TUGAS ANTROPOLOGI ADAT ISTIADAT KOTA YOG

TUGAS ANTROPOLOGI
ADAT ISTIADAT KOTA YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
1. Sayid Khambas R

(2013015329)

2. Septian Dwi Arnanda (2013015279)
3. Ida Nur Aini

(2013015271)

4. Anida Nurrakhamah

(2013015161)

5. Kurnia Tati Sunarya

(2013015125)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA

1

2013/2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................. 2
KATA PENGANTAR..................................................................................3
BAB I...................................................................................................... 4
A.

LATAR BELAKANG............................................................................................4

B.


RUMUSAN MASALAH.......................................................................................4

C.

TUJUAN................................................................................................................5

BAB II..................................................................................................... 6
A.

BAGAN ADAT MASYARAKAT KOTA JOGJA................................................6

B.

PENERAPAN UPACARA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT JOGJA

KOTA............................................................................................................................7
C.

MACAM-MACAM UPACARA ADAT SAAT PROSESI KEHAMILAN...........8
1.


Upacara Saat Mengandung.......................................................8

2.

Upacara Adat untuk Bayi.......................................................11

3.

Adat Istiadat Masa Kanak-Kanak.............................................14

4.

Tata Cara Pernikahan Adat Jogjakarta.......................................21

5.

Tradisi Jogja TentangKematian...............................................31

BAB III.................................................................................................. 37

A.

Kesimpulan..........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 38

2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Adat Istiadat Masyarakat Kota
Yogjakarta”. Makalah yang kami sususn ini merupakan salah satu tugas
matakuliah Antropologi. Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari
berbagai pihak. Sebagai manusia biasa, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dan
semaksimal mungkin, namun kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan
dalam menyusun makalah ini. Pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat
kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing

Dra.Hj. Triharsiwi, M.Pd yang telah membimbing dan bersedia membagi ilmunya
kepada kami sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan umumnya bagi semua pihak yang
berkepentingan.

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau
dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang
sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di
Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang
kaya akan budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor
utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan
kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan
daerah akan sangat berpengaruh terhadap budaya nasional, begitu pula
sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah,

akan sangat berpengaruh pula terhadap kebudayaan daerah / kebudayaan
lokal.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena
selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari
kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah,
maka menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban
dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang
harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah masyarakat Jogja Kota masih menggunakan adat istiadat dalam
kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana tatacara pelaksanaan adat istiadat masyarakat Jogja dari mulai
kelahiran hingga kematian?

4

C. TUJUAN
1. Mengetahui bahwa Jogjakarta merupakan daerah yang kaya akan budaya
serta menyadari bahwa menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah

merupakan kewajiban dari setiap orang.
2. Mengetahui adat-istiadat masyarakat Jogja mulai dari kehamilan,
kelahiran, perkawinan, hingga kematian.
3. Mengetahui apakah adat istiadat masyarakat khususnya pada masyarakat
Jogja kota masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

5

BAB II
PEMBAHASAN
A. BAGAN ADAT MASYARAKAT KOTA JOGJA

6

B. PENERAPAN UPACARA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT
JOGJA KOTA
Nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang tumbuh di dalam
masyarakat berguna untuk mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan.
Nilai-nilai dan norma-norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat pada akhirnya menjadi adat istiadat yang diwujudkan

dalam bentuk tata upacara dan masyarakat diharapkan untuk mentaatinya.
Demikian pula dalam masyarakat Jogja upacara adat adalah pencerminan
bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai
luhur. Tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat merupakan
manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati-hati agar dalam
melaksanakan pekerjaan mendapatkan keselamatan lahir batin. Masyarakat
Jogja mempunyai berbagai tata upacara adat sejak sebelum lahir (janin)
sampai meninggal. Dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan. Di
samping adat istiadat beserta tata upacaranya (temasuk sesaji) di situ juga
mengandung pendidikan budi pekerti, pengetahuan mengenal watak, jenis
manusia dan aturan-aturannya.
Setiap tata upacara adat tersebut mempunyai makna sendiri-sendiri dan
sampai saat ini masih cukup banyak yang dilestarikan, tetapi ada juga
masyarakat yang sudah tidak menggunakan adat istiadat itu secara
keseluruhan atau secara spesifik dalam pelaksanaan, terutama masyarakat
jogja kota yang sudah modern.
Dewasa ini negara-negara berkembang termasuk Indonesia pada
khususnya Jogja kota telah terjadi modernisasi, masuknya modernisasi
ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan tampak adanya mulai
gejala mulai ditinggalkannya tata nilai yang telah lama berakar dalam alam

pikir masyarakat pendukungnya.
Walaupun dampak globalisasi informasi dan komunikasi sudah masuk
dalam kehidupan masyarakat, ternyata masih ada sebagian masyarakat yang
masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Hal tersebut terlihat dengan

