URGENSI STUDI ISLAM INTERDISIPLINER ANDI

URGENSI STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA
MILLENIAL

oleh
Andika Wisnu
(12010170030)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan dan Metode Studi Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag.

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017

0

URGENSI STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA
MILLENIAL
Andika Wisnu
Program Pascasarjana IAIN Salatiga
andikawisnu224@gmail.com
Abstrak

Penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk memaparkan Urgensi dari Studi Islam
Interdisipliner di Era Millenial, yaitu untuk memahami dan mendalami ajaranajaran Islam agar dapat dilaksanakan dan diamalkan dengan benar, baik Islam
sebagai tradisi teks, maupun sebagai realitas sosial kekinian, dengan pendekatan
berbagai disiplin ilmu.
Metodologi yang dipakai dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah metodologi
penelitian dengan menggunakan literature review. Literature review adalah salah
satu jenis penelitian Kualitatif yang berisi uraian tentang teori, temuan, dan bahan
penelitian lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan
kegiatan penelitian untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari
perumusan masalah yang ingin diteliti.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa Studi Islam Interdisipliner di Era
Millenial adalah di mana studi Islam yang sudah dilengkapi berbagai sudut
pandang keilmuan, sangatlah penting guna melihat kebenaran Islam secara
komprehensif, namun yang tak kalah penting juga, adalah bagaimana hasil dari
studi tersebut dapat diterima oleh generasi Millenial, tidak hanya sebagai
perwujudan suatu studi keagamaan, namun membangkitkan rasa untuk ikut serta
dalam melakukan Studi Islam melalui berbagai disiplin ilmu (Interdisipliner).

Kata kunci: Studi Islam, Interdisipliner, Millenial


1

Abstract
The writing of this scientific article aims to describe the Urgency of
Interdisciplinary Islamic Studies in the Millenial Era, which is to understand and
deepen the teachings of Islam to be implemented and properly practiced, both as a
text tradition, and as a social reality of the present, with the approach of various
disciplines .
The methodology used in writing this scientific article is a research methodology
using literature review. Literature review is one type of qualitative research that
contains descriptions of theories, findings, and other research materials derived
from reference materials to be the basis of research activities to develop a clear
frame of mind from the formulation of the problem to be studied.
The research findings show that Interdisciplinary Islamic Studies in the Millenial
Era is where Islamic studies that have been equipped with various scientific
perspectives, it is important to see the truth of Islam comprehensively, but equally
important, is how the results of the study can be accepted by the Millenial
generation , not only as the embodiment of a religious study, but arousing a sense
of participation in conducting Islamic Studies through various disciplines
(Interdisciplinary).

Keywords: Islamic Studies, Interdisciplinary, Millenial

2

Pendahuluan
Studi Islam muncul pertama kali pada abad ke-9 di Baghdad, yaitu pada
masa kejayaan Islam, dimana ketika itu Bani Abbasiyah berhasil menjadikan
ilmu-ilmu agama Islam terbentuk, berkembang, dan berpadu dengan disiplin
keilmuan yang lain. Studi islam selanjutnya berkembang pula di Al Azhar Kairo,
yang merupakan hasil dari peradaban Dinasti Fatimiyah, serta di Andalusia,
tepatnya di Cordova yang menjadi pusat kajian-kajian mengenai studi Islam di
zamannya dan bahkan masih bertahan hingga sekarang.
Studi Islam hari ini, telah menjadi kajian yang menarik banyak minat para
intelektual, tak hanya para intelektual barat, namun juga dari dalam komunitas
muslim itu sendiri. dimana Islam tidak lagi dipahami dalam pengertian historis
atau doktrin keagamaan, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks dan
menarik untuk dikaji secara mendalam dari berbagai aspeknya.
Sejalan dengan pandangan Amin Abdullah (1999: 9), agama pada saat ini
tidak dapat didekati dan difahami hanya lewat pendekatan teologis-normatif
semata-mata, sebab ada pergeseran paradigma dari pemahaman yang berkisar

