HPI 12 Recent site activity teeffendi

Hybrid Court
(Peradilan Campuran)

Gambaran Umum
Selain penegakan hukum secara langsung, terdapat juga
apa yang disebut dengan penegakan hukum internasional
secara tidak langsung. Penegakan hukum pidana
internasional secara tidak langsung atau indirect
enforcement system adalah penegakan hukum pidana
internasional melalui hukum pidana nasional masingmasing negara dimana tindak pidana internasional tersebut
terjadi. Dalam kata lain dapat disebut juga sebagai
campuran, Hybrid Model atau disebut dengan
Internationalised Domestic Criminal Tribunals.
(Ilias Bantekas dan Susan Nash, 2003: 397)

Gambaran Umum (lanjutan)
Pengadilan campuran atau Hybrid Court merupakan
penemuan baru dalam bidang hukum pidana internasional
yang disebut dengan generasi ketiga dari perkembangan
pidana internasional. Perkembangan ini merupakan
terobosan baru dalam penegakan hukum pidana HAM

internasional dimana model ini dikelompokkan dari
beberapa campuran Negara-negara dan komponen
internasional yang menawarkan pendekatan yang tertuju
pada keadilan internasional secara keseluruhan pada satu
sisi dan keadilan dalam negeri di sisi lain.
(Sarah Noumen, 2010)

Gambaran Umum (lanjutan)
Ciri khas utama model ini adalah adanya komposisi
campuran antara elemen-elemen domestic dan
internasional. PBB beranggapan, bahwa PBB memiliki
tanggungjawab untuk pendanaaan, sumberdaya
manusia, menyediakan hakim-hakim, penuntut umum
melalui sumbangan-sumbangan atau kontribusi dari
Negara lainnya.
(Highonet Ethel, 2010)

Alasan dibentuknya Hybrid Court
• Tidak memadainya kapasitas atau sumberdaya pada level
nasional;

• Hybrid Court dibentuk untuk mengatasi masalah-masalah
hambatan dari sistem hukum domestic, seperti amnesti atau
imunitas;
• Ketidakjelasan atau tidak memadai kemandirian dari sistem
hukum domestic.;
• Memberikan kontribusi terhadap hak, keadilan dan
pengadilan yang efektif;
• Memberikan kontribusi untuk mengakhiri budaya impunitas.
(Highonet Ethel, 2010)

Special Court For
Sierra Leone

Gambaran Umum
Terdapat beberapa pendapat mengenai penyebab konflik di
Sierra Leone. Pendapat tersebut antara lain:
• Konflik di terjadi karena krisis terhadap pemerintahan dimana
dalam beberapa tahun diatur oleh satu partai dan eksploitasi
oleh sekelompok elite, serta ketidak berdayaan kekuasaan
militer;

• Konflik terjadi karena adanya perbedaan di dalam internal
partai yang ingin mengatur tambang berlian;
• Adanya konflik etnis yang terselubung antara Mende, partai
dominan masyarakat Sierra Leone (SLPP, Sierra Leone People’s
Party) dan Temne, kongres dominan seluruh masyarakat (APC,
All People’s Congress).

Gambaran Umum (lanjutan)
Pada tanggal 12 Juni 2000, Presiden Sierra Leone,
Ahmad Tejan Kabbah menulis surat kepada Sekretaris
Jendral PBB, Kofi Annan untuk meminta dunia
internasional untuk mengadili setiap orang yang
dianggap bertanggungjawab terhadap kejahatan
selama konflik. Pada tanggal 14 Agustus 2000, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1315 dan
meminta sekretaris jendral untuk memulai negosiasi
dengan pemerintah Sierra Leone untuk membentuk
peradilan khusus.

Yurisdiksi teritorial

Menurut Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court, The Special
Court Shall, except as provided in subparagraph (2), have
the power to prosecute persons who bear the greatest
responsibility for serious violations of international
humanitarian law and Sierra leonean law committed in the
territory of Sierra Leone... (Special Court berwenang,
kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (2), melakukan
penuntutan terhadap setiap orang yang paling
bertanggungajwab atas terjadinya pelanggaran berat
terhadap hukum humaniter international dan hukum Sierra
Leone yang dilakukan di dalam wilayah Sierra Leone...).

