Hub. dalam bidang sumber daya alam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang
Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas
sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk
menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan
hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era
otonomi daerah. Pengelolaan lingkungan hidup sangatlah penting untuk dilihat dalam
era otonomi daerah sekarang ini karena lingkungan hidup sudah menjadi isu
internasional yang mempengaruhi perekonomian suatu negara. Pemerintahan Daerah
diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama sekali
Pemerintahan Kota atau Kabupaten. Perlu adanya kerjasama antara pusat dan daerah.
Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah
pusat dan daerah sebagai konsekuensi dianutnya azas desentralisasi dalam
pemerintahan negara.
Penerbitan berbagai peraturan daerah tentang sumber daya alam dan izin-izin
pemanfaatan sumber daya alam, menjadi kecenderungan utama di daerah-daerah yang
memiliki banyak sumber daya. Tujuan pembuatan perda dan izin yang demikian

adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui Pemungutan pajak
dan retribusi dari pemanfaatan sumber daya alam. Perda pada umumnya mempunyai
konsekuensi hukum yang tidak selalu menguntungkan masyarakat. Banyak dari Perda
yang ada meneguhkan keberadaan hukum negara sebagai hukum yang baru dan asing
bagi masyarakat di daerah, terutama bila dikaitkan dengan budaya hukum lokal yang
tumbuh dan berkembang, khususnya pada masyarakat adat.1
Dalam praktek, di sinilah awal terjadinya spanning antara pusat dan daerah.
Tataruang sebagai arahan lokasi baik untuk kawasan lindung maupun budidaya
1 Ulasan tentang hukum negara sebagai hukum barudan hukum asing bagi masyarakat lokal dikupasa oleh
Tanya, B.L., 2006, Hukum dalam ruanmg sosisal, Surabaya: Srikandi
1

bersifat hirakhis, baik dalam struktur maupun dalam bentuk peraturan perundangundanganyang mengaturnya. Dalam makalah ini akan membahas mengenai sektor
kehutanan sebagai fokus untuk melihat kewenangan pemerintah pusat dan daerah
dalam pengelelolaan sumber daya alam serta hak atas pengelolaan tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang timbul dari latar belakang tersebut adalah :
1. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan
sumber daya alam ?

2. Bagaimana hak atas pengelolaan sumber daya alam tersebut ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pemerintahan Daerah
2. Memberikan gambaran tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah
dalam pengelolaan sumber daya alam
3. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang hak atas pengelolaan
sumber daya alam

BAB II

2

PEMBAHASAN

2.1 HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia belum ditemukan definisi
hukum tentang sumber daya alam. Pengertian tentang sumber daya alam dapat
ditelusuri dari pandangan beberapa pakar. Menurut Kartodihardjo 2 sumber daya alam

dapat digolongkan ke dalam dua bentuk. Pertama, sumber daya alam sebagi stock atau
modal alam yang keberadaanya tidak dibatasi oleh wilayah administrasi seperti danau,
pesisir dll. Kedua, sumber daya alam sebagai faktor produksi atau sebagai
barang/komoditas seperti kayu, rotan, air, mineral, ikan dll yang diproduksi oleh
berbagai sektor/dinas sebagai sumber-sumber ekonomi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan
bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a. Kewenangan,

tanggung

jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,

pengendalian

dampak, budidaya, dan pelestarian
b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
c. Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Dari yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa daerah yang memiliki

kekayaan sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan pula
pemerintah pusat. Dan juga daerah mendapatkan bagi hasil atas pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena kedua
pemerintah ini ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam. Lebih lanjut
lagi, ada kategori pemisahan antara hubungan pengelolaan sumber daya alam secara
vertikal dan horizontal. Pemisahan itu antara lain :3
2 Kartodihardjo, H. Tanpa tahun. Pendekatan Bioregion dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalamyayasan
Kehati-Kemitraan-Multistakeholder Forest program, Merangkai keberagaman, Jakarta, hal 165
3 http://dhyazjopi.blogspot.com/2013/05/hubungan-pemerintah-pusat-dan-daerah.html, diakses tanggal 10-012014 pkl. 11:30
3

1. Antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian
dampak, budidaya, dan pelestarian
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan

2. Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang

menjadi kewenangan daerah
b. Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber
daya lainnya antar pemerintahan daerah
c. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya.
Baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpetensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,kekhasan dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan menurut PP No 38/2007
meliputi : kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya
mineral, pariwisata, industri, perdagangan, dan ketransmigrasian.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi (Pasal 13 UU No 32 tahun
2004): perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan;

4

penyelenggaraan


pendidikan

penanggulangan

masalah

dan

sosial

alokasi
lintas

sumber

daya

kabupaten/kota;


manusia

potensial;

pelayanan

bidang

ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil,
dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; pengendalian lingkungan hidup;
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; pelayanan kependudukan, dan
catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi
penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang belum dapatdilaksanakan oleh kabupaten/kota; urusan wajib lainnya
yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota (psl 14) meliputi:
perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan;

penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang
ketenagakerjaan; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan, dan
catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi
penanaman modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. Pembagian urusan antar
pemerintah, pemprov dan pemkab diatur lebih lanjut dalam PP No 38 tahun 2007.4

2.2 KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

4 http://nasibnatal.blogspot.com/2013/10/mendorong-hubungan-pemerintahan-dan.html, diakses tanggal 10-012014 pkl. 11:30

5

Dalam naskah UUD 1945, Perda terletak dalam satu bab dengan aturan lain
mengenai pemerintahan daerah, sehingga perda dikonstruksikan sebagai satu hal yang
inheren dalam rezim pemerintahan daerah. Sesuai logika itu, maka perda tunduk dan
dibentuk berdasarkan semangat yang menyelimuti rezim pemerintahan daerah yang
tertuang dalam Undang-Undang pemerintahan Daerah. Disamping itu, perda juga
merupakan instrumen hukum yang tunduk pada rezim hukum peraturan perundangundangan. Artinya,


posisi

perda

selain

sebagai

instrumen

hukum

dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang responsif terhadap kebutuhan daerah,
perda juga merupakan peraturan yang berada pada posisi terendah dalam
hierarkiperaturan perundang-undangan.5
Dalam konstruksi hukum nasional, perda merupakan peraturan yang tingkat
fleksibilitasnya sempit karena dibatasi oleh sekat-sekat yang dibangunj dalam
peraturan nasional. Tetpi dibukanya peluag untuk mengadopsi kondisi khusus daerah

dalam bentuk nilai-nilai yang dianut masyarakat membuat perda memilik fleksibilitas
tinggi untuk meresponskeventingan daerah. Perda sebagai ruang terbuka inimenjadi
arenapertarungan polotik antara pemerintah pusat, masyarakat, pembuatannya (kepala
daerah dan DPRD) dan para pihak bermodal yang menginginkanaturan yang
menguntungkan usahanya didaerah.
Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan
lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko
Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan
kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa mencegah
kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD
khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Menurut

Menteri

Negara

Lingkungan

Hidup


Sonny

Keraf,

bahwa

desentralisasi adalah mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat
kepada pemda dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif.
Dalam penerapan desentralisasi itu, menurut Sonny harus tercakup pula pemeliharaan
lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga dan lestari. Dengan
demikian, kendati desentralisasi ala Indonesia tersebut pada awalnya merupakan
reaksi politik untuk mempertahankan stabilitas dan integritas teritorial, namun
5 Lihat pasal 7 ayat (1) an ayat (2) Undang-undang p3
6