7

adanya pelaksanaan berbagai macam upacara, misalnya pada saat kelahiran,
perkawinan, dan kematian.
Namun arus globalisasi dan perubahan pola pikir membawa pergeseran
dalam sistem tata cara dan upacara tradisi. Salah satunya adalah pergeseran
makna penyelenggaraan upacara, dari kepercayaan yang bersifat magis
menjadi sesuatu yang bersifat simbolis. Terkadang dilatarbelakangi pula
dengan keinginan untuk mendapatkan ketenangan hidup. Namun seringkali
penyelenggaraanya hanya dikarenakan tekanan sosial kemasyarakatan,
dengan maksud mendapat pandangan positif dari masyarakat sekitar.
Pergeseran makna di atas, mendorong adanya perkembangan,
perubahan sarana maupun prosesi dalam pelaksanaanya. Salah satu contoh
dalam hal sarana penunjang yang berubah, misalnya pada penggunaan besek
dan sudhi. Pada masa sekarang ini besek sudah jarang dan diganti dengan

kardus yang dirasa lebih praktis. Sudhi yang dulunya dibuat dari daun pisang,
sekarang sudah dibuat dari kertas karton yang dilapisi dengan plastik.
Selain terdapat perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan
dalam hal sarana,

juga mengalami perkembangan dalam hal prosesi

penyelenggaraan. Misalnya, dalam upacara sunatan terjadi pengurangan
prosesi midodareni bagi anak yang akan ditetak. Selain itu anak, tidak perlu
lagi berendam di dalam air pada pukul empat pagi, untuk melunakkan daging
yang akan disunat. Materi upacara adat istiadat juga mengalami perubahanperubahan yang menuju ke arah kepraktisan dan penyederhanaan walaupun
tidak mengurangi esensi yang ada.

C. MACAM-MACAM UPACARA ADAT SAAT PROSESI KEHAMILAN
1.

Upacara Saat Mengandung
a.

Upacara Tiga Bulanan


8

Upacara ini dilaksanakan pada saat usia kehamilan adalah tiga
bulan. Di usia ini roh ditiupkan pada sang jabang bayi. Upacara ini
biasanya dilakukan berupa tasyakuran.

b. Upacara Tingkepan atau Mitoni
Upacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu
yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia
kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.
Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil
tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai
dengan doa-doa khusus.

 Tata Cara Pelaksanaan upacara Tingkepan :
a. Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang.
Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah
upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan
untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi
dipecah.

9

b. Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung)
calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini
merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar,
tanpa suatu halangan.
c. Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian,
disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama,
yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah
suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi
dengan pertanyaan sudah “pantas apa belum”, sampai ganti
enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas.”
Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di
jawab “pantes.”Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut
dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang
paling sederhana sebagai berikut :
1) Sidoluhur

5) Udan Riris

2) Sidomukti

6) Sido Asih

3) Truntum

7) Lasem sebagai Kain

4) Wahyu Tumurun

8) Dringin sebagai Kemben

 Pantangan dalam Prosesi Kehamilan
Pada saat hamil banyak hal tidak diperbolehkan bagi sang
calon ibu maupun calon ayah. Berikut pantangannya:
a) Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang. Sebab,
jika itu dilakukan, bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai
dengan perbuatannya itu.
b) Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di
kantung baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya.
c) Ibu hamil tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat
yang akan mengganggu janin.
d) Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang
dikandungnya tak terlilit tali pusat.

10

e) Ibu hamil tidak boleh benci terhadap seseorang secara
berlebihan, nanti anaknya jadi mirip seperti orang yang dibenci
tersebut.
f)

Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti
anaknya jadi kembar siam.

g) “Amit-amit” adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai
"dzikir"-nya orang hamil ketika melihat peristiwa yang
menjijikkan, mengerikan, mengecewakan dan sebagainya
dengan harapan janin terhindar dari kejadian tersebut.
h) Ngidam adalah perilaku khas perempuan hamil yang
menginginkan sesuatu, makanan atau sifat tertentu terutama di
awal kehamilannya. Jika tidak dituruti maka anaknya akan
mudah mengeluarkan air liur.
i)

Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan
janin dalam kandungan gugur.

j)

Jangan makan ikan mentah agar bayinya tak bau amis.

k) Jangan minum air es agar bayinya tak besar. Minum es atau
minuman dingin diyakini menyebabkan janin membesar atau
membeku sehingga dikhawatirkan bayi akan sulit keluar.
l)

Untuk sang Ayah dilarang mengganggu, melukai, bahkan
membunuh hewan. Nanti bayinya akan mirip dengan hewan
tersebut. Contohnya adalah memancing, membunuh hewan.
Banyak pantangan-pantangan lain yang harus dihindari oleh

sang calon ibu maupun ayah. Namun sebenarnya pantanganpantangan tersebut dapat dinalar apabila ditelaah menurut
perkembangan

ilmu

pengetahuan.

Hanya

saja

beberapa

kemungkinan tidak tertuju langsung dengan keberlangsungan hidup
si jabang bayi kelak.
2.

Upacara Adat untuk Bayi

11

Tak hanya pada saat kehamilan saja upacara adat atau ritual
dilaksanakan. Ketika sang jabang bayi ini lahir pun masih ada ritual dan
upacara adat. Upacara ini pun berlangsung hingga sang anak menginjak
usia satu tahun. Namun, pelaksanaan upacara ini dilaksanakaan hanya
di usia tertentu saja. Berikut jenis upacara yang berkaitan dengan
kelahiran anak.
a.

