Pengaruh Jenis zat Fiksasi terhadap Kual

Pengaruh Jenis zat Fiksasi terhadap Kualitas Warna Kain Batik
dengan Pewarna Alami Buah Bit
Sriatuna), Agus Yulianto b), Ian Yuliantic)
1

Program Studi Magister Pendidikan Fisika, Pasca sarjana
Universitas Negeri Semarang
Jl. Kelud Utara III Semarang 50237
2
SMK Cordova Margoyoso
Jl. Polgarut Selatan Kajen 50954

E-mail :sriatun@smkcordova.sch.id a), yulianto311@yahoo.b), com c)ianyulianti@gmail.com
Abstrak
Ekstrak pewarna buah bit disertai penambahan FeSO4 (tunjung), Kal(SO4)2 (tawas), dengan proses pembuatan
larutan zat warna alami menumbuk buah bit yang sudah masak berwarna merah kemudian direbus sampai
mendidih sebentar setelah dingin disaring. Hasil larutan zat warna alami ini dapat diaplikasikan pada dua jenis
kain yaitu kain solo bengawan sejenis katun dan sutra sifon.Hasil menunjukkan bahwa sampel yang
menggunakan kain solo bengawan sejenis katun hasilnya terlihat menempel di kain warnanya tetapi muda luntur
apabila dicuci. Sedangkan pada kain sutra waena kain lebih tahan lama menempel dan pada penggunaan pada
kain sifon sutra ini warna kain yang lebih jelas terlihat perubahan warna merah berubah menjadi coklat dengan

pengunci FeSO4, warna kain menjadi merah muda menggunakan tawas, dan pada penggunaan tawas. Analisis
menggunakan aplikasi RGB pada Hansphone untuk mengetahui intensitas warna Red (merah), Green (hijau),
Blue (biru). Pada penggunaan pengunci FeSO4 nilai RGB tertinggi pada kain no 4 dengan nilai 165;150;121,
tawas nilai RGB tertinggi pada kain no yaitu 184;139;106
Keyword: pewarna alami, buah bit,RGB.
Abstract
Beetroot ecxtract dye with addition of FeSO 4 (tunjung), alum, with process of making natural dye solution
pounding the red ripe bits then boiled until boiling after cold filtered. The results of this natural dye solution can be
applied to two types of fabrics, cotton solo cloth and silk chiffon. The result indicates that the sample using a
cotton solo that fabric cotton was visibly stuck to the color cloth but get fade when washed. While on the cloth
waist silk cloth is more durable attached and on the use of this silk chiffon fabric the color of the more visible clear
the red color changes to brown with FeSO4 lock, the color of the cloth becomes pink using alum, and on the use
of alum. Analysis using RGB application on Hansphone to know the intensity of Red (red), Green (green), Blue
(blue). Useingof FeSO4 lock the highest RGB value on fabric no 4 with value 165; 150; 121, alum the highest
RGB value in the no. 184; 139; 106;
Kata kunci : natural day, beetroot, RGB

PENDAHULUAN
Buah bit (Beta vulgaris L.) atau sering
juga dikenal dengan sebutan akar bit

merupakan tanaman berbentuk akar yang
mirip umbi-umbian dan famili Amaranthaceae
menurut Mei (2016). Ciri fisik jenis buah bit
adalah umbinya berbentuk bulat seperti
kentang dengan warna merah-ungu gelap dan
apabila dipotong buahnya akan terlihat garis
putih-putih dengan warna merah muda.
Kandungan buah bit terdapat komponen
utama yaitu pigmen betasianin. Betasianin
merupakan pigmen berwarna merah atau
merah-violet dari kelompok pigmen betalain.
Pigmen betasian dalam bit merah telah
digunakan sebagai bahan tambahan alami
pada makanan dan minuman dalam Nanda
(2014).
Penggunaan buah bit sebagai pewarna
kain cukup jarang ditemui dan lebih banyak
penggunaan di pewarnaan makanan dan
minuman. Kandungan betasianin yang tinggi
dapat digunakan sebagai bahan pewarna

