan Ketenagakerjaan

1) Terbatasnya kapasitas kelembagaan, sarana dan prasarana pelatihan serta terbatasnya paket kegiatan bimbingan usaha.

2) Rendahnya pembukaan lapangan kerja baru.

IV - 4

3) Tingginya pekerja rentan

Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

1) Masih

kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak.

rendahnya

pemberdayaan

2) Belum ada data terpilah dan terpadu berbasis gender

3) Terbatasnya akses terhadap kesempatan usaha, pendidikan, dan kesehatan bagi perempuan terutama perempuan kepala keluarga (PEKKA).

4) Makin meningkatnya jumlah dan jenis kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

Urusan Pangan

1) Harga pangan pokok strategis tidak stabil pada saat-saat tertentu.

2) Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, aman dan halal.

3) Rendahnya cadangan pangan pemerintah daerah dan masyarakat.

Urusan Pertanahan

1) Makin sulit dan mahalnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

2) Banyak tanah/lahan kosong terlantar tak termanfaatkan.

3) Banyak tanah pemerintah daerah dan Desa yang belum tersertifikasi.

4) Masih rendahnya sertifikasi kepemilikan tanah warga.

Urusan Lingkungan Hidup

1. Degradasi sumber daya alam khususnya air dan lahan, yang ditandai dengan deplesi sumber air (air permukaan dan air bawah tanah, baik kuantitas maupun kualitasnya), semakin meluasnya lahan kritis, penurunan produktifitas lahan, semakin meluasnya kerusakan hutan (terutama karena perambahan) baik hutan pegunungan maupun hutan bakau (mangrove).

IV - 5

2. Lemahnya fungsi pengendalian lingkungan

3. Masih rendanya tingkat kesadaran para pelaku usaha dan/atau kegiatan dalam pengelolaan lingkungan hidup

4. Kurangnya sarana dan prasarana pengawasan lingkungan

5. Belum seimbangnya penyediaan prasarana dan sarana pengolahan air limbah domestik/rumah tangga dengan pertumbuhan penduduk;

6. Belum dimilikinya IPAL Komunal (system off site sanitation) dan Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT) di Kabupaten Tasikmalaya, untuk dapat melayani wilayah pusat kota dan kawasan perkotaan;

7. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan persampahan

8. Belum terbangunnya TPA Nangkaleah

9. Belum adanya TPST di wilayah pusat kegiatan lokal (PKL Singaparna, Karangnunggal, Ciawi, Manonjaya, Cikatomas dan Taraju)

10. Belum adanya TPS di tiap kecamatan

Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil

1) Keterbatasan akses layanan dan tertib administrasi pengelolaan kependudukan dokumen kependudukan dan catatan sipil

2) Belum optimalnya pemanfaatan data kependudukan untuk pembangunan daerah

3) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya data kependudukan dan catatan sipil

4) Terbatasnya sarana dan prasarana mobilitas layanan kependudukan dan catatan sipil.

Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

1) Masih rendahnya sumber daya aparatur pemerintahan desa

dalam tata kelola pemerintahan dan keuangan desa.

2) Terbatasnya tingkat kesejahteraan aparatur pemerintahan desa.

IV - 6

3) Belum optimalnya peran lembaga desa dan lembaga masyarakat desa.

4) Lemahnya lembaga ekonomi Desa.

5) Menurunnya nilai-nilai gotong royong masyarakat dalam pembangunan desa.

6) Belum dikembangkannya sistem informasi desa.

7) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan desa.

Urusan Kependudukan dan Keluarga Berencana

1) Keterbatasan ketersediaan alat kontrasepsi gratis bagi masyarakat miskin.

2) Keterbatasan tenaga penyuluh program KB.

3) Rendahnya usia perkawinan pertama.

4) Lemahnya institusi KB.

5) Terbatanya pembinaan ketahanan keluarga.

Urusan Perhubungan

1) Masih banyak daerah yang belum terlayani trayek angkutan umum.

2) Belum terlaksananya pembangunan terminal baru tipe B.

3) Belum optimalnya pengelolaan sub terminal.

4) Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan.

5) Belum adanya trayek menuju lokasi-lokasi strategis seperti ke pusat pemerintahan.

Urusan Komunikasi dan Informatika

1) Terbatasnya cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi kabel.

2) Terbatasnya akses dan kemampuan masyarakat menikmati layanan telekomunikasi nirkabel.

3) Belum terintegrasinya layanan pemerintah berbasis teknologi informasi.

IV - 7

4) Belum tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan E Government.

Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

1) Masih

kualitas/pengelolaan manajemen Koperasi dan UKM.

rendahnya

2) Terbatasnya akses terhadap potensi pasar dan sumber produktif lainya.

3) Masih terbatasnya akses permodalan.

