SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN KOMBINASI FILTER YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN JELAWAT (Leptobarbus Hoeveni)

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN KOMBINASI FILTER
YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN
JELAWAT (Leptobarbus Hoeveni)
RESIRCULATION SYSTEM USING DIFFERENT FILTER COMBINATION TO THE
GROWTH OF JELAWAT FISH (Leptobarbus Hoeveni)

Darmayanti1, Eka Indah Raharjo2, Farida3,
1. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
2. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
3. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
yantiyanti88927@gmail.com

ABSTRAK
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang terdapat di beberapa
sungai di Kalimantan dan Sumatera. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi filter yang
terbaik pada sistem resirkulasi dalam meningkatkan pertumbuhan ikan jelawat. Penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Susunan perlakuan
A, filter batu dan kerikil B, filter batu, kerikil dan ijuk C, filter batu, kerikil dan spons D, filter arang, batu
dan kerikil. Variabel pengamatan meliputi pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak,
tingkat kelangsungan hidup, konversi pakan. Rata-rata pertumbuhan panjang dan bobot mutlak adalah
perlakuan B (3,157±0,08) dan (1,647±0,01). Tingkat kelangsungan hidup yang terbaik adalah perlakuan
B (95,56±3,85). Rasio konversi pakan yang terbaik adalah perlakuan B (1,92±0,11).
Kata kunci: Sistem Resirkulasi, ikan jelawat, pertumbuhan

ABSTRACT
Jelawat fish (Leptobarbus hoeveni) is one of the native Indonesian fish found in several rivers in
Kalimantan and Sumatra. The purpose of this study was to determine the best combination of filters in the
recirculation system in increasing the growth of Jelwat fish. This study used Completely Randomized
Design (RAL) with 4 treatments and 3 replications. Treatment arrangement, treatment A rock filter and,
gravel, treatment B stone filter, gravel and fibers, treatment C stone filter, gravel and sponge, treatment D
charcoal filters, stone and gravel. Observational variables include absolute longevity, absolute weight
growth, survival rate, feed conversion. The average growth of length and absolute weight is treatment B
(3.157 ± 0.08) and (1,647 ± 0.01). The best survival rate is treatment B (95.56 ± 3.85). The best feed
conversion ratio is treatment B (1.92± 0.11).
Keywords: Recirculation System, Jelawat fish, growth


1

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK
PENDAHULUAN
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni)
merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang
terdapat di beberapa sungai di Kalimantan dan
Sumatera (Kottelat et al. 1993). Permintaan
pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat
digemari oleh masyarakat di beberapa negara
tetangga seperti Malaysia dan Brunei, sehingga
merupakan komoditas yang sangat potensial dan
mendorong
minat
masyarakat
untuk
mengembangkannya
(Aryani,

2005).
Permasalahan yang biasa dihadapi dalam
budidaya ikan jelawat antara lain kualitas air,
penyakit, nutrisi dan pemijahan.Kualitas air
pemeliharaan dapat menurun dengan cepat
karena sisa pakan, feses dan buangan metabolit.
Hal ini tampak dari menurunnya kualitas air
akibat peningkatan pH air yang terlalu cepat dan
tingginya kadar amonia selama pemeliharaan.
Keberhasilan suatu usaha budidaya
sangat erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan yang optimum untuk kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan yang dipelihara.
Pengembangan kegiatan budidaya untuk
meningkatkan produksi dibatasi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah keterbatasan air, lahan
dan polusi terhadap lingkungan. Air sebagai
media pemeliharaan ikan harus selalu
diperhatikan kualitasnya. Usaha yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi permasalahan

diatas adalah mengaplikasikan sistem resirkulasi
akuakultur.
Kondisi kualitas air yang kurang baik
dapat menyebabkan ikan menjadi cepat stress
dan berbagai penyakit mudah menyerang ikan.
Suplai air yang cukup belum menjamin
keberhasilan bila pengelolaan kualitas air
selama pemeliharaan tidak memadai. Pada
budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup
bagi ikan, tapi juga perantara bagi patogen,
dalam manipulasi lingkungan yang harus
diperhatikan adalah Kondisi air seperti diketahui
air merupakan media hidup ikan sehingga untuk
menjaga agar ikan tetap sehat perlunya air
disaring dengan filter. Filter tersebut menyaring
air dari jenis kotoran yang masuk dan zat–zat
yang dapat mengganggu kondisi ikan dan
pembawa penyakit. Bahan yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas air tersebut juga
beraneka ragam seperti pasir, kerikil, arang

batok, ijuk, bubur kapur, tawas, batu dan lainlain, Syafriadiman et al. (2005).
Agar dapat memberikan hasil yang
optimal pada pemeliharaan benih ikan jelawat,
untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang
sistem resirkulasi air dengan berbagai bahan