Upacara Adat Brokohan
Brokohan memiliki makna adalah pengungkapan rasa syukur
dan rasa sukacita atas proses kelahiran yang berjalan lancar dan
selamat. Ditinjau dari maknanya brokohan juga bisa berarti
mengharapkan berkah dari Yang Maha Pencipta.

Sedangkah

tujuannya

adalah

untuk

keselamatan

dan

perlindungan bagi sang bayi. Selain itu harapan bagi sang bayi agar
kelak menjadi anak yang memiliki perilaku yang baik.
Rangkaian upacara ini berupa memendam ari-ari atau
plasenta si bayi. Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan
sesajen brokohan kepada sanak saudara dan para tetangga.
Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut:
1) Golongan bangsawan: dawet, telur mentah, jangan menir,
sekul ambeng, nasi dengan lauk, jeroan kerbau, pecel dengan
lauk ayam, kembang setaman, kelapa dan beras.

12

2) Golongan rakyat biasa: nasi ambengan yang terdiri dari nasi
jangan, lauk pauknya peyek, sambel goreng, tempe, mihun,
jangan menir dan pecel ayam.
b. Upacara Adat Sepasasaran atau Pupak Puser
Sepasaran merupakan salah satu upacara adat bagi bayi
berumur lima hari. Upacara adat ini umumnya diselenggarakan
secara sederhana. Tetapi jika bersamaan dengan pemberian nama
pada sang bayi upacara ini bisa dilakukan secara meriah.
Acara ini biasanya dilaksanakn dengan mengadakan hajatan
yang mengundang saudara dan tetangga. Suguhan yang disajikan
biasanya berupa minuman beserta jajanan pasar. Selain itu juga
terkadang ada pula yang dibungkus rapi baik menggunakan besek
(tempat makanan terbuat dari anyamam bambu) ataupun lainnya
untuk dibawa pulang.
c.

Upacara Adat Selapanan
Dalam bahasa jawa, selapan berarti tiga puluh lima hari.
Tradisi ini digunakan pada peringatan hari kelahiran. Setelah 35
hari dari hari H, maka diadakan perayaan dengan nasi tumpeng,
jajan pasar dan berbagai macam makanan sebagi simbol dari
makna-makna yang tersirat dalam tradisi jawa.
Pada acara ini rambut sang bayi dipotong habis di gunting
rambutnya hingga tak tersisa. Tujuannya agar rambut sang bayi
tumbuh lebat.

13

Namun dalam perkembangannya, saat ini selapanan sebagai
ungkapan syukur atas kesehatan dan keselamatan bayi, diwujudkan
cukup dengan nasi tumpeng beserta lauk seadanya. Kemudian
mengundang tetangga kanan-kiri untuk kendurenan (selamatan),
berdoa bersama-sama dan diujung acara, tumpeng dibagi rata untuk
dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Selapanan sebagai harapan orang tua dan keluarga agar sang
bayi selalu sehat, jauh dari marabahaya. Semoga apa yang
diharapkan bisa terlaksana, kabul kajate.
d. Upacara Adat Mudhun Siti

Upacara ini dilakukan untuk bayi yang telah berusia 7 bulan. Di
Yogyakarta, upacara ini disebut dengan tedhak siten. Upacara ini
sebagai pelambang bahwa sang anak telah siap untuk menjalani hidup
lewat tuntunan dari sang orang tua. Dan acara ini dilaksanakan pada
saat anak berumur 7 selapan atau 245 hari. Prosesi upacaranya adalah
tedhak sega pitung warna, mudhun tangga tebu, ceker-ceker,
kurungan, sebar udik-udik, siraman.
3.

Adat Istiadat Masa Kanak-Kanak
a. Among-Among
Setiap anak baru lahir, orang tuanya membuat bancakan
weton pertama kali biasanya pada saat usia bayi menginjak hari ke
35 (selapan hari). Bancakan weton dapat dilaksanakan tepat pada

14

acara upacara selapanan atau selamatan
ulang weton yang pertama kali. Anak
yang sering dibuatkan bancakan weton
secara rutin oleh orangtuanya, biasanya
hidupnya

lebih

terkendali,

lebih

berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati,
tidak liar dan ceroboh, dan jarang sekali
mengalami sial. Bahkan seorang anak
yang sakit-sakitan, sering jatuh hingga berdarah-darah, nakal bukan
kepalang, setelah dibuatkan bancakan weton si anak tidak lagi
sakit-sakitan, dan tidak nakal lagi. Dalam beberapa kasus saya
menyaksikan sendiri seorang anak sakit panas, sudah di bawa
periksa dokter tetap belum ada tanda-tanda sembuh, lalu setelah
dibikinkan bancakan weton hanya selang 2 jam sakit demannya
langsung sembuh.
BAHAN-BAHAN
1) Tujuh Macam Sayuran
Kacang

panjang

dan

kangkung (harus ada), kubis,
kecambah/tauge yang panjang,
wortel, daun kenikir, bayam,
dll bebas memilih yang penting
jumlahnya

ada

7

macam.