4) Masih kurangnya inovasi dan penerapan TTG yang

berdampak pada kemampuan daya saing produk.

5) Kurangnya Diversifikasi dan tingkat kreatifitas desain produk.

6) Belum terbangunnya rumah kemasan.

Urusan Penanaman Modal

1) Rendahnya investasi di daerah.

2) Belum semua kewenangan perizinan diselenggarakan secara terpadu.

3) Kajian potensi dan peluang investasi yang dapat ditawarkan kepada investor masih terbatas.

4) Kurangnya daya dukung regulasi dan kebijakan investasi.

5) Lemahnya data dan informasi penanaman modal.

6) Rendahnya promosi investasi penanaman modal.

Urusan Kepemudaan dan Olahraga

1) Pembinaan olah raga yang belum terpadu antara olahraga pendidikan di lingkungan persekolahan, olahraga rekreasi di lingkungan masyarakat, dan olah raga prestasi untuk kelompok atlit.

2) Terbatasnya sarana dan prasarana olahraga.

3) Tingginya

pemuda dengan keterampilan rendah.

tingkat

pengangguran

4) Belum berjalannya pelayanan kepemudaan.

IV - 8

Urusan Statistik

1) Belum tingginya kesadaran pentingnya data statistic.

2) Rendahnya ketersediaan statistik sektoral yang dimiliki pemerintah daerah.

3) Terbatasnya SDM yang mengerti tentang statistic.

Urusan Persandian

1) Belum

penyelenggaraan urusan persandian.

dilaksanakannya

2) Belum dimilikinya pola persandian antar perangkat daerah.

Urusan Kebudayaan

1) Rendahnya ketahanan budaya masyarakat akibat imbas perubahan global

2) Belum optimalnya proses regenerasi dalam rangka pewarisan budaya daerah

3) Belum termanfaatkannya produk budaya sebagai potensi industri kreatif

Urusan Perpustakaan

1) Kurangnya minat dan budaya baca masyarakat

2) Keterbatasan sarana dan prasarana perpustakaan/tidak ada perpustakaan yang representatif.

3) Terbatasnya tenaga pengelola perpustakaan (Pustakawan)

Urusan Kearsipan

1) Keterbatasan sarana dan prasarana kearsipan.

2) Terbatasnya tenaga pengelola kearsipan (arsiparis).

3) Rendahnya keasadaran pentingnya kearsipan.

Urusan Kelautan dan Perikanan

1) Belum selesaianya penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap (Pangkalan Pendaratan Ikan/PPI).

2) Degradasi kualitas lingkungan pesisir yang mengakibatkan jumlah ikan di sekitar pesisir menurun drastis.

IV - 9

3) Berkurangnya kualitas, kuantitas, dan debit air di sentra perikanan air tawar.

4) Masih rendahnya produktivitas perikanan budidaya air tawar, payau dan laut.

5) Rendahnya kualitas induk ikan yang digunakan masyarakat pembenih ikan.

6) Masih kurangnya sarana dan prasarana pembenihan ikan.

Urusan Pariwisata

1) Tidak memadai dan kurang penataan terhadap objek wisata yang ada.

2) Aksesibilitas, Fasilitas, Sarana dan Prasarana serta atraksi wisata yang belum optimal.

3) Lemahnay kapasitas kelembagaan kepariwisataan.

4) Belum terjalinya kerjasama pengelolaan potensi pariwisata.

5) Belum optimalnya startegi pemasaran pariwisata.

6) Masih terbatasnya Sumber Daya Manusia di Bidang Pariwisata.

Urusan Pertanian

1) Keterbatasan Kepemilikan Lahan dengan rata-rata <0,25

Ha.

2) Tingginya laju alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian terutama untuk sawah produktif yang beririgasi teknis.

3) Sektor pertanian bukan lagi pilihan utama sebagai sumber mata pencaharian.

4) Penurunan kesuburan tanah akibat praktek pertanian intensif bertahun-tahun.

5) Menurunnya kualitas infrastruktur pertanian terutama jaringan irigasi tersier.

6) Penerapan teknologi tepat guna masih terbatas.

7) Masih terbatasnya sarana dan prasarana panen dan pasca panen.

10 IV -

8) Rendahnya kualitas dan nilai tambah produk yang dihasilkan.

9) Kelembagaan kelompok tani belum mandiri.

10) Berkurangnya sumber daya manusia pertanian.

11) Masih kurangnya/lemahnya penelitian-penelitian yang berorientasi

produk-produk unggulan pertanian/inovasi produk pertanian.

pada

12) Sistem agribisnis dari sub sistem pemasaran masih lemah dan infrastruktur penunjang belum ada (terminal agribisnis).