ISSN 2541 – 3155
filter berupa batu/pasir, ijuk, arang maupun
spons sehingga air yang digunakan tetap terjaga
secara optimal untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan jelawat.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium
Basah
Universitas
Muhammadiyah Pontianak. Selama 48 hari

yaitu meliputi 3 hari masa persiapan dan 45 hari
masa
pengamatan
pertumbuhan
dan
kelangsungan hidup ikan, sedangkan sampling
dilakukan 15 hari sekali.
Alat yang dipergunakan selama penelitian
adalah DO meter digunakan untuk mengukur
kandungan oksigen terlarut, kertas lakmus
digunakan untuk mengukur keasaman air,
thermometer digunakan untuk mengukur
kualitas air, amoniak teskit untuk mengukur
amoniak, aquarium dengan ukuran 60 x 30 x 40
cm sebanyak 12 buah, timbangan, selang, serok,
ember, baskom dan alat tulis, areasi untuk
penambahan udara/oksigen dalam air, media
filter.
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ikan jelawat yang berukuran 1-2 cm.

Sedangkan pakan yang diberikan berupa pellet.
Penebaran benih ikan jelawat dilakukan
sebanyak 15 ekor per aquarium.
Metode penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat
perlakuan dan tiga ulangan Hanafiah (2004).
Adapun perlakuan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Perlakuan A, filter batu dan kerikil (kontrol)
Perlakuan B, filter batu, kerikil dan ijuk
Perlakuan C, filter batu, kerikil dan spons
Perlakuan D, filter arang, batu dan kerikil

Pelaksanaan penelitian ini dimulai
dengan menyediakan tempat, alat dan bahan

serta membersihkan akuarium. Kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan pompa dan
bahan filter sesuai dengan perlakuan yang
dilakukan. Ikan uji didatangkan 5 hari sebelum
penelitian dengan tujuan agar ikan dapat
beradaptasi dengan lingkungan baru.Setelah alat
dan bahan disiapkan kemudian ikan stok
ditimbang serta dicatat untuk mengetahui bobot
ikan sebagai data awal penelitian. Ikan uji
dimasukkan dalam wadah penelitian dengan
padat tebar 15 ekor/akuarium dengan volume air
15 liter. Setiap 15 hari sekali dilakukan
penyamplingan untuk mengetahui pertambahan
berat
dan
panjang ikan.
Pengamatan
kelangsungan hidup dilakukan setiap hari.

2


JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

Apabila ada ikan uji yang mati, ikan tersebut
dihitung dan dilakukan penimbangan dengan
tujuan untuk mengetahui rasio konversi pakan.
Pengukuran bobot awal menggunakan
ikan stok dengan mengambil ikan sampling
sebanyak 5 ekor. Penimbangan ikan dilakukan
dengan media yang berisi air dengan cara air
ditimbang terlebih dahulu kemudian menyetel
timbangan keangka nol. Setelah itu ikan stok
dimasukkan kedalam media berisi air tersebut.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari stress
dan kematian pada ikan uji. Untuk mengetahui
parameter kualitas air selama masa penelitian,
pengukuran kualitas air dilakukan pada awal

penelitian dan setiap 15 hari sekali dilakukan
pengukuran kembali.
Pemasangan media filter akan dilakukan
sesuai dengan perlakuan yang telah dibuat yaitu
perlakuan a. filter batu dan kerikil (kontrol),
perlakuan b. filter batu, kerikil dan ijuk,
perlakuan c. filter batu, kerikil dan sponge, dan
perlakuan d. filter arang, batu dan kerikil
pembersihan filter dilakukan setiap tiga hari
sekali agar kotoran yang terdapat pada filter
tidak menumpuk dan kualitas air tetap terjaga
dengan baik.Selama pemeliharaan ikan diberi
pakan berupa pellet komersil, pakan diberikan
sampai kenyang (ad satiasi) dengan frekuensi
tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore
hari pada pukul 08.00 WIB, 13.00 WIB dan
17.00 WIB.