pada doktrin ke arah entitas sosiologis, dari diskursus esensi ke arah eksistensi.
Dengan fakta yang semacam itu, diperlukan cara untuk mengkaji dan
mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, tetapi dibutuhkan
metode dan pendekatan interdisipliner. Sehingga muncullah disiplin-disiplin ilmu
baru, seperti sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi
agama, dan lain-lain.
Masalah utama tampaknya muncul dari metodologi bagaimana Islam
dikaji dan kemudian diajarkan. Di negara-negara barat umumnya, pendekatan atas
Islamic Studies sering didasarkan atas pandangan akademik barat tentang Islam
yang terpusat pada berbagai metodologi ilmiah seperti orientalisme, ilmu sosial
atau antropologi kontemporer (Baidhawy, 2011; 6)

3

Menurut penulis, lebih dari itu semua, sebenarnya yang menjadi tantangan
di Era Millenial ini tak lain adalah adanya sebuah dorongan untuk mengkaji lebih
lanjut dalam konteks evolusi Islam modern yang penuh dengan tanda tanya baru.
Membatasi kajian pada studi teks saja akan sangat beresiko, dan memberi kesan
yang mungkin keliru tentang praktik keagamaan dalam islam, sehingga timbul
indikasi yang memungkinkaan hal tersebut menutupi realitas yang lebih

kompleks.
Dari latar belakang yang penulis paparkan di atas, dalam penulisan artikel
ilmiah ini penulis bermaksud membahas tentang “Urgensi Studi Islam
Interdisipliner di Era Millenial”. Tulisan ini berusaha membahas betapa
pentingnya mencari “kebenaran” Islam melalui berbagai sudut pandang keilmuan
lain di Era Kekinian, atau yang sering disebut Era Millenial.
Metodologi
Dalam usaha penulis menelusuri Urgensi Studi Islam Interdisipliner di Era
Millenial ini, penulis menggunakan metodologi penelitian literature review.
Literature review adalah uraian tentang teori, temuan, dan bahan penelitian
lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan
penelitian untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari perumusan
masalah yang ingin diteliti. dengan harapan, setelah melakukan literature review,
penulis tidak berhenti sampai hanya membaca literatur, tetapi juga merangkum,
membuat analisis dan melakukan sintesis secara kritis dan mendalam dari sumbersumber kajian yang direview atau ditinjau.
Pembahasan
Studi Islam
Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti penelitian
ilmiah, kajian, telaahan atau pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan
menganalisis secara mendalam dan utuh. Jadi Studi Islam atau di Barat di kenal

dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha

4

untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan kata
lain “usaha sadar dan sitematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas
secara mendalam tentang seluk-beluk agama islam atau hal-hal yang berhubungan
dengan agama islam baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.”1
Menurut Suleiman dan Shihadeh (2007), dalam (Baidhawy, 2011)
mengemukakan dua pendekatan mendasar mengenai definisi Islamic Studies yaitu
definisi sempit dan luas. Pendekatan pertama melihat Islamic Studies sebagai
suatu disiplin dengan metodologi, materi, dan teks-teks kuncinya sendiri, bidang
studi ini dapat didefinisikan sebagai studi tentang tradisi teks-teks keagamaan
klasik dan ilmu-ilmu keagamaan klasik, memperluas rauang lingkupnya berarti
akan mengurangi kualitas kajiannya.2
Pendekatan yang kedua mendefinisikan Islamic Studies berdasarkan
kenyataan bahwa Islam perlu dikaji dalam konteks evolusi islam modern yang
penuh teka-teki. Juga adanya kebutuhan untuk memahami apa yang dimaksudkan
oleh teks-teks tentang cara-cara orang mengalami dan menjalankan kehidupan

mereka. Islam mesti diajarkan baik sebagai tradisi teks maupun sebagai realitas
sosial.3
Dapat penulis simpulkan, studi Islam dikalangan umat Islam memang
sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat
islam, yaitu para intelektual barat. Dikalangan umat Islam, studi keislaman
bertujuan untuk memahami dan mendalami ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat
melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar, baik yang islam sebagai
tradisi teks, maupun sebagai realitas sosial kekinian.