Seluruh sayuran direbus sampai masak, tetapi jangan sampai
mlonyoh, atau terlalu matang. Agar tidak mlonyoh, setelah
diangkat langsung disiram dengan air es atau cukup disiram air
dingin biasa, sehingga sayuran masih tampak hijau segar tetapi
sudah matang.
Maknanya ; 7 macam sayur, tuju atau (Jawa; pitu), yakni
mengandung sinergisme harapan akan mendapat pitulungan

15

(pertolongan) Tuhan. Kacang panjang dan kangkung tidak boleh
dipotong-potong,

biarkan

saja

memanjang

apa

adanya.

Maknanya adalah doa panjang rejeki, panjang umur, panjang
usus (sabar), panjang akal.
2) Telur ayam (bebas telur ayam apa saja).
Jumlah telur bisa 7, 11, atau 17 butir anda bebas
menentukannya. Telur ayam direbus lalu dikupas kulitnya.
Maknanya: jumlah telur 7 (pitu), 11 (sewelas), 17 (pitulas)
bermaksud sebagai doa agar mendapatkan pitulungan (7), atau
kawelasan (11), atau pitulungan dan kawelasan (17).
3) Bumbu Urap atau Gudangan.
Jika yang diberi bancakan weton masih usia kanak-kanak
sampai usia sewindu (8 tahun) bumbunya tidak pedas. Usia lebih
dari 8 tahun bumbu urap/gudangannya pedas.

Bumbu

gudangan terdiri : kelapa agak muda diparut. Diberi bumbu
masak sbb : bawang putih, bawang merah, ketumbar, daun
salam, laos, daun jeruk purut, sereh, gula merah dan garam
secukupnya. Kalau bumbu pedas tinggal menambah cabe
secukupnya. Kelapa parut dan bumbu dicampur lalu dibungkus
daun pisang dan dikukus sampai matang.
Maknanya: bumbu pedas menandakan bahwa seseorang
sudah berada pada rentang kehidupan yang sesungguhnya.
Kehidupan yang penuh manis, pahit, dan getir. Hal ini
melambangkan falsafah Jawa yang mempunyai pandangan
bahwa pendidikan kedewasaan anak harus dimulai sejak dini.
Pada saat anak usia lewat sewindu sudah harus belajar tentang
kehidupan yangs sesungguhnya. Karena usia segitu adalah usia
yang paling efektif untuk sosialisasi, agar kelak menjadi orang
yang pinunjul, mumpuni, perilaku utama, bermartabat dan
bermanfaat bagi sesama manusia, seluruh makhluk, lingkungan
alamnya.

16

4) Empat macam polo-poloan.
Terdiri dari; 1) polo gumantung (umbi yang tergantung di
pohon misalnya; pepaya), 2) polo kependem (tertaman dalam
tanah) misalnya telo (singkong), 3) polo rambat atau yang
merambat misalnya ubi jalar. 4) kacang-kacangan bisa diwakili
dengan kacang tanah. Semuanya direbus kecuali papaya. Papaya
boleh utuh atau separoh/sepotong saja.

5) Nasi Tumpeng Putih.
Beras dimasak (nasi) untuk membuat tumpeng. Perkirakan
mencukupi untuk minimal 7 porsi. Sukur lebih banyak
misalnya untuk 11 atau 17 porsi. Setelah nasi tumpeng selesai
dibuat dan di doakan, lalu dimakan bersama sekeluarga dan
para tetangga. Jumlah minimal orang yang makan usahakan 7
orang, semakin banyak semakin baik, misalnya 11 orang, 17
orang. Porsi nasi tumpeng boleh dibagi-bagikan ke para
tetangga anda.
Maknanya, dimakan 7 orang dengan harapan mendapat
pitulungan yang berlipat tujuh. Jika 11 orang, berharap
mendapat kawelasan yang berlipat sebelas. 17 berharap
mendapat pitulungan lan kawelasan berlipat 17. Namun hal ini
hanya sebagai harapan saja, perkara terkabul atau tidak hal itu
menjadi “hak prerogatif” Tuhan.

17

6) Alat-alat kelengkapan
a) daun pisang secukupnya, digunakan

sebagai

alas

tumpeng (lihat gambar).
b) kalo (saringan santan) harus yang baru atau belum pernah
digunakan.
c) cobek tanah liat yang baru atau belum pernah digunakan.
d) Makanan jajan pasar. Terdiri dari makanan tradisional
yang ada di pasar. Misalnya makanan terbuat dari ketan;
wajik, jadah, awug, puthu, lemper dll. Makanan yang
terbuat dari beras ; apem, cucur, mandra. Serta dilengkapi
buah-buahan yang ditemui di pasar seperti salak,
rambutan,

manggis,

mangga,

kedondong,

pisang.