alami pada kain dengan ramah lingkungan

karena tidak menghasilkan limbah yang
mengandung logam berat sehingga aman
untuk digunakan dan lingkungan sekitar.
Untuk menjadikan pewarna alam lebih
kuat dan tajam dapat dipilih fiksator yang
membantu mengunci warna karena berfungsi
mengikat menurut Kartikasari (2016). Fiksator
merupakan proses pencelupan yang bertujuan
untuk mengunci zat warna yang masuk ke
dalam serat agar warna yang dihasilkan tidak
mudah pudar atau luntur, bahan fiksasi yang
biasa digunakan antara lain kapur, Kal(SO 4)2,
dan FeSO4 menurut Amalia (2016).
Industri
batik
sangant
potensial
dikembangkan karena kemajuan teknologi.

Namun perkembangan dunia industri tersebut
kadang kurang didukungnya akan kesadaran
akan efek dari kegiatan industri tersebut
seperti limbah cair dari hasil pewarnaan kain
menurut Sasongko (2010). Limbah cair yang
dihasilkan dari hasil pewarnaan di lingkungan
juana cukup melimpah dan dibuang ke sungai.
Menurut Kurniawan (2013) Industri batik
menimbulkan dampak air limbah organik

2

dalam jumlah yang besar, warna yang pekat,
berbau menyengat dan memiliki suhu,
keasaman (pH), Biochemical Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD)
serta Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi.
Desa Bakaran Kecamatan Juwana Kabupaten
Pati merupakan sentra industri usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) batik yang

potensial dalam mendukung perekonomian
lokal namun bermasalah tentang limbah.
Perlunya penggunaan bahan pewarna
alami
untuk menanggulangi banyaknya
limbah yang dihasilkan. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi
zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung terhadap
ketahanan luntur warna kain batik hasil ekstrak
buah bit.
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilakukan
menggunakan
metode eksperimen di Laboratorium SMK
Cordova Margoyoso-Pati. Hasil ekstraksi buah
bit diaplikasikan pada kain sebagai pewarna
alami. Uji RGB dilakukan menggunakan
aplikasi HP untuk mengetahui kandungan citra

warna kain yang dihasilkan. Uji absorbansi
menggunkan FTir di Laboratorium Fisika
Universitas Negeri Semarang.
Tahap
pertama
adalah
proses
penimbangan bahan, yaitu pengukuran massa
dari bahan-bahan padat, cair, atau gas neraca
(REFERENSI). Tawas, FeSO4 dan buah bit
ditimbang sebesar 50 gram. Tahap kedua
adalah proses ekstraksi atau pembuatan
larutan zat warna alam perlu disesuaikan
dengan berat bahan yang akan diproses
sehingga jumlah larutan zat warna alam yang
dihasilka dapat mencukupi untuk mencelup
bahan tekstil dan menghasilkan warna yang
baik.
Proses ekstraksi untuk mengeksplorasi
zat pewarna dimulai dengan memasukkan

hasil tumbukan buah bit ke dalam burret dan
ditambahkan air dengan perbandingan 1:2
yaitu 50 gram:100 ml. Merebus bahan hingga
mendidih sebentar kemudian di matikan
apinya. Menyaring larutan dengan kasa untuk
memisahkan larutan dengan sisa bahan. Biji
buah bit merah diblander hingga halus
kemudian dikeringkan pada panas matahari
dan disaring agar menjadi serbuk
Tahap ketiga yaitu penguncian tekstil
dengan zat pewarna alam yang dimulai
dengan melarutkan 8 gram tawas dalam 1
Liter air dan dipanaskan sampai suhu 60oC.
Proses selanjutnya kain sutera direndam
selama 6-12 jam kain dibilas dengan air tanpa
diperas dan keringkan lalu disetrika.