pemeliharaan (g); W0 = Bobot ikan
awal pemeliharaan (g)

Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah persentase
organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan
dari jumlah seluruh organisme awal yang
dipelihara dalam suatu wadah, yang dihitung
menggunakan rumus dari (Zonneveld et al.,
1991), yaitu:
𝑵𝒕
SR =
𝑿𝟏𝟎𝟎%
(3)
𝑵𝟎

Keterangan: SR = Kelangsungan hidup benih
(%); Nt = Jumlah populasi ikan
akhir; No = Jumlah populasi ikan
awal
Konversi pakan
Perhitungan konversi pakan dilakukan
dengan menggunakn rumus dari (Yuwono et al.
2005), yaitu :
𝑭
FCR =
(4)
𝑾𝒕+𝑫 −𝑾𝒐

Keterangan : FCR : Rasio Konversi Pakan (kg);
Wo: Bobot biomassa hewan uji
pada awal penelitian (gr); Wt:
Bobot biomassa hewan uji pada
akhir penelitian (gr); D : Jumlah
bobot hewan uji yang mati (gr); F :
Jumlah pakan yang diberikan (gr)

VARIABEL PENGAMATAN
Pertumbuhan Panjang Mutlak

Kualitas Air

Pertumbuhan panjang mutlak dihitung
menggunakan rumus Effendie 1979 dalam
Effendi et al, 2006 sebagai berikut :
L = L2 - L1

(1)

Keterangan: L = Pertumbuhan panjang mutlak
(cm); L2 = panjang akhir (cm);
L1 = panjang awal (cm)
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Penghitungan pertumbuhan bobot mutlak
menggunakan rumus Weatherley I972 dalam
Dewantoro, 2001 sebagai berikut :
W = Wt-W0

(2)

Kualitas air yang akan diukur dalam
penelitian ini adalah suhu, pH, amonia dan
oksigen terlarut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Panjang Mutlak dan Bobot
Mutlak
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan
adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot
maupun volume dalam kurun waktu tertentu,
atau dapat juga diartikan sebagai pertambahan
jaringan akibat dari pembelahan sel secara
mitosis, yang terjadi apabila ada kelebihan
pasokan energi dan protein.

Keterangan : W = Pertumbuhan bobot mutlak
(g);
Wt = Bobot ikan akhir

3

3.3
3.2
3.1
3
2.9
2.8
2.7
2.6
2.5

3,157±
0.08
2,827±
0,042

A

3,053±
2,933± 0,042
0,050

B
C
Perlakuan

D

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Panjang
Mutlak
Berdasarkan
Gambar
1,
hasil
pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan B
memiliki nilai rata-rata panjang tertinggi sebesar
3,157±0,08, dilanjutkan perlakuan D sebesar
3,053±0,042, kemudian perlakuan C sebesar
2,933±0,050 dan paling rendah perlakuan A
sebesar 2,827±0,044. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Prihadi (2007), menyatakan
pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar,
adapun faktor dari dalam meliputi sifat
keturunan, ketahanan terhadap penyakit dan
kemampuan dalam memanfaatkan makanan,
sedangkan faktor dari luar meliputi sifat fisika,
kimia dan biologi perairan. Faktor makanan dan
suhu perairan merupakan faktor utama yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan bahwa filter berpengaruh
terhadap pertumbuhan panjang ikan jelawat,
perlakuan yang cukup baik memberikan
pertumbuhan panjang mutlak adalah perlakuan
B yaitu filter berupa batu, kerikil dan ijuk,
dimana kombinasi filter ini dapat memeberikan
kualitas air tetap terjaga dengan baik sehingga
dapat mendukung pertumbuhan ikan jelawat.
Menurut Diansari.,dkk (2013), menyatakan
sistem resirkulasi dapat membuat daya dukung
suatu wadah budidaya akan meningkat dan
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
ikan
budidaya.