Yurisdiksi temporal
Pasal 1 ayat (1) Statuta Special Court juga mengatur tentang
yurisdiksi temporal dari Special Court. ...have the power to
prosecute persons who bear the greatest responsibility for
serious violations of international humanitarian law and
Sierra Leonean law committed in the territory of Sierra
Leone since 30 November 1996, ... (...memiliki kewenangan
untuk melakukan penuntutan terhadap setiap orang yang

paling bertanggungajwab atas terjadinya pelanggaran berat
terhadap hukum humaniter international dan hukum Sierra
Leone yang dilakukan di dalam wilayah Sierra Leone sejak
30 November 1996, ...)

Yurisdiksi personal
Diatur di dalam Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) Statuta
Special Court, yaitu berwenang mengadili orang-orang
antara lain:
1. Setiap orang yang melakukan pelanggaran;
2. Pasukan penjaga perdamaian yang melanggar akan
diperiksa berdasarkan hukum nasional negara
pengirim;
3. Jika negara pengirim pasukan penjaga perdamaian
tidak mau atau tidak mampu memeriksa, maka
kewenangan memeriksa berada di special court

Yurisdiksi Material
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 2)
2. Pelanggaran berat terhadap Pasal 3 Konvensi Jenewa

(Serious violations of Article 3 common to the Geneva
Convention);
3. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum humaniter
internasional (Pasal 4);
4. Kejahatan berdasarkan hukum Sierra Leone, diantaranya
adalah tindak pidana yang berhubungan dengan
penyalahgunaan terhadap anak perempuan dan tindak
pidana yang berhubungan dengan perusakan dengan
sengaja terhadap hak milik (Pasal 5)

Prinsip dasar Special Court






Prinsip individual responsibility (Pasal 6 ayat (1);
Non impunity (Pasal 6 ayat (2);
Command responsibility (Pasal 6 ayat (3);

Concurrance Jurisdiction (Pasal 8);
Ne bis in idem (Pasal 9)

Pelaksanaan Peradilan
Special Court for Sierra Leone beranggotakan 12 (dua
belas) hakim, yang mana 7 (tujuh) diantaranya adalah
hakim pengadilan (5 (lima) ditunjuk oleh PBB dan 2 (dua)
dinominasikan dari pemerintah Sierra Leone. 5 (lima)
sisanya adalah hakim banding, dimana 3 (tiga) ditunjuk
oleh PBB dan 2 (dua) dinominasikan dari pemerintah
Sierra Leone. Hakim dipilih untuk masa jabatan 3 (tiga)
tahun dan dapat dipilih kembali.

Hakim Special Court
Hakim
Pierre G. Boutet (Kanada); Rosolu John Bankole
Thompson (Sierra Leone); Benjamin Mutanga Itoe
(Kamerun); Teresa Doherty (Irlandia Utara); Richard
Lussick (Samoa); Julia Sebutinde (Uganda); El Hadji
Malick Sow (Senegal);

Hakim Banding
Renate Winter (Austria); Jon Kamanda (Sierra Leone);
George Gelaga King (Sierra Leone); Emmanuel Ayoola
(Nigeria); Shireen Avis Fisher (Amerika Serikat);

Peradilan Special Court
Special Court for Sierra Leone mengadili 13 (tiga belas)
terdakwa untuk kejahatan perang, kejahatan terhadap
kemanusiaan dan pelanggaran lain terhadap hukum
humaniter internasional. 3 (tiga) terdakwa meninggal
dan 10 (sepuluh) terdakwa diproses oleh Special Court
for Sierra Leone. Terdakwa dibagi ke dalam 4 (empat)
kelompok, yaitu CDF, RUF, AFRC dan Charles Taylor,
mantan Presiden Liberia.