13) Masih lemahnya aspek permodalan (aspek sub sistem penyediaan jasa agribisnis masih lemah).

14) Masih rendahnya tingkat produktivitas dan nilai tambah komoditas perkebunan.

15) Kondisi rumah potong hewan, Pasar Hewan, Unit Perbibitan Ternak masih jauh dari memadai.

16) Terbatasnya akses peternak terhadap permodalan.

17) Terbatasnya hijauan makanan ternak.

Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral

1) Belum adanya masterplan ataupun grand design arah pengelolaan kegiatan usaha pertambangan.

2) Pengelolaan kegiatan pertambangan masih berorientasi terhadap penjualan raw material, sehingga tidak dapat memberikan nilai tambah.

3) Orientasi pelaku usaha pertambangan hanya pada penambangan bahan galian saja, tanpa memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan dan reklamasi lahan bekas tambang.

4) Masih terbatasnya penyediaan sumber-sumber energi alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) mikro hidro dan biogas.

11 IV -

Urusan Perdagangan

1) Belum tersedianya sarana dan prasarana kemetrologian.

2) Tidak memadainya pasar rakyat.

3) Belum optimalnya pemanfaatan sistem resi gudang (SRG).

4) Masih kurangnya kualitas produk unggulan yang berdaya saing.

5) Masih kurangnya fasilitas pemerintah daerah dalam perdagangan ekspor.

6) Belum ada penataan dan pemberdayaan PKL.

Urusan Industri

1) Masih Rendahnya struktur industri dan pemberdayaan IKM untuk dapat mendorong sektor ekonomi daerah.

2) Belum optimalnya kemampuan desain dan pengemasan produk.

3) Kurangnya sarana dan prasarana bagi sentra-sentra industry.

4) Belum memadainya peralatan produksi dan keterbatasan bahan baku.

5) Akses teknologi terbatas.

Urusan Perencanaan Pembangunan Daerah

1) Inkonsistensi perencanaan dan penganggaran.

2) Lemahnya data dan informasi pembangunan.

3) Perencanaan pembangunan belum terintegrasi berbasis teknologi informasi.

4) Masih rendahnya kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Urusan Penelitian dan Pengembangan

1) Pemanfaatan Iptek dan TI di masyarakat masih kurang.

2) Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian sebagai dasar perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan pembangunan daerah belum berjalan.

12 IV -

Urusan Keuangan Daerah

1) PAD rendah sehingga ketergantungan terhadap dana transfer masih tinggi.

2) Masih adanya aset yang belum tersertifikasi.

3) Sebagian aset belum dimanfaatkan dengan optimal sebagai sumber pendapatan.

4) Belum proporsionalnya belanja langsung dan belanja tidak langsung dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5) Terbatasnya pemutakhiran penilaian objek pajak secara massal.

Urusan Aparatur dan Pelayanan Publik

1) Sistem manajemen kepegawaian belum mampu mendorong peningkatan profesionalitme ASN.

2) Masih rendahnya sarana dan prasarana pemerintahan.

3) Penempatan pegawai belum sesuai dengan kompetensi pegawai dan proporsional.

4) Reformasi birokrasi tidak berjalan.

5) Belum memiliki sarana dan prasarana pengembangan aparatur.

6) Cakupan peserta Diklat masih kecil, 5% dari total pegawai per tahun.

7) Kekurangan pegawai untuk formasi tertentu urusan layanan dasar.

Urusan Kebencanaan

1) Masih sedikit desa tangguh bencana.

2) Belum terwujudnya keterpaduan antar instansi pemerintah maupun dengan lembaga lainnya, dalam menindaklanjuti penanggulangan bencana, baik pada tahapan pra-bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

3) Belum optimalnya keterlibatan masyarakat, dunia usaha dan instansi pemerintah lainnya dalam penanggulangan bencana.

13 IV -

4) Belum dimilikinya secara keseluruhan dokumen rencana kontingensi untuk semua jenis bencana yang ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

5) Keterbatasan sarana prasarana penanggulangan bencana

6) Keterbatasan sarana dan prasarana serta personil kebakaran.

Urusan Keagamaan

1) Belum optimalnya peran lembaga-lembaga keagamaan dalam kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

2) Belum optimalnya pengumpulan, pengelolaan dan penyaluran zakat profesi.

3) Kecenderungan menurunnya pendidikan keagamaan terutama di lingkungan keluarga.

4) Belum optimalnya upaya peningkatan kesejahteraan bagi guru madrasah diniyah.

Urusan Politik

1) Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga- lembaga politik.

2) Kecenderungan penurunan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.

3) Partisipasi

penyusunan dan pengambilan kebijakan publik masih rendah.

masyarakat

dalam

4) Belum optimalnya proses pendidikan politik kepada masyarakat.