ISSN 2541 – 3155

2
Pertumbuhan Bobt Mutlak

Pertumbuhan Panjang
Mutlak

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

1,647±
Gambar 7:
1,296±
0.01
0,059

1,345± 1,448±
0,070 0,059

1.5
1
0.5
0
A

B
C
D
Perlakuan
Grafik 2. Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pengukuran bobot tubuh ikan uji
dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Nilai
perubahan bobot diketahui dengan cara
menghitung selisih bobot ikan pada akhir masa
pengamatan dengan bobot awal ikan pada saat
di uji tantang.Adapun pertambahan bobot
digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada
Gambar 2. Berdasarkan gambar diketahui
bahwa perlakuan B lebih baik dari perlakuan A,
C dan D. Effendi (1997) menyatakan bahwa,
pertumbuhan terjadi apabila ada input energi
dan asam amino (protein) yang berasal dari
pakan setelah energi dan protein tersebut
digunakan untuk kebutuhan maintenance.
Ditambahkan oleh Asmawi (1984), percepatan
pertumbuhan tergantung pada jumlah pakan
yang diberikan, ruang, suhu dalam air dan
faktor-faktor
lain.
Adanya
perbedaan
pertumbuhan yang didapat dalam penelitian ini
dikarenakan adanya perbedaan bahan filter yang
terdapat pada masing-masing perlakuan. Kita
ketahui bahwa filter batu dan pasir sudah sering
digunakan
masyarakat
dalam
proses
penyaringan air karena dapat menjaga kualitas
air dengan menguraikan sisa-sisa makanan dan
kotoran sehingga air yang terkandung dalam
wadah tidak mengalami penurunan. Ekavianti
(2004) menyatakan, filter batu dan pasir dapat
memperoses senyawa mineral dan sebagai
tempat untuk menempel bakteri-bakteri
pengurai.
Penambahan filter berbahan ijuk dapat
mengikat sisa-sisa makanan dan kotoran dari
berukuran besar sampai kecil. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Lesmana (2001), filter ijuk sangat baik untuk
penyerapan sisa makanan dengan aliran air yang
cukup. Filter spons tidak dapat bekerja secara
optimal karena hanya dapat menyaring makanan
dan kotoran berukuran besar. Spotte (1979)
mengatakan, bahwa filter spons hanya dapat
memisahkan partikel-partikel terlarut berukuran

4

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan
hidup
merupakan
sejumlah organisme yang hidup pada akhir
pemeliharaan
yang
dinyatakan
dalam
persentase. Nilai kelangsungan hidup akan
tinggi jika faktor kualitas dan kuantitas pakan
serta kualitas lingkungan mendukung. Faktorfaktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kelangsungan hidup suatu organisme antara lain
abiotik, kompetisi antar jenis, kekurangan
pakan, penambahan populasi dalam ruang
lingkup yang sama, predator atau parasit,
penanganan manusia, umur organisme dan
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.
Menurut Effendi (1979), faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan
hidup adalah faktor abiotik dan biotik, antara
lain: kompetitor, kepadatan populasi, umur dan
kemampuan organisme beradaptasi dengan
lingkungan sesuai hasil pengamatan terhadap
tingkat kelangsungan hidup yang diambil
selama masa penelitian.

120
kelangsungan Hidup

besar (> mm) melelui pengendapan dan
penyaringan. Filter berbahan arang menunjukan
pertumbuhan ikan jelawat terbaik setelah
perlakuan ijuk. Daya serap arang sebagai filter
dalam resirkulasi ditentukan oleh luas
permukaan, semakin luas permukaan maka daya
serap
semakin
baik.
Rahayu
(2004)
,menjelaskan arang sebagai absorber memiliki
titik kejenuhan yaitu saat permukaan arang telah
mengabsorbsi bahan terlarut dalam air, daya
serap arang paling efektif adalah penggunaan 30
menit pertama.
Hasil pengamatan selama 45 hari
Pertumbuhan bobot akhir terendah pada
perlakuan filter batu dan kerikil (kontrol) yaitu
1,296 gram. Sedangkan pertumbuhan bobot
akhir tertinggi terdapat pada perlakuan filter
batu, kerikil dan ijuk dengan pertumbuhan
bobot sebesar 1,647 gram. Berdasarkan hasil
yang diketahui dapat diambil kesimpulan bahwa
filter berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
bobot ikan jelawat.