International Judge in
Kosovo

Gambaran Umum
Konflik yang terjadi di Kosovo merupakan cerita lama

antara masyarakat mayoritas, Albania dan masyarakat
minoritas, Serbia. Konflik semakin memanas ketika
tahun 1987, pada masa kepemimpinan Slobodan
Milosevic, dimana memutuskan untuk menghapuskan
konstitusi yang menjamin otonomi Kosovo. Keputusan
ini efektif pada bulan Maret 1989 dengan mengubah
konstitusi Serbia dimana di dalamnya menyatakan
provinsi Kosovo berada secara langsung dibawah
pengaturan Serbia

Gambaran Umum (lanjutan)
Menghadapi ketidakefisienan kebijakan Kosovo
Albania, beberapa masyarakat Kosovo Albania pada
tahun 1996 memutuskan untuk mengambil tindakan
dan melawan rezim Serbia dengan membentuk
Pasukan Pembebasan Kosovo (Ushtria Çlirimtare e
Kosovës (UCK) in Albanian). UCK kemudian melakukan
penyerangan terhadap tentara dan polisi Serbia.
Sebagai aksi balasan, pada bulan Februari dan Maret
1998, polisi dan tentara Serbia melakukan penyerangan

dan membiarkan pembunuhan terjadi dengan jumlah
yang sangat besar.

Gambaran Umum (lanjutan)
Khawatir konflik akan meluas ke negara tetangga, kekuatan barat
memutuskan untuk intervensi. Perundingan dengan pihak Serbia
yang menginginkan pasukan Serbia meninggalkan Kosovo gagal,
NATO akhirnya melakukan serangan udara terhadap Serbia
antara 24 Maret sampai dengan 10 Juni 1999, dan juga memaksa
rezim Milosevic untuk meninggalkan Kosovo.
Pada tanggal 15 Februari 2000, berdasarkan peraturan 2000/6,
United Nations Mission to Kosovo (UNMIK) mendirikan program
yang bertujuan untuk mengintegrasikan sistem peradilan pidana
nasional dengan pidana internasional. Program ini dibuat untuk
melawan impunitas dan membangun kembali hukum setelah
perang.

Yurisdiksi teritorial, temporal,
personal dan material
Berbeda dengan peradilan internasional

sebelumnya, international judge ini
menggunakan hukum nasional dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
Kosovo.
Melalui program UNMIK (United Nations
Mission in Kosovo) international judge dibentuk
berdasarkan mandat resolusi dewan keamanan
PBB 1244 (1999)

Pelaksanaan Peradilan
Pada tahun 1999 diperkenalkan polisi
internasional di Kosovo untuk menyelesaikan
perkara pelanggaran hukum pidana internasional
di Kosovo.
Walaupun polisi berasal dari masyarakat
internasional, namun hakim dan jaksanya berasal
dari Kosovo, khususnya etnis Albania.

Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)
Pada tahun 2000 berdasarkan regulasi 2000/6
UNMIK mulai diperkenalkan hakim dan penuntut
umum internasional, dan berdasarkan regulasi
2000/64 diperkenalkan sistem khusus yang
merupakan perwakilan dari sekretaris jenderal
PBB untuk membentuk apa yang disebut
kemudian dengan Regulasi pa el 64 ya g terdiri
dari 3 hakim panel yang terdiri dari setidaknya 2
hakim internasional.

Criminal Court For
Cambodia

Gambaran Umum
Setelah merdeka dari Perancis tahun 1953, Kamboja
tidak mampu menghindarkan diri dari kekacauan
perang Vietnam. Perang sipil yang terjadi sebagai akibat
tidak langsung dari perang dingin, di satu sisi,
pemerintah Lon Nol didukung Amerika Serikat dan di
sisi lain, Pol Pot dengan Khmer Merah nya di dukung
oleh Cina. Akhirnya ditengah-tengahnya, datanglah
pejuang komunis Vietnam yang mencari perlindungan
di tempat netral, yaitu Kamboja pada saat itu.