1
Muhaimin, Studi Islam dalm Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana
Pernada, 2012), hlm. 1
2
Zakiyuddin Baidhawy, Studi Islam Pendekatan dan Metode, (Yogyakarta: Insan
Madani, 2011), hlm. 2
3
Ibid., hlm. 3

5


Urgensi Studi Islam Interdisipliner di Era Millenial
Urgensi studi Islam sebagai usaha untuk mempelajari secara mendalam
tentang Islam dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan agama Islam
sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang menunjukan kemana studi
Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas itu, maka dengan
sendirinya Studi Islam akan tersusun secara sistematis.
Adapun arah dan tujuan Studi Islam menurut Muhaimin (2012), dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat)
agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agamaagama lain dalam kehidupan budaya manusia. Sehubungan dengan ini,
Studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama
islam diturunkan oleh Allah adalah untuk membimbing dan mengarahkan
serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama
dan budaya umat di muka bumi.
2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama islam
yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam
pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban islam sepanjang
sejarahnya. Studi ini berasumsi bahwa agama islam adalah fitrah sehingga
pokok-pokok isi ajaran agama islam tentunya sesuai dan cocok dengan
fitrah manusia. Fitrah adalah potensi dasar, pembawaan yang ada, dan

tercipta dalam proses pencipataan manusia.
3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama
islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya
sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama islam
sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan
mampu memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan
dan tuntutannya sepanjang zaman. Dalam hal ini sumber dasar ajaran
agama islam akan tetap aktual dan fungsional terhadap permasalahan
hidup dan tantangan serta tuntutan perkembangan zaman tersebut.
4. Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar
ajaran agama islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan
mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban
manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, islam yang
meyakini mempunyai misi sebagai rahmahtan li al-‘alamin tentunya
mempunyai prinsip dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya
dan kemampuan untuk membimbing, mengarahkan dan mengendalikan
faktor-faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan system
budaya dan peradaban modern.4
4


Muhaimin ,Op.cit., hlm 9-12

6

Penulis simpulkan, bahwa arah tujuan studi Islam pada perkembangan
selanjutnya, menuju pada pemahaman lain tentang Islam dilihat dari berbagai
pendekatan keilmuan, atau lebih dikenal dengan Interdisipliner. Pendekatan
Interdisipliner yang dimaksud adalah kajian yang menggunakan sejumlah
pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi Islam misalnya,
menggunakan pendekatan Sosiologi, Historis dan Normatif secara bersamaan.
Urgensi dari penggunaan pendekatan Interdisipliner semakin disadari di
Era Millenial ini, keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya
menggunakan satu pendekatan. Misalnya, dalam pengkajian teks dalam agama
seperti, Al Qur’an dan As Sunnah tidak cukup hanya menggunakan pendekatan
tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan Sosiologis dan Historis
sekaligus.
Di Era Millenial sendiri, atau yang lebih dikenal sebagai era dengan
kemajuan seluruh bidang keilmuan terutama teknologi. Para penghuninya, yaitu
generasi Millennial, bisa diartikan sebagai terminologi generasi yang saat ini
banyak diperbincangkan oleh banyak kalangan di dunia di berbagai bidang.

Dibanding generasi sebelumnya, generasi millennial memang unik, hasil riset
yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang menjelaskan
keunikan generasi millennial dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang
mencolok dari generasi millennial ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal
penggunaan teknologi dan budaya pop/musik.5
Studi Islam yang sudah dilengkapi berbagai sudut pandang

keilmuan

sangatlah penting, namun yang tak kalah penting adalah bagaimana hasil dari
studi tersebut dapat diterima oleh generasi sekarang sebagai suatu perwujudan
memahami kebenaran agama dari berbagai perspektif disiplin keilmuan lain.
Berikut adalah beberapa pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam dan
metodologi ilmiah modern, antara lain:
1. Pendekatan Filsafat
5

https://hasanuddinali.com/2015/02/07/generasi-millennial-indonesia-tantangan-dan-peluangpemuda-indonesia/ diakses pada 26/12/2017 pukul 14.20