ISSN 2541 – 3155

100

95,56±3
80,00±6 84,44±3
75,56±3 ,85
,85
,67
,85

80
60
40
20
0
A

B
C
Perlakuan

D

Gambar 3. Grafik kelangsungan hidup ikan
jelawat pada setiap perlakuan
Berdasarkan Gambar 3 kelangsungan
hidup ikan jelawat selama pemeliharan maka
didapat perlakuan terbaik dengan persentase
kelangsungan hidup sebesar 95,56±3,85%
(perlakuan B) yaitu filter berupa batu, kerikil
dan ijuk. Kemudian diikuti perlakuan dengan
penambahan bahan filter arang dengan
persentase
kelangsungan
hidup
yaitu
84,44±3,85% (perlakuan D). Untuk perlakuan
filter spons (perlakuan C) persentase
kelangsungan hidup sebesar 80,00±6,67%.
Sedangkan kelangsungan hidup terendah
terdapat pada perlakuan A hanya 75,56±3,85%.
Hal ini seiring dengan bertambahnya umur
benih ikan jelawat tingkat SR semakin
meningkat. Daya tahan tubuh ikan yang
melemah akan menimbulkan stres dan penyakit
sehingga menimbulkan kematian. Ditambahkan
oleh Said dan Sabar (1995) bahwa penggunaan
filter dapat merombak sisa-sisa metabolisme
akibat aktivias ikan, ammonia dan nitrit yang
dapat diubah menjadi senyawa lain yang kurang
beracun melalui proses ammoniafikasi dan
nitritfikasi dengan menggunakan sistem filter
biologis. Sistem filter dimaksud adalah dengan
penggunaan mikroorganisme pengurai. Selain
berfungsi mekanik untuk membersihkan kotoran
dari air dan fungsi kimia untuk penyerapan
bahan organik, arang, ijuk dan spons juga
memiliki fungsi biologis yaitu sebagai tempat
tinggal bakteri aerobic dan anaerobic.
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah merupakan nilai
ubah dari jumlah pakan yang diberikan selama
masa pemeliharaan ikan jelawat. Dengan
demikian konversi pakan adalah hasil bagi dari
jumlah pakan yang diberikan (g) dengan
pertambahan berat populasi ikan jelawat selama

5

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

masa penelitian (Djajasewaka, 1985) besar
kecilnya nilai konversi pakan adalah merupakan
gambaran tentang efesiensi pakan tersebut.

Konversi Pakan (%)

3.00
2.50

2,54±0, 1,92±0, 2,50±0, 2,40±0,
10
17
07
11

2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
A

B
Perlakuan

C

D

Gambar 4: Grafik Rata-rata Konversi Pakan
Ikan Jelawat Selama penelitian
Berdasarkan Gambar 4 tampak bahwa
nilai konversi pakan yang terendah perlakuan B
(1,92) kemudian C (2,50), perlakuan D (2,40)
dan terakhir perlakuan A (2,54). Nilai konversi
pakan perlakuan B menunjukan bahwa
pemanfaatan pakan ikan jelawat sangat baik,
karena pertumbuhan ikan jelawat tinggi dan
menghasilkan konversi pakan rendah, dibanding
dengan perlakuan C, D, dan A dalam
memanfaatkan pakan untuk pertumbuhan benih
ikan jelawat. Perlakuan C, D dan A tidak
seefesien perlakuan B hal ini terjadi karena ikan
belum bisa menyesuaikan diri sepenuhnya
terhadap pakan yang diberikan.
Menurut Kristanto et al (1992) dalam
Ismail Ramadhan (1998) bahwa pertumbuhan
yang tinggi baru ada artinya bila jumlah pakan
yang diberikan seminimal mungkin sehingga
keuntungan yang diperoleh semaksimal
mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
makanan yang diberikan harus seefektif
mungkin. NRC (1977), untuk menentukan
efektivitas pakan adalah besar kecilnya nilai
konversi.
Tingginya
konversi
pakan
menunjukan efektivitas pakan rendah atau
penggunaan untuk pertumbuhan kurang efesien.
Selain itu Jangkaru (1974), menambahkan
bahwa konversi pakan merupakan perubahan
jumlah makanan yang diberikan (kg) guna
menghasilkan pertumbuhan ikan uji 1 kg.
Menurut
Asmawi
(1984),
faktor
makanan yang mempunyai peranan penting
dalam pertumbuhan individu, untuk meransang
pertumbuhan optimal diperlukan jumlah dan
mutu makanan yang tersedia dalam keadaan
yang cukup, serta sesuai dengan keadaan
perairan. Fungsi utama pakan adalah untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan
yang dimakan oleh ikan pertama-tama
digunakan untukkelangsungan hidup dan
apabila
kelebihannya
digunakan
untuk
pertumbuhan.
Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor yang
sangat penting dan pembatas bagi makhluk
hidup dalam air baik faktor kimia, fisika dan
biologi. Kualitas air yang buruk dapat
menghambat
pertumbuhan,
menimbulkan
penyakit pada ikan bahkan sampai pada
kematian. Menurut (Boyd, 1991), Kualitas air
sangat dipengaruhi seperti laju sintasan,
pertumbuhan, perkembangan, reproduksi ikan.
Parameter kualitas air yang diamati adalah pH,
suhu, DO dan NH3. Pengukuran suhu dilakukan
setiap hari.Sedangkan parameter kualitas air
lainnya seperti pengukuran pH, DO dan NH3
dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir
penelitian (Tabel 1).
Tabel 1: Kualitas Air Ikan Jelawat
Parameter
Perlakuan