Semuanya dibeli secukupnya saja, jangan terlalu banyak,
jangan terlalu sedikit.
Maknanya ; kesehatan, rejeki, keselamatan, supaya
selalu lengket, menyertai kemanapun pergi, dan dimanapun
berada.
7) Kembang setaman (terdiri dari ; mawar merah, mawar
putih, kantil, melati, kenanga).
Maknanya : kembang setaman
masing-masing memiliki arti sendirisendiri. Misalnya bunga mawar ;
awar-awar supaya hatinya selalu
tawar dari segala nafsu negatif.
Bunga melati, melat-melat ing ati
selalu eling dan waspada. Bunga
kenanga, agar selalu terkenang atau
teringat akan sangkan paraning dumadi. Kanthil supaya tansah
kumanthil, hatinya selalu terikat oleh tali rasa dengan para
leluhur yang menurunkan kita, kepada orang tua kita, dengan
harapan kita selalu berbakti kepadanya. Kanthil sebagai

18

pepeling agar supaya kita jangan sampai menjadi anak atau
keturunan yang durhaka kepada orang tua, dan kepada para
leluhurnya, leluhur yang menurunkan kita dan leluhur perintis
bangsa.
8) Uang Logam (koin) Rp.100 atau 500, atau 1000.
9) Bubur 7 rupa
Bahan dasar bubur putih atau gurih (santan dan garam)
dan bubur merah atau bubur manis (ditambah gula jawa dan
garam secukupnya). Selanjutnya dibuat menjadi 7 macam
kombinasi; bubur merah, bubur putih, bubur merah silang
putih, putih silang merah, bubur putih tumpang merah, merah
tumpang putih, baro-baro (bubur putih ditaruh sisiran gula
merah dan parutan kelapa secukupnya).
Maknanya : bubur merah adalah lambang ibu. Bubur
putih lambang ayah. Lalu terjadi hubungan silang menyilang,
timbal-balik, dan keluarlah bubur baro-baro sebagai kelahiran
seorang anak. Hal ini menyiratkan ilmu sangkan, asal mula
kita. Menjadi pepeling agar jangan sampai kita menghianati
ortu, menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.

19

10) Membuat teh tubruk dan kopi tubruk.
Di tambah rujak degan (klamud) menggunakan air kelapa
ditambah gula merah dan garam secukupnya. Sajikan dalam
gelas atau cangkir tetapi jangan ditutup.

b. Khitanan
Tradisi

Khitanan

atau

Supitan

bertujuan

memohon

keselamatan dan harapan agar anak tersebut kelak memiliki
keturunan.
Perlengkapannya:
 Golongan bangsawan: tumpeng robyong, tumpeng gundul,
tumpeng songgobuwono, tumpeng kencono, jenang barobaro.
 Golongan rakyat biasa: nasi golong dan lauknya, tumpeng
gurih dan lauknya, tumpeng among-among, jenang abang
putih, panggang ayam dan jajan pasar.

20

Tradisi Khitanan dilaksanakan pada waktu pagi atau sore hari
yang dihadiri oleh si anak, ulama laki-laki, orang tua, juru
supit/bong, dan tetangga terdekat. Terdapat makanan pantangan
yang harus dihindari yaitu makanan yang berbau amis.
4.

Tata Cara Pernikahan Adat Jogjakarta
a.

Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang
akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu
kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan terkadang
belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka
sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya.
Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata
cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah
orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan
penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil
menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau
penyelidikan secara rahasia.
Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup
menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah
diantara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata
cara lamaran.

b. Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara
pria dan wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling
mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan
cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau
belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik
untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.

21

Upacara lamaran: Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah
utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan
membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang
(tempat makanan dan lain sebagainya) yang dipikul oleh empat
orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan
antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya. Menurut
naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari
bahan baku ketan yang banyak glutennya sehingga lengket dan
diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket
(pliket,Jawa). Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah
pihak merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara
peningsetan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem
pemilihan hari pasaran pancawara dalam menentukan hari baik
untuk upacara peningsetan dan hari ijab pernikahan.
c.

Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang
berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat. Peningsetan adalah
suatu upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat dari orang tua
pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri. Menurut
tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan,
perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon (imbalan)
disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah,

22

wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan
satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup.
Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending
Nala Ganjur. Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan
bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.
d. Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning (daun kelapa yang masih
muda) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe
(anyaman daun kelapa yang hijau). Pemasangan tarub biasanya
dipasang saat bersamaan dengan memandikan calon pengantin
(siraman,

Jawa)

yaitu

satu

hari

sebelum

pernikahan

itu

dilaksanakan.