Pencelupan kain dengan zat warna alami
dilakukan dengan proses fiksasi (fixer) untuk
menghasilkan ketahanan warna. Proses

Fiksasi adalah proses penguncian warna
setelah kain dimasukkan ke dalam pewarna
alami (referen)..
Larutan pengunci yang digunakan yaitu
Tawas dan FeSo4 dengan 6 varisi
perbandingan massa. Larutkan pengunci
dengan massa 50 gram dilarutkan dalam 1 L
air, diendapkan semalam dan larutan
beningnya
digunakan
untuk
proses
pencelupan. Proses penguncian warna
dilakukan dengan merendam kain selama 20
menit dalam larutan pengunci.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan zat warna alami dari buah bit
untuk pewarna pada kain menghasilkan
ekatraksi warna merah dengan memiliki pH 7
yang aman karena memiliki pH normal.

Sebelum memasuki tahap pencelupan zat
warna kain terlebih dahulu di mordanting
terlebih dahulu. Mordanting bertujuan untuk
meningkatkan daya tarik zat warna dalam
tekstil serta menghasilkan zat warna yang
menempel pada kain merata dan tajam.
Proses mordanting menggunakan bahan
tawas yang dilarutkan dalam air kemudian
dipanaskan sampai suhunya 60oC dan kain
dimasukkan dalam larutan tersebut direndam
sampai semalam. Proses pencelupan ekstrak
buah bit dengan menggunakan kain sutra sifon
dan kain solo bengawan sejenis katun. Kain
yang sudah di mordanting kering dan disetrika
tersebut dicelup dan di kunci dalam larutan
pengunci(fixer) supaya warna yang masuk
dalam kain tidak mudah luntur. Hasil
penggunaan ekstrak warna buah bit yang di
masukkan dalam larutan pengunci FeSO4
dapat dilihat dalam Gambar 1.


Gambar 1 Proses Pencelupan FeSO4
Gambar 1 menunjukkan penguncian
warna dengan fiksator FeSO4mengalami
perubahan warna dari merah menjadi coklat
tua.

3.

Kal(SO4)2 250 gr

4.

Kal(SO4)2 200 gr

184;139;10
6

Kal(SO4)2 150 gr


163;127;95

5.

Kal(SO4)2 100 gr

6.

157;113;78
155;113;78

Gambar Proses Pencelupan Kal(SO4)2
Gambar 2 proses pencelupan ekstrak
buah bit yang di masukkan pengunci atau
fiksator Kal(SO4)2 terdapat warna yang pudar
dan
masih
menempel
dengan
baik.
Penguncian ini agar warna kain menjadi
berwarna merah muda dan warnanya tidak
mencolok. Proses selanjutnya pengeringan di
tempat yang teduh kemudian setelah kering
diuji dengan memfoto kain dan diidentifikasi
dengan RGB. Nilai RGB kain sutera yang
dihasilkan dari pencelupan ekstrak buat bit
dan pengunci FeSO4 dalam Tabel 1.
Tabel 1 Nilai RGB dari Pengunci FeSO4

No

Pengunci dan
perbandingan

Nilai RGB

1.

FeSO4 350 gr

155;116;87

2.

FeSO4 300 gr

183;142;11
0

3.

FeSO4 250 gr

4.

FeSO4 200 gr

184;139;10
6

FeSO4 150 gr

163;127;95

5.

FeSO4 100 gr

6.

157;113;78
152;116;84

Nilai RGB dengan menggunakan pengunci
yang kedua yaitu Kal(SO4)2 dalam Tabel 2.
Tabel 1 Nilai RGB dari Pengunci Tunjung

No

Pengunci dan
perbandingan

Nilai RGB

1.

Kal(SO4)2 350 gr

155;116;87

2.