5) Keberpihakan anggaran pendidikan politik masih rendah.

6) Proses politik makin mahal.

7) Maraknya politik uang.

8) Kurang berjalannya fungsi representasi lembaga perwakilan rakyat.

14 IV -

Urusan Hukum

1) Belum adanya grand design tentang pembuatan program legislasi daerah.

2) Belum ada integrasi antara kebijakan dan regulasi/regulasi kurang mendukung kebijakan.

3) Kurang dan rendahnya kapasitas dan kompetensi sumberdaya manusia di bidang hukum.

4) Masih rendahnya budaya hukum masyarakat

5) Rendahnya produk hukum daerah.

4.2. Isu Strategis

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017, isu strategis adalah kondisi/hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan daerah karena dampaknya signifikan bagi daerah. Kondisi/kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan kerugian lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Karakteristik isu strategis adalah kondisi/hal bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat kelembagaan/keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang akan datang. Mengingat permasalahan pembangunan sangat banyak seperti disebutkan di atas, untuk menentukan permasalahan yang akan dijadikan bahan isu strategis perlu terlebih dahulu diidentifikasi isu global, nasional, regional, dan lokal sesuai dinamika yang berkembang saat ini. Adapun isu strategis yang terpilih secara berturut-turut adalah sebagai berikut:

1. Penanggulangan kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah utama yang harus dipecahkan. Penanggulangan kemiskanan secara sinergis dan sistematis harus dilakukan agar setiap warga negara mampu menikmati kehidupan yang bermartabat. Oleh karena itu sinergi berbagai pemangku kepentingan di Kabupaten Tasikmalaya sangat diperlukan.

15 IV -

Pemerintah sebagai pelaksana kedaulatan rakyat memiliki tanggungjawab dalam mensejahterakan masyarakat hal ini merupakan konsekwensi dari prinsip negara kesejahteraan ( walfare state) sebagaimana ditegaskan dalam alinea ke IV Pembukaan Undang Undang Dasar Tahun 1945, salah satu implementasinya adalah tanggung jawab pemerintah dalam penanggulangan kemisikan sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pada pasal 6 pendanaan bagi pelaksanaan program percepatan penananggulangan kemiskinan bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan sumber pendanaan lain yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Di Kabupaten Tasikmalaya dengan kondisi geografis yang menyebar di 39 Kecamatan dan 351 Desa serta gambaran jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tasikmalaya pada Tahun 2011 sebanyak 211.600 orang, kemudian turun menjadi 201.500 orang pada Tahun 2012, selanjutnya di Tahun 2013 turun kembali menjadi 199.300 orang, di Tahun 2014 menurun menjadi 194.800 orang dan di akhir Tahun 2015 naik kembali menjadi 208.120 orang, kemudian pada Tahun 2016 turun menjadi 195.610 orang dan di akhir Tahun 2017 turun kembali menjadi 189.350 orang.

Kemudian jika dilihat proporsi (%) jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk di Kabupaten Tasikmalaya selama 5 (lima) tahun terakhir tren-nya menurun yaitu di Tahun 2011 proporsinya sebesar 12,49 %, di Tahun 2012 sebesar 12,36 %, kemudian di Tahun 2013 menjadi 11,6 %, di Tahun 2014 sebesar 11,57 % dan di akhir Tahun 2015 naik menjadi 11,99 %, kemudian di Tahun 2016 turun menjadi 11,24 % dan pada akhir Tahun 2017 turun ke angka 10,84 %, sehingga dapat dilihat bahwa persentase penduduk miskin di Kabupaten Tasikmalaya masih jauh dari target yang telah ditetapkan SDGs.

Nilai capaian tingkat kemiskinan yang belum mampu mencapai target SDGs secara nasional maupun pada lingkup Jawa Barat dan

16 IV -

Kabupaten Tasikmalaya menunjukan bahwa permasalahan masih menjadi pekerjaan yang harus segera ditangani secara serius. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara sinergis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Sedangkan dalam RPJMD Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 – 2021 masalah kemiskinan tercantum dalam Program Pembangunan Kabupaten Tasikmalaya 2016-2021 pada Misi Pertama, yaitu mewujudkan

beriman, bertaqwa, berakhlaqulkarimah dan berkualitas. Dengan Isu Strategi yang pertama yaitu penanggulangan kemiskinan. Kemudian pencapaian misi tersebut salah satunya diukur melalui penurunan target angka kemiskinan dari 11,99% pada tahun 2016 menjadi 9,44% pada tahun 2021.

masyarakat

yang

Kondisi umum daerah yang relevan dengan kemiskinan, baik sisi geografis, demografis, ekonomi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sesuai paradigma pembangunan pembangunan manusia, maka pencapaian tujuan pembangunan diantaranya direpresentaikan dengan indikator pembangunan manusia. Aspek penting dalam pembangunan yang meliputi aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah pada dasarnya diarahkan untuk dapat meningkatkan pembangunan manusia itu sendiri. Berdasarkan Pengelolaan Basis Data Terpadu (PBDT) yang dikelola TNP2K, Rumah Tangga miskin yang ada di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 702.546 penduduk miskin, yang terbagi dalam 4 (desil) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.5. berikut ini.