Untuk perlengkapan tarub selain janur kuning masih ada lagi
antara lain yang disebut dengan tuwuhan. Adapun macamnya :
 Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang.
 Dua janjang kelapa gading (cengkir gading, Jawa)
 Dua untai padi yang sudah tua.
 Dua batang pohon tebu wulung (tebu hitam) yang lurus.
 Daun beringin secukupnya.
 Daun dadap srep.
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang
satu unit dan dikanan pintu gerbang satu unit (bila selesai pisang
dan kelapa bisa diperebutkan pada anak-anak) Selain pemasangan
tarub diatas masih delengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan

23

sbb. (Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan
serta do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa) yang dilambangkan
melalui:
 Pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap
 Jajan pasar
 Nasi liwet yang dileri lauk serundeng
 Kopi pahit, teh pahit, dan sebatang rokok
 Roti tawar
 Jadah bakar
 Tempe keripik
 Ketan, kolak, apem
 Tumpeng gundul
 Nasi golong sejodo yang diberi lauk
 Jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing
 Golong lulut
 Nasi gebuli
 Nasi punar
 Ayam 1 ekor
 Pisang pulut 1 lirang
 Pisang raja 1 lirang
 Buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya
diberi tumpeng kecil
 Daun sirih, kapur dan gambir
 Kembang telon (melati, kenanga dan kantil)
 Jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro.
 Empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir,
kencur.
 Tampah (niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1
butir telor ayam mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1
butir kelapa.

24

 Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul,
kluwak, pengilon, jungkat, suri, lenga sundul langit
 Ayam jantan hidup
 Tikar
 Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan
 Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit
 Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi
(merang)
 Sayur pada mara
 Kolak kencana
 Nasi gebuli
 Pisang emas 1 lirang
Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang
dilambangkan melalui : Tumpeng kecil-kecil merah, putih,kuning,
hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon,
gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang
ditaruh di:
 Area sumur
 Area memasak nasi
 Tempat membuat minum
 Tarub
 Untuk menebus kembarmayang (kaum)
 Tempat penyiapan makanan yanh akan dihidangkan.
 Jembatan
 Prapatan.
e.

Nyantri
Upacara nyantri adalah menitipkan calon pengantin pria
kepada keluarga pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum
pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempat kan dirumsh
saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan

25

untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat
upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria
sudah siap dit3empat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga
pengantin putri.
f.

Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram (Jawa) yang berarti mandi.
Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon
pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi
suci dan murni. Bahan-bahan untuk upacara siraman :
 Kembang setaman secukupnya
 Lima macam konyoh panca warna (penggosok badan yang
terbuat dari beras kencur yang dikasih pewarna)
 Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya.
 Kendi atai klenting
 Tikar ukuran ½ meter persegi
 Mori putih ½ meter persegi
 Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alangalang
 Dlingo bengle

 Lima macam bangun tulak (kain putih yang ditepinnya
diwarnai biru)
 Satu macam yuyu sekandang (kain lurik tenun berwarna coklat
ada garis-garis benang kuning)

26

 Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam),
1 helai letrek (kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).
 Sampo dari londo merang (air dari merang yang dibakar
didalam jembangan dari tanah liat kemudian saat merangnya
habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air
londo)
 Asem, santan kanil, 2meter persegi mori, 1 helai kain nogosari,
1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain
sidomukti atau kain sidoasih
 Sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan
nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
 Tumpeng robyong
 Tumpeng gundul
 Nasi asrep-asrepan
 Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam
jenan.
 Empluk kecil (wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur
dan sedikit beras
 1 butir telor ayam mentah
 Juplak diisi minyak kelapa
 1 butir kelapa hijau tanpa sabuk
 Gula jawa 1 tangkep
 1 ekor ayam jantan
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak
kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan, tujuh
sama dengan pitu (Jawa) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti
pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes)
dengan memecah kendi dari tanah liat.

27

g.

Midodareni

Midodareni berasal dari kata dasar widodari (Jawa) yang
berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat
harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00
sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam
midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.

Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan
nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
 Sepasang kembarmayang (dipasang di kamar pengantin)
 Sepasang klemuk (periuk) yang diisi dengan bumbu pawon,
biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk
menutup klemuk tadi
 Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup
dengan daun dadap srep (tulang daun / tangkai daun), Mayang
jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur
 Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos,
jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur
supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon
pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :
 Nasi gurih
 Sepasang ayam yang dimasak lembaran (ingkung, Jawa)
 Sambel pecel, sambel pencok, lalapan
 Krecek
 Roti tawar, gula jawa

28

 Kopi pahit dan teh pahit
 Rujak degan
 Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan (jaman
dulu)
h. Upacara Langkahan
Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang
berarti lompat, upacara langkahan disini dimaksudkan apabila
pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum nikah , maka
sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan
minta izin kepada kakak yang dilangkahi.

i.

Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai
agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini
keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan
anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria

29

menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas
kawin bagi pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya
dipimpin oleh petugas dari kantor urusan agama sehingga syarat
dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut syariat agama dan
disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang
akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.
j.

Upacara Panggih
Panggih (Jawa) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah
selesai baru upacara panggih bisa dilaksanaakan,. Pengantin pria
kembali ketempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke
kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih
dapat segera dimulai.

Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan
busana gaya Yogyakarta dengan iringan gending Jawa:
 Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan penantin pria
 Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih
mulai dari balangan (saling melempar) sirih, wijik (pengantin
putri mencuci kaki pengantin pria), pecah telor oleh pemaes.
 Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi
tampa kaya (kacar-kucur), lambang penyerahan nafkah dahar
walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya
dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan
dilanjutkan upacara sungkeman

30

Setelah upacara panggih selesai dapat diiringi dengan
gending Sriwidodo atau gending Sriwilujeng. Pada waktu kirab
diiringi gending : Gatibrongta, atau Gari padasih.
Keagungan Warisan Leluhur kekayaan budaya di tanah
Jawa dapat disimak lewat upacara pernikahan adatnya yang unik
dan penuh makna. Aneka ragam tradisi dan bentuk-bentuk
perkawinan yang menjadi bagian dari adat masing-masing wilayah,
termasuk wilayah Yogyakarta. Bagian dari Yogyakarta yaitu
Kotagede pernah menjadi pusat kesultanan Mataram antara tahun
1575-1640. Tak heran jika gaya busana dan prosesi pernikahan
Yogyakarta merupakan warisan leluhur yaitu kerajaan Mataram.
Warisan budaya yang unik dan sarat makna ini juga
melibatkan seluruh keluarga besar calon mempelai dalam setiap
ritual prosesi pernikahan. Hal ini mengingat pernikahan tidak
sekadar menyatukan dua insan manusia, tapi juga menyatukan dua
keluarga besar. Berikut kami tampilkan tata urutan beserta
komponen-komponen adat pernikahan gaya Jawa Yogyakarta yang
lazim dilaksanakan oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.
5.

Tradisi Jogja Tentang Kematian
Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Jawa pada
umumnya

masih

berpegang

teguh

dalam

melestarikan

tradisi

kebudayaan nenek moyangnya. Mayoritas masyarakat Jawa juga masih
mempercayai eksistensi ruh seseorang yang telah berpisah dari raganya
sebagai penghormatan terakhir padanya. Berikut beberapa tradisi yang
lazim dilakukan masyarakat Jawa umumnya berkenaan tentang
peristiwa kematian seseorang, antara lain:

31

a. Brobosan
Yakni suatu upacara yang diselenggarakan di halaman rumah
orang yang meninggal. Waktunya pun dilaksanakan ketika jenazah

akan diberangkatkan ke peristirahatan terakhir (dimakamkan) dan
dipimpin oleh salah satu anggota keluarga yang paling tua. Tata cara
pelaksanaannya antara lain:
1) Keranda/peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan
dijunjung tinggi ke atas setelah doa jenazah selesai
2) Secara berturutan, para ahli waris yang ditinggal (mulai anak lakilaki tertua hingga cucu perempuan) berjalan melewati keranda
yang berada di atasnya (mbrobos) selama tiga kali dan searah
jarum jam
3) Secara urutan, yang pertama kali mbrobosi keranda adalah anak
laki-laki tertua dan keluarga inti, selanjutnya disusul oleh anak
yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Upacara ini dilakukan untuk menghormati, menjunjung tinggi,
dan mengenang jasa-jasa almarhum semasa hidupnya dan memendam
hal-hal yang kurang baik dari almarhum. Dalam istilah jawanya
disebut “Mikul dhuwur mendhem jero”.
b. Surtanah
Kata “surtanah” berasal dari ungkapan “ngesur tanah” yang
bermakna membuat pekuburan. Istilah ini dilakukan dengan membuat
sajian saat almarhum baru saja dimakamkan.

32

Sajian yang harus disiapkan antara lain nasi gurih (sekul uduk),
ingkung (ayam yang dimasak utuh), urap (daun sayuran rebus dengan
kelengkapannya), cabe merah utuh, bawang merah yang sudah
dikupas kulitnya, kedelai hitam, krupuk rambak, garam yang sudah
dihaluskan, bunga kenanga, dan tumpeng yang sudah dibelah dan
diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng ungkur-ungkuran).
Maknanya ialah bahwa orang mati itu telah terpisah antara ruh dan
jasadnya, sehingga upacara ini dimaksudkan untuk mendoakan
almarhum yang telah berpindah dari alam dunia ke alam kubur.
c. Tigang Dinten
Yaitu semacam kenduri/slametan yang dilakukan pada hari
ketiga dari kematian almarhum.

Sajian yang dipersiapkan antara lain:
1) Takir pontang berisi nasi putih dan nasi kuning yang dilengkapi
dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang
sudah dipotong, bawang merah yang sudah diiris, garam yang
sudah dihaluskan, kue apem putih, uang, dan gantal dua buah;
2) Nasi asahan tiga tampah, daging sapi yang sudah dimasak, laukpauk yang kering, sambal santan, sayur menir dan jenang merah;

33

3) Dan makanan yang disukai almarhum juga dibuat dan diletakkan
di samping kuburannya selama tiga hari, tujuh hari, empat puluh
hari, seratus hari setelah kematiannya.
d. Pitung Dinten
Sama halnya dengan kenduri tigang dinten, yakni dilakukan
pada hari ketujuh dari kematian almarhum.
Sajian yang dipersiapkan antara lain:
1) Takir berisi kue apem, uang logam, ketan dan kolak;
2) Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang
dicampur dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil,
daging jerohan yang ditaruh di dalam conthong (wadah
berbentuk kerucut), dan pindang putih.
e. Petang Puluh Dinten
Yakni kenduri pada hari keempat puluh dari kematian
almarhum.
Sajian yang dihidangkan sama dengan sajian ketika tujuh hari,
kemudian ditambah nasi uduk, ingkung, kedelai hitam, cabe merah
utuh, kerupuk kulit rambak, bawang merah yang sudah dikupas
kulitnya, garam dan bunga kenanga.
f. Nyatus Dinten
Yakni kenduri pada hari keseratus dari kematian almarhum.
g. Mendhak
Yakni kenduri yang dilakukan setelah satu tahun (pendhak siji)
dan dua tahun (pendhak pindho) dari kematian almarhum.
Sama halnya dengan sajian yang dihidangkan pada saat hari
keempat puluh dan keseratus.