Suhu
(0c)

DO
(mg/l)

pH

Amonia
(NH3)

A

28-290c

5,7

6

2,0

B

28-290c

5,0

6

1,0

C

28-290c

4,9

6

1,5

D

28-290c

4,9

6

1,0

Oksigen Terlarut
Berdasarkan
hasil
pengukuran,
kandungan oksigen tergolong cukup baik
berkisar antara 4,9-5,7 mg/L.Kandungan
oksigen terlarut tertinggi terdapat pada
perlakuan A hal ini disebabkan pertukaran
(aliran) air atau proses resirkulasi pada
perlakuan berbahan filter batu dan kerikil
(perlakuan A) tergolong lancar sehingga
resirkulasi air tidak terhambat. Selain itu,
kandungan oksigen pada perlakuan B,C, dan D
lebih rendah kemungkinan juga disebabkan oleh
bakteri aerobik yang menempel/tinggal dibahan
ijuk, spons dan arang sehingga oksigen terlarut
pada perlakuan tersebut digunakan oleh bakteri
untuk kegiatan perombakan.

6

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

Suhu

Saran

Hasil pengukuran air selama penelitian
berkisar antara 28-29oC dalam kisaran tersebut
masih berada pada suhu yang optimal bagi
kehidupan benih ikan jelawat. Menurut
Hardjamulia et al, (1992) mengatakan bahwa
ikan jelawat dapat tumbuh dengan baik pada
suhu 25-37oC. Suhu air tersebut masih dalam
kondisi optimal dan juga mempunyai pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan nafsu makan
ikan.

Masing-masing filter diperhatikan yaitu
berkisar antara 2-3 cm Berdasarkan hasil
penelitian untuk menghasilkan pertumbuhan
dan kelangsungan hidup ikan jelawat yang
optimal serta kualitas yang baik dalam sistem
resirkulasi, disarankan menggunakan bahan
filter berupa batu, kerikil dan ijuk. Ketebalan
bahan.

DAFTAR PUSTAKA
pH
pH merupakan suatu ekspresi dari
konsentrasi ion hidrogen (H4) di dalam air,
besarnya dinyatakan dalam minus logaritma dari
konsentrasi ion H, derajat keasaman (pH)
menunjukkan kekuatan antara asam dan basa
dalam air. Data pengukuran air selama masa
penelitian berkisar antara 6 sesuai dengan
pendapat Liviawaty dan Afrianto (1992), bahwa
air yang bersifat netral dan sedikit basa dapat
digunakan dalam pemeliharaan ikan dengan
aman.
Amonia
Hasil pengukuran disetiap perlakuan
menunjukkan bahwa amonia tergolong cukup
tinggi dan tetapi belum membahayakan
kelangsungan hidup ikan jelawat, yaitu berkisar
antara 2,0-1,5 mg/L. Kordik dan Tamsil (2010)
mengatakan, bahwa perairan yang baik untuk
budidaya ikan adalah yang mengandung amonia
kurang dari 0,1 mg/L. Tingginya amonia pada
setiap perlakuan disebabkan oleh tidak
dilakukannya pergantian air pada masingmasing perlakuan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan dengan menggunakan filter
(batu, kerikil dan ijuk) pada pemeliharaan ikan
jelawat merupakan perlakuan terbaik. Perlakuan
B memberikan hasil rata-rata pertumbuhan
panjang
mutlak
3,157
cm,
rata-rata
pertumbuhan bobot mutlak 1,647 gram, rata-rata
kelangsungan hidup 95,56% dan rata-rata
konversi pakan 1,68%.
Data kualitas air menunjukan bahwa
perlakuan filter batu dan kerikil (perlakuan A)
kurang baik karena kandungan amonia (2,0
mg/L).