paradigma otonomi demi kesejahteraan masyarakat lokal tetap bisa diwujudkan tanpa
merusak kualitas lingkungan hidup setempat.
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah sekarang adalah
Pemerintahan daerah harus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mereka untuk
memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) sehingga jalan
termudah untuk memenuhi itu semua adalah mengeksploitasi kembali lingkungan
hidup karena cara tersebut adalah cara yang biasa dilakukan pemerintah pusat untuk
memenuhi APBN, dan cara ini akan terus dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan
baik.
Sehingga jika waktu yang lalu pemusatan eksploitasi lingkungan hidup hanya
di daerah-daerah tertentu seperti Daerah Istimewa Aceh, Riau, Irian Jaya/ Papua,
Kalimantan dan sebagian Proponsi di Pulau Jawa maka sekarang semua Pemerintah
daerah di Indonesia akan mengekspoitasi lingkungan hidup sebesar-besarnya untuk
memenuhi target APBD untuk daerah-daerah yang mempunyai sumber kekayaan
lingkungan hidup yang besar, sehingga akan dapat terbayang semua daerah kota dan
kabupaten di Indonesia akan melakukan eksploitasi lingkungan hidup secara besarbesaran.
Karena desentralisasi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dipunyai oleh daerah kota dan kabupaten. Permasalahan yang timbul adalah
antisipasi dari pemerintah pusat sebagai pemegan kewenangan tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti kita ketahui kewenangan Pemerintah
Pusat adalah:
a. Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro
b. Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk
mengelola lingkungan hidup
c. Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
d. Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang
lingkungan hidup
7

e. Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia
f. Teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan
teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak
g. Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan
konservasi antar propinsi dan antar negara
h. Standarisasi nasional
i. Pelaksanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam
pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi
laboratorium lingkungan dsb.
Seperti dijelaskan diatas maka kewenangan pemerintah pusat dalam
melaksanakan otonomi daerah sangatlah penting dalam lingkungan hidup. Sehingga
jika terjadi berbagai permaslahan yang timbul pemerintahan pusat harus
menanganinya secara baik karena pemrintah pusat masih mempunyai kewenangan
untuk mengadakan berbagi evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
sehingga pemerintah daerah dapat menjalankan kewenanganya secara proporsional
dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup.6

2.3 HAK ATAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
a. Rezim Hak Kepemilikan
Dalam rezim hak kepemelikan, hak atas sumber daya digolongkan kedalam
empat jenis hak, yaitu :
6 http://acehmillano.wordpress.com/2013/03/24/hubungan-pemerintah-pusat-dan-daerah/, diakses tanggal 1001-2014 pkl. 11:30
8

1) Open Access
Dalam open acces sumber daya alam dipandang tidak dimiliki oleh
siapa pun. Oleh karena itu, masyarakat merdeka melakukan pemanfaatan
dengan caranya sendiri. Sebagian masyarakat memanfaatkan secara arif,
namun lebih banyak lagi yang memanfaatkannya ssecara tidak bijaksana.
Dalam terminologi Garret Hrdin (ahli biologi dan ekologi manusia),
ketidakarifan dalam pengelolaan sumber daya tersebut menghasilkan suatu
“tragedy of the commons”, yaitu suatu bentuk kehancuran sumber daya
akibat adanya vendayagunaan yang berlebihan.7 Tragedi menurut
terminologi Hardin itu “hanya terjadi” jika tidak terdapat aturan main yang
jelas tentang pendayagunaan sumber daya alam, sehingga setiap anggota
masyarakat berpacu untuk memaksimumkan pemenuhan kebutuhan
individualnya