34

h. Nyewu
Yakni kenduri pada hari keseribu dari kematian almarhum.
Sama halnya dengan sajian yang dihidangkan pada saat mendhak.
Lalu ditambah:
1) Daging kambing/domba yang dimasak becek. Sehari sebelum
disembelih, kambing/domba tersebut disiram dengan bunga
setaman, dicuci bulunya dan diselimuti dengan kain mori selebar
satu tangan, diberi kalungan bunga dan diberi makan daun sirih.
Keesokan harinya, domba tersebut ditidurkan di tanah dan diikat
talinya, badan domba digambar dengan ujung pisau, kemudian
disembelih dan dimasak becek;
2) Sepasang burung merpati yang dikurung dan diberi rangkaian
bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung tersebut dilepas dan
diterbangkan. Hal ini dimaksudkan agar arwah orang yang
meninggal diberi tunggangan agar cepat kembali kepada Tuhan
dalam keadaan suci, bersih dan tanpa beban sedikitpun;
3) Sesaji yang terdiri atas tikar bangka, benang lawe sebanyak empat
puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak kelapa dan ucenguceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit,
cepuk berisi minyak tua, cermin/kaca, kapun, kemenyan, pisang
raja dan gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu
takir, sirih dan perlenglapannya untuk nginang, dan bunga boreh.
Semua perlengkapan ini ditaruh di atas tampah dan diletakkan di
tangah-tengah orang yang berkenduri untuk melakukan doa.
i. Kol (kirim-kirim)
Sebagaimana kenduri yang dilakukan pada hari ketujuh,
keempat puluh, keseratus dan keseribu dari kematian almarhum,
namun diselenggarakan setelah kenduri keseribu dan dilakukan pada
waktu bertepatan dengan hari dan bulan meninggalnya.

35

Kol atau ngekoli dilakukan dengan cara kenduri dengan bahanbahan yang dipersiapkan: apem, kolak, ketan yang semuanya ditaruh
di dalam takir, pisang raja setangkep, uang dan dupa.
Semua rangkaian upacara dan persiapan sesajen diatas kemudian
oleh wali songo di-islamisasi-kan dengan ditambah doa-doa mayit,
yasinan, fida’an, tahlilan yang dilakukan pada waktu-waktu itu.
Walaupun tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang ini
terlihat sangat kental dengan aura mistik yang sangat mendekati
kemusyrikan dan kejahiliyyahan, namun oleh gagasan kreatif wali
songo, tradisi tersebut dimodifikasi kembali hingga sesuai dengan
ajaran Islam. Pelaksanaan kenduri lebih ditekankan pada pembacaan
doa yang ditujukan kepada almarhum, sedangkan sesaji nantinya
dimaksudkan untuk bersedekah. Sehingga tradisi tahlilan dan
semacamnya ini bertujuan untuk bahan pembelajaran masyarakat
(piwulang) yang lebih baik dan lebih Islami, dan bukan untuk tujuan
nihayah (meratapi si mayit).
Selain itu, acara semacam ini dimaksudkan sebagai sarana
dakwah yang mampu melebur dengan budaya setempat dan
menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat lokal bahwa kematian
bukan merupakan sesuatu yang harus ditakuti dan dikeramatkan,
melainkan sebagai proses penyadaran akan beratnya proses kematian
yang dialami seseorang sehingga timbul rasa bakti dan hormat kepada
orang tua yang dapat dimplementasikan dalam wujud doa.

36

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat Jogja sampai saat ini sangatlah kental dengan yang
namanya budaya, pada masyarakat Jogja Kota sendiri telah terjadi
modernisasi ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Walaupun begitu,
ternyata masih ada sebagian masyarakat yang masih mempertahankan nilainilai tradisional. Hal tersebut terlihat dengan adanya pelaksanaan berbagai
macam upacara, misalnya pada saat kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Ada beberapa upacara adat yang sudah jarang dilakukan seperti upacara adat
kelahiran sepasaran, upacara adat kematian brobosan.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali.
Kedua-duanya tidak mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan,
tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia.
Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk
melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang,
bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu
keturunan selanjutnya.

37

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Internet :
http://fitricahcilik.blogspot.com
http://budayanusantara2010.wordpress.com
http://irfanyudhistira.wordpress.com
Narasumber (Wawancara) :
1. Adhie Surya Pambudi, Alamat : Jalan Magelang
2. Arif Budi C, Alamat : Umbulharjo (Satpam Asmadewa)

38