Gambaran Umum (lanjutan)
Pada 17 April 1975, pasukan Pol Pot bergerak menuju
Phnom Penh, mereka memprokamasikan tahun nol
(year zero). Khmer merah berusaha membawa kembali
negara ke zaman batu. Dalam beberapa minggu
pertama, 2.5 juta penduduk Phnom Penh dipaksa
keluar dari wilayah negara. Khmer merah telah
melakukan genosida terhadap sekitar 2 juta penduduk
di ladang pembantaian, sekitar seperempat penduduk
Kamboja pada saat itu, tujuannya adalah untuk
membentuk masyarakat Kamboja baru.

Gambaran Umum (lanjutan)
PBB berencana untuk membuat peradilan internasional
adhoc seperti ICTY dan ICTR, namun pemerintah Kamboja
menolak pembuatan mekanisme seperti ICTY dan ICTR,
pemerintah Kamboja menginginkan adanya Memorandum
of Understanding (MoU) yang berisi kerjasama
internasional yang signifikan dalam peradilan untuk
membentuk peradilan luar biasa di pengadilan Kamboja.
Akhirnya disetujui adanya pengadilan untuk kejahatan yang
terjadi antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 di
Kamboja dengan resolusi Majelis Umum nomor
A/RES/57/228 B.

Yurisdiksi teritorial
Yurisdiksi teritorial dari criminal court ini tidak jelas diatur di
dalam resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/57/228 B.
Pasal 1 resolusi tersebut hanya menyebutkan, …membawa
ke pengadilan pimpinan senior Demokratik Kamboja dan
mereka yang paling bertanggungjawab atas kejahatan dan
pelanggaran berat hukum pidana Kamboja, hukum
humaniter dan kebiasaan internasional, dan konvensi
internasional yang diakui oleh Kamboja.

Yurisdiksi temporal
Resolusi Majelis Umum menyebut tanggal 17 April
1975 sampai dengan 6 Januari 1979. Tanggal ini dipilih
karena 17 April 1975 adalah tanggal dimana deklarasi
zero year dinyatakan oleh Pol Pot dengan pasukan
Khmer Merahnya, dan 6 Januari 1979 adalah masuknya
tentara Vietnam ke wilayah Kamboja dan berhasil
memukul mundur pasukan Khmer Merah.

Yurisdiksi personal
Penuntutan dilakukan secara terbatas terhadap
pimpinan senior dari Demokratik Kamboja dan
mereka yang paling bertanggungjawab atas
kejahatan dan pelanggaran berat hukum pidana
Kamboja, hukum humaniter dan kebiasaan
internasional, dan konvensi internasional yang
diakui oleh Kamboja.

Yurisdiksi Material
Pasal 9 resolusi tersebut berisi tentang kejahatan yang
termasuk di dalam yurisdiksi criminal court, antara lain:
1. Genosida;
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
3. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949;
4. Pelanggaran lain yang disebutkan dalam hukum Kamboja.

Pelaksanaan Peradilan
Criminal Court for Cambodia terdiri dari 2 chamber luar
biasa, satu adalah chamber peradilan tingkat pertama
dan satu lagi tingkat banding.
Trial chamber beranggotakan 5 hakim dengan komposisi,
3 hakim dari Kamboja dan 2 hakim dari luar Kamboja
(Selandia Baru dan Perancis). Sedangkan Supreme Court
Chamber beranggotakan 7 hakim dengan komposisi 4
hakim dari Kamboja dan 3 dari luar Kamboja (masingmasing perwakilan dari Jepang, Polandia dan Sri Lanka)

Special Panels For Serious Crime
in
Timor Leste

Gambaran Umum
Kerusuhan di Timor Timur terjadi pasca jajak pendapat
tahun 1999, dimana hasil jajak pendapat menyebutkan,
78, 5 % menyatakan menolak otonomi khusus dan
memilih merdeka.
Jajak pendapat ini diprakarsai oleh PBB dengan
membentuk UNAMET (United Nations Assistance
Mission for East Timor).