TASIKMALAYA, Desil 3, 122,032

Penduduk Miskin versi Basis Data Terpadu TNP2K Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015

17 IV -

Dari jumlah tersebut di atas, terbagi dalam 39 kecamatan sebagaimana dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dengan Kesejahteraan 40 % Terendah di Kabupaten Tasikmalaya

Desil 3 Desil 4

Basis Data Terpadu TNP2K, Tahun 2015

18 IV -

Penyebab Permasalahan Kemiskinan di Kabupaten Tasikmalaya

Dalam permasalahan sosial tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal. Begitu pun dengan kemiskinan. Selalu ada keterhubungan, interdependesi. Penyebab permasalahan kemiskinan berdasarkan pada empat aspek: geografis; beban kependudukan, aspek pemenuhan hak dasar dan aspek ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender.

I. Faktor Geografis

1) Kondisi daerah yang rawan bencana merupakan penyebab terbesar/ancaman terhadap kemiskinan.

2) Biaya ekonomi mahal (biaya produksi, transportasi, pemasaran, dll).

3) Akses terhadap sumber-sumber ekonomi menjadi sulit dan mahal.

4) Akses terhadap layanan publik sulit dan mahal.

II. Faktor Beban Kependudukan

1) Rumah tangga miskin memiliki beban keluarga lebih besar,

sebab memiliki rata-rata anggota keluarga 4-5 orang.

2) Pasangan usia subur yang tinggi (di atas 400 ribu) namun kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah KB.

3) Keterbatasan terhadap akses kesehatan reproduksi dan fasilitas kesehatan lainnya.

4) Ketersebaran dan Kepadatan penduduk di beberapa kecamatan tertentu.

5) Migrasi penduduk dari perdesaan ke kota termasuk ke luar daerah karena faktor ekonomi.

III. Aspek Pemenuhan Hak Dasar

1) Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.

2) Terbatasnya kecukupan dan kelayakan mutu pangan berkaitan dengan daya beli yang rendah, ketersediaan pangan yang tidak merata ketergantungan yang tinggi terhadap beras dan terbatasnya diversifikasi pangan.

19 IV -

3) Dari sisi suply, petani penghasil pangan kurang dukungan produksi pangan, tata niaga yang tidak efisien dan rendahnya penerimaan usaha tani pangan.

4) Terbatasnya Akses dan Rendahya Mutu Layanan Kesehatan

5) Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang dan rendahnya derajat kesehatan ibu.

6) Keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan, mahalnya jasa layanan kesehatan, mahalnya ongkos/biaya mengakses akibat keterbatasan jumlah dan jarak geografis.

7) Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan

8) Disebabkan tingginya biaya pendidikan; terbatasnya jumlah dan mutu sarana dan prasarana pendidikan; terbatasnya jumlah dan mutu guru di daerah pelosok, terbatasnya jumlah, sebaran dan mutu program kesetaraan melalui pendidikan non formal.

9) Terbatasnya kesempatan kerja dan Berusaha

10) Masyarakat

umumnya menghadapi keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya peluang

miskin

pada

usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan perempuan.

untuk

mengembangkan

11) Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih dan Sanitasi

12) Jangkauan layanan PDAM masih sangat terbatas; menurunnya jumlah dan mutu sumber air, serta kurang kesadaran akan pentingnya air bersih untuk kesehatan.

20 IV -

13) Lemahnya Kepastian Kepemilikan dan Penguasaan Tanah

14) Struktur kepemilikan dan penguasaan tanah serta ketidakpastian dalam penguasaan dan kepemilikan lahan pertanian. Rata-rata kepemilikan tanah oleh warga, khususnya petani adalah kurang dari 0,25 ha/keluarga. Tanpa dilindungi dengan dokumen pertanahan yang kuat secara yuridis dan tak dapat dijadikan jaminan ke bank.

2. Penataan kawasan Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya

Pengertian Tata Ruang menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Sedangkan pengertian kota, ditinjau dari segi geografis menurut Bintarto (1989), kota dapat diartikan suatu sistem jaringan kehidupan manusia, ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur- unsur alam dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di bawahnya.