7

Filsafat

berasal

dari

kata philo yang

berarti

cinta

dan

kata shopos yang berarti ilmu atau hikmah secara etimologi filsafat berarti
cinta terhadap ilmu atau hikmah. Menurut istilah (terminologi) filsafat
islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah
dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam Yang dimaksud
adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan
berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu dengan
menggunakan analisis spekulatif.6
Menurut Sidi Gazalba, filsafat adalah berfikir secara mendalam,
sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti,
hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.7
Contoh pendekatan filsafat agama Islam, ajaran agama Islam
mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuan antara lain agar seseorang
merasakan hidup berdampingan dengan orang lain, dengan mengajarkan
puasa misalkan agar seorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya
menimbulkan

rasa

iba

kepada

sesamanya

yang

hidup

serba

kekurangan, dengan menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan
dapat memberikan makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat
pula mendapat hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan
demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan
merasa kekeringan dan kebosanan, semakin mampu mengenali makna
filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap,
penghayatan, dan daya spiritual yang dimiliki seseorang.8
Dari definisi dan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendekatan filsafat berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada dibalik obyek fenomena atau sesuatu yang
dikaji dalam agama Islam itu sendiri.
2. Pendekatan Sosiologi
6

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 254
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), Cet.II, hlm.15
8
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.
7

43-44

8

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dengan
masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai
hidupnya itu. Sementara itu soejono soekanto mengartikan sosiologi
sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan
penilaian.9
Sosiologi tidak menetap kearah mana sesuatu seharusnya
berkembang dalam arti member petunjuk-petunjuk yang menyangkut
kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.10
Dari kedua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu
ilmu yang menggambarkan keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan, serta sebagai gejala sosial lainya yang saling berkaitan. Dengan
ilmu ini, suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang
mendorong terjadi hubungan, mobilitas sosial, serta keyakinan-keyakinan
yang mendasari terjadinya proses tersebut.11
Pendekatan sosiologi memang penting untuk mengkaji agamaagama, namun juga salah jika kita memandang bahwa pendekatan ini
diyakini dapat menyajikan kunci universal untuk memahami fenomena
keagamaan.12
Pendekatan sosiologi terhadap agama telah melahirkan berbagai
teori. Di antara teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah teori tentang
tingkatan, yang salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an dan hadist, sebagai contoh mengenai wanita. Wanita Islam
dalam kontekstual adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum
wanita bila ingin “menggugat” dan menolak penafsiran atas diri mereka
yang tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga
dilecehkan hak dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka
terpaksa menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba
9

Hasan Shadily, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983)

10

Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Grafindo Persada, 1993), hlm.

11

Abuddin Nata, Op.cit., hlm. 39
Zakiyuddin Baidhawy, Op.cit., hlm. 264

hlm.1
18
12

9

lebih dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita
adalah makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang
bengkok; kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh
diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin
negara.13
Menurut penulis, setidaknya ada dua hal yang menjadi titik temu
antara agama dengan sosiologi, pertama yaitu ibadah atau hablum
minallah, hubungan dengan Allah dalam ibadah yang kita lakukan seharihari menyimpan nilai tersendiri bagi orang Islam, atau sering disebut
pahala. Selain berpahala, ibadah yang normatif memberikan kesan sosial
yang utuh tentang realitas sosial di kelompok masyarakat. Kedua yaitu
muamalah atau hablum minannas, tindakan yang berhubungan dengan
orang lain. Perlu kiranya dicermati bahwa sikap kita terhadap orang lain
menentukan juga perlakuan orang lain kepada kita.
3. Pendekatan Sejarah
Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara harfiah
berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah
terjadi pada masa lampau/masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris,
kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara harfiah
diartikan the past experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia
di masa lampau.14
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu, objek,
latar belakang, dan prilaku peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, peristiwa
dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa
sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.15
Pendekatan historis adalah suatu upaya untuk menelusuri asal-usul
dan pertumbuhan ide-ide dan lembaga keagamaan melalui periode-periode
13