Gambaran Umum (lanjutan)
Pasca pengumuman hasil jajak pendapat tersebut,
kerusuhan berkobar. Milisi pro integrasi menyerang
kelompok anti integrasi.
Akibat kerusuhan ini, kota Dili dan kota-kota lainnya rusak
berat, ratusan orang meninggal dan ratusan ribu orang
mengungsi ke Nusa Tenggara Barat.
TNI dan Polri dikaitkan dengan kerusuhan tersebut karena
hasil persetujuan New York menyebutkan, tangungjawab
keamanan berada di pihak Indonesia, sehingga adanya
kerusuhan tersebut merupakan tanggung jawab Indonesia.

Gambaran Umum (lanjutan)
Pada tanggal 25 Oktober 1999, dewan keamanan PBB
mengeluarkan resolusi 1272, dimana isinya memutuskan
untuk membentuk United Nations Transitional
Administration of East Timor (UNTAET) yang mana
mempercayakan secara keseluruhan tanggung jawab
administrasi untuk Timor Timur, dan berwenang melakukan
seluruh fungsi legislatif dan eksekutif termasuk administrasi
peradilan.
Berdasarkan regulasi 2000/11 pada tanggal 6 Maret 2000
UNTAET membentuk sistem peradilan berdasarkan
ketentuan internasional.

Yurisdiksi teritorial
Bagian kedua 2.2. regulasi UNTAET 2000/15 menyebutkan,
bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana
yang terjadi:
1. Di wilayah Timor Timur;
2. Di tempat dimana dilakukan oleh penduduk Timor
Timur;
3. Di tempat dimana korbannya adalah penduduk Timor
Timur.

Yurisdiksi temporal
Bagian kedua 2.3. regulasi UNTAET 2000/15
menyebutkan, bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi
atas tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1 Januari
1999 sampai dengan 25 Oktober 1999.

Yurisdiksi Material
Bagian pertama 1.3. regulasi UNTAET 2000/15 menyebutkan,
bahwa Special Panel memiliki yurisdiksi atas tindak pidana
sebagai berikut:
1. Genosida;
2. Kejahatan perang;
3. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
4. Pembunuhan;
5. Kekerasan seksual; dan
6. Penyiksaan

Pelaksanaan Peradilan
Berdasarkan ketentuan 22.1 dan 22.2 regulasi UNTAET
2001/15, peradilan dan peradilan banding
beranggotakan 2 (dua) hakim internasional dan satu
hakim Timor Timur. Akan tetapi, dalam kasus tertentu,
menurut ketentuan 22.2 diperkenankan menggunakan 3
(tiga) hakim internasional dan 2 (dua) hakim Timor Timur
untuk persidangan banding.

Pelaksanaan Peradilan (lanjutan)
Berdasarkan hasil penyidikan SCU (Serious Crime Unit), 95
tuntutan diajukan ke peradilan khusus dengan 392 terdakwa. Dari
95 tuntutan, 57 diantaranya tentang kejahatan kemanusiaan.
Selama tahun 2002 sampai 2005, 55 persidangan telah
dilaksanakan dengan mengajukan 87 terdakwa. 83 dinyatakan
bersalah dan 4 dinyatakan bebas, namun kemudian dinyatakan
bersalah pada persidangan banding.
SCU mengakhiri tugasnya pada 20 Mei 2005, dimana menyisakan
tuntutan terhadap 229 orang, termasuk diantaranya yang berada
di luar yurisdiksi Timor Leste, yaitu mantan Menteri Pertahanan
Indonesia dan Panglima TNI, Jenderal Wiranto, enam pimpinan
militer dan mantan Gubernur Timor

Daftar Referensi
• Bantekas, Ilias & Susan Nash, International Criminal Law, Second Edition,
2003
• Highonet Ethel, Restru turi g Hy rid Court: Lo al Empowerment and
Natio al Cri i al Justi e Refor , dikutip dari
http://digitalcommons.law.yale.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&cont
ext=student_papers&seiredir=1#search=%22restructuring%20hybrid%20court%22
• Sarah Noumen, Hy rid Court: The Hy rid Category of New Type of
I ter atio al Cri i al Courts , dikutip dari
http://www.utrechtlawreview.org,