Kal(SO4)2 300 gr

183;142;11
0

Cara meningkatkan ketuaan warna, karena
fungsi dari larutan fiksasi warna adalah
membantu pengikatan molekul-molekul zat
warna agar dapat menempel kuat pada
serat/benang (Ainur dan Didik, 2013). Riset
yang dilakukan pada penggunaan pigmen
warna alami dengan mengaplikasikan pada
dua jenis kain berbahasn kapas dan sutera.
Ketuaan maksimum pada kain bahan sutra
lebih tinggi dari pada ketuaan warna
maksimum kain songket bahan kapas,
penyebabnya adalah adanya hubungan
dengan struktur molekul. Bahan sutra memiliki
kandungan gugus OH yang lebih banyak
dibandingkan dengan bahan kapas [5]. Proses
pewarnaan gugus OH memegang peran
penting terhadap ikatan antara serat dan zat
pewarna. Semakin banyakgugus OH dalam
molekulnya maka molekul-molekul zat warna
yang terserap akan lebih banyak [6].
Penggunaan yang kedua dengan kain
sutera sifon mendapatkan hasil lebih baik.
Menggunakan
perlakuan
yang
sama
menghasilkan warna yang lebih menempel
pada kain dan tidak mudah luntur apaila
dicuci, peghitungan kandungan warna yang
paling dominan menggunakan aplikasi RGB
ditunjukkan pada kain menggunakan fixer
tawas pada kain no 3 dan pada fixer tunjung
kain no 3. Untuk cahaya dasar penyusunan
adalah warna merah, hijau dan biru yang
dikenal dengan istilah RGB [7].
Proses pencelupan antara ekstrak warna
kain dari buah bit menghasilkan nilai RGB
paling tinggi pada fiksasi perbandingan FeSO4
250 gr menghasilkan nilai RGB 184;139;106.
Warna yang dihasilkan berwarna pink muda.
Ditunjukkan dengan gambar 3.

Gambar 3. Nilai RGB FeSO4 250 gr
Dalam RGB ini menunjukkan nilai tertinggi
tetapi menunjukkan warna yang dihasilkan
lebih cerah
sebaliknya nilai RGB paling
rendah ditunjukkan dalam pencelupan warna
dengan perbandingan
FeSO4 100 gr
menghasilkan nilai RGB 152;116;84 warna
yang dihasilkan lebih gelap ditunjukkan
Gambar 4.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
[1]

Mei, Nelvita dkk. 2016. Uji Kadar
,Betasianin Pada Buah Bit (Beta Vulgaris
L.)
Dengan Pelarut Etanol Dan
Pengembangannya Sebagai
Sumber
Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi,
p-ISSN: 2442-3750; e-ISSN: 2527-6204.
[2] Nanda, R. W. 2014. Produksi Serbuk
Pewarna Alami Bit Merah (Beta vulgaris L.)
dengan Metode Oven Drying. Semarang:
Fakultas Teknologi Pangan
[3] Kartikasari, Enggar dkk. 2016. Pengaruh
Fiksator pada Ekstrak Daun Mangga dalam
Pewarnaan Tekstil Batik Ditinjau dari
Ketahanan
Luntur
Warna
terhadap
Keringat. Jurnal Sciencetech vol 2 No 1 hal
136-143

[4] Amalia, Rizka dan Iqbal Iqbal Akhtamimi,
2016.
Studi
Pengaruh
Jenis
Dan
Konsentrasi Zat Fiksasi Terhadap Kualitas
Warna Kain Batik Dengan Pewarna Alam
Limbah Kulit Buah Rambutan (Nephelium
lappaceum). Jurnal Dinamika Kerajinan
Batik Vol.33 No.2 85-92
[5] Ainur, R., dan Anik, Z. (2013). Pewarnaan
Bahan Tekstil dengan Menggunakan
Ekstrak Kayu Nangka dan Teknik
Pewarnaannya untuk Mendapatkan Hasil
yang Optimal. Jurnal Rekayasa Proses. 7
(2): 85-90
[6] Sasongko, Dwi P. 2010. Identivikasi Unsur
dan Kadar Logam berat dapa Limbah
Pewarna Batik dengan Metode Analisis
Pengaktifan
Neutron.
Jurnal
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Vol 27 (22-27)
[6]Ester, K.S., dan Adhi, K. (2008).
Pemanfaatan Daun Tembakau untuk
Pewarnaan Kain Sutera dengan Mordan
Jeruk Nipis. Jurnal Teknobuga. 1 (1) : 2227.
[7]Andang, Muhammad, 2009. Alat Pendeteksi
Warna
berdasarkan
Warna
Dasar
Penyusunan RGB dengan sensor TCS230.
InJISBN:978-979-96964-6-5