Dalam Pasal 1 sub 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya telah mencanangkan bahwa pembangunan dilaksanakan secara terencana, komprehenshif, terpadu,

berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan

terarah,

bertahap,

dan

21 IV - 21 IV -

Kota Singaparna yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya sebagai pusat perekonomian wilayah memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup warganya melahirkan berbagai permasalahan. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan dikaitkan dengan implikasinya pada ruang kota, bagi para pakar dan pemerhati lingkungan sangatlah menakutkan. Apalagi ada banyak kejadian terutama di negara berkembang, kota-kota tersebut berkembang tanpa pengendalian. Jumlah penduduk terus bertambah, ruang kota semakin padat dan berkualitas rendah, lalu lintas semrawut, penghijauan sangat kurang, terjadi banjir dan sebagainya.

Selain akan terjadi kepadatan dan ketidak teraturan bangunan, akan berdampak buruk juga pada sisi lainnya, antara lain, (1) kepadatan bangunan dengan tata letak yang tidak teratur, (2) tidak adanya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan hujan dan pengurang polusi udara, (3) akses jalan yang sulit dilewati oleh kendaraan besar (mobil) pada pemukiman padat penduduk, (4) kecilnya jalan akses menuju daerah tertentu karena banyak dijadikan pemukiman, (5) akses untuk mendapatkan air bersih dan air minum sulit didapat, (6) tidak adanya drainase yang baik dapat menyebabkan banjir pada saat musim penghujan, (7) kepadatan penduduk membuat banyak sampah rumah tangga menumpuk, (8) banyak penyakit yang timbul karena lingkungan yang tidak bersih, (9) buruknya instalasi kelistrikan di daerah tersebut, (10) banyaknya kejadian kebakaran yang terjadi di permukiman padat karena hubungan arus pendek listrik, (11) banyaknya sungai atau drainase yang tercemar oleh limbah rumah tangga.

Uraian di atas dapat dipahami bahwa akan banyak dampak buruk yang ditimbulkan akibat tidak adanya perencanaan penataan dalam sebuah wilayah permukiman, terlebih lagi pada permukiman padat dengan jumlah penduduk yang padat pula. Dalam hal ini perlu

22 IV - 22 IV -

3. Aksesibilitas dan mutu pelayanan dasar

Pelayanan publik merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh

Tasikmalaya harus mendistribusikan pelayanan tersebut secara adil dalam upaya pemenuhan kebutuhan kepada semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, hakekatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan aparatur Negara sebagai pengabdi masyarakat.

Tuntutan kinerja terbaik oleh pemerintah daerah kini semakin marak menyusul diberlakukannya UndangUndang No.23 Tahun 2014. Undang-Undang tersebut menekankan pada pemberian kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian kewenangan didalam Undang-undang tersebut memiliki implikasi yang besar terhadap akuntabilitas publik, yaitu bahwa aparat dan lembaga pelayanan publik didaerah harus dapat dipertanggungjawabkan apa yang mereka berikan atau mereka lakukan untuk kepentingan masyarakat. Dalam konteks ini pelayanan publik diberi makna yang sangat luas, artinya tidak hanya sebatas pemberian pelayanan dasar kepada masyarakat, tetapi juga

23 IV - 23 IV -

Peranan pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berupaya melaksanakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.

Pelayanan dasar dalam Standar Pelayanan Minimal merupakan urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan Pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah. Urusan Pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang selanjutnya menjadi jenis SPM terdiri atas :

1) Pendidikan

2) Kesehatan

3) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

4) Perumahan Rakyat dan Kawasan permukiman

5) Ketentraman,

dan perlindungan masyarkat, dan

4. Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan menurut Undang-undang Nomor : 18 Tahun 2012 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara

24 IV - 24 IV -

Dalam aspek ketersediaan pangan, pangan bias dihasilkan dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Sebagaimana amanat UU Pangan, tiap tingkatan pemerintahan berkewajiban menyediakan cadangan pangan pemerintah yang yang terdiri dari cadangan pangan pemerintah pusat, cadangan pangan pemerintah provinsi, cadangan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan cadangan pemerintah desa. Di samping itu dianjurkan pula adanya cadangan pangan masyarakat berupa lumbung-lumbung pangan. Aspek keterjangkauan atau akses juga sama pentingnya dengan aspek ketersediaan karena berhubungan dengan kemampuan rumah tangga atau perseorangan untuk memperolah pangan cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata. Beberapa kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin dan sangat miskin (20% dari jumlah penduduk) tidak bias mengakses pangan sehingga dibantu dengan program pemerintah yaitu Beras Sejahtera.