M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm.35
Abuddin Nata, Op.cit., hlm. 46
15
Rosihan Anwar , Badruzzaman, Pengantar Studi Islam , (Bandung: Pustaka Setia,
2009), hlm. 90
14

10

waktu tertentu dalam perkembangan historis dan untuk menilai peran
faktor-faktor yang berinteraksi dengan agama dalam periode tersebut.16
Kesimpulannya,

pendekatan

sejarah

berusaha

melakukan

periodisasi atau tahapan-tahapan yang ditempuh untuk suatu penelitian
sehingga dengan kemampuan yang ada dapat mencapai kepada hakikat
sejarah.
Informasi yang terdapat dalam sejarah bukanlah dogma atau ajaran
yang harus diikuti, melainkan sebuah informasi yang harus dijadikan
bahan kajian dan renungan, memilah dan memilih bagian yang sesuai dan
relevan untuk digunakan.17
Bagian pertama, kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang
bersifat abtrak maupun konkret. Konsep tentang allah, malaikat, akhirat,
ma’ruf, mungkar dan sebagainya, adalah konsep-konsep abstrak.
Sementara itu, juga ditunjukan konspep-konsep yang lebih menunjuk
pada fenomena konkret dan dapat diamati (observable). bagian kedua yang
berisi kisah-kisah dan perumpamaan Al Qur’an ingin mengajak umat
Islam untuk melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah, melalui
kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis
ataupun menyangkut simbol-simbol.18
Jadi dapat disimpulkan oleh penulis bahwa melalui pendekatan
sejarah atau historis, maka pemahaman makna secara luas yang berkaitan
dengan masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah sosial, politik
ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan sebagainya
dapat mewujudkan gambaran yang komprehensif. Dengan begitu, Islam
akan memiliki landasan sejarah yang kuat sehingga timbul hubungan dan
mata rantai sejarah yang jelas.
4. Pendekatan Antropologis

16

Zakiyuddin Baidhawy, Op.cit., hlm. 262
Rosihan Anwar, Op.cit., hlm. 88-93
18
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan,1991), hlm.
17

328

11

Antropologi terdiri dari kata Antropos dan Logos. Antropos berarti
manusia, sedangkan Logos berarti Ilmu. Dengan kata lain Antropologi
diartikan sebagai ilmu tentang manusia. Secara terminologi, antropologi
diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asul-usul,
aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaannya pada masa
lampau.19
Antropologi adalah cabang keilmuan yang peduli dengan upaya
mendokumentasikan organisasi hubungan-hubungan sosial dan pola-pola
praktik kebudayaan di tempat tertentu, dan mengembangkan lebih kurang
teori-teori berkenaan dengan keserupaan-keserupaan dan perbedaanperbedaan dalam kehidupan manusia.20
secara umum obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua
bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji makhluk manusia sebagai
organisme

biologis,

dan

antropologi

budaya

dengan

tiga

cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik
menyibukan diri dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang
manusia serta memusatkan studi terhadap variasi umat manusia, tetapi
pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan kerangka
yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan
tanpa manusia.21
Dalam konteks studi Islam dan masyarakat muslim, karya-karya
etnografi yang merupakan tipikal dari karya para anttropologis bertujuan
untuk menunjukkan bagaimana Islam telah dipribumikan, bagaiman
tradisi-tradisi

dominan

diinstitusionalisasikan,

dan

lebih

ditransmisikan,

menonjol
tumbuh

dipraktikkan,
bersama

dan

dikontestasikan dalam berbagai kawasan sekaligus, baik di lokasi-lokasi
pedesaan maupun perkotaan.22
19

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), hlm. 50
20
Zakiyuddin Baidhawy, Op.cit., hlm. 271
21
Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Multidisipliner,
(Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 62
22
Zakiyuddin Baidhawy, Op.cit., hlm. 271

