bekerja dalam hikmat Allah karrya

Work In Godly Wisdom
(1 Kings 4:29-30)

Session II: Salomo and his Godly Wisdom
Session III: How to Work In Godly Wisdom

Salomo and his Godly Wisdom

Pengantar
Pengenalan akan tokoh Salomo pada pertemuan ini bukan untuk melihat
aspek kesejarahan Salomo. Pengenalan ini lebih pada aspek internal/ batiniah
Salomo. Aspek ini penting untuk melihat siapa Salomo sesungguhnya. Namun
disisi lain aspek merupakan hal yang mendasar dalam hidup manusia, karena apa
yang tampak di luar diri manusia adalah apa yang keluar dari dalam diri manusia.
Hal ini nyata dari teguran Yesus kepada orang farisi, Hai orang Farisi yang buta,
bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan
bersih (Mat 23:26).
Aspek inilah yang akan kita gunakan dalam melihat kehidupan Salomo
dan terlebih diri kita yang mencari hikmat ilahi itu. Kita semua akan memasuki
kedalaman dan keindahan diri Salomo dan terlebih memasuki diri kita. Kita akan
melihat bahwa hikmat ilahi itu nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.


Pengenalan akan Salomo
Orang yang bijaksana
Sebelum menjadi raja, Salomo adalah orang yang bijaksana. Hal ini dinyatakan
sendiri oleh Raja Daud kepada Salomo (1 Raj 2: 6, 9). Kiranya perkataan Raja
Daud bukanlah sebuah perkataan retoris, namun hal itu nyata dalam
kehidupannya selanjutnya. Sebelum meninggal, Daud telah menunjukkan kepada
Salomo, siapa saja yang patut dihukum (Yoab dan Simei bin Gera) (1 Raj 2:5-9).
Namun ia tidak langsung menghukum mereka, namun ia mempertimbangkan
segala sesuatunya. Kepada Yoab, Salomo menjatuhkan hukuman mati karena ia
menumpahkan darah Abner dan Amasa di masa damai (2:28-35). Sedangkan
kepada Simei yang mengutuk Daud, ia tidak membunuhnya namun

menempatkan Simei di Yerusalem. Simei tidak diperkenankan melewati sungai
Kidron dan bila hal itu terjadi, maka ia akan dihukum mati. Simei menerima
perintah itu dan bersedia melakukannya. Namun ia ingkar, dan ia dijatuhi
hukuman mati karena perkataannya sendiri (2: 36-46) .
Orang yang berbelas kasih
Salomo merupakan raja yang memiliki belas kasih. Ketika ia menjadi raja, Salomo
tidak langsung membunuh Adonia yang ingin merebut tahtanya dahulu. Ia

memberikan kesempatan kepada Adonia untuk hidup asal ia tidak bermaksud
jahat kepadanya (1:50-53). Hal ini juga diberikan kepada imam Abyatar. Ia tidak
menghukum mati Abyatar mengingat akan jasanya kepada Daud, meskipun ia
patut dihukum mati(2:26-27).

Hikmat ilahi Salomo
Hikmat ilahi sebagai anugerah
Hikmat ilahi merupakan hikmat yang tidak berasal dari manusia,
melainkan pemberian dari Allah sendiri. Hikmat itu berasal dari Allah sang
sumber dari hikmat. Dari sebab itu, wajar bila Salomo meminta hikmat itu dari
Allah. Ia berdoa dan memohonkannya kepada Allah. Ia meminta hati yang dapat
menimbang apa yang baik dan buruk (3:9).

Allahpun memberikan kepada

Salomo hati yang penuh hikmat dan pengertian (3:12, 4:29). Disini hati yang
menimbang baik dan buruk disejajarkan dengan hikmat dan pengertian. Hikmat
ilahi ini berbeda dengan hikmat manusiawi, karena apa yang baik dan buruk itu
tidak berasal dari pertimbangan manusia. Sebaliknya apa yang baik dan buruk itu
tidak lain adalah apa yang baik dan buruk dalam pandangan Allah (11:9-11).