Isu Ketahanan Pangan telah menjadi isu dunia di samping isu Ketahanan Energi karena dapat membuat suatu pemerintahan tidak stabil dan keadaan menjadi chaos. Beberapa negara yang dilanda kelaparan dan kelangkaan pangan menjadikan negara tersebut tidak stabil secara politik. Dan sebaliknya ketidakstabilan politik dapat mengakibatkan kelangkaan pangan dan kelaparan. Dalam konteks nasional, isu ketahanan pangan selalu dikendalikan sejak Pemerintah Orde Baru karena dianggap sebagai salah satu sumber instabilitas. Pemerintah Orde Baru membentuk lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG) yang bertanggung jawab untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga pangan terutama pangan pokok yaitu beras. Pemerintah menerapkan kebijakan beras murah yang bisa diakses oleh setiap warganegara dengan harga yang sangat

25 IV - 25 IV -

Dalam konteks daerah atau Kabupaten Tasikmalaya, isu ketahanan pangan menjadi sangat penting karena hal-hal sebagai berikut

a. Bertambahnya Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut BPS

Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2017 yaitu sebanyak 1.747.318 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya pada Tahun 2012 berjumlah 1.716.178 jiwa. Berarti selama 5 (lima) tahun penduduk Kabupaten Tasikmalaya bertambah sejumlah 31.140 jiwa atau 1,81%. Apabila memakai patokan kebutuhan beras per kapita berdasarkan Survei Sosial Ekonomi BPS Tahun 2015 yaitu 98 kg/orang/tahun maka kebutuhan beras Kabupaten Tasikmalaya per tahun yaitu 1.747.318 orang x 98 kg/orang = 171.237 Ton. Apabila diasumsikan bahwa rendemen beras dari gabah yaitu 65%, maka gabah kering giling yang harus dihasilkan untuk kebutuhan per tahun yaitu 171.237 ton x 1/0,65 = 263.441 Ton.

b. Berkurangnya Areal Sawah melalui Alih Fungsi Lahan Pertanian

Setiap tahun lahan sawah di Kabupaten Tasikmalaya beralih fungsi dari fungsi pertanian ke fungsi non pertanian seperti pemukiman/perumahan, industri, perdagangan dan jasa serta fungsi non-pertanian lainnya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B), setiap Kabupaten/Kota diwajibkan untuk mengalokasikan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk dijadikan sawah abadi. Dari 45.000 Ha lahan sawah di Kabupaten Tasikmalaya (Pusdatin

26 IV -

Kementan, 2015), yang diusulkan untuk dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan hanya sekitar 19.000 Ha. Lahan pertanian pangan berkelanjutan ini selanjutnya akan dijadikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam RTRW Kabupaten Tasikmalaya.

c. Tidak Menentunya Iklim Kabupaten Tasikmalaya sebagaimana daerah lain di Indonesia

mengalami ketidakpastian iklim yang berakibat pada tidak menentunya musim hujan dan musim kemarau. Hal ini mengakibatkan adanya beberapa kawasan sawah yang mengalami gagal panen atau fuso karena kekurangan air. Kegagalan panen ini berimbas pada penurunan produksi padi yang tidak sesuai target yang telah ditetapkan.

d. Banyaknya Penduduk Miskin Berdasarakan data terakhir 2017, jumlah rumah tangga miskin

di Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 211.807 RTM atau 702.227 jiwa (10,84%). Banyak rumah tangga miskin atau penduduk miskin berarti banyaknya penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap pangan atau ketahanan pangannya rendah. Hal ini menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan bahwa rumah tangga miskin atau penduduk miskin terjamin kebutuhan pangannya minimal kebutuhan pangan pokok yaitu beras.

e. Pola Konsumsi Pangan yang Kurang Sehat Pola konsumsi pangan yang sehat dapat dilihat dari Pola Pangan

Harapan. Pola pangan harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi nasional dan cadangan pangan yang mencukupi dari pada tingkat regional dan lokal ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan sepanjang

27 IV - 27 IV -

A. Masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras.

B. Masih rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta sayur dan buah.

C. Pemanfaatan sumber-sumber pangan lokal seperti umbi, jagung, dan sagu masih rendah.

D. Diperlukan upaya untuk menganekaragamkan konsumsi pangan masyarakat menuju skor PPH yang ideal agar hidup sehat, aktif, dan produktif.

E. Kebijakan terfokus pada peningkatan produksi dan belum mempertimbangkan kecukupan gizi (nutrition sensitive production system) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

5. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Menurut UU No. 8 tahun 2007, untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana nasional, asas yang harus dijadikan pijakan adalah kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian hokum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semnetara prinsip yang harus dilakukan cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna, transparansi

pemberdayaan, nondiskriminatif, dan nonproletisi.

dan

akuntabilitas, kemitraan,

Tujuan dari penanggulangan bencana harus memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;

28 IV -

menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; menghargai budaya lokal; membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanggungjawab untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana ada di tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang dimandatkan kepada BNPB di tingkat nasional dan BPBD di daerah, Meski begitu masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam semua proses penanggulangan bencana ini: berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. Lembaga-lembaga nasional dan internasional juga boleh dan diberi peran untuk penanggulangan bencana, dengan tetap berkoordinasi dengan BNPB.