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Beberapa
Metode Budidaya Ikan. Kansius.
Yogyakarta.
Aryani, N. 2005. Penggunaan Vitamin E Pada
Pakan Untuk Pematangan Gonad Ikan
Kapiek(Puntius sanefeldi Blkr). Jurnal
Perikanan dan Ilmu Kelautan. 6 (1) :
28-36.
Boyd, CE. 1991. Water Quality Management
and Aeration in Shrimp Farming.
Editor Alex Bocek Pedoman Teknis
dari
Proyek
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan,
Pusat
Litbang Perikanan Indonesia.
Dewantoro, G.W. 2001. Fekunditas dan
produksi larva pada ikan cupang (Betta
splendens Regan) yang berbeda umur
dan pakan alaminya. Fakultas Biologi,
Universitas Nasional Jakarta. Jurnal
Iktiologi Indonesia, l. (2): 49 – 52.
Diansari, R.R.V.R, E. Arini, T. Elfitasari, 2013.
Pengaruh Kepadatan Yang Berbeda
Terhadap Kelulusan Hidup Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) Pada Sistem
Resirkulasi Dengan Filter Zeolit. Jurnal
Of
Aquaculture
Management
Technology 2(3) : 37-45.
Effendi, I. N.J. Bugri, dan Widanarni. 2006.
Pengaruh padat penebaran terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan
benih ikan gurami Osphronemus
gouramy. ukuran 2 cm. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 5(2): 127-135.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan.
Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.
Ekavianti, R. 2004. Laju Pertumbuhan Benih
Ikan Botia (Botia macracanthus
Bleeker) yang Dipelihara Dalam Sistem
Resirkulasi
Dengan
Frekuensi
Pemberian Pakan yang Berbeda.
Program
Studi
Teknologi
dan
Manajemen
Akuakultur.
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institus
Pertanian Bogor. Bogor.

7

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

Hardjamulia et al.1992. Informasi Teknologi
Budidaya Ikan Jelawat (Leptobarbus
hoeveni) di Kalimantan dalam Warta
Penelitian Pengembangan Perikanan
Vol. XIV 62 halaman.
Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Lembaga
Penelitian Perikanan Darat. Direktorat
Jendral Perikanan. Bogor.
Kordik, M.G.H. dan A. Tamsil. 2010.
Pembenihan Ikan Laut Ekonomis
Secara
Buatan.
Lily
Publisher.
Yogyakarta. 190 hal.
Kottelat et.al. 1993. Freshwater Fishes Of
Westren Indonesia And Sulawesi.
Periplus Editions, Hong Kong.P. 66.
Kristanto, A.H.A. 1992. Paket Teknologi
pemeliharaan Ikan Jelawat. Bahan
penyusun Paket Teknologi Pembenihan
Ikan Air Tawar. Balai penelitian
Perikanan Air Tawar. Bogor.
Lesmana, DS dan Iwan Darmawan. 2001.
Budidaya ikan Hias Air Tawar Populer.
Jakarta : Penebar Swadaya.
NRC.1977. Nutrition Requirman Of Warm
Water Fishes. National Academy Of
Science. Washington.
Rahayu T. 2004. Karakteristik Air Sumur
Dangkal Di Wilayah Kartasura Dan
Upaya Penjernihannya. Infokes. Vol 5.
No.2. 2004: 104-124.
Said, D.S. dan F. Sabar. 1999. Desain dan
Penampakan Sistem Resirkulasi Pada
Pemeliharaan
Udang
Galah
Macrobrachium Rosenbergi. Hasil
Penelitian Puslitbang Limnologi-LIPI.
43-51 pp.
Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture.
2nd Ed. Jhon Willy and Sons. New
Spotte, S.H., 1979. Fish and invertebrata
culture. Willey Inter Sci. New York :
155 pp.
Syafriadiman, N. A. Pamukas dan Saberina.
2005. Prisnsip Dasar Pengolahan
Kualitas Air. MM Press, CV. Mina
Mandiri. Pekanbaru.132 Hal.
Yuwono, E. P. Sukardi dan I.Sulistiyo. 2005.
Konsumsi dan Efesiensi Pakan Pada
Ikan Kerapu Bebek (Cromilevtes
altivelis) yang Dipuaskan Secara
Periodik. Berk Panel Hayati. 10:129132.
Zonneveld, N., E. A. Huisman dan J. H. Boon.
1991. prinsip-prinsip budidaya ikan.
Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 318p.

8