melalui

pendayagunaan

sumber

daya

alam

tanpa

memperhatikan kebutuhan anggota masyarakat lainnya maupun dayadukung sumber daya yang bersangkutan karena sumber daya alam
dianggap sebagai milik bersama (common property).
2) Private property
Private property atau kepemilikan pribadi atas sumber daya alam
seperti tanah atau benda yang mengakar pada tanah secara “tetap” dalam
literatur hukum perdata termasuk sebagai pemilikan atas benda tidak
bergerak (roerende zaken). Pengemban hak atasprivate property ini adalah
pribadi alamiah (naturalijke person) atau pribadi buatan/badan hukum
(recht person). Menurut Machperson, baik pribadi alamiah maupun pribadi
buatan adalah sama-sama pribadi sebagai suatu subjek pengemban hak.
Private property sebagai kepemilikan pribadi (individual atau korporasi)
adalah jenis hak yang terkuat karena memiliki empat sifat yang tidak
dimiliki oleh tiga jenis hak lainnya, yaitu: (a) completeness, dimana hakhak didefinisikan secara lengkap, (b) exclusivity, dimana semua manfaat
dan biaya yang timbul menjadi tanggungan secara ekslusif pemegang hak,
(c) transferable, dimanahak dapat dialihkan kepada pihak lain baik secara
7 Hardin, G. 1968. The Tragedy of The Commons, dalam Science 1623:1243-1248
9

penuh (jual-beli) maupun secara parsial (sewa, gadai), dan (d)
enforcebility, dimana ak-hak tersebut dapat ditegakkan. Oleh karena empat
alasan itu maka private property dianggap sebagai hak yang paling efisien
dan mendekati sempurna. Dorongan kesempurnaan hak yang memiliki
empat sifat tadi berorientasi pada kepastian dan efisiensi dalam
industrialisasi.

3) State property
Berangkat dari motivasi yang kuat untuk mengatur pengelolaan sumber
daya alam, maka pada masyarakat politik modern, sumber daya alam
ditetapkan sebagai “milik negara” atau “state property”. Tesis Hardin
tentang “tragedy of the commons” dijadikan sebagai pembenar bagi
tindakan negara (pemerintah) untuk menguasai dan mengatur sumber daya
alam dalam arti yang seluas-luasnya. Negara menjadi aktor yang paling
ekstensif dalam mengatur dan mengelola sumber daya alam karena
sifatnya sebagai badan publik yang melingkupi seluruh warganegara.
Karena hubungan negara dengan sumber daya alam dan masyarakatnya
bersifat publik, maka tujuan dari hubungan negara dengan sumber daya
alam adalah untuk kemakmuran masyarakat. Namun, akuan konsep
idealistik tentang kedaulatan dan kekuasaan negara sebagai badan publik
sering kali terdistorsi. Setidaknya terdapat dua distorsi berkaitan dengan
state property: Pertama, konsep negara sebagai “penguasa” (aspek publik)
didistorsi menjadi negara sebagai “pemilik” (aspek private); Kedua,
“Negara” direpresentasikan menjadi “Pemerintah,” sehingga pemerintah
lantas bertindak sebagai pemilik, pengelola, pengurus dan pengawas
terhadap tindakan pengelolaan sumber daya alam. Bahkan kebanyakan
hak-hak privat lahir sebagai hak berian dari negara c.q pemerintah seperti
hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak-hak pengelolaan baik yang
diberikan kepada masyarakat atau berkolaborasi antara pemerintah dengan
masyarakat. Distorsi tersebut membuat state property bukan menjadi milik
umum, melainkan menjadi milik pribadi buatan atau milik kelembagaan
yang disebut Pemerintah.

10

4) Communal property
Pengelolaan sumber daya alam sebagai “milik negara” maupun milik
privat terutama swasta telah meninggalkan jejak yang sama, yaitu
kerusakan lingkungan dan peminggiran masyarakat lokal. Communal
property bukanlah konsep baru dalam hubungan antara manusia dengan
sumber

daya

alam.