Hikmat ilahi tidak hanya berkaitan dengan pengertian akan baik dan
buruk. Namun terlebih lagi, perjumpaan Allah degan Salomo sendiri. Dari
perjumpaan itulah mengalir pengertian. Perjumpaan dengan Allah inilah hal yang

terpenting, karena disini Allah meraja dalam diri manusia. Selain itu, Ia
menunjukkan apa yang perintah dan apa yang dikehendaki-Nya sendiri (Ul 4:5-6).
Pengalaman ini merupakan pengalaman penting dalam hidup Salomo, karena
inilah titik dimana ia tidak hidup dari apa yang dikehendakinya. Justru kehendak
Allahlah yang coba ia lakukan dalam kehidupannya.
Selain kehadiran Allah dalam diri Salomo, Allah juga memberikan akal
yang luas (4:29). Akal budi dalam Kitab Suci erat kaitannya pula dengan hikmat,
namun akal budi lebih merujuk pada hikmat manusiawi. Hikmat ini berasal dari
pertimbangan akal budi atau lebih pada kepintaran seseorang. Hal ini dapat
dilihat dari perbandingan yang digunakan dalam Perjanjian Lama, dimana orang
berakal dilawankan dengan orang bodoh (Mzm 94:8; Ams 10: 21, 16:22). Selain
itu hal ini juga diartikan pula kesadaran (Ul 28:28, Mzm 107:27).
Dalam perjumpaan dengan Allah, akal budi Salomo berbeda dengan
mereka yang pandai. Akal budi Salomo berbeda dengan hikmat manusiawi orang
pada umumnya. Akal budinya diterangi oleh hikmat ilahi, sehingga ia dapat pula
menangkap apa yang baik dan buruk di mata Allah. Disini hikmat manusiawi

diterangi oleh hikmat ilahi (illuminatio).
Letak hikmat ilahi
Dari apa yang disabdakan Allah sendiri, kita dapat mengetahui bahwa
hikmat itu diletakkan Allah dalam hati Salomo. Dalam hati Salomo, pertimbangan
baik dan buruk tidak hanya berasal dari pikiran manusia. Hal itu berasal dari
suara Allah yang senantiasa berfirman dalam hatinya. Disanalah Allah
memerintahkan apa yang harus diperbuat oleh Salomo (11:9-11).
Hikmat ilahi tidak hanya berkenaan dengan pengetahuan akan perintah
Allah dalam hatinya. Namun hikmat itu juga menyangkut hati yang terarah pada
Allah (11:9) dan hati yang takut Allah (Ayb 28:28). Dari hati yang terarah dan
takut akan Allah inilah, manusia menggunakan akal budinya untuk memilah apa

yang baik dan yang jahat. Dari pengertian akan yang baik dan yang jahat, ia
akhirnya dapat melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat. Dapat dimengerti
dala

Ayub dikataka

e jauhi kejahata itulah akal budi Ayb 2 :2 .


Hikmat ilahi dan jawaban Salomo
Hikmat ilahi senantiasa mengarahkan hidup Salomo. Ia menunjukkan
mana yang tidak boleh dilakukan. Namun semua itu dikembalikan pada
kebebasan Salomo dalam menanggapi arahan tersebut. Dari sebab itu, Allah
bersabda jika e gkau hidup dihadapa -Ku sama seperti Daud, Ayahmu, dengan
tulus hati dan dengan benar, dan berbuat sesuai dengan yang Kuperintahkan
kepadamu, dan jika engkau tetap mengikuti segala ketetapan dan peraturan-Ku,
aka aku aka

e eguhka tahta kerajaa

u atas Israel

:4-5). Dengan kata

lain Allah dan hikmat-Nya selalu menyertai Salomo selama ia menjawab dan
menanggapi-Nya dalam hidupnya.
Dalam kenyataannya, Salomo tidak setia dalam mendengarkan arahan
Allah sendiri. Hatinya tidak lagi terarah pada Allah lagi karena hatinya mulai
mencintai yang lain. Ia tidak lagi mau mendengarkan apa yang Allah firmankan.