12

Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang
dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama
yang datang dari Allah. Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu
agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan
kepercayaan kepada yang sakral.23
Dengan demikian pendekatan Antropologis yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah sudut pandang atau cara melihat (paradigma)
memperlakukan

sesuatu

gejala

yang

menjadi

perhatian

dengan

menggunakan kebudayaan dari gejala yang dikaji.
Sumber utama ajaran Islam adalah Al Qur’an, misalnya kita
peroleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah
Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus
tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu, dan dimana
kira-kira gua itu dan bagaimana pula bisa terjadi hal-hal yang
menakjubkan itu, ataukah hal yang demikian itu merupakan kisah “fiktif”,
dan masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan
bantuan ahli geografi dan arkeologi. 24
Dapat penulis simpulkan, dari beberapa kutipan di atas, Pendekatan
Antropologi dalam memahami agama, dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini, agama diharapkan terasa akrab dan dekat
dengan

masalah-masalah

yang

dihadapi

manusia

dan

berupaya

menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa caracara yang digunakan dalam disiplin ilmu Antropologi saat melihat suatu
masalah, digunakan pula untuk memahami agama.
Simpulan
Urgensi sebenarnya dari Studi Islam Interdisipliner di Era Millenial adalah
di mana studi Islam yang sudah dilengkapi berbagai sudut pandang keilmuan,
23

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi
Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 18
24
Abuddin Nata, Op.cit., hlm. 38

13

sangatlah penting guna melihat kebenaran Islam secara komprehensif, namun
yang tak kalah penting juga, adalah bagaimana hasil dari studi tersebut dapat
diterima oleh generasi Millenial, tidak hanya sebagai perwujudan suatu studi
keagamaan, namun membangkitkan rasa untuk ikut serta dalam melakukan Studi
Islam melalui berbagai disiplin ilmu (Interdisipliner).
Dalam upaya untuk menjawab tantangan zaman inilah yang menjadi
pokok persoalan bagaimana keilmuan Islam bisa bicara pada tataran yang lebih
luas. Tanpa itu, dunia Islam akan terbelakang dan mungkin sulit untuk bangkit.
Membuka diri terhadap perubahan adalah salah satu caranya bertahan dari arus
perkembangan zaman.
Penulis kutip dari firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 3, “Pada hari
ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” di
mana ayat tersebut seakan seakan mengafirmasi seluruh kajian Studi Islam
Interdisipliner hari ini, bahwa Agama Islam telah sempurna sebagaimana ayat
tersebut sampaikan. Tinggal bagaimana kita untuk menggali dan mengkaji Islam
guna mencari jawaban atas seluruh persoalan kehidupan, yaitu dengan
menggunakan pendekatan interdisipliner.
Fakta bahwa kejayaan bukan semata-mata yang berada di masa lalu, yaitu
ketika masa kejayaan Islam. Namun masa depan tentu lebih penting untuk diraih.
Biarkan masa lalu sebagai cerminan untuk menata kehidupan yang lebih baik.
Biarkan masa lalu sebagai obyek kajian yang obyektif. Tekad bahwa Islam harus
mampu berdialog dengan semua perkembangan ilmu pengetahuan modern. Tanpa
itu, keilmuan Islam akan tenggelam dalam sejarah kelam seperti yang terjadi di
masa yang telah lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin.

2006.

Metodologi

Penelitian

Agama,

Pendekatan

Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.
Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah

14

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Anwar, Rosihan. Badruzzaman. 2009. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka
Setia.
Baidhawy, Zakiyuddin. 2011. Studi Islam Pendekatan dan Metode. Yogyakarta:
Insan Madani.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Gazalba, Sidi. 1967. Sistematika Filsafat,Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang
Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.
Muhaimin. 2012. Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Jakarta:
Kencana Pernada.
Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
____________. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Shadily, Hasan. 1983. Sosiologi Untuk masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara.
Soekanto, Soejono. 1993. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada
https://hasanuddinali.com/2015/02/07/generasi-millennial-indonesia-tantangandan-peluang-pemuda-indonesia/ diakses pada 26/12/2017 pukul 14.20

15