Di

beberapa

tempat,

konsep

communal

property/commons property atau community-based management dicoba
dihidupkan kembali dengan mengangkat konsep ulayat dari hubungan
masyarakat secara tradisional dengan sumber daya alam yang sudah ada
sejak lama. Bahkan konsep itu merupakan konsep sebelum kemunculan
negara dan hak privat di negara-negara berkembang.
b. Sistem Tenurial
Sistem tenurial (tenure system) dapat diartikan sebagai sistem
penguasaan atas sumber daya alam (agraria) dalam suatu masyarakat32.
Kata tenure berasal dari kata dalam bahasa latin, yaitu tenere yang
mencakup arti: memelihara, memegang, memiliki.8 Menurut Gunawan
Wiradi34 istilah ini biasanya dipakai dari aspek yang mendasar dari
penguasaan sumber daya alam yaitu mengenai status hukumnya. Artinya,
membicarakan persoalan tenurial tidak lain yaitu membicarakan soal status
hukum dari suatu penguasaan atas sumber daya alam (agraria) dalam suatu
masyarakat.9 Menurut Fauzi dan Bachriadi,36 pada setiap sistem tenurial,
masingmasing hak mempunyai tiga komponen, yaitu:
a. Subjek hak, yaitu pemangku hak atau pada siapa hak tertentu dilekatkan.
Subjek hak bisa berupa individu, rumah tangga, kelompok, komunitas,
kelembagaan sosial-ekonomi, bahkan lembaga politik setingkat negara.

8 Fauzi, N., dan Bachriadi, D. 2000. Sistem Tenurial Lahan Dan Tumbuh-Tumbuhan, Keamanan Penguasaan
Atas Lahan Dan Kawasan Hutan Tertentu, Serta Konflik Tenurial, dalam Noer Fauzi dan I Nyoman Nurjaya
(penyunting), Sumber Daya Alam untuk Rakyat: Modul Lokakarya Penelitian Hukum Kritis-Partisipatif Bagi
Pendamping Hukum Rakyat, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, hal. 127.

9 http://www.google.com/url, diakses tanggal diakses tanggal 10-01-2014 pkl. 11:30
11

b. Objek hak, yang berupa persil tanah, barang-barang yang tumbuh di atas
tanah, barang-barang tambang yang berada di dalam tanah, perairan,
makhluk hidup dalam perairan, atau pada wilayah udara. Objek hak bisa
dalam bentuk total dan parsial, misalnya orang yang mempunyai pohon
sagu tertentu belum tentu mempunyai hak atas tanah dimana pohon sagu
itu tumbuh.
c. Jenis haknya, setiap hak selalu dapat dijelaskan batasan dari hak tersebut,
yang membedakannya dengan hak lainnya. Adapun jenis hak-hak tersebut
adalah, hak milik, hak sewa, dan hak pakai, dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

12

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan lingkungan
sangatlah besar sehingga perlu adanya pembatasan yang jelas dalam pengelolaan
lingkungan tersebut. Dan dalam melaksanakan hal tersebut telah diatur beberapa
batasan yang jelas dalam Keputusan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
Menko Wasbangpan.

3.2 SARAN

Pengaturan

mengenai

pengelolalan

sumberdaya

yang

tersebar

di

berbagaiundang-undang sampai saat ini masih bersifat sentralistik, sehingga perlu
dikajiulang

dan

dilakukan

harmonisasi

dengan

prinsip-prinsip

penyelenggaraanpemerintahan daerah. Yang perlu dicermati adalah kewenangan
Pemerintah Daerah yang sangat besar sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang
baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sehingga janagn sampai terjadi berbagai
kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang
ada di Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan
sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dijalankan dengan baik
oleh Pemerintah Indonesia baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

DAFTAR PUSTAKA

UU NO 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina
Aksara, Jakarta, 1983

13

Kartodihardjo, H. Tanpa tahun. Pendekatan Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam. Dalam Yayasan Kehati-Kemitraan-Multistakeholder Forest Program, Merangkai
Keberagaman, Jakarta.
Kartodihardjo, H. 2007. Regim Hak dan Institusi, handout presentas dalam diskusi tentang
Bundel of Rights di Kantor Perkumpulan HuMa, 31 Oktober

14