Penyelenggaraan bencana yang dilakukan harus meliputi aspek- aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; kelestarian lingkungan hidup; kemanfaatan dan efektivitas; dan lingkup luas wilayah. Setelah dikaji, mungkin dan bisa saja pemerintah menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman; dan/atau mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

a. Tahap Pra Bencana Proses peneyelenggaraan penanggulangan bencana, harus

melewati tahap prabencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana; atau dalam situasi ketika terdapat potensi terjadi bencana. Dalam tahap ini disusun perencanaan tindakan-tindakan: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang kerentanan

29 IV - 29 IV -

b. Tahap Saat Bencana Tahap selanjutnya adalah tanggap darurat, mencakup evakuasi

dan penyelamatan korban-korban bencana; dan pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat segera, kebutuhan air bersih dan sanitasi; pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian. Kegiatan yang dilakukan adalah pendataan, penempatan pada lokasi yang aman, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Dan kelompok rentan yang harus mendapat perhatian lebih adalah bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung atau menyusui; penyandang cacat; dan orang lanjut usia.

c. Tahap Pasca Bencana Setelah itu dilakukan tahap pemulihan meliputi rehabilitasi dan

rekonstruksi. Rehabilitasi mencakup perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan sarana umum; pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan; rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan sosial ekonomi budaya; pemulihan keamanan dan ketertiban; pemulihan fungsi pemerintahan; dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

Sedangkan pemulihan dengan rekonstruksi, yang dilakukan adalah: pembangunan kembali prasarana dan sarana; pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan; peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat; peningkatan kondisi sosial, ekonomi,

30 IV - 30 IV -

Seluruh pembiayaan penyelenggaraan penanngualanagan benacana, sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan. Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit koordinasi.

Tabel 4.2 Daerah Rawan Bencana

Kecamatan

Rawan Bencana

Luas (Ha)

Kec. Bantarkalong

2365.777 Kec. Bantarkalong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 2169.339 Kec. Bantarkalong

1941.848 Kec. Bojongasih

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

2677.190 Kec. Bojongasih

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 688.101 Kec. Bojongasih

1618.102 Kec. Bojonggambir Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

4984.860 Kec. Bojonggambir Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah

7599.890 Kec. Bojonggambir Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

752.836 Kec. Ciawi

287.270 Kec. Ciawi

Kawasan Rawan Gempa

2105.001 Kec. Ciawi

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 2190.463 Kec. Ciawi

81.836 Kec. Cibalong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

549.394 Kec. Cibalong

Kawasan Gunung Berapi Daerah Bahaya

1898.112 Kec. Cibalong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 913.021 Kec. Cibalong

2806.913 Kec. Cigalontang

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

Kawasan Gunung Berapi Daerah Terlarang 299.285 Kec. Cigalontang

1966.252 Kec. Cigalontang

Kawasan Gunung Berapi Daerah Bahaya

135.679 Kec. Cigalontang

Kawasan Rawan Gempa

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 8913.587 Kec. Cigalontang

2841.557 Kec. Cikalong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

3912.707 Kec. Cikalong

Kawasan Rawan Tsunami Tinggi

975.876 Kec. Cikalong

Kawasan Rawan Tsunami Menengah

6815.478 Kec. Cikalong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 4342.677 Kec. Cikatomas

6257.441 Kec. Cikatomas

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 6749.337 Kec. Cikatomas

1453.078 Kec. Cineam

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

Kawasan Rawan Gempa

31 IV -

Kecamatan

Rawan Bencana

Luas (Ha)

Kec. Cineam Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 6101.881 Kec. Cineam

14.137 Kec. Cipatujah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

2151.932 Kec. Cipatujah

Kawasan Rawan Tsunami Tinggi

1199.742 Kec. Cipatujah

Kawasan Rawan Tsunami Menengah

15110.523 Kec. Cipatujah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 3921.418 Kec. Cipatujah

1511.666 Kec. Cisayong

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

Kawasan Gunung Berapi Daerah Terlarang 572.758 Kec. Cisayong

1591.271 Kec. Cisayong

Kawasan Gunung Berapi Daerah Bahaya

2147.670 Kec. Cisayong

Kawasan Rawan Gempa

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 749.701 Kec. Cisayong

7.917 Kec. Culamega

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

4051.565 Kec. Culamega

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Rendah

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah 3255.070 Kec. Culamega

1334.973 Kec. Culamega

Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi

0.000 Kec. Culamega