Allah akhirnya menghukum Salomo. Ini adalah hal yang tragis dalam kehidupan
Salomo yang meninggalkan hikmat ilahi di usia tuanya.
Salomo tidak lagi menuruti lagi perintah Allah, karena hatinya telah
mencintai banyak perempuan. Istrinya 700 ratus dan gundiknya 300 orang
jumlahnya. Selain itu ia akhirnya jatuh pada penyembahan berhala (11:3-5). Dari
sini dapat dilihat hikmat ilahi kemudian tidak lagi ada dalam hidup Salomo.
Kenikmatan telah menulikan telinga hatinya pada Firman Allah. Kenikmatan itu
akhirnya menarik Salomo melakukan dosa lainnya dan semakin menjauhkan dia
dari Allah sendiri.

Memetakan hikmat dalam diri Salomo
Memetakan hikmat ilahi dalam kacamata Andre Rochais

Daerah PIKIRAN:
Hikmat manusiawi
Ajaran dan pengetahuan
(dipengaruhi situasi tertentu)

(sekat ajaran )


DAERAH PERASAAN:
sedih / senang
puas / kecewa
(dipengaruhi situasi tertentu)

(sekat perasaan

DAERAH HATI:

negatif)

Hikmat ilahi
(Tidak dipengaruhi situasi;
menetap lama, menyangkut
nilai-nilai luhur umat manusia
dan suara hati nurani)

RAHMAT ALLAH
PADA MANUSIA:
DASAR NURANI


Hikmat ilahi dan dorongan-dorongan lain dalam diri setiap manusia
Hikmat ilahi sebenarnya hadir dalam diri setiap manusia yang adalah
gambaran dari Allah sendiri. Hikmat itu nyata dalam suara hati. Suara hati itulah
suara Allah yang berfirman dalam hidup kita. Ia menunjukkan apa yang baik dan
buruk. Ia bukanlah suatu yang abstrak, namun nyata terutama ketika orang
hendak melakukan kejahatan. Suara hati menjadi alarm yang terus
memperingatkan untuk tidak melakukan kejahatan atau perbuatan dosa.
Selain suara hati, dalam diri manusia ada dorongan-dorongan lain yang
dapat menghalangi manusia. Hal itu bisa terjadi ketika hal itu tidak sadari.
Dorongan-dorongan lain yang perlu disadari dalam diri manusia yaitu dorongan
tubuh, pertimbangan akal, dorongan perasaan. Tidak dapat dipungkiri,
kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia untuk memuaskan tubuh, pikiran dan
perasaan, membuat manusia terikat akannya. Keterikatan akannya membuat
manusia terlekat dan seakan tidak lepas darinya. Semua itu menjadi semacam
kehausa da kelapara
dituruti se aki

kehausa


dala
da

diri

a usia ya g perlu dipuaska . Semakin

kelapara

itu se aki

besar da

akhir ya

manusia berani melakukan apa saja untuk dapat memperolehnya. Hal inilah yang
membuat orang masuk dalam satu dosa ke dosa yang lain.
Dengan singkat dapat dikatakan, kebiasaan yang terus dibina dari kecil
hingga besar membentuk kebiasaan tubuh, kebiasaan pikiran dan juga perasaan.
Kebiasaan ini kemudian terus berkembang hingga menjadi sebuah dorongan/

reflek dan sampai batas tertentu hal ini menjadi unsur bawah sadar. Tindakan
tidak lagi dipikirkan, tetapi muncul dengan sendirinya ketika ada rangsangan/
stimulus. Ketika hal ini dominan dan tanpa ada kebiasaan mengolah hati, maka
dorongan tubuh, pikiran dan perasaan yang mendominasi. Suara hati akhirnya
bisa tidak terdengar lagi, karena dorongan tubuh, pikiran dan perasaan yang

begitu kuat. Dorongan-dorongan itu, akhirnya sulit membedakan mana yang baik
dan yang buruk.
Inventaris dorongan-dorongan dalam diri
Dorongan

Paling dominan/ disukai

Tubuh

Pikiran

Perasaan

inventaris pengalaman mendengarkan suara hati

Pertanyaan dasar
Apa pernah mendengarkannya?

Ketika peristiwa apakah, anda
mendengarkannya?
Apa yang anda lakukan, setelah
mendengarkannya?
Masihkah anda mendengarnya?

Kapan terakhir anda mendengarkannya?

Jawaban

Berapa lama